Potensi Arachis Pintoi Karp. & Greg. Sebagai Biomulsa Pada Pertanaman Kelapa Sawit

POTENSI Arachis pintoi Karp. & Greg. SEBAGAI BIOMULSA
PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT

YUNIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Arachis pintoi
Karp. & Greg. sebagai Biomulsa pada Pertanaman Kelapa Sawit adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Yuniarti
NIM A252130071

RINGKASAN
YUNIARTI. Potensi Arachis pintoi Karp. & Greg. sebagai Biomulsa pada
Pertanaman Kelapa Sawit. Dibimbing oleh MUHAMAD ACHMAD CHOZIN,
DWI GUNTORO dan KUKUH MURTILAKSONO.
Biomulsa A. pintoi merupakan salah satu tanaman penutup tanah yang bisa
digunakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah mempunyai
peran yang sama dengan mulsa, yaitu mengurangi penguapan dari tanah,
mempertahankan ketersediaan air tanah, menyediakan bahan organik untuk
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta dapat menekan perkembangan gulma
pada lahan budidaya. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pertumbuhan
tanaman A. pintoi, mempelajari potensi A. pintoi untuk mempertahankan kadar air
tanah, menambah cadangan bahan organik dan mengendalikan gulma pada
pertanaman kelapa sawit.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai Mei 2015 di
kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill, Jonggol, Bogor.

Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari
5 perlakuan dalam 4 kelompok. Perlakuan jenis biomulsa terdiri atas tanpa
biomulsa/vegetasi alami, Arachis pintoi, Centrosema pubescens, Calopogonium
mucunoides dan Pueraria javanica. Biomulsa ditanam pada plot berukuran 9 m x
3 m di lahan kelapa sawit. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan biomulsa,
kadar air tanah dan gulma.
Hasil penelitian menunjukan bahwa A. pintoi memiliki laju pertumbuhan
yang lambat dibandingkan dengan biomulsa lainnya dengan laju asimilasi bersih
(LAB) 0.0012 g cm-2 minggu-1 dan laju pertumbuhan relatif (LTR) sebesar 0.18 g
minggu-1. Dengan laju pertumbuhan tersebut A. pintoi dapat menutupi tanah
mencapai 97.88% dan menghasilkan biomassa 1.7 ton ha-1 pada 14 MST.
Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat mempertahankan kadar air tanah hingga
27.39% pada kedalaman 0-10 cm dan 27.66% pada kedalaman 10-20 cm lebih
tinggi dibandingkan dengan biomulsa P. javanica dan perlakuan tanpa
biomulsa/vegetasi alami. Biomulsa A. pintoi memiliki kadar karbon sebesar 35.05%
berpotensi menambah cadangan karbon (C-organik) sebesar 0.60 ton ha-1 pada 20
MST yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan biomulsa P. javanica, serta
lebih tinggi berbeda nyata dibandingkan C. pubescens dan perlakuan tanpa
biomulsa/vegetasi alami. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan
pertumbuhan gulma mencapai 98% dibandingkan dengan perlakuan tanpa

biomulsa/vegetasi alami pada 19 MST.
Kata kunci : biomassa, gulma, kadar air tanah, penutup tanah, stok karbon.

SUMMARY
YUNIARTI. Potential of Arachis pintoi Karp. & Greg. as Biomulch in Oil Palm
Plantations. Supervised by MUHAMAD ACHMAD CHOZIN, DWI GUNTORO
dan KUKUH MURTILAKSONO.
Biomulch of A. pintoi can be used as a cover crop in oil palm plantations.
Cover crops have the same role with mulch, to reducing of soil evaporation, to
maintain the availability of soil water, to supply organic matter improve physical
and chemical properties of soil, and to be able to suppress the development of weeds
on cultivation. The objectives of this research were to study growth of A. pintoi, to
study the potential of A. pintoi for water moisture, to increase the organic matter
stocks and weeds control in oil palm plantations.
The study was conducted from November 2014 until May 2015 in the Field
of Education and Research of Oil Palm IPB-Cargill, Jonggol, Bogor. The
randomized block design (RBD) with four replications was used in this study. The
treatments were biomulches, which are no biomulch/natural vegetation, Arachis
pintoi, Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides and Pueraria javanica.
The biomulches were planted on 9 m x 3 m field plot between plant row. The growth

of biomulches, soil moisture and the kind of weeds were observed.
The results showed that A. pintoi had a slower growth rate compared to other
biomulches with net assimilation rate (NAR) 0.0012 g cm-2 week-1 and relative
growth rate (RGR) of 0.18 g week-1. The growth rate of A. pintoi could cover the
ground reached 97.88% and produced 1.7 tons of biomass ha-1 at 14 WAP. The use
of A. pintoi could maintain soil moisture up to 27.39% at a depth of 0-10 cm and
27.66% at a depth of 10-20 cm higher than P. javanica and treatment no
biomulch/natural vegetation. Biomulch of A. pintoi had carbon stocks amounted to
35.05%, potentially increased the carbon stocks (C-organic) 0.60 ton ha-1 at 20
WAP were not significantly different compared to P. javanica and significantly
different higher compared to C. pubescens and no biomulch/natural vegetation. The
use of A. pintoi biomulsa could suppress weed growth reached 98% compared to
the treatment no biomulch/natural vegetation at 19 WAP.
Keywords: biomass, carbon stock, cover crop, soil moisture, weeds.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI Arachis pintoi Karp. & Greg. SEBAGAI BIOMULSA
PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT

YUNIARTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Suwarto, MSi.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014-Mei 2015
ini ialah pemanfaatan biomulsa, dengan judul Potensi Biomulsa Arachis pintoi
Karp. & Greg. sebagai Biomulsa pada Pertanaman Kelapa Sawit. Penelitian ini
merupakan bagian dari penelitian besar mengenai potensi biomulsa Arachis pintoi
pada pertanian lahan kering.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir M Achmad Chozin, MAgr, Dr Dwi Guntoro, SP, MSi dan Prof Dr Ir
Kukuh Murtilaksono, MS selaku komisi pembimbing penelitian yang telah
banyak memberikan saran dan dukungan materi dan nonmateri bagi
kesempurnaan penelitian dan karya ilmiah ini.
2. Dr Ir Suwarto, MSi dan Dr Ani Kurniawati, SP, MSi selaku dosen penguji yang
banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.
3. Prof Ir Ardi, MSc dan Dra Netti Herawati, MSc serta dosen-dosen Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas atas bantuan, doa
dan rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana.

