Kajian Agronomi Pemanfaatan Biomulsa Kacang Hias (Arachis pintoi) pada Budidaya Jagung Manis (Zea mays saccharata Strurt.) di Lahan Kering

KAJIAN AGRONOMI PEMANFAATAN BIOMULSA
KACANG HIAS (Arachis pintoi) PADA BUDIDAYA JAGUNG
MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) DI LAHAN KERING

FARIIDAH SILMI
A24090066

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
PERNYATAAN
MENGENAI
SKRIPSI DAN SUMBER
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
INFORMASI
SERTA
PELIMPAHAN
HAK CIPTA
2014


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Agronomi
Pemanfaatan Biomulsa Kacang Hias (Arachis pintoi) pada Budidaya Jagung
Manis (Zea mays saccharata Strut.) di Lahan Kering adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014
Fariidah Silmi
NIM A24090066

ABSTRAK
FARIIDAH SILMI. Kajian Agronomi Pemanfaatan Biomulsa Kacang Hias

(Arachis pintoi) pada Budidaya Jagung Manis (Zea mays saccharata Strut.) di
Lahan Kering. Dibimbing oleh M. A. CHOZIN
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pemanfaatan tanaman penutup
tanah (Legum Cover Crop) Arachis pintoi sebagai biomulsa dan pengaruhnya
terhadap produksi tanaman jagung manis dibandingkan dengan Centrosema
pubescens dan Calopogonium mucunoides. Penelitian dilaksanakan di Kebun
Percobaan Cikabayan Bawah Bogor, pada bulan Februari-September 2013.
Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT), satu
faktor dan tiga ulangan. Faktor tersebut adalah perbedaan jenis mulsa yang terdiri
atas kontrol (vegetasi alami dengan penyiangan), vegetasi alami (tanpa
penyiangan), mulsa plastik hitam perak, A. pintoi, C. pubescens, dan C.
mucunoides. Penggunaan biomulsa mempengaruhi pergeseran jenis gulma yang
tumbuh di lahan penelitian. Perlakuan biomulsa A. pintoi lebih efektif menekan
pertumbuhan gulma golongan rumput dibandingkan dengan perlakuan biomulsa
C. pubescens dan C. mucunoides. Perlakuan biomulsa A. pintoi meningkatkan
kandungan C-organik, N-Total, dan K2O dalam tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perbedaan jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap semua
parameter jagung manis yang diamati kecuali pada panjang tongkol dan lingkar
tongkol. Hasil dan komponen hasil jagung manis tidak berbeda nyata antara
perlakuan biomulsa A. pintoi, C. pubescens, dan C. mucunoides. Perlakuan mulsa

plastik hitam perak lebih tinggi dan berbeda nyata lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan lainnya dalam meningkatkan hasil dan komponen hasil jagung manis.
Kata kunci: Arachis pintoi,biomulsa, gulma, produksi

ABSTRACT
FARIIDAH SILMI. Agronomical study of Arachis pintoi Biomulch Utilization
in Cultivation of Sweet Corn (Zea mays saccharata Strut.) at Up Land.
Supervised by M. A. CHOZIN.
The aim of the experiment was to observe the effect of the utilization of
legum cover crop Arachis pintoi as bio-mulch on sweet corn production (Zea
mays saccharata Sturt) compared with Centrosema pubescens and Calopogonium
mucunoides. The experiment was held at Cikabayan Eksperimental Field, Bogor
in February-September 2013. Randomized completey block design (RCBD) was
used in this experiment with a single factor and three repitions. The factor is the
difference of mulch variety that consist of control (natural vegetation with
weeding), natural vegetation (without weeding), plastic mulch, A. pintoi, C.
pubescens, and C. mucunoides. The use of A. pintoi bio-mulch influenced weeds
variety replacement that grown in the treatment field. The treatment of A. pintoi is
more effective to decrease the growth of grass weeds than that of C. pubescens
and C. mucunoides. The treatment of A. pintoi bio-mulch increased the content of


C-Organik, N-Total, and K2O in the soil. Based on the result, the difference of
mulch variety showed a significant effect on all of observed sweet corn characters,
except cob long and circle. The result also showed no significant difference
among the treatments of A. pintoi, C. pubescens, and C. mucunoides on sweet
corn production. The treatment of plastic mulch showed a higher rate than another
treatment in increasing sweet corn production.
Keywords : Arachis pintoi, bio-mulch, weeds, production

KAJIAN AGRONOMI PEMANFAATAN BIOMULSA
KACANG HIAS (Arachis pintoi) PADA BUDIDAYA JAGUNG
MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) DI LAHAN KERING

FARIIDAH SILMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Agronomi Pemanfaatan Biomulsa Kacang Hias (Arachis
pintoi) pada Budidaya Jagung Manis (Zea mays saccharata
Strurt.) di Lahan Kering
Nama
: Fariidah Silmi
NIM
: A24090066

Disetujui oleh

Prof Dr Ir M.A. Chozin, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan kesempatan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam selalu penulis panjatkan kepada
nabi Muhammad Shallohu‘alaihi wa salam. Skripsi yang berjudul “ Kajian
Agronomi Pemanfaatan Biomulsa Kacang Hias (Arachis pintoi) pada Budidaya
Jagung Manis (Zea mays saccharata Srut.) di Lahan Kering “ merupakan
prasyarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir M.A. Chozin MAgr
selaku pembimbing skripsi; Dr Dwi Guntoro SP MSi dan Juang Gema Kartika SP
Msi selaku dosen penguji dalam sidang skripsi; serta Dr Ir Eko Sulistyono selaku
dosen pembimbing akademik. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada pak Milin, pak Ganda, pak Gandi, pak Ali, serta pekerja cikabayan
bawah lain yang telah turut serta membantu penulis saat penelitian berlangsung.

Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu di rumah, serta
adik-adik penulis Fatah dan Farakh serta seluruh keluarga atas semua doa, kasih
sayang, dukungan moril, dan dukungan materi yang telah diberikan. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada sahabat penulis di wisma balsem Choti, Fina,
dan Endah. Serta sahabat seperjuangan Yulia, Aris, Opi, Ida, Dea, Ires, dan Leni
atas doa, dukungan, dan saran yang membantu kelancaran dalam penelitian
maupun penyusunan skripsi. Selain itu, terimakasih juga penulis sampaikan
kepada teman-teman seperjuangan di Cikabayan Bawah Sasa, Abu, lia, Ami dan
Citra. Serta seluruh teman-teman AGH Socrates 46 dan semua pihak yang
mendukung penelitian ini, penulis mengucapkan terimakasih atas kebersamaannya
selama di AGH. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Fariidah Silmi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
PENDAHULUAN................................................................................................. 1
Latar Belakang
1

Tujuan Penelitian
2
Hipotesis Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 3
Deskripsi dan Ekologi Jagung Manis
3
Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hias
3
Mulsa dan Manfaatnya
4
Peranan Tanaman Penutup Tanah sebagai Biomulsa
5
BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 6
Tempat dan Waktu
6
Bahan dan Alat
6
Rancangan Percobaan
6

