Al-qur’an dan tafsirnya dalam perspektif Toshihiko Izutsu

AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA DALAM PERSPEKTIF
TOSHIHIKO IZUTSU
TESIS
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Agama dalam
Bidang Pendidikan Bahasa Arab

Oleh:
FATHURRAHMAN
NIM. 07.2.00.1.13.08.0040

Pembimbing:
Dr. Yusuf Rahman, M.A.

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010

SURAT PERNYATAAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
nama

: Fathurrahman

NIM

: 07.2.00.1.13.08.0040

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul: “Al-Qur‟an dan
Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko Izutsu‖ adalah benar merupakan hasil karya
saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari
terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan
dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.

Jakarta, 25 Pebruari 2010
Penulis,

Fathurrahman


ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul ―Al-Qur‟an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko
Izutsu‖ yang ditulis oleh:
nama

: Fathurrahman

NIM

: 07.2.00.1.13.08.0040

telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dibawa ke sidang ujian/penilaian
tesis.

Jakarta, 25 Pebruari 2010
Pembimbing,


Dr. Yusuf Rahman, M.A.

iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis dengan judul ―Al-Qur‟an dan Tafsirnya dalam Perspektif Toshihiko
Izutsu‖ yang ditulis oleh Fathurrahman, NIM. 07.2.00.1.13.08.0040, telah diujikan
dalam sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, tanggal 8 Maret 2010, dan telah
diperbaiki sesuai saran dan rekomendasi dari Tim Penguji Tesis.

TIM PENGUJI
Ketua Sidang/Penguji,

Pembimbing/Penguji,

Dr. Udjang Tholib, M.A.


Dr. Yusuf Rahman, M.A.

Tanggal: _______ 2010

Tanggal: _______ 2010

Penguji I,

Penguji II,

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A.

Prof. Dr. Suwito, M.A.

Tanggal: _______ 2010

Tanggal: _______ 2010

iv


ABSTRAK

Tesis ini membuktikan bahwa menjadi Muslim bukanlah merupakan syarat
utama bagi seseorang untuk dapat mengkaji al-Qur‘an.
Kesimpulan tesis ini pada dasarnya menolak pendapat yang menyatakan
bahwa non-Muslim tidak boleh mengkaji al-Qur‘an. Pendapat ini dikemukakan oleh
Muẖammad Nabîl Ghanâim, Dirâsât fî al-Tafsîr, (1987), Khâlid ʻAbd al-Rahmân alʻAk, Ushûl al-Tafsîr wa Qawâʻiduhu, (1986), dan ‗Abd al-Hay al-Farmâwî, alBidâyah fî Tafsîr al-Maudhûʻî: Dirâsah Manhajîyah Maudhuʻîyah, (1977).
Sebaliknya, tesis ini mendukung gagasan tentang kemungkinan bagi setiap orang
dapat mengkaji al-Qur‘an tanpa dibatasi oleh agamanya, apakah ia Muslim atau
bukan. Pendapat ini dikemukakan oleh Muẖammad Amîn al-Khûli, Manâhij alTajdîd fî al-Naẖwi wa al-Balâghah wa al-Tafsîr wa al-Adâb, (1961) dan Nashr
Hâmid Abû Zaid, Mafhûm al-Nashsh: Dirâsah fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (1993).
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah karyakarya Toshihiko Izutsu tentang kajian al-Qur‘an, yaitu: God and Man in the Koran:
Semantics of the Koranic Weltanschauung, (2002), dan Ethico-Religious Concepts in
the Qur‟an, (2002). Sedangkan sumber sekunder di antaranya adalah: Ahmad
Sahidah, Hubungan Tuhan, Manusia dan Alam dalam al-Qur‟ān menurut Pemikiran
Toshihiko Izutsu, (http://www.ahmadsahidah.blogspot.com), dan karya-karya yang
berkenaan dengan kajian al-Qur‘an. Dalam pengumpulan data, penulis menempuh
teknik studi literatur dan pencarian di internet. Sifat penelitian ini adalah deskriptifanalitis, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk memberikan gambaran sekaligus
mengeksplorasi secara mendalam pandangan dan pendekatan Toshihiko Izutsu dalam
mengkaji al-Qur‘an. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tekstual, yakni

menyelami pemikiran seorang tokoh melalui karya-karyanya guna menangkap nuansa
makna dan pengertian yang dimaksud secara khas sehingga tercapai suatu
pemahaman yang benar. Penulis juga menempuh langkah komparatif, dengan
membandingkan pandangan dan pendekatan Toshihiko Izutsu dengan sarjana-sarjana
lain baik Muslim maupun non-Muslim seputar objek pembahasan guna menangkap
sisi persamaan dan perbedaannya.

v

ABSTRACT

This thesis proves that to be a Muslim is not the main criteria to study alQur‘ân.
Basically, the conclusion of this thesis refuses the statement of Muẖammad
Nabîl Ghanâim, Dirâsât fî al-Tafsîr, (1987), Khâlid ʻAbd al-Rahmân al-ʻAk, Ushûl alTafsîr wa Qawâʻiduhu, (1986), and ‗Abd al-Hay al-Farmâwî, al-Bidâyah fî Tafsîr alMaudhûʻî: Dirâsah Manhajîyah Maudhuʻîyah, (1977), who state that non-Muslim
does not have authority to study the Holy Book. On the other side, this thesis
strengthens the statement of Muẖammad Amin al-Khûlî on Manâhij al-Tajdîd fî alNaẖwi wa al-Balâghah wa al-Tafsîr wa al-Adâb, (1961) and Nashr Hâmid Abû Zaid
on Mafhûm al-Nashsh: Dirâsah fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (1993), who suggest that
everyone who are interested in studying al-Qur‘ân can study the Holy Book without
seeing to his or her religion.
The principal sources in this research are Toshihiko Izutsu‘s books on the

Quranic studies, i.e.: ―God and Man in the Koran: Semantics of the Koranic
Weltanschauung”, and ―Ethico-Religious Concepts in the al-Qur‟an”, whereas the
secondary sources of the research are Ahmad Sahidah‗s article, Hubungan Tuhan,
Manusia dan Alam dalam al-Qur‟ān menurut Pemikiran Toshihiko Izutsu,
(http://www.ahmadsahidah.blogspot.com), and other books that have a correlation
with this study. In collecting some data, the writer uses literary research and access to
the internet. This research is a descriptive analysis that describes and explore deeply
the view and approach of Toshihiko Izutsu‘s study in al-Qur‘ân. The writer uses the
textual approach in understanding Toshihiko Izutsu‘s ideas that are written in his
books in order to get the meaning that he intended. The writer also uses comparative
approach, that compares view and approach between Toshihiko Izutsu and some
scholars (Muslim or non-Muslim) to find their similarities and differences.

vi

(1987)
(1977)

God and Man in the Koran : Semantics


―ToshihikoIzutsu

of

of the Koranic Weltanschanung (2002),

Ethico-Reliius Concepts in the

Qur‟an (2002)
Hubungan Allah, Manusia, Alam dalam al-Qur‟an Menurut Pemikiran
Toshihiko Izutsu (http://www.ahmadsahidah.blogspot.com)

