TINJAUAN KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT “TAMAN RELIGI” GEREJA TAMAN DI TENGAH KOTA YOGYAKARTA.

(1)

BAB II

TINJAUAN KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT

II.1. Kondisi Sosial Masyarakat Saat Ini

Perubahan zaman akan selalu menimbulkan perubahan tuntutan pada anggota masyarakat, berarti akan merubah peran orang per orang yang hidup dalam perubahan tersebut. Dengan demikian setiap orang dituntut agar mengerti, memahami dan selanjutnya menyelaraskan kehidupannya dengan situasi, tuntutan serta irama kehidupan di sekitarnya. Dalam kemajuan zaman yang serba cepat ini, semua dituntut berbuat dan bertindak cepat agar senantiasa mampu menempatkan diri secara tepat. Berbagai kemajuan dan perubahan yang telah terjadi memaksa seseorang mengubah perasaan, pikiran/pola pikir, dan tindakan untuk dapat menyelaraskan.

Salah satu bentuk kemajuan yang sedang dan sangat pesat saat ini ialah telekomunikasi (teknologi komunikasi). Hal ini telah menciptakan hubungan luas antar manusia sehingga melahirkan hubungan yang tanpa batas. Masyarakat terbuka (open society) lahir sebagai hasil teknologi yang sangat pesat. Dampak positif yang ditimbulkan bukan berarti tanpa adanya bahaya-bahaya yang dapat muncul dalam masyarakat. Keadaan ini tentunya memerlukan manusia yang tidak terlempar dan terdampat jauh dari akar kebudayaannya. Manusia harus tetap berada dalam kehidupannya yang nyata, di tengah-tengah masyarakat yang mempunyai kebudayaannya sendiri. Dengan kata lain, manusia di dalam kehidupan modern ini perlu memiliki identitas diri yang kuat (stabil).


(2)

Melihat fenomena sosial yang ada saat ini, kita melihat kondisi masyarakat yang rapuh dan memprihatinkan. Banyak terjadi kondisi penyimpangan dimasyarakat, penyimpangan norma sosial, norma agama, norma hukum, norma budaya, dan lain sebagainya. Rasa kepedulian untuk hidup berdampingan bersama dengan saling menghormati dan mengakui perbedaan masing-masing, sudah menghilang. Maka akibat yang timbul adalah perpecahan di tubuh masyarakat dan terganggunya rasa aman dalam masyarakat itu sendiri. Bahkan yang lebih parah adanya perseteruan antar suku, antar ras hingga antar agama yang semakin tajam. Itu semua semakin memperburuk kondisi bangsa ini, yang tentunya sangat merugikan citra kita sebagai bagian dari masyarakat dunia.

II.2. Latar Belakang Keadaan Masyarakat yang Memprihatinkan

Tumbuh suburnya budaya kekerasan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul, serta tidak mau menerima dan memahami kondisi, kemampuan serta pendapat yang berbeda, dengan saling memperlihatkan fisik dan kekuasaan merupakan suatu tindakan arogan yang marak terjadi diberbagai bidang, di seluruh lapisan masyarakat Indonesia saat ini.

Melemahnya mental spiritual dan pola pikir yang terimplementasi dalam wujud tingkah laku kehidupan sehari-hari pada masyarakat kita saat ini merupakan akibat dari kebingungan dan keputusasaan dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup yang semakin kompleks, berbagai jalan pintas sebagai penyelesaian sudah dianggap wajar/lazim saat ini. Kondisi psikologis yang terusik, menyebabkan ketegangan jiwa yang menimbulkan kegelisahan dalam


(3)

hidup karena tidak siap dalam menghadapi perubahan yang pesat atau tiba-tiba. Rasa tidak mampu menerima kegagalan atau kekurangan baik sacara phisik maupun psikis menjadi awal pemberontakan kecil dalam diri masing-masing orang yang kemudian berbaur menjadi berbagai pemberontakan besar dalam masyarakat yang menuju ke arah kehidupan yang kacau (caos).

