PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN ( Studi Kasus di Polres Lampung Selatan )

(1)

ABSTRAK

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN

( Studi Kasus di Polres Lampung Selatan )

Oleh

HERNADI SUSANTO

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. MPR RI pada tahun 2000 mengeluarkan ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI, MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI dan Undang - undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah pertama bagaimanakah peran Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin; kedua apakah faktor-faktor penghambat Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin;

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan melakukan wawancara terhadap penyidik anggota Polres Lampung Selatan, Tokoh Adat Masyarakat Padang Cermin, Dosen bagian pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian diolah, setelah data diolah yang kemudian dianalisis secara analisis kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa peran Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin adalah pihak Kepolisian telah melakukan upaya - upaya yang berupa secara Preventif yaitu pihak Kepolisian Padang Cermin melakukan pencegahan dengan cara sosialisasi kepada warga masyarakat. Represif yaitu anggota Kepolisian Polda Lampung dan Polres Lampung Selatan telah mengamankan lokasi kejadian, kemudian Polisi memasang garis Polisi untuk keperluan identifikasi dan penyelidikan, penyidikan. Pre-emtif yaitu pihak Kepolisian selalu melakukan pembinaan dan penggalangan kepada warga masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda sesuai dengan ketentuan dan kinerja


(2)

Babinkamtibmas. faktor-faktor penghambat Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin adalah faktor penegak hukum yaitu terbatasnya jumlah personil Polri diwilayah Polsek Padang Cermin, faktor masyarakat yaitu kesadaran hukum warga masyarakat Padang Cermin yang relatif masih rendah kemudian ditambah kurangnya ketidakpercayaan warga masyarakat atas kinerja Polri. faktor kebudayaan yaitu karna perbedaan suku dan agama warga masyarakat Padang Cermin lebih cenderung hidup saling berkelompok atau individu.

Adapun saran penulis yaitu sebaiknya pihak Kepolisian Polsek Padang Cermin lebih mengoptimalkan kinerja Polmas dan Babinkamtibmas, kemudian lebih berperan aktif dan bersikap responsif, bersikap bijak dan arif kepada masyarakat serta memberikan pelayanan yang adil, tanpa membedakan ras, suku, agama/kepercayan, golongan, status sosial, ekonomi dan jenis kelamin.


(3)

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN

(Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)

Oleh

HERNADI SUSANTO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN

(Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)

(Skripsi)

Oleh

HERNADI SUSANTO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(5)

1 MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ………...

Sekertaris/Anggota : Eko Raharjo, S.H., M.H. ……….

Penguji Utama : Maya Shafira, S.H., M.H ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S NIP. 196211091987031003


(6)

Judul Skripsi : PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN PERBUATAN AMUK MASSA DI KEPOLISIAN SEKTOR (POLSEK) PADANG CERMIN.

(Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)

Nama Mahasiswa : Hernadi Susanto No. Pokok Mahasiswa : 0912011160

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H., M.H. Eko Raharjo, S.H., M.H.

NIP. 196003101987031002 NIP. 196104061989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP. 196208171987032003


(7)

MOTTO

Ba ng unla h sua tu d unia d i m a na se m ua b a ng sa hid up d a la m

d a m a i d a n p e rsa ud a ra a n. (Bung Ka rno )

Ja ng a n b e rha ra p hid up kita b e rja la n ta np a m a sa la h te ta p i b e la ja rla h d a ri se tia p m a sa la h yg kita a la m i.

Ja ng a n p e rna h ta kut a ta s se m ua ke sa la ha n ya ng kita la kuka n, ta p i ta kutla h ka re na kita tid a k m a m p u m e m p e rb a ikinya d a n

b a ng kit untuk m e ra ih ha ra p a n.

ng e nd i o no ke ka re p a n, ne ng ko no o no d a la n

Artinya : d im a na a d a ke m a ua n, d isitu a d a ja la n. (Pe p a ta h ja wa )

Ha nya d e ng a n nia t d a n ke ing ina nla h ya ng a ka n m e m b a wa kita ke

c ita - c ita ya ng kita ing inka n. (He rna d i susa nto )


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis terlahir di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 27 Februari 1990 sebagai anak ke dua dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan Gusmanto dan Mariyah.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Unit Dharma Wanita Universitas Lampung yang diselsaikan pada tahun 1996, kemudian mengawali pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1996 di SDN 2 Raja Basa dan diselsaikan pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Pada tahun 2002, yang diselsaikan pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan SMK 2 Mei Bandar Lampung pada tahun 2005, yang diselsaikan pada tahun 2008.

Penulis pernah bekerja di PT. Nestle Indonesia Panjang Factory sebagai karyawan Outsourcing Employee pada tahun 2008. Penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Tahun 2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2012, Penulis mengikuti program pengabdian kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Wates Way Ratai, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, selama 40 hari.


(9)

SANWACANA

Assalamu ' alaikum Warahmatullah Wabarakatu

Melihat bintang dimalam hari dengan ditemani cahaya rembulan merupakan saat yang paling indah bagi penulis untuk mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, berkah dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dengan lancar tanpa masalah menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Kepolisian Sektor (Polsek) Padang Cermin (Studi Kasus di Polres Lampung Selatan)” Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada bagian Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis dengan segenap rasa kerendahan dan keikhlasan hati sepenuhnya menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari pihak lain, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak rasa terima - kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Heryandi, SH, MS selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(10)

3. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana. 4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu, mengarahkan dan memberikan masukan-masukan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan coretan-coretan yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis dan membimbing penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku Dosen pembahas I yang telah banyak memberikan masukan-masukan, kritik dan saran.

7. Bapak Budi Rizki, S.H., M.H., selaku Dosen pembahas II yang telah memberikan kritik dan saran.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan telah mendidik penulis. 9. Seluruh Staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mba

Sri, Mba Yani, Pak Rusmiadi, Babe dan yang lainya.

10. Kepala Kepolisian Resor Lampung Selatan atas izin penelitian yang diberikan, dan Bapak Briptu Eko Herwinanda selaku Anggota Unit Satu Jatanras Polres Lampung Selatan dan Bapak Airul Mukti, S.H selaku staf Unit Sumda Polres Lampung Selatan terima kasih atas bantuan dan informasinya yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.