Pelaksanaan Penelitian
7
Pengamatan Penelitian
9
Analisis Data
10
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 10
Kondisi Umum
10
Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pergeseran Jenis Gulma
12
Pengaruh Perlakuan Biomulsa pada Pertumbuhan dan Produksi Jagung
Manis
14
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis
14
Komponen Hasil dan Produksi Jagung Manis
16
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 17
Kesimpulan

17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18
LAMPIRAN ........................................................................................................ 20
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 22

DAFTAR TABEL
1. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan biomulsa ..................... 10
2. Pergeseran dan dominasi jenis gulma sebelum dan setelah perlakuan
biomulsa ....................................................................................................... 13
3. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan perbedaan jenis mulsa
terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis ..................................... 14
4. Pengaruh perbedaan jenis biomulsa terhadap pertumbuhan vegetatif dan
umur berbunga jagung manis ....................................................................... 15
5. Pengaruh perlakuan biomulsa terhadap komponen hasil jagung manis

16

6. Pengaruh perlakuan biomulsa terhadap rata-rata hasil jagung manis


17

DAFTAR GAMBAR
1 Alur tanam pada perlakuan biomulsa (a) Lubang tanam pada perlakuan
MPHP (b)
2 Pertumbuhan melilit biomulsa C. pubescens (a) C. pubescens (b)

7
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kriteria penilaian analisis tanah menurut Balittan (2005)
2 Layout petak percobaan
3 Deskripsi jagung manis varietas Bimmo

20
20
21

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jenis jagung yang
memiliki rasa manis yang melebihi jagung biasa. Selain itu, masa produksi
jagung manis yang relatif lebih singkat (genjah) membuat nilai ekonomis jagung
manis relatif lebih tinggi di pasaran. Menurut Sudana (2005) peluang untuk
meningkatkan produksi jagung dalam negri dapat dilakukan melalui upaya
intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Peluang untuk meningkatkan jagung nasional melalui peningkatan
produktivitas (intensifikasi), terutama melalui penggunaan varietas unggul,
pemupukan berimbang, serta perbaikan management masih cukup besar (Sudana
2005). Masalah yang sering dihadapi petani adalah adanya kelangkaan pupuk
yang mengakibatkan mahalnya harga pupuk di pasaran. Kebutuhan akan unsur
hara yang dapat diperoleh dari pemberian pupuk serta interaksi tanaman dengan
lingkungan tempat tumbuh akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
vegetatif dan produksi tanaman jagung manis. Menurut Sintia (2011) faktor
lingkungan merupakan faktor penting yang dapat menghambat atau mendorong
pertumbuhan serta produksi tanaman, sehingga pengaturan keadaan lingkungan
perlu diupayakan.
Pemberian mulsa merupakan salah satu alternatif pengaturan keadaan
lingkungan sebagai tempat tumbuh tanaman. Secara fisik mulsa mampu menjaga
suhu tanah lebih stabil dan dapat mempertahankan kelembapan sekitar perakaran
(Hamdani 2008). Mulsa dapat bersumber dari bahan-bahan organik yang telah
mati maupun masih hidup atau yang sering disebut dengan biomulsa. Selain itu,
juga terdapat mulsa yang berasal dari plastik. Bahan plastik yang saat ini sering
digunakan adalah plastik transparan, plastik hitam, plastik perak, dan plastik
hitam perak.
Baharuddin (2010) menambahkan bahwa upaya peningkatan produksi
tanaman juga dapat dilakukan dengan cara menghilangkan atau mengurangi
faktor-faktor yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Gulma merupakan
salah satu faktor yang keberadaannya dapat berperan sebagai pengganggu
pertumbuhan tanaman. Keberadaan gulma dapat menyaingi tanaman utama
dalam memperoleh nutrisi dalam tanah. Kehadiran gulma pada tanaman jagung
manis merupakan penyebab rendahnya hasil jagung manis tersebut. Bilman
(2010) menambahkan bahwa gulma yang dibiarkan tumbuh pada tanaman jagung
manis dapat menurunkan hasil 20 %-80 %.
Penggunaan mulsa dalam budidaya pertanian dapat menekan pertumbuhan
gulma, meningkatkan kesuburan tanah dan dapat mengatur suhu tanah sehingga
sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan mulsa plastik dinilai lebih
praktis bagi petani, namun mulsa plastik tidak memiliki efek menambah
kesuburan tanah karena sifatnya sukar lapuk, selain itu harga dari mulsa plastik
relatif mahal bagi petani (Baharuddin 2010).
Legum penutup tanah (Legum Cover Crop) merupakan salah satu jenis
tanaman yang dapat dijadikan biomulsa. Jenis tanaman penutup tanah yang
sering digunakan adalah campuran dari Pueraria javanica, C. pubescens, dan C.

2
mucunoides (Karyudi dan Nurhawaty 2006). Fungsi tanaman penutup tanah
sebagai biomulsa dapat mengurangi erosi permukaan tanah, merombak bahan
organik dan cadangan unsur hara, menekan perkembangan gulma, menekan
gangguan serangga, dan menjaga kelembapan tanah serta memperbaiki aerasi
(Risza 1995).
A. pintoi atau yang sering disebut dengan kacang hias juga merupakan
salah satu tanaman penutup tanah (Legum Cover Crop) yang dapat tumbuh
dengan baik di daerah tropis, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi
(Balittan 2004). Sebagai biomulsa, tanaman penutup tanah A. pintoi memiliki
fungsi lain yaitu menyediakan tempat bagi mikroorganisme pengikat fosfor, yang
akan membantu proses pelapukan daun dan batangnya. Oleh karena itu, serasah
A. pintoi merupakan sumber makanan dan tempat hidup hewan tanah yang
berguna dalam pelapukan bahan-bahan organik (Rahayu 2011).

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
penggunaan tanaman penutup tanah A. pintoi sebagai biomulsa pada pertanaman
jagung manis dibandingkan C. pubescens dan C. mucunoides. Selain itu, tujuan
khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mempelajari pengaruh penggunaan biomulsa A. pintoi terhadap
pertumbuhan gulma pada pertanaman jagung manis.
2. Mempelajari pengaruh penggunaan biomulsa A. pintoi terhadap
kesuburan tanah.
3. Mempelajari pengaruh penggunaan biomulsa A. pintoi terhadap
pertumbuhan dan produksi jagung manis.

Hipotesis Penelitian
1.
2.
3.