Analisis Deskriptif
Toshihiko
Izutsu
Toshihiko Izutsu

vii

UNGKAPAN TERIMA KASIH


Segala puji dan syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT., Rabb al-„Âlamîn,
karena tatkala penulis berada dalam kondisi sulit selalu saja ada kemudahan yang Dia
berikan melalui orang-orang terpilih-Nya. Demikian juga, shalawat dan salam penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dukungan, dana, bimbingan,
arahan, dan masukan. Oleh karena itu, penulis merasa wajib berterima kasih kepada
jajaran Departemen Agama selaku pihak pemberi beasiswa, Kepala MAN Mandah,
Bapak Said Sulaiman Daud, S.Pd.I. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
mengikuti program beasiswa ini, dan rekan-rekan guru dan pegawai di MAN Mandah
yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
Kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin
Hidayat, M.A.; Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.
Dr. Azyumardi Azra, M.A.; dan para Deputi Direktur, yaitu: Prof. Dr. Suwito, M.A.;
Dr. Fu‘ad Jabali, M.A.; dan Dr. Udjang Tholib, M.A., serta seluruh staf pengajarnya,
penulis ucapkan terima kasih atas perkenannya untuk studi di lembaga ini dan atas
kuliah-kuliah yang inspiratif dan mencerahkan.
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Yusuf Rahman, M.A. yang dengan penuh

kesabaran memberikan arahan kepada penulis di tengah-tengah kesibukannya sebagai
Dosen tetap Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
Penanggung jawab Program Khusus serta Dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sujud ta„zhîm untuk Ayahanda M. Asrori (al-Marẖûm) dan Ibunda Rusmini,

yang dengan penuh kesabaran mendidik penulis dari kecil hingga dewasa, mengajari
untuk mencintai ilmu pengetahuan, dan senantiasa mendo‘akan penulis supaya

menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi agama, bangsa, dan negara. Juga kepada
viii

Ayahanda Suroto, S.Ag., M.A. dan Ibunda Siti Asiyah, A.Ma., yang dengan ikhlas
memberikan semangat, perhatian, dan dorongan baik moril maupun materil kepada
penulis. Kepada adik-adik penulis, Ahmad Rifa‘i beserta istri, Ahmad Tarmuji, dan
Lilik Jauharotul Wastiyah, terima kasih telah memberikan perhatian dan semangat
dalam menyelesaikan studi ini.
Di samping itu juga, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pimpinan
dan karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pusat Studi al-Qur‘an (PSQ) Jakarta, dan

Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta atas
pelayanannya, baik dalam bentuk peminjaman maupun fotokopi data-data yang
penulis butuhkan, semoga bantuannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Kepada sahabat-sahabatku peserta program beasiswa Departemen Agama
angkatan 2007 dari PBA dan PAI di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
yang selalu memberikan semangat dan waktu berdiskusi untuk segera menyelesaikan
Program Magister terutama dalam penulisan tesis ini dan semua pihak yang telah
membantu penyelesaian tugas ini tanpa bisa disebutkan satu persatu.
Wa bi al khusûs, penghargaan yang paling istimewa penulis sampaikan kepada
isteri tercinta, Leni Rohani Afifah, S.Pd.I, dan putri kami, Ghaida Aurellia Nabila,
atas pengertian, kesabaran, dukungan, dan pengorbanannya demi studi suami dan
bapaknya, sehingga rela ditinggalkan bahkan ketika proses persalinan sekalipun.
Kepada mereka karya ilmiah ini penulis dedikasikan.
Akhirnya, jazâ‟akum Allah aẖsana al-jazâ‟.

Jakarta, 20 Pebruari 2010

Fathurrahman

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI
ARAB - LATIN

A. Konsonan
Huruf
Arab

Nama

Huruf Latin

Alîf

Keterangan
Tidak dilambangkan

Bâ‟

B, b

Be

Ta‟

T, t

Te

Tsâ‟

Ts, ts

Te dan Es

Jîm

J, j

Hâ‟
Kha‟

H, ẖ

Kh, kh

Je
Ha (dengan garis di
bawah)
Ka dan Ha

Dâl

D, d

De

Dzâl

Dz, dz

De dan Zet

Râ‟

R, r

Er

Zây

Z, z

Zet

Sîn

S, s

Es

Syîn

Sy, sy

Es dan Ye

Shâd

Sh, sh

Es dan Ha

Dhâd

Dh, dh

De dan Ha

Thâ‟

Th, th

Te dan Ha

Zhâ‟

Zh, zh

Zet dan Ha

„Ain



koma terbalik di atas

Ghain

Gh, gh

Ge dan Ha

Fâ‟

F, f

Ef

Qâf

Q, q

Ki

Kâf

K, k

Ka

Lâm

L, l

El

Mîm

M, m

Em

Nûn

N, n

En

x

Wâw

W, w

We

Hâ‟

H, h

Ha

Lâm alîf

Lâ, lâ

El dan A

Hamzah



Apostrof

Yâ‟

Y, y

Ye

Nama

Huruf Latin

Keterangan

Fathah

a

A

Kasrah

i

I

Dhammah

u

U

Nama

Huruf Latin

Keterangan

Fathah dan Alîf

Â, â

a dan topi di atas

Kasrah dan Yâ‟

Î, î

i dan topi di atas

Dhammah dan Wâw

Û, û

u dan topi di atas

Nama

Huruf Latin

Keterangan

Fathah dan Yâ‟

ai

a dan i

Fathah dan Wâw

au

a dan u

B. Vokal
1. Vokal Pendek
Tanda

2. Vokal Panjang
Tanda

3. Vokal Rangkap
Tanda

C. Lain-lain
 Tâ‟ al-Marbûthah dilambangkan dengan /h/, sedangkan tâ‟ yang menunjukkan
jama‟ mu‟annats sâlim dilambangkan dengan /t/.
 Syaddah atau tasydîd dilakukan dengan menggandakan huruf yang sama.
xi

 Kata sandang ― ‖ ditransliterasikan dengan ―al‖ diikuti dengan tanda
penghubung, baik ketika bertemu dengan huruf qamariyah maupun dengan
huruf syamsiyah.
 Nama-nama atau kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan latin, pada
umumnya, akan ditulis berdasarkan versi populer tersebut.

