Analisis Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Kulit Kayu Medang Hitam (Cinnamomum Porrectum Roxb.)

(1)

KARYA TULIS

ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF KULIT KAYU MEDANG HITAM (Cinnamomum Porrectum Roxb.)

Oleh :

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P.

NIP. 132 296 841

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Syukur Alhamdulillah ke Hadirat Alloh SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis ini.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis sewaktu menempuh kuliah Pascasarjana di Universitas Mulawarman Samarinda. Terimakasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing penelitian ini Ibu Dr. Ir. Enih Rosamah, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. Edy Budiarso yang telah banyak mengarahkan penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan.

Sangat disadari, bahwa dalam penyusunan tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran-saran dan masukan-masukan positif sangat diharapkan demi penyempurnaan tulisan ini di masa-masa yang akan datang.

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Dan semoga paparan singkat dalam tulisan ini memberikan manfaat bagi kita semua. Amin…

Medan, Juni 2009


(3)

Analisis Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Kulit Kayu Medang Hitam (Cinnamomum Porrectum Roxb.)

Ridwanti Batubara Email: ridwantibb@yahoo.com

Staf Pengajar Departemen Kehutanan, Fak. Pertanian USU

Abstract. The objective of this research are to see the solubility of Medang hitam bark extract in cold and hot water, NaOH 1 % and Alcohol:Benzene (1:1) with use methods TAPPI 207 om-88 and TAPPI 212 om-88. This research resulted that the solubility of Medang hitam bark extract in cold and hot water treatments were 9.33% and 19.11%, respectively in NaOH 1 % and Alcohol:Benzene (1:1, v/v) were 30.09 % and 8.17 %, respectively. There was no significantly of all solvent resulted from the different of bark height at the trees, except in hot water which resulted significant different effect.

Key word: solubility, extract, Medang hitam

A. PENDAHULUAN

Kulit kayu belum banyak dimanfaatkan hingga saat ini karena masih dianggap sebagai limbah. Seiring dengan berekurangnya persediaan kayu di hutan maka pemanfaatan kulit mulai banyak diteliti. Kayu dan kulit kayu memiliki perbedaan dalam hal komponen kimia penyusunnya. Jika kayu dominan disusun oleh selulosa maka kulit kayu banyak mengandung ekstraktif.

Zat ekstraktif berbagai jenis kayu memang telah terbukti mengandung senyawa bioaktif yang dapat menghambat serangan organisme perusak kayu seperti jamur dan rayap. Penelitian Batubara (2006) menunjukkan zat ekstraktif kulit kayu Medang hitam dapat menghambat pertumbuhan jamur perusak kayu Schizophyllum commune, sehingga kulit kayu ini memiliki potensi sebagai bahan pengawet kayu yang alami. Namun penelitian dasar mengenai kandungan kimia kulit kayu tersebut terutama yang terlarut dalam berbagai pelarut kimia belum dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kimia zat ekstraktif kulit kayu Medang hitam.


(4)

B. BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kayu Medang hitam dari Sumatera Utara. Bahan kimia untuk analisis kandungan zat ekstraktif adalah NaOH 1 %, Aquades, Alkohol Benzene (1:2), dan asam asetat 10 %. Metode analisis untuk zat ekstraktif yang larut dalam air dingin, air panas dan Alkohol Benzene (1:1) adalah prosedur TAPPI 207 om-88, sedangkan untuk zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1 % adalah prosedur TAPPI 212 0m-88.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian kandungan zat ekstraktif kulit kayu Medang hitam (C. porrectum) berdasarkan letak ketinggian kulit kayu yang dilakukan pada batang dengan menggunakan empat jenis pelarut yaitu air dingin, air panas, NaOH 1%, dan Alkohol-Benzen (1:2) adalah seperti tercantum pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Hasil Analisis Kandungan Zat Ekstraktif Kulit Kayu Medang Hitam (C. porrectum) Berdasarkan Letak Ketinggian Kulit Kayu Pada Batang.

