Keefektifan Biomulsa Arachis pintoi Karp & Greg untuk Konservasi Tanah dan Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung di Lahan Kering

KEEFEKTIFAN BIOMULSA Arachis pintoi Karp. & Greg.
UNTUK KONSERVASI TANAH DAN PENGENDALIAN
GULMA PADA PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN
KERING

ADE SUMIAHADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keefektifan Biomulsa
Arachis pintoi Karp. & Greg. untuk Konservasi Tanah dan Pengendalian Gulma
pada Pertanaman Jagung di Lahan Kering adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014

Ade Sumiahadi
NIM A252120091

RINGKASAN
ADE SUMIAHADI. Keefektifan Biomulsa Arachis pintoi Karp. & Greg. untuk
Konservasi Tanah dan Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung di Lahan
Kering. Dibimbing oleh MUHAMAD ACHMAD CHOZIN dan DWI GUNTORO.
Mulsa merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk
konservasi tanah dan pengendalian gulma di lahan pertanian. Selain mulsa plastik
dan jerami yang sering digunakan, biomulsa atau tanaman penutup tanah (cover
crop) banyak digunakan karena keunggulannya dalam budidaya tanaman,
khususnya di lahan kering. Arachis pintoi merupakan tumbuhan legum yang
memiliki sifat-sifat yang memenuhi karakter sebagai biomulsa. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan A. pintoi, mempelajari keefektifan A. pintoi dalam konservasi lahan
dan pengendalian gulma serta mempelajari pengaruh penggunaan A. pintoi sebagai

biomulsa terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2013 sampai Mei 2014 di
Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Dramaga, Bogor. Penelitian terdiri atas
2 percobaan. Percobaan pertama adalah studi analisis pertumbuhan dan
perkembangan A. pintoi dan percobaan ke dua adalah studi keefektifan penggunaan
biomulsa A. pintoi dalam konservasi tanah dan pengendalian gulma pada
pertanaman jagung. Pada percobaan pertama dilakukan pengamatan pada
10 tanaman setiap minggu selama 12 minggu. Bahan tanam yang digunakan adalah
stek A. pintoi dengan panjang 4 ruas dan ditanam masing-masing 1 stek pada
petakan berukuran 0.5 m x 0.5 m. Percobaan ke dua menggunakan rancangan acak
kelompok faktorial dengan pola tersarang. Faktor pertama adalah kemiringan lahan
yang terdiri atas 2 taraf (lahan datar dan lahan miring) dan faktor ke dua adalah
jenis mulsa yang terdiri atas 5 taraf (tanpa mulsa tanpa penyiangan, tanpa mulsa
dengan penyiangan, mulsa plastik hitam perak, mulsa jerami dan biomulsa
A. pintoi) yang tersarang pada faktor kemiringan lahan. Setiap satuan percobaan
diulang 3 kali.
Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa A. pintoi mulai berakar pada
pengamatan 3 MST dan pada 12 MST mampu menghasilkan rata-rata 42.4 akar
dengan panjang 17.10 cm. A. pintoi memiliki laju pertumbuhan yang lambat dengan
rata-rata laju asimilasi bersih (LAB) 0.0023 g cm-2 hari-1 dan laju pertumbuhan

relatif (LTR) sebesar 0.052 g hari-1. Dengan laju pertumbuhan tersebut, pada umur
12 MST A. pintoi mampu menutup lahan 58% dan menghasilkan biomassa
10.08 g tanaman-1. A. pintoi menghasilkan bunga pada 4 MST dan polong pada
7 MST. Polong yang terbentuk sangat sedikit yaitu 1.8 buah pada 12 MST. A. pintoi
mampu membentuk bintil akar melalui simbiosis dengan Rhizobium lokal di lahan
penelitian.
Percobaan ke dua menunjukkan bahwa penggunaan biomulsa A. pintoi dapat
menekan laju erosi hingga lebih dari 70% dibandingkan dengan perlakuan tanpa
mulsa dengan penyiangan. Biomulsa A. pintoi mampu meningkatkan kandungan
fosfor (P), tapi tidak mampu meningkatkan hara makro tanah lainnya. Penggunaan
biomulsa A. pintoi dapat menekan pertumbuhan gulma lebih dari 58%
dibandingkan dengan tanpa mulsa tanpa penyiangan. Biomulsa A. pintoi efektif
menekan gulma golongan daun lebar dan teki tapi tidak efektif menekan gulma

golongan rumput. Penggunaan biomulsa A. pintoi pada pertanaman jagung di
musim pertama dengan teknik penutupan yang digunakan menekan pertumbuhan
dan hasil tanaman jagung dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa dengan
penyiangan (kontrol).
Kata kunci: Arachis pintoi, erosi, kemiringan lahan, legum, mulsa, penutup tanah


SUMMARY
ADE SUMIAHADI. Effectiveness of Arachis pintoi Karp. & Greg. as Biomulch
for Soil Conservation and Weed Control on Upland Maize Cultivation. Supervised
by MUHAMAD ACHMAD CHOZIN and DWI GUNTORO
Mulch can be used for land conservation and weeds control on agricultural
lands. Beside plastic and straw that are often used as mulch, cover crops or
biomulch are also widely used because of its adventage in crop cultivation,
especially in upland agriculture. The objectives of this research were to study
growth and development of A. pintoi, to study the effectiveness of A. pintoi for land
conservation and weeds control and to study the effect of A. pintoi as biomulch on
maize growth and production.
Two experiments were conducted at Cikabayan Farm, Dramaga, Bogor from
August 2013 until May 2014. The first experiment was study of growth and
development of A. pintoi and the second one was study of effectiveness of A. pintoi
for land conservation and weeds control on maize cultivation. On first experiment,
observation was done every week up to 12 weeks, each observation used ten plants.
Stolons of A. pintoi with 4 internodes were used and planted 1 stolon for each
0.25 m2. The second experiment used nested-complete randomized design with the
first factor was slopes of land consisted of 2 levels (flat and sloped land) and the
second factor was the types of mulch consisted of 5 levels (without mulch without

weeding, without mulch with weeding, plastic mulch, straw mulch and
A. pintoi biomulch). Types of mulch nested on slope factor. Each experimental unit
was replicated three times.
The results of fisrt experiment showed that root initiation of A. pintoi occured
at 3 weeks after planting (wap) and produced 42.4 roots with average of root lenght
was 17.10 cm on 12 wap. A. pintoi had slow growth and development rate with
average of nett assimilation rate was 0.0023 g cm-2 day-1 and relative growth rate
was 0.052 g day-1. With this growth rate, A. pintoi covered 58% of land and
produced biomass 10.08 g plant-1 at 12 wap. A. pintoi produced flowers at 4 wap
and pods at 7 wap. A. pintoi could produce root nodules through mutualism
symbiosis with local Rhizobium.
The second experiment showed that A. pintoi reduced erosion more than 70%
compared to without mulch with weeding treatment. A. pintoi could increas soil
phosphor (P) but could not increase other soil macronutrients. Use of A. pintoi
could also suppress weeds more than 58% compared to without mulch without
weeding treatment. In addition, A. pintoi effectively suppressed sedges and
broadleaves weeds but did not suppress grasses. The results also showed that
A. pintoi biomulch on first season maize cultivation supressed growth and yield of
maize compared to without mulch with weeding treatment (control).
Keywords: Arachis pintoi cover crop, erosion, legume, mulch, slope.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KEEFEKTIFAN BIOMULSA Arachis pintoi Karp. & Greg.
UNTUK KONSERVASI TANAH DAN PENGENDALIAN
GULMA PADA PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN
KERING

