Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan Baja dengan Menggunakan Pengaku Eksentris (EBF)

(1)

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN BAJA DENGAN

MENGGUNAKAN PENGAKU EKSENTRIS (EBF)

TUGAS AKHIR Oleh : Cowens 100404171 Disetujui : Pembimbing

Ir. Torang Sitorus, MT.

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

i Abstract

Perencanaan st rukt ur bangunan baja t ahan gem pa sangat pent ing, karena Indonesia sebagian w ilayahnya m em iliki keraw anan yang t inggi t erhadap gem pa. St rukt ur bangunan yang dirancang t ahan gem pa adalah syst em st rukt ur bangunan rangka baja dan syst em st rukt ur bangunan rangka baja berpengaku. Sist em st rukt ur berpengaku dibagi m enjadi sist em rangka bracing konsent ris dan sist em rangka bracing eksent ris. Sist em ini sangat kuat dan kaku sehingga m am pu m enahan gaya lat eral yang lebih besar dari syst em rangka baja t anpa pengaku/ bracing.

Bangunan baja yang dianalisis t erdiri dari 7 gedung dengan spesifikasi yang sam a, kecuali ada t idaknya penam bahan bracing. Bracing yang digunakan adalah t ipe diagonal dan t ipe V. Gedung 1 ( t anpa bracing ), gedung 2 ( dengan bracing konsent ris (e=0) t ipe diagonal ) , gedung 3 ( dengan bracing konsent ris (e=0) t ipe V ), gedung 4 ( dengan bracing eksent ris (e=0.5m ) t ipe diagonal ) , gedung 5 ( dengan bracing eksent ris (e=1m ) t ipe diagonal), gedung 6 ( dengan bracing eksent ris (e=0.5m ) t ipe V) , gedung 7 ( dengan bracing eksent ris (e=1m ) t ipe V) t erdiri dari 12 lant ai ( t erm asuk at ap) dengan t inggi t ot al 42 m , dan t erlet ak di w ilayah gem pa 3 t anah keras. Fungsi bangunan adalah perkant oran. Seluruh gedung direncanakan dengan analisis st at ik ekuivalen. Selanjut nya seluruh gedung akan dilakukan analisis pushover, sehingga didapat perilaku seism ik dan kinerja st rukt urnya dari m asing-m asing gedung.

Berdasarkan FEM A 356, hasil analisis pushover m enunjukkan bahw a seluruh gedung, berdasarkan t arget perpindahan m asih m em iliki t araf kinerja im m ediat e occupancy. Kurva kapasit as hasil analisis pushover m enunjukkan rasio perpindahan at ap pada st rukt ur gedung 1 arah X sebesar 0.0085 dan arah Y sebesar 0.0087. Unt uk gedung 2 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0016 dan arah Y sebesar 0.0011. Unt uk gedung 3 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0010 dan arah Y sebesar 0.0008. Unt uk gedung 4 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0018 dan arah Y sebesar 0.0022. Unt uk gedung 5 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0022 dan arah Y sebesar 0.0015. Unt uk gedung 6 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0012 dan arah Y sebesar 0.0010. Unt uk gedung 7 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0019 dan arah Y sebesar 0.0015.


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan Baja dengan Menggunakan Pengaku Eksentris (EBF)”. Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran kritik Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan tugas akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Torang Sitorus, M.T., selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., selaku sekretaris departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Dickson dan Jessalyn Rotan yang telah mendukung, menyemangati serta mendoakan penulis di setiap kegiatan akademis penulis.


(4)

iii 5. John Thedy , Desindo Wijaya, Rudi Kirana, Deni Hermawan, Shendy Wijaya, Agus Pranoto, Agus Salim Jadi dan Bapak Sanjaya Aryatnie yang selalu mengingatkan dan memberikan dukungan moral kepada penulis hingga tugas akhir ini dapat selesai.

6. Erwin Kwok, selaku abang senior stambuk 2004 yang memberikan kontribusi besar kepada penulis dalam hal memberikan semangat dan arahan hingga selesainya tugas akhir ini.

7. Teman-teman jurusan Teknik Sipil, terutama teman-teman seangkatan 2010, abang/ kakak stambuk 2007, 2008 dan 2009 serta adik-adik 2013 terima kasih atas dukungan dan informasi mengenai kegiatan sipil selama ini.

8. Para pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU atas ketersediannya untuk mengurus administrasi Tugas akhir ini.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk semuanya.

Medan, Maret 2015 Penulis

COWENS WIJAYA 10 0404 171


(5)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Umum ... 1

1.2 Latar Belakang ... 3

1.3 Studi Literatur ... 6

1.4 Perumusan Masalah... 7

1.5 Pembatasan Masalah ... 8

1.6 Maksud dan Tujuan Penelitian... 10

1.7 Manfaat Penelitian ... 10

1.8 Metodologi Penulisan ... 10

1.9 SistematikaPenulisan ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Peraturan Pembebanan Gempa Berdasarkan RSNI2 03-1726-201x ... 12

2.1.1 Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan ... 12

2.1.2 Klasifikasi Situs dan Parameter ... 15

2.1.3 Parameter Percepatan Gempa ... 17

2.1.4 Parameter Percepatan Spektral Desain... 19

2.1.5 Perioda Fundamental Pendekatan. ... 20


(6)

v

2.2 Peraturan Pembebanan Bedasarkan RSNI 03-1727-201x ... 21

2.2.1 Beban Mati ... 21

2.2.2 Beban Hidup ... 23

2.3 Struktur Rangka Baja ... 26

2.3.1 Rangka Baja Penahan Momen (MRF) ... 26

2.3.2 Rangka Baja Berpengaku Konsentris (CBF) ... 26

2.3.3 Rangka Baja Berpengaku Eksentris (EBF) ... 27

BAB III. ANALISIS BEBAN DORONG (NONLINEAR STATIC PUSHOVER) ... 29

3.1 Pengertian Analisis Beban Dorong ... 29

3.2 Analisis Beban Dorong Berdasarkan ATC-40 (Capacity-Spectrum Method) ... 29

3.3.1 Kapasitas (Capacity) ... 29

3.3.2 Permintaan (Demand) ... 30

3.3.3 Kinerja (Performance) ... 36

3.3 Analisis Beban Dorong Berdasarkan FEMA-356 (Target Displacement) ... 38

3.4 Analisis Beban Dorong Berdasarkan FEMA-440 (Displacement Coefficient Method)……….41

3.5 Analisis Beban Dorong Berdasarkan FEMA-440 (Linerization Method) ... 41

3.6 Sendi Plastis ... 44

3.6.1 Hasil Analisis Sendi Plastis ... 45

3.6.2 Distribusi Sendi Plastis ... 46

3.6.3 Mekanisme Pembentukkan Sendi Plastis ... 47

3.7 Taraf Kinerja Struktur ... 47

3.8 Klasifikasi Deformation Limit ... 49

BAB IV. PEMBAHASAN ... 50

4.1 Permodelan Struktur ... 50

4.1.1 Data Struktur... 50


(7)

vi

4.1.2.1 Sistem Struktur Rangka Penahan Momen (MRF) ... 51

4.1.2.2 Sistem Struktur Rangka Konsentris (CBF) ... 55

4.1.2.3 Sistem Struktur Rangka Eksentris (EBF) ... 63

4.1.3 Data Material ... 79

4.1.3.1 Baja ... 79

4.1.3.2 Beton ... 79

4.1.4 Pembebanan Struktur ... 79

4.1.4.1 Berat Sendiri ... 79

4.1.4.2 Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load) ... 79

4.1.4.3 Beban Hidup ... 80

4.1.5 Dimensi Penampang Struktur ... 80

4.1.5.1 Dimensi Balok ... 80

4.1.5.2 Dimensi Kolom ... 81

4.1.5.3 Dimensi Bracing ... 81

4.1.5.4 Dimensi Plat ... 82

4.2 Pembahasan dan Diskusi Analisis Beban Dorong ... 82

4.2.1 Penyebaran Sendi Plastis ... 82

4.2.1.1 Sistem Struktur Rangka Penahan Momen (MRF) ... 83

4.2.1.2 Sistem Struktur Rangka Konsentris (CBF) ... 85

4.2.1.3 Sistem Struktur Rangka Eksentris (EBF) ... 89

4.3 Design Response Spectrum ... 97

4.4 Analisis Beban Dorong... 98

4.5 Hasil Analisis Beban Dorong ... 102

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

5.1 Kesimpulan ... 106

5.2 Saran ... 107


(8)

vii DAFTAR GAMBAR

BAB I

Gambar 1.1 : Moment Resisting Frames (MRF) ... 4

Gambar 1.2 : Concentrically Braced Frames (CBF) ... 5

Gambar 1.3 : Eccentrically Braced Frames (EBF) ... 6

Gambar 1.4 : Permodelan Gedung 3D ... 9

BAB II Gambar 2.1 Skema Inelastic CBF ...27

Gambar 2.2 Contoh Struktur Baja Berpengaku Eksentris ...28

BAB III Gambar 3.1 : Kurva Kapasitas (ATC-40) ...30

Gambar 3.2 : Kurva Kapasitas dan Spektrum Kapasitas (ATC-40) ...32

Gambar 3.3 : Respons Spektrum Tradisional dan Demand Spectrum (ATC-40) ...33

Gambar 3.4 : Plot Spektrum Kapasitas dan Demand Spektrum (ATC-40) ...33

Gambar 3.5 : Representasi Bilinear dari Spektrum Kapasitas (ATC-40)...34

Gambar 3.6 : Damping Energi (ATC-40) ...34

Gambar 3.7 : Hysteretic Damping memperlihatkan Maximum Strain Energy (ATC-40) ....35

