Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN TERNAK KERBAU

(Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Mhd Azhali Siregar NIM : 100 200 393

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS

HUKUM

UNIVERSITAS

SUMATERA

UTARA

MEDAN

2014

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN

TERNAK KERBAU

(Studi Kasus Polsek Padang Bolak, Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara)


(2)

Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Mhd Azhali Siregar NIM : 100 200 393

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Dr.M.Hamdan, SH,M.H) NIP : 195703261986011001

Pembimbing I Pembimbing II

Nurmalawati,SH,M.Hum Syafruddin,SH,MH,DFM NIP :196209071988112001 NIP:196305111989031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 14

ABSTRAKSI *Mhd Azhali Siregar *Nurmalawati,SH,M.Hum *Syafruddin,SH,MH,DFM


(3)

pidana pencurian kerbau (Studi di Polsek Padang Bolak kec. Portibi Kab. Padang Lawas Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara dan untuk mengetahui upaya penanggulangan oleh aparat Kepolisian Padang Lawas Utara terhadap tindak pidana pencurian ternak kerbau. Peneltian ini dilaksanakan di Polsek Padang Bolak dengan mengambil keterangan dari pihak juru periksa Polsek Padang Bolak yang menangani kasus pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara. Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan menggunakan metode penelitian lapangan. Kemudian melakukan analisis data yang dilakukan bersifat kualitatif kemudian dideskripsikan. Temuan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor-faktor penyebab pencurian ternak adalah faktor ekonomi, faktor geologis, faktor pendidikan dan faktor penegak hukum. Upaya Kepolisian setempat dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau yang terjadi diKabupaten Padang Lawas Utara dapat dilakukan dengan cara, yakni dilihat dari deskripsi lokasi pnelitian, Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara, hambatan-hambatan serta faktor pendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau oleh kepolisian setempat. Temuan lainnya yang diperoleh dari penelitian ini yakni Beberapa kasus pencurian ternak dan penanganannya di Kabupaten Padang Lawas Utara antara lain posisi kasus terjadinya tindak pidana pencurian kerbau kemudian penyelesaian kasus pencurian ternak kerbau dengan menggunakan ketentuan hukum pidana.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

*Dosen I, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU

*Dosen II, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(4)

Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka ujian untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul skripsi ini adalah Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak Kec.Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara).”

Penulis sadar sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu,SH.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting.,SH.,M.Hum, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Syafruddin,SH,MH.DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan member masukan serta pandangan dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak M.Husni,SH,M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.M.Hamdan, SH,M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Nurmalawaty, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan tulus meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan serta pandangan dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.


(5)

7. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan sabar mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di almamater ini.

Secara khusus pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mereka yang selama ini dekat dan mendapat tempat yang istimewa di hati sanubari penulis, diantaranya :

1. Kedua orang tua penulis, yang penulis cintai dan kasihi Ayahanda Fahrin Siregar,Spd.M.Si, dan Ibunda Dra.Siti Sahara Hrp, yang telah memberikan banyak dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Buat kakak, dan adikku tersayang. Terima kasih buat dukungan dan doanya.

3. Buat keluarga besarku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga selesai penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini ada manfaatnya. Dan semoga ilmu yang penulis peroleh di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat juga berguna bagi agama, nusa dan bangsa, Amin.

Medan, Januari 2014 Penulis


(6)

Mhd Azhali Siregar

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN1... 1

A. Latar Belakang... 1


(7)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 8

D. Keaslian Penulisan... 9

E. Tinjauan Kepustakaan... 9

1. Pengertian Tindak Pidana... 9

2. Pengertian Pencurian... 12

3. Jenis-jenis Pencurian... 20

4. Hewan Ternak... 25

F. Metode Penelitian... 28

G. Sistematika Penulisan... 31

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI TERJADINYA PENCURIAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA... 34

A. Faktor Ekonomi... 34

B. Faktor Pendidikan... 38

C. Faktor Geologis... 41

D. Faktor Penegakan Hukum... 44

BAB III UPAYA KEPOLISIAN POLSEK PADANG BOLAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN TERNAK KERBAU... 49

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 50

1. Lokasi dan Keadaan Geografis... 50

2. Iklim... 52

3. Kuantitas Peternakan... 52

B. Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara... 54

1. Upaya Prefertif... 56

2. Upaya Prefersif... 59

3. Kuaratif dan Rehabilitasi... 60

C. Hambatan-hambatan dan faktor pendukung dalam upaya Penanggulangan pencurian ternak kerbau oleh kepolisian resor Padang Bolak... 60

1. Hambatan Interen (dari dalam)...61

2. Hambatan Exteren (dari luar)...62

BAB IV BEBERAPA KASUS PENCURIAN TERNAK DAN


(8)

PADANG LAWAS UTARA... 67

A. Posisi Kasus Terjadinya Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau... 68

B. Penyelesaian Kasus Pencucurian Ternak dengan Menggunakan Ketentuan Hukum Pidana... 71

1. Analisa Yuridis... 72

2. Analisa Penulis... 74

BAB V PENUTUP... 77

A. Kesimpulan... 77

B. Saran-saran... 78

DAFTAR PUSTAKA... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 83

DAFTAR TABEL Tabel 1. Pelaku Pencurian Ternak Tahun 2009/2013... 36 Tabel 2. Tinggat Pendidikan Pelaku Pencurian Ternak


(9)

Kerbau Tahun 2009/2013... 39 Tabel 3. Jumlah Populasi Kerbau Menurut Kecamatan

dan Luas Wilayah/Tahun 2012... 42 Tabel 4. Pendapat warga dari beberapa Desa di Kecmatan Portibi Mengenai

Kinerja Aparat Polsek Padang Bolak dalam Menangani Kasus Pencurian Kerbau d Kabupaten Padang Lawas Utara... 45 Tabel 5. Luas Wilayah dan Rasio Terhadap Total Menurut Kecamatan di

Kabupaten Padang Lawas Utara... 51 Tabel 6. Populasi Ternak Menurut Kecamatan dan Jenis Ternak (ekor)di

Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012... 54

BAB I PENDAHULUAN


(10)

A.Latar Belakang Masalah

Kerbau merupakan salah satu jenis ternak penting di Indonesia, kegunaannya sangat beragam mulai dari membajak sawah, alat transportasi, sebagai sumber daging dan susu, sampai dengan kulitnya digunakan sebagai bahan baku industri. Populasi ternak kerbau di Indonesia sekitar 2,5 juta ekor. Namun populasi ternak kerbau di Indonesia mengalami penurunan. Data selama tahun 1985-2001 menunjukkan bahwa populasinya menurun drastis dari 3,3 juta ekor pada tahun 1985 dan menjadi hanya 2,4 juta ekor di tahun 2001 atau mengalami penurunan populasi sebesar 26%. Namun demikian, populasi ternak kerbau di Pulau Sumatera agak meningkat dari 1,1 juta ekor menjadi 1,2 juta ekor di tahun yang sama atau mengalami pertumbuhan populasi sebesar 9%. Hal ini membuktikan bahwa kondisi alam dan sosial budaya masyarakat Pulau Sumatera memberi tempat yang layak untuk pengembangan ternak kerbau.1

Di Paluta (Padang Lawas Utara) sendiri jumlah populasi ternak kerbau sangat besar dikarnakan sumber daya alam dan lingkungan sesuai dengan habitat hewan ternak jenis kerbau, Padang Lawas Utara atau yang dikenal dengan Padang Bolak, istilah “Padang Bolak” di artikan dalam bahasa Indonesia yaitu “Padang yang Luas” dimana daerah Paluta mempunyai beribu ribu hektar hamparan padang rumput yang sangat luas dan sangat cocok dengan habitat asli hewan kerbau. Populasi sapi dan kerbau hasil PSPK di Kabupaten Padang Lawas Utara mencapai 17.827 ekor. Sementara itu, dari hasil sensus pertanian 2013, populasi sapi dan kerbau mencapai 17.261 ekor. Berdasarkan


(11)

pidana pencurian kerbau (Studi di Polsek Padang Bolak kec. Portibi Kab. Padang Lawas Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara dan untuk mengetahui upaya penanggulangan oleh aparat Kepolisian Padang Lawas Utara terhadap tindak pidana pencurian ternak kerbau. Peneltian ini dilaksanakan di Polsek Padang Bolak dengan mengambil keterangan dari pihak juru periksa Polsek Padang Bolak yang menangani kasus pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara. Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan menggunakan metode penelitian lapangan. Kemudian melakukan analisis data yang dilakukan bersifat kualitatif kemudian dideskripsikan. Temuan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Faktor-faktor penyebab pencurian ternak adalah faktor ekonomi, faktor geologis, faktor pendidikan dan faktor penegak hukum. Upaya Kepolisian setempat dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau yang terjadi diKabupaten Padang Lawas Utara dapat dilakukan dengan cara, yakni dilihat dari deskripsi lokasi pnelitian, Upaya kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara, hambatan-hambatan serta faktor pendukung dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau oleh kepolisian setempat. Temuan lainnya yang diperoleh dari penelitian ini yakni Beberapa kasus pencurian ternak dan penanganannya di Kabupaten Padang Lawas Utara antara lain posisi kasus terjadinya tindak pidana pencurian kerbau kemudian penyelesaian kasus pencurian ternak kerbau dengan menggunakan ketentuan hukum pidana.