Berbagai kasus kekerasan seperti perkelahian pelajar dan mahasiswa, pertikaian antar kampung, antar suku dan agama, bahkan terjadi pula pada anggota legislatif telah mencerminkan perilaku yang memalukan sebagai buah dari kemunduran bangsa ini. Sedangkan pada kasus-kasus seperti narkoba, bunuh diri, pemerkosaan, korupsi, kolusi dan nepotisme juga menunjukkan bentuk dari keputusasaan bangsa ini dalam diri masyarakatnya.

Di masa kini dalam masyarakat modern, orang mempunyai banyak kegiatan yang harus dilakukan sesuai tuntutan zamannya. Kondisi super-sibuk menjadi fenomena baru alam kehidupan saat ini, demi tujuan tidak ketinggalan zaman dan kemajuan diri maupun status sosialnya. Hal ini tentunya memacu untuk bekerja keras dalam perannya masing-masing, akibatnya kehabisan waktu untuk terlibat dalam kegiatan bermasyarakat, baik dengan lingkungan, masyarakat luas, tetangga sekitar, bahkan dengan keluarga sendiri. Bentuk masyarakat yang sudah semakin apatis (tidak peduli) ini tentunya justru menjadi kendala-kendala baru pula bagi perkembangan antar sesama manusia yang harus terus berkembang dan beradaptasi terlebih bagi generasi-generasi muda selanjutnya.


(4)

II.3. Bentuk Kehidupan Bermasyarakat yang Berkualitas

Memahami masyarakat haruslah memahami konsep manusia dalam arti sebenarnya. Terlebih bagi bangsa kita yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, bahasa, dan agama yang diikat oleh rasa kesatuan (ke-bhineka-an). Masyarakat yang plural dan majemuk ini tentunya diharapkan mampu menyikapi akulturasi dan inkulturasi untuk dapat berkembang secara adaptif sesuai zaman yang juga terus berkembang, sehingga kualitas dari adanya suatu masyarakat yang ideal dapat dinilai dari hal tersebut dengan hasil atau bukti berupa lingkungan binaan hidup yang semakin ideal pula. Secara singkat kata dapat dikatakan bahwa masyrakat yang ideal dan berkualitas ialah masyarakat yang peduli terhadap kehidupannya sendiri, kehidupan sesamanya, serta lingkungan tempat hidupnya.

Pada dasarnya suatu masyarakat adalah sebuah kumpulan manusia yang memiliki kepentingan bersama yang harus dicapai melalui pengorganisasian anggotanya melalui sebuah infrastruktur organisasi. Kemampuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat menuntut kejelasan konsep bagaimana sebuah kelompok atau organisasi masyarakat harus/akan dibangun. Suatu masyarakat yang berkualitas mempunyai ciri khas, roh kehidupan dari adanya semangat hidup bermasyarakat yang berkembang (Djamaludin Ancok, 2004). Dengan menggunakan konsep Kanter, 1977, Ancok berpendapat bahwa masyarakat yang berkualitas harus memiliki ciri sebagai berikut:

a. Konsep

Konsep adalah sebuah gagasan yang dihasilkan dari pengolahan kumpulan pengetahuan dan wawasan yang dijadikan dasar untuk menghasilkan sebuah


(5)

inovasi. Usaha membangun kemampuan menciptakan konsep, suatu masyarakat harus membangun kebiasaan dan kemampuan belajar bersama atau dengan kata lain menjadi komunitas pembelajaran (learning community). Dengan komunitas pembelajaran ini, semua warga dapat mengembangkan diri terhadap hal-hal baru dan saling berbagi serta melengkapi berbagai hal.

Adapun hal yang kita peroleh tentang konsep dari salah satu tokoh besar bangsa ini yaitu Ki Hadjar Dewantoro di tahun 1939, dengan konsep ”Tiga N” yang sangat terkenal. Menurut beliau suatu bangsa yang unggul harus mengembangkan dasar ”Tiga N” yaitu Niteni (melihat dan mengingat hal-hal yang baik), Niroke (semangat untuk meniru keunggulan/kelebihan di luarnya), Nambahi (semagat berinovasi tanpa henti setelah melihat dan mencontoh).