Gambar 3.8 : Grafik Perpotongan Kurva Kapasitas dengan Demand Spektrum (ATC-40) 37 Gambar 3.9 : Tahapan DCM berdasarkan FEMA 356 ...39

Gambar 3.10: Grafik Hubungan Periode Efektif dengan Damping dalam Format ADRS, Acceleration-Displacement Response Spectrum (FEMA 440) ...43

Gambar 3.11: Perkiraan Peralihan Maksimum (ATC-40) ...45

Gambar 3.12: Kurva Hubungan Momen-Rotasi, Setipe dengan Kurva Hubungan Force-Displacement (FEMA 356) ...46


(9)

viii

BAB IV

Gambar 4.1 : Permodelan Gedung 3D ...52

Gambar 4.2 : Denah Gedung ...53

Gambar 4.3 : Permodelan Struktur Arah XZ ...54

Gambar 4.4 : Permodelan Struktur Arah XZ ...55

Gambar 4.5 : Permodelan Gedung 3D ...56

Gambar 4.6 : Denah Gedung ...57

Gambar 4.7 : Permodelan Struktur Arah XZ ...58

Gambar 4.8 : Permodelan Struktur Arah XZ ...59

Gambar 4.9 : Permodelan Gedung 3D ...60

Gambar 4.10: Denah Gedung ...61

Gambar 4.11: Permodelan Struktur Arah XZ ...62

Gambar 4.12: Permodelan Struktur Arah XZ ...63

Gambar 4.13: Permodelan Gedung 3D ...64

Gambar 4.14: Denah Gedung ...65

Gambar 4.15: Permodelan Struktur Arah XZ ...66

Gambar 4.16: Permodelan Struktur Arah XZ ...67

Gambar 4.17: Permodelan Gedung 3D ...68

Gambar 4.18: Denah Gedung ...69

Gambar 4.19: Permodelan Struktur Arah XZ ...70

Gambar 4.20: Permodelan Struktur Arah XZ ...71

Gambar 4.21: Permodelan Gedung 3D ...72

Gambar 4.22: Denah Gedung ...73

Gambar 4.23: Permodelan Struktur Arah XZ ...74

Gambar 4.24: Permodelan Struktur Arah XZ ...75

Gambar 4.25: Permodelan Gedung 3D ...76


(10)

ix

Gambar 4.27: Permodelan Struktur Arah XZ ...78

Gambar 4.28: Permodelan Struktur Arah XZ ...79

Gambar 4.29: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur MRF, kondisi Step 6 ...84

Gambar 4.30: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur MRF, kondisi Step 11...84

Gambar 4.31: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur MRF, kondisi Step 7 ...85

Gambar 4.32: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur MRF, kondisi Step 11 ...85

Gambar 4.33: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur CBF tipe Diagonal Braced, kondisi Step12 ...86

Gambar 4.34: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur CBF tipe Diagonal Braced, kondisi Step24 ...86

Gambar 4.35: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur CBF tipe Diagonal Braced, kondisi Step1 ...87

Gambar 4.36: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur CBF tipe Diagonal Braced, kondisi Step34 ...87

Gambar 4.37: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur CBF tipe V Braced, kondisi Step1 ...88

Gambar 4.38: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur CBF tipe V Braced, kondisi Step29 ...88

Gambar 4.39: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur CBF tipe V Braced, kondisi Step1 ...89

Gambar 4.40: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur CBF tipe V Braced, kondisi Step14 ...89

Gambar 4.41: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe Diagonal Braced dengan panjang e=0.5m, kondisi Step 12 ...90

Gambar 4.42: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe Diagonal Braced dengan panjang e=0.5m, kondisi Step 23 ...90

Gambar 4.43: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe Diagonal Braced dengan panjang e=0.5m, kondisi Step 2 ...91

Gambar 4.44: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe Diagonal Braced dengan panjang e=0.5m, kondisi Step 32 ...91

Gambar 4.45: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe Diagonal Braced dengan panjang e=1m, kondisi Step 12...92


(11)

x

Gambar 4.46: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe Diagonal Braced dengan panjang e=1m, kondisi Step 22...92 Gambar 4.47: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe Diagonal Braced

dengan panjang e=1m, kondisi Step 4 ...93 Gambar 4.48: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe Diagonal Braced

dengan panjang e=1m, kondisi Step 23...93

Gambar 4.49: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=0.5m, kondisi Step 1 ...94 Gambar 4.50: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=0.5m, kondisi Step 27 ...94 Gambar 4.51: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=0.5m, kondisi Step 1 ...95 Gambar 4.52: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=0.5m, kondisi Step 9 ...95 Gambar 4.53: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=1m, kondisi Step 2...96 Gambar 4.54: Sendi Plastis PUSHOVER-X pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=1m, kondisi Step 26 ...96 Gambar 4.55: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe V Braced dengan

panjang e=1m, kondisi Step 2...97 Gambar 4.56: Sendi Plastis PUSHOVER-Y pada struktur EBF tipe V Braced dengan


(12)

xi DAFTAR TABEL

BAB II

Tabel 2.1 : Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori gedung dan Bangunan (RSNI

03-1726-201x) ... 13

Tabel 2.2 : Faktor keutamaan gempa (RSNI 03-1726-201x) ... 15

Tabel 2.3 : Klasifikasi Sirtu ... 16

Tabel 2.4 : Koefisien situs, ... 18

Tabel 2.5 : Koefisien situs, ... 18

Tabel 2.6 : Koefisien dan x ... 20

Tabel 2.7 : Simpangan Antar Lantai Ijin (Δa) ... 21

Tabel 2.8 : Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung (ASCE 7-10) ... 22

Tabel 2.9 : Beban Hidup Pada Lantai Gedung (RSNI 03-1727-201x) ... 23

BAB III Tabel 3.1 : Nilai k (ATC-40) ... 35

Tabel 3.2 : Nilai SRAmin dan SRVmin(ATC-40)... 36

Tabel 3.3 : Tipe Struktur (ATC-40) ... 36

Tabel 3.4 : Faktor Modifikasi Cm berdasarkan FEMA 356 ... 39

Tabel 3.5 : Faktor Modifikasi C2 berdasarkan FEMA 356 ... 40

Tabel 3.6 : Deformation Limit untuk berbagai Tingkat Kinerja (ATC-40) ... 49

BAB IV Tabel 4.1 : Kinerja Struktur untuk rangka penahan momen (MRF) ...102

Tabel 4.2 : Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku konsentris (CBF) tipe diagonal brace ...102 Tabel 4.3 : Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku konsentris (CBF) tipe v- brace. 103


(13)

xii

Tabel 4.4 : Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe diagonal brace dengan panjang e=0.5m ...103 Tabel 4.5 : Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe diagonal

brace dengan panjang e=1m ...104 Tabel 4.6 : Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe v-brace

dengan panjang e=0.5m ...104 Tabel 4.7 : Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe v-brace


(14)

xiii DAFTAR NOTASI

Ag = Luas bruto penampang (mm2)

Ash = Luas penampang total tulangan transversal, termasuk sengkang pengikat (mm2) As,max = Luas tulangan maximum (mm2)

As,min = Luas tulangan minimum (mm2) a = Panjang pelat (mm)

b = Lebar pelat (mm)

bw = Lebar badan penampang persegi (mm)

D = Beban mati

d = Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik (mm)

E = Beban gempa

e = Panjang Link

Fa = Koefisien situs untuk perioda pendek (pada perioda 0,2 detik) Fv = Koefisien situs untuk perioda panjang (pada perioda 1 detik) f’c = Kuat tekan Beton (MPa)

fy = Kuat leleh tulangan (MPa)

hx = Spasi horizontal maksimum untuk kaki-kaki sengkang tertutup atau sengkang ikat pada semua muka kolom (mm)

Ie = Faktor keutamaan Gempa

L = Beban Hidup

ld = Panjang Sambungan Lewatan` P = Gaya aksial terfaktor (N)

PF1 = Modal participation factor untuk mode 1 R = Faktor reduksi gempa


(15)

xiv Ss = Parameter percepatan respons spectral MCE dari peta gempa pada perioda

pendek, redaman 5 persen

S1 = Parameter percepatan respons spectral MCE dari peta gempa pada perioda 1 detik, redaman 5 persen

SDS = Parameter percepatan respons spectral pada perioda pendek, redaman 5 persen SD1 = Parameter percepatan respons spectral pada perioda 1 detik, redaman 5 persen SMS = Parameter percepatan respons spectral MCE pada perioda pendek yang sudah

disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs

SM1 = Parameter percepatan respons spectral MCE pada perioda 1 detik yang sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs

S = Spasi tulangan transversal (mm) Sx = Spasi tulangan transversal (mm) t = Tebal pelat (mm)]

T = Perioda fundamental bangunan

∆roof = Peralihan atap

ADRS = Acceleration-Displacement Response Spectra ATC = Applied Technology Council

IO = Immediate Occupancy DC = Damage Control

FEMA = Federal Emergency Management Agency CBF = Concentriccally Braced Frames


(16)

i Abstract

Perencanaan st rukt ur bangunan baja t ahan gem pa sangat pent ing, karena Indonesia sebagian w ilayahnya m em iliki keraw anan yang t inggi t erhadap gem pa. St rukt ur bangunan yang dirancang t ahan gem pa adalah syst em st rukt ur bangunan rangka baja dan syst em st rukt ur bangunan rangka baja berpengaku. Sist em st rukt ur berpengaku dibagi m enjadi sist em rangka bracing konsent ris dan sist em rangka bracing eksent ris. Sist em ini sangat kuat dan kaku sehingga m am pu m enahan gaya lat eral yang lebih besar dari syst em rangka baja t anpa pengaku/ bracing.