xii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................................. i
Lembar Pernyataan ...................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan Pembimbing ............................................................................... iii
Lembar Pengesahan Tim Penguji .............................................................................. iv
Abstrak ........................................................................................................................ v
Ungkapan Terima Kasih .......................................................................................... viii
Pedoman Transliterasi ................................................................................................. x
Daftar Isi ................................................................................................................... xiii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Permasalahan ..................................................................................... 15
1. Identifikasi masalah ...................................................................... 15
2. Pembatasan masalah ..................................................................... 15
3. Rumusan masalah ......................................................................... 15
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................... 16
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 19
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian ........................................................ 20
F. Metode Penelitian .............................................................................. 20
1. Jenis dan pendekatan penelitian .................................................... 20
2. Sumber data .................................................................................. 21
3. Teknik pengumpulan dan analisis data ......................................... 22
4. Teknik penulisan dan penyajian hasil penelitian .......................... 23
G. Sistematika Pembahasan ................................................................... 24
BAB II : NON-MUSLIM DAN KAJIAN AL-QUR‘AN ...................................... 26
A. Kajian al-Qur‘an oleh Non Muslim dalam Lintasan Sejarah ............ 26
B. Kategori dan Pendekatan Kesarjanaan Barat dalam Kajian
al-Qur‘an ............................................................................................ 35
1. Pendekatan sejarah ........................................................................ 39
2. Pendekatan fenomenologis ........................................................... 41
3. Pendekatan strukturalisme linguistik ............................................ 43

xiii

C. Respon Sarjana Muslim .................................................................... 46
BAB III : AL-QUR‘AN DALAM PANDANGAN TOSHIHIKO IZUTSU .......... 51
A. Sketsa Biografis Toshihiko Izutsu ..................................................... 51
B. Status al-Qur‘an menurut Toshihiko Izutsu ...................................... 55
1. Al-Qur‘an: wahyu yang berasal dari Allah ................................... 60
2. Bahasa al-Qur‘an .......................................................................... 71
3. Tekstualitas al-Qur‘an .................................................................. 77
C. Kecenderungan dan Pendekatan Toshihiko Izutsu dalam Penafsiran
al-Qur‘an ............................................................................................ 82
D. Kritik terhadap Toshihiko Izutsu ....................................................... 90
BAB IV : METODE TOSHIHIKO IZUTSU DALAM PENAFSIRAN AL-QUR‘AN
DAN MEKANISME PENERAPANNYA ............................................. 96
A. Konsep-konsep Metodologis Penafsiran ........................................... 97
1. Semantik sebagai Kajian terhadap Pandangan Dunia ................. 97
2. Istilah-istilah Kunci dan Weltanschauung ................................ 105
3. Makna Dasar dan Makna Relasional ........................................ 111
B. Mekanisme Penerapan Metode Semantik terhadap al-Qur‘an ........ 114
1. Konsep Allah ............................................................................. 114
2. Relasi Allah dan Manusia ......................................................... 123
a. Relasi ontologis .................................................................. 123
b. Relasi komunikatif .............................................................. 126
c. Relasi tuan-hamba .............................................................. 130
d. Relasi etik ........................................................................... 136
C. Perbandingan Metode Semantik Toshihiko Izutsu dengan
Metode-metode lain dalam Penafsiran al-Qur‘an ............................ 140
BAB V : PENUTUP ............................................................................................ 151
A. Simpulan .......................................................................................... 151
B. Saran-saran ...................................................................................... 152
Daftar Pustaka
Daftar Riwayat Hidup

xiv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kajian mengenai al-Qur‘an tidak hanya dilakukan oleh umat Muslim, tapi
juga oleh kalangan non-Muslim. Akan tetapi kelompok yang disebutkan terakhir
tidak memandang al-Qur‘an sebagaimana kelompok pertama. Mayoritas kaum
Muslim meyakini bahwa al-Qur‘an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Muhammad melalui perantaraan Jibril, kemudian diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya secara mutawâtir, yang tertulis dalam mushaf dan membacanya
dianggap ibadah.1 Keyakinan demikian pada gilirannya menimbulkan ketertarikan
dalam diri kaum Muslim tersebut untuk memahami kandungan al-Qur‘an, sehingga
melahirkan karya melimpah yang terhimpun dalam kitab-kitab tafsir.2 Sementara
non-Muslim pada umumnya memandang al-Qur‘an bukanlah firman Tuhan, tapi
sebagai ucapan Muhammad.3 Pandangan yang secara diametral sangat bertentangan
1

Lihat J.J.G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, (Leiden: E.J. Brill,
1974), h. 1-2; Seyyed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, (London: George Allen and Unwin
Ltd., 1984), h. 42.
2
Salah satu indikatornya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fuat Sezgin, Geschichte des
Arabischen Schriftums, yang menunjukan banyaknya karya tafsir, baik yang telah dianotasi dan
diterbitkan, maupun yang masih berupa manuskrip, dalam khazanah intelektual Islam klasik. Lihat Nur
Kholis Setiawan, ―Al-Qur‘an dalam Kesarjanaan Klasik dan Kontemporer; Keniscayaan
Geisteswissenschaften,‖ dalam Jurnal Studi al-Qur‟an, Vol. I, No. 1, Januari 2006, h. 79. Lihat juga,
Muẖammad Husain Dzahabi, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid I-III, (Kairo: Maktabah Wahbah,
2000). Berkenaan dengan hal ini, Stefan Wild mengatakan bahwa sejarah kajian al-Qur‘an yang selalu
menduduki peringkat utama, adalah sejarah penafsiran umat Islam terhadap al-Qur‘an. Lihat, Stefan
Wild, ―Kata Pengantar‖ dalam M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar,
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), h. xxiii.
3
Charles J. Adams mengatakan: ―Virtually all western scholarship, almost without stopping
to consider, considers Muhammad and his teaching to be the result of historical and personality
factors rather than of divine activity.‖ Charles J. Adams, ―Islam‖ dalam A Reader‟s Guide to the Great
Religious, (New York: The Free Press, 1975), h. 414. Sebagaimana dikutip oleh Moh. Natsir Mahmud,
Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), (Semarang: Dina Utama, 1997), h.
28. Pandangan demikian timbul karena didasarkan atas pra-anggapan Kristen bahwa wahyu (kitab
suci) Kristen didasarkan atas kesaksian-kesaksian manusia yang bermacam-macam dan tidak langsung.