A. pintoi dan LCC lain sebagai biomulsa dapat menekan pertumbuhan
gulma pada budidaya jagung manis.
A. pintoi dan LCC lain sebagai biomulsa dapat meningkatkan kesuburan
tanah.
Penanaman A. pintoi dan LCC lain sebagai biomulsa dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Ekologi Jagung Manis
Jagung manis termasuk jenis jagung yang masuk ke dalam famili rumput
(Gramineae). Jagung manis memiliki perakaran serabut, dan memiliki batang
yang lurus dengan daun tunggal disetiap ruas dan dua daun tumbuh bertingkat
dengan arah yang saling berlawanan. Setiap daun terdiri dari pelepah yang
melingkupi batang serta lebar helai daun dengan tulang daun yang terhubung
pada pelepah. Perkembangbiakan jagung dengan penyerbukan silang dan bersifat
monoecious dengan bunga jantan (tassel) dan bunga betina terpisah namun
berada dalam satu tanaman yang sama. Jagung tidak tumbuh dengan baik
dibawah naungan, karena cahaya matahari yang berlimpah dibutuhkan untuk
hasil yang optimum (Johnson 2003). Harjadi (1989) menambahkan bahwa
pertumbuhan dan mutu hasil jagung manis diduga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan kesuburan tanah.
Pertumbuhan jagung manis yang paling baik yaitu pada musim panas.
Jagung manis dapat tumbuh disemua tipe tanah dengan pengairan yang baik.
Kondisi pH tanah yang paling cocok untuk pertumbuhan jagung manis berkisar
6-6.5. Tanaman jagung manis peka terhadap tanah masam dan tidak toleran
terhadap embun beku (frost). Selain itu dapat beradaptasi pada kondisi iklim
yang luas yaitu pada 580 LU-400 LS dengan rentang ketinggian sampai 3 000 m
dpl (Syukur dan Azis 2013).
Tongkol jagung berjumlah satu atau dua setiap tanaman, tergantung
varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol yang terletak
pada bagian atas umumnya terlebih dahulu terbentuk dan lebih besar
dibandingkan yang terletak pada bagian bawah. Biji jagung manis pada saat
masak berbentuk keriput dan transparan. Biji yang belum masak mengandung
kadar gula lebih tinggi daripada pati, serta kandungan gula jagung manis 4-8 kali
lebih tinggi dibandingkan jagung normal pada umur 18-22 hari setelah
penyerbukan (Subekti et al. 2010)

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hias

A. pintoi adalah tanaman penutup tanah yang berasal dari Brazil. Tanaman
ini dikenalkan di China dari Australia melalui proyek ACIAR pada tahun 1989.
A. pintoi adalah tanaman tahunan, tumbuh merambat dengan sistem perakaran
dangkal, waktu berbunga yang lama, dan memiliki banyak cabang dan perakaran
di setiap tangkai. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropika dan
subtropika. Selain itu, A. pintoi toleran terhadap kondisi tanah masam, tanah
tandus, serta kekeringan (Huang et al. 2004).

4
Tanaman ini merupakan tanaman golongan kacang-kacangan yang tumbuh
merambat diatas permukaan tanah dan merupakan kerabat dekat dari kacang
tanah (Arachis hypogea) (Salanti 2008). A. pintoi di Indonesia dikenal dengan
sebutan kacang hias atau kacang pintoi. Selain itu, ada juga yang menyebutnya
sebagai golden peanuts karena tanaman ini mempunyai bunga berwarna kuning.
A. pintoi merupakan tanaman tahunan yang tumbuh rendah, dan dapat
berperan sebagai penutup tanah. Tanaman ini merupakan anggota dari keluarga
kacang-kacangan (leguminosae). A. pintoi merupakan salah satu tanaman
penutup tanah yang memiliki berbagai fungsi yaitu dapat digunakan sebagai
mulsa pada lahan produksi sayuran, kebun, dan padang rumput (makanan hewan
ternak) karena kemampuannya yaitu dapat memfiksasi nitrogen dari atmosfer
dan kemampuannya yang dapat tumbuh dibawah naungan. Selain itu, sebagai
biomulsa, tanaman penutup tanah A. pintoi memiliki keunggulan yaitu baik untuk
konservasi tanah, meningkatkan kualitas tanah, sumber kompos yang baik,
memicu pertumbuhan tanaman, alternatif pakan ternak, dapat mengontrol
penyakit, dapat menekan pertumbuhan gulma, sebagai tanaman hias, dan menjadi
sumber nektar yang baik untuk lebah (Kartika dan Susila 2009).
Menurut Rachmansyah (2012) salah satu jenis legum yang memiliki
potensi meningkatkan kesuburan tanah dan memiliki kualitas tinggi adalah
kacang pintoi (A. pintoi). Kacang pintoi merupakan tanaman hias, sekaligus
berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah. Kacang hias ini tumbuh baik di
daerah tropis, mulai dataran rendah hingga dataran tinggi, mudah perawatannya,
penyubur tanah dengan fiksasi nitrogen, dan pertumbuhan terbaik pada kondisi di
bawah naungan (70 – 80 %) (Ballitan 2004).

Mulsa dan Manfaatnya

Mulsa merupakan material penutup tanaman budidaya yang berperan
dalam menjaga kelembapan tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan
penyakit sehingga membuat tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik dan
optimal. Teknologi penggunaan mulsa dalam budidaya tanaman dapat mencegah
evaporasi, dalam hal ini air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan
oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Lahan yang ditanami tidak akan
kekurangan air karena penguapan air ke udara hanya terjadi melalui proses
transpirasi (Lesmana 2010).
Penggunaan mulsa sering digunakan dalam budidaya tanaman seperti
sayuran. Mulsa yang sering digunakan adalah mulsa jerami dan mulsa plastik.
Mulsa jerami memiliki beberapa kelebihan antara lain harganya murah, memiliki
efek menurunkan suhu tanah, mengonservasi tanah dengan menekan erosi, dapat
menghambat pertumbuhan gulma dan menambah bahan organik tanah
(Baharuddin 2010).
Penggunaan mulsa plastik banyak dilakukan untuk sayuran. MPHP
merupakan jenis mulsa yang umum digunakan oleh para petani. Mulsa plastik
memiliki beberapa keuntungan yaitu meningkatkan hasil dan mempercepat
pemanenan, kelembapan tanah tetap terjaga, mengurangi pencucian pupuk,

5
menggemburkan tanah, dan meningkatkan efektivitas fumigan. Kekurangan
dalam penggunaan mulsa plastik adalah memerlukan alat khusus, meningkatkan
biaya produksi, dan pemusnahan yang sulit dilakukan.
Selain penggunaan mulsa organik dan mulsa plastik, penggunaan mulsa
hidup atau biomulsa juga dapat dilakukan dalam budidaya tanaman. Menurut
Baharuddin (2010) biomulsa yang baik digunakan dalam budidaya tanaman
adalah tanaman yang tumbuh rendah, penutupannya cukup rapat agar dapat
menekan pertumbuhan gulma dan memiliki respon positif terhadap penyiangan.
Subaedah et al. (2011) menggunakan tanaman penutup tanah C. pubescens, C.
mucunoides, dan Crotalaria anagyroides sebagai mulsa organik dalam budidaya
tanaman jagung.