Bangunan baja yang dianalisis t erdiri dari 7 gedung dengan spesifikasi yang sam a, kecuali ada t idaknya penam bahan bracing. Bracing yang digunakan adalah t ipe diagonal dan t ipe V. Gedung 1 ( t anpa bracing ), gedung 2 ( dengan bracing konsent ris (e=0) t ipe diagonal ) , gedung 3 ( dengan bracing konsent ris (e=0) t ipe V ), gedung 4 ( dengan bracing eksent ris (e=0.5m ) t ipe diagonal ) , gedung 5 ( dengan bracing eksent ris (e=1m ) t ipe diagonal), gedung 6 ( dengan bracing eksent ris (e=0.5m ) t ipe V) , gedung 7 ( dengan bracing eksent ris (e=1m ) t ipe V) t erdiri dari 12 lant ai ( t erm asuk at ap) dengan t inggi t ot al 42 m , dan t erlet ak di w ilayah gem pa 3 t anah keras. Fungsi bangunan adalah perkant oran. Seluruh gedung direncanakan dengan analisis st at ik ekuivalen. Selanjut nya seluruh gedung akan dilakukan analisis pushover, sehingga didapat perilaku seism ik dan kinerja st rukt urnya dari m asing-m asing gedung.

Berdasarkan FEM A 356, hasil analisis pushover m enunjukkan bahw a seluruh gedung, berdasarkan t arget perpindahan m asih m em iliki t araf kinerja im m ediat e occupancy. Kurva kapasit as hasil analisis pushover m enunjukkan rasio perpindahan at ap pada st rukt ur gedung 1 arah X sebesar 0.0085 dan arah Y sebesar 0.0087. Unt uk gedung 2 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0016 dan arah Y sebesar 0.0011. Unt uk gedung 3 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0010 dan arah Y sebesar 0.0008. Unt uk gedung 4 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0018 dan arah Y sebesar 0.0022. Unt uk gedung 5 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0022 dan arah Y sebesar 0.0015. Unt uk gedung 6 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0012 dan arah Y sebesar 0.0010. Unt uk gedung 7 rasio perpindahan at ap arah X sebesar 0.0019 dan arah Y sebesar 0.0015.


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Dewasa ini, Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki perkembangan yang pesat. Hal ini ditandai dengan peningkatan ekonomi Indonesia yang cukup stabil setiap tahunnya, sehingga menarik minat para investor luar maupun lokal untuk berinvestasi diIndonesia. Sebagai contoh investasi adalah semakin banyaknya pembangunan gedung-gedung bertingkat untuk dijadikan hotel, apartemen, mal dan perkantoran. Akan tetapi, Indonesia merupakan Negara yang rawan terhadap gempa. Fenomena gempa bumi sering terjadi di Indonesia. Gempa bumi merupakan pergeseran tiba – tiba dari lapisan tanah di bawah permukaaan bumi. Ketika pergeseran terjadi timbul getaran yang disebut gelombang seismik. Gelombang ini menjalar menjauhi fokus gempa ke segala arah di dalam bumi. Sehingga ketika gelombang itu mencapai permukaan bumi, getarannya bisa merusak bangunan, runtuhnya gedung, rumah dan bangunan lainnya, dapat menimbulkan bencana korban jiwa dan kerugian harta benda. Mengingat kerusakan yang timbul akibat gempa dapat menyebabkan penderitaan, kehilangan nyawa, dan harta benda. Dalam skala yang lebih luas bahkan dapat menyebabkan kesulitan yang sangat serius bagi suatu Negara, misalnya terjadi kelumpuhan ekonomi.

Oleh sebab itu, desain bangunan tahan terhadap gempa merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh seorang insinyur bangunan. Salah satu hal yang dilakukan oleh seorang ahli struktur untuk mendapatkan bangunan tahan gempa adalah dengan perencanaan struktur tahan gempa. Struktur bangunan tahan gempa hendaknya memiliki kekuatan dan kekakuan serta daktilitas yang cukup untuk dapat mengakomodasikan gempa yang terjadi. Sampai saat ini, terdapat beberapa jenis struktur bangunan yang sudah umum digunakan yaitu struktur baja dan struktur beton bertulang. Struktur beton bertulang memiliki metode pelaksanaan yang lebih sederhana, namun jenis struktur ini memiliki beberapa kekurangan seperti berat sendiri komponen struktur yang sangat besar serta juga terdapat masalah keramahan lingkungan karena beton merupakan bahan yang kurang dapat diperbaharui jika dibandingkan dengan material baja.


(18)

2 Sedangkan baja memiliki keunggulan dibandingkan dengan beton yaitu memiliki elastisitas dan kekuatan yang jauh lebih tinggi. Walaupun baja memiliki berat jenis struktur yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan beton, namun dengan kekuatan yang jauh lebih besar, sekitar sepuluh kali lipat, sistem struktur yang menggunakan material baja dapat menghasilkan struktur dengan berat sendiri yang lebih ringan daripada beton karena minimnya volume baja yang diperlukan untuk dapat memikul beban-beban yang timbul pada sistem struktur. Namun, biaya dan metode pelaksanaan yang relatif lebih besar dari jika dibandingkan dengan struktur beton bertulang menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan struktur baja. Oleh sebab itu, tugas akhir ini akan difokuskan kepada struktur baja dalam kaitannya sebagai struktur penahan beban gempa.

Seiring dengan semakin berkembangnya dunia konstruksi bangunan, beberapa metode telah digunakan dalam mendisain struktur bangunan.Beberapa diantaranya seperti metode tegangan izin (working stress design), metode gaya (strength desing), metode disain berdasarkan kapasitas komponen struktur (capacity design), metode disain plastis (plastic

design), dan yang metode disain yang berdasarkan kepada perpindahan struktur

(displacement design) serta metode disain berdasarkan kinerja bangunan (performance

based design). Pada saat ini, metode yang sedang berkembang dan mulai banyak

mendapat perhatian dari perencana adalah metode disain berdasarkan kinerja bangunan. Tujuan dari metode disain berdasarkan kinerja bangunan ini adalah untuk memprediksi dan mensimulasi kinerja struktur dengan memberikan beban gempa, sehingga perencana akan mendapatkan gambaran dan menentukan tingkat kerusakan struktur yang diharapkan pada saat terjadi bencana berupa gempa. Metode disain berdasarkan kepada kinerja bangunan masih dalam tahap perkembangan, namun beberapa rekomendasi prosedur untuk melakukan disain dengan menggunakan metode ini telah diterbitkan sejak beberapa tahun yang lalu seperti ATC 40, FEMA 356 dan FEMA 440. FEMA 440 merupakan revisi dari FEMA 356 dengan melakukan beberapa perubahan koefisien dan ATC digunakan didalam analisa struktur nonlinear statik. Namun, prosedur disain masih mengacu kepada ATC 40 dan FEMA 356. Dalam tugas akhir ini, kedua prosedur analisis yang terdapat dalam ATC 40 dan FEMA 356 akan digunakan untuk menilai kinerja bangunan yang akan dianalisis. Koefisien yang diperlukan akan diadopsi dari FEMA 440.


(19)

3

1.2 Latar Belakang

Pada umumnya, konstruksi bangunan diIndonesia menggunakan struktur beton bertulang atau sering disebut dengan struktur komposit, yaitu gabungan dari campuran beton dan tulangan baja. Pada struktur komposit ini, beton yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi berfungsi untuk memikul gaya tekan yang terjadi pada komponen struktur. Namun pada bagian yang mengalami gaya tarik, ditambahkan tulangan baja yang tahan terhadap gaya tarik sehingga dapat bekerja bersama untuk menahan gaya luar yang timbul. Bangunan-bangunan yang dibangun dengan struktur komposit cenderung memiliki kekuatan yang lebih besar dan berperilaku lebih baik dalam menahan gaya lateral seperti gaya lateral akibat dari gempa ataupun beban angin.

Disisi lain, penggunaan struktur baja sebagai bahan konstruksi tahan gempa untuk gedung bertingkat masih tergolong sedikit jika dibandingkan dengan struktur komposit, padahal struktur baja mempunyai kualitas yang lebih bagus dalam hal ketahanan terhadap gempa. Dewasa ini terdapat beberapa jenis sistem struktur baja tahan gempa. Secara umum terdapat 2 jenis sistem struktur tahan gempa, yaitu sistem struktur rangka penahan momen atau Moment Resisting Frame (MRF) dan sistem struktur rangka berpengaku atau

braced frames. Masing – masing sistem struktur baja tersebut memiliki karakteristik

masing – masing yang berbeda.