11. Briptu Yas Harafah selaku Anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung terima kasih atas kesedianya memberi bantuan waktu dan tenaga, informasi serta masukan-masukannya.


(11)

12. Bapak dan Ibu, Atas pengorbanan, kesabaran, motivasi, serta doa-doanya demi keberhasilanku.

13. Warga Masyarakat Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran atas izin penelitian yang telah diberikan, dan Bapak Syamsurizal selaku Sekertaris Desa Hanau Berak, dan Bapak/Ibu Agus Susanto selaku Sekertaris Desa Wates Way Ratai terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan selama penelitian.

14. Teman – teman KKN di Desa Wates Way Ratai, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran , Irfandri Vaniko Negara, Isabella Hasian Panggabean, Denisa Ratu Balqis, Ratih Sulistiani, Zeni Osca Jamartha, Wida Ratnanurmala, Alqoshosh Alastihya, Vivi Ratna Sari, Yedha Espitha, Riestania Faradilla, Mimi, Wisudiana isnani, Risa, Anggi dwi prayogi, Sigit supriyanto.

15. Teman - temanku seperjuangan Handy Sihotang S.H, Hendra Dwi Gunanda, Harmawan Prana Yudha, Hari Saputra Rosasi, Gigih Suci Prayudi, Handy Alifta, Galuh Khafi Husien, Hendri Catur Nugroho, Hidayatul Qodri, Indah Puspitarani, Chandra Evita, Desi Suprihatiningsih, Zepi Tantalo, Anan Faiza Berlian, Waldi Irawan, Raden Permata, SM. Munawar Harun AL Rasyid, Roni Septian Maulana, Pimal Ibrahim, Mulvi Septian, Yohanes Aritonang, Chandra Bangkit S.K, Moses Dendang Tonapa, Muhammad Rody Maiza, dkk.

16. Teman – teman BBC, Adam, Andre Vayona, Aris, Oxsa, Tio, Dika, Kiyai, Doyok, Binggo, Ilman, Ijal, Sopian, Amin, Syukri, Robby, Polo, Mbew dkk


(12)

17. Kepada Seluruh teman - teman angkatan 2009 tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhir kata dari penulis atas segala kesalahan dan kekurangan dalam penulisan, sebab ada pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak” karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar penulis dapat lebih baik di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT selalu memberikan Ridho-nya kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama ini. Amin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Juni 2013 Penulis,


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, etnik, dan budaya yang menganut beberapa agama dan tersebar di atas ribuan pulau. Bangsa ini hanya dapat bersatu apabila mempunyai kemampuan psikis untuk bertoleransi, artinya bisa menerima dengan terbuka keanekaragaman tradisi, gaya hidup, pergaulan, pandangan hidup dan kebiasan religius. Semua faktor penyatu keanekaragaman tersebut saat ini mulai retak di mana masyarakat seakan tidak dapat bersolidaritasi melebihi lingkungan yang ada saat ini karena adanya suatu penyempitan fokus perhatian antara golongan atau kelompok yang satu dengan yang lainya dirasakan sebagai suatu ancaman.

Kekerasan kini sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan bangsa ini, di mana setiap konflik dapat berakhir dengan pembunuhan, pengadilan massa, sampai perkelahian massal. Apabila yang terlibat adalah orang dari suku atau agama yang berbeda, maka bisa terjadi perang suku atau perang agama. Penyebabnya adalah segala macam provokasi atau rekayasa dari pihak-pihak tertentu. Terlepas dari itu,


(14)

secara psikologis timbul peluang atau kesempatan bagi setiap individu maupun

kelompok masyarakat untuk melakukan kekerasan.1

Unsur-unsur yang melatarbelakangi dan menyertai tindak kekerasan terlihat dalam suatu kerusuhan massal yang disertai pengrusakan dan pembakaran berbagai fasilitas umum yang biasa dikenal dengan istilah amuk massa. Jika diperhatikan tentu banyak sekali hal-hal yang memungkinkan terjadinya tindak pidana kekerasan dalam masyarakat.

Sebagai contoh yaitu pada peristiwa pengrusakan dan pembakaran terhadap Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Padang Cermin Kabupaten Pesawaran pada hari jum’at tanggal 01 Juni 2012 sekira pukul 23.00 WIB telah terjadi keributan antara pemuda Dantar Desa Padang Cermin dengan Desa Hanau Berak Padang Cermin Kabupaten Pesawaran maslah pemukulan terhadap warga Hanau Berak oleh redo bin Ishak Siregar warga Dantar Padang Cermin dilokasi warung Mpok Ati. Pada hari Senin tanggal 06 Agustus 2012 sekira pukul 21.00 di warung milik fadli telah diadakan pertemuan massa yang dikumpulkan oleh Okromi dan Wardana dengan maksud dan tujuan untuk menanyakan tuntutan yang belum dipenuhi oleh Kapolsek Padang Cermin. Selanjutnya massa berangkat ke Polsek Padang Cermin melakukan pengrusakan dan pembakaran. Pada hari Senin tanggal 06 Agustus 2012 sekira pukul 21.30 WIB sekitar 400 orang dengan menggunakan kendaraan roda dua dari Hanau Brak Kabupaten Pesawaran mendatangi Polsek Padang Cermin dan langsung melempari Polsek dengan menggunakan batu dan kayu, selanjutnya membakar sepeda motor yang berada ditempat parkir sebanyak 6 (Enam) unit dan 1 (Satu) unit mobil milik anggota Polsek Padang Cermin, 7 (Tujuh) unit roda dua , 2 (Dua) unit roda empat, 1 (Pucuk) senjata jenis SKS dan 1

(Satu) tahanan kabur.2

Tindak pidana pengrusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh warga desa padang cermin merupakan tindak pidana umum atau delik umum, dimana sebagai delik umum terhadap para pelaku tindak pidana seperti yang sudah ditentukan dalam KUHP seperti halnya Pasal 170 ayat (1) yang merupakan salah satu pasal yang mengatur tentang tindakan hukum terhadap orang atau barang :

1

Primasari Nia (Skripsi), Pengerusakan Kejahatan terhadap Harta Benda, Hukum Pidana, Bandar Lampung, 2006 hlm 1

2

http://www.tribunnews.com/2012/08/07/kronologis-amuk-massa-di-padang-cermin/ diakses pada hari Selasa, 7 Agustus 2012


(15)

“Barang siapa terang-terangan, dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan” . Pasal 170 ayat (2) berisi ketentuan-ketentuan tentang ancaman hukumannya. Inti dari delik ini adalah turut serta menggunakan / melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Hal tersebut didasarkan karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang sudah terjadi, adanya akibat hukum dari perbuatan tersebut, sudah cukup bukti dan ada tersangka yang sudah ditetapkan oleh penyidik.