4. Kemenristek DIKTI (Beasiswa BPPDN) atas dana kuliah dan penelitian serta
BOPTN atas dana hibah penelitian yang telah diberikan.
5. Keluarga tercinta Bapak Eddityawarman Mukhtar Dt. Sinaro Basa, Ama Irwati
Murad, Uni Yenny Irayadi, Ismail Virgo S.Kom dan Resti Dewi Muhar Irayadi
serta keluarga besar Rumah Baukie dan Surau Tongah atas doa, bantuan,
dukungan, perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
6. Bapak Jhoni beserta staf Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPBCargill, Jonggol serta Bapak Milin dan staf Kebun Cikabayan atas bantuan yang
telah diberikan selama penelitian.
7. Rekan-rekan sesama peneliti di kebun kelapa sawit Jonggol, atas bantuan selama
penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan, Firmansyah Aznur SP, Fitria Yuliani SP, Meisilva
Erona S MSi, Rahmi Hendayani MSi, Rista Delyani MSi, Ari Kurniawati MSi,
Arinal Haq Izzawati N MSi dan Ratna Suminar MSi, atas bantuan dan
kebersamaan selama menempuh pendidikan pascasarjana.
9. Teman-teman Pascasarjana AGH 2012 dan 2013 atas segala doa dan bantuan
yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan
manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2016


Yuniarti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Penutup Tanah
Arachis pintoi
Centrosema pubescens
Calopogonium mucunoides
Pueraria javanica
Ketersediaan Air Tanah
Teknik Konservasi Air


4
4
5
7
8
8
9
10

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan alat
Prosedur Analisis Data
Prosedur Percobaan

11
11
11
11
12


4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Pertumbuhan dan Penutupan Biomulsa
Potensi Penambahan Karbon oleh Biomulsa
Kadar Air Tanah
Pertumbuhan Gulma
Potensi tanaman sebagai biomulsa pada pertanian lahan kering

14
14
15
22
23
31
34

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

35
42
53

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata panjang tanaman berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
2 Rata-rata jumlah cabang/sulur berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa
sawit
3 Rata-rata jumlah daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
4 Rata-rata indeks luas daun berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
5 Persentase penutupan tanah berbagai biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
6 Cadangan karbon berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
7 Kadar air tanah pada berbagai jenis biomulsa
8 Selang nilai kadar air tanah dengan perlakuan berbagai jenis biomulsa pada
dua kedalaman tanah selama penelitian
9 Hubungan antara persentase penutupan tanah berbagai jenis biomulsa dengan
kadar air tanah
10 Hubungan antara bobot kering biomassa berbagai jenis biomulsa dengan
kadar air tanah
11 Rata-rata bobot kering gulma pada perlakuan jenis biomulsa
12 Jenis gulma dan dominansinya pada perlakuan jenis mulsa di gawangan
kelapa sawit

15
16
17
17
20
22
25
26
30
31
32
33

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir penelitian
2 Rata-rata produksi biomassa (g m-2) berbagai jenis biomulsa pada
pertanaman kelapa sawit
3 Rata-rata Laju Asimilasi Bersih (LAB) berbagai jenis biomulsa
4 Rata-rata Laju Tumbuh Relatif (LTR) berbagai jenis biomulsa
5 Penutupan tanah oleh berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
bulan Mei 2015 (17 MST)
6 Penutupan tanah oleh berbagai jenis biomulsa pada pertanaman kelapa sawit
bulan Juni 2015 (23 MST)
7 Hubungan kadar air tanah dengan curah hujan
8 Rata-rata panjang tanaman berdasarkan kadar air tanah mingguan pada
dua kedalaman berbagai jenis biomulsa
9 Rata-rata jumlah cabang/sulur berdasarkan kadar air tanah mingguan pada
dua kedalaman berbagai jenis biomulsa
10 Rata-rata jumlah daun berdasarkan kadar air tanah mingguan pada dua
kedalaman berbagai jenis biomulsa

4
18
19
20
21
22
24
27
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Hasil analisis C-organik dan tekstur tanah lahan percobaan sebelum perlakuan 43
Hasil analisis sifat fisik tanah lahan percobaan
44
Jenis biomulsa yang digunakan
45
Denah percobaan
46
Denah percobaan pengamatan biomassa
47
Denah penanaman biomulsa
48

7 Denah pengambilan sampel penghitungan kadar air tanah
8 Data curah hujan harian bulan Januari-Mei 2015 di kebun Pendidikan dan
Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill
9 Nama lokal berbagai jenis biomulsa yang digunakan dan gulma
10 Matriks potensi tanaman sebagai biomulsa

49
50
51
52

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman Arachis pintoi Karp. & Greg. merupakan jenis legum yang memiliki
beberapa fungsi. A. pintoi dapat digunakan sebagai tanaman hias, penutup tanah
dan pakan. Selain itu, tanaman A. pintoi memiliki potensi lain yaitu sebagai
pendukung kesuburan tanah dan menjaga kelembaban tanah (Susanti et al. 2012),
serta sebagai pengontrol erosi (Fanindi et al. 2009; Sumiahadi 2014).
Biomulsa adalah bahan atau material yang digunakan untuk menutupi
permukaan tanah atau lahan pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan produksi
tanaman (Suwigno et al. 2015). Biomulsa A. pintoi adalah salah satu tanaman
penutup tanah yang dapat digunakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman
penutup tanah yang umum digunakan adalah Centrosema pubescens,
Calopogonium mucunoides dan Pueraria javanica. Secara umum, tanaman penutup
tanah mempunyai peran yang sama dengan mulsa, disamping mengurangi
penguapan dari tanah yang sejalan dengan tujuan untuk mempertahankan
ketersediaan air tanah, tanaman penutup tanah juga dapat menyediakan bahan
organik untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Subaedah et al. 2011), serta
dapat menekan perkembangan gulma pada lahan budi daya (Sumiahadi 2014).
Indonesia memiliki potensi lahan kering yang sesuai untuk budidaya
pertanian yang sangat besar yaitu sekitar 76.2 juta ha yang sebagian besar (70.7 juta
ha) terletak di dataran rendah dan sisanya di dataran tinggi. Lahan kering tersebut
terdiri dari lahan datar (3%). Pada lereng antara 1530%, lahan kering tersebut diarahkan untuk tanaman tahunan (47.5 juta ha).
(Juarsah et al. 2008). Secara umum, lahan kering ini digunakan untuk budidaya
tanaman pertanian dan perkebunan. Salah satu perkebunan yang memanfaatkan
lahan kering ini adalah perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit
membutuhkan area yang luas dan tidak harus datar, sehingga pemanfaatan lahan
kering di Indonesia untuk perkebunan kelapa sawit menjadi lebih efektif. Luas
lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2014 sebesar 10.95 juta hektar
dengan produksi CPO 29.34 juta ton, estimasi tahun 2015 mencapai 11.5 juta hektar
dengan produksi CPO 31 juta ton (Dirjenbun 2014).
Perkebunan kelapa sawit banyak mendominasi lahan-lahan dengan kondisi
tanah marginal. Tanah marginal memiliki karakteristik fisika dan kimia yang
menyebabkan tingkat kesuburan tanahnya rendah dan kurang menguntungkan
untuk pertumbuhan tanaman (Farni et al. 2012). Widodo dan Dasanto (2010)
menemukan bahwa perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit berdampak
nyata terhadap berkurangnya ketersediaan air. Tanaman kelapa sawit secara
ekologis merupakan tanaman yang paling banyak membutuhkan air dalam proses
pertumbuhannya, yaitu sekitar 4.10-4.65 mm hari-1 dibandingkan dengan tanaman
lainnya. Akan tetapi kebutuhan air tanaman kelapa sawit lebih kecil jika
dibandingkan dengan kebutuhan air pada tanaman kelapa dan tanaman hutan
(Pasaribu et al. 2012). Ketersediaan air tanah bagi tanaman dapat berubah sesuai
dengan faktor yang mempengaruhi. Kadar air tersedia dalam tanah akan berbeda
karena sifat tanah yang berkembang pada masing-masing lokasi juga berbeda (Nita

