NILAI BUDAYA SIRIÂ’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR

NILAI BUDAYA SIRI’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN
PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh:
Muhammad Fath Mashuri
201110230311098

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

NILAI BUDAYA SIRI’ NA PACCE DENGAN KOMITMEN
PERKAWINAN PADA ETNIS BUGIS-MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi


Oleh:
Muhammad Fath Mashuri
NIM: 201110230311098

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Nilai Budaya Siri’ na
Pacce dengan Komitmen Perkawinan pada Etnis Bugis-Makassar” yang merupakan syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak lupa
pula senantiasa penulis kirimkan sekuntum bunga mawar, berupa shalawat dan salam kepada
baginda Rasulullah Muhammad SAW. Nabi yang telah mengisi sebagian besar masa
hidupnya untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.
Penulis menyadari bahwa selama masa perkuliahan dan dalam proses penyusunan skripsi ini
banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih dalam bentuk apapun, baik itu berupa
motivasi, bimbingan, dan petunjuk kepada penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
2. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, dan Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing I
dan II yang telah meluangkan banyak waktu untuk mencurahkan wawasannya,
memberikan bimbingan, dan motivasi serta mengusahakan jalan terbaik kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya.
3. Dr. Diah Karmiyati, M.Si selaku dosen wali yang senantiasa memberikan nasihat,
dukungan, dan motivasi kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga saat
terselesaikannya skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
mengejewantahkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai insan pendidik dalam bentuk
pencurahan wawasan akademik dan wawasan moral kepada penulis.
5. Siti Maimunah, S.Psi, M.M, M.A selaku kepala Laboratorium Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang yang juga telah memberikan serangkaian
dukungannya kepada penulis.
6. Santi Ardini Palupi, S.Psi selaku staf Laboratorium Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang yang telah bersedia menampung dan mendengarkan segala keluh
kesah serta senantiasa memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi penulis.
7. Ayahanda M. Syafruddin S dan Ibunda Mesriah tercinta yang telah mengiringi dan
menyemai setiap langkah penulis dengan kasih sayang, doa, dan restunya.

8. Kakak-kakakku tersayang Asy’ari Ilman Mashuri dan Nurfadlianty Mashuri yang selalu
menghadirkan dukungan dan canda tawa bagi penulis walau terpisahkan oleh jarak yang
jauh dari rumah sekalipun.
9. Nurul Muthiah yang juga telah memberikan banyak sumbangsih kepada penulis dalam
proses pengerjaan skripsi ini.
10. Kak Try, Uri, Atom, Irham, Zulfahri, Sultan, Deasy, Nesya dan semua alumni SMA
Negeri 5 Makassar serta seluruh teman-teman seperantauan dari Sulawesi Selatan di Kota
Malang yang telah menjadi layaknya keluarga bagi penulis di tanah rantau.
11. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi UMM angkatan 2011, khususnya kelas B, dan
lebih khusus lagi kepada Eka, Hendra, Redi dan Iin yang telah menjadi sahabat yang baik
bagi penulis.
12. Seluruh rekan-rekan asisten Laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang yang telah menjadi sahabat belajar dan diskusi bersama serta memberikan warna
yang berbeda diluar dari kegiatan akademik.

13. Bambang, Igol, Ibon, Thasa,Tasya, Eka, Uca, Hasan, dan seluruh sahabat terkasih LDK
27 Smunel serta sahabat-sahabat di Makassar yang telah banyak membantu dalam proses
penelitian dan senantiasa mencurahkan doanya kepada penulis.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberikan
bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat-Nya atas segala yang telah mereka
berikan kepada penulis dengan suatu harapan bahwa kesuksesan selalu terdekap bagi kita
semua. Amin.
Penulis menyadari bahwa tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan
saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan oleh penulis. Meski demikian, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti secara khusus, dan bagi pembaca
pada umumnya.

