Transfer dana dari Pemerintah Pusat kepada Daerah intergovernmental fiscal transfer merupakan satu dari beberapa pilar pokok desentralisasi fiskal. Isu-isu
lainnya adalah pembagian kewenangan expenditure assignment, pembagian sumber pendapatan revenue assignment, dan pinjaman Daerah. Dalam konteks
Indonesia dewasa ini, transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Daerah tersebut adalah dalam wujud DAU dan DAK. DAU merupakan transfer dana yang bersifat
umum block grant, sementara DAK merupakan transfer dana yang bersifat spesifik, yaitu untuk tujuan-tujuan tertentu yang sudah digariskan specific grant.
Dengan demikian, transfer dana dimaksud tidak termasuk bagi hasil revenue sharing antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam APBN TA 2001, total Dana Perimbangan adalah sebesar Rp81,48 triliun atau 5,5 dari PDB, yang terdiri dari Bagian Daerah sebesar Rp20,3 triliun,
DAU sebesar Rp60,5 triliun, dan DAK sebesar Rp700,6 miliar. Sementara dalam RAPBN TA 2002, total Dana Perimbangan mencapai Rp 94.531, 8 milyar yang
terdiri dari Bagian Daerah mencapai Rp 24.600,4 milyar, DAU mencapai Rp 69.114,1 milyar, dan DAK mencapai Rp 817,3 miliar.
B. Bagian Daerah
Sebelum dikeluarkannya UU Nomor 25 Tahun 1999, pada dasarnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah dilakukan berbagai bagi hasil
penerimaan yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, serta beberapa penerimaan yang berasal
dari sumber daya alam SDA diluar penerimaan minyak bumi dan gas alam
4
migas dan sektor perikanan. Penerimaan tersebut dibagihasilkan kepada Daerah dengan prosentase tertentu yang masih mempertimbangkan unsur subsidi silang
antar Daerah yang mempunyai SDA dengan Daerah yang miskin SDA. Dengan berlakunya UU Nomor 25 Tahun 1999, Bagian Daerah yang
merupakan penerimaan dari bagi hasil pajak dan SDA diperluas sehingga bagi hasil atas penerimaan SDA meliputi penerimaan dari minyak bumi dan gas alam
migas, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Sementara itu, untuk penerimaan bagi hasil pajak terdiri dari penerimaan PBB dan BPHTB. Dana bagi
hasil tersebut diperoleh dengan prosentase tertentu yang ditetapkan dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 jo PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
yang didasarkan atas Daerah Penghasil by origin. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang PPh karyawan yang baru UU
Nomor 17 Tahun 2000, Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan PPh perorangan personal income tax, yaitu PPh Karyawan Pasal 21 serta
PPh Pasal 2529 Orang Pribadi. Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi Daerah-daerah
yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara APBN. Secara keseluruhan, persentase bagian Daerah dari
perpajakan dan SDA secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.
5
Tabel: PROPORSI BAGI HASIL BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA SEBELUM DAN SESUDAH UU-PKPD SERTA
UU OTONOMI KHUSUS PROP. NAD DAN PROP. PAPUA Persentase
Sebelum UU-PKPD Sesudah UU-PKPD
UU Otonomi Khusus
No. Jenis Penerimaan
Pusat Prop Kab Pusat Prop Kab
Pemerat. KabKota
Lainnya
NAD Papua
1 PBB
10 16,2 64,8 - 16,2 64,8+
+ 2
BPHTB 20
16 64 - 16 64 +
+ 3
IHH 55
30 15 20 16 64 - 4
PSDH 55
30 15 20 16 32 32 5
LandrentIuran Tetap
20 16 64 20 16 64 -
6 Royalti
Pertambangan Umum
20 16 64 20 16 32 32
7 Perikanan
100 - - 20 - - 80 8
Minyak 100 - - 85 3 6 6 55 55
9 Gas Alam
100 - - 70 6 12 12 40 40 10
Dana Reboisasi 100 - - 60 - 40 -
11 PPh
100 - - 80 8 12 -
6
Melalui penerimaan dari Bagian Daerah berdasarkan tabel diatas diharapkan potensi penerimaan Daerah menjadi semakin besar dan juga dapat
meredam keinginan Daerah untuk menguasai sendiri pemanfaatan SDA yang dimilikinya. Hal ini karena Daerah penghasilasal origin dapat menikmati
sebagian penerimaan yang benar-benar diperoleh dari potensi Daerah yang bersangkutan. Namun demikian, pembagian tersebut pada dasarnya cenderung
menimbulkan terjadinya ketimpangan antar Daerah. Hal ini disebabkan hanya beberapa Daerah di Indonesia yang memiliki potensi SDA secara signifikan,
seperti minyak bumi dan gas alam migas, pertambangan, dan kehutanan. Demikian pula halnya dengan potensi penerimaan Daerah dari PBB, BPHTB, dan
PPh Perorangan, dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa Daerah saja.
Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 dan UU Nomor 17 Tahun 2000, dalam APBN TA 2001 Pemerintah Daerah akan memperoleh
Bagian Daerah dari dana bagi hasil dari pajak dan SDA sebesar Rp20.259,2 miliar atau 24,8 persen dari total Dana Perimbangan. Pemerintah Propinsi akan
memperoleh Rp4.694,7 miliar, sedangkan Pemerintah KabupatenKota akan memperoleh Rp15.564,5 miliar. Realisasi pencairan dana bagi hasil sampai
dengan bulan Agustus 2001 telah mencapai Rp8.870,7 atau 43,3 dari keseluruhan dana bagi hasil yang akan diterima Daerah.
Proyeksi Dana Bagi Hasil dalam tahun anggaran 2002 sangat tergantung dari besarnya penerimaan pajak dan SDA yang dibagihasilkan. Secara nasional,
kebijakan alokasi dana bagi hasil dalam tahun 2002 masih tetap mengacu pada UU No. 251999 dan PP 1052000 kecuali untuk Propinsi Nanggroe Aceh
7
Darussalam NAD dan Propinsi Papua. Imbangan bagi hasil minyak bumi dan gas alam masing-masing menjadi 70 baik untuk Propinsi NAD maupun Propinsi
Papua dan 30 untuk Pusat. Disamping itu untuk Propinsi Papua disediakan dana setara 2 dari DAU secara nasional atau sebesar Rp1.382,3 triliun dalam
RAPBN 2002. Dalam tahun 2002, besarnya Dana Bagi Hasil secara nasional diperkirakan
juga mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari besarnya Dana Bagi Hasil tahun 2002 yang mencapai Rp. 24,6
triliun atau meningkat sekitar 21 dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 20,3 triliun. Dari keseluruhan komponen dana bagi hasil, baik dana bagi hasil pajak maupun
bagi hasil sumber daya alam SDA juga mengalami kenaikan. Secara nasional, dana bagi hasil PBB dan BPHTB masing-masing mengalami kenaikan sekitar
25 dan 50. Sedangkan dana bagi hasil PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 diperkirakan juga mengalami peningkatan. Sementara itu, Dana Bagi Hasil SDA
diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 25 yang terdiri dari Dana Bagi Hasil SDA kehutanan meningkat sekitar 142, bagi hasil pertambangan umum sekitar
44, minyak bumi dan gas alam masing-masing mengalami kenaikan sekitar 12 dan 13, sedangkan bagi hasil dari SDA perikanan diperkirakan akan sama
dengan tahun sebelumnya.
8
C. Dana Alokasi Umum DAU