Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, Dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas Hitomebore Di Daerah Tropik
PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN (N) DAN JARAK
TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN
KUALITAS HASIL PADI JAPONICA VARIETAS
HITOMEBORE DI DAERAH TROPIK
SANDI OCTA SUSILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan
Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil
Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Sandi Octa Susila
NIM A24110143
ABSTRAK
SANDI OCTA SUSILA. Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) dan Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas
Hitomebore di Daerah Tropik. Dibimbing oleh SUGIYANTA.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemupukan nitrogen
(N) dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica
varietas Hitomebore di daerah tropik yang dilaksanakan di Desa Bunisari
Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat yang berada pada ketinggian 300-900 m dpl
pada bulan November 2014 – Februari 2015. Penelitian menggunakan Rancangan
Faktorial Split Plot dengan dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk nitrogen (N)
sebagai petak utama dan jarak tanam sebagai anak petak. Faktor perlakuan dosis
pupuk nitrogen (N) menggunakan 3 taraf, yaitu dosis pupuk 45 kg N ha-1, 90 kg N
ha-1, dan 135 kg N ha-1. Faktor perlakuan jarak tanam menggunakan 3 taraf, yaitu
jarak tanam 30 cm x 30 cm, 30 cm x 15 cm, dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Semua
faktor perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Perlakuan dosis pupuk 135 kg N ha-1 menghasilkan tinggi tanaman, jumlah
anakan, dugaan hasil GKG per hektar (3.21 ton ha-1), dan potensi hasil per hektar
yang lebih tinggi. Perlakuan jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm)
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, bobot kering
biomassa, volume akar, jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah
gabah per malai yang lebih tinggi. Seluruh perlakuan menghasilkan kadar amilosa
yang rendah, suhu gelatinisasi yang rendah, bentuk beras yang sebagian besar
bulat dan rasa nasi yang sangat baik. Rendemen beras giling dan persentase beras
kepala tidak dipengaruhi oleh pemupukan nitrogen maupun jarak tanam yang
digunakan.
Kata kunci: Hitomebore, jarak tanam, pemupukan nitrogen, tropik.
ABSTRACT
SANDI OCTA SUSILA. Effect Of Nitrogen Fertilization and Plant Spacing on
Growth, Yield, and Quality of Japonica Rice Hitomebore Variety in Tropic Area
Supervised by SUGIYANTA.
The experiment aims to study the effects of nitrogen fertilization (N) and
plant spacing on growth, yield, and Quality of Japonica Rice Hitomebore Variety
in tropic area. The experiment was located in Desa Bunisari Warungkondang,
Cianjur in November 2014 - Februari 2015. The experiment was design using
split plot randomized complete block design with two factors of nitrogen fertilizer
dosage (N) as the main plot and plant spacing as the subplot. Dosage of nitrogen
fertilizer ( N ) consist of 3 levels main plot treatments i.e. D1 as the dose of 45 kg
N ha-1, D2 as the dose of 90 kg N ha-1, and D3 as the dose of 135 kg N ha-1. Plant
spacing consist of 3 level subplot treatments i.e. JT1 as the plant spacing of 30 cm
x 30 cm, JT2 as the plant spacing of 30 cm x 15 cm, and JT3 as the plant spacing
of 20 cm x 15 cm x 40 cm. The experiment consisted of three replications with 9
treatment combinations so that there are 27 units of the experiment. Experimental
unit in the form of plots with an area of ± 46 m2. The results showed that
treatment dosages of 135 kg N ha-1 has significant effect, namely on plant height ,
number of tillers , the alleged results of GKG ha-1 (3.21 ton ha-1), and potential
yield ha-1 more higher. Wide spacing (30 cm x 30 cm) resulted in higher plant
height, number of tillers, number of panicles, biomass dry weight, root of volume,
the number of productive tiller, panicle length, number of grains per panicle, grain
yield wet and dry grain yield more higher. In addition, the whole treatment
resulted a low amylose content, gelatinization temperature is low, the shape of
rice was mostly round and rice taste was very good. Yield milled rice and whole
rice grain were not affected by nitrogen fertilization provided and spacing used
Keywords: Hitomebore, japonica rice, nitrogen fertilization, plant spacing.
PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN (N) DAN JARAK
TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN
KUALITAS HASIL PADI JAPONICA VARIETAS
HITOMEBORE DI DAERAH TROPIK
SANDI OCTA SUSILA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam selalu penulis panjatkan kepada nabi Muhammad
Shallallohu ‘alaihi wassalam. Skripsi dengan judul Pengaruh Pemupukan
Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil
Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik dilaksanakan di Desa
Bunisari Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Skripsi ini disusun oleh
penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen
Agronomi dan Hortikultura IPB.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ibu, Bapak, Kakak, beserta keluarga besar penulis untuk setiap doa, dan
dukungan yang tak hentinya kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat
menjadi persembahan dan tanda bakti yang terbaik.
2. Dr Ir Sugiyanta, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah
begitu banyak memberikan ilmu, pengalaman, arahan, bimbingan, dan
bantuan proses pembelajaran penulis selama berada di kampus.
4. Ratu Hardiyanti Supriyadi Putri yang telah memberikan semangat dan
dukungannya selama pengerjaan skripsi ini.
5. Bapak Anwar Sadat dan Bapak Jana sebagai teknisi kebun yang telah
memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian.
6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 atas semangat dan
kenangan selama perkuliahan dan penelitian.