2
et al. 2014). Dengan demikian, dibutuhkan upaya untuk mengimbangi ketersediaan
air tanah pada perkebunan kelapa sawit di lahan kering.
Menurut Agus et al. (2004) ada dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk
mengefisienkan penggunaan air, yaitu dengan pemilihan tanaman yang sesuai dan
penggunaan mulsa, gulud atau teknik tanpa olah tanah. Arsyad (2012) menyatakan
bahwa cara paling efektif untuk memelihara permukaan tanah agar mudah
menyerap dan menahan air adalah melalui penutupan tanah dengan mulsa,
penambahan pupuk organik dan penggunaan bahan-bahan kimia. Hasil penelitian
Thamrin dan Hanafi (1992) menunjukkan bahwa pemberian mulsa seresah tanaman
dapat menghemat kadar air tanah dari proses penguapan sehingga kebutuhan
tanaman akan kadar air tanah terutama pada musim kering dapat terjamin. Selain
itu pemberian mulsa seresah juga dapat menghambat pertumbuhan gulma yang
mengganggu tanaman sehingga konsumsi air berkurang. Penggunaan mulsa pada
tanaman semusim dapat digantikan dengan tanaman penutup tanah pada
perkebunan dengan tujuan yang sama.
Produksi biomassa yag dihasilkan tanaman penutup tanah dapat menentukan
jumlah karbon yang terkandung di dalam tanaman tersebut. Keberadaan karbon
penting bagi keseimbangan alam sehingga perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip
berkelanjutan. Pada lahan-lahan yang sudah terdegradasi, upaya untuk
meningkatkan daerah penyerapan CO2 antara lain dengan melakukan reforestasi
(Yulianti 2009). Pengurangan emisi CO2 perlu dilakukan sesuai dengan pedoman
yang telah ditetapkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Selain itu, secara
teknis ISPO juga mewajibkan perkebunan-perkebunan kelapa sawit untuk
menggunakan tanaman penutup tanah. Implementasi ISPO diharapkan mampu
menghindari dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca,
hingga pemicu deforestasi (Septiawan 2014). Penanaman tanaman legum penutup
tanah dapat mempercepat dan meningkatkan kandungan bahan organik dan karbon
organik tanah melalui akumulasi seresah (Prayudyaningsih et al. 2015).
Baon dan Anugrina (2006) melakukan penelitian pada tanaman kakao dimana
A. pintoi tidak menghambat pertumbuhan tanaman kakao muda karena tidak
mengeluarkan senyawa yang bersifat alelopati. Penggunaan A. pintoi sebagai
tanaman penutup tanah sebaiknya ditanam pada saat tanaman kakao agak besar
sehingga persaingan kebutuhan hara dan air bisa diminimumkan. Biomulsa A.
pintoi pada penelitian ini ditanam pada gawangan kelapa sawit TBM II, diharapkan
tidak mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
Keberadaan biomulsa pada lahan pertanian juga dapat menekan
perkembangan populasi gulma di sekitarnya. Semakin tinggi penutupan A. pintoi
semakin efektif menekan pertumbuhan gulma terutama gulma golongan daun lebar
dan teki (Purnamasari 2013). A. pintoi mampu menekan pertumbuhan gulma hingga
58% pada pertanaman jagung (Sumiahadi 2014), pada tanaman kopi (Perez-Nieto
et al. 2005; Santos et al. 2013) dan pada tanaman kentang (Samad et al. 2009)
Kemampuan biomulsa A. pintoi dalam menekan laju erosi pada lahan kering
juga telah dibuktikan dalam percobaan sebelumnya. Sumiahadi (2014) menyatakan
penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan laju erosi hingga lebih dari 70%
dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa dengan penyiangan pada pertanaman
jagung. Suroso dan Hery (2004) menyimpulkan bahwa penanaman tanaman A.
pintoi diantara tanaman lada memberikan manfaat seperti mencegah erosi dan
memperbaiki kesuburan tanah, sebagai media komposisi cendawan antagonis,

3
menghambat penyebaran penyakit busuk pangkal batang (BPB), menjaga stabilitas
kelembaban tanah dan dapat mengendalikan hama penggerek batang lada.
Pertanaman A. pintoi secara stek langsung lebih mudah dilakukan dan
mempunyai karakter pertumbuhan yang mampu menutup permukaan dengan
sempurna. Keuntungan lain dari A. pintoi adalah tumbuh menjalar di permukaan
tanah dan tidak tumbuh memilin pada tanaman pokok, sehingga tidak
dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit seperti tanaman
penutup tanah lainnya. Keberadaan biomulsa A. pintoi sebagai tanaman penutup
tanah juga diharapkan dapat mengurangi penguapan air tanah dan dapat
mempertahankan ketersediaan air dalam tanah.
Perumusan Masalah
Budidaya tanaman perkebunan secara intensif di lahan kering terkendala oleh
degradasi lahan yang cukup tinggi serta ketersediaan air bagi tanaman yang terbatas.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah
penggunaan tanaman penutup tanah atau biomulsa. Penggunaan biomulsa juga
memiliki fungsi lain yaitu dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma
serta menambah cadangan karbon bagi pertanaman kelapa sawit. Biomulsa yang
biasa digunakan adalah jenis C. pubescens, C. mucunoides dan P. javanica serta
jenis lainnya. A. pintoi sebagai tanaman introduksi merupakan salah satu tanaman
yang berpotensi sebagai biomulsa. Akan tetapi belum banyak informasi mengenai
peran penggunaan A. pintoi sebagai biomulsa khususnya dalam menambah
cadangan karbon, mempertahankan ketersediaan air dan menekan gulma di
perkebunan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menjawab masalah tersebut.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Menganalisis pertumbuhan dan produksi biomassa A. pintoi dan biomulsa
lainnya pada pertanaman kelapa sawit TBM II
Menganalisis potensi biomulsa A. pintoi untuk menambah cadangan karbon
pada pertanaman kelapa sawit TBM II
Menganalisis potensi biomulsa A. pintoi dalam mempertahankan kadar air tanah
pada pertanaman kelapa sawit TBM II
Menganalisis potensi biomulsa A. pintoi dalam menekan pertumbuhan dan
perkembangan gulma pada pertanaman kelapa sawit TBM II
Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat meningkatkan cadangan karbon pada
pertanaman kelapa sawit TBM II.
2. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat mempertahankan kadar air tanah pada
pertanaman kelapa sawit TBM II.
3. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan pertumbuhan dan
perkembangan gulma pada pertanaman kelapa sawit TBM II.