Data terjadinya pelanggaran di Lampung terhadap Pasal 170 ayat 1 KUHP, seperti tertulis dalam media massa saat ini atau dengan mengakses layanan internet melalui situs www.Google.com antaranya adalah :

1. Perusakan dan Pembakaran Kantor Bupati Kalianda Lampung Selatan;

2. Perusakan dan Pembakaran Kantor Bupati Mesuji;

3. Perusakan dan Pembakaran Belasan Rumah di Kalianda Kecamatan Way Panji,

Lampung Selatan.3

Masih banyak kasus tindak pidana pengrusakan barang, dalam hal ini semuanya mengacu pada Pasal 170 ayat (1) KUHP. Hukum merupakan perangkat kaidah atau sikap tindak yang mengatur berbagai bidang kehidupan, berperanya hukum dalam masyarakat sebenarnya sangat tergantung pada para penegak hukum sebagai unsur yang bertanggungjawab membentuk dan menerapkan hukum tersebut.4

3

http //www.google.com/

4

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984).hlm 89


(16)

Selanjutnya dikatakan juga bahwa : keserasian atau harmoni dalam masyarakat

(Social Equilibrium) merupakan keadaan yang diidam-idamkan setiap

masyarakat, dengan keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling

mengisi.5

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian atas kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat kita dan sekaligus menuangkannya kedalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul : Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Kepolisian Sektor (Polsek) Padang Cermin. (Studi Kasus di Polres Lampung Selatan).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa

di Polsek Padang Cermin ?

b. Apakah faktor-faktor Penghambat Polri dalam Penanggulangan Perbuatan

Amuk Massa di Polsek Padang Cermin ?

2. Ruang Lingkup

Agar penulisan ini tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi ruang lingkup penulisan ini pada ruang lingkup hukum pidana dan bidang ilmu kajian

5


(17)

kriminologi, dengan substansi peran Polri dalam penaggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin dan di wilayah hukum Polres Lampung Selatan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok bahasan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk

Massa di Polsek Padang Cermin.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor Penghambat Polri dalam Penanggulangan

Perbuatan Amuk Massa di Polsek Padang Cermin.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari keguanaan teoritis dan kegunaan praktis sebagai berikut :

a. Secara teoritis

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat berguna untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penanggulangan perbuatan amuk massa yang dilakukan oleh warga di Polsek Padang Permin.

b. Secara praktis

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan dan sumbangan pikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya Polri yaitu dalam masalah peran Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin.


(18)

2. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep yang merupakan konsep abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relavan oleh peneliti.6

Peranan juga mencakup penerapan peranan yang disebut dengan role performance

atau role playing, lebih lanjut Soerjono Soekanto mengatakan bahwa :

Suatu peran dapat diuraikan kedalam unsur-unsur sebagai berikut:

1. Peranan yang ideal (ideal role)

2. Peranan yang seharusnya (expected role)

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perccived role)

4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Peranan ideal dan peranan seharusnya adalah peran yang memang dikehendaki dan diharapkan oleh hukum yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Sedangkan peranan yang dianggap oleh diri sendiri dan sebenarnya dilakukan peran yang telah mempertimbangkan antara kehendak hukum yang tertulis dengan kenyataan-kenyataan dalam hal ini penegakan hukum harus menentukan dengan kemampuanya berdasarkan kenyataan yang ada.

6

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Suatu Tinjauan Singkat. Penerbit: rajawali, Jakarta, 1986


(19)

Menurut Soedarto Teori penanggulangan kejahatan secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu :

a. Upaya penal adalah Upaya dalam penanggulangan kejahatan yang lebih

dititikberatkan pada sifat represif (pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi.

b. Upaya non penal adalah Upaya yang digunakan dalam penanggulangan

kejahatan yang lebih dititik beratkan pada sifat preventif (pencegahan atau

pengendalian ) sebelum kejahatan itu terjadi.7

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan namun terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Undang-Undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat yaitu lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.8

7

Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. hlm 116

8

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Rajawali pers, 2011. hlm 8


(20)

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mrupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan

istilah yang akan diteliti.9

Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga mempunyai batasan-batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah. Maksudnya tidak lain untuk menghindari kesalahpahaman dalam melaukan penelitian.

Istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Peranan

(role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan. Peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta

kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.10

b. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah merupakan badan

pemerintah yang tugas utamanya memelihara keamanan dan ketertiban umum, termasuk menyelidik dan menangkap orang-orang yang melakukan

pelanggaran norma hukum.11

9

Soekanto, Soerjono , op.cit., hlm 132

10

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24720/4/Chapter%20II.pdf diakses pada hari minggu tanggal 16 desember 2012

11

http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/pengertian-peranan.html diakses pada hari selasa tanggal 30 desember 2010


(21)

c. Penanggulangan kejahatan adalah usaha, akal, ikhtiar, untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar terhadap suatu permasalahan dalam pembangunan maupun yang beresiko dalam kegiatan

pencegahan terhadap kejahatan.12

d. Perbuatan adalah perbuatan manusia. Apa yang dimaksud dengan perbuatan

manusia itu? Dalam hukum pidana menjadi perdebatan yang cukup sengit.