7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan
manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Desember 2015
Sandi Octa Susila
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Jarak Tanam
Peranan Nitrogen (N) pada Tanaman Padi
2
2
3
4
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan
5
5
5
6
6
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Analisis Kandungan Hara Tanah dan Pupuk
Pertumbuhan Tanaman
Hasil dan Komponen Hasil
Stadia Pertumbuhan
Fisikokimia
9
9
10
11
16
20
22
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis hara tanah dan pupuk sebelum dan setelah penelitian
2 Pengaruh interaksi dosis pupuk N dan jarak tanam terhadap tinggi
tanaman pada saat 11 MST
3 Jumlah anakan padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
4 Jumlah malai padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
5 Bagan warna daun padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen
dan jarak tanam yang berbeda
6 Panjang akar, bobot kering biomassa dan volume akar padi japonica
pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda.
7 Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan
bobot 1000 butir padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
8 Hasil gabah basah/tanaman, gabah kering/tanaman, bobot gabah bernas
dan gabah hampa padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen
dan jarak tanam yang berbeda
9 Dugaan hasil gabah kering giling, potensi hasil, dan peningkatan hasil
per hektar padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak
tanam yang berbeda
10 Rendemen beras giling, persentase beras kepala, kadar amilosa, suhu
gelatinisasi, bentuk beras, dan uji organoleptik padi japonica pada
perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda
10
11
13
14
15
16
17
18
19
22
DAFTAR GAMBAR
1 Serangan hama dan penyakit tanaman padi japonica pada lahan
penelitian a. Rattus argentiventer; b. Beluk
2 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen
padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen yang berbeda
3 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen
padi japonica pada perlakuan jarak tanam yang berbeda
10
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Lay out lahan penelitian
Data suhu dan kelembaban relative bulan Oktober 2014 – Februari 2015
Kriteria penilaian hasil analisis tanah
Hasil analisis tanah di Balai Penelitian Tanah Cimanggu, Bogor
Analisis usaha tani pada luasan lahan per 2000 m2 padi japonica varietas
Hitomebore.
28
29
29
30
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan komoditas beras japonica di Indonesia pada masa yang
akan datang memiliki peluang pasar yang besar. Hal ini terlihat dari jumlah orang
jepang yang cukup banyak datang ke Indonesia untuk keperluan kerjasama pada
aspek ekonomi, sosial maupun politik sehingga menunjukan adanya kebutuhan
secara berkelanjutan. Kedutaan besar Jepang untuk Indonesia sampai saat ini
memperkirakan 5 juta orang Jepang tersebar di Indonesia. Sementara ini beras
japonica di impor dari Australia dan Amerika selain di suplai sendiri dari Jepang
dengan harga yang mahal. Beras japonica yang saat ini dikenal sebagai beras
jepang memiliki karakter tingkat kelekatan yang tinggi, kadar amilosa rendah, dan
rasa nasi yang enak.
Padi japonica varietas Hitomebore belum umum dibudidayakan di
Indonesia, tetapi kebutuhan beras tersebut cukup tinggi. Upaya peningkatan
produksi padi salah satunya melalui pengaturan jarak tanam dan penggunaan
pupuk yang tepat. Menurut Muliasari dan Sugiyanta (2009) jarak tanam
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif, bobot basah dan kering ubinan,
bobot basah dan kering jerami, bobot basah dan kering gabah/rumpun, dan dugaan
hasil per hektar. Varietas padi yang memiliki kemampuan menganak tinggi
membutuhkan jarak tanam lebih lebar jika dibandingkan dengan varietas yang
memiliki kemampuan menganak rendah. Pemberian jarak tanam yang lebih lebar
untuk varietas dengan kemampuan menganak yang lebih tinggi menurut Masdar
(2005) berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan
persaingan sistem perakaran dalam konteks pemanfaatan pupuk. Sohel et al
(2009) menemukan bahwa pada jarak tanam yang lebih kecil yaitu 25 cm x 5 cm
hanya menghasilkan 4 – 5 anakan per rumpun.
Kuantitas hasil suatu pertanaman padi selain ditentukan dengan jarak
tanam juga ditentukan dengan input pupuk yang berimbang, pada daerah tropis
termasuk Indonesia, unsur nitrogen sering menjadi faktor pembatas dalam
peningkatan produksi. Penambahan pupuk nitrogen (N) seperti urea sangat
diperlukan untuk mencapai produksi yang tinggi. Menurut Haque (2013) nitrogen
merupakan salah satu unsur hara utama yang sangat penting bagi tanaman.
Nitrogen dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan hasil padi, hal serupa
juga disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mae (1997) bahwa nilai
produksi yang tinggi menuntut jumlah input yang tinggi, salah satunya pupuk N
yang merupakan unsur penting dalam menentukan potensi hasil beras. Sebagian
besar petani memiliki kecenderungan untuk memberikan pupuk N dalam jumlah
yang berlebih untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (Saleque et al 2004),
tetapi penggunaan pupuk N yang berlebih akan menyebabkan kerusakan tanaman
dan dapat menurunkan hasil produksi.
Secara umum jarak tanam dan pemupukan pada padi sawah diketahui
berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil padi sawah. Walaupun
demikian jarak tanam dan pemupukan yang optimum untuk padi japonica varietas
Hitomebore di Indonesia masih belum diketahui dengan tepat.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan nitrogen
(N) dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica
varietas Hitomebore di daerah tropik.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Jarak tanam yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil,
dan kualitas hasil padi japonica.
2. Dosis pupuk nitrogen yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan,
hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
3. Interaksi antara jarak tanam dan dosis pupuk berpengaruh terhadap
pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
4. Semakin lebar jarak tanam yang digunakan akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
5. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan Graminae yang
ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Padi (Oryza sativa L.)
termasuk subfamili Bambusoidae, suku Oryzae dan genus Oryza (Siregar 1981).