4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pertumbuhan
dan perkembangan tanaman A. pintoi dan biomulsa lainnya, serta potensi
penggunaan A. pintoi dalam menambah cadangan karbon, mempertahankan kadar
air tanah dan menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma sehingga A. pintoi
dapat digunakan sebagai biomulsa pada perkebunan kelapa sawit.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian terdiri dari satu tahapan penelitian dengan ruang lingkup penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.

A. pintoi dan
biomulsa lain

Potensi A. pintoi
dalam
mempertahankan
kadar air tanah

Analisis pertumbuhan dan
perkembangan biomulsa
Produksi biomassa biomulsa

Potensi A. pintoi
dalam menambah
cadangan karbon

Potensi A. pintoi
dalam mengendalikan
gulma

Informasi mengenai potensi A. pintoi sebagai biomulsa
pada pertanaman kelapa sawit
Gambar 1 Bagan alir penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah merupakan tanaman yang ditanam khusus untuk
melindungi tanah dari kerusakan erosi dan untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik
tanah. Manfaat tanaman penutup antara lain untuk menahan atau mengurangi daya
perusak bulir-bulir hujan yang jatuh dan aliran air diatas permukaan tanah,
menambah bahan organik tanah (melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh),
serta berperan melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah. Bahan
organik berperan untuk meningkatkan ketahanan struktur tanah, memperbesar
kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air hujan yang jatuh dan
menambah unsur hara. Tanaman penutup tanah berperan dalam mengurangi
kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan

5
dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi (Arsyad
2012).
Penyiangan intensif dapat merusak lapisan atas tanah. Untuk menghindari
persaingan antara tanaman penutup tanah dengan tanaman pokok pada konservasi
lahan kritis dengan teknik ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring
weeding). Tanaman penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem
pergiliran tanaman harus memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak
(sebaiknya dengan biji), memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan
kompetisi berat bagi tanaman pokok tetapi memiliki sifat mengikat tanah yang baik
dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat dan
banyak menghasilkan daun, toleransi terhadap pemangkasan, resisten terhadap
gulma, penyakit dan kekeringan, mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk
penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, sesuai dengan
kegunaan untuk reklamasi tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang tidak
menyenangkan seperti berduri atau sulur yang membelit (Osche et al. 1961).
Tanaman penutup tanah dari golongan kacang-kacangan seperti C.
mucunoides, C. pubescens dan Mucuna bracteata secara umum memenuhi kriteria
tersebut sehingga banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada tanahtanah perkebunan. Boerhendhy dan Sianturi (1986) mengemukakan manfaat
tanaman penutup tanah kacang-kacangan atau dikenal dengan LCC (legume cover
crop) di perkebunaan sebagai berikut: (1) melindungi permukaan tanah dari
pengaruh lansung butir-butir air hujan, (2) menekan pertumbuhan gulma, (3)
menghasilkan banyak bahan organik dan serasah yang dapat memperbaiki sifat fisik
dan kimia tanah, (4) mempunyai bintil akar yang dapat mengikat nitrogen bebas
dari udara, (5) membantu menyerap unsur-unsur hara dari lapisan tanah yang lebih
dalam, dan (6) membantu mempercepat proses pembusukan bahan organik
sehingga dapat menekan perkembangan kutu putih.
Tanaman penutup tanah juga dapat menekan gulma baik dengan pengurangan
ketersediaan sumber daya (Ngouajio dan Mennan 2005) ataupun dengan
penghambatan pertumbuhan gulma melalui allelopathy (Reberg-Horton et al. 2005).
Akses terhadap cahaya, nutrisi, air, dan tanah yang dipengaruhi oleh tanaman
penutup tanah dapat mempengaruhi keberadaan gulma (Ngouajio dan Mennan
2005) dan komposisi tumbuhan gulma (Wright et al. 2003). Residu tanaman
penutup tanah juga dapat mengubah ekologi mikroba tanah atau meningkatkan
keragaman mikroba, sehingga meningkatkan predasi benih gulma oleh
mikroorganisme tanah dan penurunan vigor benih gulma (Ngouajio dan McGiffen
2002) dan dapat mempengaruhi dinamika populasi gulma (Jordan et al. 2000).
Tanaman penutup tanah juga dapat meningkatkan kadar C dan N, dua komponen
utama yang mengatur aktivitas biologi tanah (Wagger et al. 1989), sehingga
meningkatkan keberadaan organisme yang menguntungkan yang dapat menekan
pesaing biologis seperti gulma (Kremer dan Li 2003), nematoda parasit dan patogen
tanah melalui allelochemicals (Bailey dan Lazarovits 2003).
Arachis pintoi
A. pintoi adalah tanaman kacang-kacangan yang dikenal dengan nama pinto
peanut dalam bahasa Inggris, dan kacang hias dalam bahasa Indonesia. Tanaman
ini berasal dari lembah Jequitinhonha, San Fransisco dan sepanjang sungai