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

*Dosen I, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU

*Dosen II, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(12)

hasil sensus pertanian 2013 apabila dirinci menurut kecamatan yang memiliki sapi dan kerbau paling banyak adalah Kecamatan Padang Bolak dengan jumlah populasi sebanyak 4.954 ekor, kemudian Kecamatan Simangambat (3.381 ekor), dan Kecamatan Portibi (3.335 ekor). Sedangkan Kecamatan yang memiliki sapi dan kerbau paling sedikit adalah Kecamatan Dolok dengan jumlah populasi hanya 92 ekor.(Badan Pusat Statistik, Kabupaten Padang Lawas Utara).

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa, budaya, dan bahasa. Keanekaragaman tersebut berpotensi menimbulkan benturan-benturan di dalam masyarakat sebagai akibat dari adanya perbedaan kepentingan. Guna mengatasi perbedaan tersebut dibutuhkan adanya peraturan hukum yang mampu mengatur seluruh perikehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan rasa keadilan.

Berbagai kasus merebak sejalan dengan tuntutan akan perubahan, yang dikenal dengan reformasi, tampak di berbagai lapisan masyarakat dari tingkat atas sampai bawah terjadi penyimpangan hukum. Pembangunan masyarakat hukum madani (civil society) merupakan tatanan hidup masyarakat yang

memiliki kepatuhan terhadap nilai-nilai hukum. Akan tetapi dalam perjalanan (transisi) perubahan terdapat sejumlah ketimpangan hukum yang dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat

Hukum yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat memang semestinya dapat mengatasi atau setidaknya telah mewaspadai segala bentuk perubahan sosial maupun kebudayaan yang menggejala di masyarakat


(13)

secara kompleks sekalipun. Sekalipun konsep-konsep hukum tersebut tidak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat, tetapi hukum itu sendiri tetap eksis dalam konteks yang lebih universal. Hal ini tidak lain karena masyarakat umum yang menghendaki atau menciptakan suatu perubahan, meskipun tidak diiringi dengan pemahaman konsep yang menyeluruh. Akibat yang terjadi adalah implementasi hukum di dalam masyarakat menjadi tidak optimal. Tidak jarang perangkat hukum tersebut justru disalahgunakan untuk maksud maupun tujuan tertentu, yang justru memiliki tendensi untuk keuntugan pribadi atau golongan. Sistem hukum suatu negara terbentuk dari pertumbuhan tata nilai hukum yang berlaku dalam masyarakat dan organisasi alat perlengkapan.

Secara universal, manusia mempunyai kebutuhan yang selalu ingin terpenuhi, termasuk kebutuhan sandang dan pangan, baik sebagai alat untuk memperoleh mempertahankan kehidupan, maupuan hanya sebatas pemenuhan hasrat ingin memiliki atau bahkan sebagai peningkatan status sosial (taraf hidup). Dengan bekerja diharapkan pemenuhan kebutuhan ini menjadi sebuah hal legal, bahkan bernilai ibadah dalam agama. Namun harapan itu tidak selamnya terpenuhi karena beragamnya sifat dan cara pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan manusia yang terkadang menghalalkan segala cara, termasuk melakukan tindak pidana pencurian.

Seseorang melakukan tindak pidana pencurian tentu memiliki alasan yang berbeda-beda, termasuk alasan ekonomi/faktor ekonomi, dengan faktor ekonomi dapat mendesak orang untuk melakukan tindakan apapun termasuk tindak


(14)

pidana pencurian.

Dalam sejarah peradaban manusia pencurian ada sejak terjadi ketimpangan antara kepemilikan benda-benda kebutuhan manusia, kekurangan akan kebutuhan, dan ketidakpemilikan cenderung membuat orang berbuat menyimpang (pencurian). Pencurian dilakukan dengan berbagai cara, dari cara-cara tradisional sampai pada cara-cara-cara-cara modern dengan menggunakan alat-alat modern dengan pola yang lebih lihai. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung luput dari jeratan hukum yang lebih parahnya lagi banyak kasus-kasus pencurian yang bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga dilakukan oleh anak yang merupakan generasi penerus di masa depan.

Tindak pidana pencurian sampai saat ini masih dilematis dan menjadi masalah yang cukup serius serta memerlukan pemecahan, oleh karena itu diperlukan usaha penanggulangan atau setidak-tidaknya pencegahan yang baik dari semua pihak, baik aparat hukum maupun masyarakat yang harus diidentifikasikan agar dapat berjalan secara tertib, terarah, dan terencana. Dalam hal ini semua pihak harus bekerja sama dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama, budaya dan hukum serta menindak tegas para pelaku pencurian agar sedapat mungkin bisa menekan laju perkembanganya, karena bukan tidak mungkin pencurian akan terus bertambah dimasa-masa yang akan datang, bahkan akan menjadi fenomena yang biasa dalam masyarakat, sehingga semakin banyak orang yang harus menjadi korban perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.


(15)

dari tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras terhadap pencurian terus dilancarkan dalam rangka mengurangi tindak kriminal.

Pencurian dengan pemberatan ialah pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), hanya bedanya bahwa pencurian yang dimaksud ditambah dengan ditentukan bentuk dan cara melakukan perbuatan, waktu serta jenis barang yang dicuri sehingga dinilai memberatkan kualitas pencurian.2

Hal ini diatur dalam Pasal 363 KUHP salah satunya tindak pidana pencurian ternak. Pencurian ternak mempunyai dampak yang begitu besar bagi kehidupan masyarakat terutama masyarakat di Kabupaten Padang Lawas Utara. Ternak khususnya sapi dan kerbau bagi kehidupan masyarakat Paluta terutama petani sangat penting, selain itu sapi dan kerbau juga digunakan untuk membajak sawah. Pelaku pada pencurian ternak ini kebanyakan pelaku residivis yaitu pelaku yang pernah melakukan kejahatan yang sama untuk kedua kalinya.

Dalam Bab IX KUHP tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam KUHP mengartikan ternak sebagai yang diatur dalam pasal 101 KUHP yaitu hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi, atau dengan lain perkataan : kuda, sapi atau kerbau dan babi. Dari istilah ini dapat dimengerti bahwa objek dari pencuriannya ternak sebagai unsur objektif tambahan dalam tindak pidana pencurian pokok, sehingga dapat disimpulkan disatu pihak penentuan arti kata ini bersifat memperluas karena biasanya kuda dan babi tidak masuk istilah ternak. Dan dilain pihak membatasi karena tidak termasuk didalamnya ayam,

2Suharto RM, Hukum Pidana Materiil Unsur-unsur Obyektif sebagai Dasar Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal: 72.


(16)

bebek, dan sebagainya.3

Di negeri Belanda menyebutkan “diefstal van uit de weide” (pencurian

ternak dari suatu padang rumput penggembalaan), dimana unsur weide itu tegas

ditambahkan karena unsur inilah yang justru merupakan alasan memberatkan hukuman. Oleh karena di Indonesia tidak ada tambahan “ dari padang rumput penggembalaan”, maka alasan memperberat hukuman hanya terletak pada hal ; bahwa ternak dianggap kekayaan yang penting.4

Sama halnya di Indonesia, menurut pandangan pembentuk Undang-undang bahwa masyarakat Indonesia memandang ternak mempunyai nilai khusus, mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada benda maupun binatang lainnya. Nilai khusus ini misalnya ternak dapat digunakan sebagai penarik beban, mengerjakan sawah, bahkan dapat digunakan sebagai ukuran kekayaan seseorang.

Tindak kejahatan pada dasarnya selalu melekat di dalam masyarakat manapun dan berbentuk apapun sistem politiknya. Lebih jauh lagi Baharuddin Lopa menjelaskan, semakin kompleks masyarakat semakin banyak pula pelanggaran hukum yang terjadi. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena di tengah-tengah masyarakat kerap sekali terjadi tindak pidana yang sangat bervariasi. Salah satu kasus pencurian ternak, pencurian ternak merupakan suatu bentuk pencurian yang diperberat, yaitu bentuk pencurian sebagaimana 3 Rasyid Ariman dan M. Fahmi Raghib, Kejahatan Tertentu dalam KUHP Sari Kuliah Hukum Pidana dalam Kodifikasi, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2008, hal. 59.


(17)

yang dirumuskan dalam pasal 362 (bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, baik yang objektif maupun subjektif, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian dalam bentuk pokoknya. Ternak ditetapkan oleh pembentuk Undang-undang sebagai faktor-faktor memperberat didasarkan pada pertimbangan mengenai keadaan khusus pada Indonesia.

Dengan latar belakang inilah penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah (skipsi) dengan judul “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak Kec. Portibi Kab.Padang Lawas Utara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dikemukakan rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang menjadi faktor-faktor terjadinya pencurian ternak kerbau di wilayah hukum Polsek Padang Bolak?

2. Bagaimana upaya kepolisian Polsek Padang Bolak dalam penanggulangan pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara?