b. Kompetensi

Sebuah konsep tentang sesuatu, baru akan menjadi produk atau jasa bila konsep tersebut diterjemahkan secara operasional dalam suatu langkah nyata. Untuk menterjemahkan konsep secara operasional diperlukan adanya kompetensi. Karena itu, suatu masyarakat yang berkualitas harus mengembangkan kompetensinya untuk merealisasikan konsep emikirannya, kalau tidak dilakukan maka masyarakat itu akan menjadi masyarakat yang banyak bicarea konsep berlebih (muluk-muluk) yang tidak pernah menjadi kenyataan/riil.

c. Koneksi

Kemampuan membuka jaringan sosial (networking) merupakan suatu kecakapan yang harus dimiliki agar dapat mengembangkan diri seluas-luasnya. Kita harus dapat memperlihatkan kemampuan dan kejelian menangkap peluang


(6)

yang ada untuk membangun diri. Dengan melakukan kemampuan membuka jaringan sosial, berarti mampu mengembangkan kecerdasan emosional (Emosional Question) yang kita miliki. Pendidikan tinggi yang didapat dari berbagai jenjang pendidikan formal saja, belum tentu mencerminkan kecerdasan secara keseluruhan, bahwa orang dengan gelar yang dimilikinya belum tentu akan bisa bersosialisasi (bermasyarakat) dengan baik, bahkan dapat saja melakukan tindakan yang tidak bermoral pula. EQ (Emosional Question) hanya dapat dikembangkan apabila mampu menempatkan dan menerapkan berbagai pengetahuan yang ada dalam hidup secara jeli dan peka sehingga akan lebih bermakna/menyentuh bagi banyak pihak.

d. Kredibilitas

Kredibilitas terkait dengan kejujuran dalam berinteraksi dengan pihak lain. Tidak ada orang yang mau membangun hubungan sosial yang bertahan lama dengan pihak yang biasa melanggar etika hubungan sosial.

Etika harus disadari oleh kejujuran. Hubungan sosial yang berlangsung lama adalah hubungan sosial yang didasari oleh adanya keterbukaan satu sama lain. Tentu saja kredibilitas bukan hanya kejujuran semata, tetapi juga konsistensi dalam perlakuan, perlakuan yang adil (fairness), saling memberi dan menerima (reciprocity). Sehingga pada akhirnya kredibilitas menjadi faktor yang menentukan rasa saling percaya (trust) antar sesama warga komunitas untuk dapat tumbuh dan berkembang ke arah komunitas yang semakin berkualitas. Kemunduran dan kesuksesan sebuah kelompok/organisasi maupun komunitas sangat ditentukan oleh kredibilitas para pemimpinnya (Kouzes & Posner, 2003)


(7)

yang mana hal serupa juga diungkapkan bahwa kemajuan dan kemunduran sebuah masyarakat dalam negara sangat ditentukan oleh kredibilitas pemimpinnya (Djamaludin Ancok, 2004).

e. Kepedulian

Kepedulian adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh siapa saja. Kepedulian ini dinyatakan pada kepedulian atas sesama. Kepedulian si kaya kepada si miskin, kepedulian pada kelestarian lingkungan maupun kepedulian pada aturan norma hidup bermasyarakat (ethics) dan lain sebagainya, memiliki tujuan membangun sebuah komunitas (termasuk lingkungan hidup) yang lebih menyejahterakan, menjamin, dan membahagiakan. Berbagai program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat kecil/miskin saat ini juga merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama. Berbagai himbauan akan kondisi iklim saat ini juga sudah merupakan bentuk kepedulian terhadap keadaan lingkungan alam ini. Sehingga konsep, kompetensi, koneksi dan kredibilitas membutuhkan pemicu utama untuk dapat bersatu karena hubungannya yang erat yaitu kepedulian (rasa peduli). Semua hal itu merupakan awal terbentuknya modal sosial (social capital) yang akan saling merekatkan hubungan antar sesama maupun lingkungan hidup (alam semesta ini).

II.4. Hubungan Antara Kehidupan Sosial Bermasyarakat dengan Kehidupan Beragama di Indonesia

Agama merupakan perwujudan hubungan dengan Tuhan baik secara perorangan maupun secara bersama sebagai umat. Maka agama memiliki dimensi


(8)

sosial oleh karena kebersamaannya. Hubungan timbal-balik agama dan masyarakat tentunya menjadi hal yang harus ditinjau lebih jauh.