Kelarutan dalam (%) Bagian kulit

pada batang Ulangan Air dingin Air panas NaOH 1% Alkohol-Benzen (1:2)

Pangkal 1 12,38 20,50 27,94 9,50

2 10,84 19,90 24,46 9,50

3 9,55 19,50 27,50 8,50

Rata-rata 10,92 19,97 26,57 9,17 Tengah 1 8,96 19,80 33,50 7,50

2 9,95 19,50 29,06 9,50

3 10,84 18,59 27,32 8,00

Rata-rata 9,91 19,30 29,96 8,33 Ujung 1 3,47 18,50 32,50 8,00

2 9,00 17,41 36,18 7,50

3 9,05 18,23 32,51 5,50

Rata-rata 7,17 18,05 33,73 7,00 Rataan dalam batang 9,33 19,11 30,09 8,17

Nilai rataan kandungan zat ekstraktif pada batang dalam air dingin sebesar 9,33%,

dalam air panas sebesar 19,11%, dalam NaOH 1% sebesar 30,09%, dan dalam Alkohol


(5)

Nilai kandungan zat ekstraktif kulit kayu Medang hitam ini relatif tinggi nilainya

jika dibandingkan dengan jenis kayu medang yang pernah diteliti, diantaranya Medang

piawat (Litsea firma Hook F) yang diteliti Pari dan Lestari (1990), kelarutannya dalam air

dingin sebesar 2,78%, dalam air panas sebesar 4,02%, dalam Alkohol Benzen (1:2)

sebesar 4,04%, dan dalam NaOH 1% sebesar 13,22%. Begitu juga jika dibandingkan

dengan kelarutan zat ekstraktf Kasiavera (Cinnamomum burmanii Ness ex B.L), dimana

kelarutannya dalam air dingin sebesar 3,54%, dalam air panas sebesar 5,16%, dalam

Alkohol Benzen (1:2) sebesar 4,86%, dan dalam NaOH 1% sebesar 32,69% (Gusmailina

dan Setiawan, 1996).

1. Zat Ekstrakif yang Larut Dalam Air Dingin

Nilai rataan kandungan zat ekstraktif berdasarkan letak ketinggian kulit pada batang dari pangkal ke ujung adalah 10,92% (pangkal), 9,91% (tengah), dan 7,17% (ujung). Dari hasil ini terlihat makin ke ujung kangungan zat ekstraktifnya cenderung makin rendah.

Semakin tinggi letak kulit kayu dalam batang kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air dingin cenderung semakin rendah. Kandungan zat ekstraktif lebih tinggi pada kulit kayu bagian pangkal karena bagian ini lebih dekat dengan bagian akar dan tanah. Pada bagian pangkal ini sel-sel kulit kayunya bagian luar telah mati dan tidak berkembang lagi, disamping air dan mineral zat ekstraktif terakumulasi pada bagian ini. Nilai kandungan zat ekstraktif yang lebih tinggi pada kulit bagian pangkal sama halnya dengan kandungan zat ekstraktif kayu yang kebanyakan paling tinggi terdapat pada kayu bagian pangkal.

Uji F yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor perlakuan (letak ketinggian kulit kayu dalam batang) terhadap kandungan zat ekstraktif yang


(6)

larut dalam air dingin memperlihatkan hasil yang non signifikan. Hasil ini sepertinya bertentangan dengan pendapat diatas, namun tidak demikian. Nilai non signifikan ini kemungkinan disebabkan kulit kayu yang diteliti pembentukannya dalam waktu yang sama, dimana kulit kayu tersebut dari bagian pangkal ke ujung terbentuk hanya dalam waktu enam bulan saja karena enam bulan sebelumnya kulit kayunya telah dipanen.

Gambar 1. Proses Pembilasan Serbuk Dalam Kelarutan Air Dingin

Pada penelitian ini proses pembilasan tidak sempurna setelah diekstrak selama ± 48 jam, dimana sewaktu penyaringan air bilasannya tidak bisa menembus kertas saring karena adanya lendir yang membalut serbuk dan tidak dapat ditembus oleh air dingin (lihat Gambar 1). Lendir tersebut adalah getah/resin atau senyawa minyak. Seperti kita ketahui kayu medang merupakan kayu yang banyak mengandung getah serta menghasilkan minyak cinnamon sesuai namanya serta memiliki aroma yang khas (masuk suku Lauraceae) dimana


(7)

pada penelitian ini kulit kayu yang digunakan masih mengandung getah atau resin (Gambar 2).