Peranan Tanaman Penutup Tanah sebagai Biomulsa

Tanaman penutup tanah atau yang sering dikenal dengan tanaman legum
memiliki banyak manfaat sebagai biomulsa pada budidaya tanaman pertanian.
Tanaman penutup tanah sering dimanfaatkan sebagai biomulsa karena
merupakan tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi
tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan untuk memperbaiki sifat kimia dan
sifat fisik tanah.
Salah satu keunggulan tanaman penutup tanah adalah menambah unsur
hara tanah, keunggulan lain yang tidak dipunyai oleh tanaman lainnya adalah
kemampuan membentuk bintil akar hasil simbiose dengan Rhizobium untuk
menambat N2 dari udara (Karyudi dan Nurhawaty 2006). Rachmansyah (2012)
menambahkan bahwa tanaman legum dapat memperbaiki kesuburan tanah.
Tanaman legum memiliki kemampuan yang baik dalam menambat N udara dan
menyediakan N untuk tanaman rumput. Mekanisme penambatan N tersebut
didapat dari N yang jatuh bersama dengan hujan. Kemudian N tersebut masuk ke
dalam tanah dan ditambat oleh Rhizobium yang ada pada akar tanaman legum.
Tanaman penutup tanah sebagai biomulsa dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Kadar air dalam tanah, kandungan N-total dan Corganik dalam tanah juga meningkat. Selain perbaikan sifat tanah, penggunaan
tanaman penutup tanah sebagai biomulsa juga dapat memperbaiki dan
meningkatkan hasil tanaman jagung pada penelitian yang dilakukan oleh
Subaedah et al. (2011).

6

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan-University
Farm IPB, Dramaga Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013
sampai dengan bulan September 2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tiga macam tanaman
penutup tanah yang terdiri dari stek batang A. pintoi, benih C. pubescens, C.
mucunoides dan benih jagung manis varietas Bimmo (Lampiran 3). Pupuk yang
digunakan berupa pupuk kandang kambing 20 ton ha-1, kapur 1ton ha-1, dan
NPK Mutiara. Bahan-bahan lain berupa deltamethrin dengan dosis 25 g l-1 yang
berperan sebagai insektisida, Rooton-F 1 g l-1 sebagai hormon pemicu pertumbuhan akar, serta carbofuran untuk mencegah serangan serangga tanah saat penanaman benih jagung manis.
Alat-alat yang digunakan berupa peralatan budidaya pertanian, alat ukur
berupa penggaris, meteran, dan jangka sorong, alat tulis, kamera, timbangan
analog, timbangan analitik serta mulsa plastik hitam perak.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) satu faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan perbedaan jenis mulsa
berupa B0= Vegetasi alami tanpa penyiangan, B1= Kontrol (vegetasi alami
dengan penyiangan), B2= Mulsa Plastik Hitam Perak, B3= Biomulsa A. pintoi,
B4= Biomulsa C. pubescens, B5= Biomulsa C. mucunoides (Lampiran 2). Setiap
satuan percobaan terdiri dari 35 tanaman, sehingga jumlah tanaman seluruhnya
adalah 630 tanaman. Model aditif linear yang digunakan adalah
Yij = µ + τi + βj + ɛij , dimana i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2,3
Keterangan :
Yij
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
ɛij
=pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

7
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Lahan
Lahan yang digunakan digemburkan dengan cara digaru dan diratakan
dengan cangkul dan bajak dengan kedalaman kurang lebih 15 cm. Lahan dibuat
petak-petak dengan ukuran 4 m x 5 m dengan jarak antar petak 30 cm, jarak antar
ulangan 50 cm, dan tinggi bedengan 10 cm. Lahan yang telah dalam bentuk
petakan kemudian di beri aplikasi pupuk kandang kambing 20 ton ha-1 dan kapur
1 ton ha-1, setelah itu lahan di diamkan selama dua minggu sebelum ditanami
stek A. pintoi, benih C. pubescens, dan C. mucunoides. Setelah biomulsa
berumur 4 bulan pemasangan mulsa plastik hitam perak dilakukan, kemudian
penanaman benih jagung manis dilakukan pada semua petak perlakuan.

Penanaman Tanaman Penutup Tanah
Bahan tanam A. pintoi yang digunakan untuk penelitian ini adalah berupa
stek batang yang berukuran 4 -5 buku setiap stek yang berasal dari Kebun
Percobaan Cikabayan Bawah IPB. Stek A. pintoi kemudian direndam kedalam
larutan Rooton-F dengan dosis 1 g l-1 air selama satu malam sebelum di tanam.
Tanaman penutup tanah lain yang digunakan adalah C. pubescens dan C.
mucunoides yaitu dalam bentuk benih dengan masing-masing lubang 3-4 benih.
Ketiga tanaman penutup tanah di tanam secara bersama-sama pada masingmasing petakan dengan jarak tanam yang digunakan adalah 10 cm x 10 cm
selama 4 bulan sebelum penanaman benih jagung manis.

Penanaman Jagung Manis
Penanaman benih jagung manis dilakukan setelah penutupan tanaman
penutup tanah mencapai 80 % atau kurang lebih berumur 4 bulan. Benih jagung
manis ditanam dengan cara membuat lubang tanam pada alur tanam di setiap
petak yang diberi perlakuan biomulsa dan berselang dengan tanaman penutup
tanah (Gambar 1) . Lebar alur tanam yang dibuat seluas 50 cm di sepanjang
petakan. Pemasangan mulsa plastik hitam perak dilakukan 3 hari sebelum
penanaman benih jagung manis dengan membuat lubang tanam berdiameter 10
cm (Gambar 1). benih jagung manis ditanam pada lubang tanam dengan jarak
tanam 80 cm x 40 cm pada masing-masing petakan.

(a)

(b)

Gambar 1 Alur tanam pada perlakuan biomulsa (a) Lubang tanam
pada perlakuan MPHP (b) pada penanaman jagung manis

8
Pemupukan
Pemberian pupuk kandang dan kapur dilakukan satu kali dengan dosis
10 ton ha-1 dan 1 ton ha-1 saat pengolahan tanah yaitu sebelum dilakukan
penanaman LCC pada semua petak percobaan. Pemberian pupuk NPK dengan
dosis 200 kg N ha-1, 150 kg P2O5 ha-1 , 150 kg K2O ha-1 sebanyak dua kali.
Pemupukan pertama yaitu saat awal penanaman benih jagung manis, dilakukan
dengan cara menempatkannya dalam larikan yang dibuat diantara barisan
tanaman jagung manis berjarak 10 cm pada perlakuan biomulsa sedangkan pada
perlakuan MPHP dilakukan dengan menebar pupuk disekitar lubang tanam.
Pemupukan kedua dilakukan dengan membuat lubang tanam disamping lubang
tanam pada perlakuan biomulsa dan alur melingkar disamping lubang tanam
pada perlakuan MPHP saat tanaman berumur 4 MST.

