Modifikasi Kimia Kayu

KARYA TULIS
MODIFIKASI KIMIA KAYU
Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Modifikasi Kimia Kayu“.
Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai modifikasi kimia kayu. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi kayu.
Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.
Medan, Desember 2009
Penulis
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................................ ii DAFTAR TABEL........................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv Metode Modifikasi Kimia Kayu .................................................................................. 1 Penelitian Modifikasi Kimia Kayu .............................................................................. 6 Referensi ...................................................................................................................... 12
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

DAFTAR TABEL Halaman
1. Nilai S dan ASE kayu southern pine termodifikasi dengan perendaman air ........... 8 2. Kisaran nilai koefisien pengembangan volume kayu southern pine........................ 9 3. Nilai ASE dari kayu southern pine termodifikasi sebagai fungsi WPG .................. 9 4. Bahan kimia yang digunakan untuk modifikasi kimia kayu.................................... 11

Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Grafik hubungan ASE dengan bahan kimia untuk modifikasi kimia epoxide......... 10
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

MODIFIKASI KIMIA KAYU
Metode Modifikasi Kimia Kayu Modifikasi kimia kayu adalah reaksi kimia antara beberapa bagian
komponen kimia yang reaktif dengan pereaksi kimia sederhana untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya. Bagian komponen kayu yang paling reaktif adalah gugus hidroksil. Bentuk ikatan kovalen yang utama dari modifikasi kimia kayu adalah ether dan ester.
Modifikasi kimia kayu dapat dilakukan dengan etherifikasi, esterifikasi dan thermoplastitisasi. 1. Etherifikasi
Etherifikasi kayu dapat dilakukan dengan mereaksikan kayu dengan alkil halida, akrilonitril (AN), epoksida, -propiolactone (dalam kondisi asam), alhdehid dan dimetil sulfat. a. Benzylasi
Benzylasi kayu dilakukan dengan merubah kayu menjadi material thermoplastik. Hon dan Ou (1989) meneliti berbagai parameter untuk memperolah kayu terbenzylasi terhadap perbedaan derajat substitusi. Data hasil percobaan menunjukkan bahwa pra-perlakuan kayu dengan NaOH sebagai agen pengembang dan air sebagai pelarut dengan berbagai tingkat suhu berpengaruh terhadap reaksi benzylasi.
Kiguchi melaporkan benzylasi pada permukaan balok dan chip kayu untuk mendapatkan permukaan kayu menjadi hot-melt (lumer) tetapi struktur kayunya tetap utuh dengan cara kayu terbenzylasi dikempa panas pada suhu 1600 C. Permukaan kayu menjadi mengkilap dan tahan air. Papan partikel terbenzylasi dengan penambahan berat dari 38% memilki stabilitas dimensi dan tahan lapuk yang tinggi dibandingkan papan partikel menggunakan resin PF. Kiguchi juga melaporkan benzylasi partikel kayu menggunakan metode solvent dilution dan vapor phase untuk mengurangi benzyl klorida.
Proses reaksinya adalah seperti berikut:
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Wood–OH + NaOH

Wood–ONa + H2O


Wood–ONa + ClCH2

Wood–O–CH2 + NaCl

b. Allilasi

Allilasi yang dilakukan Kenaga & Sproul (1951) menggunakan

allil klorida dalam pyridin. Sedangkan yang lebih baru, Shiraishi & Goda

(1984) menggunakan allil klorida atau allil bromida. Allil bromida

memberikan hasil yang lebih baik daripada allil klorida. Pada kasus ini

dilakukan pra-perlakuan kayu dengan larutan NaOH. Permukaan kayu

teralilasi dapat melekat sendiri dengan pengempaan panas tanpa

menggunakan perekat.


Proses reaksinya adalah seperti berikut:

NaOH

Wood–OH + CH2=CH–CH2–X

Wood–O–CH2–CH–CH2 + NaX

c. Cyanoethylasi

Cyanoethylasi dapat terjadi dengan mereaksikan kayu dengan

akrilonitril (AN). Pada kasus ini juga dilakukan pra-perlakuan kayu

dengan larutan NaOH. Kayu tercyanoethylasi dengan pengempaan panas pada suhu 1600 C menjadi mengkilap dan keras tetapi tidak tahan air. Hal

ini mungkin disebabkan oleh sifat higroskopis sub produk seperti amida

pada saat hot melt.