Tanaman padi memiliki dua fase dalam hidupnya, fase vegetatif dan fase
generatif. Fase vegetatif ditandai dengan pembentukan organ-organ pertumbuhan
akar, batang, daun, dan cabang atau anakan. Akar padi adalah akar serabut,
batangnya berbuku-buku, berongga, dan berbentuk bulat. Daun tanaman padi
berbentuk pita dengan ujung runcing, tumbuh pada buku-buku dengan susunan
berseling. Daun yang terakhir sering disebut dengan daun bendera karena
biasanya tegak. Pembentukan anakan terjadi pada dasar batang. Fase vegetatif
tanaman padi diakhiri dengan pembentukan malai. Malai merupakan sekumpulan
bunga padi (spikelet) yang muncul dari buku paling atas. Malai disusun oleh
bunga, tangkai bunga, serta bulir padi apabila telah terbentuk. Bunga padi
tergolong ke dalam bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah, enam
benang sari, dan satu putik dengan dua kepala putik. Tipe penyerbukan bunga
padi adalah penyerbukan sendiri (self pollinated). Bunga terdiri dari endosperma
yang terbungkus oleh kulit arid dan kulit luar (Siregar 1981).
Kultivar padi yang ada saat ini digolongkan berdasarkan bentuk
morfologinya ke dalam tiga tipe, yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. Padi
Japonica memiliki karakteristik umumnya berumur panjang, postur tinggi namun
mudah rebah, lemmanya memiliki "ekor" atau "bulu", bentuk biji yang pendek
dan bulat, nasinya lengket, warna daunnya hijau tua, jumlah anakan banyak,
3
jumlah gabah per malai banyak, bobot gabahnya berat, memiliki kandungan
amilosa 0 – 20%, tersebar di Jepang, Korea, dan Penin. Padi Indica memiliki
karakteristik bentuk biji yang ramping dan panjang, warna daun hijau muda,
jumlah anakan banyak, jumlah gabah per malai banyak, tetapi bobot gabahnya
ringan, tersebar di Cina Selatan, Taiwan, India, dan Sri Lanka, sedangkan padi
Javanica memiliki karakteristik bentuk biji oval, warna daun hijau muda, jumlah
anakan sedikit, jumlah gabah per malai sedikit, dan bobot gabah berat, tersebar di
Jawa dan Bali (Katayama 1993).
Jarak Tanam
Faktor yang perlu diperhatikan dalam hal budidaya tanaman salah satunya
adalah jarak tanam, pada penanaman di lahan beberapa model jarak tanam telah
dianjurkan, antara lain secara jajar legowo, yaitu bertanam dengan jarak dan
barisan yang beselang seling secara teratur agar penyiangan, pemberian pupuk dan
proteksi terhadap hama penyakit lebih mudah dilakukan. Menurut Deptan (2008)
keuntungan sistem jajar legowo antara lain semua barisan rumpun tanaman berada
pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman
pinggir), pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah menyediakan
ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk
mina padi, penggunaan pupuk lebih berdaya guna. Jarak tanam legowo biasanya
menggunakan ukuran 30 cm x 15 cm x 10 cm atau yang lebih lebar baik 40 cm x
20 cm x 20 cm maupun 40 cm x 20 cm x 15 cm, disamping itu dapat pula
dianjurkan dengan jarak tanam bujur sangkar (equidistant plant spacing). Cara
bujur sangkar ini lebih efisien karena terjadinya titik awal kompetisi akan
tertunda. Beberapa keuntungan yang didapat tanaman pada jarak yang lebih rapat,
diantaranya energi awal yang dibutuhkan untuk elongasi akar relatif sedikit, akar
yang dibutuhkan relatif tidak panjang, lebih cepat mencapai sumber nitrogen, dan
pada gilirannya lebih singkat jalan hara menuju daun (Salisbury and Ross 1985).
Metode system of rice intensification (SRI) baru baru ini dipelajari dan
dievaluasi oleh para peneliti di Indonesia. Prinsip utama budidaya padi metode
SRI salah satunya menanam satu bibit pada lubang tanam dengan jarak tanam ≥
25 cm x 25 cm (Dobermann 2004). Metode SRI selain padi diperlakukan bukan
sebagai tanaman air, ukuran produktivitasnya diukur dari potensi jumlah
penyelesaian phyllochorns selama pertanaman. Phyllochorns adalah suatu metode
yang mengacu pada peningkatan pertunasan dan perakaran yang selanjutnya
mengalami peningkatan jumlah butir gabah, sehingga menggambarkan periodik
pertumbuhan spesies rumputan, pada suatu periode (diekspresikan sebagai jumlah
hari) dimana satu set phytomer dikembangkan. Satu phyllochorns adalah satu
periode terbentuknya seperangkat anakan padi lengkap dengan sistem perakaran
dan dedaunannya. Metode ini ditemukan oleh Katayama tahun 1951 peneliti
Jepang yang menganalisis pola pertumbuhan tunas padi dan spesies rumputan
lainnya dengan istilah phyllochrons dikenal juga dengan metode Katayama.
Ukuran phyllochorns inilah yang menjadi dasar mengapa pemindahan bibit
metode SRI harus dilakukan pada umur bibit sangat muda (7-15 hari sesudah
semai). Metode SRI di Indonesia pertama kali dilaksanakan oleh Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim
kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton ha-1 dan pada musim hujan 1999/2000
4
menghasilkan padi rata-rata 8.2 ton ha-1 (Sato 2007). Jarak tanam merupakan
pengaturan tata letak populasi tanaman dengan jarak yang pasti menurut dua arah
tertentu dalam satu areal per tanaman (Bleasdale 1973), di Indonesia pada
umumnya jarak tanam padi disesuaikan dengan kondisi tanah dan kebiasaan
daerah setempat.