Adapun zat ekstraktif yang larut dalam air dingin diantaranya berupa: glukosa, fruktosa, karbohidrat, gula, pektin, zat warna dan asam-asam tertentu.

getah

Gambar 2. Kulit Kayu Medang Hitam (C. porrectum) yang Begetah. 2. Zat Ekstrakif yang Larut Dalam Air Panas

Nilai rataan zat ekstraktif yang larut dalam air panas lebih tinggi dibanding

kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin. Hal ini karena panas (pengaruh suhu)

mempengaruhi proses ekstraksi tersebut, sehingga ekstraktif yang terlarut lebih banyak.

Nilai rataan kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air panas berdasarkan letak

ketinggian kulit dalam batang berturut-turut adalah 19,97% (pangkal), 19,30% (tengah),

dan 18,05% (ujung). Semakin ke ujung nilainya cenderung semakin rendah.

Pengaruh faktor perlakuan (uji F) terhadap kandungan zat ekstraktif yang larut


(8)

mempengaruhi besarnya zat ekstraktif yang terlarut dalam air panas), hal ini karena pada

tahapan ini tidak ditemukan lendir karena terlarut dalam air panas. Faktor yang

mempengaruhinya adalah pengaruh suhu, sedangkan faktor lain dianggap tidak

berpengaruh seperti: proses pembentukan kulit kayu dalam waktu yang sama (enam

bulan), faktor tempat tumbuh, dan iklim tidak berpengaruh pada penelitian ini. Zak

ekstraktif yang larut dalam air panas adalah: lemak, zat warna, tanin, damar, dan

plobatanin.

3. Zat Ekstrakif yang Larut Dalam NaOH 1 %

Zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% berturut-turut dari pangkal ke ujung

sebesar: 26,57% (pangkal), 29,96% (tengah), dan 33,73% (ujung). Nilai kelarutan ini

paling tinggi diantara pelarut-pelarut lain yang digunakan. Hasil ini sama dengan yang

ditemukan Labosky (1979); Weismann dan Ayla (1980) dalam Fengel dan Wegener

(1995), dimana dari serangkaian pelarut berbagai jenis kulit kayu pinus kelarutan

tertinggi umumnya pada NaOH 1% kecuali pada jenis Pinus brutia kelarutan tertinggi

dalam 95% ethanol. Selengkapnya seperti terlihat pada Tabel 3.

Tingginya zat ekstraktif kulit kayu yang larut dalam NaOH 1% diduga selain zat ekstraktif ada kemungkinan juga sebagian hemi selulosa ikut terlarut khususnya pada bagian kulit yang mengalami kerusakan baik secara mekanis maupun biologis.

Data kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% menunjukkan semakin keujung nilai kelarutan zat ekstraktifnya makin tinggi. Kondisi ini berbeda dengan kelarutan zat ekstraktif dalam air panas maupun air dingin yang mengikuti pola penyebaran kandungan zat ekstraktif secara umum (makin tinggi dari permukaan tanah makin rendah kandungan zat ekstraktifnya). Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kandungan zat ekstraktif dalam NaOH 1% pada bagian ujung yaitu faktor pelarut dan faktor pertumbuhan pohon.


(9)

Tabel. 3. Hasil Serangkaian Ekstraksi Pelarut Berbagai Kulit Pinus Pelarut Pinus echinata (%) Pinus elliotti (%) Pinus taeda (%) Pinus virginiana (%) Pinus silvertris (%) Pinus brutia (%) Heksana 2,6 2,1 1,7 1,5 -- -- Benzene 1,2 2,0 1,3 1,0 -- 5,0

Etil eter 1,1 1,2 1,3 1,0 4,6 --

Ethanol 95% 4,4 7,3 2,0 3,5 1,2 25,7

Air panas 2,9 3,3 1,9 1,9 4,8 17,8

NaOH 1% 17,2 19,9 19,3 19,3 39,1 19,7

Total 29,4 35,8 27,5 28,2 49,7 68,3 Sumber: Labosky (1979); Wiesmann, Ayla (1980) dalam Fengel dan Wegener (1995). Keterangan:

-- : Tidak ada data

Tingginya zat ekstraktif pada bagian ujung kulit kayu diduga bahwa pada bagian kulit kayu tersebut ditinjau dari sisi pertumbuhan adalah karena masih dalam proses pertumbuhan sel muda masih berlangsung dan belum mencapai maksimum yang memungkinkan kandungan zat ekstraktifnya relatif besar.