Malang, 10 Januari 2015
Penulis

Muhammad Fath Mashuri

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... vii

ABSTRAK .............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 2
LANDASAN TEORI .............................................................................................................. 5
Komitmen Perkawinan ................................................................................................... 5
Siri’ na Pacce ................................................................................................................. 6
Siri’ na Pacce dan Komitmen Perkawinan .................................................................... 7
Hipotesa .......................................................................................................................... 9
METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 9
Rancangan Penelitian ..................................................................................................... 9
Subjek Penelitian ............................................................................................................ 9
Variabel dan Instrumen Penelitian ................................................................................. 10
Prosedur Penelitian ......................................................................................................... 11
HASIL PENELITIAN ............................................................................................................. 12
DISKUSI ................................................................................................................................. 13
SIMPULAN DAN IMPLIKASI.............................................................................................. 15
REFERENSI............................................................................................................................ 16
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 18

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian....................................................................... 10

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ................................................................... 11
Tabel 3. Perhitungan Klasifikasi Komitmen Perkawinan ....................................................... 12
Tabel 4. Perhitungan Klasifikasi Nilai Budaya Siri’ na Pacce ............................................... 12
Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Pearson – Product Moment ........................................................ 12

DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Skala Try Out Komitmen Perkawinan dan Siri’ na Pacce ...................................................... 18
LAMPIRAN 2
Analisa Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ......................................................... 25
LAMPIRAN 3
Blue Print Skala Komitmen Perkawinan dan Siri’ na Pacce .................................................. 28
LAMPIRAN 4
Tabulasi Data Penelitian.......................................................................................................... 37
LAMPIRAN 5
Analisa Product Moment dari SPSS........................................................................................ 43

REFERENSI
Adams, J. M., Jones, W. H. (1997). The conceptualization of marital commitment: An
integrative analysis. Journal of Personality and Social Psychology, 72, (5),1177–1196.

Arif, T. A. (2013). Komitmen dengan pemaafan dalam hubungan persahabatan. Skripsi,
Program Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Antarajatim. Jatim terbanyak dalam perselingkuhan.Antarajatim (Online). Diakses 31 Januari
2015, dari http://www.antarajatim.com/lihat3/berita/68513/jatim-terbanyak-dalamperselingkuhan.
Bowman, J. L., Dollahite, D. C. (2012). Family, faith, and happiness in arranged marriages in
India: Why should such a person dream about heaven? Journal of Comparative
Family Studies, 1, 207 – 225.
Bulanda, J. R., Brown, S. L. (2005). Race-ethnic differences in marital quality and divorce.
Center for Family and Demographic Research, 06, (08), 1 – 47.
Chung, R. H., Um, S. H. (2008). Korean-American religiosity as a predictor of marital
commitment and satisfaction.In David K. Yoo, Ruth H. Chung (Eds), Religion and
spirituality in Korean America (pp. 137 – 152). USA: The Board of Trustees of The
University of Illinois.
Darwis, R., Dilo, A. U. (2012). Implikasi falsafah siri’ na pacce pada masyarakat suku
Makassar di Kabupaten Gowa. El Harakah, 14, (02), 186 – 205.
Dayakisni, T., Hudaniah.(2009). Psikologi sosial. Malang: UMM Press.
Dayakisni, T., Yuniardi, S. (2008). Psikologi lintas budaya. Malang: UMM Press.
Detiknews. 340 ribuan pasangan cerai di 2012, istri lebih banyak menggugat. Detiknews
(Online). Diakses 21 April 2014, dari
http://news.detik.com/read/2013/03/14/140736/2193903/10/340-ribuan-pasangancerai-di-2012-istri-lebih-banyak-menggugat?9922022.

Hamid, A., Farid, A. Z. A., Mattulada., Lopa, B., Salombe. (2007). Siri’ dan pesse’ harga diri
manusia Bugis, Makassar, Mandar, Toraja. Makassar: Pustaka Refleksi.
Johnson, M. P., Caughlin, J. P., Huston, T. L. (1999). The tripartite nature of marital
commitment: Personal, moral, and structural reasons to stay married. Journal of
Marriage an The Family, 61, (1), 160 – 177.
Jurlan, A. (15 Juni 2014). Perceraian, siri’ bagi orang Bugis-Makassar. Berita diambil dari
http://jurlanabdul.blogspot.com/2014/06/perceraian-siri-bagi-orang-bugis.html.
Pelras, C. (2006). Manusia Bugis. Jakarta: Nalar.

Prianto, B., Wulandari, N. W., Rahmawati, A. (2013). Research and learning in sociology and
anthropology: Rendahnya komitmen dalam perkawinan sebagai sebab perceraian.
Jurnal Komunitas, 5, (02), 208 – 218.
Republik Indonesia. (1974). Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Jakarta: Sekretariat Negara.
Rusbult, C. E., Kumashiro, M., Kubacka, K. E., Finkel, E. J. (2009). The part of me that you
bring out: Ideal similarity and the Michelangelo phenomenon. Journal of Personality
and Social Psychology, 96, (1), 61 – 82.
Rusbult, C. E., Martz, J. M., Agnew, C. R. (1998). The investment model scale: Measuring
commitment level, satisfaction level, quality of alternatives, and investment size.
Personal Relationships, 5, 357 – 391.