11

2

dengan keyakinan umat Muslim ini mendasari penelitian-penelitian terhadap alQur‘an yang mereka lakukan.
Ketertarikan umat Muslim untuk mengkaji al-Qur‘an tentu saja tidak
menimbulkan keheranan, karena al-Qur‘an adalah kitab suci dan pedoman hidup
mereka, sehingga merupakan suatu kewajaran jika mereka mencurahkan segenap
perhatian untuk memahami ajaran-ajarannya untuk membimbing diri mereka dalam
menempuh kehidupan yang sesuai dengan tuntunan kitab suci tersebut. Sebaliknya,
ketertarikan non-Muslim terhadap al-Qur‘an sering mengundang tanda tanya. Apa
motivasi yang mendorong mereka mendedikasikan hidupnya untuk menggeluti alQur‘an, sementara dalam hati mereka tidak ada keyakinan terhadap al-Qur‘an dan
ajaran-ajarannya sebagai berasal dari Tuhan.
Kajian non Muslim terhadap al-Qur‘an telah muncul sejak awal, yakni sejak
kitab suci tersebut diwahyukan kepada Muhammad. Hal tersebut, menurut Andrew
Rippin, secara diakui oleh al-Qur‘an sendiri, yakni ketika al-Qur‘an mengklasifikasi
manusia kepada dua kelompok: orang-orang yang menerima ajaran-ajaran kitab suci
tersebut dan orang-orang yang menolaknya. Pilihan terhadap sikap itu tentu
didasarkan atas pengetahuan mengenai kitab suci tersebut.4
Kajian al-Qur‘an oleh non-Muslim terus berlanjut, dan sejak abad
pertengahan aktivitas ini tidak bisa dipisahkan dari orientalisme.5 Orientalisme ini
memiliki akar historis sejak adanya polemik keagamaan antara kaum Yahudi dan
Lihat Maurice Bucaille, Bibel, al-Qur‟an, dan Sains Modern, terj. H.M. Rasyidi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), h. 18.
4
Andrew Rippin, ―Western Scholarship and the Qur‘an‖, dalam Jane Dammen McAuliffe
(ed.), The Cambridge Companion to the Qur‟an, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), h.
236-237.
5
Joesoef Sou‘yb memberikan definisi orientalisme sebagai suatu paham atau aliran yang
berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur beserta
lingkungannya. Lebih jauh ia juga mendefinisikan orientalisme dalam arti sempit sebagai kegiatan
penyelidikan ahli-ahli ketimuran di Barat tentang agama-agama di Timur, khususnya tentang agama
Islam. Lihat Joesoef Sou‘yb, Orientalisme dan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), Cet. III, h. 1-2.
Sementara Edward W. Said memahami orientalisme sebagai suatu cara untuk memahami dunia Timur
berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pangalaman manusia Barat Eropa. Lihat Edward W. Said,
Orientalisme, terj. Asep Hikmat, (Bandung: Pustaka, 2001), Cet. IV, h. 2.

3

Kristen dengan kaum Muslim pada masa awal. Polemik ini berlangsung bersamaan
dengan makin meluasnya kekuasaan kekhalifahan Islam ke Suriah, Yerusalem, dan
Mesir di belahan Timur, dan sampai ke Afrika Utara, Spanyol, dan Sicilia di belahan
Barat. Pada masa tersebut perdebatan teologis antara masing-masing pemuka agama
sering berlangsung. Perdebatan tersebut meniscayakan para pemuka agama Yahudi
dan Kristen memiliki pengatahuan tertentu mengenai doktrin Islam, meskipun dengan
tujuan untuk menolaknya. Pandangan bahwa Islam adalah ―bentuk lain‖ atau
penyimpangan dari Kristen tumbuh dari adanya polemik keagamaan tersebut. Hal ini,
misalnya, dapat ditemukan dalam gagasan Yohanes dari Damaskus (650-754),6 yang
bekerja sebagai pegawai dalam pemerintahan Bani Umayah. Ia adalah teolog Kristen
pertama yang menaruh perhatian besar dalam mengkaji Islam. Dalam satu
kesempatan ia menyatakan bahwa Islam memang meyakini adanya Tuhan, tetapi
secara bersamaan Islam juga menolak kebenaran tertentu dalam agama Kristen, dan
karena penolakan tersebut, maka seluruh doktrin agama Islam menjadi tidak
bermakna.7 Dengan demikian, pada fase yang masih tergolong awal telah ada usaha
untuk mengkaji Islam oleh sarjana-sarjana non-Muslim, meskipun dalam bentuk yang
masih sangat kabur.
Orientalisme mulai menemukan fokusnya yang lebih jelas pada abad ke-11,
tepatnya seiring dengan pecahnya perang Salib (1096-1291). Akibat perang Salib,
kelompok intelektual di Barat mulai menaruh perhatian terhadap Islam. 8 Aktivitas
6

Seorang sarjana dari gereja Yunani. Ayahnya menjadi kepala keuangan pada dinasti
Umayah dan ia sendiri pernah menjadi Perdana Menteri di dinasti tersebut. Setelah itu ia mulai
menarik diri dan menulis berbagai karya yang bersifat polemik antara Islam dan Kristen. Lihat Karel
A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Kaum Barat, Jilid II, (Yogyakarta: Fakultas Pasca
Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1988), h. 6.
7
Ichsan Ali Fauzi, ―Pandangan Barat,‖ dalam Taufik Abdullah, dkk. (eds.), Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Vol. 7, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 236.
8
Menurut Joesoef Sou‘yb, perang Salib merupakan salah satu faktor yang mendorong
pertumbuhan dan perkembangan orientalisme. Faktor-faktor lainnya adalah persentuhan antara Barat
dengan perguruan tinggi di dunia Islam, penyalinan manuskrip-manuskrip atau naskah-naskah Arab ke
dalam bahasa Latin sejak abad ke-13 M. sampai dengan masa renaissance di Eropa pada abad ke-14
M., dan perkembangan kekuasaan maritim pihak Barat terutama pengaruh perlawatan Marco Polo
(1254-1324) ke Tiongkok yang pada akhirnya mewariskan sebuah karya berjudul The Travels of

4

ilmiah yang menandai awal munculnya kajian orientalis terhadap Islam adalah
penerjemahan al-Qur‘an ke dalam bahasa Latin oleh Robert dari Ketton (Robertus
Retenensis), yang selesai pada tahun 1143.9 Terjemahan ini, yang diberi nama Liber
Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut alQur‘an), merupakan terjemahan al-Qur‘an yang pertama dan dijadikan sumber utama
oleh para pendeta, pastor, dan misionaris selama 600 tahun ketika merujuk kepada alQur‘an.10 Dari terjemahan bahasa Latin inilah kemudian al-Qur‘an diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa Eropa.11
Di sisi lain perang Salib juga menimbulkan kesalahpahaman Barat terhadap
Islam. Hal ini dapat dipahami karena dalam suasana konflik perang, dengan
sendirinya akan sulit melahirkan pandangan yang positif satu sama lain.
Kesalahpahaman Barat, yang menimbulkan pandangan negatif terhadap Islam,
dicirikan oleh tiga hal, yaitu: Pertama, memandang Timur sebagai bangsa dan agama
inferior. Islam, menurut mereka, adalah agama teror, agama permusuhan, dan kaum
Muslim sebagai gerombolan orang Barbar yang patut dibenci. Karena itu, Islam bagi
Barat merupakan trauma.12 Mereka menggambarkan Muhammad dalam persepsi
yang sangat negatif. Richard C. Martin mencatat bahwa pada saat itu banyak beredar
cerita yang melukiskan Muhammad sebagai tuhan bagi orang Islam, pendusta,

Marco Polo. Faktor-faktor ini masing-masing tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling mendukung
dan saling berkaitan satu sama lain. Lihat Joesoef Sou‘yb, Orientalisme dan Islam, h. 36-37.
9
Kegiatan ini diprakarsai oleh Peter yang Agung (Petrus Venerabilis, 1094-1156) – kepala
biara induk di Cluny (Perancis) – ketika mengunjungi Toledo (Spanyol) sekitar tahun 1141-1142. Di
sana dia menghimpun, membiayai, dan menugaskan sejumlah orang untuk menghasilkan karya-karya
yang berkenaan dengan Islam. Lihat W. Montgomery Watt, Bell‟s Introduction to the Qur‟an,
(Edinburgh: Edinburgh University Press, 1970), h. 173.
10
Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur‟an: Kajian Kritis, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), h. 20.
11
Terjemahan ke dalam bahasa Jerman dilakukan oleh Schweigger di Nurenburg (Bavaria)
pada tahun 1616, terjemahan ke dalam bahasa Perancis dilakukan oleh Du Ryer yang diterbitkan di
Paris pada tahun 1647, dan terjemahan ke dalam bahasa Rusia diterbitkan di St. Petersburg pada tahun
1776. Pembahasan selengkapnya, lihat W. Montgomery Watt, Bell‟s Introduction to the Qur‟an, h.
173-186.
12
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h.
18.