Menurut Simons dalam arti sesungguhnya ‘handelen’(berbuat) mempunyai

sifat aktif, tiap gerak otot yang dikhendaki, dan dilakukan dengan tujuan

untuk menimbulkan suatu akibat.13

e. Amuk Massa adalah serangan yang dilakukan oleh kumpulan orang banyak

yang berkumpul di suatu tempat dan bentuk dari luapan amarah dengan rasa kecewa suatu kelompok orang-orang yang memiliki tujuan yang sama yang

biasanya merupakan protes terhadap sesuatu.14

f. Polsek adalah sebagai unsur pelaksana kewilayahan Polres yang berada

dibawah Kapolres yang bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta tugas-tugas lain dalam wilayah hukum sesuai dengan ketentuan hukum,

peraturan / kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.15

12

Nawawi, Barda dan Muladi. 2001. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti: Bandung. hlm 457

13

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana. Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung 14

http://itsnyx.blogspot.com/2010/11/pengertian-amuk-massa.html

15

http://polsek.blogspot.com/2012/04/pertelaan-tugas-organisasi-kepolisian.html diakses pada hari sabtu 07 april 2012


(22)

3. Sistematika Penulisan

Sistemmatika penulisan dalam penulisan ini bertujuan agar lebih memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika penulisannya sebagai berikut:

I . PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang penelitian kemudian merumuskan permasalahan yang akan dibahas dan membatasi ruang lingkup penelitian memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka yang merupakan penghantar dalam pemahaman dan pengertian umum tentang pokok bahasan mengenai istilah serta pengertian tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana, pengertian amuk massa, penanggulangan kejahatan, tinjauan umum tentang Kepolisian Republik Indonesia.

III. METODE PENELITIAN

Penjelasan tentang metode penulisan skripsi, berupa langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengelolahan data, serta analisis data yang di dapatkan.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan pembahasan tentang permasalahan yang ada yaitu pembahasan tentang peran Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di


(23)

Polsek Padang Cermin serta faktor-faktor penghambat Polri dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin.

V. PENUTUP

Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan hasil penelitian yang sudah dilakukan serta beberapa saran yang dapat membantu dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah dalam Hukum Pidana Belanda yang

disebut strafbaarfeit, dengan demikian istilah strafbaarfeit juga terdapat dalam

Hukum Pidana Indonesia, tetapi belum ada keseragaman pemakaian istilah

strafbaarfeit, ada yang menggunakan istilah tindak pidana, peristiwa pidana,

delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, dan perbuatan pidana.

Bermacam-macamnya arti dari istilah strafbaarfeit, tidak menjadikan adanya

suatu permasalahan, asalkan makna dari istilah strafbaarfeit tersebut sama, dan

istilah tindak pidana yang dianggap merupakan istilah resmi dalam peraturan undangan di Indonesia sebab hampir seluruh peraturan

perundang-undangan di Indonesia menggunakan istilah tindak pidana.16

Akan tetapi para sarjana hukum pidana mempertahankan istilah yang dipilihnya sendiri. Adapun pendapat itu diketemukan oleh : Prof. Moeljatno, SH D. Simons, Van Hamel, WPJ. Pompe, JE. Jonkers dan Prof, Soedarto SH. Yang dalam urainnya adalah sebagai berikut :

16


(25)

1. Moeljatno

Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Moelyatno merupakan penganut aliran dualisme yang mana memisahkan unsur perbuatan dan

unsur tanggungjawab dalam strafbaarfeit.

Unsur-unsur tindak pidana : a. Perbuatan manusia;

b. Memenuhi rumusan undang-undang;

c. Bersifat melawan hukum.17

2. Simons

Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat

melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Simons merupakan penganut aliran monisme yang mana menyatukan unsur perbuatan dan unsur tanggungjawab.

Unsur-unsur tindak pidana :

a. Unsur Obyektif : Perbuatan orang, Akibat yang kelihatan dari perbuatan

itu Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.

b. Unsur Subyektif : Orang yang mampu bertanggung jawab, Adanya

kesalahan (Dolus atau Culpa). Kesalahan ini dapat berhubungan dengan

akibat dari perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu dilakukan.18

17


(26)

3. Van Hamel

Strafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet yang

bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Unsur-unsur tindak pidana:

a. Perbuatan Manusia;

b. Yang dirumuskan dalam Undang-Undang; c. Dilakukan dengan kesalahan;

d. Patut dipidana.

4 W.P.J. Pompe

Pengertian Strafbaarfeit dibedakan antara definisi yang bersifat teoritis dan

yang bersifat Undang-Undang.

Menurut Teori : Strafbaarfeit adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang

dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

Menurut Undang-Undang / Hukum Positif Strafbaarfeit adalah suatu

kejadian (Feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan

sebagai perbuatan yang dapat dihukum.19

4. J.E. Jonkers

Mengenai tindak pidana ada 2 (dua) pengertian yaitu dalam arti pendek dan

arti panjang. Arti Pendek, Staafbaarfeit adalah suatu kejadian yang dapat

diancam pidana oleh Undang-Undang. Arti Panjang, Strafbaarfeit adalah

18

Ibid, hlm 56

19


(27)

suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja

atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.20

5. VOS

Staafbaarfeit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh

peraturan Undang-Undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya

dilarang dengan ancaman pidana.21

6. Soedarto

Beliau menyebut Staafbaarfeit dengan istilah tindak pidana, dengan

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang; b. Bersifat melawan hukum;

c. Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dengan kesalahan

(Sculd) baik dalam bentuk kesengajaan (Dolus) maupun kealpaan (Culpa)

dan tidak ada alasan pemaaf.22

1. Pengertian Amuk Massa

Dewasa ini sering kali terdengar berita yang berkaitan dengan suatu konflik antar warga, wilayah, maupun golongan tertentu. Konflik tersebut tentu saja memiliki

penyebab yang memicu amuk massa. Amuk massa berasal dari kata amuk dan

massa . Amuk menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah kerusuhan, anarki,

tindakan yang biasanya bertujuan untuk melakukan protes yang cenderung

bersikap negatif ataupun brutal. Sedangkan massa memiliki arti masyarakat,

20

Ibid, hlm. 29

21

Ibid,

22


(28)

sekelompok manusia atau golongan tertentu. Amuk massa dapat didefinisikan sebagai :

a. Menurut Malcolm Weith amuk massa merupakan perilaku atau tindakan

yang secara evolutif akan mengganjal psikis suatu golongan atau kelompok masyarakat (yang melakukan amuk massa) tersebut. Dalam arti, tekanan yang dirasakan tidak langsung diwujudkan, tetapi perlahan namun pasti akan tumpah. Hal tersebut membuat amuk massa sulit dikendalikan dan cenderung anarkis.