3. Bagaimana Penanganan Pencurian Ternak yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dengan penerapan hukum pidana di Wilayah Hukum Polsek Padang Bolak?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara


(18)

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pencurian ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh kepolisian Polsek Padang Bolak dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara.

4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang dilakukan kepolisian Polsek Padang Bolak dalam kasus pencurian ternak kerbau sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku di Indonesia

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah : a) Manfaat (Teoritis) Penulisan skripsi ini dapat mejadi bahan kajian terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai peran Kepolisian Polsek Padang Bolak dan masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara.

b) Manfaat (Praktis) Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi, penambahan informasi dan pengetahuan hukum umumnya dan perkembangan hukum pidana di masa yang akan datang.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelurusan belum diketemukan karya ilmiah lain dengan judul “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Ternak Kerbau (Studi Kasus Polsek Padang Bolak Kec. Portibi Kab.Padang Lawas Utara)”. Penelitian


(19)

ini juga bukan merupakan duplikasi ataupun plagiat, sehingga karya penulisan ini merupakan karya asli. Kekhususan karya ini adalah pada penanggulangan aparat kepolisian Polsek Padang Bolak terhadap tindak pencurian ternak (curnak) kerbau di Kabupaten Paluta serta hambatan-hambatan yang terjadi dalam mencegah terjadinya pencurian hewan ternak milik warga dan penyelesaian kasus pencurian kerbau di Polsek Padang Bolak sesuai dengan penerapan hukum pidana oleh kepolisian terhadap pelaku pencurian kerbau

E.Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana

Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu straf, yang kadang-kadang

disebut dengan istilah hukuman. Walaupun istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana

dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana ( strafbaar feit).Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang

dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini

terdapat dalam WvS belanda.5

Demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Tindak pidana

adalah prilaku dalam waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak 5 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal. 24


(20)

dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum.6

Istilah yang digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit

adalah :

a. Tindak Pidana

b. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr.R.tresna dan Pompe

Pompe merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Sedangkan R. Tresna merumuskan bahwa peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan penghukuman.7

Peristiwa tidak saja menunjuk pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata, tetapi juga oleh alam, seperti matinya seseorang disambar petir atau tertimbun tanah longsor yang tidak penting dalam hukum pidana, baru menjadi penting dalam hokum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan

6 Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Undang-Undang hukum pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, Hal. 61.


(21)

oleh perbuatan manusia baik aktif maupun pasif. c. Delik

Sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Delik

merupakan perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.

d. Pelanggaran pidana.

e. Perbuatan yang boleh dihukum f. Perbuatan yang dapat dihukum g. Perbuatan Pidana

Istilah “peristiwa pidana” atau “tindak pidana” adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict” . Dalam bahasa

Indonesia di samping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan “strafbaar

feit” atau “delict” itu (sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E

Utrecth) dikenal pula beberapa terjemahan yang lain seperti8:

a. Tindak pidana (Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)

b. Perbuatan pidana (Prof. Mulyatmo, pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada VI tahun 1955 di Yogyakarta).

c. Pelanggaran pidana (Mr. M.H. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok Hukum Pidana, Penerbit Fasco, Jakarta 1955.

d. Perbuatan yang boleh dihukum (Mr. Karni, Ringkasan tentnag Hukum 8 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, Hal. 36.


(22)

Pidana, Penerbitan Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1959).

e. Perbuatan yang dapat dihukum (Undang-undang No. 12 / Drt Tahun 1951, Pasal 3, tentang Mengubah (Ordonnantie Tijdelijk Bijzondere Strafbepalingen). Di antara beberapa istilah tersebut di atas yang paling tepat untuk dipakai adalah istilah peristiwa pidana, karena yang diancam dengan pidana bukan saja yang berbuat atau yang bertindak tetapi juga yang tidak berbuat (melanggar suruhan/ gebod) atau tidak bertindak.9

2.Pengertian Pencurian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa kata “pencurian diartikan sebagai perkara atau perbuatan mencuri”. Pengertian ini berbeda dengan pengertian sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangan. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab pengertian menurut perundang-undangan haruslah memenuhi unsur-unsur yang lengkap dari suatu pasal yang didakwakan jika terjadi pelanggaran terhadap aturan perundan-undangan itu sendiri maupun untuk merumuskan sebuah tindakan apakah masuk kategori tindak pidana atau bukan.10

Para sarjana hukum tidak memberikan defenisi tentang pencurian, akan tetapi unsur-unsur dan elemen-elemennya saja yang berdasarkan Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), diantaranya R. Soesilo

9 Ibid, , Hal. 37

10 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2000. Hal. 177

11

R. Soesilo.. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia.Bogor.1995.Hal.249

12Lamintang, P.A.F. Delik-Delik Khusus Kejahata-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan,


(23)

mengemukakan bahwa : “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“.11

Berdasarkan rumusan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pencurian adalah perbuatan yang sengaja dilakukan dengan jalan mengambil barang milik orang lain baik seluruhnya atau sebagian dimana barang tersebut adalah kepunyaan orang lain dengan maksud ingin dimiliki dengan melawan hukum.12

Tindak pidana pencurian dari beberapa unsur-unsur, sebagai berikut: 1. Perbuatan mengambil.

Unsur pertama dari pencurian ini adalah mengambil barang, maksudnya membawa barang tersebut di bawah penguasaannya yang menyebabkan barang yang diambil tidak lagi menjadi milik dari pemilik semula. Hal ini menurut pendapat Lamintang yang secara lengkap dalam bahasa Belanda yakni sebagai berikut :Wegnemen is ene gedraging wa ardor man het goed bring thin zijn

feitolijke heerrchappij, be doeling die men opzichte van dat goed verder

koestert. (mengambil itu adalah suatu prilaku yang membuat suatu benda berada

dalam penguasaannya yang nyata atau benda dalam kekuasaannya atau di dalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang diinginkan dengan benda tersebut.13

11

12


(24)

Mengambil adalah mengambil untuk dikuasai, maksudnya untuk mengambil barang itu dan barang tersebut belum dalam kekuasaannya, apabila sewaktu memiliki barang itu telah berada di tangannya, maka perbuatan bukan pencurian tetapi penggelapan ( Pasal 372 KUHPidana ). Pengambilan ( pencurian ) itu sudah dikatakan selesai apabila barang tersebut dan belum berpindah tempat. Bilamana orang baru memegang saja barang tersebut dan belum berpindah tempat, maka perbuatan itu belum dikatakan pencurian, melainkan “mencoba mencuri”.14

Jika seseorang telah mengangkat suatu barang dengan maksud untuk membawa kedalam penguasaannya yang nyata tanpa bantuan atau izin dari pemiliknya, akan tetapi diketahui oleh orang lain bahwa telah meletakkan barang tersebut di tempat semula, maka orang itu dapat dipandang selesai melakukan perbuatan mengambil seperti yang dimaksud pada Pasal 362 KUHP. Perkembangan dibidang hukum pidana menyebabkan pengertian perbuatan “mengambil” dapat pula mengalami penafsiran luas, seperti yang dipakai oleh pembuat undang-undang yaitu tidak terbatas dengan tangan saja melainkan biasa juga mengambil dengan kaki, atau dengan menggigit atau dengan menggunakan satu macam alat lain, sebagaimana ajaran teori alat dalam hukum pidana. Misalnya dengan sepotong kayu atau besi ataupun menghabiskan bensin dalam mengendarai kendaraan tanpa seizin pemiliknya, walaupun tidak berniat mengambil kendaraan itu. Disamping itu, mengambil aliran listrik dari suatu tempat yang dikehendaki. dengan cara menempatkan sepotong kabel untuk 14 R. Sooesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1995, Pasal 362. Hal: 249


(25)

mengalirkan muatan arus listrik tanpa melalui alat ukur Perusahaan Listrik Negara ( PLN ), telah dapat dikategorikan sebagai kejahatan pencurian.

2. Yang diambil harus “suatu barang”.

Sebagaimana telah diatur dalam KUHP, bahwa pencurian digolongkan sebagai salah satu bentuk dari kejahatan terhadap harta benda orang. Hal ini berarti bahwa yang menjadi objek pencurian adalah “barang”.

Mengenai objek pencurian SIMONS mengemukakan pendapatnya, yaitu: “Segala sesuatu merupakan bagian dari harta kekayaan seseorang yang dapat diambil oleh orang lain itu, dapat menjadi objek tindak pidana pencurian”. Pendapat tersebut berarti bahwa yang dapat menjadi objek dari pencurian itu hanyalah barang-barang yang ada pemiliknya yang jelas dan sah menurut hukum. Sedangkan untuk barang yang tidak ada pemiliknya ( Res Nullius ) pada

hakekatnya tidak dapat dijadikan objek pencurian15”.

Disamping itu, masih terdapat lagi barang-barang yang tidak dapat dijadikan sebagai objek pencurian, yakni barang yang semula ada pemiliknya tersebut dilepaskan haknya.sebagai pemilik barang atau barang itu biasa disebut “ Res DelictaeI ”. Contohnya sepatu atau pakaian yang oleh pemiliknya telah

dibuang ke tempat sampah, barang-barang yang hilang dan tidak dapat diharapkan kembali oleh pemiliknya dan lain-lain.