Sistem struktur MRF memberikan ruang yang luas pada suatu bangunan. Oleh karena itu, sistem ini sering diminati oleh banyak arsitek dan juga banyak digunakan untuk struktur gedung institusi atau perkantoran yang memerlukan ruang yang luas. Dengan rentang balok yang cukup lebar (tanpa pengaku), sistem rangka pemikul momen dapat memberikan deformasi yang cukup besar sehingga sistem ini memiliki daktalitas yang cukup besar dibandingkan dengan sistem portal baja tahan gempa lainnya. Walaupun demikian, dengan deformasi yang cukup besar, sistem MRF memiliki kekakuan yang rendah jika dibandingkan dengan sistem portal baja tahan gempa lainnya Sistem struktur rangka penahan momen memiliki kemampuan menyerap energi yang besar tetapi memiliki kekakuan yang rendah. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan system struktur portal baja jenis lainnya, sistem struktur ini memiliki ukuran elemen struktur


(20)

4 yang jauh lebih besar untuk menjaga deformasi strukturnya. Meskipun sistem struktur

MRF memiliki kestabilan inelastis dan respon yang stabil pada respon siklik lateral, akan

tetapi sistem ini terlalu lentur dan umumnya disain struktur MRF didisain dengan membatasi pergeseran struktur untuk mengurangi kerusakan struktur. Berikut adalah contoh gambar sistem MRF :

Gambar 1.4 : Moment Resisting Frames (MRF)

Berbeda dengan sistem struktur MRF, sistem struktur braced frames memiliki elemen bresing atau pengaku untuk meningkatkan kekakuan strukturnya. Sistem struktur braced

frames didesain untuk meminimalisir masalah kekakuan yang terdapat pada jenis sistem

portal MRF. Sistem struktur braced frames terbagi jadi , yaitu jenis sistem struktur rangka berpengaku konsentris atau Concentrically Braced Frames (CBF) dan sistem struktur rangka berpengaku eksentris atau Eccentrically Braced Frames (EBF). Sistem struktur CBF merupakan sistem struktur untuk menahan beban lateral dengan kekakuan stuktur yang tinggi. Kekakuan yang tinggi pada sistem struktur ini dihasilkan dari bresing diagonal yang berfungsi untuk menahan beban lateral pada struktur. Pengaku pada sistem

CBF berfungsi untuk memperbesar kekakuan struktur. Karena dengan adanya pengaku

pada struktur, deformasi struktur akan menjadi lebih kecil namun kekakuan strukturnya meningkat. Secara umum, sistem struktur CBF memiliki kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur MRF karena adanya pengaku pada struktur. Namun demikian, kekakuan yang besar pada sistem CBF mengakibatkan deformasi yang terjadi


(21)

5 pada struktur lebih terbatas sehingga daktalitas struktur CBF lebih rendah jika dibandingkan dengan sistem struktur MRF. Disisi lain, bila bresing atau pengaku pada struktur CBF mengalami tekuk karena beban lateral berlebih, maka kekakuan struktur dan kapasitas penyerapan energinya akan hilang. Berikut adalah beberapa contoh gambar sistem CBF :

Gambar 1.5 : Concentrically Braced Frames (CBF)

Sistem struktur EBF merupakan struktur portal baja penahan gaya lateral yang merupakan kombinasi dari keunggulan sistem struktur MRF dan CBF berupa daktalitas dan kekakuan lateral yang serta meminimalisir kekurangan yang terdapat pada sistem struktur MRF dan CBF dengan mengurangi perilaku inelastis dan mampu menjaga pengaku atau bresing tetap elastis tanpa mengalami tekuk serta memiliki kekakuan lateral yang besar pada saat terjadi gempa. Pada sistem struktur EBF terdapat elemen penting


(22)

6 yang berpengaruh pada karakteristik EBF yang berupa elemen balok pendek yang disebut link. Link merupakan elemen struktur yang direncanakan untuk berperilaku

inelastik serta mampu untuk berdeformasi plastis yang besar pada saat terjadi beban lateral (gempa). Bagian link ini berfungsi menyerap energi pada saat terjadi beban lateral (gempa). Mekanisme leleh pada elemen link terdiri dari 2 mekanisme leleh yaitu kelelehan geser dan kelelehan lentur, tergantung dari panjang link (e) yang digunakan. Pada sistem struktur EBF, elemen struktur di luar link direncanakan untuk berperilaku elastis sedangkan pada bagian link direncanakan untuk dapat berdeformasi inelastis pada saat terjadinya beban lateral (gempa). Berikut adalah contoh gambar sistem EBF :

Gambar 1.6 : Eccentrically Braced Frames (EBF)

Tugas akhir ini akan mengevaluasi kinerja dari struktur baja berpengaku eksentris (EBF) dan struktur baja tanpa pengaku terhadap gempa.

1.3 Studi Literatur

Penelitian-penelitian mengenai EBF telah dilakukan sejak pertengahan tahun 1970, percobaan pertama adalah uji pseudo-statis dengan ukuran sepertiga dari sistem struktur

EBF berlantai 3 (Roeder dan Popov, 1977;Manheim, 1982), kemudian percobaan yang

sama dilakukan disistem struktur EBF berlantai 5 dengan ukuran sepertiga dengan menggunakan meja getar (Yang, 1982). Penelitian tentang elemen link, balok dan pelat


(23)

7 lantai pernah dilakukan oleh Kasai dan Popov (1986) dan oleh Ricles dan Popov (1987). Percobaan dengan menggunakan elemen link berbentang pendek dengan mekanisme leleh geser menunjukkan bahwa EBF memiliki daktilitas dan kestabilan struktur yang lebih besar untuk menahan beban gempa. Akan tetapi, penggunaan elemen link berbentang pendek akan menggangu penempatan arsitektural bangunan, maka penggunaan elemen link berbentang panjang dengan mekanisme leleh lentur dikembangkan dan diuji oleh Engelhardt dan Popov (1989, 1992), penelitian tersebut melibatkan elemen link, balok dan pengaku. Uji pseudo-dinamis dilakukan dengan ukuran sebenarnya pada system struktur EBF berlantai 6 sebagai bagian dari program kerjasama US-Japan (Roeder, Foutch dan Goel, 1987; Foutch, 1989). Belakangan ini, percobaan elemen link berbentang pendek dan panjang yang berbahan baja A992 diuji di Universitas Texas, Austin (Arce, 2002; Galvez, 2004). Percobaan jembatan suspensi San Francisco-Oakland Bay menggunakan elemen link geser berukuran besar dilakukan diUniversitas California, San Diego (McDaniel, Uang, dan Seible, 2003). Semua penelitian dan percobaan yang telah dilakukan menunjukkan keunggulan kinerja dari sistem struktur EBF dan sistem ini menjadi pilihan para perencana sebagai sistem rangka baja yang tahan gempa.

1.4 Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini, Penulis akan melakukan evaluasi kinerja bangunan yang menggunakan sistem struktur portal baja dengan pengaku eksentris yang merupakan sistem struktur baja yang tahan terhadap gempa dibandingkan dengan kinerja bangunan yang menggunakan sistem struktur beton komposit penampang baja yang diselimuti beton yang sekarang banyak digunakan diIndonesia. Kinerja bangunan ini akan dinyatakan dalam bentuk perpindahan rencana (target displacement) yang akan dihitung berdasarkan pedoman FEMA 356 dan dalam bentuk titik kinerja (performance point) yang akan dihitung berdasarkan pedoman ATC 40.

Metode analisis yang akan digunakan dalam tugas akhir ini adalah metode analisis nonlinear statik seperti yang tertera di dalam pedoman FEMA 356 dan ATC 40.


(24)

8 Perpindahan rencana akan dihitung dengan menggunakan metode koefisien (coefficient

method) yang direkomendasikan di dalam FEMA 356 sedangkan titik kinerja akan

ditentukan dengan menggunakan metode spektrum kapasitas (capacity spectrum) yang direkomendasikan di dalam ATC 40. Analisis beban dorong (pushover analysis) terhadap bangunan gedung yang akan di analisis perlu dilakukan untuk memperoleh kurva kapasitas (capacity curve) yang akan diperlukan di dalam analisis dengan metode spektrum kapasitas. Parameter dan koefisien yang diperlukan pada analisis dengan kedua metode ini akan diadopsi dari FEMA 440 yang merupakan parameter yang telah direkomendasikan kembali sebagai revisi untuk peningkatan tingkat keandalan analsis dengan menggunakan metode statik nonlinier.

1.5 Pembatasan Masalah

Ruang lingkup pembahasan tugas akhir ini adalah :

1. Terdapat beberapa model struktur dengan variasi spesifikasi pada penelitian ini yaitu Gedung 1 ( struktur baja tanpa menggunakan bracing ), Gedung 2 ( struktur baja dengan bracing konsentris tipe diagonal ), Gedung 3 ( struktur baja dengan bracing konsentris tipe V ), Gedung 4 ( struktur baja dengan bracing eksentris tipe diagonal dengan panjang e = 0.5m ), Gedung 5 ( struktur baja dengan bracing eksentris tipe diagonal dengan panjang e = 1m ), Gedung 6 ( struktur baja dengan bracing eksentris tipe V dengan panjang e = 0.5m ), Gedung 7 ( struktur baja dengan bracing eksentris tipe V dengan panjang e = 1m ) .

2. Mempelajari pengaruh pembebanan dan pengaruh gaya gempa berdasarkan SNI 03-1726-2002 pada portal struktur bangunan baja dengan bracing eksentris (EBF).