b. Sedangkan menurut Danelson R. Forsyth perilaku massa dapat disebut

agresi (penyerangan) atau amuk apabila menimbulkan kerugian atau kerusakan bagi orang lain melalui cara-cara diniatkan. Dalam psikologi,

agresi massa ini sudah sampai pada gejala de-individuasi massa (mass

de-individuation) atau massa yang telah kehilangan kesadaran identitas

dirinya.

c. Selanjutnya menurut Psikolog Perancis, Gustav Le Bon, abad ke-19,

menciptakan teori tentang amuk massa yang dikendalikan jiwa kolektif

(collective mind), yang bersifat lebih agresif-destruktif ketimbang jiwa

masing-masing individu (individual mind). Ada dimensi non-empiris yang

menopang terjadinya kekerasan. Berdasarkan refleksi filsafat sosial, amuk massa terjadi karena tiga faktor, yakni kesalahan pemahaman tentang

konflik, kehendak melukai orang lain, dan tindakan kekerasan.23

d. Kemudian dari kajian psikologi sosial, menurut Baron dan Byrne, kerusuhan

yang berawal dari perkelahian dua individu didukung oleh adanya stereotip. Dua orang dianggap representasi dari dua kelompok, yang mengacaukan nalar antara konflik pribadi dan relevansinya dengan asumsi kolektif.

Pola Umum Kerusuhan Massa yang dimulai dengan berkumpulnya massa pasif yang terdiri dari massa lokal dan massa pendatang (tak dikenal), kemudian muncul sekelompok provokator yang memancing massa dengan berbagai modus tindakan seperti membakar ban atau memancing perkelahian, meneriakkan yel-yel yang memanasi situasi, dan sebagainya. Setelah itu, provokator mendorong massa untuk mulai melakukan pengrusakan barang dan bangunan, dan di beberapa

23

http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=622diakses pada hari Sabtu, 2 November


(29)

tempat diakhiri dengan membakar gedung atau barang-barang lain. Di beberapa lokasi ditemukan juga variasi, di mana kelompok provokator secara langsung melakukan perusakan, baru kemudian mengajak massa untuk ikut merusak lebih lanjut.

Pelaku kerusuhan dapat dibagi atas tiga kelompok sebagai berikut :24

a. Kelompok Provakator ialah Kelompok yang menggerakkan massa, dengan

memancing keributan, memberikan tanda-tanda tertentu pada sasaran, melakukan pengrusakan awal, pembakaran, mendorong penjarahan. Kelompok ini datang dari luar tidak berasal dari penduduk setempat, dalam kelompok kecil (lebih kurang belasan orang), terlatih (yang mempunyai kemampuan terbiasa menggunakan alat kekerasan), bergerak dengan mobilitas tinggi, menggunakan sarana transport (sepeda motor, mobil) dan sarana komunikasi (HT/HP). Kelompok ini juga menyiapkan alat-alat perusak seperti batu, bom molotov, cairan pembakar, linggis dan lain-lain.

b. Massa Aktif ialah Massa dalam jumlah puluhan hingga ratusan, yang

mulanya adalah massa pasif pendatang, yang sudah terprovokasi sehingga menjadi agresif, massa ini juga melakukan perusakan lebih luas termasuk pembakaran dan bergerak secara terorganisir.

c. Massa Pasif ialah Pada awalnya massa pasif lokal berkumpul untuk

menonton dan ingin tahu apa yang akan terjadi dan Sebagian dari mereka

24

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/11/03/0001.htmldiakses pada hari Rabu, 4 Nopember 2012


(30)

terlibat ikut-ikutan merusak dan membakar setelah dimulainya kerusuhan, tetapi tidak sedikit pula yang hanya menonton sampai akhir kerusuhan.

2. Faktor-Faktor Penyebab Kerusuhan Massa :25

Konflik kerusuhan yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian hal sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal

25

http://andrie07.wordpress.com/2009/11/25/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi-penyelesaian konflik/ diakses pada hari rabu, 18 april 2012


(31)

tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada

umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut :26

a. Perbedaan Pendapat

Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan , bahkan berujung pada konflik dan sebagainya.

b. Salah Paham

Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi karena terjadi kesalahpahaman, yang diterima sebaliknya dalam arti salah paham oleh individu yang lain.

c. Ada yang dirugikan

Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.

d. Perasaan Sensitif

Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.

26


(32)

e. Perbedaan individu

Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda - beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

f. Perbedaan latar belakang kebudayaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

g. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki

peranan yang berbeda.

Dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai


(33)

contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

h. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat


(34)

tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih) mengemukakan konflik disebabkan

antara lain oleh :

a. perebutan sumber daya; b. pembalasan dendam;

c. atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi.27

Soetopo juga mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya konflik, antara lain :

a. ciri umum dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik;

b. hubungan pihak-pihak yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik;

c. sifat masalah yang menimbulkan konflik;

27

Ami, Kusnarwatiningsih. 2007. Ragam dan Pola Penyelesaian Konflik Mahasiswa Kos. Skripsi, tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang Lacey, H. 2003. How to Resolve Conflict In the Workplace. Penterjemah: Bern. Hidayat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(35)

d. lingkungan sosial tempat konflik terjadi;

e. kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik;

f. strategi yang biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik;

g. konsekuensi konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap

pihak lain;

h. tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik.28

Sedangkan Handoko menyatakan bahwa sumber-sumber konflik adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang

sulit dimengerti, atau informasi yang dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

b. Struktur : pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan

kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

c. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan

dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam

nilai-nilai atau persepsi.29

Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah :

a. koordinasi kerja yang tidak dilakukan;

b. ketergantungan dalam pelaksanaan tugas;

c. tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan);

d. perbedaan dalam orientasi kerja;

e. perbedaan dalam memahami tujuan organisasi;

f. perbedaan persepsi;

g. sistem kompetensi intensif (reward);

h. Strategi permotivasian yang tidak tepat.30

28

Soetopo. Seno, dkk. 2001. Teori Ilmu Resep. Jakarta

29

Handoko, H, 1998, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi 2, BBPE, Yokyakarta

30

A.A Anwar Prabu Mangkunegara, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusi Perusahaan. Remaja Rosda Karya, Bandung


(36)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif. Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada.