Dalam Pasal ini, yang dimaksud dengan barang sebagai objek pencurian adalah barang berharga yang ekonomis dan barang berharga tidak ekonomis. Barang berharga ekonomis dimaksudkan adalah barang tersebut mempunyai

15 Lamintang, P.A.F, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru, Bandung 1989, hal: 21


(26)

nilai uang atau setidak-tidaknya dapat ditukarkan dengan uang. Sedangkan barang berharga tidak ekonomis yaitu barang yang tidak memiliki nilai tukar uang, tetapi menurut ukuran pihak korban pencurian, barang tersebut mempunyai nilai dan berharga. Contohnya, surat biasa, beberapa helai rambut dari seseorang yang telah wafat dan sangat dicintainya ataupun beberapa kertas dari buku yang telah robek.16

Seperti dalam bukunya, mengemukakan pendapatnya tentang maksud dari barang, yaitu sebagai berikut :

Barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk binatang ( manusia tidak termasuk ) misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya. Dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas, meskipun tidak berwujud akan tetapi dialirkan dikawat ataupun pipa. Barang itu tidak perlu mempunyai nilai ekonomis, oleh karena itu mengambil beberapa rambut wanita (untuk kenang-kenangan) tanpa seizin wanita itu, termasuk pencurian meskipun helai rambut tidak ada harganya.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh R. Soesilo tersebut, maka dapat dipahami bahwa barang yang menjadi objek pencurian dalam Pasal 362 KUHP tidak hanya termasuk barang berwujud saja, tetapi telah mencakup barang yang tidak berwujud seperti daya listrik dan gas yang dapat dialirkan melalui kawat, atau pipa.17

3. Barang itu “seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain”. 16 Ibid, , Hal: 2

17 R. Sooesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Politeia. Bogor. 1996, hal.250


(27)

Secara sederhana, penulis akan memberikan contoh mengenai barang yang seluruhnya kepunyaan orang lain. Misalnya : si A membeli buku cetak yang kemudian buku tersebut dicuri oleh si B. Buku cetak ini sepenuhnya milik si A sehingga si B sama sekali tidak mempunyai hak milik atas buku cetak yang telah dicurinya.

Pengertian barang sebahagian kepunyaan orang lain, contohnya : si A bersama si B membeli sepeda, maka sepeda tersebut kepunyaan si A dan si B ( milik bersama ) yang kemudian disimpan di rumah si A, si B menerima. warisan dari si C, disimpan di rumah si A kemudian kemudian dicuri oleh si B. Dalam hal ini barang yang dicuri si B sebahagian kepunyaan si A.

Orang lain yang dimaksud adalah tidak termasuk suami istri khusus untuk penerapan ketentuan Pasal 362 KUHP dan orang lain diluar yang melakukan pencurian seperti contoh tersebut diatas bahwa si A orang lain dari si B atau sebaliknya.18

4. Pengambilan dilakukan dengan “maksud untuk memiliki” barang dengan cara “melawan hukum” ( melawan hak ). Dalam hai ini terdapat dua bagian yaitu “maksud untuk memiliki” dan unsur “melawan hukum”.

Adapun penjelasan mengenai keduanya adalah sebagai berikut : a. Maksud untuk memiliki

Unsur ini merupakan unsur batin dari si pelaku. Unsur memiliki adalah tujuan akhir dari si pelaku yang tertanam dalam dirinya (sebagai niat).

18 Anwar. Moch, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II. Alumni : Bandung, 1986, hal. 26


(28)

Unsur memiliki adalah tujuan terdekat dari perbuatan mengambil, sebab apabila si pelaku mengambil barang tetapi tanpa maksud untuk memiliki maka tidak dapat dipidana berdasarkan Pasal 362 KUHPidana, tetapi mungkin dengan ketentuan lain.19

Berkaitan dengan unsur tersebut, Wirjono Projodikoro (1980 :167) mengemukakan sebagai berikut : “Pengertian maksud untuk memiliki adalah menjelmakan suatu perbuatan tertentu, suatu niat untuk memenfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri”.

Dalam perbuatan dengan maksud untuk memiliki “niat” dari pelaku sudah ada sebelum barang itu diambil. Pelaku dipandang telah menyadari dan tahu bahwa barang itu kepunyaan orang lain yang dimiliki secara melawan hukum.

b. Melawan hukum

Melawan hukum dimaksud melekat pada unsur “dengan maksud untuk memiliki” yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Hal ini berarti bahwa “melawan hukum” tersebut merupakan suatu perbuatan suatu perbuatan yang dipandang bertentangan dengan hukum tertulis yakni undang-undang atau ketentuan yang berlaku.

Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum menurut Moch. Anwar yaitu sebagai berikut :

Pendapat yang berpendirian formil menyatakan bahwa pengertian melawan hukum adalah apabila sesuatu perbuatan telah mencocoki rumusan


(29)

undang-undang yang menggariskan bahwa suatu perbuatan yang melanggar undang-undang dalam hal ini bersifat melawan hukum.20

Pendapat yang berpendirian ajaran materil dianut oleh HR maupun MA RI dalam yurisprudensi berpendapat :

“perbuatan yang mencocoki rumusan undang-undang belum tentu bersifat melawan hukum sebab hukum bukan hanya terdiri dari undang-undang saja, tetapi diluar dari pada undang-undang”.21

3. Jenis-Jenis Pencurian

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sebagaimana dalam pembagian Buku I, II dan III, kejahatan telah diatur dalam buku II. Khususnya tindak pidana pencurian, termuat dalam Buku II Bab XXII, Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP.

Pada Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP yang mengatur tentang pencurian tersebut, terdapat lima kualifikasi pencurian sebagai berikut :

a. Pencurian biasa; b. Pencurian berat; c. Pencurian ringan;

d. Pencurian dengan kekerasan; e. Pencurian dalam kalangan keluarga.

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu jenis-jenis pencurian ini, sebagai berikut :

20Ibid. Hal.56


(30)

a. Pencurian Biasa

Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pasal 362 tersebut merupakan dasar pencurian dan juga menjadi tolak ukur apakah suatu peristiwa pencurian termasuk dalam pencurian biasa, berat, ringan, dan lain-lain. Suatu hal penting yang perlu diperhatikan adalah perbuatan pembuat harus memenuhi rumusan Pasal 362 KUHP.

Dari rumusan Pasal 362 KUHP tersebut, ditarik suatu rumusan yang akan dipergunakan menentukan kategori pencurian biasa sebagai berikut :

1. Perbuatan mengambil;

2. Yang diambil adalah sesuatu barang;

3. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 4. Maksud hendak memiliki secara melawan hukum.

Apabila semua unsur diatas telah dilakukan oleh si pencuri, maka akan dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak Rp. 900,--.(Sembilan ratus rupiah).

b. Pencurian Berat

Suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai pencurian berat, selain memenuhi unsur-unsur Pasal 362 KUHP, juga harus memenuhi unsur lain yang terdapat dalam Pasal 363 KUHP.

R. Soesilo menerjemahkan Pasal 363 KUHP sebagai berikut : 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun : a. Pencurian hewan.(KUHP 101).


(31)

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, letusan gunung api, kapal selam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru- hara, pemberontakan atau kesengsaraan dimasa perang.

c. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau bertentangan dengan kemauannya orang berhak (yang punya). (KUHP 98, 167 s, 365).

d. Pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (KUHP 364). e. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat kejahatan itu

atau dapat mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu. (KUHP 99 s, 364 s).

2. Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun. (KUHP 35, 366, 486). 22

c. Pencurian Ringan

Tindak pidana pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP yang menentukan sebagai berikut :

Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima

22 R. Soesilo.. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia: Bogor. 1995, Hal. 252


(32)

puluh rupiah, dihukum sebagai pencurian ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-.

Melihat pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pencurian ringan adalah pencurian yang dilakukan dengan ketentuan harga barang tidak lebih dari Rp. 250,-- dan perbuatan yang dilakukan adalah :

1. Dilakukan oleh dua orang atau lebih (pasal 363 butir 4).

2.Pencurian yang dilakukan dengan cara masuk ke tempat barang dengan membongkar, memecah dan sebagainya (pasal 363 butir 5).

Pengecualian dari pencurian ringan meskipun harganya tidak lebih dari Rp. 250,--; jika :

1. Barang yang dicuri adalah hewan.

2. Dilakukan pada waktu kebakaran ataupun malapetaka yang lain.

3. Pencurian pada waktu malam dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, oleh orang yang berada disitu tidak mengetahui kejadian itu atau tidak atas kehendak orang yang mempunyai hak.

4. Pencurian yang disertai dengan kekerasan (Pasal 365), d. Pencurian dengan Kekerasan

Jenis pencurian ini diatur dalam Pasal 365 KUHP sebagai berikut :

1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut


(33)

melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap, ada ditangannya. (KUHP 89, 335).

2. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. (KUHP 98,363).

b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (KUHP 363 butir 4).

c. Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (KUHP 99, 100, 364 s).

d. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat. (KUHP 90). 3. Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena

perbuatan itu ada orang mati. (KUHP 35, 89, 366).

4. Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir no.1 dan 3. (KUHP 339, 366, 486).

e. Pencurian dalam Kalangan Keluarga

Pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP yang mengatakan sebagai berikut :


(34)

1. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (isteri) dari orang yang kena kejahatan itu, tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu ini tidak dapat dituntut hukuman.

2 Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan itu.

3. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandung (sendiri), maka ketentuan dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu.

Jadi dalam hal ini ada dua ketentuan utama yaitu :

1.Pencurian atau membantu pada pencurian atas kerugian suami atau istrinya tidak dihukum, oleh karena orang itu sama-sama memilki harta benda suami-isteri. Hal ini pun didasarkan atas alas an tata susila. Didalam hukum Islam tidak mengenal adanya perceraian meja, tempat tidur ataupun harta benda. Oleh karena itu, pencurian antara suami-isteri yang tunduk pada hukum Islam tidak dilakukan penuntutan karena bukan merupakan delik aduan.

2. Apabila pelaku atau pembantu pencurian merupakan sanak keluarga, maka pelaku pencurian hanya dapat dituntut atau diadukan dari orang yang mempunyai hak atas barang tersebut.


(35)

3. Sanak keluarga (keturunan sedarah, turunan lurus, turunan menyimpang, dan keluarga perkawinan) yang melakukan pencurian merupakan delik aduan.

4. Hewan Ternak

Pencurian ternak ( Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP ). Dalam Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP unsur yang memberatkan pencurian adalah “ternak”. Penafsiran terhadap pengertian ternak ini telah diberikan oleh undang-undang sendiri yaitu dalam Pasal 101 KUHP. Dengan demikian untuk melihat pengertian ternak digunakan penafsiran secara autentik yaitu penafsiran yang diberikan oleh undang-undang itu sendiri.

Berdasarkan ketentuan Pasal 101 KUHP, ”ternak” diartikan sebagai “hewan berkuku satu, hewan pemamah biak, dan babi, misalnya kerbau, sapi, kambing dan sebagainya. Sedang hewan berkuku satu antara lain kuda, keledai”.

Sementara di sisi lain, ketentuan Pasal 101 KUHP tersebut justru membatasi berlakunya ketentuan Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP oleh karena pengertian “ternak” dalam Pasal 363 ayat (1) butir 1 tidak meliputi pluimvee seperti ayam,

bebek dan sebagainya sebagai hewan yang justru biasanya diternakkan. Unsur “ternak” ini menjadi unsur yang memperberat tindak pidana pencurian, oleh karena bagi masyarakat ( Indonesia ) ternak merupakan harta kekayaan yang penting.

Sebagaimana sapi, dan kerbau adalah hewan pemamah biak. Ini berarti kerbau memanfaatkan mikroorganisme di dalam rumen untuk mencerna makananya. Pakan yang dimakan kerbau sebagian besar berasal dari tumbuhan hijau. Kerbau mengubah selulosa dan bahan serat lainnya menjadi susu dan


(36)

daging bermutu tinggi. Kemampuan cerna hewan pemamah biak lebih besar dari pada hewan non-pemamah biak. kerbau “mengunyah memahan”, yaitu mengeluarkan kembali makanan yang telah ditelannya ke mulut dan mengunyanya beberapa kali sehingga membantu pencernaan makanan.23

Ternak kerbau mempunyai peluang untuk dikembangkan secara komersial sebagai sumber pendapatan keluarga petani dan pendapatan Negara. Peternakan di Indonesia merupakan salah satu penghasil daging dan susu, sumber tenaga kerja, bahan kerajinan dan juga menghasilkan pupuk kadang sebagai pupuk organil.

Ternak kerbau sejak lama merupakan sumber tenaga pengelolah tanah dan penarik gerobak (pedati) dalam lingkungan kehidupan petani di pedesaan. Status ternak kerbau ditujukan pada kehadiran dan pertisipasi ternak tersebut dalam kehidupab sosial ekonomi masyarakat. Ternak kerbau dibutuhkan sebagai sarana upacara adat dan keagamaan, aturan-aturan dan kebiasaan tradisional yang kompleks. Selain itu ternak kerbau merupakan lambing dari keberadaan pemiliknya dan berperan penting dalam kehidupan sosial beberapa suku bangsa di Indonesia.

Ternak kerbau dikembangkan di Indonesia dibedakan atas tiga jenis, yaitu kerbau murah, kerbau lokal dan kerbau lumpur.

1. Kerbau Murah

Kerbau murah ditandai dengan badannya besar dan kulitnya berwarna hitam atau kelabu kehitam-hitaman, kepalanya kecil dan tanduknya

23 http://id.wikipedia Bahasa Indonesia/ Medan, 13 Desember 2013. Pukul 18.55 Wib


(37)

berbentuk spiral. Bobot badan ternak kerbau jantan dewasa rata-rata 544 kg, sedangkan bobot badan kerbau betina dewasa rata-rata 450 kg. Jenis Kerbau murah berasal dari India, yang kini banyak terdapat di Sumatera Utara dan berbagai daerah di Indonesia.

Kerbau murah memiliki ciri-ciri dengan mempunyai ambing susu yang berukuran besar sebagai tipe penghasil susu. Meskipun kerbau murah termasuk tipe perah atau penghasil susu, tetapi kadang-kadang para petani menggunakan ternak ini sebagai ternak kerja sawah.

2. Kerbau Lokal

Kerbau lokal terdapat di seluruh Indonesia. Kerbau lokal dewasa mempunyai bobot badan rata-rata 400 kg, kerbau lokal ditandai dengan warna kulitnya berwarna hitam dan ada juga yang berwarna putih. Kebau lokal berwana hitam sering digunakan pada acara keagamaan, sedangkan kerbau lokal berwarna putih digunakan sebagai ternak disawah.

Kelebihan kerbau lokal berwarna putih adalah lebih kuat dan lebih tahan terhadap terik matahari dari pada kerbau lokal berwarna hitam.24

E. Metode Penelitian

Secara etimlogis metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau cara melakukan sesuatu, pengertian ini diambil dari istilah medode yang berasal dari bahasa Yunani, “methodos” yang artinya “jalan menuju”. Bagi kepentingan

ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal dai proposisi-proposisi akhir

24http://books.google.co.id/books?

id=cPRplj/ji8kc&focus=viewport&dq=kerbau+di+indonesia&hl=id&output=html_texs, diakses pada tanggal 26 Januari, pukul 04.50 WIB


(38)

dalam dalam bidang pengtahuan tertentu. Secara khusus bagi ilmu-ilmu yang bersifat spekulatif, metode merupakan jalan menuju atau memahami mengnai apa yang ada atau yang harus ada, sedangkan ilmu-ilmu normative metode merupakan jalan menuju norma-norma yang mengatur perbuatan atau tingkah laku masayarakat melalui pembentukan atau perumusan suatu norma/aturan sebagi pedoman hidup masyarakat25. Metode penelitian yang digunakan oleh

penulis yaitu:

1. Metode Pendekatan Masalah

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata di masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta, dilanjutkan dengan menemukan masalah, kemudian pada identifikasi masalah dan pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah. Untuk mendapatkan data tersebut peneliti langsung ke objek penelitian yang diteliti untuk mendapatkan data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung.

Di samping berdasarkan peraturan yang berlaku juga dilihat dari segi kenyataan yang ada di masyarakat.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti dalam penulisan skripsi ini yaitu di Polsek Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Pengambilan lokasi tersebut didasarkan pada informasi yang diterima oleh penulis bahwa di wilayah hukum Polsek Padang bolak telah terjadi aksi pencurian ternak (curnak) 25 BahderJohan Nasution,Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, Hal.13


(39)

dimana dalam kasus ini terbongkarnya jaringan pencurian ternak khususnya jenis kerbau, beberapa kali warga melapor pada aparat kepolisian mengenai hilangnya ternak warga, dan terbongkarnya jaringan pencuarian ternak tersebut maka menguatkan bahwa pencurian dilakukan bukan hanya sekali tetapi terjadinya pencurian telah terjadi beberapa kali di kabupaten paluta

3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

a. Data Primer,

yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama melalui wawancara langsung dengan responden, yaitu dengan aparat Kepolisian Polsek Padang Bolak yang menangani kasus tindak pidana pencurian ternak kerbau.

b. Data Sekunder

yaitu data yang diperoleh dari sumber tidak langsung, yaitu diperoleh dari dokumen yang berupa majalah, buku literatur, surat kabar, kamus hukum, ensiklopedia, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel di internet,dokumen-dokumen atau berkas-berkas yang diperoleh dari instansi setempat.

4. Metode Pengumpulan Data


(40)

1. Melakukan wawancara langsung dengan reposden. Wawancara (Interview), yaitu mengadakan penggalian data dengan wawancara yang

mendalam terhadap aparat Kepolisian yang menangani kasus ini di Polsek Padang Bolak

Penulis menggunakan interview bebas terpimpin (controlled interview),

yaitu wawancara menggunakan interview guide berupa pertanyaan yang

berhubungan dengan permasalahan dan cara mengajukan pertanyaan diserahkan sepenuhnya pada keluwesan interviewer untuk menghilangkan

kekakuan dalam proses interview.