Peranan Nitrogen (N) pada Tanaman Padi
Nitrogen (N) merupakan unsur pokok pembentuk protein dan penyusun
utama protoplasma, khloroplas, dan enzim. Peranan nitrogen umumnya
berhubungan dengan aktivitas fotosintesis sehingga secara langsung atau tidak
nitrogen sangat penting dalam proses metabolisme dan respirasi (Yoshida 1981).
Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah dipengaruhi
oleh ketersediaan unsur hara nitrogen (Ismunadji dan Dijkshoorn 1971), pada saat
ini sangat jarang dijumpai tanah yang tidak membutuhkan tambahan nitrogen
untuk menghasilkan produksi padi yang tinggi (Fagi 1990). Bahkan di daerah daerah yang menanam padi secara intensif, masukan nitrogen semakin banyak
diperlukan, karena laju kehilangan N pada tanah yang sering ditanami padi sangat
tinggi (Kirk 1996).
Tanaman padi dapat memperoleh nitrogen dari hasil fiksasi ganggang dan
bakteri heterotrof, mineralisasi bahan organik dan dari cadangan N tanah.
Meskipun demikian sumber hara N utama tanaman padi adalah pupuk. Hara N
yang tersedia hanya diserap tanaman sekitar 30 – 45%, sisanya hilang dari sistem
genangan air tanah melalui proses volatilisasi dan denitrifikasi (Ismunadji dan
Dijkshoorn 1971). Kehilangan N melalui berbagai peristiwa dapat bervariasi
tergantung pada kondisi tanah dan lingkungan. Besarnya kehilangan N melalui
denitrifikasi dapat mencapai sekitar 30 – 40% (Yoshida dan Padre 1974). Pada
kondisi yang berbeda kehilangan N melalui volatilisasi dan pencucian masing masing dapat mencapai sekitar 45% (De Datta 1968) dan melalui erosi dapat
mencapai 45%. Di India, California, Lousiana, dan Filipina kehilangan N dari
pemupukan nitrogen diperkirakan berturut - turut mencapai 20 – 40%, 37%, 68%,
dan 25% (De Datta 1981) sedangkan di Indonesia kehilangan N dari pupuk dapat
mencapai 52 – 71% (Ismunadji 1975). Umumnya kehilangan N tersebut semakin
banyak dengan semakin tingginya takaran pupuk N yang diberikan (Makarim
1993).
Nitrogen adalah unsur hara yang bermuatan positif (NH4+) dan negatif
(NO3-) yang mudah hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Beberapa
proses yang menyebabkan ketidaktersediaan N dari dalam tanah adalah proses
pencucian/terlindi (leaching) NO3-. Denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi
NH4+ menjadi NH3, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh
mikroorganisme tanah (Muklis dan Fauzi 2003). Kadar nitrogen rata-rata dalam
jaringan tanaman adalah 2 – 4% berat kering (Tisdale et al 1990). Bagian tanaman
yang bewarna hijau mengandung N protein terbanyak 70 – 80%. Nitrogen asam
nukleat 10% dan asam amino terlarut hanya sebanyak 5% dari total N dalam
5
tanaman. Pada biji tanaman, protein umumnya terdapat dalam bentuk tersimpan
(Roesmarkam dan Yuwono 2002).
Tujuan utama dari pemberian pupuk N adalah untuk meningkatkan hasil
bahan kering. Biasanya, tanaman mengambil 30 – 70% dari N yang diberikan,
bergantung pada jenis tanaman, tingkat dan jumlah N yang diberikan (Engelstad
1997). Pada tanaman padi-padian, pemberian nitrogen dapat memperbesar ukuran
butir dan meningkatkan persentase protein dalam biji (Buckman dan Brady 1982).
Menurut Syekhfani (1997) nitrogen berperan dalam penyusunan komponen
penting organ tanaman, sebagai unsur yang terlibat dalam proses fotosintesis,
merupakan unsur kehidupan sel tanaman, penyusun klorofil dan senyawa organik
penting lainnya.
Tanaman padi yang kekurangan nitrogen, sedikit anakannya dan
pertumbuhannya kerdil. Daunnya berwarna hijau muda kekuning-kuningan serta
menyebabkan butir pada malai banyak yang hampa (Siregar 1981). De Datta
(1970) melaporkan bahwa tanda tanda tanaman padi yang memperoleh nitrogen
dalam jumlah yang cukup diantaranya warna tanaman hijau tua, pertumbuhan
tanaman lebih cepat, berat daun dan jumlah butir meningkat yang pada akhirnya
mengalami peningkatan hasil gabah. Unsur hara nitrogen juga dapat mendorong
pertumbuhan diantaranya meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran
daun, jumlah gabah permalai dan persentase gabah isi, unsur nitrogen juga
berkaitan erat dengan tingkat fotosintesis daun dan biomassa tanaman
(Dobermann dan Fairhurst 2000). Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat
esensial bagi pertumbuhan tanaman (Syekhfani 1997). Nitrogen merupakan
elemen pembatas pada hampir semua jenis tanah, maka pemberian pupuk N yang
tepat sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman Padi.
Disamping itu, Hakim et al (1986) menyatakan bahwa efisiensi pemupukan
nitrogen di daerah tropik basah umumnya rendah. Dalam praktek pemupukan,
nitrogen yang diserap tanaman hanya berkisar antara 22 – 65%. Secara umum
efisiensi serapan nitrogen pada lahan sawah beririgasi hanya bisa mencapai 45%
dan sisanya sekitar 55% tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Jipelos 1989).