Apabila ditinjau dari segi pelarut yang digunakan, Browning (1967) mengemukakan bahwa larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif yang letaknya jauh pada bagian batang, hal ini dikarenakan larutan basa yang heterogen yang mampu menyusup lebih dalam ke dalam jaringan sehingga terjadi proses pengembangan atau swelling, maka bahan-bahan yang ada di dalamnya mudah terlarut. Hal lain adalah bahwa larutan NaOH juga mampu melarutkan zat yang memiliki berat molekul rendah seperti hemiselulosa, khususnya rantai cabangnya, baik dari pentosa, heksosa, dan asam organik.

Hasil uji sidik ragam terhadap faktor letak ketinggian kulit kayu dalam batang menunjukkan pengaruh yang non signifikan terhadap kandungan zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1%.


(10)

Pola distribusi kandungan zat ekstraktif berdasarkan letak ketinggian kulit kayu

dalam batang yang larut dalam Alkohol Benzen mempunyai kecenderungan seperti pola

distribusi kandungan zat ekstraktif secara umum. Tingginya zat ekstraktif pada bagian

pangkal karena pada bagian ini zat ekstraktif sudah diendapkan dan telah mengalami

delignifikasi disamping banyaknya tilosis-tilosis pada bagian tersebut.

Hasil analisis kandungan zat ekstraktif yang larut dalam Alkohol Benzen (1:2)

berdasarkan letak ketinggian kayu dalam batang adalah 9,17% (pangkal), 8,33% (tengah),

dan 8,17% (ujung). Hasil uji sidik ragam kandungan zat ekstraktif yang larut dalam

Alkohol Benzen (1:2) ternyata non signifikan, dimana faktor letak ketinggian kulit kayu

dalam batang tidak berpengaruh pada kandungan zat ekstraktifnya.

D. KESIMPULAN

Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Medang hitam (Cinnamomun porrectum Roxb.)

dalam air dingin sebesar 9,33%, air panas sebesar 19,11%, NaOH 1% sebesar 30,09%,

dan Alkohol-Benzene (1:2) sebesar 8,17%. Pengaruh perlakuan ketinggian kulit dalam

batang pada semua kelarutan non signifikan kecuali pada kelarutan dalam air panas

signifikan, semakin ke ujung kelarutan zat ekstraktifnya semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1961. Technical Association of The Pulp and Paper Industry (TAPPI) s 60. Lexington Avenol, New York.

Batubara, R. 2006. Identifikasi Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam (Cinnamomum porrectum Roxb.) Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Tesis Pascasarjana Universitas Mulawarman. Samarinda.

Browning, B. L. 1963. Method of Wood Chemistry. John Wiley and Son. New York.

Fengel, D dan G. Wegener. 1995. Kimia Kayu: Ultra Struktur, Reaksi – reaksi (Terjemahan). Gajahmada University, Yogyakarta.


(11)

Gusmailina dan G. Setiawan. 1996. Analisis Kimia Kayu Kasiavera (Cinnamomum burmanii Ness ex. B. L). dan Prospek Pemanfaaatannya. Info Hasil Hutan. Volume III. No. 1.

Pari, G dan S. B Lestari. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 7 No. 3.


(1)

larut dalam air dingin memperlihatkan hasil yang non signifikan. Hasil ini sepertinya bertentangan dengan pendapat diatas, namun tidak demikian. Nilai non signifikan ini kemungkinan disebabkan kulit kayu yang diteliti pembentukannya dalam waktu yang sama, dimana kulit kayu tersebut dari bagian pangkal ke ujung terbentuk hanya dalam waktu enam bulan saja karena enam bulan sebelumnya kulit kayunya telah dipanen.

