Bahan Bacaan Sesi 3 Kegiatan 1 Tahap Pemerolehan Bahasa Anak

Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa Anak
Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang
dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:
1.

Tahap satu kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung
kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada
usia ini, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan
kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata, satu frase, atau kalimat,
yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap. Misalnya
a
2.

“aya

i ta

aka ; pa “aya


au papa ada di si i .

Tahap dua kata, Satu frase

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai
muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak
belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai
de ga ko teks ya. Pada tahap i i pula a ak sudah

ulai erpikir se ara su jek + predikat

eskipu

hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran
a ak itu, su jek + predikat dapat terdiri atas kata e da + kata e da, seperti
berarti Difa seda g er ai de ga
3.

Difa


ai a

yang

ai a .

Ujaran Telegrafis

Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata ganda (multiple-word utterences) atau
disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentukbentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan
cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.

Pemerolehan dalam bidang fonologi
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan
atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang terdengar dengan jelas.
Proses bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan
(Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya.

1


Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa
yang dalam bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi celotehan
(Darmowidjojo: 2000: 63). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan
yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/ dengan
demikian, strukturnya adalah KV. Sehingga muncullah struktur seperti berikut: KV KV KV……papapa
mamama ….. Ko so a da vokal ya se ara gradual eru ah sehi gga

u ullah kata-kata seperti dadi,

dida, dan sebagainya.

Pemerolehan dalam bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau bagian kata. Kata
ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari
satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah kata
mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin ia sampaikan adalah Dodi mau
bobok, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah bok (untuk bobok)? Kita pasti akan
menerka bahwa dia akan memilih bok.
Pemerolehan dalam bidang Semantik
Dari segi sintaksis, USK (Ujaran Satu Kata) sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri dari satu

kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari
segi semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak
yang mengatakan /bil/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan: Ma, itu mobil. Aku mau ke mobil. Papa
ada di mobil, dsb.nya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak
1.

Faktor Biologis

Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu
otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap.
2.

Faktor Lingkungan Sosial

Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan orang lain untuk berinteraksi
dan berkomunikasi. Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi

2


didapat dalam lingkungan yang menggunakan bahasa. Oleh karena itu, anak memerlukan orang lain
untuk mengirimkan dan menerima tanda-tanda suara dalam bahasa itu secara fisik.
3. Faktor Intelegensi
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau bernalar. Zanden (1980)
mendefinisikannya sebagai kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Meskipun, anak yang
bernalar lebih tinggi tidak dapat dipastikan akan lebih sukses daripada anak yang berdaya nalar paspasan dalam hal pemerolehan bahasa.
4. Faktor Motivasi
Sumber motivasi pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu motivasi dari dalam atau internal dan
motivasi dari luar diri atau eksternal. Dalam belajar bahasa seorang anak tidak terdorong demi bahasa
sendiri. Dia belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat, seperti lapar, haus, serta perlu
perhatian dan kasih sayang (Goodman, 1986; Tompkins dan Hoskisson. 1995). Inilah yang disebut
motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri anak sendiri.

Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa
Istilah pemerolehan dipakai dalam proses penguasaan bahasa pertama, yaitu satu proses
perkembangan yang terjadi pada seorang manusia sejak lahir. Istilah pembelajaran dipakai dalam proses
belajar bahasa, umumnya bahasa yang dipakai yang dipelajari secara formal di sekolah atau bahasa
asing, yang dialami oleh seorang anak atau orang dewasa setelah ia menguasai bahasa pertama. Bagi
sebagian besar anak di Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama, meraka telah menguasai
bahasa pertama mereka, yaitu bahasa daerah. Oleh karena itu, dalam kasus seperti ini bahasa Indonesia

menjadi bahasa asing bagi sebagian besar mereka.

Untuk memahami struktur dan aturan-aturan di dalam bahasa asing, ada dua cara yang dapat
dipergunakan. Yang pertama adalah meminta seorang menerangkannya; yang kedua adalah
menemukannya dengan cara sendiri. Cara yang pertama disebut eksplikasi (explication), sedangkan cara
yang kedua disebut induksi (induction).

Eksplikasi adalah penjelasan aturan dan struktur bahasa asing dalam bahasa kita sendiri. Proses ini
jarang sekali dipakai ketika seorang anak belajar bahasa pertama.
3

Induksi adalah cara mempelajari struktur dan aturan bahasa asing dengan mengulang-ulang kata, frasa,
atau kalimat dalam situasi yang relevan sehingga diperoleh pemahaman yang tepat. Dengan cara ini,
seorang pemelajar bahasa asing akan menganalisis dan menemukan generalisasi atau aturan dalam
struktur bahasa yang dipelajarinya. Dalam situasi berikut, seorang pembelajar bahasa Indonesia akan
memahami aturan membuat kalimat negatif dalam bahasa Indonesia.
 Tuti tidak makan

Tuti makan


Tuti bukan guru

Tuti guru

Di dalam pembelajaran bahasa ingatan juga penting. Memori atau ingatan berperan dalam proses
mengingat struktur dan aturan dalam bahasa asing. Orang dewasa menggunakan strategi untuk
e gi gat de ga

ara

e ghafal di luar kepala rote).

Hal lain yang juga berkaitan dengan faktor psikologis adalah keterampilan motorik. Pada masa
pertu

uha , otak se agai pe ge dali alat u ap a ak

asih sa gat le tur . Hal itu,

e udahka a ak


untuk menirukan pengucapan kata-kata asing karena pada masa ini ia masih melatih berbagai
keterampilan motoriknya, termasuk di antaranya adalah alat ucapnya.

Namun, hal-hal di atas juga harus didukung oleh faktor lain yang tak kalah penting yaitu faktor sosial.
Faktor sosial ini masih dibedakan menjadi dua hal. Yang pertama adalah situasi natural. Yang kedua
adalah situasi di dalam kelas. Seorang anak lebih mudah belajar bahasa asing dalam situasi yang sangat
alami misalnya dalam situasi bermain. Bagi anak-anak beradaptasi dengan lingkungan baru akan lebih
mudah jika dibandingkan dengan orang dewasa.

4