Bouldin dan Alimagno (1976) melaporkan bahwa hingga 60% dari pupuk N
hilang melalui penguapan ammonia.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang berada pada ketinggian 300-900 m dpl.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 – Februari 2015.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah benih padi japonica varietas
Hitomebore, pupuk NPK kujang (15-15-15), pupuk urea, pestisida organik
maupun sintetik yang digunakan secara terbatas apabila diperlukan, alkohol,
6
NaOH, asam asetat, KI, dan KOH. Alat yang digunakan adalah alat budidaya
tanaman, bagan warna daun (BWD), penggaris milimeter, gelas ukur, meteran,
timbangan analitik, dial caliper,blower seeds dan spektrophotometer U-1500.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial Split Plot dengan dua
faktor perlakuan yaitu dosis pupuk nitrogen (N) sebagai petak utama dan jarak
tanam sebagai anak petak. Perlakuan pemupukan nitrogen (N) terdiri dari 3 taraf
yaitu 45 kg N ha-1 (D1), 90 kg N ha-1 (D2), dan 135 kg N ha-1 (D3). Perlakuan
jarak tanam terdiri dari 3 taraf yaitu 30 cm x 30 cm (J1), 30 cm x 15 cm (J2), dan
20 cm x 40 cm x 15 cm (J3). Percobaan terdiri dari 3 ulangan dengan 9 kombinasi
perlakuan sehingga terdapat 27 satuan percobaan (lay out lahan penelitian terdapat
dalam lampiran 1).
J1D1
J1D2
J1D3
J2D1
J2D2
J2D3
J3D1
J3D2
J3D3
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 45 kg
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 90 kg
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 135 kg
: Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 45 kg
: Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 90 kg
: Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 135 kg
: Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 45 kg
: Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 90 kg
: Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 135 kg
Model statistik yang digunakan adalah:
Yijk = µ + Ui + Pj + £ij + Jk + (PJ)jk + €ijk
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan (respon) dari ulangan ke-i , dosis pupuk nitrogen ke-j,
jarak tanam ke-k
µ
= rataan umum
Ui
= pengaruh ulangan ke-I (1,2,3)
Pj
= pengaruh dosis pupuk ke-j (1,2,3)
£ij
= pengaruh galat ulangan ke-I dan perlakuan dosis pupuk ke-j
Jk
= pengaruh jarak tanam ke-k (1,2,3)
(PJ)jk = pengaruh interaksi antara dosis pupuk ke-j dan jarak tanam ke-k
€ijk = pengaruh galat percobaan dari ulangan ke-I dosis pupuk ke-j, dan jarak
tanam ke-k
Data yang diperoleh dilakukan analisis ragam. Apabila hasil uji F nyata, maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range
Test/DMRT) pada taraf 5%. (Gomez dan Gomez 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK Kujang (15-15-15)
dengan dosis rekomendasi 300 kg NPK ha-1 yang memiliki kandungan nitrogen
7
(N) sebesar 45 kg. Aplikasi pupuk nitrogen dan jarak tanam dilakukan sesuai
dengan perlakuan. Untuk aplikasi pemupukan nitrogen 45 kg N ha-1 diberikan dua
kali dalam masa tanam ( 1 MST dan 3 MST ), aplikasi pemupukan nitrogen 90 kg
N ha-1 dan 135 kg N ha-1 diberikan tiga kali dalam masa tanam ( 1 MST, 3 MST,
dan 5 MST ). Kebutuhan benih untuk persemaian 20 kg ha-1. Benih sebelum
disemai diseleksi dengan perendaman air garam 3% selanjutnya yang dilakukan
yaitu persemaian pada lahan kering kemudian penanaman di lahan dengan umur
bibit 14 hari setelah penyemaian (HSP). Tiap satuan percobaan berupa petakan
dengan luas ±46 m2. Penanaman dilakukan menggunakan jarak tanam sesuai
perlakuan dengan satu bibit per lubang. Pemeliharaan tanaman mencakup
pengairan, penyulaman, penyiangan dan pengendalian hama. Penyulaman
terhadap bibit yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 7 hari setelah penanaman
(HST) dengan menggunakan benih yang sama. Penyiangan gulma, pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara manual apabila diperlukan. Pemanenan
dilakukan ketika 95 % bulir padi telah menguning.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak dengan peubah yang
diamati meliputi :
a. Pengamatan pertumbuhan
1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga daun tertinggi dan
diamati pada saat 1 MST (Masa Setelah Tanam) sampai 11 MST.
2. Jumlah anakan yang dihitung dari jumlah anakan per rumpun dan diamati
pada saat 1 MST sampai 11 MST.
3. Jumlah malai yang dihitung setelah keluar malai penuh sampai 11 MST.
4. Warna daun yang diamati menggunakan skala bagan warna daun pada saat 1
MST sampai 11 MST.
b. Pengamatan usia stadia pertumbuhan (hari setelah tanam) pada fase :
1. Masa bunting
2. Masa heading (keluar malai)
3. Masa pengisian (masak susu, masak penuh, dan masak mati)
4. Masa panen
c. Pengamatan biomassa tanaman
1. Panjang akar yang diukur dari pangkal akar sampai dengan ujung akar
(cm) pada saat panen
2. Volume akar yang diukur dengan memasukkan akar ke dalam galas ukur
yang di isi air (kapasitas 500 ml) pada saat panen
3. Bobot basah akar dan tajuk
4. Bobot kering akar dan tajuk diperoleh dengan memasukkan bagian
akar dan tajuk tanaman ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 48 jam
pada saat panen.
8
d. Pengamatan hasil, komponen hasil, serta kualitas hasil
1. Jumlah anakan produktif yang dihitung dari setiap rumpun tanaman contoh
2. Panjang malai yang dihitung 2 malai dari setiap tanaman contoh pada
setiap perlakuan.
3. Jumlah gabah per malai yang dihitung 2 malai dari setiap tanaman contoh
pada setiap perlakuan.
4. Hasil gabah basah dan kering pertanaman yang diambil dari setiap
perlakuan tanaman contoh.