6
Tocantins di Brazil, dan pertama kali dikoleksi oleh G.C.P. Pinto pada tahun 1954.
Berdasarkan sistematika tumbuhan, A. pintoi dikelompokkan ke dalam divisi
Spermatophyta, sub divisi Angioepermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales,
famili Leguminosae, genus Arachis dan spesies pintoi (Reksohadoprojo 1981).
Batang A. pintoi tumbuh menjalar membentuk anyaman yang akar dan
sulurnya tumbuh dari buku apabila batang kontak langsung dengan tanah. A. pintoi
memiliki 2 pasang helai daun pada setiap tangkai dengan bentuk daun oval, lebar
daun ±1.5 cm dan panjang daun ±3 cm. Tanaman ini umumnya betbunga terus
menerus selama hidupnya dengan 4-65 bunga m-2 setiap harinya. A. pintoi memiliki
ginofor yang akan memanjang dan membentuk polong yang berisi satu biji pada
setiap polongnya (Maswar 2004).
Berdasarkan penyebarannya, A. pintoi mempunyai daya adaptasi yang cukup
luas. Jenis tanaman ini tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah sub
tropika dan tropika dengan curah hujan tahunan lebih dari 1 000 mm tahun-1.
Tanaman ini cukup toleran terhadap kekeringan, dan dapat bertahan dalam kondisi
3-4 bulan kering, tetapi akan menggugurkan banyak daun pada periode tersebut.
Pertumbuhan A. pintoi akan terhambat dan daunnya menjadi kuning pada tanah
yang kekurangan atau kelebihan air. Tanaman ini juga mempunyai daya adaptasi
yang baik terhadap berbagai jenis tanah, mampu tumbuh dengan baik pada tanah
dengan tekstur liat sampai tanah berpasir. Tanaman ini juga mampu beradaptasi
baik pada kondisi kesuburan tanah rendah dan pH sangat masam, serta toleran
terhadap kejenuhan aluminium yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992; Maswar
2004). Selain itu, tanaman ini juga kemungkinan akan sesuai bila digunakan sebagai
biomulsa pada tanaman perkebunan. Fisher dan Cruz (1994) menyatakan bahwa A.
pintoi toleran terhadap cahaya rendah atau naungan, bahkan lebih baik
dibandingkan dengan keadaan terbuka atau cahaya penuh.
A. pintoi dapat memperbanyak diri dengan biji, stek batang dan stolonnya,
akan tetapi sulit diperbanyak dengan biji. Polong tanaman ini dapat diperoleh pada
saat tanaman berumur 18-24 bulan. Selain itu, dikemukakan juga bahwa daya
simpan benih A. pintoi relatif pendek yaitu sekitar 6 bulan (Aminah et al. 1996).
Pada umumnya kacang hias A. pintoi diperbanyak dengan stek yang minimal
mempunyai dua buku (Fisher dan Cruz 1994). Keberhasilan perbanyakan secara
vegetatif dengan stek ditentukan oleh jenis stek yang digunakan dan lingkungan
tumbuh pada awal pertumbuhan stek. Hasil penelitian Febrianto dan Chozin (2014)
mengindikasikan adanya perbedaan kemampuan tumbuh antara stek pangkal, stek
tengah dan stek ujung. Selain itu, penelitian Purnamasari (2013) menghasilkan
bahwa penggunaan zat pengatur tumbuh Rootone-F dapat meningkatkan
kemampuan tumbuh stek batang A. pintoi.
A. pintoi merupakan salah satu spesies anggota dari famili Leguminosae atau
kacang-kacangan. Tanaman ini berpotensi besar untuk mencegah erosi dan aliran
permukaan karena susunan batang dan perakarannya dapat melindungi tanah dari
daya rusak intensitas hujan yang tinggi. Maswar (2004) menyatakan bahwa
penanaman A. pintoi pada pertanaman kopi di Sumberjaya, Lampung Barat mampu
menekan erosi 11-85%. Selain itu peneliti ini juga melaporkan bahwa A. pintoi
dapat efektif menekan gulma setara dengan Desmodium ovalifolium, dan lebih
efektif dari penggunaan herbisida. Penelitian Samad et al. (2009) menunjukkan
bahwa penggunaan A. pintoi dapat mendorong tinggi tanaman kentang. Selain itu,
juga berperan memperkecil kompetisi tanaman dengan gulma dan menekan

7
serangan hama dan penyakit. Hasil penelitian Purnamasari (2013) juga
mengindikasikan bahwa A. pintoi efektif menekan gulma berdaun lebar tapi kurang
efektif menekan gulma teki dan beberapa jenis gulma golongan rumput.
Berbeda dengan LCC lain yang telah lebih awal dikenal, hasil penelitian
tentang manfaat A. pintoi sebagai penutup tanah atau biomulsa belum banyak
dilaporkan. Meskipun demikian, berdasarkan sifat-sifat tanaman ini, Kartika et al.
(2009) memperkirakan A. pintoi memiliki manfaat bagi lingkungan yang tidak
berbeda dengan LCC lain yang populer, bahkan memiliki keunggulan lain sebagai
alternatif baru untuk tanaman hias, dan sebagai sumber nektar yang baik untuk
lebah.
Centrosema pubescens
C. pubescens adalah tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Tanaman
yang sering disebut Centro ini telah ditanam di daerah tropik dan sub tropik.
Tanaman ini berumur panjang yang bersifat merambat dan memanjat. Batang agak
berbulu dan panjang dapat mencapai 5 m. Berdaun tiga pada tangkainya daun
berbentuk elips agak kasar dan berbulu lembut pada kedua permukaanya, bunga
berbentuk kupu-kupu berwarna violet keputih-putihan, buah polong panjang
mencapai 9-17 cm berwarna hijau pada waktu muda setelah tua berubah warna
menjadi kecoklat-coklatan, tiap buah berisi 12-20 biji yang berwarna coklat
(Sudarsono 1991; Smith 1985).
C. pubescens merupakan tanaman yang tahan keadaan kering, dan dapat
hidup dibawah naungan serta lahan yang tergenang air (Ibrahim 1995), lebih lanjut
Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa C. pubescens dapat ditanam secara
campuran dengan rumput dan memperlihatkan pertumbuhan dengan baik adalah
dengan jenis rumput Panicum maximum, Melinis minutiflora serta Cynodon
plectostachyon. C. pubescens termasuk tanaman sub famili papilionaceae dari
familia leguminoceae, species ini berasal dari Amerika selatan dan telah ditanam
dengan hasil baik didaerah daerah tropik dan sub tropik sedangkan masuk ke
Indonesia belum diketahui dengan pasti, tanaman centro tahan terhadap kondisi
lingkungan kering. Ibrahim (1995) melakukan penelitian di Kalimantan Timur
menyatakan bahwa tanaman C. pubescens merupakan jenis kacang-kacangan yang
cepat tumbuh dan mampu hidup pada keadaan musim kering sampai 6 bulan kering
dan tahan terhadap kondisi lahan yang tergenang air.
C. pubescens tanaman yang bersifat memanjat dan merambat yang dapat
dijumpai ditempat seperti pinggiran sungai, pantai, jalan dan perkebunanperkebunan tertutama di perkebunan kelapa, dan dapat tumbuh baik pada tanah
asam dan agak buruk pada drainase yang buruk (Smith 1985). Sutedi (2005)
menyatakan bahwa tanaman C. pubescens dapat tumbuh baik pada musim kemarau
maupun musim penghujan. Saat musim kemarau tanaman memiliki panjang sebesar
33.33 cm, sedangkan pada musim hujan tanaman C. pubescens memiliki panjang
tanaman sebesar 23.33 cm. Tanaman C. pubescens relatif tahan terhadap
kekeringan, hama dan penyakit serta mudah tumbuh pada berbagai tipe tanah,
drainase yang jelek, dan perkebunan. C. pubescens termasuk tanaman legum yang
mudah berbunga, berbiji serta dapat dipakai sebagai tanaman campuran dengan
berbagai jenis tanaman rumput maupun sebagai tanaman sisipan pada padang
penggembalaan. Tanaman C. pubescens juga dapat meningkatkan kualitas hijauan