Santrock, J. W. (2002). Life-span development (5thed). (Terj. Achmad Chusairi, Juda
Damanik). Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&b. Bandung: Alfabeta.
Tribunnews. Sulsel urutan 10 tertinggi tingkat perceraian.Tribunnews (Online). Diakses 31
Januari 105, dari http://makassar.tribunnews.com/2012/05/01/sulsel-urutan-10tertinggi-tingkat-perceraian.
Trihendradi, C. (2013). Step by step IBM SPSS 21: Analisis data statistik. Yogyakarta: CV.
Andi.
Wahid, S. (2010). Manusia Makassar. Makassar: Pustaka Refleksi.

Undang-Undang R.I Tahun 1974 tentang Perkawinan mengorientasikan bahwa perkawinan
merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun kenyataannya dewasa ini berbagai media telah seringkali
memberitakan mengenai kasus-kasus perceraian, baik itu yang dialami oleh masyarakat biasa,
tokoh masyarakat serta kalangan pejabat dan artis. Fenomena tersebut menjelaskan kepada
kita bahwa perceraian bukan lagi menjadi hal yang tabu di dalam kehidupan bermasyarakat.
Senada dengan hal itu, Santrock (2002) menerangkan bahwa perceraian telah menjadi wabah
dalam setiap kebudayaan, dan hal itu meningkat secara tetap sebesar 10% setiap tahunnya.
Data yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (dalam detiknews.com)
menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 hingga 2012 tercatat 476.961 kasus perceraian

yang masuk ke meja persidangan. Jumlah ini meningkat 11.52% jika dibandingkan pada
tahun 2009 hingga 2010. Dari sekian banyak kasus perceraian yang terjadi di Indonesia,
faktor ekonomi dan perselingkuhan merupakan pemberi andil terbesar terjadinya perceraian
dalam sebuah perkawinan. Peningkatan angka perceraian setiap tahunnya seperti yang telah
diuraikan pada data tersebut, secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa komitmen
perkawinan antara masing-masing individu dalam mencapai tujuan perkawinan itu sendiri
secara umum menurun.
Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian yang telah disebutkan di atas, seperti
permasalahan ekonomi dan perselingkuhan memang merupakan bagian dari sumber penyebab
konflik dalam hubungan interpersonal, khususnya pada pasangan suami-istri. Johnson &
Johnson (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) menerangkan bahwa konflik interpersonal
dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam kebutuhan (needs) dan terbatasnya sumber daya
finansial. Jika dihubungkan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian, maka
permasalahan ekonomi sangat berkaitan dengan terbatasnya sumber daya finansial. Sementara
perselingkuhan erat hubungannya dengan perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan (needs).
Beberapa hal yang menjadi penyebab perceraian seperti yang telah dikemukakan di atas
hanyalah sebagai faktor pemicu, namun hal yang paling mendasar atas terjadinya sebuah
perceraian adalah tidak adanya komitmen yang dibangun antara masing-masing pasangan
dalam mencapai tujuan perkawinannya (Prianto et al, 2013). Jadi seperti apapun besarnya
masalah yang hadir dalam hubungan perkawinan akan selalu dapat diatasi jika terdapat

sebuah komitmen yang melandasi hubungan tersebut. Vangelisti & Perlman (dalam Arif,
2013) menerangkan bahwa hal ini terjadi karena seseorang dengan komitmen yang kuat
memiliki kecenderungan untuk mengakomodasi dan mengutamakan kepentingan
pasangannya daripada kepentingan pribadinya. Sikap tersebut ditunjukkan karena komitmen
merupakan intensi untuk mempertahankan hubungan, menjaga rasa kesetiaan, saling
memberikan perhatian, serta bentuk pengorbanan dan pengabdian seseorang terhadap
pasangannya. Oleh karena itu, hadirnya sebuah komitmen perkawinan akan membantu
pasangan suami-istri dalam menjaga stabilitas hubungannya.
Adams & Jones (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
hal yang membuat individu cenderung untuk berkomitmen dalam hubungan perkawinannya,
yaitu batasan-batasan moral, sosial dan keluarga, serta pendirian untuk menjaga janji yang
telah diucapkannya dalam perkawinan itu sendiri. Semua hal tersebut merupakan komponen
moral secara normatif yang menghadirkan rasa tanggung jawab personal untuk menjaga dan
meyakini ikatan perkawinan, serta merasakan ketakutan sosial ketika mereka tidak mampu
mempertanggungjawabkan janji perkawinan yang telah diucapkannya (Adams & Jones,
2