Proses reaksinya adalah seperti berikut:

Wood–OH + CH2=CH–CN

Wood–O–CH2CH2CN

d. Asetalasi

Ketika formaldehida direaksikan dengan kayu maka akan diikuti

terjadinya formalisasi. Perlakuan ini pertama kali dilaporkan Tarkow dan

Stamm (1953), yang menggunakan katalisator asam kuat seperti HCl,

HNO3 dan zinc klorida. Formalisasi dihasilkan dari degradasi kayu akibat asam kuat. Formalisasi kayu dengan tetraoxane (cyclic tetramer dari

formaldehida) dengan katalisator SO2 lebih efektif untuk meningkatkan stabilitas dimensi dibandingkan menggunakan trioxsane (cyclic trimer

dari formaldehida).


Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Yang lebih baru, perlakuan formaldehida dalam bentuk gas telah

diaplikasikan untuk meningkatkan stabilitas dimensi medium density

fiberboard (MDF). Diyakini bahwa stabilitas dimensi MDF disebabkan

olah ikatan antar-serat.

Selanjutnya kayu diberi perlakuan dengan pereaksi bukan

formaldehida, seperti glyocal, dimethylolhydroxyethyleneurea dan

glutaraldehida. Penggunaan glyocal dan glutaraldehida memberikan nilai

ASE mencapai 70%, tetapi penggunaan dimethylolhydroxyethyleneurea

tidak memberikan nilai ASE yang tinggi.


Proses reaksinya adalah seperti berikut:

Wood–OH + HCHO

Wood–O–CH2OH

Wood–OH–CH2OH + Wood–OH

Wood–O–CH2–O–Wood + H2O

e. Perlakuan dengan epoksida

Ketika kayu diberi perlakuan epoksida, maka akan dikuti terjadinya

etherifikasi. Rowell & Ellis (1984) melaporkan reaksi epoksida dengan

kayu menggunakan beberapa epoksida seperti propilen oxida (PO), butilen

oxida (BO) dan epiklorohidrin (EPC) dengan menggunakan triethylamin


sebagai katalisator.

Epoksida berbobot molekul rendah masuk ke dalam dinding sel

dan bereaksi dengan gugus hidroksil polimer didining sel membentuk

ikatan kimia yang stabil. Data menunjukan bahwa perlakuan dengan

epoksida akan menyebabkan ikatan kimia, menghasilkan stabilitas dimensi

50-70% dengan WPG 20-30%. Perlakuan yang melebihi batas ini dengan

penambahan bahan kimia untuk meningkatkan ikatan kimia akan merusak

struktur dinding sel dan kehilangan stabilitas dimensi.

Pengaruh alkil oksida seperti PO dan BO terhadap stabilitas

dimensi juga diteliti Guevara & Moslemi (1984). Hasilnya menunjukkan


bahwa peningkatan PO dan BO dengan trimethylolpropanetrimethacrylat

diaplikasikan pada kayu kering tanur lebih efisien dalam mengontrol

perubahan higroskopis dimensi kayu.

Proses reaksinya adalah seperti berikut:

Wood–OH + A–C H  \– /CH2
  OH

Wood–O–CH2  C l H–A
OH

Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

2. Esterifikasi

a. Asetilasi


Reaksi antara kayu dengan asetat anhidrid, maka akan diikuti

terjadinya asetilasi. Asetilasi merupakan reaksi asam yang paling banyak

dipelajari dalam modifikasi kimia kayu. Reaksi dapat dilakukan pada fase

cair atau gas. Hasil perlakuan pada fase gas memberikan sifat yang lebih

jelek daripada fase cair.

Asetilasi dapat meningkatkan kerapatan kayu dan meningkatkan

stabilitas dimensi serta tahan lapuk, juga tahan serangan rayap, insulasi

elektrik dan meningkatkan sifat akustik kayu. Peningkatan nilai ASE

akibat asetilasi disebabkan oleh terjadinya pemblokan secara kimia

terhadap gugus hidroksil.


Proses reaksinya adalah seperti berikut:

OH OH   ll    ll 
Wood–OH + CH3–C–O–C–CH3

OH   ll 
Wood–O–C–CH3 + CH3COOH

Asetilasi kayu dapat juga dilakukan dengan mereaksikan dengan

gas ketena, namun secara umum menghasilkan WPG yang sangat rendah.