8
terutama pada kandungan protein (Sutedi 2005). Tanaman Centro selain sebagai
pakan hijauan ternak banyak dipakai sebagai cover crop. Seperti yang dikatakan
Reksohadiprodjo (1981) bahwa Centro di Malaysia banyak digunakan senbagai
pencegah erosi dan penutup tanah, sedangkan di Indonesia digunakan untuk
menekan pertumbuhan alang-alang selain sebagai pakan ternak.
Calopogonium mucunoides
C. mucunoides termasuk dalam sub famili Papilionaceae, tumbuhan ini
termasuk kedalam pupuk hijau berbentuk semak atau menjalar pada permukaan
tanah dan mampu membelit keatas tanaman yang tumbuh diatasnya. Perakaran
tanaman berbentuk serabut yang banyak dijumpai bintil akar yang mengandung
bakteri rhizobium. Selama ini C. mucunoides digunakan sebagai tanaman pionir
dalam merehabilitasi lahan terdegradasi akibat erosi, pada perkebunan sawit dan
karet digunakan sebagai tanaman penyubur tanah (Purwanto 2007). Hasil analisis
menunjukkan kandungan hara makro didalam daun C. mucunoides terdiri dari Ntotal sebesar 4.6%, P-tersedia 0.52 mg kg-1, K 2.11 cmol kg-1 (Onwu et al. 2009).
C. mucunoides biasa ditanam bersamaan dengan Centrosema sp. dengan
perbandingan 1:1, ketika tajuk tanaman pohon telah bersentuhan satu sama lain dan
menutupi tanah, maka tanaman ini mati karena tidak tahan naungan berat (Arsyad
2012).
Produksi bobot segar berkisar antara 2160-5812 g plot-1 atau setara dengan
2.4 – 6.4 ton ha-1 tahun-1. Produksi kering berkisar antara 610-1298 g plot-1 setara
dengan 670-1442 kg ha-1 tahun-1. Produksi hijauan (dry matter) dan benih C.
mucunoides tertinggi dicapai pada intensitas cahaya penuh, sampai intensitas
cahaya 80%, sedangkan produksi biji C. mucunoides terbaik diperoleh pada kondisi
cahaya penuh. Kandungan protein kasar (PK) pada C. mucunoides berkisar antara
11.83-13.79%. Kualitas biji C. mucunoides paling baik diperoleh pada intensitas
cahaya penuh sampai intensitas cahaya 80%. Nilai klorofil a dan total klorofil
tertinggi dicapai pada intensitas cahaya penuh, dan terendah pada intensitas cahaya
paling rendah. Kualitas hijauan C. mucunoides menunjukkan nilai yang sama pada
setiap intensitas cahaya yang diberikan (Fanindi et al. 2010).
Pueraria javanica
P. javanica termasuk dalam sub famili Papilionaceae dengan pertumbuhan
menjalar dan merambat ke arah kiri, mempunyai batang yang kuat, perakaran dalam
dan membentuk umbi. Tumbuhan P. javanica banyak dimanfaatkan sebagai
tanaman penutup tanah, pencegah erosi, sumber pupuk hijau, pemberantas alangalang dan pakan ternak (Purwanto 2007). P. javanica memiliki kandungan hara N
2.56%, P 0.22%, K 1.90%, C-organik 40.198% (Febrina 2004). P. javanica tumbuh
melilit atau merambat, tidak mempunyai pengaruh buruk terhadap sawit muda,
banyak daun dengan panjang sulur 1-3 m, tumbuh sampai ketinggian 1 000 m dpl,
sulurnya tidak peka dan pada bukunya tumbuh akar sehingga mudah di stek, bijinya
di panen pada bulan Juli sampai September relatif produksinya sedikit, musim
kering daunnya akan berguguran, produksi daun tanaman berumur 5-6 bulan 200
kwintal ha-1 yang mengandung 200-300 kg N dan 20-30 kg P2O5, pada tanah yang
sesuai dibutuhkan biji 3-4.5 kg ha-1. P. javanica bersifat tumbuh awal agak lambat,

9
setelah tumbuh dapat bertahan lama dan lebih tahan terhadap naungan ukuran biji
kecil dengan warna putih agak abu-abu dan kusam.
P. javanica dan C. mucunoides adalah jenis pupuk hijau dimana
ketersediaannya cukup banyak kita temui di lapangan. Leguminosa ini merupakan
tanaman dengan kemampuan menghasilkan bahan organik tinggi dan dapat
meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat memfiksasi nitrogen melalui bakteri
bintil akar tanaman (Arsyad 2012).
Ketersediaan Air Tanah
Sekitar 75% dari air hujan yang jatuh ke permukaan tanah masuk ke dalam
tanah dalam bentuk kelembaban tanah pada tanah tidak jenuh dan sebagai air tanah
pada tanah jenuh atau tanah berbatu. Sumber air yang tersedia bagi tanaman sering
ditandai dengan kisaran antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Pada
kisaran ini, tanaman masih dapat mengabsorpsi air. Kisaran ini disebut sebagai
kadar air efektif untuk pertumbuhan dan kadar air optimum (Sosrodarsono dan
Takeda 1993) atau air segera tersedia (Soepardi 1983) dan jika dijumlahkan dari
seluruh lapisan tanah hingga kedalaman akar dinyatakan sebagai air total segera
tersedia. Jumlahnya ditentukan oleh banyaknya air yang tertahan dalam profil yang
dapat dijangkau akar. Kemampuan tanah menyimpan air tergantung berbagai
faktor, diantaranya adalah kedalaman tanah, tekstur tanah, dan kandungan bahan
organik tanah. Kedalaman tanah menentukan jumlah air yang disimpan dalam
seluruh volume tanah. Tekstur tanah menentukan kapasitas lapang dan titik layu
permanen. Tanah juga mempunyai kemampuan menahan air (waterholding
capacity) dalam pori-porinya. Kemampuan menahan air ini dipengaruhi oleh
keadaan struktur dan tekstur tanah. Air yang ditahan oleh tanah setelah drainase
berhenti dapat ditranspirasikan oleh tanaman atau hilang oleh evaporasi
(Sosrodarsono dan Takeda 1993).
Asdak (2004) mengungkapkan bahwa proses mengalirnya air hujan ke dalam
tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Laju air
infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter poripori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam
tanah melalui profil tanah. Pada sisi lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air
tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler
tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah
dengan pori-pori besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke
tanah yang lebih dalam oleh gaya gravitasi. Dalam perjalanannya, air juga
mengalami penyebaran kearah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama
kearah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit dan tanah yang lebih kering.
Kebutuhan air tanaman kelapa sawit pada dasarnya berbeda di setiap fase
pertumbuhan. Rata-rata kebutuhan air tanaman kelapa sawit pada fase pembibitan
(nursery) selama 12 bulan adalah 2.25 liter per polibag atau setara dengan curah
hujan 3.4 mm hari-1. Penyiraman tidak perlu dilakukan apabila hujan turun curahan
minimum 8 mm. Kebutuhan air tanaman kelapa sawit umur 11 tahun di perkebunan
komersial sekitar 1 950 mm ha-1 per tahun (Pahan 2011). Kelapa sawit tidak hanya
mengalami defisit air pada kondisi curah hujan rendah tetapi juga pada kondisi
curah hujan tinggi dengan periode bulan kering yang panjang (Rahutomo 2007).
Defisit air pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan laju