5

penggemar wanita, orang Kristen yang murtad, tukang sihir, dan lain sebagainya.13
Sementara W. Montgomery Watt mengemukakan persepsi sarjana-sarjana Barat abad
ke-19 yang negatif terhadap Muhammad, antara lain: Gustav Weil (1808-1889)
menganggap Muhammad menderita penyakit epilepsi (penyakit ayan), Alloys
Sprenger (1813-1893) mengatakan Muhammad mengidap penyakit histeria, Willian
Muir (1819-1905) mengatakan bahwa ketika di Mekah Muhammad adalah seorang
rasul yang sebenarnya dan memiliki jiwa yang tinggi tetapi setelah di Madinah dia
mulai tergoda rayuan setan untuk memperoleh keberhasilan duniawi.14
Kedua, sikap apologis. Sikap ini terkait erat dengan pandangan mereka
terhadap Timur, terutama Islam, sebagai inferior. Sikap apologis bertujuan untuk
menyerang keyakinan dasar Islam dan untuk memperkuat kedudukan agama Kristen.
Orang Barat menyebut Islam dengan ―Muhammadanisme‖ bertolak dari pandangan
Kristen tentang Kristus sebagai basis dogma Kristen.15 Pemberian nama
―Muhammadanism‖ tersebut untuk menumbuhkan kesan bahwa Islam adalah ciptaan
Muhammad, bukan agama yang diturunkan oleh Allah. Karel A. Steenbrink
menjelaskan bahwa penulis-penulis Barat pada abad pertengahan sampai dengan abad
ke-18 menulis tentang Islam bukan untuk memberikan informasi yang sebenarnya
mengenai Islam, akan tetapi untuk menanamkan misinformasi dengan maksud untuk
memperkuat keyakinan agama Kristen yang mereka anut.16
Ketiga, memandang Islam sebagai salah satu sekte Yahudi atau Kristen yang
sesat.17 Pandangan tersebut bermula dari persepsi Yohanes dari Damaskus.
Sebagaimana telah dikemukakan di muka, dia memandang Islam tidak lain adalah
13

Richard C. Martin, ―Islamic Studies,‖ dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford
Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. 2, (New York, Oxford: Oxford University Press,
1995), h. 325-331.
14
W. Montgomery Watt, Bell‟s Introduction to the Qur‟an, (Edinbrugh: University Press,
1970), h. 17.
15
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h.
18.
16
Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Kaum Barat, Jilid II, h. 16.
17
Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat (Sebuah Studi Evaluatif), h.
19.

6

bid‘ah (heresy) Kristen. Pandangan yang sama dikemukakan oleh Peter yang Agung
(abad ke-12 M.), John Wycliffe (abad ke-14 M.), dan beberapa sarjana Barat yang
lain di abad pertengahan. Mereka melihat bahwa dalam Islam banyak terdapat
kebenaran yang juga terdapat dalam Kristen, tetapi karena keyakinan Islam menolak
ajaran Tritunggal, maka hal ini menjadi sebab penolakan mereka untuk mengakui
Islam sebagai kebenaran; mereka memandang Islam sebagai bid‘ah Kristen saja.18
Kesalahpahaman pandangan Barat terhadap Islam ini dalam perkembangan
selanjutnya, menurut C. Cahen, menimbulkan usaha misionaris.19
Karena memandang Islam secara negatif, maka dengan sendirinya sarjanasarjana Barat juga memandang negatif terhadap al-Qur‘an. Peter yang Agung dan
Martin Luther (1483-1546) menyatakan bahwa al-Qur‘an tidak lain adalah buatan
setan.20 Ricoldo da Monte Croce (+1243-1320), seorang biarawan Dominikus, di
samping memandang al-Qur‘an adalah karya setan juga mengklaim bahwa banyak
terjadi penyimpangan terjadi dalam sejarah al-Qur‘an, susunan al-Qur‘an tidak
sistematis karena tidak ada kronologi waktu, tidak ada periodisasi raja-raja, susunan
kisahnya tidak teratur, subyek pembahasannya tidak memiliki relevansi antara yang
satu dengan yang lainnya, dan logikanya tidak bersusun. Ricoldo da Monte Croce
menyimpulkan pandangannya bahwa, pertama, al-Qur‘an hanyalah kumpulan bid‘ahbid‘ah lama yang telah dibantah sebelumnya oleh otoritas Gereja; kedua, karena
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak memprediksi sebelumnya, maka al-Qur‘an
tidak boleh diterima sebagai ―hukum Tuhan‖; ketiga, gaya bahasa al-Qur‘an tidak
sesuai untuk disebut sebagai ―Kitab suci‖; keempat, klaim al-Qur‘an yang berasal dari
Tuhan tidak memiliki basis di dalam tradisi Bibel; kelima, al-Qur‘an penuh dengan
berbagai kontradisi internal; keenam, kebenaran al-Qur‘an tidak dibuktikan dengan

18

Norman Daniel, Islam and the West: The Making of An Image, (Edinburgh: University
Press, 1966), h. 184,
19
Sebagaimana dikutip oleh Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme: al-Qur‟an di Mata Barat
(Sebuah Studi Evaluatif), h. 17.
20
Lihat Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur‟an: Kajian Kritis, h. 25-33.