Proses reaksinya adalah seperti berikut:

Wood–OH + CH2=C=O

OH   ll 
Wood–O–C–CH3

b. Perlakuan dengan asam aliphatik yang lebih tinggi, asam anhidrid dan


asam klorida

Telah dilakukan penelitian menggunakan asetil klorida terkatalis

dengan asetat, propionik dan butirik dalam xylene tanpa katalisator dan

beberapa asam karboksilat tidak jenuh dengan trifluoroasetat anhidrid

(TFAA). Juga diteliti estherifikasi kayu dengan seri asam aliphatik

anhidrid dan klorida pada pelarut selulosa N2O4-DMF.

Proses reaksinya adalah seperti berikut:

Wood–OH + RCOOH
OH OH   ll    ll 
Wood–OH + R–C–O–C–R

OH   ll 
Wood–O–C–R + H2O
OH   ll 
Wood–O–C–R + RCOOH

Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

OH   ll 
Wood–OH + R–C–Cl

OH   ll 
Wood–O–C–R + HCl

c. Perlakuan dengan asam dikarboksilat anhidrid

Telah diteliti estherifikasi dengan phthalik anhidrid (PA).

Mekanisme efektivitas ASE oleh phathalilasi adalah pengisian pada pori

dinding sel secara mekanis. Matsuda et al. juga menggunakan seri gugus

karboksil untuk esterifikasi kayu dengan reaksi adisi dengan maleat

anhidrid (MA), PA dan succinic anhidrid (SA). Proses reaksi dilakukan

dalam suhu ruangan pada DMF atau DMSO.

Proses reaksinya adalah seperti berikut:

CO 
Wood–OH  +  R     O 
CO 

Wood–OOC–R–COOH

d. Oligoesterifikasi Matsuda et al. mendapatkan bahwa kayu teresterifikasi epoksida
dengan reaksi adisi dari gugus karboksil menghasilkan kayu teresterifikasi dengan epoksida. Pada kasus ini phenylglycidyl ether (PGE), allylglycidyl ether (AGE) dan glycidyl methacrylate (GMA) serta epichlorohydrin (EPC) digunakan sebagai epoksida. EPC yang digunakan untuk esterifikasi dapat meningkatkan stabilitas dimensi kayu karena adanya efek penahan akibat pertukaran gugus karboksil dengan ester yang hidropobik seperti efek bulking pemasukan sisa EPC.
Proses reaksinya adalah seperti berikut: Wood–OOC–R–COOH + A–C  H \ –/CH2 Wood–OOC–R–COOCH2 C  lH  –A
  OH OH
e. Perlakuan campuran asam maleat dan gliserol Fujimoto et al. melakukan perlakuan campuran asam maleat dan
gliserol pada flakes kayu dan dibuat papan partikel dengan kempa panas pada suhu 2100 C selama 15 menit. Daya serap air dan pengembangan tebal papan berkurang banyak dengan penambahan berat campuran asam maleat dan gliserol. Selanjutnya dilaporkan bahwa untuk produksi papan partikel yang dimensinya stabil dengan perlakuan campuran asam maleat

Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

dan gliserol, biaya untuk bahan kimia dapat diturunkan dengan menggunakan pengempaan panas pada suhu tinggi. 3. Thermoplastisisasi
Shiraishi et al. melaporkan bahwa kayu akan bersifat lumer (melt) dengan esterifikasi seperti lauroylasi dan stearoylasi serta etherifikasi seperti benzylasi. Secara umum, lignin merupakan komponen berdimensi tiga, struktur komplek dari molekul phenol dan berbobot molekul yang sangat tinggi. Adanya fakta bahwa modifikasi kimia kayu dapat membuat kayu menjadi bersifat melt, maka Shiraisi membuat dalil/postulat bahwa lignin kemungkinan berbentuk polimer linier yang panjang dengan cabang besar.
Thermoplastisisasi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu: a. Kayu teretherifikasi b. Kayu teresterifikasi c. Kayu teroligoesterifikasi
Penelitian Modifikasi Kimia Kayu Beberapa penelitian yang berhubungan modifikasi kimia kayu untuk
stabilitas dimensi, antara lain: Rowell, Tillman & Zhengtian 1986, meneliti flakeboard dari flakes kayu
southern pine, aspen dan douglas fir yang dimodifikasi 20% WPG dengan butilena oksida menyerap sampai 25% air dan mengurangi pengembangan tebal sampai 50% dibandingkan dengan flakeboard yang tidak diberi perlakukan. Dengan anhidrida asetat, penyerapan air adalah 50% dan pengembangan tebal berkurang 85%. Ada pengurangan pengembangan tebal flakeboard sebesar 60% dari modifikasi butilena oksida dan pengurangan sebesar 85% dari modifikasi anhidrid asetat pada kelembaban relatif 90% selama lebih dari 20 hari. Mekanisme yang efektivitas untuk mengurangi penyerapan air dan pengembangan tebal didasarkan pada jumlah bahan kimia dan pengurangan sifat hidrofilik dari polimer dinding sel.
Chang & Chang 2002, meneliti tiga perlakuan asilasi (asetilasi, butirilasi dan hexanoilasi), untuk memperoleh nilai ASE dari contoh uji kayu yang dimodifikasi. Semua KA keseimbangan dari kayu asilasi pada tiga kelembaban
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