5. Bobot gabah isi dan hampa yang diambil dari setiap perlakuan tanaman
contoh.
6. Bobot 1000 butir gabah yang ditimbang dari setiap perlakuan tanaman
contoh.
7. Dugaan hasil bobot kering per hektar yang diperoleh dari hasil dalam
ubinan kering
8. Potensi hasil per hektar yang diperoleh dari jumlah anakan produktif,
jumlah gabah per malai, persentase gabah bernas, populasi, dan bobot
1000 butir.
9. Peningkatan hasil per hektar yang diperoleh dari perbandingan antar faktor
perlakuan.
e. Pengamatan fisikokimia
1. Rendemen beras giling diperoleh dari beras pecah kulit yang sudah
ditimbang kemudian dimasukan ke dalam mesin sosoh (testing mill)
Takayama model TM-05, diperoleh beras giling kemudian ditimbang.
2. Persentase beras kepala diperoleh dari beras giling sebanyak 100 g diayak
dengan mesin pemisah beras (testing rice grader) dipisahkan dari beras
patah dan menir, diperoleh beras kepala, kemudian ditimbang.
3. Bentuk beras diperoleh dari perbandingan antara panjang dan lebar dengan
cara 10 butir beras setiap perlakuan kemudian beras diukur menggunakan
dial caliper.
4. Suhu gelatinisasi beras adalah karakter untuk menunjukkan lamanya waktu
yang diperlukan memasak beras menjadi nasi. Penentuan sifat suhu
gelatinisasi beras dilakukan dengan metode perendaman beras dalam
larutan alkali, kemudian diukur tingkat kerusakannya dengan pemberian
nilai/skor kerusakan (skor 1 – 3 tergolong tinggi, 4 – 5 tergolong sedang,
dan 6 – 7 tergolong rendah) (Suismono et al. 2003).
5. Kadar amilosa menggunakan metode kalorimeter Iodida yaitu 10 – 12
butir beras ditepungkan dengan menggunakan alat tepung (crescent
WIGL-BUG) lalu ditimbang sebanyak 100 mg dan dimasukkan dalam
labu ukur 100 mL, ditambah 1 mL alkohol 95% dan 9 mL NaOH 1 N.
9
Larutan selanjutnya didiamkan pada suhu ruang selama 23 jam, kemudian
diberi air destilata sampai tanda tera 100 ml, larutan dikocok dan dipipet 5
ml kedalam labu ukur yang berisi 80 ml air destilasi dan ditambahkan 1 ml
asam asetat 1 N dan 2% Iod dalam KI, kemudian diencerkan kembali
dengan air destilasi sampai tera 100 ml, didiamkan selama 20 menit lalu
diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 625 nm. Kadar amilosa dapat digolongkan diantaranya tinggi
(>25%), sedang (20.1 – 25%), rendah (12.1 – 20%), sangat rendah (5.1 –
12%), dan ketan (0 – 5%) (Juliano 1993).
6. Uji organoleptik diperoleh dengan cara mengambil 200 g beras antar
perlakuan kemudian ditambahkan 300 cc air, dimasak dengan kompor gas
hingga matang dan siap untuk dimakan. Beras setiap perlakuan diuji rasa
oleh 20 orang panelis, setiap kali pengujian digunakan IR42 dan
Memberamo sebagai standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Percobaan dilakukan di desa Bunisari, Warungkondang, Cianjur, pada
bulan November 2014 – Februari 2015. Suhu rata – rata harian dari bulan Oktober
2014 hingga Februari 2015 adalah 29○C dengan kelembaban relatif rata – rata
harian sebesar 67% (Lampiran 2). Menurut De Datta (1981) padi membutuhkan
temperatur yang berbeda selama pertumbuhannya, pada fase perkecambahan
membutuhkan temperatur optimal antara 18 - 40°C, fase anakan memerlukan
temperatur optimal antara 25 - 31°C, dan fase antesis temperatur optimal sekitar
30 - 33°C.
Kondisi tanaman secara umum baik, beberapa hama yang menyerang pada
tanaman ini diantaranya hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis), tikus
sawah (Rattus argentiventer), belalang, walang sangit, dan burung pipit.
Pengendalian hama tikus sawah dengan cara membuat cacahan batang sereh
kemudian ditaburkan pada setiap sudut petakan. Pengendalian hama belalang dan
walang sangit dikendalikan dengan cara menyemprotkan insektisida. sedangkan
hama burung dikendalikan dengan menembakkan senapan angin yang memiliki
peluru kosong. Penyakit yang menyerang tanaman ini diantaranya tungro dan
beluk, pengendalian penyakit dilakukan dengan aplikasi pestisida kimia. Gulma
yang paling banyak tumbuh di lahan percobaan adalah Leptochloa chinensis dan
Fimbristylis miliacea. Penyiangan gulma secara manual dilakukan pada 2 MST, 4
MST, 6 MST dan 10 MST.
10
a
b
Gambar 1 Serangan hama dan penyakit tanaman padi japonica pada lahan
penelitian a. Rattus argentiventer; b. Beluk
Analisis Kandungan Hara Tanah dan Pupuk
Analisis kandungan hara tanah dilakukan sebelum dan setelah panen
sedangkan analisis kandungan pupuk urea dan pupuk majemuk NPK Kujang
dilakukan sebelum penelitian. Sebelum penelitian dilakukan analisis tanah awal
dengan pengambilan contoh tanah secara komposit, pada akhir penelitian sampel
tanah diambil pada masing-masing petak perlakuan dan dilakukan komposit.