7

mukjizat; ketujuh, al-Qur‘an bertentangan dengan akal; kedelapan, al-Qur‘an
mengajarkan kekerasan; kesembilan, sejarah al-Qur‘an tidak menentu; dan terakhir,
peristiwa mi„râj adalah fiksi murni dan dibuat-buat.21
Pandangan sarjana-sarjana non-Muslim terhadap Islam tidak selamanya
negatif. Di penghujung abad ke-16 sampai dengan abad ke-18, yang sering disebut
sebagai abad pencerahan (enlightment ages), mulai terjadi pergeseran dalam cara
pandang mereka. Kesan negatif yang tadinya mendominasi karya-karya mereka,
mulai berkurang. Contoh konkrit dari fenomena ini adalah munculnya tokoh
semacam Count de Boulainvilliers yang mengatakan bahwa Islam bukan agama yang
salah; Islam bukan agama yang palsu. Ia juga menulis sebuah biografi Muhammad, di
mana ia memuji kepribadian Muhammad dan Islam.22 Akan tetapi hingga abad ke-20,
bahkan sampai abad ke-21 ini, masih terdapat corak prasangka dalam kajian-kajian
Islam yang dilakukan oleh orientalis. Karel A. Steenbrink menjelaskan bahwa
bagaimana pun juga, konfrontasi politik antara Barat dan Islam membawa pengaruh
besar terhadap ilmuwan Barat dalam mempelajari dunia Timur, khususnya mengenai
agama dan umat Islam. Ilmuwan Barat tersebut tidak bisa dipisahkan dari latar
belakang sosial-politiknya. Di antara mereka ada yang bekerja sebagai pengawal
kolonial atau masuk ke dalam dinas gereja Kristen dalam usaha penyebara agama
Kristen. Tetapi ada juga ilmuwan yang hanya tinggal di universitasnya, tidak terlihat
dalam kegiatan politik praktis, akan tetapi tulisan-tulisan mereka sering sukar
diterima oleh pembaca Muslim karena adanya prasangka tadi. Prasangka yang
mencampuri tulisan-tulisan mereka dapat diklasifikasi kepada tiga macam, yaitu: (1)
prasangka historisme, (2) prasangka Kristen, dan (3) prasangka superioritas ras. 23

21

Hartmut Bobzin, ―A Treasury of Heresies: Christian Polemics against the Koran‖ dalam
Stefan Wild (ed.), The Qur‟ān as Text, (Leiden: E.J. Brill, 1996), h. 166.
22
W. Montgomery Watt, ―Studi Islam oleh para Orientalis,‖ diterjemahkan dari ―The Study of
Islam by Orientalist,” oleh Alef Theria Wasim, dalam al-Jami‟ah, No. 53, 1997, h. 37.
23
Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Kaum Barat, Jilid II, h. 16-20.

8

Kajian-kajian mereka terhadap Islam yang dicampuri dengan prasangkaprasangka tersebut pada gilirannya mendapat reaksi ―perlawanan‖ dan penolakan dari
sarjana-sarjana Muslim, di antaranya yang dilakukan oleh Aẖmad al-Sanhaji (w.
1235) dengan al-Ajwibah al-Fakhirah „an As‟ilah al-Fajirah dan ibn Taimiyah, alJawâb al-Saẖîẖ li Man Baddala Dîn al-Masîẖ, sebagai jawaban terhadap sarjana

Kristen Ortodoks Yunani, Paulus al-Rahib dari Antioch yang menulis Risâlah ilâ
Aẖad al-Muslimûn. Di abad modern, sikap serupa ditunjukkan oleh Muẖammad

‗Abduh dengan bukunya al-Islâm wa al-Nashrâniyah ma„a al-„Ilm wa al-Madâniyah,
Jamâl al-Dîn al-Afghâni, al-Radd „alâ al-Dahriyîn, Ameer Ali, The Spirit of Islam,

dan lain sebagainya.24 Penulis juga mencatat bahwa Parvez Manzoor menyatakan
bahwa studi al-Qur‘an oleh sarjana-sarjana Barat, apapun manfaat dan gunanya,
merupakan proyek yang lahir dari kedengkian yang dipelihara dalam kefrustasian dan
disusui dalam kedendaman, yaitu kedengkian penguasa terhadap kaum yang lemah,
frustasi ―rational‖ terhadap ―superstitious‖, dan dendam “orthodoxy‖ terhadap ―nonconformist‖.25
Sinyalemen bahwa kajian Islam oleh sarjana-sarjana Barat tidak bisa
dipisahkan dari latar belakang sosial-politiknya dapat dikatakan mendekati
kebenaran, ketika Fazlur Rahman, dalam pendahuluan bukunya – Major Themes of
the Qur‟an, menyebutkan tipologi kajian orientalis tentang al-Qur‘an. Menurutnya,
ada tiga tipe, yaitu: pertama, kajian yang berusaha untuk membuktikan adanya
pengaruh tradisi Yahudi dan Kristen terhadap al-Qur‘an; kedua, kajian yang
menekankan pada pembahasan sejarah dan kronologi turunnya al-Qur‘an; dan
terakhir, kajian tentang tema-tema tertentu dari al-Qur‘an.26

24

19.

25

Lihat A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), h. 17-

Parvez Manzoor, ―Method Vis Á Vis Truth: Orientalisme dalam Studi al-Qur‘an‖ (terj.),
dalam Jurnal Studi al-Qur‟an, Vol. I, No.2, 2006, h. 45.
26
Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur‟an, terj. Anas Mahyuddin, (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1996), Cet. II, h. x-xi.

9

Sampai di sini terlihat bahwa umat Muslim pada umumnya merasa keberatan
bila non-Muslim, melakukan kajian terhadap al-Qur‘an. Keberatan ini tidaklah secara
serta merta karena gerakan orientalisme. Secara historis, menurut Hartmut Bobzin,
berdasarkan apa yang disebut dengan perjanjian ‗Umar ibn Khattâb, non-Muslim dulu
dilarang untuk mengajarkan al-Qur‘an kepada anak-anak mereka.27 Keberatan umat
Muslim semakin diperparah oleh pendekatan dan metode yang mereka pergunakan.
Pendekatan dan metode tersebut dinilai ―sekuler‖ dan dianggap dapat menggoyang
kemapanan „Ulûm al-Qur‟ân yang sekian abad lamanya eksis di dunia Islam sebagai
sebentuk metodologi penafsiran kitab suci. Dalam konteks Asia Tenggara (khususnya
Indonesia dan Malaysia), sarjana-sarjana seperti Adian Husaini, Adnin Armas, Hamid
Fahmi Zarkasyi, Nasruddin Baidan, Syamsuddin Arif, dan Wan Mohd. Nor Wan
Daud,28 dapat dikategorikan dalam kelompok ini.29
Pandangan demikian menemukan relevansinya dengan pandangan yang telah
dimapankan oleh kelompok ulama konservatif sejak periode pertengahan.30 Bagi
27