relatif (33% RH, 65% RH, dan 93% RH) dikurangi secara signifikan, dibandingkan dengan yang kayu yang tidak diberi perlakuan dalam RH yang sama, dan MEE (moisture excluding efficiencies) dari kayu asilasi ditingkatkan. Kayu asilasi mempunyai MEE yang stabil pada masing-masing RH yang berbeda. Dengan persentase yang sama dari gugus hidroksil yang diganti, nilai MEE dari kayu yang dimodifikasi adalah heksaanoilasi > butirilasi > asetilasi. Hal ini menunjukkan bahwa volume yang molekular atau sifat hidrofobik dari gugud acyl yang digantikan juga mempunyai pengaruh terhadap MEE dari kayu yang dimodifikasi, sebagai tambahan tingkat penggantian gugus hidroksil.
Deka & Saikia 2000 meneliti stabilitas dimensi kayu menggunakan resin thermosetting yaitu phenol formaldehyde (PF), melamine formaldehyde (MF) and urea formaldehyde (UF) dengan WPG sebesar 33-35, konsentrasi resin 30% pada suhu 90–100°C dan tekanan udara 75 psi. Sabilitas dimensi masing-masing 70,59%, 68,23% dan 48,5%. Perlakuan tersebut dapat meningkatkan modulus of rupture (MOR) 12–20% dan modulus of elasticity (MOE) 5–12%. Contoh uji kayu yang sudah diberi perlakuan lebih tahan terhadap serangan rayap Odontotermis spp.
Yasuda, Minato & Norimoto 1994 meneliti reaksi antara kayu sitka spruce dan bahan reaksi non-formaldehida, seperti glioksal, glutaraldehyde, dan dimethylol dihydroxy ethyleneurea (DMDHEU). Pada perlakuan dengan pereaksi non-formaldehida, pengurangan KA kesetimbangan sebagian besar terjadi pada pengurangan larutan air, tetapi sebagian besar tidak untuk air hidrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pereaksi di daerah adsorpsi yang berlapis berperan untuk menekan adsorpsi air akibat efek bulking dan ikatan silang. Sementara itu pereaksi di daerah adsorpsi satu lapis tidak begitu. Kelainan bentuk secara bertahap (creep) dan tegangan sisa dari contoh uji yang diberi perlakuan glioksal dan glutaraldehyde adalah sekecil pada perlakuan formaldehida. Kelainan bentuk pada perlakuan DMDHEU, juga dikendalikan sampai taraf tertentu. Efek pengendalian kelainan bentuk dari perlakuan ini menunjukkan pembentukan ikatan silang, walaupun ikatan silang ini tidak stabil pada pelarutan air secara drastis.
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Ibach & Lee 2002 memodifikasi kayu dengan epichlorohydrin atau campuran epichlorohydrin dengan propylene oxide (PO) telah dapat bereaksi (Rowell and Gutzmer 1975; Rowell, Hart et al. 1979; Rowell & Ellis 1984 in Ibach & Lee 2002). Modifikasi kimia kayu dengan epichlorohydrin dapat menahan serangan jamur dan meningkatkan stabilitas dimensi kayu (Rowell, Hart et al. 1979; Enoki, Yoshioka et al. 1990; Chen 1994 in Ibach & Lee 2002). Epichlorohydrin merupakan bahan kimia pengembang yang cukup bagus. Reaksi membentuk ikatan eter yang stabil dengan gugus hidroksil dari gula dan lignin.
Penelitian Rowell & Ellis 1984, kayu southern pine berukuran 2 x 2 x 10 cm, diberi perlakuan pada suhu 120° C, tekanan nitrogen 150 lb/in2 dengan propylene oxide (PO) / triethylamine (TEA) atau butylene oxide (BO) / TEA (95 : 5, v / v). Dengan variasi lama reaksi, contoh uji dengan WPG 4-45 disiapkan untuk determinasi stabilitas dimensi. Tabel 1. Nilai S dan ASE kayu southern pine termodifikasi dengan metode
perendaman air
1 Volumetric swelling coefficient determined from initial ovendry volume and first water swollen volume. 2 Antishrink efficiency based on S. 3 Determined from first water swollen volume and reovendrying. 4 Based on S2. 5 Percent weight loss based on the difference between initial ovendry weight and ovendry weight after first water soaking. 6 Determined from reovendry volume and second water swollen volume. 7 Based on S3. 8 Determined from second water swollen volume and second reovendrying. 9 Based on S4. 10 Additional weight loss based on ovendry weight.
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Dari tabel tersebut, didapatkan bahwa nilai ASE yang dihitung dari permulaan volume yang basah ke volume kering tanur yang kedua nilainya hampir selalu lebih rendah dibanding nilai ASE yang berikutnya. Hal ini disebabkan volume kering tanur yang baru lebih kecil dibanding volume kering tanur awal karena bahan kimia yang dilarutkan telah diambil contoh uji yang awal. Sehingga direkomendasikan bahwa volume kering tanur setelah pelepasan air yang pertama digunakan untuk V1 dalam menentukan koefisien pengembangan tebal (S), dan volume pengembangan air dalam perendaman yang kedua digunakan sebagai V2. Hal ini akan memberi ukuran yang berarti untuk stabilitas dimensi dari perlakuan dalam larutan air. Tabel 2. Kisaran nilai koefisien pengembangan volume kayu southern pine
Dari tabel diatas didapatkan bahwa perendaman lebih dari 24 jam tidak akan meningkatkan nilai koefisien pengembanagn tebal (S), tetapi hal tersebut akan mempengaruhi jumlah material yang larut. Tabel 3. Nilai ASE kayu southern pine termodifikasi sebagai fungsi WPG
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Gambar 1. Grafik hubungan ASE dengan bahan kimia untuk modifikasi kimia epoxide
Tabel dan gambar grafik di atas menggambarkan hubungan antara bahan kimia terhadap nilai ASE. Untuk propylene oxide (PO), ASE maksimum yang teramati adalah sekitar 60% pada saat ASE maksimum butylene oxide (BO) lebih dari 70% pada WPG antara 21 sampai 33. Perbedaan ini bisa disebabkan semakin besarnya hidrofobisitas BO dan perbedaan dalam bobot molekular. Kedua perlakuan menunjukkan suatu kecenderungan yang mengarah ke bawah pada saat ASE di atas 33%.
Epoksida-epoksida sederhana bereaksi secara cepat dengan polimer dinding sel kayu. Pada kayu kering, tidak ada sisa produk yang dihasilkan dari reaksi dan terbentuk bentuk ikatan kimia yang stabil. Karena reaksi kimia berlangsung di dalam dinding sel, peningkatan volume kayu dari perlakuan sebanding dengan volume bahan kimia ditambahkan. Pengisian dinding sel dengan bahan kimia mengakibatkan stabilitas dimensi 50-70% pada penambahan bahan kimia kimia 20-30%. Prosedur penambahan bahan kimia sampai tingkat tinggi untuk mencapai stabilitas dimensi yang tinggi cukup mahal dan hanya industri terbatas yang mengaplikasikannya, kecuali untuk penggunaan tertentu. Perlakuan yang berlebihan mengakibatkan menurunkan stabilitas dimensi karena terjadi kerusakan pada dinding sel.
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Lee & Chen 2002, memodifikasi kimia kayu Pinus taeda (Southern pine) dengan masing-masing tiga akrilat (1,6-hexanediol diacrylate, 2-hydroxyethyl methacrylate dan hydroxypropyl akrilat) atau campuran akrilat dan salah satu isosianat (4,4'-diphenylmethanediisocyanate dan 1,6-hexamethylene diisocyanate) dengan perbandingan 3 : 1. Selanjutnya kayu disinari oleh sinar gamma pada dosis 30-kGy. Perubahan dari sifat kekerasan dan stabilitas dimensi kayu yang diiiradiasi dianalisa di dalam penelitian ini.
Analisa spektroskopi inframerah mengungkapkan bahwa ikatan kimia dibentuk antara komponen kayu dan bahan kimia reaktan. Kekerasan dan stabilitas dimensi kayu dapat ditingkatkan secara efektif dengan perlakuan kimia, dan stabilitas dimensi kayu terbaik diperoleh dari perlakuan dengan 50% 1,6hexanediol diacrylate.
Penambahan isosianat dengan akrilat sebagai reaktan dapat juga memperbaiki kekerasan dan stabilitas dimensi kayu secara efektif, dan hasil yang lebih baik ditunjukkan ketika 2-hydroxyethyl methacrylate atau hydroxypropyl akrilat dicampur dengan 4,4'-diphenylmethanediisocyanate atau 1,6hexamethylene diisocyanate. Dinding sel dan rongga sel yang diamati ketika kayu diberi perlakuan kimia dengan konsentrasi 25% dan 50%.