10
fotosintesis dan gangguan distribusi asimilat. Kurangnya ketersediaan air juga
berdampak negatif pada fase pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kelapa
sawit (Balitklimat 2007).
Kekeringan mulai terjadi apabila defisit air mencapai 200 mm pada tanaman
kelapa sawit (Siregar et al. 1995). Kekeringan pada bagian vegetatif menyebabkan
penutupan stomata daun dan menghambat pertumbuhan pelepah sedangkan
kekeringan pada bagian generatif menyebabkan penurunan produksi tanaman
(Balitklimat 2007). Defisit air yang tinggi menyebabkan kegagalan matang panen
sehingga buah menjadi busuk. Pengaruh ini secara langsung menyebabkan
penurunan produksi tandan buah segar (Rahutomo 2007).
Teknik Konservasi Air
Konservasi air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan mengatur
waktu aliran air agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada
waktu musim hujan (Arsyad 2012). Prinsip teknik konservasi air adalah
pemanfaatan air yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien dengan mengatur
waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir dan mampu menyediakan air pada waktu
musim kemarau. Konservasi air dapat dilakukan dengan meningkatkan
pemanfaatan air permukaan, air tanah dan meningkatkan efisiensi pemakaian air
irigasi. Prinsip konservasi air tergantung pada pengendalian kelebihan air yang
mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2012).
Kecukupan kebutuhan air bagi tanaman bergantung pada kondisi tanaman,
tanah, dan iklim. Perhitungan kecukupan air tanaman kelapa sawit untuk tujuan
praktis di lapangan dapat dilakukan dengan asumsi umum yaitu bahwa
keseimbangan air merupakan jumlah air dari curah hujan ditambah dengan
cadangan awal air dalam tanah kemudian dikurangi dengan evapotranspirasi
(Darmosakoro et al. 2001). Tindakan konservasi air diperlukan untuk mengelola air
hujan yang jatuh di permukaan lahan dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Murtilaksono et al. (2007) menyatakan bahwa aplikasi guludan dan rorak yang
dilengkapi dengan mulsa vertikal memberikan pengaruh positif terhadap jumlah
pelepah daun, jumlah tandan, rataan berat tandan dan produksi tandan buah segar
(TBS) kelapa sawit. Teknik konservasi ini bermanfaat dalam meningkatkan
cadangan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air oleh tanaman saat musim
kemarau sehingga produksi kelapa sawit tetap dapat dipertahankan.
Konservasi air dapat dilakukan dengan pengelolaan dua komponen hidrologi
yaitu air permukaan dan air tanah serta peningkatan efisiensi pemakaian air irigasi.
Pengelolaan air permukaan dapat dilakukan dengan pengendalian aliran
permukaan, penyadapan air, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, pengolahan
tanah, penggunaan bahan penyumbat dan penolak air dan melapisi saluran air.
Penggunaan tanaman penutup tanah dapat difungsikan pada pengendalian aliran
permukaan (Arsyad 2012).

11

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2014 sampai Mei 2015.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPBCargill, Jonggol, Kabupaten Bogor, yang terletak pada koordinat 06o 28.289’ LS
107o 01.329’ BT dan ketinggian 108 m di atas permukaan laut, merupakan lahan
marginal bertekstur tanah liat (47-56% liat). Analisis tanah awal (Lampiran 1 dan
Lampiran 2) dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian IPB Bogor dan Analisis tanaman dilakukan di
Laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian IPB Bogor.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan antara lain bibit dari stek batang A. pintoi, benih C.
mucunoides, C. pubescens dan P. javanica, pertanaman kelapa sawit, pupuk NPK,
pupuk kandang, Rootone-F, Rhizobium. Peralatan yang digunakan antara lain
timbangan analitik, oven, gunting pangkas, kuadran, peralatan pengukur kadar air
tanah (bor tanah kecil, aluminium foil) dan alat penunjang lainnya.
Prosedur Analisis Data
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rancangan acak
kelompok (RAK) dengan faktor tunggal yang terdiri dari 5 perlakuan dalam 4
kelompok. Perlakuan terdiri dari tanpa biomulsa/vegetasi alami (M0), biomulsa A.
pintoi (M1), C. pubescens (M2), C. mucunoides (M3) dan P. javanica (M4)
(Lampiran 3). Perlakuan di acak dalam 4 kelompok sehingga terdapat 20 satuan
percobaan yang diamati. Satuan percobaan berupa gawangan kelapa sawit TBM II.
Model linier aditif dari statistik untuk rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) dengan faktor tunggal sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):
Yij = µ + τ i + β j + ε ji
Dimana : i = 1,2, ... , 6 dan j = 1,2, ... , r
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila
berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf nyata 5%. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program statistik SAS 9.0.