Gambar 1. Proses Pembilasan Serbuk Dalam Kelarutan Air Dingin

Pada penelitian ini proses pembilasan tidak sempurna setelah diekstrak selama ± 48 jam, dimana sewaktu penyaringan air bilasannya tidak bisa menembus kertas saring karena adanya lendir yang membalut serbuk dan tidak dapat ditembus oleh air dingin (lihat Gambar 1). Lendir tersebut adalah getah/resin atau senyawa minyak. Seperti kita ketahui kayu medang merupakan kayu yang banyak mengandung getah serta menghasilkan minyak cinnamon sesuai namanya serta memiliki aroma yang khas (masuk suku Lauraceae) dimana


(2)

pada penelitian ini kulit kayu yang digunakan masih mengandung getah atau resin (Gambar 2).

Adapun zat ekstraktif yang larut dalam air dingin diantaranya berupa: glukosa, fruktosa, karbohidrat, gula, pektin, zat warna dan asam-asam tertentu.

getah

Gambar 2. Kulit Kayu Medang Hitam (C. porrectum) yang Begetah.

2. Zat Ekstrakif yang Larut Dalam Air Panas

Nilai rataan zat ekstraktif yang larut dalam air panas lebih tinggi dibanding kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin. Hal ini karena panas (pengaruh suhu) mempengaruhi proses ekstraksi tersebut, sehingga ekstraktif yang terlarut lebih banyak. Nilai rataan kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air panas berdasarkan letak ketinggian kulit dalam batang berturut-turut adalah 19,97% (pangkal), 19,30% (tengah), dan 18,05% (ujung). Semakin ke ujung nilainya cenderung semakin rendah.

Pengaruh faktor perlakuan (uji F) terhadap kandungan zat ekstraktif yang larut dalam air panas memperlihatkan hasil yang signifikan (letak kulit pada bagian batang


(3)

mempengaruhi besarnya zat ekstraktif yang terlarut dalam air panas), hal ini karena pada tahapan ini tidak ditemukan lendir karena terlarut dalam air panas. Faktor yang mempengaruhinya adalah pengaruh suhu, sedangkan faktor lain dianggap tidak berpengaruh seperti: proses pembentukan kulit kayu dalam waktu yang sama (enam bulan), faktor tempat tumbuh, dan iklim tidak berpengaruh pada penelitian ini. Zak ekstraktif yang larut dalam air panas adalah: lemak, zat warna, tanin, damar, dan plobatanin.

3. Zat Ekstrakif yang Larut Dalam NaOH 1 %

Zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1% berturut-turut dari pangkal ke ujung sebesar: 26,57% (pangkal), 29,96% (tengah), dan 33,73% (ujung). Nilai kelarutan ini paling tinggi diantara pelarut-pelarut lain yang digunakan. Hasil ini sama dengan yang ditemukan Labosky (1979); Weismann dan Ayla (1980) dalam Fengel dan Wegener (1995), dimana dari serangkaian pelarut berbagai jenis kulit kayu pinus kelarutan tertinggi umumnya pada NaOH 1% kecuali pada jenis Pinus brutia kelarutan tertinggi dalam 95% ethanol. Selengkapnya seperti terlihat pada Tabel 3.

Tingginya zat ekstraktif kulit kayu yang larut dalam NaOH 1% diduga selain zat ekstraktif ada kemungkinan juga sebagian hemi selulosa ikut terlarut khususnya pada bagian kulit yang mengalami kerusakan baik secara mekanis maupun biologis.

Data kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% menunjukkan semakin keujung nilai kelarutan zat ekstraktifnya makin tinggi. Kondisi ini berbeda dengan kelarutan zat ekstraktif dalam air panas maupun air dingin yang mengikuti pola penyebaran kandungan zat ekstraktif secara umum (makin tinggi dari permukaan tanah makin rendah kandungan zat ekstraktifnya). Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kandungan zat ekstraktif dalam NaOH 1% pada bagian ujung yaitu faktor pelarut dan faktor pertumbuhan pohon.