Tabel 4. Bahan kimia yang digunakan untuk modifikasi kimia kayu

Bahan kimia 1,6-hexanediol diacrylate (HDDA)

Struktur kimia [H2C=CHCO2(CH2)3]2

Bobot molekul
226.28

2-hydroxyethyl methacrylate (HEMA) H2C=C(CH3)CO2(CH2)2OH 130.14

Hydroxypropyl acrylate (HPA)

H2C=CHCO2[CH2]3OH

130.14

1,6-hexamethylene diisocyanate (HDI) OCN(CH2)6NCO

168.20

4,4’-diphenylmethane diisocyanate (MDI) [OCNC6H4]2CH2

250.26

N,N-dimethylformamide (DMF)

HCON(CH3)2

73.10

Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009

Referensi
Chang H-T & S-T chang. 2002. Moisture excluding efficiency and dimensional stability of wood improved by acylation. Department of Forestry, National Taiwan University. [4 November 2007].
Deka, M & CN Saikia. 2000. Chemical modification of wood with thermosetting resins: effect on dimensional stability and strength property. Regional Research Laboratory, Council of Scientific and Industrial Research, India.
Hill, CAS. 2006. Wood modification. Chemical, thermal and other processes. John Wiley & Sons. England.
Hon, DN-S. 1996. Chemical modification of lignosellulosic materials. Marcel Dekker. New York.
Ibach, RE & BG Lee. 2002. The effect on biological and moisture resistance of epichlorohydrin chemically modified wood. Paper prepared for the thirtythird annual meeting The International Research Group On Wood Preservation. 12-17 May 2002. Cardiff, Wales. United Kingdom.
Lee, HL & CC Chen. 2002. Effects of chemical modification with acrylates and isocyanates on the hardness and dimensional stability of wood. Taiwan J For Sci 17(3) : 361-73. [4 November 2007].
Rowell, RM. Physical and Mechanical Properties of Chemically Modified Wood. USDA Forest Service and University of Wisconsin. Madison, Wisconsin.
Rowell, RM , A-M Tillman & l. Zhengtian. 1986. Dimensional stabilization of flakeboard by chemical modification. Wood Science and Technology. Springer Berlin / Heidelberg. 20 (1) : 83-95. [4 November 2007].
Rowell, RM & WD Ellis. 1984. Reaction of epoxides with wood. Res. Pap. FPL 451.: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. 41 p. Madison, Wisconsin. [4 November 2007].
Yasuda, R, K. Minato & M Norimoto. 1994. Chemical modification of wood by non-formaldehyde cross-linking reagents. Wood Science and Technology. Springer Berlin / Heidelberg. 28 (3) : 209-218. [4 November 2007].
Tito Sucipto : Modifikasi Kimia Kayu, 2009