3. Penanggulangan Kejahatan

Penanggulangan adalah suatu tindakan atau usaha untuk mencegah kejahatan. Menanggulangi kejahatan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu preventif, represif, dan preemtif. Secara preventif berarti menghindarkan masyarakat dari jatuhnya korban, penderitaan serta kerugian-kerugian lainya. Secara represif, penanggulangan yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan

(secara subtanstif). Sedangkan preemtif berupa social engineering, maksunya

polisi ikut serta dalam menata kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan masalah keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian penanggulangan kejahatan adalah menanggulangi, menghadapi, mengatasi, sedangkan penanggulangan adalah suatu proses, perbuatan, cara menggulangi. Dalam kriminologi istilah penanggulangan kejahatan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk mencegah dan menanggulangi suatu tindakan kejahatan atau suatu pelanggaran untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

Untuk mengatasi kondisi hukum negara yang dinilai lemah dalam menghadapi kekerasan massa yang terjadi, kita harus melihatnya mulai dari upaya untuk


(37)

melakukan penataan sistem norma hukum dan penataan sistem kelembagaan hukum, baik yang berlaku dalam rangka upaya pembaruan hukum maupun dalam penegakan hukum. Namun, oleh karena luas permasalahan tersebut, kita harus menentukan pilihan yang paling mudah, murah, dan segera dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam masyarakat.

Negara dengan berbagai perangkat sistem hukumnya yang ada betapapun banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya tidak boleh dibiarkan dianggap tidak hadir dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Idealnya, tentu saja, kita seharusnya memperkuat hukum untuk mencegah kekerasan massa yang mengatasnamakan agama atau kelompok yang menjadi topik diskusi kali ini dengan melakukan langkah-langkah mulai dari hulu sampai ke hilir. Dari hulu kita harus memperbaiki sistem norma hukum yang tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait, dan demikian pula membenahi berbagai mekanisme kelembagaan yang terkait dengan prosesproses pembuatan hukum.

Namun upaya pembenahan di tingkat hulu demikian tentu akan memakan waktu yang lama dan tidak mudah. Oleh sebab itu, untuk menghadapi permasalahan yang sedang terjadi di depan mata kita, yang perlu dilakukan ialah tindakan menegakkan hukum sebagaimana mestinya. Secara lebih mendasar, kitapun dapat pula secara komprehensif melihat keterkaitan sistemik yang perlu dibenahi dalam kerangka menegakkan hukum dan sistem hukum Negara kita secara efektif, efisien, berkeadilan, dan akuntabel. Dengan tindakan menegakkan hukum itu secara efektif, kita dapat memperoleh berlipat manfaat sekaligus, yaitu tegaknya kewibawaan hukum, penjeraan khusus kepada para pelaku, penjeraan umum


(38)

bagi masyarakat luas, dan pendidikan kesadaran hukum bagi masyarakat luas

mengenai prinsip-prinsip hukum dan keadilan.31

4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Republik Indonesia

a. Fungsi Kepolisian di Indonesia

Fungsi kepolisian yang dimaksud adalah tugas dan wewenang Kepolisian secara umum, artinya segala kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh polisi yang

meliputi kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum atau represif.

Perumusan tipe ini di rumuskan pada tipe kepolisian yang tiap-tiap negara berbeda-beda, ada tipe kepolisian yang di tarik dari kondisi sosial yang menempatkan polisi sebagai tugas yang bersama-sama dengan rakyat dan polisi

yang hanya menjaga status quo dan menjalankan hukum saja. Menurut Satjipto

Raharjo, tipe polisi yang pertama yang berada bersama-sama dengan rakyat

tersebut disebut polisi yang “protagonis” dan tipe keduan yakni pemolisian

sekedar menjaga status quo dan yang tahu menjalankan hukum saja disebut

antagonis”.32

Ada pula yang mendekatkan pada kebutuhan, yakni diperlukanya organ polisi untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat (kamtibmas). Konsep Kamtibmas ini sebenarnya jauh lebih tua dari pada pengorganisasian dan pembentukan lembaga kepolisian, karena kamtibmas ini untuk menciptakan kontrol sosial resmi di lingkungan masyarakat besar atau kecil. Sehingga polisi

31

www.library.upnvj.ac.id/pdf/.../BAB3.pdf, diakses pada tanggal 15 desember 2012

32


(39)

diterima secara bulat sebagai penjamin ketertiban masyarakat, atau cenderung

dijadikan acuan sebagai penegak hukum dan ketertiban.33

Mencermati apa yang dikatakan oleh Satjipto Raharjo di atas, tipe polisi di

indonesia berada pada kedua-duanya, yakni protagonis maupun antagonis, dalam

arti bahwa polisi Indonesia disatu sisi berada ditengah-tengah masyarakat dalam menjalankan fungsinya untuk memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan, disisi lain harus menegakan hukum dan menjaga pemerintahan negara.

Pendapat lain menurut Egon Bittner sebagaimana telah disitir dimuka, bahwa fungsi utama polisi adalah untuk menghentikan sesuatu yang seharusnya tidak boleh terjadi dan mendorong seseorang agar berbuat lebih baik dari sekarang. Polisi turun tangan dan menenangkan suasana yang potensial atau terus menerus

menimbulkan konflik.34 Jadi fungsi polisi sangat luas sekali, tidak terbatas pada

hal-hal kejahatan saja yang telah muncul menjadi ancaman factual, akan tetapi hal-hal yang masih di bawah permukaan yang berupa factor korelasi kriminogin sudah memerlukan adanya tindakan kepolisian.

33

Robert R. Freidmann, Community Policing compereative Perespectives and Prospect,

diterjemahkan oleh Koenarto dkk, “Kegiatan Polisi Dalam Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Perbandingan Prespektif dan Prospektif dan Prospeknya” Cipta manunggal, Jakarta, 1998, hlm.1

34


(40)

b. POLRI Menurut Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Diatur dalam Bab I (Ketentuan Umum) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.35

Pasal 1dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.

4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis

masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta

35

Ketentuan Umum, Undang - undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


(41)

mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan

bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

10. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

12. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia


(42)

berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.