(4)

Tabel. 3. Hasil Serangkaian Ekstraksi Pelarut Berbagai Kulit Pinus Pelarut Pinus echinata (%) Pinus elliotti (%) Pinus

taeda (%)

Pinus virginiana (%) Pinus silvertris (%) Pinus

brutia (%)

Heksana 2,6 2,1 1,7 1,5 -- -- Benzene 1,2 2,0 1,3 1,0 -- 5,0

Etil eter 1,1 1,2 1,3 1,0 4,6 --

Ethanol 95% 4,4 7,3 2,0 3,5 1,2 25,7

Air panas 2,9 3,3 1,9 1,9 4,8 17,8

NaOH 1% 17,2 19,9 19,3 19,3 39,1 19,7 Total 29,4 35,8 27,5 28,2 49,7 68,3 Sumber: Labosky (1979); Wiesmann, Ayla (1980) dalam Fengel dan Wegener (1995). Keterangan:

-- : Tidak ada data

Tingginya zat ekstraktif pada bagian ujung kulit kayu diduga bahwa pada bagian kulit kayu tersebut ditinjau dari sisi pertumbuhan adalah karena masih dalam proses pertumbuhan sel muda masih berlangsung dan belum mencapai maksimum yang memungkinkan kandungan zat ekstraktifnya relatif besar.

Apabila ditinjau dari segi pelarut yang digunakan, Browning (1967) mengemukakan bahwa larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif yang letaknya jauh pada bagian batang, hal ini dikarenakan larutan basa yang heterogen yang mampu menyusup lebih dalam ke dalam jaringan sehingga terjadi proses pengembangan atau swelling, maka bahan-bahan yang ada di dalamnya mudah terlarut. Hal lain adalah bahwa larutan NaOH juga mampu melarutkan zat yang memiliki berat molekul rendah seperti hemiselulosa, khususnya rantai cabangnya, baik dari pentosa, heksosa, dan asam organik.

Hasil uji sidik ragam terhadap faktor letak ketinggian kulit kayu dalam batang menunjukkan pengaruh yang non signifikan terhadap kandungan zat ekstraktif yang larut dalam NaOH 1%.


(5)

Pola distribusi kandungan zat ekstraktif berdasarkan letak ketinggian kulit kayu dalam batang yang larut dalam Alkohol Benzen mempunyai kecenderungan seperti pola distribusi kandungan zat ekstraktif secara umum. Tingginya zat ekstraktif pada bagian pangkal karena pada bagian ini zat ekstraktif sudah diendapkan dan telah mengalami delignifikasi disamping banyaknya tilosis-tilosis pada bagian tersebut.

Hasil analisis kandungan zat ekstraktif yang larut dalam Alkohol Benzen (1:2) berdasarkan letak ketinggian kayu dalam batang adalah 9,17% (pangkal), 8,33% (tengah), dan 8,17% (ujung). Hasil uji sidik ragam kandungan zat ekstraktif yang larut dalam Alkohol Benzen (1:2) ternyata non signifikan, dimana faktor letak ketinggian kulit kayu dalam batang tidak berpengaruh pada kandungan zat ekstraktifnya.

D. KESIMPULAN

Kelarutan zat ekstraktif kulit kayu Medang hitam (Cinnamomun porrectum Roxb.) dalam air dingin sebesar 9,33%, air panas sebesar 19,11%, NaOH 1% sebesar 30,09%, dan Alkohol-Benzene (1:2) sebesar 8,17%. Pengaruh perlakuan ketinggian kulit dalam batang pada semua kelarutan non signifikan kecuali pada kelarutan dalam air panas signifikan, semakin ke ujung kelarutan zat ekstraktifnya semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1961. Technical Association of The Pulp and Paper Industry (TAPPI) s 60. Lexington Avenol, New York.

Batubara, R. 2006. Identifikasi Sifat Ekstrak Kulit Kayu Medang Hitam (Cinnamomum porrectum Roxb.) Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Tesis Pascasarjana Universitas Mulawarman. Samarinda.

Browning, B. L. 1963. Method of Wood Chemistry. John Wiley and Son. New York. Fengel, D dan G. Wegener. 1995. Kimia Kayu: Ultra Struktur, Reaksi – reaksi


(6)

Gusmailina dan G. Setiawan. 1996. Analisis Kimia Kayu Kasiavera (Cinnamomum burmanii Ness ex. B. L). dan Prospek Pemanfaaatannya. Info Hasil Hutan. Volume III. No. 1.

Pari, G dan S. B Lestari. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 7 No. 3.