3. Mutu baja yang digunakan adalah mutu baja dengan tegangan leleh fy = 350 Mpa (ASTM A615 Gr.60).

4. Material baja yang digunakan adalah profil baja WF.

5. Pemodelan gedung tiga dimensi dengan ukuran tiap bentang untuk arah x dan y sepanjang 8 m bertingkat 12 dengan elevasi tiap lantai 3.5 m.

6. Untuk analisa beban gempa: 1. Bangunan terletak di Medan


(25)

9 2. Bangunan berdiri di atas tanah keras (kelas situs SC).

3. Fungsi gedung adalah bangunan perkantoran.

4. Beban gempa rencana berdasarkan pada peraturan RSNI2 03-1726-201x, berdasarkan peta respon spektra dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun.

7. Analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis statik nonlinier berupa analisis beban dorong statik yang akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program SAP2000 untuk mendapatkan kurva kapasitas.

8. Kinerja bangunan akan ditentukan berdasarkan pedoman yang tercantum di dalam FEMA 356 dan ATC 40.

9. Tugas akhir ini akan mencari perbandingan displacement dan gaya-gaya yang dialami struktur sedangkan untuk perilaku seismiknya dengan analisis beban dorong.


(26)

10

1.6 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk :

1. Mengamati perilaku sistem struktur baja dengan berbagai tipe bracing eksentris dan konsentris, serta tanpa bracing.

2.Melakukan perbandingan kinerja struktur antara sistem struktur baja dengan bracing eksentris, konsentris dan tanpa bracing.

1.7 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi dunia perkonstruksian khususnya pada bangunan baja yang menggunakan bracing eksentris.

2. Sebagai bahan pertimbangan jenis bracing yang akan digunakan dalam mendisain konstruksi bangunan baja.

1.8 Metodologi Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini, metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang dibutuhkan untuk melakukan analisa melalui beberapa sumber antara lain: text book (buku-buku yang berkaitan dengan tugas akhir ini), jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir ini dan sebagainya. Kemudian, analisa dilakukan berdasarkan dengan teori-teori dan rumus-rumus yang telah dikumpulkan. Dalam melakukan analisa tersebut, penulis akan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) SAP 2000 untuk digunakan dalam perhitungan analisis Pushover.

1.9 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang akan dibahas pada tugas akhir ini. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagia berikut :


(27)

11 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menyajikan penjelasan mengenai latar belakang, studi literatur, perumusan masalah, pembatasan masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori-teori yang akan menjadi acuan dalam pembahasan masalah BAB III : ANALISIS PUSHOVER

Bab ini menyajikan dasar-dasar dan teori mengenai analisis pushover BAB IV : PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan pemodelan gedung 12 lantai 3D dan analisis untuk menentukan kinerja bangunan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyajikan penjelasan mengenai kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis yang dilakukan serta saran untuk pengembangan lebih lanjut.


(28)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peraturan Pembebanan Gempa Berdasarkan RSNI2 03-1726-201x

Dalam segala pembangunan gedung, semua ahli konstruksi harus harus memperhatikan aspek kegempaan yang ada di daerah tersebut untuk mengantisipasi kerusakan jika terjadi gempa dan disisi lain untuk menghindari korban jiwa akibat gempa. Aspek kegempaan tersebut dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku di Negara tersebut dan salah satunya adalah Indonesia. Indonesia adalah Negara yang rawan akan gempa sehingga Indonesia memiliki peraturan sendiri dan peta gempanya. Saat ini di Indonesia peraturan yang berlaku adalah Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Dalam peraturan ini Indonesia dibagi dalam 6 wilayah gempa. Saat ini, SNI 03-1726-2002 akan direvisi menjadi RSNI2 03-1726-201x. Dalam peraturan yang baru ini parameter wilayah gempa sudah tidak digunakan lagi dan diganti berdasarkan dari nilai ( parameter respons spektral percepatan gempa pada periode pendek ) dan nilai (parameter respons spektral percepatan gempa pada periode 1 detik) pada setiap daerah yang ditinjau.

2.1.1 Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan

Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen. Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 2.1 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan

menurut Tabel 2.2. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko IV.


(29)

13 Faktor-faktor keutamaan I, II, III, dan IV ditetapkan menurut tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori gedung dan Bangunan (RSNI 03-1726-201x)

Jenis pemanfaatan Kategori risiko

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan - Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: - Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor - Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ Rumah susun - Pusat perbelanjaan/ Mall

- Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik

II

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Bioskop

- Gedung pertemuan - Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat


(30)

14 - Fasilitas penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan


(31)

15 tempat perlindungan darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun

listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau

struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

Tabel 2.2 Faktor keutamaan gempa (RSNI 03-1726-201x)

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa,

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

2.1.2 Klasifikasi Situs dan Parameter

Prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria seimik adalah berupa faktor-faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan criteria seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat.


(32)

16

Tabel 2.3 Klasifikasi Situs

Kelas sit us ̅ (m / det ik) at au ̅ (kPa)

SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak) 350 sampai 750 > 50 ≥100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI> 20 2. Kadar air, w ≥40%

3. Kuat geser niralir, ̅ < 25 SF (tanah khusus, yang

membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti Pasal 6.10.1)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75) Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan ̅ < 50 kPa

Nilai ̅ harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

̅ = ∑

∑ (2.1)

Keterangan:

= tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 meter; = kecepatan gelombang geser lapisan i dalam satuan m/detik;


(33)

17 Nilai dan harus ditentukan sesuai dengan perumusan berikut:

(2.2)

dimana dan dalam Persamaan 2 berlaku untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan.

di mana dan dalam Persamaan 3 berlaku untuk lapisan tanah non-kohesif saja, dan , di mana adalah ketebalan total dari lapisan tanah

non-kohesif di 30 m lapisan paling atas. adalah tahanan penetrasi standar 60 persen energi ( ) yang terukur langsung di lapangan tanpa koreksi, dengan nilai tidak lebih dari 305 pukulan/m. Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, maka nilai tidak boleh diambil lebih dari 305 pukulan/m.

2.1.3 Parameter Percepatan Gempa

Parameter (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik pada Bab 14 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun ( , 2 persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek ( ) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik ( ) . Parameter spectrum respons percepatan pada perioda pendek ( )

=

= 30

̅

=

=

= 1


(34)

18 dan perioda 1 detik ( ) yang 13 disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

(2.4)

(2.5)

Keterangan:

= parameter respons spektral percepatan gempa terpetakan untuk perioda pendek; = parameter respons spektral percepatan gempa terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

Koefisien situs dan mengikuti Tabel 2.4 dan Tabel 2.5. Tabel 2.4 Koefisien situs,

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa ( ) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik,

≤ 0.25 ≤ 0.5 ≤0.75 ≤1.0 ≤ 1.25

SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

SC 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0

SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0

SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

SF

Tabel 2.5 Koefisien situs,

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa ( ) terpetakan pada perioda 1 detik,

≤ 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3

SD 2.4 2 1.8 1.6 1.5

SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4

SF

= → =2 3*


(35)

19

2.1.4 Parameter Percepatan Spektral Desain

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2.1 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari , spektrum respons percepatan desain, , harus diambil dari persamaan;

(2.6)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan dan lebih kecil dari atau sama dengan , spektrum respons percepatan desain, , sama dengan ;

3. Untuk perioda lebih besar dari , spektrum respons percepatan desain, , diambil berdasarkan persamaan:

(2.7)

Keterangan:

= parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek; = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;

T = perioda getar fundamental struktur.

Gambar 2.1 Spektrum respons desain

= 0.4 + 0.6

=


(36)

20

2.1.5 Perioda Fundamental Pendekatan.

Perioda fundamental pendekatan ( ), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan

berikut: (2.8)

Keterangan:

ℎ adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien dan x ditentukan dari Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Koefisien dan x

Tipe Struktur x

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75

2.1.6 Kinerja Struktur Gedung

Kinerja struktur gedung dipengaruhi adanya simpangan antar tingkat, akibat pengaruh

gempa rencana. Penentuan simpangan antar lantai tingkat disain (Δ) harus dihitung

sebagai berbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diijinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat di atasnya.

Defleksi pusat massa di tingkat x,(δx)[mm] harus ditentukan sesuai dengan persamaan

sebagai berikut:

= ℎ


(37)

21 Keterangan:

Cd adalah faktor pembesaran defleksi .

adalah defleksi pada lokasi yang diisyaratkan, yang ditentukan dengan analisis elastic Ie adalah faktor keutamaan Simpangan antar tingkat dapat ditentukan dengan tidak melebihi simpangan antar lantai ijin (Δa).

Tabel 2.7 Simpangan Antar Lantai Ijin (Δa) Struktur

Kategori Resiko

I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai

0,025hsx 0,020hsx 0,015hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx

Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx

Keterangan:

hsx adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x

2.2 Peraturan Pembebanan Bedasarkan RSNI 03-1727-201x 2.2.1 Beban Mati

Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung diambil dari tabel 2.8:


(38)

22


(39)

23 CATATAN :

(1) Nilai ini berlaku untuk beton pengisi;

(2) Untuk beton getar, beton kejut, beton mampat dan beton padat lain sejenis, berat sendirinya harus ditentukan tersendiri;

(3) Nilai ini adalah nilai rata-rata, untuk jenis-jenis kayu tertentu dapat dilihat pada NI 5 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.

2.2.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedun, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang bukan bagian tak terpisahkan dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap.Khusus pada atap, beban hidup juga mencakup beban hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.