1997). Terkait dengan komponen moral secara normatif, Dayakisni & Yuniardi (2008)
menjelaskan bahwa nilai-nilai dalam sebuah kebudayaan memberikan peranan pada setiap
sikap, keyakinan, dan perilaku individu untuk menentukan standar norma mereka ketika hidup
bermasyarakat. Artinya adalah setiap kebudayaan memegang peranan penting untuk
menentukan komponen moral secara normatif pada segala aspek kehidupan manusia melalui
proses enkulturasi maupun sosialisasi, termasuk kaitannya dengan komitmen yang berfungsi
sebagai penjaga stabilitas dalam hubungan perkawinan.
Bulanda & Brown (2005) melaporkan bahwa faktor budaya sangat relevan dalam membentuk
sebuah komitmen perkawinan pada keturunan kulit hitam dan kulit putih di Amerika.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa keturunan kulit hitam sangat rentan berhadapan
dengan ketidakstabilan hubungan perkawinan karena mereka cenderung berada pada kualitas
perkawinan yang lebih rendah. Maksudnya adalah nilai yang berada dalam kebudayaan
keturunan kulit hitam memberikan otoritas penuh pada setiap individu untuk melangsungkan
sebuah perkawinan dalam kondisi apapun, terlepas dari mampu atau tidaknya mereka secara
mental dan finansial. Sementara pada keturunan kulit putih menunjukkan bahwa mereka lebih
mampu menjaga stabilitas hubungan perkawinannya. Hal ini dilatarbelakangi oleh nilai-nilai
dalam kebudayaan mereka yang cenderung melindungi dan mengakomodasi kebutuhan
perkawinan keluarganya ketika berada dalam keadaan ekonomi yang kurang beruntung.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Chung & Um (2008) mengungkapkan bahwa proses
akulturasi pada pasangan campuran Korea-Amerika mengindikasikan hadirnya kepuasan dan
komitmen perkawinan. Indikasi ini dilatarbelakangi oleh nilai-nilai individualis dari
kebudayaan Amerika yang diduga dapat melemahkan kewajiban dan tanggung jawab individu
dalam kehidupan berumah tangga mampu diakomodasi oleh nilai-nilai dalam kebudayaan
Korea yang lebih moderat. Selain itu, Bowman & Dollahite (2012) menemukan bahwa
masyarakat India sangat menghargai ikatan perkawinannya, senantiasa menjaga kesucian dari
ikatan tersebut, dan menganggap bahwa perceraian merupakan sebuah tindakan yang tidak
dapat diterima secara sosial. Hal ini terjadi karena nilai-nilai dalam kebudayaan Hindu yang
melekat pada masyarakat India telah mengajarkan mereka sejak kecil untuk senantiasa
memberi rasa hormat, menjaga pola komunikasi, serta mengedepankan kompromi dan
negosiasi ketimbang mengaktualisasikan kepentingan pribadi. Sehingga perilaku tersebut
berdampak pada proses stimulasi untuk membina hubungan yang lebih positif dengan
pasangan hidup mereka di masa mendatang, menciptakan hubungan suami-istri yang intim,
egaliter, dan penuh kasih sayang serta membentuk keterampilan beradaptasi demi tercapainya
kebermaknaan dalam ikatan perkawinan tersebut. Temuan-temuan di atas senada dengan
pendapat dari Santrock (2002) yang menyatakan bahwa konteks sosiokultural merupakan
pengaruh yang kuat dalam hubungan perkawinan.
Koentjaraningrat, Matsumoto (dalam Dayakisni & Yuniardi, 2008) menjelaskan bahwa
budaya merupakan sebuah hasil pemikiran dan produk yang berisikan seperangkat nilai serta
keyakinan. Hal ini termanifestasi dalam bentuk gagasan, sikap, atau perilaku untuk dijadikan
pedoman bagi individu yang berada pada kebudayaan tersebut. Budaya dengan fungsi-fungsi
psikologis manusia (kognitif, afektif, dan konatif) menurut pandangan relativitas dijelaskan
bahwa keduanya saling mempengaruhi dan berkembang dalam merepresentasikan diri
manusia atau dengan kata lain culture and psyche make each other up, termasuk kaitannya
dengan hadirnya sebuah komitmen dalam hubungan perkawinan yang melibatkan keseluruhan
dari fungsi psikologis tersebut.