Hartmut Bobzin, ―Pre-1800 Occupations of Qur‘ānic Studies,‖ dalam Janne Dammen
McAuliffe (ed.), Encyclopedia of the Qur‟ān, Vol. 4, h. 235-253. Lihat juga Andrew Rippin, ―Western
Scholarship and the Qur‘ān,‖ dalam Jane Dammen McAuliffe, The Cambridge Companion to the
Qur‟ān, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), h. 237.
28
Tulisan-tulisan mereka dapat dilihat misalnya: 1) Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat:
Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 288-333, dan
―Problem Teks Bible dan Hermeneutika,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA,
Tahun I, No. 1, Maret 2004, h. 7-15; 2) Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur‟an;
Kajian Kritis, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 35-80, dan ―Tafsir al-Qur‘an atau Hermeneutika alQur‘an,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam ISLAMIA, h. 38-45; 3) Hamid Fahmi
Zarkasyi, ―Menguak Nilai di Balik Hermeneutika,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam
ISLAMIA, h. 16-29; 4) Nashruddin Baidan, ―Tinjauan Kritis terhadap Konsep Hermeneutika,‖ dalam
Esensia, Jurnal Ilmu-ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 2, Juli 2001, h. 165-180; 5) Syamsuddin Arif,
Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), Cet. I, h. 176-184; dan 6) Wan
Mohd. Nor Wan Daud, ―Tafsir sebagai Metode Ilmiah,‖ dalam Majalah Pemikiran dan Peradaban
Islam ISLAMIA, h. 55.
29
Andrew Rippin, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Rahman, melihat pandangan kebanyakan
umat Islam yang berpendapat bahwa setiap penggunaan metode kritis terhadap al-Qur‘an (juga tradisitradisi Islam lainya) sebagai serangan dari pihak luar. Lihat Yusuf Rahman, ―Al-Tafsîr al-Adabî fî alQur‘ân: A Study of Amîn al-Khûlî‘s and Muhammad Khalaf Allâh‘s Approach to the Qur‘âan‖, dalam
jurnal Mimbar Agama & Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002.
30
Anwar Mujahidin, ―Antropologi al-Qur‘an (Dekonstruksi Nalar Bayani menuju Fiqh alQur‟ân) dalam Amin Abdullah, dkk., Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi
(Sebuah Antologi), (Yogyakarta: Penerbit SUKA Press, 2007), h. 129.

10

sarjana-sarjana Muslim ini, mendekati al-Qur‘an dengan menghadirkan ilmu-ilmu
bahasa, hukum, sastra, termasuk filsafat sebagai ilmu bantu dalam menyingkap
makna al-Qur‘an adalah karya yang dilarang (ẖarâm) yang berarti mengikutinya juga

ẖarâm. Hal tersebut dikarenakan ketepatan dan kebenaran suatu pendapat tidak
meyakinkan dan hanya bersifat dugaan dan perkiraan semata. Orang yang

mengatakan sesuatu tentang agama Allah menurut dugaan semata berarti ia telah
mengatakan terhadap Allah sesuatu yang tidak ia ketahui.31 Aẖmad Taqî al-Dîn ibn
Taimiyah juga secara tegas mengklaim bahwa sebab-sebab kesesatan dalam
penafsiran al-Qur‘an adalah adanya interaksi dengan para filosof.32
Lebih lanjut pendekatan dan metode yang dianggap ―sekuler‖ tersebut
meniscayakan posisi al-Qur‘an sebagai teks (nashsh).33 Sebagai sebuah teks, menurut
Andrew Rippin, al-Qur‘an harus dipandang sejajar dengan karya-karya lain.34
Penolakan ini sebagaimana direpresentasikan oleh Mohammed Abu Musa dengan
pernyataannya bahwa dalam sejarah Islam terma teks tidak pernah digunakan untuk
merujuk kepada al-Qur‘an, dan tidak ada ulama yang menganggap al-Qur‘an sebagai
sebuah teks. Istilah teks, menurutnya, hanya dipakai oleh para orientalis dalam
berhubungan dengan al-Qur‘an.35 Memang bagi sarjana-sarjana Muslim tersebut, al31

Lihat, Mannâ‘ al-Qaththân, Mabâẖits fi ʻUlûm al-Qur‟ân, (Riyad: Mansyûrâh al-ʻAshr alHadîts, 1973), h. 352.
32
ʻAbd al-Raẖmân ibn Muẖammad ibn Qâsim al-ʻÂshim al-Najdi, Majmuʻ al-Fatawâ Syaikh
al-Islâm Aẖmad ibn Taimiyah, (T.t.: T.Pn., 1398 H.), Juz XIII, Kitab Muqaddimah al-Tafsîr, h. 206.
33
Nashsh dimaksud di sini berbeda dengan pemahaman al-Syâfiʻî ataupun al-Zamakhsyarî,
yaitu statemen Ilahiah yang tidak memerlukan interpretasi (ijtihâd). Baca Muẖammad ibn Idrîs alSyâfiʻî, al-Risâlah li al-Imâm al-Muththallabi Muẖammad ibn Idrîs al-Syâfi‟î, Aẖmad Muẖammad
Syâkir (ed.), (Kairo; Maktabah Dâr al-Turâts, 1979), h. 14, 21.
34
Andrew Rippin, ―The Qur‘an as Literature; Perils, Pitfalls and Prospects‖, British Society
for Middle Eastern Studies Bulletin 10, 1 (1983); 40, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Rahman, ―AlTafsîr al-Adabî fî al-Qur‘ân: A Study of Amîn al-Khûlî‘s and Muhammad Khalaf Allâh‘s Approach to
the Qur‘ân‖, dalam jurnal Mimbar Agama & Budaya, Vol. XIX, No. 2, 2002, h. 130.
35
Mohammed Abu Musa mengatakan: ―Dari keseluruhan sejarah Islam tidak ada seorangpun
yang menggunakannya ketika merujuk kata-kata al-Qur‘an selain apa yang Tuhan sendiri gunakan
dalam al-Qur‘an. Tidak satupun ulama yang pernah menghubungkan al-Qur‘an dengan teks, semoga
Tuhan memafkan akan hal ini, karena demikianlah cara orang orientalis Eropa (bukan Islam atau Arab)
berhubungan dengan al-Qur‘an.‖ Mohammed Abu Musa, al-Tashwîr al-Bayânî: Dirâsah Tahlîliyyah li
al-Masâil al-Bayân [Figures of Speech: an Analytical Study of Aspects of Retoric], Edisi kedua,
(Kairo: t.p., 1980), sebagaimana dikutip oleh Nashr Hâmid Abû Zaid, Al-Qur‟an, Hermeneutika, dan

11

Qur‘an adalah al-Qur‘an adalah firman Tuhan (verbum Dei),36 bukan kreasi Jibril
atau Nabi Muhammad, apalagi para Sahabat, yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad melalui perantaraan seorang utusan, yaitu malaikat Jibril, kemudian
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara mutawâtir, maka alQur‘an sebagaimana yang tertulis dalam mushẖaf adalah sama seperti yang diterima
oleh Nabi, sehingga tidak dapat disejajarkan dengan teks-teks lain.