Tabel 2.9 Beban Hidup Pada Lantai Gedung (RSNI 03-1727-201x)

Hunian atau penggunaan Merata psf

(kN/m2)

Terpusat lb (kN) Apartemen (lihat rumah tinggal)

Sistem lantai akses Ruang kantor Ruang komputer 50 (2.4) 100 (4.79) 2000 (8.9) 2000 (8.9)

Gudang persenjataan dan ruang latihan 150 (7.18)

Ruang pertemuan dan bioskop Kursi tetap (terikat di lantai) Lobi

Kursi dapat dipindahkan Panggung pertemuan Lantai podium 60 (2.87) 100 (4.79) 100 (4.79) 100 (4.79) 150 (7.18) Balkon (eksterior)

Rumah untuk satu atau dua keluarga, dan luas tidak melebi 100 ft2 (9.3 m2)

100 (4.79) 60 (2.87) Lintasan bowling, ruang kolam renang, dan tempat rekrea

sejenis lainnya 75 (3.59)

Jalur untuk akses pemeliharaan 40 (1.92) 300 (1.33)

Koridor

Lantai pertama

Lantai lain, sama seperti pelayanan hunian kecuali disebutka lain

100 (4.79)

Ruang dansa dan ruang ballroom/pesta 100 (4.79)


(40)

24

Sama seperti daerah yang dilayani, atau untuk jenis hunian yang diakomodasi

Ruang makan dan restoran 100 (4.79) Hunian (lihat rumah tinggal)

Ruang mesin elevator (pada daerah seluas 4 in2 [2580 mm2]) 300 (1.33) Konstruksi pelat lantai finishing ringan (pada luasan 1 in2 [645

mm2]) 200 (0.89)

Jalur penyelamatan terhadap kebakaran Hunian satu keluarga saja

100 (4.79) 40 (1.92)

Tangga permanen Lihat pasal 4.4 Garasi (mobil penumpang saja)

Truk dan bus

40 (1.92)a,b

Tribun (lihat stadion dan arena, tempat duduk di stadion)

Lantai utama gymnasium dan balkon 100 (4.79)

Susunan tangga, rel pengaman dan batang pegangan Lihat pasal 4.4 Rumah sakit :

Ruang operasi, laboratorium Ruang pasien

Koridor diatas lantai pertama

60 (2.87) 40 (1.92) 80 (3.83) 1000 (4.45) 1000 (4.45) 1000 (4.45) Hotel (lihat rumah tangga)

Perpustakaan Ruang baca

Ruang penyimpanan

Koridor di atas lantai pertama

60 (2.87) 150 (7.18)c

80 (3.83) 1000 (4.45) 1000 (4.45) 1000 (4.45) Pabrik Ringan Berat 125 (6.00) 250 (11.97) 2000 (8.90) 3000 (13.40) Kanopi di depan pintu masuk gedung 75 (3.59)

Gedung perkantoran:

Ruang arsip dan komputer harus dirancang untuk beban yang leb berat berdasarkan pada perkiraan hunian

Lobi dan koridor lantai pertama Kantor

Koridor di atas lantai pertama

100 (4.79) 50 (2.40) 80 (3.83) 2000 (8.90) 2000 (8.90) 2000 (8.90) Lembaga hukum Blok sel Koridor 40 (1.92) 100 (4.79) Rumah tinggal

Hunian (satu keluarga dan dua keluarga) Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur Semua ruang kecuali tangga dan balkon Hotel dan rumah susun

Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka Ruang publik dan koridor yang melayani mereka

10 (0.48) 20 (0.96) 30 (1.44) 40 (1.92) 40 (1.92) 100 (4.79)

Stand pemantauan, tribun, dan tempat duduk di stadion 100 (4.79)d Atap


(41)

25 Atap datar, pelana, dan lengkung

Atap digunakan untuk tempat berjalan

Atap yang digunakan untuk taman atap atau tujuan pertemuan Atap yang digunakan untuk tujuan khusus

Awning dan kanopi

Konstruksi struktur yang didukung oleh struktur rangka kaku ringan

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama, yang terhubung langsung dengan perkerjaan lantai

Titik panel tunggal dari batang bawah ranga atap atau setiap titik sepanjang komponen struktur utama yang mendukung ata diatas pabrik, gudang, dan perbaikan garasi

Semua hunian lainnya

Semua permukaan atap dengan beban pekerja pemeliharaan

20 (0.96)h 60 (2.87) 100 (4.79)

5 (0.24) tidak dapat direduks 20 (0.96) I 2000 (8.9) 300 (1.33) 300 (1.33) Sekolah Ruang kelas

Koridor diatas lantai pertama Koridor lantai pertama

40 (1.92) 80 (3.83) 100 (4.79) 1000 (4.5) 1000 (4.5) 1000 (4.5) Bak-bak/scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit yang

dapat diakses 200 (0.89)

Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas kendaraan, dan

lahan/jalan untuk truk-truk 250 (11.97)

e

8000 (35.6)f Stadion dan arena

Tribun

Tempat duduk tetap (terikat di lantai)

100 (4.79)d 60 (2.87)d Tangga dan jalan keluar

Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja

100 (4.79) 40 (1.92)

g

Ruang gudang diatas langit-langit 20 (0.96)

Gudang penyimpang barang sebelum disalurkan ke pengecer (jika diantisipasi menjadi gudang penyimpanan, maka harus dirancang untuk beban lebih berat)

Ringan Berat 125 (6.00) 250 (11.97) Toko Eceran Lantai pertama Lantai diatasnya Glosir, di semua lantai

100 (4.79) 75 (3.59) 125 (6.00) 1000 (4.45) 1000 (4.45) 1000 (4.45) Penghalang kendaraan

Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain jalan keluar)

60 (2.87)


(42)

26 Beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan dan juga dinding-dinding pemisah dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m2

2.3 Struktur Rangka Baja

2.3.1 Rangka Baja Penahan Momen (MRF)

Struktur rangka baja penahan momen atau moment resisting frames (MRF) adalah system rangka yang ketahanan terhadap beban lateralnya dipikul hanya oleh kekakuan rangka batang, sehingga dapat menyebabkan pembengkokkan pada balok dan kolom serta sambungan antara balok dan kolomnya. Rangka baja penahan momen ini, menjadi sangat digemari dibanyak daerah rawan gempa, dikarenakan beberapa alasan seperti: Pertama, telah banyak bukti penelitian yang menyatakan rangka momen ini memiliki daktilitas yang tinggi. Kedua, dari segi arsitektur, rangka momen ini tidak terdapat bracing yang menghalangi dinding bangunan dan memberikan keleluasaan terhadap penggunaan ruang. Tetapi jika dibandingkan dengan rangka baja berpengaku, rangka momen ini membutuhkan ukuran rangka yang lebih besar untuk memikul beban lateral 2.3.2 Rangka Baja Berpengaku Konsentris (CBF)

Struktur rangka baja berpengaku konsentris atau concentric braced frames (CBF) adalah system rangka baja dimana komponen struktur berpotongan disatu titik, maupun beberapa titik dan jarak antara perpotongan komponen struktur (eksentrisitas) sama dengan atau lebih kecil dari komponen struktur terkecil yang disambung. Meskipun pada awalnya penggunaan ranka konsentris, para arsitek lebih memilih menggunakan system rangka penahan momen karena memberikan ruang yang lebih besar, tetapi dikarenakan gempa disekitar tahun 1960-1970, pengaku mulai banyak digunakan didaerah rawan gempa karena menggunakan profil rangka yang lebih kevil dari system rangka penahan momen dalam menahan gempa dan lebih mudah untuk mendapat batas perpindahan. Selama gempa, CBF diharapkan untuk meleleh dan mendisipasi energy melalui tekuk di bracing. Untuk penyimpangan 1 arah, ini dicapati dengan tekuknya bracing karena tekanan dan diikuti dengan lelehnya bracing karena tegangan. Oleh karena itu, bracing


(43)

27 harus kuat menahan penyimpangan inelastic yang besar tanpa kehilangan kekuatan dan kekakuan.

Gambar 2.1 Skema inelastic CBF

Untuk mendapatkan struktur dengan ketahanan gempa yang sesuai, CBF harus didisain dengan kekuatan dan daktilitas yang sesuai. Bracing harus didisain khusus untuk menahan deformasi plastis dan energy disipasi yang stabil terhadap tekuk karena tekanan dan leleh karena tegangan. Disain dirancang untuk memastikan deformasi plastis hanya terjadi di bracing tanpa merusak kolom dan balok sehingga struktur tahan terhadap gempa tanpa kehilangan kekuatan untuk menahan beban gravitasi.

2.3.3 Rangka Baja Berpengaku Eksentris (EBF)

Diawal tahun 1970, system rangka baja berpengaku eksentris pertama kali diperkenalkan dijepang oleh (Fujimoto dkk. 1972, Tanabashi dkk. 1974). Struktur rangka baja berpengaku eksentris atau eccentric braced frames (EBF) adalah system rangka baja yang menggabungkan keuntungan dari kekakuan dan daktalitas rangka yang besar. System ini mendisipasi energy gempa dengan mengontrol leleh geser di sebuah bagian balok yang dinamakan link, dimana link membuat struktur tidak berpotongan disatu titik atau jarak


(44)

28 antara perpotongan komponen struktur (eksentrisitas,e) lebih besar dari komponen struktur terkecil yang disambung. Pengaku (bracing) yang terhubung dengan link tersebut harus didisain 1.25 kali lebih kuat dari balok link. Tujuannya untuk memastikan link meleleh tanpa terjadi pembengkokkan bracing dan kolom.