3

Culture and psyche make each other up terjadi karena di dalam sebuah kebudayaan terdapat
seperangkat nilai yang kemudian berkonsekuensi pada fungsi-fungsi psikologis manusia.
Lonner & Malpass (dalam Dayakisni & Yuniardi, 2008) menjelaskan bahwa nilai senantiasa
melibatkan keyakinan umum tentang cara bertingkah laku yang diinginkan maupun yang
tidak diinginkan dan sebagai penentu perbuatan atau tindak-tanduk anggota masyarakat.
Posisi dari nilai-nilai budaya adalah sebagai pembentuk nilai-nilai secara pribadi serta
kebutuhan-kebutuhan manusia untuk kemudian diyakini dan disikapi sebagai perilaku yang
nampak di tengah masyarakat. Adanya nilai tersebut menjadikan setiap manusia menunjukkan
perilaku yang dapat diterima secara sosial.
Angka perceraian di Sulawesi Selatan menempati urutan ke-10 se-Indonesia. Perceraian yang
terjadi di Sulawesi Selatan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain
di Indonesia, misalnya Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat yang berada pada urutan
teratas (tribunnews.com; antarajatim.com). Faktor demografi pada dasarnya memang menjadi
penyebab perbedaan angka perceraian di wilayah tersebut. Namun tergolong rendahnya angka
perceraian di Sulawesi Selatan juga tidak dapat dipisahkan dari nilai budaya yang dianut oleh
masyarakat etnis Bugis-Makassar. Hal ini didukung oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar yang
menyatakan bahwa perceraian adalah sebuah aib bagi orang Bugis-Makassar. Oleh karena itu,
ketika orang Bugis-Makassar menjaga hubungan perkawinannya berarti mereka telah
merepresentasikan nilai budaya siri’ na pacce dalam hidupnya (dalam Jurlan, 2014).
Etnis Bugis-Makassar sendiri menjadikan budaya siri’ na pacce sebagai suatu tuntunan dan
pedoman dalam menjalani kehidupanya. Siri’ na pacce berasal dari bahasa Makassar yang
berarti malu dan pedih. Pelras (2006) menerangkan bahwa makna dari prinsip siri’ na pacce
adalah sebuah kesadaran psikologis pada individu untuk senantiasa menjaga rasa malu serta
harga dirinya, baik itu dalam bersikap maupun pada saat menunjukkan sebuah perilaku.
Masyarakat Bugis-Makassar meyakini bahwa menjaga sebuah komitmen berarti turut
merepresentasikan harga diri mereka. Hal ini tertuang dalam kalimat petuah dari para leluhur
yang berbunyi taro ada taro gau’, artinya adalah sejalannya antara pikiran, hati, perkataan,
dan perbuatan atau dengan kata lain sinkronisasi fungsi-fungsi psikologis (kognitif, afektif,
dan konatif) merupakan hal yang sangat penting bagi orang Bugis-Makassar dalam sebuah
proses pengambilan keputusan. Kaitannya dengan komitmen perkawinan adalah ketika orang
Bugis-Makassar telah mengucapkan janji untuk hidup bersama, maka masing-masing individu
dalam pasangan tersebut berkewajiban menjaga keberlangsungan hubungan mereka. Namun
perlu diketahui bahwa pemahaman dan kepatuhan setiap anggota dalam sebuah kebudayaan
tidak selalu sama karena kebudayaan merupakan konstruk individu maupun konstruk sosial.
Tinggi atau rendahnya pemahaman dan kepatuhan bergantung pada derajat/tingkat
internalisasi setiap individu pada nilai-nilai dari kebudayaan tersebut (Dayakisni & Yuniardi,
2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah
korelasi (hubungan) antara nilai budaya siri’ na pacce dengan komitmen perkawinan pada
masyarakat etnis Bugis-Makassar? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
korelasi (hubungan) antara nilai budaya siri’ na pacce dengan komitmen perkawinan pada
masyarakat etnis Bugis-Makassar. Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam konteks hubungan interpersonal pada pasangan perkawinan, khususnya pada
masyarakat etnis Bugis-Makassar. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memperluas
informasi dan wawasan dalam ranah ilmu psikologi sosial, khususnya pada kajian lintas
budaya.
4