Menurut AM.Harjana dalam bukunya ”Penghayatan Agama”, ”dalam berhadapan dengan masyarakat, agama dapat dilihat dari tiga model: model menolak, menerima dan mengubah masyarakat. Yang dimaksud dengan kata masyarakat di sini ialah masyarakat biasa yang sekular, di mana nilai-nilai hidup lebih dipikirkan dari segi material dan fisik, dan peri hidupnya diatur menurut peraturan dan hukum-hukum kemasyarakatan, bukan menurut perintah atau kaidah agama”.

Pembagian ke dalam tiga model untuk melihat agama merupakan rekaan mental demi keenakan cara memikirkan dan membicarakan saja. Karena tidak ada agama di dunia ini, di mana agama itu seratus prosen menolak, atau menerima. Maupun mengubah masyarakat secara total. Dalam kenyataan, semua agama lebih cocok dengan salah satu model dan kurang cocok dengan dua model yang lain. Suatu agama dikatakan menolak masyarakat, apabila segi menolak itu lebih kuat dari pada segi penerimaan dan perubahannya.

a. Menolak Masyarakat

Agama menolak masyarakat, karena ajarannya. Dalam bentuk keras agama itu berkeyakinan bahwa masyarakat luas itu sabagai hal yang jahat, masyarakat itu sendiri tidak mungkin dibuat lebih baik karena pada diri manusianya sudah dianggap sebagai sosok yang jahat. Dalam hal ini hampir segala unsur duniawi seperti kenikmatan, uang, kekuasaan, seringkali dikelompokkan sebagai nafsu jahat manusia. Namun dalam bentuk lunak, agama


(9)

berkeyakinan bahwamasyarakat itu bukan masyarakat yang sesungguhnya, masyarakat ini hanya sementara dan pada waktunya akan berakhir. Masyarakat yang sejati adalah masyarakat di dunia akhir yang abadi. Masyarakat ini hanyalah merupakan batu loncatan untuk mencapai masyarakat di surga.

Para penganut agama yang menolak masyarakat, membenci, menjauhi atau acuh tak acuh terhadap masyarakat sesuai dengan keras lunaknya wsikap menolak. Seluruh hidup mereka diatur oleh pranata keagamaan yang ketat. Mereka memisahkan diri dari masyarakat dan hidup berkelompok jauh di luar hiruk-pikuk dan kesibukan kehidupan asyarakat sekitarnya. Mereka bergaul dengan masyarakat karena terpaksa. Oleh karena itu meskipun mereka mau terlibat dalam pergaulan dan usaha bisnis di masyarakat, ada hal-hal yang tak mereka lakukan dan mereka singkiri, karena hal itu merka anggap berlawanan dengan keyakinan agama mereka.

Jumlah penganut agama macam ini pada umumnya kecil. Kelompok agama yang menolak masyarakat dapat muncul sebagai akibat pengusiran karena ajarannya dianggap “berbahaya”, pengusiran oleh agama lain atau masyarakat. Tetapi juga dapat lahir sebagai sempalan dari agama yang lebih besar. Oleh karena itu, mereka menjadi kelompok pinggiran dalam masyarakat dan keadaan itu dapat diperparah oleh deprivasi politik dan ekonomis di mana mereka tidak mendapat kemungkinan untuk terlibat dalam percaturan politik dan mengambil bagian dalam tata kehidupan ekonomi masyarakat mereka.


(10)

b. Menerima Masyarakat

Mau tak mau semua agama sedikit banyak harus menerima masyarakat, tetapi agama yang secara khusus disebut menerima masyarakat di sisni ialah agama yang menandang masyarakat dengan tata nilai, adat-istiadat dan peraturan yang hidup di sana secara positif dan berpendapat masyarakat itu memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih baik. Agama itu tidak mengalami ketenangan dengan masyarakat. Agama itu mampu menyesuaikan dengan masyarakat bahkan mampu berperan untuk meningkatkan mutu kehidupannya.

Pada awalnya agama tersebut mungkin berpandangan dan bersikap keras terhadap masyarakat, bahkan melawannya. Tetapi karena terus berinteraksi dengan masyarakat dan berpikir tentang arti dan arah interaksi itu, pandangan dan sikap terhadap masyarakat berubah. Nilai-nilai kemasyarakatan yang semula ditolak, menjadi diterima. Gaya hidupnya yang semula dipersoalkan, diberi tempat yang wajar. Pandangan dan sikap positif terhadap masyarakat itu merupakan akibat prosesi sekularisasi: penghargaan yang wajar terhadap nilai-nilai masyarakat dan dunia.