2. Melalui penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data

dari referensi-referensi yang mendukung terhadap penelitian ini (melakukan studi kepustakaan yang berupa dokumen-dokumen, literatur, artikel-artikel yang berhubungan dengan permasalahan). Kemudian dilakukan sinkronisasi sehingga diperoleh data yang menjadi bahan masukan untuk melengkapi analisis permasalahan dalam penelitian ini.

6. Analisis Data

Setelah data relevan yang diperlukan telah berhasil dihimpun dalam penelitian, maka data tersebut dianalisis secara deskriptif analitis yaitu menggambarkan bagaimana upaya penanggulangan terjadinya pencurian ternak (curnak) di wilayah Hukum Polsek Padang Bolak serta penerapan hukum pidana oleh aparat kepolisian pada pelaku curnak kerbau tersebut. Atas dasar itu, maka dapat diperoleh gambaran yang objektif mengenai kenyataan yang ada di masyarakat, sehubungan dengan tindak pidana pencurian ternak di kabupaten


(41)

Paluta tersebut.

G.Sistematika Penulisan

Sesuai dengan isi dari keseluruhan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisannya menjadi beberapa bagian pembahasan:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini memuat antara lain: latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan,tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini akan diuraikan tentang faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya tindak pidana pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara.

BAB III : Bab ini akan membahas tentang gambaran secara keseluruhan wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara termasuk jumlah populasi kerbau sesuai dengan sensus peternakan tahun 2012, kemudian langkah-langkah yang di ambil oleh pihak kepolisian Polsek Padang Bolak upaya penanggulanangan tindak pidana pencurian ternak kerbau partisipasi masyarakat pada aparat kepolisian serta hambatan-hambatan penanggulangan tindak pidana pencurian ternak kerbau yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara.

BAB IV : Bab ini akan membahas tentang Posisi Kasus yang berisi tentang gambaran lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) dimana diambil dari salah satu kasus pencurian ternak kerbau yang ditangani oleh


(42)

kepolisian Polsek Padang Bolak serta penerapan hukum pidanan terhadap para pelaku tindak pidana pencurian ternak kerbau dan penanganan kasus tersebut oleh kepolisian dengan menggunakan ketentuan Hukum Pidana di wilayah hukum Polsek Padang Bolak.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari keseluruhan pembahasan yang penulis uraikan dalam pembahasan-pembahasan terlebih dahulu serta masukan yang berupa saran dari penulis terhadap kasus pencurian ternak kerbau yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara serta upaya penanggulangan sebagai antisipasi masyarakat dalam mencegah terulangnya pencurian kerbau.

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN

PADANG LAWAS UTARA

Status sosial seseorang di dalam masyarakat banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selama di dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai maka selama itu pula ada pelapisan-pelapisan di dalamnya dan pelapisan-pelapisan itulah yang menentukan status sosial seseorang.


(43)

memiliki sebab dan akibat, begitu pula kejahatan, setiap kejahatan memiliki motif atau alasan untuk melakukan tindakan kejahatan dan setiap alasan tersebut pasti berbeda-beda satu sama lainnya. Perbedaan ini terjadi karena setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda-beda pula.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara antara lain:

A. Faktor Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu hal yang penting di dalam kehidupan manusia, maka keadaan ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurianlah yang kerap kali muncul melatarbelakangi seseorang melakukan tindak pidana pencurian. Para pelaku sering kali tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, atau bahkan tidak punya pekerjaan. Karena desakan ekonomi yang menghimpit, yaitu harus memenuhi kebutuhan keluarga, membeli sandang maupun pangan, atau ada sanak keluarganya yang sedang sakit, maka sesorang dapat berbuat nekat dengan melakukan tindak pidana pencurian.

Rasa cinta seseorang terhadap keluarganya yang menyebakan ia sering lupa diri dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya. Terlebih lagi apabila faktor pendorong tersebut diliputi rasa gelisah, kekhawatiran, dan lain sebagainya, disebabkan orang tua (pada umumnya ibu yang sudah janda), atau isteri atau anak maupun anak-anaknya, dalam keadaan sakit keras. Memerlukan obat, sedangkan uang sulit di dapat. Oleh karena itu, maka seorang pelaku dapat termotivasi untuk melakukan pencurian.


(44)

kehidupan manusia, hal ini dikarenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang, pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Pemenuhan kebutuhan inilah yang membutuhkan biaya, jika kebutuhan sehari-hari sangat banyak, maka biaya yang dibutuhkan juga semakin banyak. Alasan tersebut sering dipergunakan para pelaku kejahatan karena alasan tersebut dapat meringankan hukuman yang dijatuhkan padanya.

Terjadinya kejahatan pencurian ternak ini dikarenakan oleh faktor ekonomi dari pelaku yang masih tergolong rendah sedangkan kebutuhannya yang mendesak untuk dipenuhi. Tekanan atau desakan seperti itulah yang menyebabkan pelaku melakukan pencurian yang merupakan jalan pintas untuk memenuhi kebutuhannya. Ketidakseimbangan inilah yang menjadi faktor bagi setiap orang mencari alternative pekerjaan agar mendapatkan uang yang lebih banyak lagi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Faktor ekonomi adalah faktor yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini di karenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang, pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan berbagi hal, baik itu dengan cara yang baik atau dengan cara yag jahat. Maka faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat melakukan kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang kian hari kian meningkat.

Adapun tingkat ekonomi pelaku pencurian ternak dapat dijelaskan melalui tabel berikut:


(45)

Tabel 1

Pelaku Pencurian Ternak

Kepolisian Resor Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2009-2013

Sumber : Kepolisian Resor Kabupaten Padang Lawas Utara

AIPDA M.Hutabarat, Juru Periksa Reskrim Padang Bolak (wawancara 06 Januari 2014) mengemukakan bahwa :

Salah satu faktor pendorong seseorang melakukan kejahatan pencurian adalah keadaan ekonomi yang rendah. Dilain pihak kebutuhan hidup yang semakin mendesak tetapi pelaku tidak dapat memenuhinya. Terlebih lagi pelaku yang sudah berkeluarga yang memiliki tanggungan sedangkan penghasilan untuk memenuhinya tidak cukup. Ditambah lagi dengan keadaan lingkungan dari pelaku yang konsumtif merupakan faktor pendorong pelaku melakukan pencurian.26

Selanjutnya Juman, pelaku kejahatan pencurian ternak (wawancara 8 Januari 2014), mengemukakan bahwa : 27

“Saya mencuri karena keadaan yang memaksa. Pekerjaan sebagai petani

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga saya. Selain itu

biaya sekolah anak saya harus segera dibayar.”

26 Hasil wawancara dengan AIPDA M.Hutabarat,AIPTU Suratman, tanggal 06 Januari 2014

27 Hasil wawancara dengan Pelaku Curnak Juman 34 tahun, Sahrul, 47 tahun tanggal 08 Januari 2014

No Tahun Pelaku Pekerjaan

Tidak

Bekerja Petani Pedagang Buruh Lainnya

1 2009 2 1 - - 1

2 2012 4 2 2 -


(46)

Sahrul, pelaku kejahatan pencurian ternak (wawancara 8 Januari 2014), mengemukakan bahwa :

Saya mencuri ternak karena sangat mudah untuk memasarkanya di pasar

dan harganya juga cukup mahal, saya merasa bersalah, hal tersebut saya

lakukan karena tekanan kebutuhan rumah tangga”

Faktor ekonomi adalah faktor yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, hal ini di karenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang, pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan berbagi hal, baik itu dengan cara yang baik atau dengan cara yag jahat. Maka faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat melakukan kejahatan, karena disebabkan oleah kebutuhan ekonomi yang kian hari kian meningkat

B. Faktor Pendidikan

Faktor yang lain adalah pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tindakan seseorang, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dalam bertindak, bertutur kata, bertingka laku, cenderung berfikir dengan menggunakan kerangka fikir yang baik dan sistematis sehingga segala perbuatannya cenderung untuk dapat dipertanggungjawabkan lain halnya dengan orang yan memiliki tingkat pendidikan yang rendah dalam melakukan tindakan terkadang berfikiran sempit.

Selain itu seseorang yang memiliki strata pendidikan yang tinggi dalam mencari pekerjaan cenderung mudah dibandingkan dengan orang yang memiliki


(47)

strata pendidikan yang rendah, karenanya banyak orang yang memiliki pendidikan yang rendah tidak memiliki pekerjaaan/pengangguran. Karena tidak memiliki pekerjaan itu maka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dia akan melakukan pekerjaan apa saja asalkan ia dpat memenuhi kebutuhan hidupnya tak perduli apakah itu melanggar hukum atau tidak.