(45)

29

BAB III

ANALISIS BEBAN DORONG (NONLINEAR STATIC PUSHOVER) 3.1 Pengertian Analisis Beban Dorong

Analisis nonlinear static pushover (beban dorong) merupakan penyerdehanaan dari analisis nonlinear dynamic time history (riwayat waktu).Analisis beban dorong ini menerapkan beban dimana besar beban meningkat terus menerus sampai kondisi yang diinginkan. Dalam analisis ini, beban gempa terdistribusi vertikal dan diasumsikan sebagai beban static yang bekerja pada titik pusat massa disetiap lantai. Beban gempa inilah yang akan ditingkatkan secara bertahap sampai terjadi sendi plastis.

3.2 Analisis Beban Dorong Berdasarkan ATC-40 (Capacity-Spectrum Method)

Capacity-spectrum method merupakan analisis statis nonlinier yang memberikan hasil berupa grafik dari kurva global force-displacement capacity dengan respone spectra.Hasil tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana bangunan merespon gerakan gempa.Prinsip metode ini adalah mencari titik temu antara pada spectrum kapasitas dengan respon spectrum sesuai dengan permintaan (demand).

3.2.1 Kapasitas (Capacity)

Kurva kapasitas dibuat untuk mewakili respons dari struktur pada mode pertama, dengan asumsi mode pertama ini adalah mode yang dominan yang bekerja pada struktur.Hal ini umumnya berlaku untuk bangunan dengan periode getaran sampai dengan 1 detik.

Kurva kapasitas merupakan kurva yang memperlihatkan hubungan antara peralihan lantai atap dengan gaya geser dasar (base shear) akibat dari pemberian beban laterak secara bertahap pada struktur. Kurva kapasitas ditunjukkan pada Gambar 3.1.


(46)

30 3.2.2 Permintaan (Demand)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kinerja erat kaitannya dengan permintaan.Oleh karena itu, sebelum menentukan hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mendesain struktur gedung sesuai dengan permintaan, maka kita harus mengetahui hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk memperoleh suatu nilai kinerja. Dimana dalam kondisi ini, lokasi titik kinerja (performance) berada pada perpotongan:

1. Titik berada di kurva spectrum kapasitas mewakili struktur saat terjadi perpindahan.

2. Titik berada pada demand spectrum. Demand spectrum tersebut merupakan reduksi dari kurva spectrum dengan redaman 5%.

Kurva spectrum dengan redaman 5% diperoleh dengan mengalikan kurva spectrum tersebut dengan suatu factor reduksi. Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperoleh factor reduksi:

1. Mengubah kurva kapasitas menjadi spectrum kapasitas (capacity spectrum)

Spectrum kapasitas adalah representasi dari kurva dengna format Acceleration-Displacement Respons Spectra (ADRS) atau disebut juga kurva Sa versus Sd. Persamaan yang digunakan

untuk mengubah kurva kapasitas menjadi spectrum kapasitas adalah sebagai berikut:

 

N i i i N i i i

m

m

PF

1 2 1 1 1 1

)

.

(

)

.

(

(3.1)

  

N i i i N i i N i i i

m

m

m

1 2 1 1 1 2 1 1

)

.

(

).

(

)

.

(

(3.2)

1

W

V


(47)

31

1 roof.1

roof d

PF

S

(3.4)

Dengan

PF1 = Modal participation factor untuk mode 1

α1 = Modal mass coefficient untuk mode1

mi = M assa lant ai ke-i

ϕi1 = Am plit udo dari mode 1 pada lant ai-i

N = Tingkat ke N, t ingkat ut am a V = Gaya geser dasar

W = Berat m at i bangunan

∆roof = Peralihan at ap

Sa = Spect ral accelerat ion

Sd = Spect ral displacement

Gam bar 3.2 m enunjukkan perubahan kurva kapasit as m enjadi spect rum kapasit as:

Gambar 3.2 Kurva Kapasitas dan Spektrum Kapasitas (ATC-40)

2. Mengubah respons spectrum tradisional dengan redaman 5% menjadi demand spectrum dalam format ADRS.

Persamaan yang digunakan untuk mengubah respons spectrum tradisional menjadi deman spectrum dalam format ADRS adalah sebagai berikut:


(48)

32

2 2

4 1

T S

S a

Dengan: Sa = Spectral acceleration

Sd = Spectral displacement

T = Periode (detik)

Gambar 3.3 menunjukkan perubahan respons spektrum tradisional menjadi demand spectrum:

Gambar 3.3 Respons Spektrum Tradisional dan Demand Spectrum (ATC-40)

3. Menampilkan spectrum kapasitas dan demand spectrum dalam satu grafik

Langkah ini dilakukan untuk menentukan perkiraan awal api dan dpi. Grafik kedua spectrum

ini dapat dilihat pada gambar 3.4

Gambar 3.4 Plot Spektrum Kapasitas dan Demand Spektrum (ATC-40)

dpi= delastik = dinelastik


(49)

33 4. Membentuk kurva representasi bilinier

Kurva representasi bilinear dibentuk dari spectrum kapasitas dengan ketentuan sebagai berikut:

Gambar 3.5 Represent asi Bilinear dari Spekt rum Kapasit as (ATC-40)

Kurva representasi bilinier ini dibuat dengan menyamakan luas A1 dengan luas A2. Tujuan

menyamakan kedua luasan ini adalah agar masing-masing daerah memiliki energi disipasi akibat damping yang sama.

5. Menentukan nilai β0

Untuk mendapatkan nilai β0 maka diperlukan damping energy (ED) yang diperoleh dengan

rumus:

ED = 4 (api dpi – 2A1 – 2A2 – 2A3)

= 4 (api dpi – 2dy (api – ay) – aydy– (dpi – dy) (api – ay))

= 4 (ay dpi – dy api) (3.6)

Keterangan koefisien dari rumus diatas dapat dilihat dari Gambar 3.6.


(50)

34 Berikut adalah keterangan untuk Gambar 3.6:

ED = Area tertutup dari hysteretic loop

= Area dari luas jajar genjang yang lebih besar = 4 kali area jajar genjang yang diarsir

Rumus untuk membuat area yang diarsir:

A1 = (api- ay)*dy (3.7)

A2 = (ay*dy)/2 (3.8)

A3 = [((api- ay)*(dpi - dy)] (3.9)

Selain nilai ED, untuk menentukan β0 juga diperlukan nilai maximum strain energy (ES0).

Nilai ES0 diperoleh dari rumus berikut:

ES0 = apidpi/2 (3.10)

Keterangan dari rumus 3.10 dapat dilihat dari Gambar 3.7.


(51)

35 Dari nilai-nilai yang telah diperoleh, maka dapat dihitung nilai β0 (%) dengan rumus sebagai

berikut: pi pi pi y pi y pi pi pi y pi y S D d a a d d a d a a d d a E

E 0.637( )

2 / ) ( 4 4 1 4 1 0 0     

(3.11)

pi pi pi y pi y d a a d d a ) ( 7 . 63 0   (3.12)

6. Menghitung factor reduksi spectral (SRA dan SRV) Rumus SRA dan SRV diperoleh dari rumus berikut:

min 12 . 2 ) ( . 68 . 0 21 . 3 SRA Ln

SRA  eff  (3.13)

min 65 . 1 ) ( . 41 . 0 31 . 2 SRV Ln

SRA  eff (3.14)

Nilai βeff(%) diperoleh dari rumus:

βeff = kβ0 + 5

Nilai k diperoleh dari tabel berikut: Tabel 3.1 Nilai k (ATC-40)

Tipe Struktur β0 (%) k

Tipe A

≤ 16.25 1

>16.25 pi pi pi y pi y d a a d d a ) ( 51 . 0 13 .

1  

Tipe B

≤ 25 0.67

> 25 pi pi pi y pi y d a a d d a ) ( 446 . 0 


(52)

36 Nilai SRAmin dan SRVmin dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3.2 Nilai SRAmin dan SRVmin (ATC-40)

Tipe Struktur SRAmin SRVmin

A 0.33 0.5

B 0.44 0.56

C 0.56 0.67

Tipe gedung di klasifikasikan berdasarkan ketentuan berikut: Tabel 3.3 Tipe Struktur (ATC-40)

Shaking Duration

Essentially Existing Building

Average Existing Building

Poor Existing Building

Short Type A Type B Type C

Long Type B Type C Type C

3.2.3 Kinerja (Performance)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, level kinerja diperoleh dari perpotongan capacity curve dengan demand spectrum.Grafik perpotongan tersebut dapat diperoleh dari Gambar 3.8.


(53)

37 Titik perpotongan antara demand spectrum dan spectrum kapasitas dalam hal ini berup titik (di,ai). Nilai dari titik perpotongan tersebut harus berada dalam suatu batas toleransi 5% dari titik

(api,dpi). Bila nilai tersebut diluar batas toleransi, maka prosedur dalam mencari faktor reduksi

diulangi dari tahap mencari representasi bilinier, dengan api=ai dan dpi=di sampai batas toleransi

terpenuhi.