Agama yang menerima masyarakat memiliki pandangan yang terbuka. Agama itu tidak segera mengutuk nilai-nilai dan hal-hal yang baru yang muncul dalam masyarakat, tetapi meneliti perkaranya dan meninjaunya dari inti agamanya, lalu mengambil sikap dan tindakan yang diperlukan. Hasil penilaian atas hal-hal muncul dalam masyarakat dapat menolak sama sekali, menerima dengan catatan, menerima untuk disempurnakan dan menerima secara penuh.


(11)

Agama yang menerima masyarakat mempunyai pandangan dan sikap moral yang lebih positif. Agama itu melihat moral sebagai usaha manusia untuk mencapai, menghayati dan mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan, daripada sebagai usaha untuk menghindari larangan-larangan. Tentu agama itu menghindari larangan sesuai ajarannya, tetapi bukan demi menghindari dari larangan, karena tahu bahwa dengan menghindari larangan itu nilai-nilai moral tertentu dipertahankan dan dijaga. Demikian penganut agama yang menerima masyarakat, hidup di dalam masyarakat dengan kesediaan untuk berbuat sesuatu kebaikan baginya.

c. Mengubah Masyarakat

Semua agama sedikit banyak telah mengubah dunia dan membawa kemajuan masyarakat, tetapi agama yang dikelompokkan ke dalam agama yang mampu mengubah masyarakat mempunyai ciri yang menonjol dalam peranannya mengubah masyarakat dan dunia itu sendiri. Agama itu memiliki ajaran yang tegas dan tuntutan moral yang keras. Manusia belum atau tidaklah sempurna, tetapi dapat diubah, diperbaiki. Masyarakat tidak ideal, tetapi dapat dibuat menjadi lebih ideal. Dunia dapat disempurnakan keadaan dan jalannya. Agama itu merasa memiliki ajaran dan pesan yang dapat menyelamatkan dan memperbaiki manusia dan masyarakat. Lebih dari itu agama merasa memiliki kemampuan untuk memperbaiki manusia dan masyarakat. Agama yang mampu mengubah masyarakat adalah agama yang revolusioner.

Hal yang diusahakan agama itu ialah mengubah hati manusia, pandangan hidup dan prinsi-prinsip yang mendasari perilaku hidup mereka. Karena manusia


(12)

itu bersifat sosial dan hanya mampu hidup dan berkembang dalam masyarakat, dalam rangka mengubah manusia dan masyarakat, agama itu berusaha mengubah struktur masyarakat. Agama itu membuat analisis tentang tata berhubungan dalam masyarakat dan berusaha menemukan adat-kebiasaan, peraturan, hukum, yang membelenggu gerak masyarakat menjadi masyarakat yang semakin manusiawi. Agama itu membuat analisis tata ekonomi masyarakat dan berusaha menemukan adat-istiadat, peraturan dan undang-undang yang menghambat kehidupan ekonomi dan menyumbat kemungkinan pemerataan di bidang ekonomi sehingga menghasilkan kesenjangan ekonomi dalam masyarakat yang terlalu dan semakin lebar antar lapisan-lapisan masyarakat yang ada.

Berpangkal dari hasil analisis itu, agama itu berusaha untuk memadukan masyarakat dengan membantu para warganya untuk melihat situasi hidup mereka, kemudian bersama masyarakat berbuat sesuatu untuk melancarkan pembangunan demi kebahagiaan bersama. Semangat yang dibina dalam masyarakat bukan semangat membenci dan memusuhi kelompok masyarakat yang menjadi penghambat kemajuan hidup mereka, tetapi semangat solidaritas-kesetiakawanan. Dengan itu masyarakat diajak melihat kondisi hidup bersama dan menciptakan semangat serta sikap mau menanggung dan menderita untuk memperbaikinya, dan menjalani kerjasama dengan semua pihak guna menyelesaikan tantangan hidupnya.