Begitu juga dengan kejahatan pencurian ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat beberapa pelaku yang ternyata tingkat pendidikannya rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2

Tingkat Pendidikan Pelaku Pencurian Ternak Kerbau Di Kabupaten Padang Lawas Utara

Tahun 2009-2013

No Tahun Pelak u

Tingkat Pendidikan

Keteranga n Tidak

Bersekolah SD SMP SMA dll

1 2009 2 3 1 - - -

-2 2012 4 1 2 - 1 -

-3 2013

8 - 2 - 1

-5 Pelaku berstatus

DPO


(48)

AIPDA M.Hutabarat, Juru Periksa Reskrim Padang Bolak (wawncara 06 Januari 2014) mengemukakan bahwa : 28

“Pendidikan sebagai salah satu faktor penyebab atau yang melatarbelakangi

terjadinya kejahatan, karena pendidikan adalah sarana yang paling efektif

dalam mendidik dan mengarahkan seseorang untuk merubah cara berfikir

sehingga dapat memikirkan tentang perbuatannya, akibat kerugian serta

konsekuensi yang ditimbulkan jika dia melakukan perbuatan tersebut.”

Hubungan antara pelaku pencurian ternak kerbau dengan faktor pendidikan, adalah karena apabila masyarakat kurang mendapat pendidikan khususnya pendidikan agama dan pendidikan hukum, maka masyarakat tidak tahu apa yang dia lakukan, kerugian yang diderita oleh orang lain (korban) akibat perbuatannya serta konsekuensi dari perbuatannya, sehingga dibutuhkan pendidikan dan pemahaman agar mereka mengetahui apa yang dilakukannya itu, kerugian yang diderita oleh orang lain (korban) akibat perbuatannya serta konsekuensi dari perbuatannya karena perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma baik itu norma agama, maupun norma-norma sosial baik itu norma hukum sehingga apabila dilakukan maka pelakunya akan dikenakan sanksi pidana. Tapi tidak tertutup kemungkinan seseorang yang melakukan kejahatan tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ilmu yang tinggi dan mengecap dunia pendidikan yang tinggi pula.

Memang jika berbicara tentang pendidikan dikaitkan dengan kejahatan mungkin banyak permasalahan yang akan muncul, oleh karena itu penulis batasi 28 Hasil wawancara dengan AIPDA M.Hutabarat,AIPTU Suratman, tanggal 06 Januari 2014


(49)

seperti pendidikan yang kurang berhasil adalah dari pelaku yang relatif pendidikan rendah, maka akan mempengaruhi pekerjaan pelaku karena kurangnya keterampilan yang dimiliki sehingga pelaku pencurian ternak kerbau yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara umumnya adalah buruh yang pekerjaannya tidak tetap. Hal itu disebabkan karena pendidikan yang rendah, sehingga kurangnya kreatifitas dan berhubungan dengan kurangnya peluang lapangan kerja. Sehubungan dengan pendidikan yang minim itu maka pola pikir mereka mudah terpengaruh karena kadang-kadang mereka bisa mengekspresikan tingkah laku yang tidak baik lewat perbuatan yang merugikan masyarakat.

Jadi melalui bekal pendidikan yang diperoleh dengan baik dapat merupakan proses pembentukan nilai-nilai atau perilaku mereka. Memang jika faktor pendidikan dikaitkan dengan latar belakang kejahatan yang dilakukan itu rata-rata yang berpendidikan rendah yang banyak melakukan kejahatan pencuria ternak kerbau.

C. Faktor Geologis

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Di Sumatera Utara terdapat suku Batak, Mandailing, Angkola Dan Karo. Suku Angkola adalah salah satu dari empat suku yang terdapat di Sumatera Utara.

Padang Lawas Utara atau yang dikenal dengan Padang Bolak, istilah “Padang Bolak” di artikan dalam bahasa Indonesia yaitu “Padang yang Luas” dimana daerah Paluta mempunyai potensi alam yang cukup baik. Kabupaten Padang Lawas Utara yang beribukota di Gunung Tua secara geografis terletak di bagian utara Provinsi Sumatera Utara yaitu antara 1°13'50" - 2°2'32" Lintang Utara dan 99°20'44" - 100°19'10 Bujur Timur, dengan luas wilayah tercatat 3 918,05 Km²


(50)

kemudian letak di atas Permukaan Laut 0 – 1 915 M .

Dengan Luas wilayah tersebut, kondisi alam dan lingkungan serta curah hujan di kabupaten Padang Lawas Utara sangat mendukung peredaran populasi kerbau, hal ini dapat dilihat dari jumlah populasi kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara.Berdasarkan hasil data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utatara Jumlah populasi kerbau yaitu 9 459 ekor pada tahun 2010, 10468 ekor pada tahun 2011 dan 10041 ekor pada tahun 2012.29

Jumlah populasi kerbau pada tahun 2012 menurun, penurunan populasi kerbau pada tahun 2012 disebabkan beberapa faktor, diantaranya faktor seringnya terjadi pencurian kerbau di berbagai daerah di berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara jumlah populasi kerbau menerut kecamatan dan luas wilayah dapat dilihat pada tabel berikut:30

Tabel 3

Jumlah Populasi Kerbau Menurut Kecamatan dan Luas Wilayah di Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah

Kebau

Luas

(KM2) Presentase terhadap Luas Kab

1 Batang Onang 523 286,69 7,32

2 Padang Bolak Julu 781 243,33 6,21

3 Portibi 1528 142,35 3,63

4 Padang Bolak 2276 792,14 20,22

5 Simangambat 219 1 036,68 26,46

6 Halongonan 1 668 569,26 14,53

7 Dolok 168 492,45 12,57

8 Dolok Sigompulon 140 272,17 6,95

9 Hulu Sihapas 120 82,98 2,12

( Sumber Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara)

29 Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012


(51)

Dilihat dari tabel di atas, dapat dilihat penyebaran kerbau yang paling banyak terletak di Kecamatan Padang Bolak, hal ini sangat berpengaruh dengan faktor yang melatar belakangi terjadinya tindak pidana pencurian ternak dimana hal tersebut menjadi faktor pendorong para pelaku curnak melalukan aksi pencurian kerbau di daerah yang paling banyak populasi kerbaunya. Hal tersebut diperkuat dengan beberapa kasus yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara lebih mendominasi di Kecamatan Padang Bolak. Dari 9 kasus Pencurian Kerbau di wilayah hukum Polsek Padang Bolak 5 diantaranya terjadi di Kecamatan Padang Bolak.

Dilihat dari segi geologis letak dan lokasi populasi kerbau menjadi lokasi yang strategis bagi pelaku untuk manjalankan aksinya, disampin itu Letak lokasi pencurian terhak kerbau yang terjdi di Kecamatan Padang Bolak lebih dekat dengan jalan Lintas Sumatera sehingga hal tersebut memudahkan pelaku untuk manjalankan aksinya dan membawa kerbau curian keluar dari Kabupaten Padang Lawas Utara untuk di jual di daerah lain dengan harga yang lebih mahal.

Monitan Tarigan, pelaku pencurian ternak (wawancara 08 Januari 2014), mengemukakan bahwa : 31

“Dalam Kasus pencurian yang saya lakukan, saya dan sahrul adalah sopir

yang membawa kerbau tersebut dibawa ke binjai untuk di jual, sedangkan

yang lainnya setahu saya sebagai eksekuror dilapangan, atas perbuatan

yang saya lalukan dkk, saya merasa bersalah dan melanggar hukum yang

berlaku di Negara Republik Indonesia dan menyesali perbuatan saya”

31 Hasil wawancara dengan Pelaku Curnak Monitan Tarigan 37 tahun tanggal 08 Januari 2014


(52)

Dengan demikian faktor geologis merupakan yang dominan yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidanan pencurian kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara

D.Faktor Penegak Hukum

Terjadinya tindak pidana pencurian kerbau di Kabupaten padang Lawas Utara mempuyai beberapa faktor yang melatarbelakanginya, hal tersebut tidak lepas dari salah stu faktor peyebab terjadinya pencurian ternak kerbau yaitu faktor penegak hukum. Dalam hal ini aparat penegak hukum memiliki peranan penting dalam pencegahan pencurian kerbau yang terjadi di wilayah hukumnya, tetapi fakta dilapangan membuktikan behwa kinerja aparat pengak hukum masih jauh dari hapan masyarakat yang seharusnya menjadi tugas pokok para penegak hukum.

Aparat penegak hukum yang cenderung tidak begitu konsentrasi dengan masalah pencurian ternak, menyebabkan para pelaku semakin meraja lela dalam malakukan aksinya. Lambatnya proses penanganan terhadap warga yang melapor menjadikan masyarakat enggan untuk melapor pada aparat kepolisian Resor Padang Bolak.