ADE SUMIAHADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sudradjat, MS

Judul Tesis : Keefektifan Biomulsa Arachis pintoi Karp. & Greg. untuk
Konservasi Tanah dan Pengendalian Gulma pada Pertanaman
Jagung di Lahan Kering
Nama
: Ade Sumiahadi
NIM
: A252120091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir M Achmad Chozin, MAgr
Ketua

Dr Dwi Guntoro, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agsutus 2013 - Mei 2014
ini ialah pemanfaatan biomulsa, dengan judul Keefektifan Biomulsa Arachis pintoi
Karp. & Greg. untuk Konservasi Tanah dan Pengendalian Gulma pada Pertanaman
Jagung di Lahan Kering.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir M Achmad Chozin, MAgr dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSi selaku
komisi pembimbing penelitian yang telah banyak memberikan saran dan
dukungan materi dan nonmateri bagi kesempurnaan penelitian dan karya
ilmiah ini.
2. Dr Ir Sudradjat, MS dan Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku dosen penguji yang
banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.
3. Ditjen DIKTI atas dana penelitian yang telah diberikan.
4. Keluarga tercinta Bapak, Ibu dan saudara-saudara atas doa, bantuan, dukungan,
perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
5. Bapak Milin beserta staf Kebun Percobaan Cikabayan IPB Dramaga atas

bantuan yang selah diberikan selama penelitian.
6. Teman-teman Pascasarjana AGH atas segala doa dan bantuan yang telah
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan
manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2014
Ade Sumiahadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
4
4

METODE
Percobaan 1 Analisis Pertumbuhan dan Perkembangan A. pintoi
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Percobaan
Percobaan 2 Keefektifan A. pintoi dalam Menekan Laju Erosi dan
Meningkatkan Kesuburan Tanah serta Menekan Pertumbuhan Gulma
pada Lahan Pertanaman Jagung
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Analisis Data
Prosedur Percobaan

5
5
5
6
6

8
8
8
8
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1 Analisis Pertumbuhan dan Perkembangan A. pintoi
Awal Pertumbuhan Akar
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
Kecepatan Penutupan Tanah
Kemampuan Membentuk Bintil Akar
Percobaan 2 Keefektifan A. pintoi dalam Menekan Laju Erosi dan
Meningkatkan Kesuburan Tanah serta Menekan Pertumbuhan Gulma
pada Lahan Pertanaman Jagung
Laju Erosi Tanah
Kandungan Hara Tanah
Pertumbuhan Gulma
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung

12
12
12
12
15
16

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

26
26
27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

32

17
17
19
21
23

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata panjang tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, ILD dan
dan penutupan tanah tanaman A. pintoi pada 1-12 MST
2 Rata-rata bobot tanah tererosi dan potensi kehilangan tanah tererosi
pada lahan miring dan datar dengan berbagai perlakuan jenis mulsa
3 Rata-rata awal, akhir dan perubahan unsur hara pada perlakuan
berbagai jenis mulsa di lahan datar dan lahan miring
4 Rata-rata bobot kering gulma pada perlakuan kemiringan lahan dan
jenis mulsa
5 Jenis gulma dan dominansinya pada perlakuan jenis gulma di lahan
datar
6 Jenis gulma dan dominansinya pada perlakuan jenis gulma di lahan
miring
7 Rata-rata jumlah daun tanaman jagung pada perlakuan kemiringan
lahan dan jenis mulsa
8 Rata-rata tinggi tanaman jagung pada perlakuan kemiringan lahan
dan jenis mulsa
9 Rata-rata indeks luas daun (ILD), bobot kering brangkasan dan waktu
berbunga tanaman jagung pada perlakuan kemiringan lahan dan
jenis mulsa
10 Rata-rata komponen produksi dan produksi tanaman jagung pada
perlakuan kemiringan lahan dan jenis mulsa

13
18
20
21
22
23
23
24

24
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Ruang lingkup penelitian
Desain petakan erosi
Rata-rata panjang dan jumlah akar tanaman A. pintoi pada 1-12 MST
Rata-rata bobot basah dan kering (tajuk dan akar) tanaman A. pintoi
pada 1-12 MST
Rata-rata Laju Asimilasi Bersih tanaman A. pintoi pada 3-12 MST
Rata-rata Laju Tumbuh Relatif tanaman A. pintoi pada 3-12 MST
Bintil akar A. pintoi pada 12 MST
Hubungan antara curah hujan dan bobot kering tanah tererosi
perlakuan tanpa mulsa dengan penyiangan dan biomulsa A. pintoi

5
10
12
13
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
Data curah hujan harian bulan Desember 2013 – Maret 2014 di daerah
Dramaga, Bogor

31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi lahan kering yang sesuai untuk budidaya
pertanian yang sangat besar yaitu sekitar 76.2 juta ha yang sebagian besar
(70.7 juta ha) terletak di dataran rendah dan sisanya di dataran tinggi. Lahan kering
tersebut terdiri dari lahan datar (3%). Sebagian besar
lahan kering merupakan lahan berlereng (>3%) yaitu sekitar 77% dengan topografi
datar, agak berombak, berombak, berbukit sampai bergunung dan sisanya adalah
lahan datar (2000 mm tahun-1, sehingga potensi bahaya erosi dan degradasi lahan cukup tinggi
(Juarsah et al. 2008). Oleh karena itu, perlu adanya upaya konservasi lahan untuk
mengurangi dan mencegah bahaya erosi dan degradasi lahan tersebut.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan sebagai upaya konservasi lahan
berlereng adalah penggunaan mulsa. Mulsa merupakan bahan atau material yang
dengan sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian. Manfaat
penggunaan mulsa adalah melindungi permukaan tanah terhadap erosi dan
kehilangan struktur yang diakibatkan oleh curah hujan yang lebat, menghambat
munculnya gulma, menurunkan suhu tanah, penggunaan mulsa dari bahan organik
menambah bahan organik tanah setelah mengalami dekomposisi dan dapat
menambah atau menahan hara tanah (William et al. 1993).
Selain mulsa plastik dan mulsa organik yang sering digunakan, penggunaan
mulsa hidup atau biomulsa dapat menjadi alternatif penggunaan mulsa pada
budidaya tanaman karena memiliki banyak keunggulan terutama di lahan kering.
Mulsa hidup atau biomulsa yang baik adalah tanaman yang tumbuh rendah, tumbuh
cukup rapat untuk menekan pertumbuhan gulma dan memiliki respon yang baik
terhadap penyiangan. Petani umumnya menggunakan leguminosa (kacangkacangan) sebagai biomulsa di antara baris, dan lebih umum digunakan pada fase
rotasi untuk meningkatkan nitrogen di lahan serta menurunkan serangga tanah dan
penyakit (Clark 2010).
Tanaman penutup tanah dari golongan kacang-kacangan seperti
Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens dan Pueraria javanica banyak
digunakan sebagai tanaman penutup tanah pada tanah-tanah perkebunan.
Boerhendhy dan Sianturi (1986) mengemukakan manfaat tanaman penutup tanah
kacang-kacangan atau dikenal dengan LCC (legume cover crop) di perkebunaan
sebagai berikut: (1) melindungi permukaan tanah dari pengaruh lansung butir-butir
air hujan, (2) menekan pertumbuhan gulma, (3) menghasilkan banyak bahan
organik dan serasah yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah,
(4) mempunyai bintil akar yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara,
(5) membantu menyerap unsur-unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam, dan
(6) membantu mempercepat proses pembusukan bahan organik sehingga dapat
menekan perkembangan kutu putih.

2
Tanaman penutup tanah juga dapat menekan gulma baik dengan
pengurangan ketersediaan sumber daya (Ngouajio dan Mennan 2005) ataupun
dengan penghambatan pertumbuhan gulma melalui allelopathy (Reberg-Horton
et al. 2005). Akses terhadap cahaya, nutrisi, air dan tanah yang dipengaruhi oleh
tanaman penutup tanah dapat mempengaruhi keberadaan gulma (Ngouajio dan
Mennan 2005) dan komposisi tumbuhan gulma (Wright et al. 2003; Fitriana et al.
2013). Residu tanaman penutup tanah juga dapat mengubah ekologi mikroba tanah
atau meningkatkan keragaman mikroba, sehingga meningkatkan predasi benih
gulma oleh mikroorganisme tanah dan penurunan vigor benih gulma (Ngouajio dan
McGiffen 2002; Pullaro et al. 2006) dan dapat mempengaruhi dinamika populasi
gulma (Jordan et al. 2000; den Hollande et al. 2007). Tanaman penutup tanah juga
dapat meningkatkan kadar C dan N, dua komponen utama yang mengatur aktivitas
biologi tanah (Wagger 1998), sehingga meningkatkan keberadaan organisme yang
menguntungkan yang dapat menekan pesaing biologis seperti gulma (Kremer dan
Li 2003), nematoda parasit dan patogen tanah melalui allelochemicals (Bailey dan
Lazarovits 2003).
A. pintoi adalah tumbuhan golongan leguminosa yang tumbuh merambat di
atas permukaan tanah, merupakan kerabat dekat dengan tanaman kacang tanah
(Arachis hypogea). A. pintoi di Indonesia dikenal dengan sebutan kacang hias.
Tanaman ini merupakan spesies eksotik berasal dari Brazil yang didatangkan ke
Indonesia melalui Singapura untuk digunakan sebagai tanaman hias dan penutup
tanah (Maswar 2004).
Berdasarkan penyebarannya, A. pintoi mempunyai daya adaptasi yang
cukup luas. Jenis tanaman ini tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah
sub tropika dan tropika dengan curah hujan tahunan lebih dari 1 000 mm tahun-1.
Tanaman ini cukup toleran terhadap kekeringan, dan dapat bertahan dalam kondisi
3–4 bulan kering, tetapi akan menggugurkan banyak daun pada periode tersebut.
Pertumbuhan A. pintoi akan terhambat dan daunnya menjadi kuning pada tanah
yang kekurangan atau kelebihan air. Tanaman ini juga mempunyai daya adaptasi
yang baik terhadap berbagai jenis tanah, mampu tumbuh dengan baik pada tanah
dengan tekstur liat sampai tanah berpasir. Tanaman ini juga mampu beradaptasi
baik pada kondisi kesuburan tanah rendah dan pH sangat masam, serta toleran
terhadap kejenuhan aluminium yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992; Maswar
2004). Selain itu, tanaman ini juga diduga akan sesuai bila digunakan sebagai
biomulsa pada tanaman perkebunan. Fisher dan Cruz (1993) menyatakan bahwa
A. pintoi toleran terhadap cahaya rendah atau naungan, bahkan lebih baik
dibandingkan dengan keadaan terbuka atau cahaya penuh.
Secara umum A. pintoi mempunyai sifat-sifat pertumbuhan yang sebagian
besar memenuhi kriteria sebagai tanaman penutup tanah atau biomulsa. Di beberapa
negara tropis, tanaman ini mulai banyak digunakan untuk berbagai tujuan antara
lain untuk mengendalikan erosi, mengendalikan gulma, mengendalikan nematoda,
meningkatkan kesuburan tanah, sebagai makanan ternak dan tanaman hias (Argel
et al. 1996; Maswar 2004). Selain itu, A. pintoi sebagai tanaman penutup tanah
memiliki potensi untuk pengendalian hama penggerek batang (Suroso dan Hery
2004), nematoda dan penyakit kuning (Taufik et al. 2011) pada tanaman lada.
Karena sifat-sifatnya tersebut, dalam budidaya tanaman, penggunaan A. pintoi
sebagai biomulsa berpotensi meningkatkan produksi. Meskipun demikian,
penelitian dasar tentang tanaman ini, khususnya yang terkait dengan kegunaannya

3
sebagai biomulsa meliputi analisis pertumbuhan dan perkembangan, kecepatan
menutup tanah, efektivitasnya dalam menekan erosi, menekan gulma dan
meningkatkan kesuburan tanah serta sifat interaksinya dengan tanaman belum
banyak dilakukan.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi A. pintoi
sebagai biomulsa. Penelitian Samad et al. (2009) menunjukkan bahwa penggunaan
A. pintoi dapat mendorong tinggi tanaman kentang. Selain itu, juga berperan
memperkecil kompetisi tanaman dengan gulma dan menekan serangan hama dan
penyakit. Penelitian lain dilakukan oleh Baharuddin (2010) mengindikasikan
pertumbuhan awal tanaman ini relatif lambat sehingga penutupan tanah secara
sempurna mulai dicapai pada saat tanaman berumur 7–10 minggu. Penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa penggunaan biomulsa A. pintoi memiliki
keefektifan yang tidak berbeda dengan Mulsa Hitam Perak dalam meningkatkan
produksi tomat. Hasil penelitian Taufik et al. (2011) juga menunjukkan bahwa
penggunaan A. pintoi sebagai biomulsa dapat memacu pertumbuhan tanaman lada
lebih dari 5 kali lipat. Informasi lain diperoleh dari penelitian Purnamasari (2013)
bahwa biomulsa A. pintoi cukup efektif menekan gulma berdaun lebar, tetapi
kurang efektif menekan gulma golongan teki dan beberapa jenis rumput. Febrianto
dan Chozin (2014) juga melaporkan bahwa penggunaan A. pintoi efektif menekan
gulma golongan daun lebar dan teki tapi tidak efektif menekan gulma golongan
rumput. Mengenai potensi A. pintoi dalam menekan erosi, Maswar (2004)
menyatakan bahwa penanaman A. pintoi pada pertanaman kopi di Sumberjaya,
Lampung Barat mampu menekan erosi 11–85%.
Berbeda dengan LCC lain yang telah lebih awal dikenal, hasil penelitian
tentang manfaat A. pintoi sebagai penutup tanah atau biomulsa belum banyak
dilaporkan. Meskipun demikian, berdasarkan sifat-sifat tanaman ini, Kartika et al.
(2009) memperkirakan A. pintoi memiliki manfaat bagi lingkungan yang tidak
berbeda dengan LCC lain yang populer, bahkan memiliki keunggulan lain sebagai
alternatif baru untuk tanaman hias, dan sebagai sumber nektar yang baik untuk
lebah.
Pengembangan penggunaan A. pintoi sebagai biomulsa belum dapat
dilakukan secara luas karena keterbatasan data ilmiah terutama mengenai
efektifitasnya dalam menekan erosi, menekan gulma dan meningkatkan kesuburan
tanah serta sifat interaksinya dengan tanaman. Oleh karena itu, perlu adanya
penelitian untuk menguji keefektifan biomulsa A. pintoi dalam menekan erosi,
menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma dan meningkatkan kesuburan
tanah serta sifat interaksinya dengan tanaman.
Perumusan Masalah
Budidaya tanaman secara intensif di lahan berlereng (miring) terkendala oleh
laju erosi tanah dan degradasi lahan yang cukup tinggi. Salah satu teknologi yang
dapat digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah penggunaan mulsa.
Penggunaan mulsa juga memiliki fungsi lain yaitu dapat menekan pertumbuhan dan
perkembangan gulma. Jenis mulsa yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut
adalah jenis mulsa sintetik. Namun harganya yang cukup mahal menyebabkan
penggunaan mulsa menjadi tidak efisien dari segi biaya. Penggunaan biomulsa

4
merupakan salah satu alternatif pengganti mulsa sintetik. Salah satu tanaman yang
berpotensi untuk digunakan sebagai biomulsa adalah A. pintoi. Akan tetapi belum
banyak informasi mengenai keefektifan penggunaan A. pintoi sebagai biomulsa
khususnya dalam menekan erosi, menekan gulma dan meningkatkan kesuburan
tanah, sehingga perlu penelitian untuk menjawab masalah tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari karakteristik pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi
2. Mempelajari keefektifan biomulsa A. pintoi dalam menekan laju erosi tanah
pada lahan pertanaman jagung dengan kemiringan yang berbeda.
3. Mempelajari keefektifan biomulsa A. pintoi dalam meningkatkan kesuburan
tanah.
4. Mempelajari keefektifan biomulsa A. pintoi dalam menekan pertumbuhan dan
perkembangan gulma pada pertanaman jagung.
5. Mempelajari pengaruh penanaman biomulsa A. pintoi terhadap pertumbuhan
dan produksi jagung.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan laju erosi tanah pada lahan
pertanaman jagung dengan kemiringan yang berbeda.
2. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat meningkatkan kesuburan tanah pada
lahan pertanaman jagung.
3. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat menekan pertumbuhan dan
perkembangan gulma pada lahan pertanaman jagung.
4. Penggunaan biomulsa A. pintoi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai karakteristik
pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi, serta potensi penggunaan
A. pintoi dalam menekan laju erosi tanah di lahan miring, meningkatkan kesuburan
lahan dan menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma sehingga A. pintoi
dapat digunakan sebagai biomulsa pada budidaya pertanian di lahan kering.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahapan penelitian yang saling berkaitan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Tahapan penelitian meliputi (1) Studi analisis
pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi, (2) Studi keefektifan A. pintoi
dalam menekan laju erosi dan meningkatkan kesuburan tanah serta menekan

5
pertumbuhan gulma pada lahan pertanaman jagung. Ruang lingkup penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.
Analisis pertumbuhan dan
perkembangan A. pintoi

Karakteristik
pertumbuhan dan
perkembangan A. pintoi
Keefektifan A. pintoi
dalam menekan laju erosi
tanah

Keefektifan A. pintoi dalam menekan laju
erosi dan meningkatkan kesuburan tanah serta
menekan pertumbuhan gulma pada lahan
pertanaman jagung

Kemiringan lahan

Jenis mulsa

Keefektifan A. pintoi
dalam meningkatkan
kesuburan tanah
Keefektifan A. pintoi
dalam mengendalikan
gulma
Pengaruh penanaman
A. pintoi terhadap
pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung

Gambar 1. Ruang lingkup penelitian

METODE
Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama dilakukan untuk
menganalisis pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi sebagai informasi
dasar mengenai potensi penggunaannya sebagai biomulsa. Percobaan kedua
ditujukan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis mulsa termasuk A. pintoi
terhadap tingkat erosi tanah, kesuburan tanah dan pertumbuhan gulma pada lahan
pertanaman jagung dengan tingkat kemiringan lahan yang berbeda.
Percobaan 1 Analisis Pertumbuhan dan Perkembangan A. pintoi
Waktu dan Tempat
Percobaan ini adalah percobaan lapangan yang dilaksanakan di Kebun
Percobaan Cikabayan Kampus IPB Bogor pada bulan Februari - Mei 2014.

6
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain stek batang A. pintoi yang berasal dari
Kebun Cikabayan Kampus IPB Bogor, pupuk urea, pupuk SP36, pupuk KCl, pupuk
kandang hormon perangsang perakaran dan bambu. Peralatan yang digunakan
antara lain neraca analitik, oven, kertas, meteran, gunting stek, kuadran ukuran
0.5 m x 0.5 m dan alat penunjang lainnya.
Prosedur Percobaan
Percobaan ini dilakukan dengan pengamatan secara destruktif terhadap
10 tanaman setiap minggu selama 12 minggu sehingga terdapat 120 satuan
pengamatan.
Persiapan bahan tanam. Bahan tanam yang digunakan adalah bibit stek tengah
A. pintoi dengan panjang stek 4 ruas.
Persiapan lahan. Lahan yang digunakan dibersihkan dari gulma, kemudian
dibentuk petakan besar dengan ukuran 5 m x 6 m. Petakan besar tersebut kemudian
dibagi menjadi petakan-petakan kecil dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m dan setiap
petakan diberi pembatas dengan menggunakan bambu. Setelah diolah, lahan diberi
pupuk kandang dengan dosis 5 ton ha-1.
Penanaman. Bibit stek A. pintoi ditanam satu batang setiap petak. Sebelum
ditanam, A. pintoi direndam terlebih dahulu dalam larutan hormon perangsang
perakaran dengan konsentrasi 600 ppm (600 mg L-1 air) untuk mempercepat
pertumbuhan akar.
Pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan dosis per hektar 50 kg Urea, 150 kg
SP36, dan 50 kg KCl. Pemupukan SP36 dan KCl dilakukan pada saat penanaman,
sedangkan untuk pemupukan Urea diberikan secara bertahap yaitu 2/3 dosis
diberikan pada saat penanaman dan 1/3 dosis dilakukan setelah tanaman berumur
4 Minggu Setelah Tanam (MST).
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan gulma dan
penyiraman. Penyiangan gulma disesuaikan dengan kondisi di lapangan atau
dilakukan ketika ada gulma yang tumbuh, sedangkan penyiraman dilaksanakan
pada pagi hari ketika tidak turun hujan.
Pengamatan. Pengamatan dilakukan secara destruktif pada 10 tanaman ulangan
setiap minggu. Peubah yang diamati merupakan peubah yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman A. pintoi, yang terdiri dari:
1. Panjang tanaman, dilakukan dengan mengukur panjang cabang terpanjang
pada setiap tanaman menggukan mistar atau meteran.
2. Panjang akar, dilakukan dengan mengukur panjang akar terpanjang yang
tumbuh pada batang stek tanaman menggunakan mistar.
3. Jumlah akar, dilakukan dengan menghitung jumlah akar yang muncul pada
batang stek tanaman.
4. Jumlah cabang, dilakuakn dengan menghitung cabang yang terbentuk pada
batang stek tanaman.
5. Jumlah daun, dilakukan dengan menghitung daun pada setiap tanaman.

7
6. Indeks Luas Daun (ILD), pengukuran luas daun dihitung dengan
menggunakan metode gravimetri. Kemudian ILD dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Gardner et al. 2008):
�=

Keterangan:
A = Luas daun (cm2)
L = Luas lahan (cm2)

7. Laju Asimilasi Bersih (LAB), LAB merupakan hasil asimilasi bersih dari
hasil asimilasi per satuan luas daun. Rata-rata laju asimilasi bersih dihitung
dengan menggunakan rumus berikut (Gardner et al. 2008):
=

� −�
ln



− ln


Keterangan:
LAB = Laju Asimilasi Bersih (g cm-2 hari-1)
W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 (g)
W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 (g)
A1 = luas daun total pada waktu t1 (cm2)
A2 = luas daun total pada waktu t2 (cm2)
t1
= waktu pengamatan awal (hari)
t2
= waktu pengamatan akhir (hari)
8. Laju Tumbuh Relatif (LTR), Rata-rata laju tumbuh relatif (Relative Growth
Rate). Perhitungan LTR menggunakan rumus berikut (Gardner et al. 2008):
�� =

ln � − ln �


Keterangan:
LTR = Laju Tumbuh Relatif (g hari-1)
W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 (g)
W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 (g)
t1
= waktu pengamatan awal (hari)
t2
= waktu pengamatan akhir (hari)
9. Persentase penutupan, dihitung dengan menggunakan kuadran 0.5 m x
0.5 m pada setiap tanaman.
10. Bunga, mengamati waktu pertama muncul bunga dan menghitung jumlah
bunga yang terbentuk setiap minggunya.
11. Polong, mengamati waktu pertama muncul polong dan menghitung jumlah
polong yang terbentuk setiap minggunya.
12. Bintil akar, mengamati waktu kemunculan bintil akar dan jumlah bintil akar
yang diproduksi setiap minggunya.
13. Bobot basah biomassa, dilakukan dengan menimbang semua bagian
tanaman (akar dan tajuk).

8
14. Bobot kering biomassa, dilakukan dengan menimbang semua bagian
tanaman (akar dan tajuk) pada setiap tanaman sampel setelah dikeringkan
dengan menggunakan oven selama 2 hari dengan suhu 80 oC.

Percobaan 2 Keefektifan A. pintoi dalam Menekan Laju Erosi dan
Meningkatkan Kesuburan Tanah serta Menekan Pertumbuhan Gulma pada
Lahan Pertanaman Jagung
Waktu dan Tempat
Percobaan kedua merupakan percobaan lapangan yang dilaksanakan di lokasi
yang sama dengan percobaan pertama. Pelaksananaan percobaan ini dilaksanakan
pada bulan Agustus 2013 sampai Maret 2014. Analisis hara tanah dilakukan di
Labortorium Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lingkungan,
Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain stek batang A. pintoi yang berasal dari
Kebun Cikabayan Kampus IPB Bogor, benih jagung hibrida varietas Pertiwi 3,
pupuk urea, pupuk SP36, pupuk KCl, pupuk kandang, pertisida, hormon
perangsang perakaran, mulsa plastik hitam perak, jerami, papan, bambu dan bahan
kimia untuk analisis hara. Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik,
oven, kertas, gunting stek, kuadran ukuran 0.5 m x 0.5 m, bak dan alat penunjang
lainnya.
Prosedur Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah RAK dua faktor dengan pola tersarang.
Faktor pertama adalah kemiringan lahan dan faktor kedua adalah jenis mulsa (yang
tersarang pada kemiringan lahan). Taraf dari masing-masing faktor adalah sebagai
berikut:
Faktor pertama (kemiringan lahan):
L1 = Lahan datar
L2 = Lahan miring (13.33 %)
Faktor kedua (jenis mulsa):
M1 = Tanpa mulsa tanpa penyianyan (vegetasi alami)
M2 = Tanpa mulsa dengan penyiangan (konvensional)
M3 = Mulsa pelastik hitam
M4 = Mulsa jerami
M5 = Biomulsa A. pintoi
Terdapat 10 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali
sehingga terdapat 30 satuan percobaan yang diamati. Model statistik yang
digunakan untuk rancangan RAK pola tersarang adalah:
Yijk = µ + αi + ρk(i) + ßj + (αß)ij + εijk

9
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan pada kemiringan lahan ke-i, jenis mulsa ke-j, dan
kelompok ke-k.
µ
: Rataan umum.
αi
: Pengaruh perlakuan kemiringan lahan ke-i (i = 1, 2)
ρk(i) : Pengaruh kelompok ke-k (k = 1, 2, 3) pada kemiringan lahan ke-i
ßj
: Pengaruh perlakuan jenis mulsa ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5)
(αß)ij : Pengaruh interaksi antara perlakuan kemiringan lahan ke-i dan jenis
mulsa ke-j.
εijk : Pengaruh acak pada kemiringan lahan ke-i, anak petak ke-j, dan
kelompok ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) pada taraf
5%, dan apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT).
Prosedur Percobaan
Persiapan bahan tanam. Bahan tanam yang digunakan adalah bibit stek tengah
A. pintoi dengan panjang 4 ruas, sedangkan tanaman jagung yang digunakan adalah
benih jagung hibrida varietas Pertiwi-3.
Persiapan lahan. Lahan yang digunakan dibersihkan dari gulma, kemudian
dibentuk petakan dengan ukuran 5 m x 3 m sebanyak 30 petak (masing-masing
15 petak untuk lahan datar dan lahan miring). Jarak antar petak dalam kelompok
adalah 0.5 m dan jarak antar kelompok adalah 1 m. Setelah lahan diolah kemudian
diberi pupuk kandang sebanyak 5 ton ha-1.
Pemberian mulsa. Mulsa plastik hitam perak dan mulsa jerami diberikan seminggu
sebelum tanaman jagung ditanam.
Penanaman. Penanaman A. pintoi dilakukan terlebih dahulu sebelum penanaman
jangung. A. pintoi hanya ditanam pada lahan dengan perlakuan biomulsa A. pintoi
dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Sebelum ditanam, A. pintoi direndam terlebih
dahulu dalam larutan hormon perangsang perakaran dengan konsentrasi 600 ppm
(600 mg L-1 air) untuk mempercepat perakaran. Benih jagung ditanam setelah
penutupan A. pintoi mencapai lebih dari 70% penutupan yaitu sekitar 4 bulan
setelah tanam. Benih jagung ditanam dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm dengan
cara ditugal. Setiap lubang tanam ditanam sebanyak 2 benih dan setelah 1 MST
dilakukan penjarangan dengan menyisakan 1 tanaman.
Pemupukan. Pemupukan dilakukan pada A. pintoi dan tanaman jagung.
Pemupukan untuk A. pintoi dilakukan dengan dosis per hektar 50 kg Urea, 150 kg
SP36, dan 50 kg KCl. Dosis pemupukan tanaman jagung per hektar 300 kg Urea,
100 kg SP36, dan 100 kg KCl. Pemupukan SP36 dan KCl dilakukan pada saat
penanaman, sedangkan untuk pemupukan Urea diberikan secara bertahap yaitu
2/3 dosis pada saat penanaman dan 1/3 dosis dilakukan setelah tanaman berumur
4 MST.
Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama dan penyakit
tanaman dan penyiraman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada

10
tanaman dengan menggunakan pestisida, sedangkan penyiraman dilaksanakan pada
pagi hari ketika tidak turun hujan.
Pemanenan. Pemanenan jagung dilakukan setelah jagung masak panen pada
100 HST.
Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap 3 komponen yaitu pengamatan
tanah, gulma dan tanaman jagung.
a. Pengamatan tanah dilakukan pada semua petakan percobaan yang meliputi:
1. Laju erosi tanah, pengamatan erosi tanah dilakukan setiap selesai turun
hujan dengan menggunakan metode Sistem Petak Kecil (Djunaedi et al.
2000).

Arah
kemiringan
Sekat pembatas

Ta pak sa pi g
Bak penampung

Ta pak atas
Gambar 2 Desain petakan erosi
Setiap keliling petakan dibuat parit selebar 25 cm dan setiap parit
antar petakan disekat atau dibuat pembatas dengan menggunakan papan
dengan ketinggian 15-20 cm untuk menghindari aliran air hujan dan erosi
dari petakan lain. Kemudian pada tiap petak penelitian dipasang pipa untuk
mengalirkan erosi dan aliran permukaan ke bak penampungan. Penempatan
pipa pada petak penelitian berdasarkan titik terendah pada kemiringan
saluran air. Pada ujung bawah petak dipasang bak yang berfungsi untuk
menampung air dan tanah tererosi. Penghitungan tanah tererosi dilakukan
dengan mengukur kadar air tanah terlebih dahulu. Sampel tanah tererosi
diambil dari tanah tererosi yang tertampung di bak penampung kemudian
ditimbang berat basahnya dan dioven selama 3 jam, setelah itu ditimbang berat
kering tanah. Kadar air tanah dihitung dengan rumus berikut:


% =

ℎ−

� �

� �



%

11
Kemudian jumlah tanah tererosi dihitung dengan rumus berikut:






� =

+







2. Kandungan hara makro tanah (N, P, K, Ca dan Mg) dan C-organik sebelum
dan sesudah percobaan.
b. Pengamatan gulma dilakukan pada semua petakan percobaan dengan analisis
vegetasi menggunakan metode kuadrat dengan kuadran berukuran 0.5 m x
0.5 m. Peubah yang diamati adalah peubah-peubah untuk menentukan nilai
Nisbah Jumlah Dominansi yang meliputi:
1. Jenis gulma dan jumlah gulma, dilakukan dengan mengidentifikasi jenis
gulma yang tumbuh dan menghitung jumlah dari masing-masing jenis
gulma yang tumbuh
2. Bobot kering biomassa, dilakukan dengan menimbang semua gulma
berdasarkan jenisnya setelah dikeringkan dengan menggunakan oven
selama 2 hari dengan suhu 80 oC
c. Pengamatan tanaman jagung dilakukan pada 10 tanaman sampel yang dipilih
secara acak. Pengamatan yang dilakukan meliputi:
1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan tanah sampai daun tertinggi.
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu mulai 2 MST.
2. Jumlah daun, dihitung dari jumlah daun yang berbentuk daun sempurna
setiap minggu mulai 2 MST.
3. Indek Luas Daun (ILD), dilakukan pada saat masa vegetatif maksimal yaitu
pada saat uncul bunga jantan. Luas daun dihitung dengan menggunakan leaf
area meter. Kemudian ILD dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Gardner et al. 2008):

Keterangan:
A = Luas daun (cm2)
L = Luas lahan (cm2)

�=

4. Waktu muncul bunga, pengamatan dilakukan pada saat tanaman dalam satu
petak sudah berunga minimal 70%.
5. Bobot basah panen, dilakukan dengan menimbang semua jagung pada
tanaman sampel setelah dibuang klobotnya.
6. Bobot kering panen, dilakukan dengan menimbang semua jagung pada
tanaman sampel setelah dikeringkan di bawah terik sinar matahari selama
kurnag lebih satu minggu.
7. Bobot pipilan, dilakukan dengan menimbang jagung yang telah dikeringkan
kemudian dipisahkan dari tongkolnya.
8. Bobot 100 butir, dilakukan dengan menimbang 100 butir biji jagung yang
diambil dari tanaman sampel
9. Bobot pipilan ubinan, dilakukan dengan menimbang jagung pipilan kering
dari ubinan dengan luas 2 m2.

12
10. Bobot kering brangkasan tanaman, dilakukan dengan menimbang semua
bagian tanaman (akar dan tajuk) setelah dikeringkan dengan oven selama
2 hari pada suhu 80 oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1 Analisis Pertumbuhan dan Perkembangan A. pintoi
Awal pertumbuhan akar
Tanaman A. pintoi yang digunakan berasal dari stek batang tanpa akar.
Pemilihan stek sebagai bahan tanam didasarkan pada sulitnya mendapatkan benih
A. pintoi, karena tanaman ini sulit menghasilkan biji. A. pintoi hanya dapat
menghasilkan biji utuh 4-8% dari jumlah bunga yang dihasilkan (Adjolohoun et al.
2013a). Hal tersebut yang kemudian menjadi kendala dalam pengembangan
A. pintoi sebagai penutup tanah maupun sebagai pakan ternak (Wunscher et al.
2004).

Gambar 3 Rata-rata panjang dan jumlah akar tanaman A. pintoi pada 1-12 MST
Peubah yang penting dalam perbanyakan tanaman menggunakan stek adalah
awal pertumbuhan akar. Data memperlihatkan bahwa kemunculan akar baru terlihat
pada pengamatan 3 MST (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa stek A. pintoi
membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu untuk mulai tumbuh akar. Setelah
kemunculan akar, perkembangan akar cukup cepat yang ditunjukkan dengan
pertambahan jumlah dan panjang akar yang cukup besar. Rata-rata jumlah dan
panjang akar yaitu 9.4 akar dan 5.69 cm pada 3 MST dan terus meningkat sampai
pengamatan terakhir yaitu 12 MST dengan rata-rata jumlah dan panjang akar yaitu
42.4 akar dan 17.10 cm.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Perumbuhan tunas cabang yang menghasilkan daun mulai terlihat pada
pengamatan minggu pertama. Pertumbuhan tunas tersebut sudah terjadi walaupun
pertumbuhan akar belum terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya cadangan

13
makanan dan air di dalam batang yang kemudian digunakan tanaman untuk
pertumbuhan tunas.
Tabel 1 Rata-rata panjang tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, ILD dan
penutupan tanah tanaman A. pintoi pada 1-12 MST
Peubah

Waktu Pengamatan (MST)
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Panjang Tanaman (cm) 0.00

1.19

3.36

3.66

6.49

6.87

Jumlah Cabang

2.5

2.6

2.6

2.9

2.9

2.9

3.4

3.6

5.0

5.2

Jumlah Daun

0.4

1.4

5.0

7.6

8.3

13.9

22.8

26.6

46.2

77.0

11

12

11.38 13.73 19.62 30.82 37.26 46.32
5.4

5.4

127.6 144.0

ILD

0.001 0.004 0.020 0.041 0.044 0.075 0.131 0.149 0.287 0.457 0.648 0.689

Penutupan (%)

0.51

0.88

1.71

2.67

2.90

5.10

11.60 15.00 23.50 36.50 54.80 58.00

Pertumbuhan A. pintoi tergolong lambat. Hal tersebut dapat terlihat pada
panjang tanaman dan jumlah daun. A. pintoi memiliki rata-rata pertambahan
panjang tanaman dan jumlah daun setiap minggunya masing-masing adalah
4.21 cm dan 13.1 daun (Tabel 1). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian Dianita dan Abdullah (2011) yang menunjukkan bahwa A. pintoi
memiliki laju pertumbuhan yang lambat ditunjukkan dengan rata-rata pertambahan
panjang tanaman dan jumlah daun masing-masing 1.60 cm minggu-1 dan 15 daun
minggu-1 dalam kurun waktu pengamatan 3 bulan.

Gambar 4 Rata-rata bobot basah dan kering (tajuk dan akar) tanaman A. pintoi
pada 1-12 MST
Secara akumulasi, pertumbuhan A. pintoi ditunjukkan pada pertambahan
bobot segar maupun bobot kering tanaman (tajuk dan akar) (Gambar 4). Produksi
bobot basah maupun bobot kering tanaman sangat dipengaruhi oleh tingkat laju
fotosintesis tanaman yang dapat ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah daun
dan indeks luas daun (ILD) (Tabel 1), sehingga meningkatnya jumlah daun dan ILD
pada batas tertentu akan meningkatkan bobot basah dan kering tanaman. Menurut
Dwijosepoetro (1981), bahan kering tanaman sangat dipengaruhi oleh optimalnya
proses fotosintesis. Bobot kering yang terbentuk mencerminkan jumlah fotosintat

14
sebagai hasil fotosintesis. Asimilat yang lebih besar memungkinkan pembentukan
biomassa tanaman yang lebih besar.
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa pada awal pertumbuhan, A. pintoi
menghasilkan bobot segar maupun bobot kering yang rendah dengan pertambahan
bobot yang lambat sampai pada 9 MST dan meningkat secara pesat pada 10 MST.
Setelah itu, bobot basah dan kering terus meningkat dengan laju peningkatan yang
lebih rendah dari sebelumnya. Hal tersebut akan berkorelasi dengan asimilat yang
dihasilkan oleh A. pintoi tersebut yang dapat dilihat dalam bentuk bobot kering
tanaman.
Pola pertambahan bobot tanaman pada A. pintoi tersebut dapat dijelaskan
melalui laju asimilasi bersih A. pintoi yang ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar
tersebut menunjukkan bahwa pada rentang waktu 3-8 MST, A. pintoi memiliki laju
asimilasi bersih yang rendah dan kemudian meningkat pesat pada rentang waktu
8-10 MST dan kembali turun pada rentang waktu 10-12 MST. Hal tersebut juga
berkorelasi dengan laju pertumbuhan relatif Arahis pintoi, dimana laju
pertumbuhan relatif merupakan rata-rata laju pertambahan berat kering tanaman
per hari (Gardner et al. 2008). Laju pertumbuhan relatif A. pintoi memiliki pola
yang sama dengan laju asimilasi bersih, dimana A. pintoi memiliki laju
pertumbuhan yang rendah pada awal pertumbuhan sampai 8 MST dan meningkat
secara pesat pada rentang wakru 8-10 MST dan kemudian setela itu akan
mengalami penurunan laju pertumbuhan (Gambar 6).

Gambar 5 Rata-rata Laju Asimilasi Bersih tanaman A. pintoi pada 3-12 MST
Kecenderungan pola pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa A. pintoi
memiliki suatu pola pertumbuahan dimana tanaman tersebut akan mengalami laju
pertumbuhan pesat pada saat tertentu dan kemudian laju pertumbuhannya akan
menurun setelah kenaikan pesat tersebut. Pola pertumbuhan yang sama ditunjukkan
oleh hasil penelitian Rumambi (1995) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan
cepat A. pintoi terjadi pada 8-10 MST dan menurun pada pengamatan 12 MST
karena banyaknya daun yang kering dan gugur.

15

Gambar 6 Rata-rata Laju Tumbuh Relatif tanaman A. pintoi pada 3-12 MST
Menurut Fisher dan Cruz (1993), A. pintoi yang ditanam pada musim hujan
akan mengalami laju pertumbuhan tertinggi pada rentang waktu 30-40 HST
(4-6 MST) dan setelah 40 HST laju pertumbuhannya akan menurun, namun
pertumbuhan akan terus berlanjut dengan disertai proses pengguguran daun tua.
Walaupun hasil pengamatan yang telah dilakukan memiliki perbedaan waktu
puncak pertumbuhan, tapi keduanya memiliki pola yang sama. Perbedaan tersebut
dapat disebabkan oleh kondisi iklim atau perbedaan genotipe. Fanindi et al. (2012)
melaporkan bahwa pertumbuhan A. pintoi akan lebih baik dan lebih cepat pada
musim hujan. Castillo-Gallegos et al. (2009); Carvalho dan Quesenberry (2012);
dan Adjolohoun et al. (2013a) juga melaporkan bahwa setiap genotipe yang
berbeda memiliki kecepatan dan dinamika pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda.
Bunga A. pintoi muncul pada 4 MST. Hasil penenelitian ini hampir sama
dengan penelitian Ngome dan Mtei (2010) yang menunjukkan bahwa bunga
A. pintoi mulai muncul pada 35-60 HST dan penelitian Adjolohoun et al. (2013a)
yang menunjukkan bahwa bunga pertama muncul pada 26-40 HST. Polong
A. pintoi muncul pada 7 MST atau sekitar 21 hari setelah antesis. Penelitian
Adjolohoun et al. (2013a) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa polong akan
terbentuk pada 22-40 hari setelah antesis.
Bunga dan polong yang terbentuk pada penelitian ini sangat sedikit.
A. pintoi hanya menghasilkan rata-rata 5 bunga dan 1.8 polong pada pengamatan
12 MST. Namun, jumlah bunga dan polong akan meningkat dengan bertambahnya
umur tanaman. Hal ini dipertegas oleh hasil penelitian Carvalho et al. (2009), ketika
pertumbuhan A. pintoi sudah tetap, maka pembentukan bunga dan polong
bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Kecepatan penutupan tanah
Kecepatan penutupan tanah adalah peubah yang penting dalam
pengembangan tanaman sebagai biomulsa. Kecepatan penutupan tanah merupakan
fungsi dari panjang tanaman, jumlah cabang, jumlah daun dan luas daun.
Pertumbuhan A. pintoi yang lambat menyebabkan tanaman tersebut membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk tumbuh optimal dan menutup tanah. Carvalho dan
Quesenbery (2012) menyatakan bahwa yang menjadi masalah terbesar dari
pengembangan A. pintoi adalah bahwa tanaman ini membutuhkan waktu yang

16
cukup lama untuk tumbuh optimal dan menutupi lahan. Pada penelitian ini, dengan
luasan lahan masing-masing individu tanaman 50 cm x 50 cm A. pintoi hanya dapat
menutupi sekitar 58% luasan lahan 0.25 m2 dalam waktu 12 MST (Tabel 1).
Penelitian terdahulu juga menunjukkan hal yang sama, di antaranya hasil
penelitian Castillo-Gallegos et al. (2009) yang menggunakan stek A. pintoi 5 ruas
dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm dengan penanaman 3-4 stek setiap lubang
tanam menunjukkan bahwa A. pintoi tersebut membutuhkan waktu 20-25 minggu
untuk mencapai 50% penutupan lahan. Carvalho dan Quesenbery (2012)
melaporkan bahwa penanaman A. pintoi menggunakan stek yang telah memiliki
akar dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm hanya menutupi lahan kurang dari 50%
dalam waktu 8 bulan setelah tanam. Hasil penelitian Adjolohoun et al. (2013b) yang
menggunakan jarak tanam 50 cm x 22 cm, 50 cm x 11 cm dan 50 cm x 5.5 cm
menunjukkan bahwa A. pintoi mencapai penutupan 50% lahan pada 14-16 MST
pada ketiga jarak tanam tersebut, semakin rapat jarak tanam maka penutupan
semakin cepat. Febrianto dan Chozin (2014) juga melaporkan bahwa semakin rapat
jarak tanam maka penutupan A. pintoi akan semakin cepat. Jarak tanam yang
digunakan adalah 20 cm x 20 cm, 20 cm x 15 cm, 20 cm x 10 cm dan 20 cm x 5 cm
menghasilkan penutupan 68.00-99.61% lahan 7.5 m2 pada 90 HST.
Kemampuan membentuk bintil akar
Percobaan ini menunjukkan bahwa bintil akar mulai ditemukan pada
pengamatan 4 MST dengan jumlah yang beragam setiap minggu pengamatan. Bintil
akar merupakan tempat akumulasi fiksasi N2 hasil simbiosis dengan bakteri
Rhizobium (Gambar 7). Kemampuan membentuk bintil akar tersebut menjadi
kelebihan penggunaan legume cover crop (LCC) sebagai biomulsa. Pembentukan
bintil akar dipengaruhi oleh keberadaan bakteri Rhizobium yang ada di dalam tanah
di sekitar perakaran tanaman, jenis bakteri Rhizobium (de la Mora dan Cadisch
2010), genotipe A. pintoi dan jenis tanah (Adjolohoun et al. 2013b).

Gambar 7. Bintil akar A. pintoi pada 12 MST

17
Percobaan 2 Keefektifan Penanaman A. pintoi dalam Menekan Laju Erosi
dan Meningkatkan Kesuburan Tanah serta Menekan Pertumbuhan Gulma
pada Lahan Pertanaman Jagung
Laju erosi tanah
Laju erosi tanah berbeda-beda setiap bulannya tergantung dari curah hujan.
Semakin tinggi curah hujan, semakin tinggi juga laju erosi yang terjadi ditandai
dengan semakin tingginya bobot tanah tererosi, dengan peningkatan yang berbedabeda tergantung dari jenis mulsa yang digunakan (Tabel 2). Pada perlakuan tanpa
mulsa dengan penyiangan yang digunakan sebagai kontrol, laju erosi mengalami
peningkatan yang sangat besar seiring dengan meningkatnya curah hujan. Pada
perlakuan jenis mulsa lainya, laju erosi juga meningkat seiring dengan
meningkatnya curah hujan, namun laju peningkatannya lebih kecil dibandingkan
dengan kontrol.

Gambar 8 Hubungan antara curah hujan dan bobot kering tanah tererosi perlakuan
tanpa mulsa dengan penyiangan dan biomulsa A. pintoi.
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada kontrol, curah hujan dan laju erosi
memiliki korelasi yang cukup tinggi baik pada lahan datar maupun