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, pengendalian
hama dan penyakit, serta penyiangan gulma. Penyiangan gulma dilakukan
dengan cara manual yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan
gulma dilakukan sebelum penanaman jagung manis dan saat tanaman jagung
manis berumur 4 MST. Pemberian carbofuran dilakukan bersamaan dengan
penanaman benih jagung manis untuk melindungi benih dari serangan serangga
saat penanaman. Penyemprotan hama dilakukan satu kali saat tanaman jagung
manis berumur 5 MST.

Pemanenan
Pemanenan dilakukan bila tanaman telah berumur 72 - 87 HST atau
sudah 50 % matang penuh dengan kriteria buah telah mengalami perubahan
warna pada rambut jagung yaitu berubah menjadi kecoklatan selain itu juga biji
pada tongkol jagung berubah warna menjadi kekuningan.

Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis tanah
sebelum perlakuan dilakukan sebelum pengolahan tanah. Pengambilan sampel
tanah dilakukan secara komposit dengan analisis meliputi pH, kandungan Corganik, N-Total, P2O5 Bray, dan K2O dilakukan di Laboratorium Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Analisis setelah perlakuan dilakukan
setelah panen, dengan mengambil contoh tanah dari setiap petak percobaan.
Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor.

9
Pengamatan Penelitian
Peubah yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari pertumbuhan gulma,
pertumbuhan tanaman, dan produksi . Pertumbuhan gulma dilakukan dengan
mengamati pergeseran dan perubahan jenis gulma akibat perlakuan berdasarkan
analisis vegetasi yang dilakukan disetiap petak percobaan. Selain itu
penghitungan nisbah jumlah dominan (NJD) pada gulma dilakukan untuk
mengetahui gulma dominan yang tumbuh diarea tanam penelitian.
Pertumbuhan jagung manis dilakukan dengan mengamati tinggi tanaman
(cm) yang diukur mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
dengan meluruskan daun. Pengamatan selanjutnya adalah jumlah daun (daun)
yang dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna. Kedua peubah
tersebut diamati saat tanaman jagung manis berumur 1-7 MST. Peubah diameter
batang (mm) dan lingkar batang (cm) yang diamati pada batang jagung manis
dengan ketinggian 10 cm dari permukaan tanah, dan saat tanaman jagung manis
muncul bunga jantan (tassel). Pengukuran diameter batang menggunakan jangka
sorong, sedangkan pengukuran lingkar batang menggunakan meteran. Pada
pengamatan vegetatif juga diamati saat muncul bunga jantan (tassel) pada jagung
manis. Umur berbunga diamati saat tanaman jagung manis mulai muncul bunga
jantan (tassel) beberapa hari setelah tanam (HST).
Produksi jagung manis dilakukan dengan mengamati komponen hasil dan
hasil jagung manis. Pengamatan produksi dilakukan setelah dilakukan
pemanenan pada jagung manis. Pengamatan komponen hasil pada jagung manis
meliputi jumlah tongkol per tanaman (tongkol) yang diamati pada banyaknya
tongkol yang tumbuh pada setiap tanaman contoh jagung manis. Pengamatan
selanjutnya adalah peubah panjang tongkol (cm) diukur dengan menggunakan
meteran mulai dari titik tumbuh munculnya biji hingga ujung tongkol jagung
manis. Selain kedua peubah tersebut, juga dilakukan pengamatan pada peubah
lingkar tongkol (cm) dan jumlah baris setiap tongkol (baris). Pengukuran lingkar
tongkol dilakukan dengan mengukur keliling yang berada tepat ditengah-tengah
tongkol jagung manis. Peubah jumlah baris pada setiap tongkol dihitung pada
banyaknya baris biji yang terbentuk disetiap tongkol jagung manis.
Pengamatan hasil pada jagung manis meliputi bobot jagung dengan klobot
(g), bobot jagung tanpa klobot (g), bobot brangkasan basah (g), dan bobot
brangkasan kering (g). Bobot jagung dengan klobot dihitung pada masingmasing tongkol jagung manis yang telah dipanen dan masih berklobot
(terbungkus klobot). Sedangkan bobot jagung tanpa klobot diamati pada masingmasing tongkol jagung manis yang telah dipanen dan sudah dipisahkan dengan
klobotnya. Selanjutnya adalah pengukuran terhadap bobot brangkasan basah
jagung manis yaitu dengan menimbang secara keseluruhan setiap tanaman
jagung manis mulai dari akar hingga ujung malai dengan menggunakan
timbangan manual saat pemanenan. Sedangkan pengukuran bobot brangkasan
kering jagung manis dilakukan dengan mengeringkan terlebih dahulu brangkasan
basah masing-masing tanaman yang telah ditimbang, kemudian dikeringkan
menggunakan oven. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan
analitik.

10
Analisis Data
Data hasil percobaan dianalisis dengan sidik ragam (Uji F), untuk
mengetahui pengaruh perlakuan biomulsa A. pintoi dan biomulsa lain terhadap
pertumbuhan dan produksi jagung manis. Bila hasil analisis ragam memberikan
pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, dilakukan uji Duncan’s multiple
range test (DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Analisis tanah dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil analisis
tanah yang dilakukan sebelum lahan dilakukan olah tanah dan setelah lahan
diberi perlakuan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan kriteria tanah Balittan
(2005), hasil analisis tanah awal pada penelitian ini menunjukkan tanah bersifat
masam serta kandungan P2O5 yang sangat tinggi, namun kandungan C-organik,
N-Total, dan K termasuk rendah. Hal ini menunjukkan bahwa lahan penelitian
masih membutuhkan lebih banyak bahan organik. Kriteria penilaian analisis
tanah disajikan pada Lampiran 1.
Setelah perlakuan biomulsa, kondisi pH, kandungan bahan organik, dan
hara mengalami perubahan pada masing-masing perlakuan. Berdasarkan hasil
analisis tanah, perlakuan biomulsa A. pintoi meningkatkan kandungan C-organik,
N-Total, dan K2O dibandingkan saat awal sebelum olah tanah. Kondisi pH pada
perlakuan A. pintoi tidak mengalami perubahan dibandingkan sebelum olah tanah
dan kandungan P2O5 cenderung menurun dibandingkan sebelum perlakuan.
Tabel 1 Hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan biomulsa
No

Perlakuan

pH

C-organik
(%)

N- Total
(%)

P2O5 Bray
(ppm)

K2O
(ppm)

4.8

1.6

0.14

62.40

94.53

5.0
4.9
5.2
4.8
4.7
4.7

1.49
1.12
1.28
2.20
1.51
1.82

0.15
0.11
0.13
0.18
0.15
0.15

19.4
28.9
9.9
57.9
28.8
19.2

346
211
189
384
250
195

Sebelum perlakuan
Setelah perlakuan
1.
Vegetasi alami
2.
Kontrol
3.
MPHP
4.
A. pintoi
5.
C. pubescens
6.
C. mucunoides

Selain itu, perlakuan biomulsa A. pintoi meningkatkan kandungan C-organik
(2.20%), N-Total (0.18%), dan K2O (384 ppm) lebih tinggi dibandingkan kontrol
dan perlakuan lainnya (Tabel 1).
Pertumbuhan biomulsa A. pintoi mengalami kendala pada awal fase
pertumbuhan seperti kekeringan akibat kekurangan air. Cuaca panas membuat
stek batang A. pintoi mudah kering dan layu sehingga menghambat pertumbuhan

11
akar dan tunas. Penanaman biomulsa C. pubescens dan C. mucunoides tidak
mengalami kendala yang berarti saat awal penanaman. Pertumbuhan yang cepat
pada kedua biomulsa ini membuat tanaman cepat merambat dan menutupi
permukaan tanah.

(a)

(b)

Gambar 2. Pertumbuhan melilit biomulsa C. pubescens (a) dan C.
mucunoides (b).
Setelah penanaman jagung manis, pertumbuhan C. pubescens dan C.
mucunoides yang merambat mengganggu tanaman jagung manis karena melilit
batang jagung (Gambar 2). Cara mengendalikannya yaitu dengan memangkas
secara manual pada C. pubescens dan C. mucunoides yang melilit batang jagung
manis. Kondisi seperti ini tidak dijumpai pada biomulsa A. pintoi. Hal ini
merupakan salah satu keunggulan A. pintoi sebagai biomulsa dibandingkan C.
pubescens dan C. mucunoides.
Pertumbuhan gulma terjadi pada semua petak perlakuan, termasuk pada
perlakuan MPHP. Pertumbuhan gulma pada perlakuan MPHP terjadi diarea
lubang tanam. Secara umum setelah perlakuan biomulsa, pertumbuhan gulma
lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum perlakuan. Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jagung manis secara umum lebih baik pada perlakuan
MPHP dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Serangan hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang
menghambat pada penelitian ini. Hama yang menyerang pertanaman jagung
manis pada penelitian ini berupa belalang (Valanga sp), ulat bulu (Spodoptera
sp), semut tanah, dan penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera Hubner).
Penyakit yang teridentifikasi menyerang tanaman jagung manis pada penelitian
ini adalah penyakit bulai (downy mildews). Intensitas serangan dari hama dan
penyakit relatif rendah, sehingga masih dapat dikendalikan. Pengendalian pada
hama dilakukan dengan menyemprotkan insektisida saat terjadi serangan hama.
Pengendalian pada penyakit bulai dilakukan secara manual yaitu dengan
mencabut dan menjauhkannya dari lahan pertanaman.

12
Pengaruh Perlakuan Biomulsa terhadap Pergeseran Jenis Gulma
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan biomulsa (4 MST setelah tanam jagung manis) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum perlakuan, teridentifikasi 9 jenis gulma
golongan rumput dan 4 jenis gulma golongan daun lebar, namun tidak ditemukan
gulma dari golongan teki. Berdasarkan nilai jumlah dominasi (NJD), gulma
golongan rumput (80.53%) lebih dominan dibandingkan dengan gulma golongan
daun lebar (19.47%). Pengamatan yang dilakukan saat tanaman jagung manis
berumur 4 MST menunjukkan bahwa perlakuan biomulsa mempengaruhi
pergeseran jenis gulma.
Hasil pengamatan setelah perlakuan menunjukkan adanya pergeseran
jenis gulma yang berbeda antar perlakuan. Perlakuan biomulsa A. pintoi
mempengaruhi pergeseran jenis gulma golongan rumput dari 9 jenis menjadi 6
jenis, begitu juga dengan gulma golongan daun lebar mengalami pergeseran jenis
dari 4 menjadi 5 jenis. Berdasarkan NJD, gulma golongan daun lebar (53.22%)
pada perlakuan biomulsa A. pintoi lebih dominan dibandingkan gulma golongan
rumput (46.78%). Hal ini berbeda dengan perlakuan biomulsa C. pubescens dan
C. mucunoides yang menghasilkan NJD gulma golongan rumput (90.75%) dan
(89.75%) lebih dominan dibandingkan gulma golongan daun lebar (9.25%) dan
(10.25%). Data tersebut menunjukkan bahwa ketiga jenis biomulsa (A. pintoi, C.
pubescens, dan C. mucunoides) kurang efektif menekan gulma golongan rumput.
Meskipun demikian berdasarkan NJD, biomulsa A. pintoi relatif lebih efektif
menekan gulma golongan rumput dibandingkan dengan C. pubescens, dan C.
mucunoides.
Perlakuan biomulsa juga mempengaruhi munculnya jenis gulma baru,
baik dari golongan rumput maupun golongan daun lebar. Terdapat jenis gulma
baru yang muncul pada perlakuan A. pintoi yaitu A. compresus, C. dactylon, D.
adcendens, dan I. cilindrica untuk gulma golongan rumput, sedangkan untuk
jenis gulma golongan daun lebar terdapat B. latifolia, M. pudica, dan M.
nudiflora (Tabel 1). Perlakuan vegetasi alami juga menurunkan jumlah jenis
gulma rumput dari 9 jenis menjadi 3 jenis, dan gulma golongan daun lebar juga
mengalami pergeseran jenis. Hasil NJD menunjukkan bahwa gulma golongan
daun lebar (52.23%) lebih dominan dibandingkan gulma golongan rumput
(47.77%) pada perlakuan vegetasi alami. Selain itu, terdapat jenis gulma baru
yang muncul pada perlakuan vegetasi alami yaitu I. cilindrica dan R. exaltata
untuk gulma golongan rumput serta B. laevis, C. pubescens, dan M. pygra untuk
gulma golongan daun lebar.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan LCC kurang efektif
untuk menekan gulma golongan rumput (Baharuddin 2010; Kartikawati et al.
2011; Febrianto 2012). Penelitian Kartikawati et al. (2011) menyebutkan bahwa
C. dactylon dan I. cylindrica dapat mendominasi pada pertumbuhan jagung yang
diberi perlakuan tanaman penutup tanah Crotalaria juncea L. Hal ini karena
gulma golongan rumput tersebut tumbuh tegak ke atas sehingga memperoleh
faktor tumbuh yang cukup dan dapat mengimbangi pertumbuhan tanaman jagung
dan tanaman penutup tanah C. juncea L.

13
Tabel 2 Pergeseran dan dominasi jenis gulma sebelum dan setelah perlakuan
biomulsa
No

Jenis

4 MST Jagung manis
Awal

B0

B1

B2

B3

B4

B5

Rumput (R)
Axonopus compressus

-

-

-

-

v

v

-

2.

Brachiaria distachya

v

v

-

-

-

-

v

3.

Cynodon dactylon

-

-

-

-

v

-

-

4.

Digitaria adcendens

-

-

v

v

v

-

-

5.

Digitaria ciliaris

v

-

-

v

v

-

v

6.

Digitaria nuda

v

-

-

-

-

-

-

7.

Digitaria sanguinalis

v

-

-

-

-

-

-

8.

Imperata cylindrica

-

v

-

-

v

-

-

9.

Ottochloa nodosa

v

-

-

-

v

v

-

10.

Panicum repens

v

-

-

-

-

-

-

11.

Paspalum comersonii

v

-

-

-

-

v

-

12.

Paspalum conjugatum

v

-

-

-

-

v

-

13.

Penisetum polystachyon

v

-

-

-

-

v

-

14.

Rottbolia exaltata
Daun Lebar (DL)

-

v

-

-

-

v

v

1.

Ageratum conyzoides

-

-

-

-

-

v

-

2.

Asystasia intrusa

v

-

-

-

-

-

-

3.

Borreria alata

v

-

v

v

-

v

-

4.

Borraria laevis

-

v

-

-

-

-

-

5.

Borreria latifolia

-

-

-

v

v

-

-

6.

C. mucunoides

v

v

-

-

v

-

-

7.

Cleome rutidosperma

v

-

-

v

v

-

v

8.

Centrosema pubescens

-

v

-

-

-

-

-

9.

Mimosa pudica

-

-

-

-

v

-

-

10.

Mimosa pigra

-

v

-

-

-

-

-

11.

Murdannia nudiflora

-

-

-

-

v

-

-

1.

v
12. Phylanthus urinaria
9
3
1
2
6
6
3
R
(80.53) (47.77) (48.73) (27.29) (46.78) (90.75) (89.75)
Jumlah Jenis
(NJD%)
4
4
2
3
5
2
1
DL
(19.47) (52.23) (51.27) (72.71) (53.22) (9.25) (10.25)
Keterangan= B0= vegetasi alami, B1= kontrol, B2= MPHP, B3= A. pintoi, B4= C. pubescens,
B5= C. mucunoides

Hasil lain yang menarik adalah hasil pengamatan yang menunjukkan
bahwa perlakuan biomulsa A. pintoi dapat menekan secara efektif pertumbuhan
gulma golongan rumput R. exaltata, gulma penting yang keberadaannya dapat
mendominasi area pertanaman. Berdasarkan Tabel 2, gulma R. exaltata dapat
tumbuh pada perlakuan biomulsa C. pubescens dan C. mucunoides, namun tidak
ditemukan pada perlakuan biomulsa A. pintoi. Penelitian Febrianto (2012)
menyebutkan bahwa keberadaan gulma R. exaltata merupakan salah satu gulma

14
yang mendominasi saat lahan belum dilakukan pengolahan. Saat awal
penanaman A. pintoi, gulma yang mendominasi dalam penelitiannya adalah jenis
daun lebar dan saat penutupan A. pintoi hampir 100% gulma yang mendominasi
adalah Axonopus compresus yang merupakan gulma golongan rumput. Gulma R.
exaltata tidak teridentifikasi setelah aplikasi perlakuan biomulsa A. pintoi.

Pengaruh Perlakuan Biomulsa pada Pertumbuhan dan Produksi Jagung
Manis
Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan jenis mulsa berpengaruh
nyata terhadap semua peubah pengamatan kecuali pada panjang tongkol dan
lingkar tongkol menunjukkan pengaruh tidak nyata (Tabel 3).
Tabel 3 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan perbedaan jenis mulsa
terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis
Karakter
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (daun)
Diameter batang (mm)
Lingkar batang (cm)
Muncul bunga (HST)
Jumlah tongkol/tanaman (tongkol)
Panjang tongkol (cm)
Lingkar tongkol (cm)
Jumlah baris/tongkol (baris)
Bobot jagung dengan klobot (g)
Bobot jagung tanpa klobot (g)
Bobot brangkasan basah (g)
Bobot brangkasan kering (g)

F hitung
25.16**
10.88**
3.58*
11.49**
185.80**
37.73**
5.34tn
2.57tn
5.90**
20.35**
21.89**
17.51**
12.00**

** berbeda nyata pada taraf 1 %, * berbeda nyata pada taraf 5 %, tn tidak

KK (%)
9.61
8.91
19.31
11.09
1.16
5.09
11.12
12.37
13.12
30.22
25.05
25.25
31.62
berbeda nyata

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis
Berdasarkan hasil pada Tabel 4, tinggi tanaman pada perlakuan biomulsa
A. pintoi (96.19 cm) lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan MPHP
(171.40 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa C. pubescens
(85.75 cm) dan C. mucunoides (96.52 cm) serta perlakuan lainnya. Perlakuan
biomulsa A. pintoi memiliki kecenderungan meningkatkan tinggi tanaman jagung
manis dibandingkan perlakuan biomulsa C. pubescens, namun cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan C. mucunoides.

15
Tabel 4 Pengaruh perbedaan jenis biomulsa terhadap pertumbuhan vegetatif dan
umur berbunga jagung manis
Perlakuan
Biomulsa
Vegetasi Alami
Kontrol
MPHP
A. pintoi
C. pubescens
C. mucunoides

Tinggi
Tanaman
(cm)
102.54bc
116.33b
171.40a
96.19bc
85.75c
96.52bc

Jumlah
Daun
(helai)
6.96c
8.42b
9.80a
6.90c
6.23c
7.35bc

Diameter
Tanaman
(mm)
9.29abc
11.04ab
12.65a
8.72bc
6.64c
10.03abc

Lingkar
Batang
(cm)
4.07bc
4.56b
6.41a
4.27bc
3.58c
4.21bc

Umur
Berbunga
(HST)
59c
60c
51d
64b
66a
65ab

Keterangan= Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%. MPHP = mulsa plastik hitam perak

Hasil percobaan ini berbeda dengan percobaan Subaedah et al. (2011)
yang menyatakan bahwa penanaman jagung dengan perlakuan tanaman penutup
tanah (TPT) C. pubescens menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan tanaman penutup tanah (TPT) C. mucunoides. Hal ini
terjadi karena pertumbuhan biomulsa C. pubescens pada percobaan ini lebih
cepat bila dibandingkan biomulsa C. mucunoides, sehingga biomulsa C.
pubescens melilit batang jagung manis dan menghambat pertumbuhan.
Jumlah daun pada perlakuan biomulsa A. pintoi (6.90) tidak berbeda
nyata dengan perlakuan biomulsa C. pubescens (6.2), C. mucunoides (7.35) dan
perlakuan vegetasi alami (6.96). Perlakuan biomulsa A. pintoi menghasilkan
jumlah daun yang lebih rendah (6.90) serta berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol (8.42) dan perlakuan MPHP (9.80). Jumlah daun tertinggi diperoleh pada
perlakuan MPHP (Tabel 4). Perlakuan MPHP sebagai mulsa menghasilkan
kelembaban yang tepat, sehingga mempengaruhi suhu tanah menjadi rendah.
Menurut McWilliams et al. (1999) suhu tanah yang rendah akan meningkatkan
jumlah daun pada jagung manis.
Rata-rata diameter batang yang dihasilkan pada perlakuan biomulsa A.
pintoi (8.72 mm) lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan MPHP
(12.65 mm). Sedangkan pada perlakuan biomulsa C. mucunoides (10.03 mm)
lebih rendah namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan MPHP. Begitu juga
pada peubah lingkar batang, perlakuan biomulsa A. pintoi (4.27 cm) lebih rendah
dan berbeda nyata dengan perlakuan MPHP (6.41cm), namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya.
Umur berbunga pada perlakuan A. pintoi (64 HST) lebih cepat dan
berbeda nyata dengan perlakuan biomulsa C. pubescens (66 HST), namun lebih
lambat dan berbeda nyata dengan perlakuan MPHP (51 HST). Umur berbunga
pada perlakuan MPHP merupakan umur yang paling cepat dibandingkan dengan
perlakuan lainnya (Tabel 3). Hal ini sejalan dengan penelitian Subekti et al.
(2010), yang menyatakan bahwa fase tasseling biasa terjadi saat umur tanaman
jagung manis berkisar 45-52 HST.

16
Komponen Hasil dan Produksi Jagung Manis
Komponen hasil dan produksi jagung manis sangat dipengaruhi oleh fase
pertumbuhan (vegetatif). Pertumbuhan vegetatif yang baik pada jagung manis
mempengaruhi pertumbuhan generatif yang dihasilkan juga baik (Marliah et al.
2010). Subekti et al. (2010) dalam penelitiannya menambahkan bahwa hasil dan
bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman
optimal. Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan penggunaan
berbagi jenis mulsa berpengaruh nyata terhadap produksi jagung manis.
Berdasarkan Tabel 5.1, rata-rata jumlah tongkol untuk setiap tanaman
jagung manis pada perlakuan biomulsa A. pintoi adalah satu tongkol. Hal ini
sama dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, namun lebih rendah dan
berbeda nyata dengan perlakuan MPHP (1.48 buah). Panjang tongkol pada
perlakuan biomulsa A. pintoi (13.40 cm) lebih rendah namun tidak berbeda nyata
dengan kontrol (14.6 cm), sedangkan jika dibandingkan dengan perlakuan
MPHP (17.15 cm) pada perlakuan biomulsa A. pintoi lebih rendah dan berbeda
nyata. Perlakuan biomulsa A. pintoi cenderung meningkatkan panjang tongkol
jagung manis dibandingkan perlakuan biomulsa C. pubescens (12.09 cm) dan C.
mucunoides (11.41 cm).
Tabel 5 Pengaruh perlakuan biomulsa pada komponen hasil jagung manis
Perlakuan
VegetasiAlami
Kontrol
MPHP
A. pintoi
C. pubescens
C. mucunoides

Jumlah
Tongkol/
Tanaman
(tongkol)
1.00b
1.00b
1.48a
1.00b
1.00b
1.00b

Panjang
Tongkol
(cm)

Lingkar
Tongkol
(cm)

14.17bc
14.76ab
17.15a
13.40bc
12.09bc
11.41c

11.78ab
12.44ab
12.98a
10.73ab
9.94b
9.95b

Jumlah
Baris/ Tongkol
(baris)
12.06ab
12.27a
13.46a
9.61bc
8.48c
9.26c

Keterangan= Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%.

Peubah lingkar tongkol pada perlakuan biomulsa A. pintoi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5), sedangkan perlakuan biomulsa C.
pubescens (9.94 cm) dan C. mucunoides (9.95 cm) lebih rendah dan berbeda
nyata dengan perlakuan MPHP (12.98 cm). Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata
jumlah baris setiap tongkol pada perlakuan A. pintoi (9.62 baris) lebih rendah dan
berbeda nyata dengan kontrol (12.27 baris) dan perlakuan MPHP (13.46 baris),
namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Peubah bobot jagung
dengan klobot pada perlakuan biomulsa A. pintoi (85 g) lebih rendah dan berbeda
nyata dengan perlakuan MPHP (338 g), namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya
(Tabel 6). Perlakuan biomulsa A. pintoi cenderung
meningkatkan bobot jagung dengan klobot dibandingkan perlakuan biomulsa C.
pubescens dan C. mucunoides. Rata-rata bobot jagung tanpa klobot setiap
tanaman pada perlakuan biomulsa A. pintoi (54 g) lebih rendah dan berbeda
nyata dengan kontrol (96 g) dan perlakuan MPHP (189 g).

17
Tabel 6 Pengaruh perlakuan biomulsa terhadap rata-rata hasil jagung manis
Perlakuan
Vegetasi Alami
Kontrol
MPHP
A. pintoi
C. pubescens
C. mucunoides

Bobot
Jagung
dengan
Klobot (g)
90b
133b
338a
85b
67b
69b

Bobot
Jagung
Tanpa
Klobot (g)
66bc
96b
189a
54c
43c
45c

Brangkasan
Basah
(per tanaman
contoh (g))
104c
184b
350a
108bc
107bc
109bc

Brangkasan
kering (per
tanaman contoh
(g))
21.84c
59.39b
104.27a
37.51bc
33.91bc
30.59bc

Keterangan= Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT pada taraf uji 5%.

Rata-rata bobot brangkasan basah dan brangkasan kering jagung manis
dapat dilihat pada Tabel 5.2. Bobot brangkasan basah pada perlakuan biomulsa A.
pintoi (108 g) lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan MPHP (350 g),
namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5.2). Hal ini sama
dengan bobot brangkasan kering, pada perlakuan A. pintoi (37.51 g) lebih rendah
dan berbeda nyata dengan perlakuan MPHP (104.27 g). Bobot brangkasan kering
pada perlakuan MPHP paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan produksi budidaya tanaman jagung manis. Selain perlakuan
biomulsa adanya faktor lain seperti pertumbuhan gulma dan kesediaan hara
dalam tanah memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi
jagung manis. Penurunan hasil jagung manis pada perlakuan biomulsa juga
dipengaruhi oleh keberadaan gulma yang masih kurang efektif pengendaliannya,
sehingga terdapat saingan dalam memperebutkan hara, cahaya, udara, dan ruang
tumbuh. Perlakuan MPHP merupakan perlakuan terbaik dalam penelitian ini.
Hal ini karena pada perlakuan MPHP, jagung manis tidak bersaing dengan gulma
maupun biomulsa dalam memperoleh hara, cahaya, udara dan ruang tumbuh.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan tanaman penutup tanah sebagai biomulsa mempengaruhi pH,
bahan organik, dan unsur hara dalam tanah. Biomulsa A. pintoi meningkatkan
kandungan C-organik, N-Total, dan K2O dalam tanah dibandingkan perlakuan
lainnya. Penggunaan biomulsa juga mempengaruhi pergeseran jenis gulma.
Biomulsa A. pintoi lebih baik dalam menekan gulma golongan rumput
dibandingkan dengan C. pubescens dan C