13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut

Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

c. Fungsi, Tujuan dan Peran POLRI

Diatur dalam Bab I (Ketentuan Umum) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.36

Pasal 2 dijelaskan bahwa :

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang : pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 3 dijelaskan bahwa :

1. Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang dibantu oleh :

36

Fungsi, Tujuan dan Peran, Undang - undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


(43)

a. Kepolisian khusus;

Kepolisian khusus adalah instansi dan/atau badan Pemerintahan yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi Kepolisian dibidang teknisinya masing-masing. Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam “lingkungan kuasa soal-soal”

(zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar hukumnya. Contoh “Kepolisian khusus” yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.

b. Penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiriyang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha dibidang jasa pengamanan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan

Kepolisian terbatas dalam “lingkungan kuasa tempat” (teritoir gebied/ruimte

gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan

pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri. Pengemban fungsi Kepolisian tersebut melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.


(44)

2. Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pasal 4 dijelaskan bahwa :

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 5 dijelaskan bahwa :

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis

masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminya keamanan, ketrtiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan


(45)

menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainya yang dapat meresahkan masyarakat.

b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

terjaminya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan Negara demi terjaminya keamanan dalam negeri.

d. Tugas dan Wewenang POLRI

Diatur dalam Bab III (Tugas dan Wewenang) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.37

Pasal 13 dijelaskan bahwa :

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

37

Tugas dan Wewenang, Undang - undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


(46)

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan

f. Menjamin keamanan umum;

g. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

h. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

i. Menyelenggarakan identifikasi Kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

j. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

k. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;


(47)

l. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian; serta

m. Melakukan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut :

1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: a. menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan ataumengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti;


(48)

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang :

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

j. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;


(49)

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

3. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (20) huruf a dan b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan sebagai berikut:

1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau


(50)

mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17 dijelaskan bahwa :

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18 dijelaskan bahwa :

a. Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri;


(51)

b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang - undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 19 dijelaskan bahwa :

a. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

b. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.39

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris guna untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.

1. Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan

cara menelaah dan menelusuri teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Pendekatan yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan

cara melakukan penelitian lapangan secara langsung pada objek penelitian yakni mengumpulkan informasi lapangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran Kepolisian dalam penanggulangan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin.

39


(53)

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang

diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.40

Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum skunder, serta bahan-bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian

lapangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data tersebut diharapkan dapat diperoleh melalui aparat penegak hukum yang berkaitan dengan permasalahan perbuatan amuk massa di Polsek Padang Cermin, yang dalam hal ini adalah penyidik dari Polres Lampung Selatan .

2. Bahan hukum sekunder, yaitu data-data yang diambil dari literatur yang

berkaitan dengan pokok permasalahan, karya-karya ilmiah dan hasil penelitian para pakar sesuai dengan obyek pembahasan penelitian, Peraturan Prosedur Tetap/01/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki dan Prosedur Tetap/01/VII/2001 tentang Penanggulangan Kerusuhan Massa dan Prosedur Tetap /01N/2004 tentang Tindakan Tegas Terukur terhadap Perbuatan Anarki.

40


(54)

3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum skunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.

Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, skunder dan tersier sebagai sumber penelitian.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan

karakteristik yang sama.41 Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah

Aparat Penegak Hukum yang berhubungan dengan Perbuatan Amuk Massa di Polsek Padang Cermin.

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. 42 Penentuan

sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel purposive

sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara menentukan subjek

yang didasarkan pada tujuan tertentu.

Berdasarkan metode purposive sampling tersebut, maka yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :

a. Penyidik Polri dari Polres Lampung Selatan : 1 Orang

b. Tokoh Adat Masyarakat Padang Cermin : 1 Orang

41

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum Cet ke-3. Jakarta: UI Press.hlm 172

42

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm 152.


(55)

c. Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang + Jumlah : 3 Orang

D. Metode Pengumpulan data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data mempergunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkain kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data skunder dengan cara membaca, mencatat, mengutip dari berbagai literature, per-undang-undangan, buku-buku, media massa dan bahas tertulis lainya yang ada hubunganya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakann penelitian yang dilakukan dengan cara

wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan

mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

2. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, baik data sekunder maupun data primer, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti kembali

kelengkapannya, kejelasanya, dan kebenaranya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.


(56)

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasi/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi data yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada

setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interprestasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Setelah mengelolah data selesai maka dilakukan analisis data. Data yang diperoleh secara deskriptif kualitatif yang artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan di mengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Dari hasil analisis tersebut dapat dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.


(57)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Polsek

Padang Cermin adalah pihak Kepolisian telah melakukan upaya - upaya yang berupa secara Preventif yaitu pihak Kepolisian Padang Cermin melakukan pencegahan dengan cara sosialisasi kepada warga masyarakat. Represif yaitu anggota Kepolisian Polda Lampung dan Polres Lampung Selatan telah mengamankan lokasi kejadian, kemudian Polisi memasang garis Polisi untuk keperluan identifikasi dan penyelidikan, penyidikan. Pre-emtif yaitu pihak Kepolisian selalu melakukan pembinaan dan penggalangan kepada warga masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda sesuai dengan ketentuan dan kinerja Babinkamtibmas.

2. Faktor - faktor Penghambat Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk

Massa di Polsek Padang Cermin adalah faktor penegak hukum yaitu terbatasnya jumlah personil Polri diwilayah Polsek Padang Cermin, faktor masyarakat yaitu kesadaran hukum warga masyarakat Padang Cermin

yang relative masih rendah kemudian ditambah kurangnya


(58)

perbedaan suku dan agama warga masyarakat Padang Cermin lebih cendrung hidup saling berkelompok atau individu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, maka saran-saran yang dapat penulis berikan untuk Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Polsek Padang Cermin adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya pihak Kepolisian Polsek Padang Cermin lebih mengoptimalkan

kinerja Polmas dan Babinkamtibmas, kemudian lebih berperan aktif dan bersikap responsif, bersikap bijak dan arif kepada masyarakat serta memberikan pelayanan yang adil, tanpa membedakan ras, suku, agama/kepercayan, golongan, status sosial, ekonomi dan jenis kelamin.

2. Sebagai pihak berwajib Polri seharusnya dapat memaksimalkan peran dan

fungsi Kepolisianya yaitu tercantum dalam pasal ( 5 ayat 1 dan 2 ) pada Undang-Undang No.2 tahun 2002, dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana. Penerbit Universitas Lampung: Bandar

Lampung

Arief, Barda Nawawi. 1999. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan

Pengembangan Hukum Pidana, Bandung :Citra Aditya Bakti.