Analisis dilakukan terhadap kandungan C-Organik, C/N, N Total, P Total, dan K
Total. Hasil analisis kandungan hara tanah dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis hara tanah dan pupuk sebelum dan setelah penelitian
Peubah
Tanah
C - Organik (%)
C/N (%)
N Total (%)
P Total (ppm)
K Total (%)
Pupuk Urea
N Total (%)
Pupuk Majemuk
NPK Kujang
N Total (%)
P Total (%)
K Total (%)
Sebelum
Penelitian
Setelah Penelitian (kg N /ha)
Dosis 45
Dosis 90 Dosis 135
1.35
10.00
0.13
5.2
0.11
46.19
21.45
14.35
29.23
Sumber : Laboratorium Tanah, SEAMEO BIOTROP (2015)
2.87
14.67
0.19
4.8
0.12
1.93
10.00
0.19
5.2
0.13
1.31
10.67
0.13
5.0
0.11
11
Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukan bahwa C-organik
sedang, C/N rasio rendah, N rendah, P rendah, dan K tergolong rendah menurut
kriteria dari Balai Penelitian Tanah (2009) (Lampiran 3). Hasil analisis tanah
setelah penelitian menunjukan adanya peningkatan C-organik, C/N, N, dan K,
namun terjadi penurunan pada kandungan P tanah. Pupuk urea yang diuji sesuai
dengan kandungan yang tertera dalam kemasan yaitu 46% dan pupuk majemuk
NPK Kujang Cikampek yang diuji berbeda dengan kandungan yang tertera dalam
kemasan yang seharusnya 15 – 15 – 15 artinya kandungan masing – masing unsur
hara N, P, dan K sebesar 15% ternyata setelah dilakukan pengujian, kandungan N
Total sebesar 21.45%, P Total sebesar 14.35%, dan K Total sebesar 29.23%.
Perlakuan dosis pupuk 45 N kg ha-1, 90 N kg ha-1, dan 135 N kg ha-1 berturut-turut
memiliki hara N Total dalam tanah sebesar 19%, 19% dan 13%, bila
dibandingkan dengan kandungan N Total tanah sebelum penelitian yaitu 13%
maka penambahan dosis pupuk nitrogen dapat meningkatkan kandungan N Total
tanah (Tabel 1). Kandungan N tanah selain berasal dari pemupukan juga dapat
bersumber dari air hujan, air irigasi, maupun bahan organik tanah yang telah ada
dan mengalami proses dekomposisi (Tustiyani 2014). Secara umum hasil analisis
menunjukan tidak terdapat perbedaan kandungan N Total tanah yang besar pada
akhir percobaan.
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk N dan jarak tanam berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 11 MST. Tinggi tanaman tertinggi
dihasilkan pada perlakuan dosis 135 kg N ha-1 dan jarak tanam 30 cm x 30 cm
yaitu 90.70 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah dihasilkan pada perlakuan
dosis 45 kg N ha-1 dan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm sebesar 77.77 cm.
Pengaruh interaksi perlakuan dosis dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada
11 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengaruh interaksi dosis pupuk N dan jarak tanam terhadap tinggi
tanaman pada saat 11 MST
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
30 x 30
84.87bc
82.10c
90.70a
Jarak Tanam
30 x 15
20 x 15 x 40
…cm…
82.13c
77.77d
87.53ab
88.00ab
90.33a
84.63bc
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Terdapat korelasi positif antara dosis pupuk yang diberikan dengan jarak
tanam yang digunakan. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan dan
semakin lebar jarak tanam yang digunakan maka tinggi tanaman akan semakin
meningkat. Tinggi tanaman tertinggi cenderung diperoleh pada dosis pupuk
12
nitrogen yang tinggi dan jarak tanam yang lebar (135 kg ha-1 dan 30 cm x 30 cm)
yakni 90.70 cm. Tinggi tanaman terpendek diperoleh pada dosis pupuk nitrogen
yang rendah dan jarak tanam yang sempit (45 kg ha-1 dan 20 cm x 15 cm x 40 cm)
yakni 77.77 cm, hal tersebut menunjukkan adanya kompetisi unsur hara.
Kompetisi ialah salah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang
mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak (Mulyaningsih et al 2008). Salah
satu faktor yang mempengaruhi besarnya persaingan dalam pertanaman padi
sawah adalah kepadatan populasi yang ada di sekitar pertanaman. Pupuk
anorganik mengandung unsur hara tanaman seperti N yang lebih banyak
dibandingkan pupuk organik dan lebih cepat tersedia bagi tanaman. Hal ini
memungkinkan nitrogen lebih banyak diserap tanaman. Menurut Syekhfani
(1997) pemupukan nitrogen dapat menunjang pertumbuhan tanaman padi sawah
dan sebaliknya jika tidak diberikan akan menghambat pertumbuhan tanaman
karena nitrogen merupakan unsur hara yang berfungsi memacu pertumbuhan
vegetatif tanaman. Tanaman akan memperlihatkan gejala klorosis dan tumbuh
kerdil jika kekurangan nitrogen. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Haque (2013) pada padi indica yang menyatakan bahwa pemberian dosis pupuk
nitrogen yang tinggi akan mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman salah
satunya tinggi tanaman. Selain itu tidak terlihat pengaruh etiolasi pada populasi
tertinggi.