12
Prosedur Percobaan
Persiapan bahan tanam
Bahan tanam yang digunakan adalah bibit berumur 1 bulan dari stek tengah
A. pintoi dengan panjang 4 ruas serta benih C. mucunoides, C. pubescens dan P.
javanica. Stek biomulsa A. pintoi direndam dalam air yg dicampur Rootone F
dengan konsentrasi 600 ppm (600 mg L-1 air) sebelum dibibitkan. Perlakuan benih
berupa perendaman benih dalam air hangat selama 2 jam pada suhu 75 oC, agar
pertumbuhan dan perkembangan biomulsa berlangsung dengan baik, sebelum
ditanam benih diinokulasi dengan Rhizobium dengan dosis 10 g kg-1.
Persiapan lahan
Lahan dibersihkan dari gulma, kemudian dibentuk petakan di gawangan
kelapa sawit dengan ukuran 9 m x 3 m, sebanyak 20 petak (Lampiran 4). Jarak antar
petak dalam kelompok adalah 1 m dan jarak antar kelompok adalah barisan tanaman
kelapa sawit. Analisis vegetasi gulma awal dilakukan sebelum lahan dibersihkan
secara keseluruhan dengan menggunakan kuadran 0.5 m x 0.5 m sebanyak 3 titik
dalam 1 kelompok, total keseluruhan terdapat 12 titik sampel analisis vegetasi awal.
Pengamatan bobot biomassa biomulsa A. pintoi dan biomulsa lain dilakukan
pada gawangan terpisah. Gawangan kelapa sawit dibersihkan dari gulma, kemudian
dibentuk petakan dengan ukuran 1 m x 1 m dengan 3 ulangan untuk masing-masing
perlakuan serta 4 kali pengamatan destruktif (Lampiran 5). Jarak antar ulangan 0.5
m, jarak antar perlakuan 0.5 m dan jarak antar pengamatan adalah barisan tanaman
kelapa sawit. Setelah diolah, lahan diberi pupuk kandang dengan dosis 5 ton ha-1.
Penanaman
Penanaman biomulsa lainnya dilakukan bersamaan dengan transplanting
biomulsa A. pintoi. A. pintoi ditanam di gawangan kelapa sawit dengan jarak tanam
40 cm x 40 cm. Penanaman biomulsa dilakukan pada bulan Januari 2015. Benih
biomulsa lainnya disebar dalam larikan pada gawangan kelapa sawit sebanyak 3
larikan setiap petakan dengan jarak antar larikan 1 m dengan kebutuhan benih 5 kg
ha-1 (13.5 g per plot). Penanaman untuk pengamatan destruktif dilakukan
bersamaan. Bibit A. pintoi ditanam 9 batang dalam satu petakan, petakan C.
pubescens, C. mucunoides dan P. javanica ditanam masing-masing 1 larikan benih
(Lampiran 6).
Pemupukan
Pemupukan A. pintoi dan biomulsa lainnya dilakukan dengan dosis per hektar
100 kg NPK. Pemupukan NPK dilakukan dengan cara menebarkan pupuk disekitar
tanaman pada A. pintoi dan menebarkan dengan jarak 5 cm dari larikan pada
biomulsa lainnya pada saat tanaman berumur 6 MST.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama dan penyakit tanaman,
penyiangan gulma dan penyiraman. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara
mencabut gulma yang tumbuh setelah analisis vegetasi dilakukan, sedangkan
penyiraman dilakukan ketika tidak ada curah hujan.

13
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap 3 komponen yaitu pengamatan kadar
air tanah, pengamatan pertumbuhan biomulsa A. pintoi dan biomulsa lain serta
pengamatan gulma.
a. Pengamatan perubahan kadar air tanah mingguan dilakukan 3 kali dalam
seminggu dengan pengukuran kadar air tanah. Data kadar air tanah diperoleh
dari pengukuran menggunakan metode gravimetrik. Pengukuran kadar air tanah
dilakukan dengan pengambilan sampel tanah menggunakan bor tanah berukuran
kecil dengan diameter 2 cm dan panjang 50 cm pada kedalaman 0-10 cm dan 1020 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 2 titik berdasarkan arah laju
air permukaan tanah dalam petakan percobaan dengan 2 ulangan, sehingga
terdapat 8 titik pada masing-masing petak percobaan setiap kali pengamatan,
terdapat 192 titik pengambilan sampel tanah pada keseluruhan petak percobaan
(Lampiran 7). Pengukuran dilakukan sebelum turun hujan dan setiap hari pada
waktu yang sama setelah turun hujan sampai batas ketersediaan air hujan yang
tersedia dalam tanah habis. Sampel tanah yang diambil kemudian dioven pada
suhu 105 oC selama 24 jam untuk mendapatkan nilai kadar air tanah. Air yang
hilang karena pemanasan merupakan air yang terdapat dalam tanah basah. Kadar
air tanah dihitung dengan rumus berikut :
ℎ−
�� � �

%
���� ��� % =
�� � �

b. Pengamatan A. pintoi dan biomulsa lainnya dilakukan pada 10 tanaman sampel
yang dipilih secara acak. Pengamatan yang dilakukan meliputi:
1. Panjang tanaman; diukur mulai dari permukaan tanah sampai dengan titik
tumbuh terpanjang. Pengukuran panjang tanaman dilakukan setiap minggu
dimulai pada 5 MST sampai dengan 14 MST.
2. Jumlah cabang atau sulur; dilakukan dengan menghitung cabang atau sulur
yang terbentuk pada setiap tanaman pada 5-14 MST.
3. Jumlah daun; dihitung dari jumlah daun yang berbentuk daun sempurna
setiap minggu pada 5-14 MST.
4. Persentase penutupan; dihitung dengan menggunakan kuadran 0.5 m x 0.5
m yang telah di grid 100 petak pada 5-14 MST. Pengamatan dilakukan
dengan meletakkan kuadran pada plot dengan posisi yang sama setiap kali
pengamatan dan menghitung jumlah petak yang tertutupi oleh biomulsa.
5. Indeks Luas Daun (ILD); pengukuran luas daun dihitung dengan
menggunakan metode gravimetri. Kemudian ILD dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Gardner et al. 2008):
� �=

Keterangan:
A = Luas daun (cm2)
L = Luas lahan (cm2)
6. Laju Asimilasi Bersih (LAB); LAB merupakan hasil asimilasi bersih dari
hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Rata-rata laju asimilasi
bersih dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Gardner et al. 2008):
� −�
ln −ln
=

Dokumen yang terkait

Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Stek Terhadap Kecepatan Penutupan Arachis pintoi Krap. & Greg. Sebagai Biomulsa pada Pertanaman Tomat (Licopersicon esculentum M.)

0 7 86

Keefektifan Biomulsa Arachis pintoi Karp & Greg untuk Konservasi Tanah dan Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung di Lahan Kering

0 14 48

Pengaruh Jarak Tanam dan Konsentrasi Rootone-F terhadap Kecepatan Penutupan Arachis pintoi Krap. & Greg. pada Pertanaman Cabai (Capsicum annuum L.) Keriting Hibrida

1 7 112

Kajian Agronomi Pemanfaatan Biomulsa Kacang Hias (Arachis pintoi) pada Budidaya Jagung Manis (Zea mays saccharata Strurt.) di Lahan Kering

0 8 36

Aplikasi Biomulsa Arachis pintoi Krap. & Greg. terhadap Kualitas Tanah dan Produksi Sayuran pada Dua Musim Tanam

2 8 39

Pemanfaatan Residu Biomulsa Arachis Pintoi Dan Legum Lainnya Pada Pola Tanam Rotasi Jagung-Tomat

0 4 34

Aplikasi Biomulsa Arachis Pintoi Untuk Mencegah Erosi Tanah Pada Budidaya Buncis Tegak (Phaseolus Vulgaris L.)

1 14 44

Respons Enam Varietas Jagung Manis (Zea Mays L.) Terhadap Penanaman Kacang Hias (Arachis Pintoi Krap. & Greg.) Dalam Sistem

1 8 36

Evaluasi Pertumbuhan dan Perkembangan Arachis pintoi sebagai Biomulsa pada Budidaya Tanaman di Lahan Kering Tropis Evaluation on Growth and Development of Arachis pintoi as Biomulch in Tropical Upland Agriculture

0 0 6

Perbandingan Arachis pintoi dengan Jenis Tanaman Penutup Tanah Lain sebagai Biomulsa di Pertanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Comparing Arachis pintoi versus Other Cover Crops as Biomulch in Immature Oil Palm Plantations

0 0 7