Padahal apabila diperhatikan dengan sikap terbuka, tanpa kecurigaan akan
motif-motif yang tersembunyi, kajian non-Muslim dapat membuka horizon baru
dalam kajian al-Qur‘an.37 Untuk tujuan demikian, maka dalam tesis ini akan
dilakukan penelurusan terhadap pendekatan dan karya-karya Toshihiko Izutsu (19141993), seorang sarjana Jepang penganut Zen Budhism, tentang al-Qur‘an, yaitu:
Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an dan God and Man in the Qur‟an: Semantics
of the Qur‟anic Weltanschauung. Dalam Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an,38
Toshihiko Izutsu membahas konsep pemikiran tentang etika dalam al-Qur‘an.
Menurutnya, konsep pemikiran tentang etika dalam al-Qur‘an dapat diklasifikasi
menjadi tiga kelompok: Pertama, pembahasan yang menunjukkan dan menguraikan
sifat-sifat Tuhan. Kelompok konsep ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli
teologi menjadi teori tentang sifat-sifat Tuhan; Kedua, pembahasan yang menjelaskan
berbagai aspek sikap fundamental manusia terhadap Tuhan. Kelompok konsep ini
menyangkut hubungan etik dasar antara manusia dan Tuhan; dan Ketiga, pembahasan
yang menunjukkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan tingkah laku yang menjadi milik
Kekuasaan: Kontroversi dan Penggugatan Hermeneutika Al-Qur‟an, (terj.), (Bandung: RQiS, 2003),
h. 86.
36
Definisi-definisi Al-Qur‘an secara umum menggambarkan hal ini. Di antaranya adalah
definisi yang diberikan oleh Muẖammad ʻAlî al-Shâbunî, al-Tibyân fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (Beirut: ʻÂlam
al-Kutûb, 1985), Cet. I, h. 8, dan al-Zarqânî, Manâhil al-ʻIrfân fi ʻUlûm al-Qur‟ân, Juz I, h. 16.
37
Machasin, ―Kata Pengantar‖, dalam Izutsu, Toshihiko, Relasi Tuhan dan Manusia;
Pendekatan Semantik terhadap Al-Qur‟an, terj. Agus Fahri Husein, dkk., (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1997), Cet. I, h. xiii.
38
Buku ini diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1959 dengan judul: The Structure of
the Ethical Terms in the Koran. Toshihiko Izutsu, Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an, (Montreal:
McGill-Queen‘s University Press, 2002), h. iv.

12

dan hidup dalam masyarakat Islam. Konsep ini berhubungan dengan sikap etik antara
seorang manusia dengan sesamanya yang hidup dalam masyarakat yang sama.39
Dari tiga konsep al-Qur‘an tentang etika tersebut, Toshihiko Izutsu
memfokuskan diri pada pembahasan mengenai konsep kedua saja. Ini bukan berarti
bahwa ia meninggalkan sama sekali dua konsep yang lain, karena – menurutnya –
ketiga kelompok konsep tersebut tidak berdiri secara terpisah, namun memiliki
hubungan yang sangat erat. Hal itu disebabkan karena pandangan dunia al-Qur‘an
pada dasarnya bersifat teosentris.
Kelompok kedua konsep al-Qur‘an mengenai etika pada akhirnya dapat dibagi
lagi menjadi dua konsep dasar yang antara keduanya memiliki perbedaan yang sangat
nyata, yaitu: pertama, keyakinan mutlak terhadap Tuhan; dan kedua, ketakutan yang
sungguh-sungguh kepadanya. Dua konsep ini, yang disebut Toshihiko Izutsu sebagai
saling berlawanan, merupakan refleksi dari keyakinan manusia terhadap sifat-sifat
Tuhan, yang menurutnya terbagi dalam dua kelompok yang juga saling berlawanan,
yaitu: kebaikannya yang tak terbatas, Maha Pengasih, Maha Memelihara, dan pada
sisi lain: kemurkaan-Nya, sifat membalas Nya, dan menyiksa mereka yang tidak
patuh terhadap-Nya.40
Buku kedua yang berkenaan dengan penafsiran al-Qur‘an adalah: God and
Man in the Qur‟an: Semantics of the Qur‟anic Weltanschauung.41 Dalam buku ini,
Toshihiko Izutsu memfokuskan pembahasan mengenai konsep al-Qur‘an tentang
relasi antara Tuhan dan manusia. Relasi Tuhan dan manusia berdasarkan al-Qur‘an,
menurutnya, memiliki empat bentuk, yaitu: ontologis, komunikatif, tuan-hamba, dan
etik. Secara umum relasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama,
bahwa Tuhan adalah sumber wujud. Ia adalah pencipta segala yang ada, termasuk
manusia. Dengan demikian, secara ontologis, relasi antara Tuhan dengan manusia
39

Lihat Toshihiko Izutsu, Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an, h. 17.
Lihat Toshihiko Izutsu, Ethico-Religious Concepts in the Qur‟an, h. 18. God and Man in
the Qur‟an, h. 78.
41
Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1964 di Tokyo, Jepang, oleh Universitas Keio.
40

13

adalah relasi antara pencipta dan makhluk. Kedua, antara Tuhan (pencipta) dan
manusia (makhluk) senantiasa terdapat jalinan komunikasi. Jalinan ini memiliki dua
bentuk, yaitu: bersifat verbal atau linguistik, dan non linguistik. Komunikasi
linguistik dilakukan melalui penggunaan bahasa yang dipahami oleh kedua belah
pihak. Sementara komunikasi non linguistik mengambil bentuk penggunaan tandatanda alam oleh Tuhan, dan isyarat atau gerakan tubuh oleh manusia. Baik dalam
komunikasi linguistik maupun non linguistik, inisiatif pada umumnya diambil oleh
Tuhan, sedangkan manusia pada dasarnya hanya melakukan respon atau tanggapan
terhadap inisiatif yang dilakukan oleh Tuhan. Ketiga, karena Tuhan adalah pencipta
dan pemelihara manusia, maka manusia harus tunduk dan mengabdi kepada-Nya
dengan sepenuh hati, sebagaimana seorang hamba mengabdi kepada tuannya. Dengan
demikian relasi ini dapat digambarkan sebagai relasi tuan-hamba. Dan keempat,
menurut konsep al-Qur‘an, Tuhan bersifat etik dan tindakannya terhadap manusia
dilakukan dengan cara yang etik. Sifat dan tindakan Tuhan tersebut membawa kepada
pengertian yang sangat penting bahwa manusia diharapkan untuk memiliki sifat etik
dan merespon tindakan Tuhan dengan cara yang etik pula.42 Relasi etik ini juga
dibahas secara panjang lebar dalam buku pertama yang disebutkan di atas.
Adapun pemilihan terhadap Toshihiko Izutsu, karena: Pertama, Tokoh
merupakan sosok intelektual yang dikenal memiliki pengetahuan yang baik tentang
Islam. Bahkan menurut Seyyed Hossein Nasr, Toshihiko Izutsu adalah seorang
sarjana terbesar pemikiran Islam yang dihasilkan oleh Jepang dan seorang tokoh yang
mumpuni di dalam bidang perbandingan filsafat.43 Selain itu, Toshihiko Izutsu adalah
tokoh utama pertama pada masa kini yang melakukan kajian Islam dengan serius
tidak hanya dari perspektif non-Muslim tetapi juga non-Barat. Ia tidak hanya
melakukan perbandingan filsafat, utamanya dalam menciptakan persinggungan serius
pertama antara arus intelektual yang lebih dalam dan utama antara pemikiran Islam
42
43

Toshihiko Izutsu, God and Man in the Qur‟an, h. 127-268.
http://ahmadsahidah.blogspot.com. Diakses pada tanggal

Dokumen yang terkait

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

3 11 28

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

3 6 16

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 38

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 2 63

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 42

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 5

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 2 1

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA DALAM PERSPEKTIF TOSHIHIKO IZUTSU TESIS

0 0 180