Dalam pembahasan pada bab ini, penulis melakukan survei lapangan pada beberapa desa di Kecamatan Portibi yaitu Desa Napalombang, Desa Mangaledang


(53)

Lama, Desa Mangaledang, Desa Torluk Muara Dolok dan Desa Janji Matogu untuk mendapatkan informasi dari warga mengenai kinerja aparat kepolisian Polsek Padang Bolak dalam menangani kasus pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4

Pendapat Warga dari beberapa Desa di Kecamatan Portibi Mengenai Kinerja Aparat Polsek Padang Bolak dalam menangani Kasus


(54)

Sumber: Hasil Survei Lapangan pada studi kasus yang dilaksanakan pada tanggal 12,13 dan 14 Februari 2014

Berdasarkan tebel diatas dapat dilihat bahwa masayarakat berpendapat kinerja aparat kepolisian Polsek Padang Bolak dalam menangani kasus pencurian kerbau di Kabupaten Padang lawas Utara masih jauh dari harapan masyarakat atas kinerja aparat kepolisian dalam menangani kasus tersebut. Dari 15 warga yang terdiri atas 5 desa yang menjadi objek studi kasus yang di survei langsung oleh penulis dapat dilihat 6 warga berpendapat bahwa kinerja aparat kepolisian Polsek Padang Bolak telah dilakukan dengan baik sedangkan 9 warga lainnya

N

o Nama Asal Desa

Kinerja Aparat Kepolisian

Baik Kurang

Baik

1 Tongku Napalombang

2 Palaungan Rtg Napalombang

3 Aziz Perwira Siregar Napalombang −

4 Hadamean Siregar Mangaledang Lama −

5 Rizal Hasan Hsb Mangaledang Lama −

6 Wildan Syukri Srg Mangaledang Lama

7 Bahari Nst Torluk Muara Dolok −

8 Ruslan Harahap Torluk Muara Dolok −

9 Gammi Siregar Torluk Muara Dolok −

10 Asrul Janji Matogu

11 Khairul Harahap Janji Matogu

12 Himsar Siregar Janji Matogu −

13 Soangkupon Mangaledang −

14 Taufik Isnan Pohan Mangaledang


(55)

mengemukakan bahwa kinerja aparat kepolisian Polsek Padang Bolak masih jauh dari harapan warga dikarnakan aparat masih lambat dalam menangani kasus pencurian ternak kerbau yang sudah terjadi beberapa kali diwilayah mereka

Dari perbandingan pendapat warga mengenai kinerja aparat kepolisian dalam menangani kasus pencurian ternak kerbau penulis berpendapat bahwa penanganan kasus pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara masih kurang maksimal, dimana aparat tidak begitu kosentrasi dalam hal penanganan pencurian kerbau. Hal ini masih jauh dari apa yang menjadi tugas pokok dari Polsek Padang Bolak yaitu melayani masyrakat dalam penanganan apabila warga melapor adanya kehilangan ternak milik mereka. Akibatnya warga enggan melapor pada aparat kepolisian Polsek Padang Bolak apabila terjadi hilangnya ternak kerbau milik warga dengan alasan aparat kepolisian lambat dalam penanganan dan sering tidak dilayani.

Hal tersebut dipertegas dengan Keterangan Warga Padang Bolak bahwa seringnya terjadi hilangnya ternak kerbau milik warga. Fahrin Siregar, 47 tahun, Warga Gunung Tua Kecamatan Portibi (wawancara 08 Januari 2014) mengemukakan bahwa:32

Sudah sering terjadi pencurian kerbau tertama di Kecamatan

Padang Bolak,Portibi dan Padang Bolak Julu, warga sering

mengembarakan kerbau di tempat pengembaraannya, hilangnya kerbau

32 Hasil wawancara dengan Fahrin Siregar, 47 tahun Warga Gunung Tua Kecamatan Portibi tanggal 08 Januari 2014


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, akhirnya penulis menarik kesimpulan yaitu:

1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan pencurian ternak

di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah, faktor ekonomi, faktor geologis, faktor pendidikan, dan faktor penegak hukum. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi atau yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan pencurian ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara, sehingga diperlukan tindakan pencegahan berupa pemberian pemahaman kepada masyarakat seperti kegiatan penyuluhan sebagai bagian dari upaya preventif.

2. Upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Padang Bolak dalam

menanggulangi tindak pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri atas dua yaitu upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif adalah langkah awal untuk mencegah/mengurangi tindak pidana dengan melakukan penyuluhan hukum, patroli rutin serta razia


(2)

secara rutin. Namun pelaksanaan upaya preventif yang dimaksud masih belum efektif karena pencurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara masih statis dari tahun ke tahun. Upaya represif yaitu langkah yang ditempuh oleh pihak Kepolisian Resor Padang Bolak terhadap pelaku yang sesuai dengan perbuatan yang dilaksanakan dengan baik. Kedua upaya ini dilaksanakan dilakukannya telah secara terpadu.

3. Adapun penerapan hukum pidana yang dilakukan pihak kepolisian Polsek Padang Bolak terhadap tersangka pelaku pencurian ternak kerbau yang terjadi di Desa Balakka Kec.Portibi Kab.Padang Lawas Utara sesuai dengan hasil yang dilakukan penyidik pada para tersangka pelaku pencurian ternak kerbau maka pasal yang di prasangkakan terhadap para pelaku dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan yakni pasal 363 ayat 1 huruf 1e dan ayat 2 KUHPidana.Penerapan hukum pidana oleh aparat kepolisian Polsek Padang Bolak tersebut telah sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidik berdasarkan dari hasil pemeriksaan TKP, Fakta-fakta, Analisa kasus dan Anlisa yuridis. Hal ini dikarenakan para tersangka benar telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yaitu tindak pidana pencurian dengan pemberata berdasarkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta hukum bahwa para tersangka telah memenuhi unsur-unsur dalam KUHPidana


(3)

B. Saran - Saran

Berdasarkan uraian dari kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada aparat penegak hukum yang berwenang dalam menanganikasus pencurian ternak kerbau yang marak terjadi ki Kabupaten Padang Lawas Utara agar bersungguh-sungguh dalam penanganannya terutama dengan hal pelayanan kepada masyarakat warga Kabupaten Padang Lawas Utara dan melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya menanggulangi pencurian kerbau dan bersama sama saling mebantu antara pihak kepolisian Polsek Padang Bolak dengan Masyaraka Kabupaten Padang Lawas Utara sebagai upaya pencegahan tindak pidanan pencurian ternak kerbau karena yang dirugikan disini adalah masyarakat agar tercipta ketertiban dan keamanan bersama.

2. Melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui secara menyeluruh pentingnya penanganan kasus oleh kepolisian agar dapat mencegah terjadinya pencurian ternak kembali.

3. Dibuat posko tentara dan kepolisian agar di daerah yang rawan pencurian ternak untuk terciptanya suasana aman bagi masyarakat kabupaten Padang Lawas Utara


(4)

4. Patroli lebih intensifkan lagi agar tercipta suasana aman serta razia rutin diadakan oleh kepolisian Polsek Padang Bolak pada setiap titik perbatasan antar kabupaten dengan demikian dapat mempersempit ruang gerak para pelaku pancurian ternak kerbau di Kabupaten Padang Lawas Utara.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Anwar. Moch,, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II. Alumni 1986, Bandung.

Chazawi. Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagan I, PT Raja Grafindo Persada, 2002, Jakarta.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004.

Lamintang, P.A.F, 1989. Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Baru : Bandung.

Lamintang, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti : Bandung.

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008.

Rasyid Ariman dan M. Fahmi Raghib, 2008, Kejahatan Tertentu dalam KUHP Sari Kuliah Hukum Pidana dalam Kodifikasi, Universitas Sriwijaya, Palembang


(5)

Undang-Undang hukum pidana belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia: Bogor.

R. Sooesilo. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Politeia : Bogor. R. Soesilo. 2009. Penanggulangan Kejahatan, Sinar Grafika, Jakarta

Suharto RM, 2002, Hukum Pidana Materiil Unsur-unsur Obyektif sebagai Dasar Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta.

B.SUMBER DATA LAINNYA

Data Kepolisian Polsek Padang Bolak , Pelaku Pencurian Ternak 2009-2013 , Tingkat Pendidikan Pelaku Pencurian Ternak Kerbau

Di Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2009-2013.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Lawas Utara, Hasil Sensus Peternakan Tahun 2013.

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara, Populasi Kerbau Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012.

Bappelitbang dan PMD Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012, Luas Kabupaten Padang Lawas Utara secara geografis.

C. WAWANCARA-WANCARA

Wawancara dengan AIPTU Suratman, tanggal 06 Januari 2014 Wawancara dengan AIPDA M.Hutabarat, tanggal 06 Januari 2014 Wawancara dengan Pelaku Curnak , tanggal 08 Januari 2014

Wrawancara dengan Fahrin Siregar, Warga Gunung Tua, tanggal 08 Januari 2014 Wawancara dengan masyarakat di Kecamatan Portibi yang terdiri dari Lima desa


(6)

Desa Torluk Muara Dolok dan Desa Janji Matogu, tanggal 12, 13, 14 Februari 2014

D. SUMBER INTERNET

http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/perkandangan-kerbau, di akses pada tanggal 11 Januari 2014, pukul 02:44 WIB.

http://suku-batak.blokspot.com/2012/suku-batak-peternakan-di-padang

lawas.html?m=1, di akses pada tanggal 11 Januari 2014, pukul 02:44 WIB http://id.wikipedia Bahasa Indonesia/ Medan, 13 Desember 2013. Pukul 18.55

WIB.

http//cahayareformasi.com/berita/2013/melalui-instruksi-kapolres-tap-sel-warga-berhasil-tangkap-maling-kerbau/, diakses pada tanggal 16 Januari 2014, pukul 01:32 WIB.