(13)

II.5. Pentingnya Ruang Publik Sebagai Sarana Interaksi dan Komunikasi Sosial Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Sebetulnya ruang terbuka merupakan salah satu jenis saja dari ruang umum, namun dengan adanya pertemuan bersama dan relasi antar banyak orang pada ruang umum terbuka, kemungkinan akan timbul berbagai kegiatan (interaksi). ”Ruang umum pada dasarnya merupakan wadah yang dapat menampung aktivitas/kegiatan tertentu dari berbagai pihak, golongan, maupun status masyarakat” (Rustam Hakim, ”Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap”, 1987). Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas segi/sisi sosial dari peranan ruang terbuka yang sangat menunjang adanya kebersamaan yang plural dalam kehidupan bermasyarakat.

a. Fungsi dan Peranan Ruang terbuka

Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional, ataupun dimensional. Manusia berada dalam ruang (dalam atau luar), bergerak menghayati dan berfikir, juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya. Menurut Eko Budihardjo, ”Kota Berkelanjutan, 1999“ dijelaskan bahwa ruang terbuka sebenarnya merupakan wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dati masyarakat di wilayah tersebut. Karena itu ruang terbuka mempunyai kontribusi besar yang akan diberikan kepada manusia berupa dampak yang positif, dengan beberapa fungsi tersebut sebagai berikut:

• Fungsi Umum:


(14)

- Tempat bersantai (relaksasi), - Tempat komunikasi sosial.

- Tempat peralihan, tempat menunggu,

- Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan mendapatkan udara segar beserta dengan pemandangan lingkungan (view),

- Sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat lain (komunikasi antar bangunan dan pembatas jarak anatar massa bangunan),

- Sebagai sarana pelingkup, batas aman bagi manusia berinteraksi di luar secara bebas.

• Fungsi Ekologis:

- Penyegar udara sekitar (lokal), - Menyerap air hujan,

- Pengendali bencana banjir,

- Memelihara keseimbangan ekosistem tertentu, - Pelembut visual arsitektur bangunan.

b. Faktor yang Berpengaruh dari Adanya Ruang Terbuka Hijau

Terbentuknya ruang terbuka dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik lingkungan alam itu sendiri maupun lingkungan buatan, Suatu ruang, baik itu ruang tertutup ataupun ruang terbuka mendapatkan sifat dan suasana dari berbagai unsur-unsur penyusun di sekitarnya. Oleh karenanya, keberadaan ruang terbuka


(15)

khususnya ruang terbuka hijau baik alami maupun buatan akan tetap berpengaruh/penting.

Pernyataan lain dari Eko Budihardjo, ”Kota Berkelanjutan, 1999“ dalam menunjang hal ini dikatakan bahwa seorang perencana harus memperhatikan elemen yang meningkatkan nilai-nilai kemanusiaannya, seperti halnya dengan ruang terbuka, karena pada dasarnya ruang terbuka ini mempunyai nilai yang sangat penting, diantaranya:

- Ruang terbuka merupakan pelengkap dan pengontras bentuk kota (urban). - Bentuk dan ukuran ruang terbuka (khususnya ruang terbuka hijau) merupakan

suatau determinan utama bentuk kota, artinya 30%-50% luas seluruh kota diperuntukkan untuk ruang terbuka.

- Ruang terbuka merupakan salah satu elemen yang dapat menciptakan kenyamanan dan kenikmatan ruang kota.

- Terpenting, ruang terbuka mampu mengangkat nilai kemanusiaan, karena di dalam ruang terbuka ini terdapat pertemuan berbagai manusia dengan berbagai aktivitas (social life).

Pernyataan lebih jauh juga dikemukakan oleh Frederick Gibberd dalam bukunya ”Civic Space“ sebagai suatu pengertian yang tidak dapat dipisahkan, yang artinya ruang terbuka sebagai wadah yang dapat digunakan untuk aktivitas penduduk sehari-hari. Dalam pengertian civic centre secara harafiah adalah: - Civic: masyarakat, yang berhubungan dengan masyarakat dan budayanya. - Centre: pusat.


(16)

Sehingga budaya atau tradisi adalah keseluruhan sistem nilai, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang selalu berubah-ubah dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan belajar.

Dari bahasan diatas terlihat jelas bahwa ruang terbuka publik bukan saja berupa ruang luar yang bersifat sebagai perancangan arsitektur lansekap untuk taman kota (visual) saja atau daerah hijau kota, tetapi lebih condong pada keterlibatan manusia di dalamnya sebagai pemakai fasilitas tersebut. Singkat kata ruang terbuka khususnya ruang terbuka hijau penting untuk tidak hanya diciptakan untuk kenikmatan pasif melainkan aktif secara kuantitas maupun kualitas.


(1)

Agama yang menerima masyarakat mempunyai pandangan dan sikap moral yang lebih positif. Agama itu melihat moral sebagai usaha manusia untuk mencapai, menghayati dan mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan, daripada sebagai usaha untuk menghindari larangan-larangan. Tentu agama itu menghindari larangan sesuai ajarannya, tetapi bukan demi menghindari dari larangan, karena tahu bahwa dengan menghindari larangan itu nilai-nilai moral tertentu dipertahankan dan dijaga. Demikian penganut agama yang menerima masyarakat, hidup di dalam masyarakat dengan kesediaan untuk berbuat sesuatu kebaikan baginya.

c. Mengubah Masyarakat

Semua agama sedikit banyak telah mengubah dunia dan membawa kemajuan masyarakat, tetapi agama yang dikelompokkan ke dalam agama yang mampu mengubah masyarakat mempunyai ciri yang menonjol dalam peranannya mengubah masyarakat dan dunia itu sendiri. Agama itu memiliki ajaran yang tegas dan tuntutan moral yang keras. Manusia belum atau tidaklah sempurna, tetapi dapat diubah, diperbaiki. Masyarakat tidak ideal, tetapi dapat dibuat menjadi lebih ideal. Dunia dapat disempurnakan keadaan dan jalannya. Agama itu merasa memiliki ajaran dan pesan yang dapat menyelamatkan dan memperbaiki manusia dan masyarakat. Lebih dari itu agama merasa memiliki kemampuan untuk memperbaiki manusia dan masyarakat. Agama yang mampu mengubah masyarakat adalah agama yang revolusioner.


(2)

itu bersifat sosial dan hanya mampu hidup dan berkembang dalam masyarakat, dalam rangka mengubah manusia dan masyarakat, agama itu berusaha mengubah struktur masyarakat. Agama itu membuat analisis tentang tata berhubungan dalam masyarakat dan berusaha menemukan adat-kebiasaan, peraturan, hukum, yang membelenggu gerak masyarakat menjadi masyarakat yang semakin manusiawi. Agama itu membuat analisis tata ekonomi masyarakat dan berusaha menemukan adat-istiadat, peraturan dan undang-undang yang menghambat kehidupan ekonomi dan menyumbat kemungkinan pemerataan di bidang ekonomi sehingga menghasilkan kesenjangan ekonomi dalam masyarakat yang terlalu dan semakin lebar antar lapisan-lapisan masyarakat yang ada.

Berpangkal dari hasil analisis itu, agama itu berusaha untuk memadukan masyarakat dengan membantu para warganya untuk melihat situasi hidup mereka, kemudian bersama masyarakat berbuat sesuatu untuk melancarkan pembangunan demi kebahagiaan bersama. Semangat yang dibina dalam masyarakat bukan semangat membenci dan memusuhi kelompok masyarakat yang menjadi penghambat kemajuan hidup mereka, tetapi semangat solidaritas-kesetiakawanan. Dengan itu masyarakat diajak melihat kondisi hidup bersama dan menciptakan semangat serta sikap mau menanggung dan menderita untuk memperbaikinya, dan menjalani kerjasama dengan semua pihak guna menyelesaikan tantangan hidupnya.


(3)

II.5. Pentingnya Ruang Publik Sebagai Sarana Interaksi dan Komunikasi Sosial Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Sebetulnya ruang terbuka merupakan salah satu jenis saja dari ruang umum, namun dengan adanya pertemuan bersama dan relasi antar banyak orang pada ruang umum terbuka, kemungkinan akan timbul berbagai kegiatan (interaksi). ”Ruang umum pada dasarnya merupakan wadah yang dapat menampung aktivitas/kegiatan tertentu dari berbagai pihak, golongan, maupun status masyarakat” (Rustam Hakim, ”Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lansekap”, 1987). Dengan demikian dapat dilihat dengan jelas segi/sisi sosial dari peranan ruang terbuka yang sangat menunjang adanya kebersamaan yang plural dalam kehidupan bermasyarakat.

a. Fungsi dan Peranan Ruang terbuka

Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional, ataupun dimensional. Manusia berada dalam ruang (dalam atau luar), bergerak menghayati dan berfikir, juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya. Menurut Eko Budihardjo, ”Kota Berkelanjutan, 1999“ dijelaskan bahwa ruang terbuka sebenarnya merupakan wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dati masyarakat di wilayah tersebut. Karena itu ruang terbuka mempunyai kontribusi besar yang akan diberikan kepada manusia berupa dampak yang positif, dengan beberapa fungsi tersebut sebagai berikut:


(4)

- Tempat bersantai (relaksasi), - Tempat komunikasi sosial.

- Tempat peralihan, tempat menunggu,

- Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan mendapatkan udara segar beserta dengan pemandangan lingkungan (view),

- Sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat lain (komunikasi antar bangunan dan pembatas jarak anatar massa bangunan),

- Sebagai sarana pelingkup, batas aman bagi manusia berinteraksi di luar secara bebas.

• Fungsi Ekologis:

- Penyegar udara sekitar (lokal), - Menyerap air hujan,

- Pengendali bencana banjir,

- Memelihara keseimbangan ekosistem tertentu, - Pelembut visual arsitektur bangunan.

b. Faktor yang Berpengaruh dari Adanya Ruang Terbuka Hijau

Terbentuknya ruang terbuka dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik lingkungan alam itu sendiri maupun lingkungan buatan, Suatu ruang, baik itu ruang tertutup ataupun ruang terbuka mendapatkan sifat dan suasana dari berbagai unsur-unsur penyusun di sekitarnya. Oleh karenanya, keberadaan ruang terbuka


(5)

khususnya ruang terbuka hijau baik alami maupun buatan akan tetap berpengaruh/penting.

Pernyataan lain dari Eko Budihardjo, ”Kota Berkelanjutan, 1999“ dalam menunjang hal ini dikatakan bahwa seorang perencana harus memperhatikan elemen yang meningkatkan nilai-nilai kemanusiaannya, seperti halnya dengan ruang terbuka, karena pada dasarnya ruang terbuka ini mempunyai nilai yang sangat penting, diantaranya:

- Ruang terbuka merupakan pelengkap dan pengontras bentuk kota (urban). - Bentuk dan ukuran ruang terbuka (khususnya ruang terbuka hijau) merupakan

suatau determinan utama bentuk kota, artinya 30%-50% luas seluruh kota diperuntukkan untuk ruang terbuka.

- Ruang terbuka merupakan salah satu elemen yang dapat menciptakan kenyamanan dan kenikmatan ruang kota.

- Terpenting, ruang terbuka mampu mengangkat nilai kemanusiaan, karena di dalam ruang terbuka ini terdapat pertemuan berbagai manusia dengan berbagai aktivitas (social life).

Pernyataan lebih jauh juga dikemukakan oleh Frederick Gibberd dalam bukunya ”Civic Space“ sebagai suatu pengertian yang tidak dapat dipisahkan, yang artinya ruang terbuka sebagai wadah yang dapat digunakan untuk aktivitas penduduk sehari-hari. Dalam pengertian civic centre secara harafiah adalah: - Civic: masyarakat, yang berhubungan dengan masyarakat dan budayanya. - Centre: pusat.


(6)

Sehingga budaya atau tradisi adalah keseluruhan sistem nilai, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang selalu berubah-ubah dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan belajar.

Dari bahasan diatas terlihat jelas bahwa ruang terbuka publik bukan saja berupa ruang luar yang bersifat sebagai perancangan arsitektur lansekap untuk taman kota (visual) saja atau daerah hijau kota, tetapi lebih condong pada keterlibatan manusia di dalamnya sebagai pemakai fasilitas tersebut. Singkat kata ruang terbuka khususnya ruang terbuka hijau penting untuk tidak hanya diciptakan untuk kenikmatan pasif melainkan aktif secara kuantitas maupun kualitas.