Purifikasi Dan Karakterisasi Katalase Dari Isolat Lokal Kapang Neurospora Crassa Inacc F226

PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI KATALASE DARI ISOLAT
LOKAL KAPANG Neurospora crassa InaCC F226

PUGOH SANTOSO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Purifikasi dan
Karakterisasi Katalase dari Isolat Lokal Kapang Neurospora crassa InaCC F226
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Pugoh Santoso
G851140201

RINGKASAN
PUGOH SANTOSO. Purifikasi Dan Karakterisasi Katalase Dari Isolat Lokal
Kapang Neurospora crassa InaCC F226. Dibimbing oleh Laksmi Ambarsari,
Suryani dan Yopi.
Katalase (hidrogen peroksida oksidoreduktase; EC1.11.1.6) merupakan
kelompok oksidoreduktase yang berfungsi mengkatalisis reaksi perubahan
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen. Aplikasinya yang luas,
seperti pada industri pulp & paper, tekstil, farmasi, biosensor, bioremediasi dan
pangan, menjadikan enzim ini prospektif untuk dikembangkan. Indonesia
memiliki kekayaan mikrob yang melimpah dapat dijadikan sebagai sumber
penghasil enzim ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi terhadap isolat
lokal dalam menghasilkan katalase. Penelitian ini bertujuan untuk produksi
katalase dari isolat lokal kapang Neurospora crassa InaCC F226 pada media
Vogel, pemurnian dengan gel filtrasi, karakterisasi enzim terhadap suhu, pH,
logam, kinetika reaksi (Vmaks dan Km) dan prediksi jenis katalase berdasarkan

berat molekulnya.
Produksi katalase dilakukan dengan menumbuhkan Neurospora crassa
InaCC F226 pada media Vogel selama 5 hari yang ditambah dengan 1,5%
sukrosa. Biomassa yang diperoleh dilarutkan dalam 3% hidrogen peroksida,
kemudian sel dilisis menggunakan sonikator. Enzim kasar yang terbentuk
diendapkan dengan 60% amonium sulfat dan dilanjutkan dengan pemurnian
menggunakan kromatografi gel filtrasi dengan matriks Sephadex G-75. Eluen
Sephadex G-75 fraksi 16 merupakan puncak protein dengan aktivitas katalase
tertinggi. Kemurnian katalase setelah pemurnian mencapai 10,7 kali dengan
perolehan 21,7% dan aktivitas spesifik sebesar 1464,9 U/mg.
Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan fraksi amonium sulfat
kejenuhan 60%. Aktivitas katalase Neurospora crassa InaCC F226 optimum
pada pH 7, suhu 40oC, dan stabilitas katalase terhadap suhu diperoleh pada suhu
35oC dan 40oC yang diinkubasi selama 2 jam. Ion Fe+2 dan Ca+2 merupakan
aktivator katalase sedangkan EDTA, Cu+2 dan Mn+2 bersifat inhibitor bagi
katalase. Nilai Km dan Vmaks katalase Neurospora crassa InaCC F226
menggunakan substrat hidrogen peroksida berturut-turut adalah 8,8 mM dan 5,7
s.mM-1. Berat molekul katalase Neurospora crassa InaCC F226 adalah 59,4 kDa.

Kata Kunci: Katalase, Neurospora crassa InaCC F226, karakaterisasi, purifikasi


SUMMARY
PUGOH SANTOSO. Purification and Characterization of Catalase from
Indigenous Mold of Neurospora crassa InaCC F226. Supervised by Laksmi
Ambarsari, Suryani and Yopi.
Catalase (hydrogen peroxida oxidoreductase; EC1.11.1.6) is oxidoreductase
enzyme which catalyze conversion of hydrogen peroxide (H2O2) into water and
oxygen. Wide application such as the material in pulp & paper industry, textile,
pharmacy, biosensor, bioremediation and food, enables this enzyme prospective to
be developed. Indonesia has abundant microbe resource that potential to produce
the enzyme. Therefore, initial study should be conducted to determine the
prospects of the indigenous isolate. This research aimed to produce catalase of
indigenous fungi isolate Neurospora crassa InaCC F226 by using Vogel media, to
purify by gel filtration method, to characterize the enzyme by analyzing the
temperature, pH, metal, kineticks reaction (Vmax and Km value) and to predict
catalase enzyme type due to its molecular weight.
Catalase production was undertaken by growing Neurospora crassa InaCC
F226 in Vogel media for 5 days and added 1.5% sucrose. Obtained biomass was
dissolved into 3% hydrogen peroxide and implemented to sonicator. Crude
enzyme extract then precipitated with 60% ammonium sulphate and leaded to

purifying by utilizing gel chromatography filtration used Sephadex G-75 matrix.
Sephadex G-75 eluent from fraction 16 was protein peak with the highest catalase
activity. Catalase purity was 21.7% which 10.7 times recovery with its specific
activity in the number to 1464.9 U/mg.
Characterization was implemented by using ammonium sulphate fraction
with the saturation level to 60%. Catalase activity of Neurospora crassa InaCC
F226 was optimum at pH of 7.0, temperature of 40oC, and catalase stability to
temperature was of 35oC and 40oC which incubated for 2 hours. The result of
inhibitor and activator determination obtained that Fe2+ and Ca2+ ion were the
activators whereas EDTA, Cu+2 and Mn+2 were the inhibitors. The Km and Vmax
value of Neurospora crassa InaCC F226’s catalase which utilized hydrogen
peroxide substrat were 8.8 mM dan 5.7 s.mM-1, respectively. The outcome of
molecular weight was of 59,4 kDa.

Keywords: Catalase, Neurospora crassa InaCC F226, Characterization,
Purification

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi
Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini
tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI KATALASE DARI
ISOLAT LOKAL KAPANG Neurospora crassa InaCC F226

PUGOH SANTOSO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar
Magister Sains
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi: Prof Dr Anja Meryandini, MS

Judul Tesis
Nama
NIM

: Purifikasi Dan Karakterisasi Katalase Dari Isolat Lokal Kapang
Neurospora crassa InaCC F226
: Pugoh Santoso
: G851140201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Ketua

Dr Suryani, MSc
Anggota


Dr Yopi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biokimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr drh Hasim, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Agustus 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah
enzim katalase, dengan judul Purifikasi dan Karakterisasi Katalase dari Isolat
Lokal Kapang Neurospora crassa InaCC F226. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Dr Laksmi Ambarsari, MS; Ibu Dr Suryani, MSc; dan Bapak Dr Yopi
selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan. Ungkapan
terima kasih disampaikan kepada kedua orang tua yang telah memberikan
perhatian, dukungan, dan doanya. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh pihak yang telah membantu serta rekan-rekan Pascasarjana Biokimia 2013
atas segala doa dan kasih sayangnya.

Bogor, November 2016

Pugoh Santoso

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2


2 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur

3
3
3
3
3

3 HASIL
Pertumbuhan Miselia Kapang
Pemurnian dan Penentuan Berat Molekul Katalase
Suhu, pH Optimum dan Stabilitas Suhu
Pengaruh Aktivator dan Inhibitor
Kinetika Reaksi (Vmaks dan Km)

7

7
8
9
11
12

4 PEMBAHASAN
Pertumbuhan Miselia Kapang Neurospora crassa InaCC F226
Katalase Hasil Pemurnian
Berat Molekul Katalase
pH Optimum dan Stabilitas Suhu
Pengaruh Aktivator dan Inhibitor
Kinetika Reaksi (Vmaks dan Km)

13
13
15
16
17
19
20

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

22
25

DAFTAR TABEL
Hasil pemurnian katalase dari Neurospora crassa InaCC F226
Pengaruh inhibitor dan ion logam terhadap aktivitas katalase

9
12

DAFTAR GAMBAR
Pertumbuhan miselia kapang Neurospora crassa InaCC F226
Kromatogram filtrasi gel dengan matriks Sephadex G-75
Elektroforegam hasil pemurnian katalase
Aktivitas relatif katalase terhadap suhu
Stabilitas katalase terhadap suhu
Aktivitas relatif katalase terhadap pH
Kurva Michaelis-Menten
Kurva Lineweaver-Burk
Struktur katalase

7
9
9
10
11
11
12
13
20

LAMPIRAN
Bagan Alir Penelitian
Pembuatan Larutan
Kurva standar Protein
Hasil perhitungan konsentrasi protein
Hasil uji aktivitas katalase
Aktivitas katalase tiap fraksi pemurnian
Aktivitas katalase pada berbagai suhu
Aktivitas katalase pada berbagai pH
Aktivitas katalase dalam berbagai ion logam
Kurva Michaelis-Menten
Kurva Lineweaver-Burk

26
27
29
29
30
31
32
32
33
35
35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Katalase (hidrogen peroksida oksidoreduktase; EC1.11.1.6) merupakan
kelompok oksidoreduktase yang berfungsi mengkatalisis reaksi perubahan
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen (Zhenxiou Yu et al. 2016).
Enzim ini dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan berat
molekulnya, yaitu monofunctional heme katalase, katalase peroksidase, katalase
manganase dan katalase fenol oksidase (CATPO). Monofunctional heme katalase
merupakan katalase heme yang memiliki gugus prostetik berupa ironprotoporphyrin IX pada sisi aktifnya, berdasarkan berat molekulnya enzim ini
dibagi menjadi dua, yaitu katalase yang memiliki subunit kecil dengan berat
molekul kurang dari 60 kDa (katalase 1) dan katalase dengan subunit besar
dengan berat molekul besar dari 75 kDa (katalase 3). Beberapa penelitian
melaporkan bahwa monofunctional heme katalase telah banyak diaplikasikan
dalam berbagai bidang, seperti bidang industri, pangan, tekstil, dan perangkat
biosensor (Jessica Röcker et al. 2016; Fűtő et al. 2012; Malika Ammam & Jan
Fransaer 2012; Akyilmaz E & Kozgus O 2009). Peningkatan pemanfaatan
katalase mengakibatkan permintaan katalase di dunia meningkat dari US$ 2,2
milyar mencapai US$ 3,4 milyar (Sooch et al. 2014). Sementara konsumsi enzim
kasar untuk industri di dalam negeri dengan pertumbuhan volume 4-6% per tahun
diperkirakan mencapai sekitar 2.500 ton dengan nilai impor sebesar Rp 187,5
Milyar (BPPT 2014).
Sejumlah mikroorganisme seperti jamur, kapang, bakteri, dan khamir
diketahui dapat memproduksi katalase secara efektif (Isobe et al. 2006). Salah
satu mikrob penghasil katalase yang potensial yaitu kapang Neurospora crassa.
Diaz et al. (2001) melaporkan bahwa katalase yang dihasilkan dari kapang ini
memiliki aktifitas spesifik sebesar 1.404.891 U/mg, dan stabil pada rentang pH 412. Katalase yang dihasilkan dari isolat tersebut berupa katalase 1 dan 3. Katalase1 banyak ditemukan pada pembentukan fase spora aseksual (konidia) dan
menyumbang 0,6% dari total protein sedangkan katalase-3 banyak ditemukan
pada fase pertumbuhan sel dan ketika terjadi kondisi stres oksidatif. Selain itu
perbedaan katalase-1 dan katalase-3 pada Neurospora crassa, karena adanya situs
aktif pada tirosin. Pada katalase-1 situs aktif tirosin terikat kovalen dengan bagian
vicinal sistein sedangkan dalam katalase-3 tirosin tidak terikat kovalen pada
bagian vicinal sistein (Diaz et al 2009). Katalase-1 lebih tahan terhadap
pemanasan, konsentrasi garam tinggi, denaturasi protein, pelarut dan enzim
proteinase K (Hansberg et al 2012).
Indonesian Culture Collection (InaCC) yang merupakan lembaga dari LIPI
telah memiliki 10.000 koleksi mikrob berupa bakteri, Actinomycetes, jamur,
kapang, khamir dan mikroalga. Berbagai mikroorganisme ini dapat digunakan
sebagai sumber berbagai jenis enzim (xilanase, katalase, selulase, mananase,
amilase, dan protease) yang potensial (LIPI 2013). Sejauh ini, belum ada laporan
terkait produksi katalase menggunakan isolat kapang lokal Indonesia yang berasal
dari koleksi lembaga ini.
Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh Ema (2015)
menggunakan Neurospora crassa InaCC F226 koleksi Indonesian Culture

2

Collection dengan media Potato Dextrose Agar (PDA) dan pengendapan
amonium sulfat 60% dihasilkan aktifitas spesifik 3.338,6 U/mg, kemurnian 6,1
kali, dan perolehan 88,6%. Selain itu, enzim ini memiliki aktifitas tertinggi pada
pH optimum 7 dan suhu 40oC. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa isolat
lokal tersebut cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Penelitian yang
dilakukan oleh Ema (2015) hanya sebatas isolasi, fraksinasi 60% amonium sulfat
dan parsial purifikasi. Hasil ini masih membutuhkan kajian lebih lanjut hingga
taraf penentuan berat molekul yang berguna untuk menentukan jenis katalase
yang dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk produksi
katalase dalam media enrichment (media vogel) dengan penambahan 1,5%
sukrosa (Diaz et al. 2001), pemurnian menggunakan gel filtrasi,
mengkarakterisasi dan menenuntukan jenis katalase N. crassa InaCC F226
berdasarkan berat molekulnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
menambah pustaka informasi ilmiah terkait kemampuan isolat lokal kapang
Neurospora crassa InaCC F226 dalam menghasilkan katalase serta sifat
biokimianya yang nantinya dapat diaplikasikan dalam industri tekstil, pangan, dan
biosensor.

Rumusan Masalah
Neurospora crassa koleksi InaCC belum dieksplorasi lebih jauh dalam
menghasilkan enzim katalase. Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Ema
(2015) menggunakan media PDA dan pengendapan amonium sulfat memberikan
aktifitas spesifik dan perolehan (yield) secara berturut-turut adalah 3,338.6140
U/mg dan 88,6%. Penelitian tersebut dilakukan hingga tahap fraksinasi amonium
sulfat sedangkan jenis katalase yang dihasilkan dari isolat tersebut belum
ditentukan. Diaz et al. (2001) melaporkan bahwa Neurospora crassa
menghasilkan jenis katalase 1 dan 3. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan pemurnian katalase menggunakan gel filtrasi dan penentuan berat
molekul untuk mengetahui jenis katalase yang dihasilkan dari isolat ini.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk produksi katalase dari isolat lokal kapang
Neurospora crassa InaCCF226 pada media vogel, pemurnian dengan gel filtrasi,
karakterisasi enzim terhadap suhu, pH, logam, kinetika reaksi (Vmaks dan Km) dan
prediksi jenis katalase yang dihasilkan berdasarkan berat molekulnya.

Ruang Lingkup
Lingkup kegiatan penelitian ini meliputi produksi katalase dari isolat lokal
kapang Neurospora crassa InaCC F226 menggunakan media vogel yang
diperkaya dengan sukrosa 1,5% dan diinkubasi selama 120 jam (72 jam di kondisi
kedap cahaya pada suhu 30oC dan 48 jam terpapar cahaya pada suhu 25oC).
Selanjutnya, dilakukan fraksinasi katalase menggunakan 60% ammonium sulfat,

3

dialisis, dan kromatografi filtrasi gel. Fraksi enzim 60% ammonium sulfat
selanjutnya dilakukan karakterisasi pH, suhu, stabilitas enzim terhadap suhu,
pengaruh aktivator/ inhibitor, kinetika reaksi (Vmaks dan Km), dan penentuan bobot
molekulnya. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pustaka informasi
ilmiah terkait kemampuan isolat lokal kapang Neurospora crassa InaCC F226
dalam menghasilkan katalase serta sifat biokimianya yang nantinya dapat
diaplikasikan dalam industri tekstil, pangan, dan biosensor
2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi
Bioteknologi LIPI, Cibinong dari bulan September 2015 hingga Mei 2016.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet volumetrik,
mikropipet, inkubator, Shaker bath, pengaduk magnetik, sentrifuge, penangas air,
spektrofotometer, selofan (Sigma), autoklaf, pH meter, neraca analitik, vortex,
laminar, labu Erlenmeyer, sonikator Q-Sonika, CL-188, jarum ose, waterbath dan
peralatan gelas yang biasa digunakan dalam laboratorium.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi isolat lokal kapang Neurospora
crassa InaCCF226 diperoleh dari Indonesian Culture Collection Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia yang diisolasi dari sampah daun di gunung Salak,
Sukabumi, PDA (Potato Dextrose Agar), akuades, NaOH 0,1 N, BaCl2,
(NH4)2SO4, EDTA (Etildiamintetraasetat), Na2HPO4۰7H2O, NaH2PO4۰7H2O,
Bovine Serum Albumine (BSA), reagen Bradford, alkohol, H2O2 50%, CaCl2,
MnCl2, CuSO4, FeCl3, trace element, dan media vogel.

Prosedur
Strain, Kondisi Kultur dan Persiapan Ekstrak Kasar Katalase (Vogel H. J
1994)
Neurospora crassa InaCC F226 diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Alam (LIPI). Neurospora crassa dari media stok terlebih dahulu disegarkan pada

4

media miring, kemudian konidia yang telah disegarkan tiga hari di inokulasi pada
media Vogel (Vogel H. J 1994) yang ditambah dengan sukrosa 1,5% (w/v) (Diaz
et al. 2001) setelah itu kultur diinkubasi selama 72 jam pada suhu 30oC (kondisi
kedap cahaya) dan dilanjutkan pada suhu 25oC selama 48 jam dengan terpapar
cahaya ruangan. Setelah 120 jam, biomassa dipanen dan ditimbang setelah itu
dilarutkan dalam hidrogen peroksida 3% (v/v) dalam bufer fosfat pH 7. Biomassa
yang diperoleh dilisis selnya menggunakan sonikator (Q-Sonika, CL-188) pada
amplitudo 50 putaran per menit dalam penangas es. Sel ekstrak yang telah
disonikator kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13000 x g dan suhu 4oC
selama 15 menit. Supernatan (lapisan atas) dipisahkan dengan pelet (lapisan
bawah), kemudian supernatan disimpan pada suhu 4oC sedangkan pelet dilarutkan
kembali dalam hidrogen peroksida 3% dalam 50 mM bufer natrium fosfat (pH 7)
sebanyak tiga kali dan disentrifugasi seperti tahapan diatas. Supernatan yang
diperoleh digabungkan dan digunakan sebagai ekstrak kasar enzim yang akan
digunakan untuk tahapan analisis berikutnya.
Pemurnian Katalase (Diaz et al. 2001 dan Kandakuri et al. 2012).
Pemurnian enzim dilakukan dengan modifikasi metode Diaz et al. (2001)
dan Kandakuri et al. (2012). Ekstrak kasar enzim diendapkan dengan penambahan
sedikit demi sedikit bubuk amonium sulfat 60% (Ema 2015). Larutan enzim kasar
disentrifugasi pada kecepatan 10000 x g selama 10 menit kemudian diendapkan
satu malam (semua tahapan dilakukan pada suhu 4oC). Enzim yang telah
terendapkan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10000 x g selama 10 menit.
Supernatan dibuang sedangkan pelet yang terbentuk di larutkan dalam 50 mM
bufer natrium fosfat (pH 7) sebanyak 10 mL dan digunakan untuk tahapan
pemurnian selanjutnya. Setelah itu, membran selofan dididihkan selama 30 menit
dalam alkali EDTA (Na2CO3 10 g/L, EDTA 1 mmol/L) dan didinginkan,
kemudian enzim hasil pengendapan amonium sulfat dimasukkan dalam membran
selofan dan didialisis selama 24 jam pada suhu 4oC menggunakan 50 mM larutan
bufer natrium fosfat (pH 7). Pemurnian tingkat lanjut dilakukan dengan kolom
kromatografi gel filtrasi. Kolom terlebih dahulu dicuci dengan 50 mM bufer
natrium fosfat dan matriks Sephadex G-75 sebanyak 5 gram dilarutkan dalam 200
mL larutan NaCl (10 g/L) dalam 50 mM bufer natrium fosfat (pH 7) dan
dipanaskan pada suhu 90oC selama 3 jam (Bintang 2010). Selama waktu tersebut,
larutan Sephadex G-75 diaduk menggunakan stirrer dan kotoran dihilangkan
dengan dekantasi. Kolom dipersiapkan dengan cara menuangkan suspensi gel ke
dalam kolom (15 x 1,5 cm) hingga batas 13 cm dan dibiarkan mengendap
berdasarkan gaya gravitasi, setelah itu dielusi dengan larutan NaCl (10 g/L) dalam
50 mM bufer natrium fosfat (pH 7) untuk mencegah adanya gelembung udara
yang terperangkap dalam gel. Kolom yang telah berisi gel di biarkan satu malam
pada suhu 4oC, kemudian dilakukan elusi dengan larutan NaCl (10 g/L) dalam
bufer natrium fosfat (50 mM, pH 7) sebanyak 200 mL dan enzim hasil dialisis
sebanyak 500 L dielusi dengan larutan bufer yang sama dengan kecepatan laju
alir 1 mL/ menit. Setiap fraksi yang diperoleh dikumpulkan dan diuji kadar
protein serta aktifitas katalase. Konsentrasi protein ditentukan dengan metode
Bradford (1976).

5

Penentuan Konsentrasi Protein (Junhuan Li et al. 2013)
Sampel enzim sebanyak 0,01 mL ditambahkan dengan 0,99 mL reagen
Bradford (reagen Bradford dibuat dengan mencampur 100 mg Comassie Briliant
Blue G-250 yang dilarutkan dalam 50 mL etanol (95%) dan 100 mL asam fosfat
(85%), larutan kemudian ditambah dengan aquades menjadi 1 L). Kompleks
warna biru yang terbentuk diinkubasi pada suhu ruang 10-15 menit dan serapan
absorbannya diukur pada panjang gelombang 550 nm. Penghitungan konsentrasi
protein dilakukan dengan menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai
standar protein.
Pengujian Aktifitas Katalase (Didem et al. 2008)
Prosedur untuk penentuan aktifitas katalase dilakukan dengan modifikasi
metode Didem et al. (2008). Aktifitas katalase ditentukan pada suhu yang
terkontrol (35oC) dalam 50 mM bufer natrium fosfat pH 7. Enzim sebanyak 0,03
mL dicampur dengan 0,97 mL hidrogen peroksida (20 mM) dalam bufer natrium
fosfat (pH 7) dan diinkubasi 3 menit dalam waterbath. Penurunan absorbansi
hidrogen peroksida diamati pada panjang gelombang 240 nm. Perhitungan
aktifitas katalase dilakukan dengan menggunakan pengurangan absorban kontrol
dengan absorban sampel dan dibagi dengan koefisien ekstensi hidrogen peroksida
39,4 M-1cm-1 (Merley et al. 2007). Satu unit enzim didefinisikan sebagai jumlah
enzim yang dapat mengkatalisis penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen per 3 menit pada suhu 35oC.

Aktifitas katalase (U/mL) =
Keterangan:
Ak
At
εmaks
d
Vtot
fp
Venzim
t

=
=
=
=
=
=
=
=

absorbansi kontrol
absorbansi sampel
absorptivitas molar (39,4 mM-1 cm-1)
tebal kuvet (1 cm)
volume uji total
faktor pengenceran
volume enzim yang ditambahkan
waktu inkubasi

Karakterisasi Biokimia Katalase
Optimasi pH (Dindem et al. 2008). Penentuan pH optimum ditentukan
dengan menggunakan berbagai larutan buffer pH dengan rentang pH 5-9 yang
dibuat dari 50 mM larutan bufer berikut: Sitrat-natrium fosfat (pH 5-5,5); natrium
fosfat (pH 6-8); dan Tris-HCl (pH 8,5-9). Konsentrasi enzim dan temperatur
dijaga konstan seperti pada prosedur penentuan aktifitas katalase. Enzim hasil

6

fraksinasi 60% amonium sulfat diinkubasi dalam berbagai larutan buffer (1:1)
pada suhu 35oC selama 15 menit. Hidrogen peroksida (20 mM) sebanyak 0,97 mL
diinkubasi dalam waterbath selama 1 menit pada suhu 35oC, kemudian
ditambahkan enzim yang telah diinkubasi dalam berbagai pH sebanyak 0,3 mL
dan diinkubasi lagi selama 3 menit (35oC). Kontrol sampel dibuat dengan
menginaktifasi katalase hasil fraksinasi 60% amonium sulfat pada suhu 90oC
selama 3 menit kemudian ditambah hidrogen peroksida (20 mM) sebanyak 0,97
mL. Penurunan absorban (kontrol dan sampel) diukur pada panjang gelombang
240 nm. Aktifitas relatif katalase dihitung dengan membandingkan aktifitas enzim
pada berbagai nilai pH dengan aktifitas maksimum katalase dikali 100%.
Optimasi suhu dan stabilitas enzim terhadap suhu (Dindem et al. 2008).
Penentuan suhu optimum katalase Neurospora crassa InaCC F226 ditentukan
dengan mengukur aktifitas katalase pada pH 7 dalam waterbath. Suhu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 30-70oC. Katalase dari fraksinasi 60%
amonium sulfat diinkubasi pada berbagai suhu selama 15 menit. Hidrogen
peroksida (20 mM) sebanyak 0,97 mL di tambahkan kemudian diinkubasi selam 3
menit. Kontrol sampel di buat dengan menginaktifasi katalase hasil fraksinasi
60% amonium sulfat pada suhu 90oC selama 3 menit kemudian ditambah
hidrogen peroksida (20 mM) sebanyak 0,97 mL. Stabilitas enzim terhadap suhu
ditentukan dengan menginkubasi enzim selama 2 jam dalam suhu 35oC dan 40oC
dengan interval waktu 15 menit; 30 menit; 1 jam; 1,5 jam; dan 2 jam. Penurunan
absorban (kontrol dan sampel) diukur pada panjang gelombang 240 nm. Aktifitas
relatif katalase dihitung dengan membandingkan aktifitas enzim pada berbagai
nilai suhu dengan aktifitas maksimum katalase dikali 100% .
Pengaruh inhibitor dan aktivator (Kandakuri et al. 2012). Ion logam
yang digunakan pada pengujian pengaruh inhibitor dan aktivator adalah CaCl2,
MgCl2, ZnCl2, MnCl2, CuSO4, dan FeCl3. Enzim diinkubasi pada pH dan suhu
optimum yang ditambahkan larutan logam dengan konsentrasi 0,5 mM; 1 mM;
dan 1,5 mM selama 3 menit
Kinetika reaksi katalase (Junhuan Li et al. 2013). Penentuan kinetika
reaksi dilakukan dengan mengukur aktifitas katalase dengan berbagai konsentrasi
hidrogen peroksida sebagai substrat. Parameter kinetika reaksi ditentukan dengan
menginkubasi enzim dengan variasi substrat dalam bufer fosfat (pH 7), suhu dan
waktu inkubasi optimum. Variasi kosentrasi substrat yang digunakan adalah 0,540 mM untuk pembuatan kurva Michaelis Menten. Nilai konstanta Michaelis
Menten (Km) dan kecepatan maksimum (Vmaks) ditetapkan dari persamaan
Lineweaver-Burk (1934).
=

Keterangan:
V
: Kecepatan
Km
: Kostanta Michaelis-Menten
Vmaks : Kecepatan maksimum
S
: Konsentrasi substrat

+

7

Penentuan Berat Molekul Katalase Dengan SDS PAGE (Kandakuri et al.
2012)
Berat molekul katalase ditentukan menggunakan modifikasi metode
Kandakuri et al. (2012) dengan SDS-PAGE menggunakan 30% Gel
Poliakrilamid. Ekstrak kasar enzim, 60% amonium sulfat dan gel filtrasi
diperlakukan dalam 30% SDS dan didenaturasi pada suhu 70oC selama 20 menit
sebelum loading ke gel, sampel yang telah didenaturasi kemudian di loading ke
gel dan dilakukan elektroforesis pada tegangan 200 V dan arus 40 A selama 140
menit. Setelah itu, pewarnaan dilakukan dengan Comassie Briliant Blue R-250
selama 24 jam. Berat molekul ditentukan dengan bantuan penanda (marker) yang
memiliki nilai berat molekul 20-250 kDa (Bio-Red).

3 HASIL
Pertumbuhan Miselia Kapang Neurospora crassa InaCC F226
Kapang Neurospora crassa InaCC F226 sebelum digunakan untuk
produksi katalase terlebih dahulu diremajakan pada media PDA selama 72 jam,
hal ini bertujuan untuk memperoleh kapang yang aktif. Neurospora crassa InaCC
F226 selama disimpan di dalam lemari pendingin berada pada kondisi tidak aktif,
kondisi kapang yang tidak aktif ketika digunakan untuk produksi enzim maka
hasilnya kurang optimal. Oleh karena itu, dilakukan peremajaan terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk produksi. Berdasarkan Gambar 1, pertumbuhan N.
crassa InaCC F226 pada jam ke-24 mulai terbentuk hifa yang tipis berwarna
putih, selanjutnya pada jam ke-48 hifa mulai sedikit menebal dan berwarna oranye
(+). Hifa kapang mulai menebal dan bertambah oranye (++) pada jam ke-72.
Neurospora crassa InaCC F226 yang telah diremajakan selama 72 jam,
kemudian dikultivasi pada media vogel selama 120 jam (72 jam dalam kondisi
kedap cahaya pada suhu 30oC dan 48 jam terpapar cahaya pada suhu 25oC).
Pertumbuhan miselia kapang tumbuh baik tanpa kontaminasi dengan terbentuknya
hifa-hifa berwarna putih hingga oranye. Hifa berwarna putih mulai terbentuk pada
jam ke-24. Pertumbuhan hifa bertambah banyak setelah jam ke-48 dan mulai
terjadi perubahan warna dari putih menjadi oranye (+) pada jam ke-72. Hifa yang
diinkubasi selama 72 jam dalam kondisi kedap cahaya pada suhu 30oC kemudian
dipapar oleh cahaya ruang dan terjadi perubahan warna oranye (+++) setelah
terpapar cahaya selama 3 jam (Gambar 2d), warna terus bertambah oranye (++++)
pada waktu inkubasi 120 jam dengan pertumbuhan miselium yang menebal
(Gambar 2).
Pertumbuhan miselium pada media vogel lebih baik jika dibandingkan
dengan pertumbuhan miselia dalam media PDA (Gambar 1 dan 2). Hasil ini
mengindikasikan bahwa media vogel yang ditambahkan dengan sukrosa 1,5% dan
perlakuan terhadap cahaya serta suhu cocok untuk pertumbuhan Neurospora
crassa InaCC F226. Oleh karena itu, untuk pengamatan Neurospora crassa InaCC
F226 selanjutnya dapat digunakan media tersebut dengan perlakuan yang telah
disebutkan di atas.

8

a

b

c

Gambar 1 Pertumbuhan miselia kapang Neurospora crassa InaCC F226 pada
media potato dextrose agar (PDA). a. Pertumbuhan miselia selama
inkubasi 24 jam. b. Pertumbuhan miselia selama inkubasi 48 jam. c.
Pertumbuhan miselia pada inkubasi 72 jam

a

b

c

d

e

Gambar 2 Pertumbuhan miselia kapang Neurospora crassa InaCC F226 pada
media Vogel. a. Pertumbuhan miselia selama inkubasi 24 jam. b.
Pertumbuhan miselia selama inkubasi 48 jam. c. Pertumbuhan miselia
pada inkubasi 72 jam. d. Pertumbuhan miselia inkubasi 72 jam setelah
terpapar cahaya 3 jam. e. Pertumbuhan miselia inkubasi 120 jam

Hasil Pemurnian dan Penentuan Berat Molekul Katalase
Pemurnian dilakukan pada ekstrak kasar katalase yang diperoleh dari
inkubasi N.crassa InaCC F226 pada media vogel setelah 120 jam. Aktifitas
katalase diuji dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 240 nm. Aktifitas
spesifik katalase ekstrak kasar diperoleh sebesar 136,7 U/mg dan perolehan
(yield) 100%. Ekstrak kasar katalase kemudian diendapkan dengan 60% amonium
sulfat jenuh kemudian dilanjutkan dengan dialisis dan dihasilkan aktifitas spesifik
sebesar 305,2 U/mg dengan perolehan 55,1%. Pemurnian dengan gel filtrasi
menggunakan fase diam Sephadex G-75 dan bufer natrium fosfat 50 mM (pH 7)
sebagai fase gerak dengan laju alir 1 mL/menit diperoleh satu puncak protein pada
panjang gelombang 280 nm dan satu puncak aktifitas katalase pada panjang
gelombang 240 nm (Gambar 3a). Aktifitas tertinggi pada tahapan ini terdapat
pada puncak 16 dengan aktifitas sebesar 11,5 U/mL. Pemekatan dengan sentrikon
menghasilkan aktifitas spesifik sebesar 1464,9 U/mg dengan perolehan 21,7%
(Tabel 1). Berat molekul katalase ditentukan dengan SDS PAGE dan dihasilkan
dua pita pada fraksi gel filtrasi, pita pertama memiliki berat molekul 50 kDa dan
pita kedua sebesar 59,4 kDa (Gambar 3b).

9

Tabel 1
Hasil pemurnian katalase dari Neurospora crassa InaCC F226

Fraksi

Volume
(mL)

Total
Aktifitas
(U)

Total
Protein
(mg)

Aktifitas
Spesifik
(U/mg)

Kemurnian
(Kali)

Perolehan
(%)

Ekstrak
enzim
Kasar

100

6155.3

45

136.7

1.0

100.0

(NH4)2SO4
60% jenuh

10

3392.6

11.1

305.2

2.2

55.1

Gel filtrasi

5

1335.6

0.9

1464.9

10.7

21.7

b

0,35

12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

0,3
280 nm

0,25
0,2

Abs

0,15
0,1

0,05
0
1

Aktifitas katalase (U/mL)

a

M

1

2

3

250 kDa
150
100
75
50

59,4 kDa
50 kDa

37

25
20

6 11 16 21 26 31 36 41 46
Nomor fraksi

Gambar 3a. Kromatogram filtrasi gel dengan matriks Sephadex G-75 (
Abs =
280 nm;
Aktifitas katalase ), dielusi dengan bufer natrium fosfat 0,05
M dengan laju alir 1 mL/ menit. b. Elektroforegam hasil pemurnian
katalase. Penanda berat molekul (M), ekstrak enzim (1), pengendapan
60% amonium sulfat jenuh (2) dan pemurnian gel filtrasi (3).

Suhu, pH optimum dan Stabilitas Suhu
Katalase dari hasil pemurnian memiliki aktifitas optimum pada suhu 40oC
dengan nilai 286,1 U/mL dan aktifitas relatif sebesar 100%. Aktifitas katalase
masih memiliki aktifitas yang cukup tinggi saat di bawah suhu optimum dengan
nilai aktifitas sebesar 228 U/mL (79,7%; 35oC) dan 171,5 U/mL (59,9%; 30oC).
Penurunan aktifitas katalase mulai terjadi saat enzim diinkubasi pada suhu 50oC
dengan nilai aktifitas sebesar 64,2 U/mL (22,4%); kemudian pada suhu 55oC
aktifitasnya turun menjadi 44,7 U/mL (15,6%) dan terjadi penurunan aktifitas

10

secara dratis pada suhu 60oC yaitu 30,6 U/mL dengan nilai relatif aktifitas sebesar
10,7% (Gambar 4). Hasil pengujian stabilitas katalase terhadap suhu selama
inkubasi 2 jam pada suhu 35oC menghasilkan nilai aktifitas katalase sebesar
284,2 U/mL (100%; 15 menit); 283 U/mL (99,6%; 30 menit); 281,9 U/mL
(99,2%; 60 menit); 280 U/mL (98,7%; 90 menit);280,1U/mL (98,6%; 120 menit)
seperti yang ditunjukan pada Gambar 4. Stabilitas enzim masih cukup terjaga saat
inkubasi dilakukan pada suhu 40oC selama 15 menit dengan nilai aktifitas sebesar
288,2 U/mL (100%) dan mulai mengalami sedikit penurunan aktifitasnya pada
inkubasi di menit ke-30; ke-60; ke-90; dan ke-120 dengan nilai aktifitas secara
berturut-turut adalah 277,5 U/mL (96,3%); 275,1 U/mL (95,4%); 272,9 U/mL
(94,7%); dan 268,5 U/mL (93,1%) (Gambar 5). Stabilitas aktifitas katalase yang
masih terjaga pada suhu 40oC mengindikasikan bahwa enzim ini tergolong
mesozim.
120

Aktivitas relatif (%)

100
80
60
40
20
0
30

35

40

45
Suhu (oC)

50

55

60

Gambar 4 Aktifitas relatif katalase terhadap suhu
Hasil penelitian yang diperlihatkan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa
dari rentang nilai pH 5-9 katalase Neurospora crassa InaCC F226 yang diinkubasi
pada suhu 35oC selama 15 menit memiliki pH optimum 7.0 dengan aktivitas
katalase sebesar 271,6 U/mL (100%). Enzim ini relatif stabil pada pH 5-9 dengan
aktivitas katalase yang mengalami penurunan pada pH 5; 6; 8 dan 9 dengan nilai
berturut-turut 211,7 U/mL (77,9% ); 237,5 U/mL (87,3%); 249,6 U/mL (91,9%)
dan 234,9 U/mL (86,5%).

Pengaruh Aktivator dan Inhibitor
Pengaruh inhibitor dan aktivator dengan variasi konsentrasi
inhibitor/aktivator (0,5-1,5 mM) terhadap aktifitas katalase disajikan pada Tabel
2. Penambahan EDTA dapat menurunkan aktifitas katalase secara drastis dengan
aktifitas berturut-turut sebesar 81,8%; 33,2%; dan 13,5%. Penurunan aktifitas

11

katalase juga terjadi pada penambahan logam Cu+2 dan Mn+2, dengan nilai
aktifitas relatif untuk ion tembaga sebesar 51,2% (0,5 mM); 28,8 mM (1 mM);
dan 19,5 mM (1,5 mM) dan ion mangan sebesar 83,7% (0,5 mM); 76,1% (1 mM);
dan 14,4% (1,5 mM). Penambahan ion besi dalam percobaan dapat meningkatkan
aktifitas katalase sebesar 102,8%; 144,7% dan mengalami penurunan aktifitas
pada konsentrasi ion besi 1 mM sebesar 89,6%, aktifitas katalase meningkat
sebesar 111,2% sedangkan penambahan konsentrasi 1-1,5 mM ion kalsium
mengakibatkan aktifitas turun sebesar 91,8% dan 82,5%.

Aktifitas relatif (%)

120
100
80
60
40
20
0
0,25

0,5

0,75

1
1,25
waktu (jam)

Gambar 5 Stabilitas katalase terhadap suhu (

1,5

1,75

35oC;

2

45oC)

120

Aktifitas relatif ((%)

100
80
60
40
20
0
5

6

7
pH

8

Gambar 6 Aktifitas relatif katalase terhadap pH

9

12

Tabel 2
Pengaruh inhibitor dan ion logam terhadap aktifitas katalase
Aktifitas Relatif (%)
Inhibitor/ion logam
EDTA
Cu+2
Ca+2
Mn+2
Fe+2

0.5 Mm

1 mM

1.5 mM

81.4
51.4
111.2
83.7
102.8

33.2
25.8
91.8
76.1
144.7

13.5
19.5
82.5
14.4
89.6

Kinetika Reaksi (Vmaks dan Km)
Kurva Kinetika reaksi katalase Neurospora crassa InaCC F226 (Vmaks dan
Km) ditunjukan pada Gambar 8. Hubungan aktifitas katalase terhadap berbagai
nilai konsentrasi substrat (hidrogen peroksida; 0,5-40 mM) dapat dilihat pada
kurva Michaelis Menten seperti pada Gambar 7. Kurva ini memperlihatkan bahwa
kinetika aktivitas enzim melebihi konsentrasi substrat, sehingga terbentuk kurva
hiperbola rektangular (Gambar 7).

Aktifitas katalase (V,
mM. S-1)

Aktifitas katalase (V, mM.
S-1)

7
6,5
6
5,5
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0

5

4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
[H2O2] mM

10 15 20 25 30 35 40 45
[H2O2] mM

Gambar 7 Pengaruh konsentrasi hidrogen peroksida (0,5-40 mM) terhadap
aktivitas enzim pada kurva Michaelis Menten
Berdasarkan kurva tersebut peningkatan aktifitas katalase terjadi secara
tajam pada konsentrasi hidrogen peroksida 0,5-10 mM sementara di atas
konsentrasi 10 mM, aktivitas katalase mengalami perlambatan. Nilai Vmaks dan Km
ditentukan dengan persamaan Lineweaver Burk yang menggunakan konsentrasi
substrat 0,5-10 mM dan diperoleh suatu persamaan garis y= 1,5323x+0,1746.
Berdasarkan persamaan garis tersebut diperoleh nilai Vmaks dan Km berturut-turut
sebesar 5.7 s.mM-1 dan 8,8 mM.

13

4

Plot Lineweaver Burk

3

4

2,5

1/v (s.mM-1)

Aktifitas katalase (V, mM. S-1)

Kurva Michaelis Menten ( konsentrasi
substrat 0-10 mM)
3,5

2
1,5
1

y = 1,5323x + 0,1746
R² = 0,999

3
2

1

0
-0,3-0,1 0,1 0,3 0,5 0,7 0,9 1,1 1,3 1,5 1,7 1,9 2,1 2,3
1/[H2O2] mM-1

0,5
0
0

1

2

3

4

5
6
7
[H2O2] mM

Gambar 8 Korelasi antara dan

8

9

10

11

dalam plot Lineweaver Burk

4 PEMBAHASAN

Pertumbuhan Miselia Kapang Neurospora crassa InaCC F226
Peremajaan Neurospora crassa InaCC F226 pada media PDA selama tiga
hari menghasilkan miselia berwarna putih. Miselia merupakan bagian kapang
multiseluler yang dibentuk oleh kumpulan hifa. Pertumbuhan miselia pada media
PDA dikatakan baik jika menghasilkan miselia yang tebal, merata dan tanpa
kontaminasi. Peremajaan penting dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan
jamur setelah masa dorman selama penyimpanan (Asih 2016). Miselia dengan
pertumbuhan yang baik digunakan sebagai sumber inokulum pada proses
produksi. Pertumbuhan miselia pada media produksi diamati untuk mengetahui
kapang dapat beradaptasi dan tumbuh pada media produksi. Selain itu,
pertumbuhan miselia sebagai acuan dihasilkannya enzim (Widyastuti et al. 2007).
Pertumbuhan miselia yang memenuhi cawan petri pada masa inkubasi 120
jam (Gambar 2) menunjukkan bahwa isolat kapang yang digunakan masih dalam
kondisi baik. Hasil penelitian pada Gambar 2 merupakan pertumbuhan N. crassa
InaCC F226 yang ditumbuhkan pada media vogel (Vogel 1964). Pertumbuhan
miselium pada media vogel lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan
pada media PDA. Media vogel merupakan media yang diperkaya dengan sumber
karbon (1,5% sukrosa dan 0,5% glukosa), nitrogen (0,5% pepton dan 0,5% yeast
extract) dan mineral. Hasil penelitian (Gambar 2) menunjukan bahwa N. crassa
InaCC F226 tumbuh dengan baik pada media ini. Hal ini dapat dilihat dari

14

pembentukan hifa hingga spora (Gambar 2), dalam penelitian ini pengaruh cahaya
terhadap pembentukan hifa juga diamati. Pemanenan biomassa untuk produksi
katalase dilakukan setelah terpapar cahaya. Hal ini dikarenakan, bagi kapang, hifa
memiliki peran yang sedikit banyak seperti akar dan daun pada tumbuhan
sekaligus. Hifa tumbuh menyebar ke dalam tubuh atau semua bagian organisme.
Bentuk hifa yang halus memperluas permukaan kontak dengan substrat (objek
makanannya). Hifa kemudian melepaskan enzim atau substansi lain (khususnya
pada kapang yang hidup pada jaringan hidup) pada substrat agar kemudian
dihasilkan senyawa-senyawa kimia tertentu (terutama karbohidrat). Hifa
kemudian kembali menyerap senyawa-senyawa kimia ini untuk dimanfaatkan
dalam metabolisme internal. Menurut Aini dan Kuswytasari (2013), pertumbuhan
miselia pada kapang dipengaruhi oleh suhu, pH, kelembaban, intensitas cahaya,
dan aerasi udara. Pertumbuhan miselia kapang optimum pada suhu 22-28°C, pH
4-7, kelembaban 60-70%, intensitas cahaya 10%, dan kadar CO2 sebesar 15-20%.
Penelitian ini dilakukan pada inkubasi selama 120 jam (72 jam dalam kondisi
kedap cahaya pada suhu 30oC dan 24 jam pada kondisi terpapar cahaya pada suhu
25oC).
Inkubasi N. crassa selama 24 jam (Gambar 2a) menghasilkan guratanguratan hifa (thallus) putih. Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi
membentuk suatu tuba germ, dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk
filamen yang panjang dan bercabang yang disebut hifa, seterusnya akan
membentuk suatu massa hifa yang disebut miselium. Miselium pada penelitian ini
mulai banyak terbentuk pada inkubasi 48 jam (Gambar 2b). Pada waktu inkubasi
ini, miselium yang terbentuk masih berwarna putih. Perubahan warna mulai
terjadi saat inkubasi 72 jam. Pada tahapan ini, miselium yang terbentuk mulai
sedikit berubah warna menjadi oranye muda (+) (Gambar 2c) kemudian paparan
cahaya ruangan selama 3 jam merubah warna miselium (+) menjadi miselium
berwarna oranye yang sedikit lebih tua (++). Spora kapang mulai terbentuk pada
inkubasi 120 jam dengan ciri morfologinya yaitu terjadi perubahan warna dari
oranye ++ (Gambar 2d) menjadi oranye ++++ (Gambar 2e) dan terbentuknya
sporangium. Produksi katalase dilakukan pada inkubasi 120 jam, hal ini
dikarenakan pada waktu inkubasi tersebut pembentukan katalase 1 telah terbentuk
(Diaz et al. 2001)
Diaz et al. (2001) melaporkan bahwa katalase 1 banyak terdapat pada
proses pembentukan konidiospora (konidia). Terdapat tiga tahapan pada proses
pembentukan konidia pada Neurospora crassa. Tahap pertama, pertumbuhan hifa
menjadi kumpulan miselium. Miselium mulai tumbuh saat terjadi kontak langsung
antara filamen (hifa) dengan udara dalam waktu 40 menit, kumpulan miselium
(tahap dua) mulai terbentuk setelah aerial hifa terpapar oleh cahaya setelah dua
jam dan tahapan terakhir konidia akan terbentuk pada ujung cabang aerial hifa
setelah terpapar cahaya 9 jam ( Diaz et al. 2001; Toledo et al. 1991).

Katalase Hasil Pemurnian
Pemurnian enzim penting dilakukan untuk mengetahui sifat dari enzim
tersebut. Pemurnian enzim dilakukan dua tahap yaitu pengendapan amonium

15

sulfat dan kromatografi gel filtrasi. Amonium sulfat merupakan garam yang
umum digunakan pada pengendapan protein karena kelarutannya yang tinggi di
dalam air, relatif lebih murah, dan tersedia pada tingkat kemurnian yang tinggi.
Selain itu, amonium sulfat umumnya dapat digunakan tanpa mempengaruhi
aktivitas enzim. Pengendapan dengan amonium sulfat dilakukan pada suhu dingin
(4oC) dengan tujuan agar aktifitas enzim tidak berubah, hal ini dikarenakan pada
suhu tersebut enzim tidak terdenaturasi (Yunita 2006). Setelah itu, larutan
didiamkan selama satu malam pada suhu 4oC agar proses agregasi molekulmolekul protein menjadi sempurna. Endapan yang diperoleh dapat diambil
melalui sentrifugasi pada 10000 x g selama 20 menit. Endapan selanjutnya
disuspensikan pada bufer fosfat dan didialisis untuk menghilangkan sisa garam
yang terdapat dalam enzim.
Pemilihan pengendapan menggunakan 60% amonium sulfat berdasarkan
penelitian Ema (2015). Ema melaporkan bahwa aktivitas tertinggi katalase
Neurospora crassa InaCC F226 diperoleh pada pengendapan amonium sulfat
dengan konsentrasi 60% (w/v) jenuh. Selain itu, pemilihan ini juga berdasarkan
protein penyusun katalase. Protein penyususn katalase dari kapang ini diduga
memiliki lebih banyak asam amino hidrofilik. Protein dengan asam amino
hidrofilik membutuhkan garam ammonium sulfat yang lebih banyak untuk
mengganggu interaksi yang kuat antara air dengan asam amino hidrofilik.
Hasil pemurnian (100 mL ekstrak kasar) menggunakan 60% amonium sulfat
dihasilkan tingkat kemurnian 2,2 kali dengan perolehan 55,1% (Tabel 1). Jika
dibandingkan dengan ekstrak kasar (136,7 U/mg), aktifitas spesifik yang
diperoleh setelah dialisis meningkat sebanyak 2 kali. Selanjutnya, tahapan
kemurnian dilakukan dengan kromatografi filtrasi gel dengan fase diamnya adalah
Sephadex G-75 dan fase geraknya buffer natrium fosfat 50 mM (pH 7). Prinsip
pemisahan protein menggunakan kromatografi kolom filtrasi gel adalah perbedaan
bobot molekul protein. Sephadex adalah butiran gel makroskopis yang terbuat dari
turunan polisakarida, yaitu dekstran. Sephadex G75 mampu memisahkan molekul
protein dengan BM 3000—8,0 x 104 kDa. Oleh karena itu, Sephadex G75 sesuai
untuk digunakan dalam pemisahan enzim katalase yang memiliki bobot molekul
kurang dari 50 kDa (Diaz et al. 2001).
Hasil percobaan pemurnian menggunakan gel filtrasi dengan matriks
Sphadex G-75 dihasilkan satu puncak pada pengukuran OD 280 nm (Gambar I),
pada tahapan ini terjadi peningkatan aktivitas spesifik sebesar 1464,9 U/mg
dengan nilai perolehan sebanyak 21,7%. Tingkat kemurnian yang diperoleh pada
tahap akhir ini meningkat sekitar 10 kali dari hasil amonium sulfat (Tabel I)..
Perolehan yang didapat pada setiap tahapan pemurnian memberikan hasil
yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan, protein penyusun katalase telah terpisah
dari protein pengotor sehingga kemampuan enzim untuk bereaksi dengan substrat
tinggi. Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan Diaz et al. (2001) dan Ema
et al. (2015) lebih rendah. Diaz et al melaporkan aktivitas katalase dari
Neurospora crassa dengan kombinasi pengendapan (amonium sulfat dan aseton)
dan pemurnian menggunakan kolom Phenyl Sepharose dihasilkan aktivitas
spesifik sebesar 1.404.891 U/mg. Pemilihan kombinasi pengendapan ini
didasarkan pada stabilitas katalase dalam pelarut organik, agen pendenaturasi dan
sifat hidrofobik katalase. Selain itu, perbedaan yang terjadi kemungkinan
dikarenakan adanya pengaruh induser, sumber karbon, nitrogen, inhibitor, kondisi

16

media dan jenis mikrob yang digunakan pada media yang digunakan dalam
produksi. Sementara Ema (2015) melaporkan katalase dari N. crassa InaCC F226
dengan pengendapan amonium sulfat 60% dihasilkan aktifitas spesifik 3.338,6
U/mg, kemurnian 6,1 kali, dan perolehan 88,6%.
Tian et al. (2013) menggunakan Hansenula polymorpha dengan pemurnian
menggunakan kromatografi afinitas dihasilkan perolehan (yield) sebanyak 52%.
Sementara penelitian Kandakuri et al. (2012) menggunakan black gram (Vigma
mango) dihasilkan perolehan (yield) sebesar 39,7%. Fang et al. (2004)
menggunakan Thermoascus aurantiacus melaporkan bahwa penambahan 20 g/L
dekstrin dan 1% etanol dan peptone dalam media pertumbuhan dapat
meningkatkan aktivitas katalase. Sementara Zhenxiaou Yu et al. (2016)
melaporkan bahwa penambahan 2% hingga 4% etanol dapat menurunkan aktivitas
katalase dari 33.966±22,8 menjadi 18.564±20,2 U/mL.
Berat Molekul Katalase Neurospora crassa InaCC F226
Tingkat kemurnian suatu enzim dapat di lihat dari hasil elektroforesis SDS
PAGE berupa pita-pita protein. Dalam hal ini, berat molekul suatu enzim dapat
ditentukan dengan bantuan penanda (marker) yang diwarnai dengan larutan
staining tertentu. Umumnya larutan staining yang digunakan dalam SDS PAGE
dapat berupa pewarnaan perak nitrat maupun Commasie brilliant blue R-250.
Pewarnaan perak nitrat dapat digunakan untuk kadar protein yang sangat kecil
yaitu 10-100 g, dengan kadar tersebut pewarnaan perak nitrat 100 lebih peka
sementara Commasie brilliant blue R-250 dapat mendeteksi 1-10 Gram protein
dalam suatu pita. Dalam penelitian ini digunakan pewarnaan Commasie brilliant
blue R-250.
Hasil percobaan yang diperlihatkan pada Gambar 2b menunjukan bahwa
pada baris 1 hasil pita protein yang diperoleh tidak terlihat dengan jelas. Hal ini
dikarenakan masih berupa enzim kasar yang belum mengalami pemekatan,
sedangkan pada baris 2 yang merupakan hasil pemekatan dengan 60% amonium
sulfat terlihat jelas beberapa pita protein. Hasil ini menggambarkan bahwa pada
fraksi amonium sulfat protein penyusun katalase masih bercampur dengan protein
pengotor. Pita-pita protein pengotor mulai berkurang pada garis 3 yang
merupakan hasil pemurnian gel filtrasi menggunakan matriks Sphadex G-75. Pada
tahapan ini belum diperoleh 1 pita namun di dapat 2 pita dimana pita pertama
bernilai 50 kDa dan pita ke dua bernilai 59,4 kDa (Gambar 2b). Oleh karena itu,
pemurnian tingkat lanjut perlu dilakukan lagi dengan memilih metode pemisahan
yang lebih tepat seperti pemisahan menggunakan Fast Protein Liquid
Chromatography (FPLC). Selain itu munculnya 2 pita ini kemungkinan
dikarenakan penggunan kolom gel filtrasi yang belum tepat. Pemisahan protein
dengan gel filtrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti panjang kolom,
diameter kolom dan laju alir pemisahan. Semakin panjang dan semakin lebar
kolom maka kemurnian suatu protein semakin bagus (Hussein 2012; Zeng et al.
2011). Selain itu, konsentrasi gel poliakrilamida juga mempengaruhi pemisahan
protein. Konsentrasi gel poliakrilamida 2,5% dapat melewatkan berat molekul
(Dalton) dari 105-106, konsentrasi gel 7% dapat melewatkan protein 104-105
sementara konsentrasi gel poliakrilamida 30% dapat melewatkan protein
berukuran 2 x 102- 2 x 103 (Sri Widyawati 2011).

17

Berdasarkan pita hasil pemurnian gel filtrasi, dapat diprediksikan berat
molekul katalase dari Neurosopra crassa InaCC F226 adalah 59,4 kDa. Hasil ini
mengindikasikan bahwa katalase yang diisolasi dari kapang ini termasuk pada
kelompok monofuctional heme katalase. Xinhua Fu et al. (2014) dan Chelikani et
al. (2004) melaporkan bahwa monofuctional katalase terdiri atas dua kelas yaitu
subunit kecil katalase (75 kDa). Kelompok
ini merupakan katalase yang memiliki gugus prostetik iron-protophyrine IX pada
sisi aktifnya. Pada umumnya, katalase yang diisolasi dari kapang memiliki berat
molekul >75 kDa. Kacem-Chaouche et al. (2013) melaporkan bahwa berat
molekul katalase Aspergilus phoenicis K30 adalah 158 kDa. Penelitian Pedrini et
al. (2006) yang mengisolasi katalase dari Beauveria bassiana diperoleh berat
molekul sebesar 84 kDa sementara Diaz et al. (2001) melaporkan bahwa berat
molekul katalase Neurospora crassa sebesar 80 kDa.

Suhu, pH optimum dan Stabilitas suhu
Optimasi suhu dilakukan dengan cara menginkubasi katalase dalam
berbagai kondisi suhu (30-60oC). Optimasi ini bertujuan untuk menentukan suhu
optimum katalase, enzim akan bekerja secara optimal pada suhu optimumnya dan
akan mengalami kerusakan struktur tiga dimensinya yang berkaitan dengan
aktivitas katalitiknya di atas suhu optimum, dan di bawah suhu optimum kinerja
enzim akan kurang efektif (Baehaki 2012).
Hasil penelitian menunjukan bahwa katalase Neurospora crassa InaCC
F226 memiliki suhu optimum pada suhu 40oC (Gambar 4) dengan nilai aktifitas
relatif sebesar 100% (286,1 U/mL). Pada kondisi ini, tumbukan antara enzim dan
substrat terjadi secara efektif, akibat yang ditimbulkan dari gaya tumbukan ini
adalah mudahnya terbentuk komplek antara enzim dan substrat sehingga produk
yang terbentuk meningkat.
Hasil penelitian pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa aktifitas katalase
meningkat seiring bertambahnya suhu dan aktifitasnya mulai menurun saat suhu
di atas 40oC. Kecepatan reaksi antara enzim dan substrat akan meningkat seiring
bertambahnya suhu karena dengan kenaikan suhu gerakan partikel semakin cepat.
Energi kinetik partikel-partikel semakin bertambah sehingga makin banyak terjadi
tumbukan yang efektif. Dengan demikian, makin banyak partikel-partikel yang
bereaksi. Energi kinetik didefinisikan sebagai besarnya energi yang ditimbulkan
akibat terjadinya gerakan dalam suatu reaksi. Akibat yang ditimbulkan dari
bertambahnya energi kinetik akan mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi
baik enzim maupun substrat. Selain memeperbesar energi kinetik, kenaikan suhu
juga akan memperbesar frekuensi tumbukan antara enzim-substrat sehingga enzim
akan semakin aktif (Kosim & Surya 2010).
Kenaikan suhu melebihi suhu