Hasil yang diperoleh setelah batas toleransi terpenuhi, api (spectral displacement, Sd) dan dpi

(spectral acceleration,Sa) perlu diubah m enjadi gaya geser unt uk api dan perpindahan

(displacement ) unt uk dpi. Konversi hasil t ersebut adalah dengan m enggunakan rum us-rum us

berikut : roof roof

PF

S

, 1 1

(3.16)

Maka displacement (∆roof) menjadi:

Aroof = Sd. PF1.ϕ1,roof (3.17)

Karena nilai Sd = dpi, maka rumus 3.17 menjadi:

Aroof = dpi. PF1.ϕ1,roof (3.18)

Sa = 1 / W V (3.19)

Maka gaya gesernya (V), menjadi:

V = Sa.W.α1 (3.20)

Karena nilai Sa = api, maka rumus 3.20 menjadi:

V = api.W.α1 (3.21)

Dengan : PF1 = Modal participation factor untuk mode 1

α1 = Modal mass coefificient untuk mode 1

ϕ1,roof = ϕ lantai atap, mode 1


(1)

103

SAP FEMA 440 DM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 48108.71 37645.39

Displacement, D (m) 0.065 0.031

Roof Displacement Ratio 0.0015 0.0007

Performance Level IO IO

Tabel 4.3 Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku konsentris (CBF) tipe v-brace

SAP ATC-40 PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 49988.86 56286.75

Displacement, D (m) 0.043 0.035

Roof Displacement Ratio 0.0010 0.00083

Performance Level IO IO

SAP FEMA 356 CM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 44552.66 50504.61

Displacement, D (m) 0.039 0.031

Roof Displacement Ratio 0.00093 0.00074

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 EL PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 49988.86 56286.75

Displacement, D (m) 0.043 0.035

Roof Displacement Ratio 0.0010 0.00083

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 DM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 43824.48 48362.53

Displacement, D (m) 0.038 0.030

Roof Displacement Ratio 0.00091 0.00071

Performance Level IO IO

Tabel 4.4 Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe diagonal brace dengan panjang e=0.5m.

SAP ATC-40 PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 52580.21 59500.71

Displacement, D (m) 0.074 0.05

Roof Displacement Ratio 0.0018 0.0012

Performance Level IO IO

SAP FEMA 356 CM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 47856.77 37966.91

Displacement, D (m) 0.069 0.030

Roof Displacement Ratio 0.0016 0.00071

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 EL PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 56655.82 59500.71

Displacement, D (m) 0.079 0.05

Roof Displacement Ratio 0.0019 0.0012


(2)

104

SAP FEMA 440 DM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 44411.03 37365.29

Displacement, D (m) 0.065 0.03

Roof Displacement Ratio 0.0016 0.00071

Performance Level IO IO

Tabel 4.5 Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe diagonal brace dengan panjang e=1m.

SAP ATC-40 PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 52283.53 57711.72

Displacement, D (m) 0.094 0.063

Roof Displacement Ratio 0.0022 0.0015

Performance Level IO IO

SAP FEMA 356 CM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 52283.53 57711.72

Displacement, D (m) 0.094 0.063

Roof Displacement Ratio 0.0022 0.0015

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 EL PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 40793.81 39671.99

Displacement, D (m) 0.073 0.038

Roof Displacement Ratio 0.0017 0.0009

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 DM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 40694.29 38314.57

Displacement, D (m) 0.072 0.037

Roof Displacement Ratio 0.0017 0.0009

Performance Level IO IO

Tabel 4.6 Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe v-brace dengan panjang e=0.5m.

SAP ATC-40 PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 49516.95 55512.61

Displacement, D (m) 0.052 0.041

Roof Displacement Ratio 0.0012 0.00097

Performance Level IO IO

SAP FEMA 356 CM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 42698.09 48564.39

Displacement, D (m) 0.045 0.041

Roof Displacement Ratio 0.0011 0.00086

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 EL PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 49516.95 55512.61

Displacement, D (m) 0.052 0.041

Roof Displacement Ratio 0.0012 0.00097


(3)

105

SAP FEMA 440 DM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 41699.79 46598.53

Displacement, D (m) 0.044 0.035

Roof Displacement Ratio 0.0011 0.00083

Performance Level IO IO

Tabel 4.7 Kinerja Struktur untuk rangka baja berpengaku eksentris (EBF) tipe v-brace dengan panjang e=1m.

SAP ATC-40 PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 48196.18 53373.68

Displacement, D (m) 0.083 0.062

Roof Displacement Ratio 0.0019 0.0015

Performance Level IO IO

SAP FEMA 356 CM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 41617.74 45988.39

Displacement, D (m) 0.072 0.054

Roof Displacement Ratio 0.0017 0.0013

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 EL PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 48196.18 53373,68

Displacement, D (m) 0.083 0.062

Roof Displacement Ratio 0.0019 0.0015

Performance Level IO IO

SAP FEMA 440 DM PUSHOVER-X PUSHOVER-Y

Base Shear, V (kN) 40929.99 44748.41

Displacement, D (m) 0.071 0.052

Roof Displacement Ratio 0.0017 0.0012


(4)

106

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan dan berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Struktur yang dibebani beban gempa maksimum mencapai level kinerja Immediate Occupancy, hal ini memenuhi syarat karena struktur bangunan tidak mengalami kerusakan dan dapat segera diopersikan kembali setelah mengalami gempa.

2. Pengaku pada struktur rangka berpengaku memberikan kekakuan kepada struktur bangunan sehingga memperkecil displacement dan mengurangi sifat daktail struktur. Akan tetapi bilamana beban berlebih dan merusak bracing, maka kekuatan pada struktur tersebut akan menurun pula.

3. Sendi plastis yang terjadi untuk setiap PUSHOVER pada rangka baja penahan momen terjadi pada balok, hal ini menunjukkan bahwa balok lebih lemah daripada kolom sehingga memenuhi persyaratan strong column weak beam. Sedangkan pada struktur rangka baja berpengaku, sendi plastis terjadi pada pengaku atau bracing. 4. Rasio perbandingan displacement atap bracing tipe diagonal, rangka konsentris

memiliki rasio displacement atap 81,2% lebih kecil terhadap rangka tanpa pengaku untuk pushover arah x dan 87,4% lebih kecil untuk pushover arah y, sedangkan untuk rangka eksentris 0.5m, rasio displacement atapnya 78,8% lebih kecil terhadap rangka tanpa pengaku untuk pushover arah x dan 86,2% lebih kecil untuk pushover arah y, dan untuk rangka eksentris 1m, rasio displacement atapnya 74,1% lebih kecil terhadap rangka tanpa pengaku untuk pushover arah x dan 82,8% lebih kecil untuk pushover arah y.

5. Rasio perbandingan displacement atap bracing tipe V, rangka konsentris memiliki rasio displacement atap 88,2% lebih kecil terhadap rangka tanpa pengaku untuk pushover arah x dan 90,8% lebih kecil untuk pushover arah y, sedangkan untuk rangka eksentris 0.5m, rasio displacement atapnya 85,9% lebih kecil terhadap rangka


(5)

107 tanpa pengaku untuk pushover arah x dan 88,5% lebih kecil untuk pushover arah y, dan untuk rangka eksentris 1m, rasio displacement atapnya 77,7% lebih kecil terhadap rangka tanpa pengaku untuk pushover arah x dan 82,8% lebih kecil untuk pushover arah y.

6. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa rangka konsentris memiliki struktur yang paling kaku dari struktur baja lainnya dan semakin besar eksentrisitas maka semakin tidak kaku / semakin daktail pula struktur bangunan tersebut. Dan rangka berbracing tipe V memiliki kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan rangka berbracing tipe diagonal.

5.2 Saran

Adapun saran penulis setelah melakukan pembahasan-pembahasan pada bab-bab sebelumnya ialah:

1. Dalam mendesain struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya dilakukan juga analisis nonlinier riwayat waktu terhadap gempa-gempa yang pernah terjadi sebelumnya di wilayah tempat gedung tersebut akan berdiri agar level kinerja dari gedung dapat diketahui dengan lebih baik.

2. Pemilihan sistem struktur yang sesuai akan memberikan hasil kinerja yang lebih baik dan efisien.


(6)

xv DAFTAR PUSTAKA

Agus Setiawan, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002), 2008, Penerbit Erlangga.

Anonim, 2010, Tata Cara Perencanaan Ketahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, RSNI3 03-1726-201x, Badan Standarisasi Indonesia, Jakarta, Indonesia.

American Institute of Steel Construction (AISC) (2010), Specification for structural steel buildings, Chicago.

FEMA-356. (2000). Prestandard and Commentary for The Seismic Rehabilitation of Buildings. American Society of Civil Engineers, Reston. Virginia.

FEMA-440.(2005). Improvement of Nonlinear Static Seismic Analysis Procedure. Applied Technology Council (ATC-55), California.

Kazuhiko Kasai, Egor P Popov, Seismic Design of Eccentrically Braced Steel Frames. Mahendra D. Saputra, 2013, Evaluation of Steel Structure Portal Design Mechanism with Semi Rigid Connections, Universitas Katolik Parahyangan.

Michael Bruneau, Chia-Ming Uang, Rafael Sabelli, Ductile Design Of Steel Structures(Second Edition),1998.

RSNI3 03-1726-201x,(2010), Tata Cara Perencanaan Ketahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, Jakarta, Indonesia.

Shih-Ho Chao, Subhash C. Goel, Performance-Based Seismic Design of EBF Using Target Drift and Yield Mechanism as Performace Criteria, American Institute of Steel Construction, March 2005.

SNI 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. William T Segui, LRFD Steel Design (Third Edition), 2003, Thomson Brooks/Cole