Atmasasmita, Romli. 1989. Asas-asas Perbandingan Hukum Pidana. Yayasan

LBH: Jakarta

Assofa, Burhan. 1998. Metodologi Penelitian Hukum. Rhineka Cipta: Jakarta

Hamzah, Andi. 2008. Asas - Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta: Jakarta

---. 1994. Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta

Lamintang, P.A.F. 1984. Hukum Penitensier Indonesia. Armico: Bandung

Lampung, Universitas. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandar

Lampung: University Press Lampung

---. 1992. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 2010. Panduan

Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945: Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan Ayat, Sekretariat Jenderal

MPR-RI: Jakarta

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rieneka Cipta

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, 2005.

Alumni: Bandung

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT

Citra Aditya Bakti

Saleh, Roeslan.1979. Stelsel Pidana Indonesia. Aksara Baru: Jakarta

---. 1983. Perbuatan Pidana & Pertanggungjawaban Pidana. Aksara

Baru: Jakarta

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris. 1995. Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty

Singarimbun, Masri & Sfian Effendi. 1991. Metode Penelitian Survei. LP3ES:


(60)

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto: Semarang

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.

Jakarta: Rajawali.

---. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acar Pidana

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Prosedur Tetap/01/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki.

Prosedur Tetap/01/VII/2001 tentang Penanggulangan Kerusuhan Massa.

Prosedur Tetap /01N/2004 tentang Tindakan Tegas Terukur terhadap Perbuatan Anarki.

Peraturan Kaporli No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa http://mardalli.wordpress.com/2009/05/23/profesionalisme-polisi-republik

indonesia-di-mata-masyrakat-sebagai-profesi-hukum/

http://www.indomedia.com/Upaya Mereduksi budaya Militerisme dalam pendidikan Polri

http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-pidana/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan


(1)

c. Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang + Jumlah : 3 Orang

D. Metode Pengumpulan data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data mempergunakan langkah-langkah sebagai berikut : a. Studi kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkain kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data skunder dengan cara membaca, mencatat, mengutip dari berbagai literature, per-undang-undangan, buku-buku, media massa dan bahas tertulis lainya yang ada hubunganya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakann penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

2. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, baik data sekunder maupun data primer, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti kembali kelengkapannya, kejelasanya, dan kebenaranya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.


(2)

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasi/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi data yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interprestasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Setelah mengelolah data selesai maka dilakukan analisis data. Data yang diperoleh secara deskriptif kualitatif yang artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan di mengerti untuk diinterprestasikan dan ditarik kesimpulan sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Dari hasil analisis tersebut dapat dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.


(3)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Polsek

Padang Cermin adalah pihak Kepolisian telah melakukan upaya - upaya yang berupa secara Preventif yaitu pihak Kepolisian Padang Cermin melakukan pencegahan dengan cara sosialisasi kepada warga masyarakat. Represif yaitu anggota Kepolisian Polda Lampung dan Polres Lampung Selatan telah mengamankan lokasi kejadian, kemudian Polisi memasang garis Polisi untuk keperluan identifikasi dan penyelidikan, penyidikan. Pre-emtif yaitu pihak Kepolisian selalu melakukan pembinaan dan penggalangan kepada warga masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda sesuai dengan ketentuan dan kinerja Babinkamtibmas.

2. Faktor - faktor Penghambat Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Polsek Padang Cermin adalah faktor penegak hukum yaitu terbatasnya jumlah personil Polri diwilayah Polsek Padang Cermin, faktor masyarakat yaitu kesadaran hukum warga masyarakat Padang Cermin yang relative masih rendah kemudian ditambah kurangnya ketidakpercayaan warga atas kinerja Polri, faktor kebudayaan yaitu karna


(4)

perbedaan suku dan agama warga masyarakat Padang Cermin lebih cendrung hidup saling berkelompok atau individu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, maka saran-saran yang dapat penulis berikan untuk Peran Polri dalam Penanggulangan Perbuatan Amuk Massa di Polsek Padang Cermin adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya pihak Kepolisian Polsek Padang Cermin lebih mengoptimalkan kinerja Polmas dan Babinkamtibmas, kemudian lebih berperan aktif dan bersikap responsif, bersikap bijak dan arif kepada masyarakat serta memberikan pelayanan yang adil, tanpa membedakan ras, suku, agama/kepercayan, golongan, status sosial, ekonomi dan jenis kelamin. 2. Sebagai pihak berwajib Polri seharusnya dapat memaksimalkan peran dan

fungsi Kepolisianya yaitu tercantum dalam pasal ( 5 ayat 1 dan 2 ) pada Undang-Undang No.2 tahun 2002, dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana. Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung

Arief, Barda Nawawi. 1999. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung :Citra Aditya Bakti.

Atmasasmita, Romli. 1989. Asas-asas Perbandingan Hukum Pidana. Yayasan LBH: Jakarta

Assofa, Burhan. 1998. Metodologi Penelitian Hukum. Rhineka Cipta: Jakarta Hamzah, Andi. 2008. Asas - Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta: Jakarta ---. 1994. Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta

Lamintang, P.A.F. 1984. Hukum Penitensier Indonesia. Armico: Bandung

Lampung, Universitas. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: University Press Lampung

---. 1992. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 2010. Panduan

Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR-RI: Jakarta

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rieneka Cipta

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, 2005. Alumni: Bandung

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Saleh, Roeslan. 1979. Stelsel Pidana Indonesia. Aksara Baru: Jakarta

---. 1983. Perbuatan Pidana & Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru: Jakarta

Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris. 1995. Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty Singarimbun, Masri & Sfian Effendi. 1991. Metode Penelitian Survei. LP3ES:


(6)

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto: Semarang

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Rajawali.

---. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acar Pidana

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Prosedur Tetap/01/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki.

Prosedur Tetap/01/VII/2001 tentang Penanggulangan Kerusuhan Massa.

Prosedur Tetap /01N/2004 tentang Tindakan Tegas Terukur terhadap Perbuatan Anarki.

Peraturan Kaporli No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa http://mardalli.wordpress.com/2009/05/23/profesionalisme-polisi-republik

indonesia-di-mata-masyrakat-sebagai-profesi-hukum/

http://www.indomedia.com/Upaya Mereduksi budaya Militerisme dalam pendidikan Polri

http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-pidana/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan