Dasar dasar pendidikan

  Wancana pendidikan dalam islam tetap aktual dan menarik untuk diperbincangkan. Kenyataan dunia pendidikan adalah dunia yang tidak pernah sepi dengan kritikan dan debat akademik. Bahkan masalah pendidikan tidak pernah selesai sepanjang sejarah kehidupan manusia, hal ini disebabka karena salah satu keunikan manusia jika dibandingkan dengan kehidupan makhluk lain, tidak pernah sepi dari nilai-nilai luhur yang dicita-citakan.

  Islam sebagai agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital. Pernyataan ini didukung dengan lima ayat pertama yyang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad SAW, dalam surat al’alaq. Hal ini pun diakui Malik Fajar bahwa hubungan islam dan pendidikan bagaikan dua keping mata sisi uang artinya, islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar, baik secara ontologis, epitimologi, maupun aksiologi.

  Islam menganjurkan dan mendorong mencari ilmu bahkan dikatakan bahwa semua hasil ilmu pengetahuan modern telah ada dalam al-Qur’an. Untuk membekali ilmu bagi umat yang efektif melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Franz Rosenthal mengatakan, kata ilm dan derivasinya digunakan paling dominan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan perhatian islam yang luar biasa terhadap pendidikan.

  Menegaskan kenyataan diatas, pasangan sarjana muslim kontemporer, Ismail Raji al-Faruqi dan Lois Lamnya’ al-Faruqi, membuat pernyataan bahwa islam mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan ilmu. Bagi islam, pendidikan adalah syarat dan sekaligus tujuan dari agama islam ini. Hal ini telah dibuktikan, sejak awal peradaban islam sudah menunjukkan prestasi yang sangat berarti dalam bidang keilmuan dan pendidikan, yang oleh Harun Nasution dikatakan masa klasik adalah masa yang melahirkan banyak tokoh-tokoh dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

  Masa kejayaan islam tersebut, berlangsung sekitar 5 abad, yaitu antara abad ke-8-13. Daulat Abbasiyah di Timur yang berpusat di baghdad dan Umayyah yang berkedudukan di Cardova mempertontonkan superiotas peradaban yang tak tertandingi yang tak tertandingi ketika itu, bahkan Nicholson dalam bukunya History

  

Of The Arab yang dikutip oleh Fachruddin, menjelaskan pada masa dinasti Abbasiyah

  mempunyai kontribusi besar dalam menciptakan kemajuan ilmu pengetahuan, hingga kelihatan bahwa semua orang dari Khalifah sampai rakya jelata mempunyai kedudukan yang sama dalam menuntut ilmu pengetahuan, sehingga peradabann islma menampakan karakteristiknya dalam konfigurasinya yang islami dalam rentang yang luas. Ini dikarenakan perhatian pemerintah terhadapan pendidikan sangat diutamakan karena suatu bangsa yang berhasil menguasai Iptek menjadi senjata yang luar biasa ampuhnya untuk menguasai bangsa yang lemah. Pernyataan ini, memberikan sinyal betapa pentingnya pendidikan.

  Para pembaharuan islam seperti Al-Afgani dan Muhammad Abduh menyimpulkan bahwa situasi ketrebelakangan yang diceritakan umat islam semata- mata karena ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan.

  Lain halnya Harun Nasution yang sepakat mengatakan bahwa penyebab utama kemunduran umat islam adalah kurang memanfaatkan daya fikir yang dimilikinya,

  Kursyid Ahmad, dan Fazlur Rahman berpendapat bahwa pembahuruan dalam bentuk apapun harus melalui pendidikan. Tidak bisa mencapai suatu cita-cita nasional kecuali dengan pendidikan, hanya saja, pendidikan harus mampu mendorong terciptanya daya pikir, sehingga mampu melahirkan manusia yang dinamis. Karena itu, umat manusia pada masa klsasik patut dijadikan motivasi untuk memberikan arah dibidang pendidikan maasa sekarang dan yang akan adatang karena pendidikan masa tersebut mampu memberikan dorongan terwujudnya masa keemasan Islam.

  Berdasarkan rujukan dari aspek tersebut, maka konsep tentang pendidikan dapat disusun sesuai dengan hakikat pendidikan menurut ajaran islam. Sebab keduanya tak mungkin dapat dipisahkan. Untuk menggambarkan hal itu, berikut dijelaskan diskursus pendidikan islam.

  B. Pengertian Pendidikan Islam Diskursus pengertian pendidikan islam (Tarbiyah al-Islamiyah) oleh para ahli sangat bervariasi, tetapi semuanya mempunyai kolerasi yang sama, yakni pendidikan adalah proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif dan efesien. Dengan meminjam istilah Mocthar Buchori “pendidikan

  antisipatoris”.

  Secara umum konsep pendidikan islam mengacu kepada makna dan asal kata yang membentuknya, kata pendidikan itu sendiri dalam hubungan islam. Dalam konteksini, dijelaskan secara umum sejumlah istilah yang umum dikenal dan digunakan para pakar dalam dunia pendidikan islam. Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan islam yakni, al-ta’lim, al-tarbiyah dan al-ta’dib. Namun demikian, ketiga makna istilah tersebut mempunyai pengertian tersendiri dalam pendidikan.

  Abiddin Nata misalnya, dengan menyetir pendapat pakar, antara lain mengungkapkan pendapat Fuad ‘Abd al-Baqy dalam bukunya, al-Mu’jam al-

  

Mufahras li Alfadz al-Quranul Karim bahwa di dalam al-Qur’an kata tarbiyah itu

  digunakan dalam arti” “mengembangkan atau menumbuhkansesuatu setahap demi setahap sampai pad batas yang sempurna”. Pemeliharaan jasmani peserta didik dn membantunya menumuhkan kematangan sikap mental sebagai pancaran akhlaq al- karimah pada diri peserta didik.

  Ahmad Tafsir memberikan pengertian tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan dan memdidik yang dalamnya sudah termasuk makna mengajar

  ‘allama dan rabba, yang berarti memelihara, membesarkan, dan mendidik serta sekaligus mengandung makna mengajar.

  Terma al-tarbiyah, sangat luas cakupanya meliputi semua aspek pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, baik dari jasmani maupun rohani, secara harmonis dan inakna yaitu proses aktualisasi sesuatu yang dilakukan secara bertahaop dan terencana, sampai pada batas kesempurnaan (kedewasaan)

  Rujukan diatas, memberikan nuansa bahwa penekanan pendidikan islam (al-

  

tarbiyah) merupakan upaya aktualisasi. Pendapat ini melihat bahwa manusia lahir

  telah membawa seperangkat potensi yang hanif. Potensi tersebut meliputi potensi

  Adapun tokoh yang menggunakan terma ta’lim, adalah Abdul Fattah Jalal yang menjelaskan bahwa ta’lim secara implisit juga menanamkan aspek efektif, karena pengertian ta’lim sangat ditekankan pada perrilaku yang baik (akhlaq al-

  

Karimah). Pendapat yang sama juga dikemukakan Ibnu Mansur dalam bukunya,

  Lisan al-Arab, bahwa ta’lim itu adalah pengajaran yang bersifat pembberian, penyampaian, pengertian, pengetahuan serta keterampilan.

  Selanjutnya tokoh yang memaknai istilah ta’dib adalah Syed Naquib al-Attas dengan memberikan rujukan mengenai konsep pendidikan dengan memakai istilah

  ta’dib yang berarti secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata addaba yang

  berarti memberi adab, medidik. Namun demikian, secara terminologi al-Attas memberikan makna ta’dib dengan pendidikan dalam bukunya Islam dan Sekularisme, yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah meresapkan dan menanamkan adab pada diri manusia (peserta didik). Dari sini dapat diipahami bahwa yang dimaksud dengan ta’dib adalah sebagai suatu upaya peresapan dan penanaman adab pada diri manusia (peserta didik) dalam proses pendidikan.

  C. Dasar Pendidikan Islam Kata dasar dalam bahasa; (Arab; asas, Inggris; foundation; Latin; fundamentum) secara etimologi berarti; alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu pendapat dan aturan.

  Secara terminology dasar mengandung arti sebagai sumber adanya sesuatu dan proposisi paling umum dan makna yang paling luas yang dijadikan sumber ilmu pengetahuan, ajaran, atau hukum.

  Sumber pendidikan isalam ada 2 : peratama, sumber ilahi yang meliputi alquran, hadits, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan kembali. Kedua, sumber insaniyah yaitu lewat proses ijtihaj manusia dari fenomena yang muncul dan dari kajian terhadap sumber ilahi yang masih bersifat global.

  Landasan pendidikan yang dikemukakan oleh azyumardi azra yakni alquran, hadits, ijtihaj, serta kata-kata sahabat, kemaslahatan masyarakat dan nilai-nilai atau tradisi. Sedangkan yusuf amir faisal, dasar pendidikan islam adalah alquran, al sunnah sebagi hukum tertulis, hukum yang tidak tertulis, dan hasil pemikiran manusia tentang hukum, misalnya pancasila, UUD 1945, atau UU SPN.

  Alquran adalah firman allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada nabi Muhammad. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ajtihaj. Ajaran yang terkandung didalamnya terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut dengan akidah dan yang berhubungan dengan aktifitas manusia yang disebut dengan syariah.

  Ajaran-ajaran yang berkenaan dengan iman dalam alquran tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Hal ini menunjukkan amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia dalam hubungan kepada allah, dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, serta dengan alam lingkungannya termasuk dalam lingkup aktivitas manusia.

  Istilah-istilah yang sering digunakan dalam membicarakan tentang syariah adalah ibadah yaitu perbuatan yang berhubungan langsung dengan allah; muamalah yaitu perbuatan yang berhubungan langsung dengan selain allah; dan akhlak yaitu untuk tindakan yang menyakut etika dan budi pekerti dalam pergaulan.

  Pendidikan pada dasarnya adalah proses atau tindakan untuk membentuk pribadi pendidikan ikut berperan aktif dalam menentukan corak dan bentuk aktivitas dan kehidupan manusia secara pribadi maupun sosial.

  Landasan pendidikan islam selanjutnya adalah sunnah, merupakan sumber ajaran islam yang kedua, termasuk pendidikan. Sunnah juga berisi petunjuk dan pedman demi kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat islam menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang beriman dan bertakwa. Rasulullah sendiri adalah guru dan pendidik utama yang menjadi profil setiap guru muslim. Beliau tidak hanya mengajar, mendidik, tapi juga menunjukkan jalan. Hal ini tidak hanya diakui leh sarjana muslim, akan tetapi juga non-muslim. Misalnya seorang professor dari Cleveland University, James E. Royster, mengawalai tulisannya dengan mengemukakan bahwa belum ada dalam sejarah seorang manusia yang demikian sempurna diikuti, diteladani seperti nabi Muhammad SAW.

  Landasan berikutnya lebih bersifat praktis dan aplikatif adalah ijtihaj para ulama. Dalam hal ini hasil ijtihaj para pakar pendidikan islam. Ijtihaj itu sendiri dalam pemahaman umum adalah berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh ilmuan tertentu untuk menetapkan atau menentukan suatu hukum yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Alquran dan sunnah.

  Ijtihaj tersebut dapat meliputi berbagai aspek kehidupan termasuk pendidikan dengan tetap berpedoman kepada alquran dan sunnah. Oleh karena itu ijtihaj dipandang sebagai salah satu landasan pendidikan islam. Ijtihaj dalam pendidikan islam sebagai upaya untuk mengikuti dan mengarahkan perkembangan zaman yang terus berubah, terasa semakin penting dan mendesak abik yang menyangkut masalah ini atau materi, sistem, dan orientasinya

  Oleh sebab itu, teori-teori pendidikan baru hasil ijtihaj harus dikaitkan dengana ajaran islam dan kebutuhan hidup umat islam.

  D. Dasar Ke-Islaman dasar pendidikan islam identik dengan dasar ajaran islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama’ dan lain sebaginya. Dengan versi lain pendidikan islam secara umum memiliki enam dasar (disini ada berbagai versi dan pendapat) dalam pandangan Sa’id Ismail Ali sebagaimana dikutip Hasan Langgulung. Yaitu: al-Qur’an, al-Sunnah, kata-kata sahabat (madzhab sahabi), kemaslahatan umat/sosial (mashlahah al-mursalah), tradisi atau adapt (‘urf), dan hasil pemikiran para ahli dalam islam (ijtihad). Keenam dasar pendidikan islam tersebut didudukkan secara hierarkhis, dengan arti bahwa sumber dan pertama adalah al-Qur’an kemudian dasar-dasar yang selanjutnya.

  1. Al-Qur’an Al-Qur’an dijadikan sumber pertama dan utama dalam pendidikan islam, karena nilai absolut yang terkandung didalamnya yang datang dari Tuhan. Umat islam yang danugrahkan

  Tuhan suatu kitab al-Qur’an yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal. Apabila diamati secara mendalam, prosentase akan ajaran-ajaran yang berkenaan dengan keimanan (aqidah) tidak banyak porsinya dibandingkan dengan prosentase akan ajaran tentang amal perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa amal itulah yang banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia hubungannya dengan Tuhan, dirinya sendiri, sesama manusia (masyarakat), alam sekitarnya dengan makhluk lainnya kesemuanya masuk dalam ruang lingkup amal saleh (syariah), namun bukan berarti menafikan urgensi keimanan dalam islam. Dengan kata lain bahwa al-Qur’an mencakup dua aspek besar dalam kehidupan manusisa, yakni aqidah dan syari’ah.

  Nilai esensi dalam al-Qur’an selamanya abadi dan selalu relevan pada setiap waktu dan zaman, yang terjaga dari perubahan apapun. Perubahan dimungkinkan hanya menyangkut masalah interpretasi mengenai nilai-nilai insrrumental dan menyangkut masalah teknik operasional. Sehingga pendidikan islam yang ideal sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai dasar al-Qur’an tanpa sedikitpun menyimpang darinya. Hal ini diperlukan karena ada dua sisi penting yang diperlukan dalam sebuah pendidikan, yaitu mencakup sejarah pendidikan islam dan nilai-nilai narmatif pendidikan islam.

  Dalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Misalnya saja kisah Luqman dalam mengajari anaknya (QS.Lukman: 12-19). Cerita ini menggariskan prinsip dalam materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadah, social, dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan ama saleh. Hal ini mengidikasikan bahwa tujuan hidup harus match dengan tujuan hidup sendiri.

  2. As-Sunnah Dasar kedua dalam pendidikan islam adalah as-Sunnah. Menurut bahasa sunnah adalah tradisi yang biasa dilakukan atau jalan yang dilalui (al-Thoriq al-Maslukah) baik yang terpuji maupun yang tecela. Al-Sunnah adlah sesuatu yang dinukilkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqriri atau ketetapannya dan yang lain itu. Amalan yang dikerjakan rasul dalam proses perubahan sikap sehari-hari menjadi sumber pendidikan islam, karena Allah telah menjadikannya teladan bagi umatnya. Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Sehingga rasul menjadi guru dan pendidik utama.

  Orang yang mengkaji kepribadian rasul, akan menemukan bahwa beliau benar-benar pendidik yang agung, dengan metode pendidikan yang luar biasa, bahkan para pakar pendidikan islam menyebutnya dan memberikan predikat “The Prophet Muhammad was the first citizenof this nations, its teacher and its guide”.

  Robert L. Gullick dalam bukunya Muhannad the Educator menyatakan: “Muhammad betul-betul seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahgiaan yang lebih besar, serta melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan budaya islam, serta revolusi sesuatu yang mempunyai tempo yang tak tertandingi dan gairah yang menantang. Dari sudut pragmatis, seseorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran diantara pendidik.

  3. Kata-kata Sahabat (Madzhab Sahabi) Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi SAW. Dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman juga. Upaya sahabat dalam pendidikan islam sangat menentukan bagi perkembangan pemikiran dewasa ini. Upaya yang dilakukan oleh Abu Bakar misalnya, mengumpulkan mushaf dalam satu mushhaf yang dijadikan sebagi sumber utama pendidikan islam, meluruskan keimanan masyarakat dari pemurtadan dan memerangi pembangkang dari pembayaran zakat. Sedangkan yang dilakukan Umar bin Khattab sehingga disebut sebagai bapak revolusioner terhadap ajaran Islam. Tindakannya dalam memperluas wilayah islam, dan memerangi kezaliman menjadi salah satu model dalam membangun strategi dan memperluas pendidikan islam dewasa ini. Sedangkan Ustman bin Affan berusaha untuk menyatukan sistematika berfikir ilmiah dalam menyatukan susunan al-Qur’an dalam satu Mushhaf, yang berbeda antara satu musshaf dengan mushhaf lainnya. Sementara Ali bin Abi Thalib banyak merumuskan konsep-konsep kepedidikan seperti sebagaimana seyogianya etika peserta didik terhadap pendidikannya, seagaimana ghirah pemuda dalam belajar, dan demikian sebaliknya.

  4. Kemaslahatan Umat/Sosial (Mashlahah al-Mursalah)

  Mashlahah al-Mursalah adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum

  tentang pendidikan dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan nash dengan pertimbangan kemashlahatan dan menolak kemudharatan. Mashlahah al-Mursalah dapat diterapkan jika ia benar-benar dapat menarik mashlahah dan menolak mudharat melalui penyelidikan terlebih dahulu. Ketetapannya bersifat umum, bukan untuk kepentingan perseorangan serta tidak bertentangan dengan nash.

  5. Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (‘Urf) Tradisi (‘urf/adat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secar kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa meras tenag dalam melaukukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera. Nilai tradisi setiap masyarakat merupakan realitas yang mutlikonteks dan dialektis. Nilai-nilai itu mencerminkan kekhasan masyarakat sekaligus sebagai pengejawantahan nilai- nilai universal manusia. Nilai0nilai tradisi apat dipertahankan sejauh dalam diri mereka terdapat nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai tradisi yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, maka manusia akan kehilangan martabatnya.

  6. Hasil Pemikiran Para Ahli dalam Islam (Ijtihad) Ijtihad adalah istilah para ahli fiqih (fuqaha’) yang berakar dari akta jahada yang berarti al- masyaqqah (yang sulit) dan badzl al-wus’i wa thaqati (pengerahan kesangkupan dan kekuatan). Sa’id al-Taftani memberikan ari ijtihad dengan tahmil al-juhdi (kearah yang membutuhkan kesungguhan), yaitu penggerahan segala kesanggupan dan kesungguhan serta kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya. Istilah lain menyebutkan bahwa ijtihad adalah berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki ahli syari’at islam untuk menetapkan/menentukan suatu hukum sayri’at islam dan hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an an al-Sunnah.