Jumlah Anakan
Pengaruh pemupukan dosis pupuk N terhadap jumlah anakan terlihat pada
saat 6, 7, dan 8 MST. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut menghasilkan
anakan maksimum. Dosis pupuk 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 menghasilkan
jumlah anakan terbanyak, kedua dosis tersebut menghasilkan jumlah anakan yang
lebih banyak daripada dosis 45 kg N ha-1 (Tabel 3). Pada perlakuan dosis tinggi
diduga tanaman memiliki kandungan nitrogen yang cukup. Tanaka dan Garcia
(1965) menemukan bahwa kandungan nitrogen lebih tinggi 2% pada batang padi
akan mendorong pembentukan anakan dan apabila lebih rendah dari 0.8% maka
akan menyebabkan kematian pada anakan padi. Hal serupa juga dikemukakan
oleh Maske et al (1997) yang menemukan bahwa jumlah anakan meningkat secara
signifikan dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Perlakuan
dosis 45 kg N ha-1 menghasilkan jumlah anakan paling sedikit terutama pada 6, 7,
dan 8 MST, setelah melewati fase pertumbuhan anakan maksimum, pada 9, 10,
dan 11 MST, jumlah anakan ketiga perlakuan dosis tersebut tidak berpengaruh
nyata.
13
Tabel 3 Jumlah anakan padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
Perlakuan
5
6
Umur Tanaman (MST)
7
8
9
…..anakan…..
10
11
19.00
22.56
22.22
19.22
22.00
22.44
Dosis (Kg)
45
17.11
90
18.67
135
19.11
Jarak Tanam (cm)
16.44b 15.22b 18.00b 18.67
18.89a 18.11a 21.22a 22.00
19.89a 19.89a 21.33a 21.78
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
22.22a 21.89a 26.56a 28.33a 29.44a 30.00a
17.33b 16.22b 18.11b 18.44b 18.56b 17.78b
15.67c 15.11b 15.89b 15.67b 15.78b 15.89b
tn
tn
tn
tn
tn
tn
19.56a
18.11b
17.22b
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah anakan yang
terbanyak diantara jarak tanam lainnya. Jumlah anakan dengan jarak tanam 30 cm
x 15 cm tidak berbeda dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm pada 5, 7, 8, 9,
10, dan 11 MST. Semakin lebar jarak tanam yang digunakan terlihat semakin
banyak kemampuan tanaman menghasilkan anakan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Masdar (2005) bahwa Jarak tanam 30 cm x 30 cm menunjukkan jumlah
anakan yang paling banyak. Awalnya inisiasi anakan berupa 4 tunas primer
tumbuh normal dan berkembang menjadi 4 anakan primer (Yoshida 1981), namun
tunas berikutnya tidak sepenuhnya bisa berkembang menjadi anakan karena
tergantung dukungan makanan dari anakan primer yang berfungsi sebagai induk.
Pada jarak tanam lebar tanaman memiliki akses hara, air, dan cahaya lebih banyak
sehingga dukungan untuk perkembangan anakan berikutnya terpenuhi.
Tanaman pada jarak tanam lebih sempit mengalami persaingan yang lebih
berat untuk mendapatkan unsur hara, cahaya maupun air. Unsur hara diperlukan
dalam jumlah yang sangat besar dan penting untuk metabolisme tanaman.
Persaingan tanaman untuk mendapatkan unsur hara terutama nitrogen, fosfat dan
kalium akan terjadi pada masing-masing tanaman. Jarak tanam yang rapat, besar
kemungkinan terjadi persaingan yang berat dalam perakaran. Menurut Dobermann
dan Fairhurst (2000) perakaran tanaman dan jumlah anakan dipengaruhi oleh
unsur hara P. Jarak tanam yang lebar cenderung untuk tumbuh lebih baik, karena
pada jarak tanam ini tanaman mempunyai kesempatan lebih baik untuk
mendapatkan cahaya, unsur hara yang cukup daripada jarak tanam sempit.
Jumlah Malai
Dosis pupuk 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 tidak berpengaruh terhadap
jumlah malai pada saat 11 MST, namun kedua dosis tersebut menghasilkan
jumlah malai yang lebih banyak daripada dosis 45 kg N ha1 (Tabel 4). Pemberian
nitrogen dalam jumlah yang banyak (sesuai dengan kebutuhan tanaman) dapat
14
meningkatkan jumlah anakan, selain itu unsur hara belerang (S) yang terdapat
pada pupuk ZA dapat memacu pertumbuhan anakan produktif, dimana jumlah
anakan yang terbentuk menentukan jumlah malai (Kurniadie 2001). Siregar
(1981) menyatakan bahwa unsur hara nitrogen berperan penting sebagai penyusun
protein, yang akan digunakan oleh tanaman diantaranya untuk meningkatkan
jumlah malai per rumpun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aribawa et al
(2003) bahwa peningkatan dosis pupuk N dari 0 kg N ha-1 sampai 135 kg N ha-1
nyata meningkatkan jumlah malai per rumpun. Peningkatan dosis pupuk urea
selanjutnya sampai 180 kg N ha-1 menurunkan jumlah malai per rumpun pada
jarak tanam yang lebih rapat yaitu 20 cm x 10 cm.
Tabel 4 Jumlah malai padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak
tanam yang berbeda
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
Jarak Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
8
Umur Tanaman (MST)
9
10
…malai…
11
5.00
4.11
5.56
11.89c
14.11b
15.89a
15.78b
19.89a
20.44a
17.89b
21.22a
21.56a
5.00
4.89
4.78
tn
16.33a
13.44b
12.11b
tn
25.44a
16.44b
14.22b
tn
28.33a
17.22b
15.11b
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah malai yang
terbanyak diantara jarak tanam lainnya. Jumlah malai dengan jarak tanam 30 cm x
15 cm tidak berbeda dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm pada 9, 10, dan
11 MST. Jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm menghasilkan jumlah malai paling
sedikit pada akhir pengamatan, sedangkan jarak tanam 30 cm x 30 cm
menghasilkan jumlah malai paling banyak pada akhir pengamatan. Menurut Yetti
dan Ardian (2009) pada jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm) cenderung
menghasilkan jumlah malai yang banyak dan mengeluarkan malai lebih cepat, hal
ini disebabkan kecilnya persaingan antar tanaman dalam memperoleh hara
mineral dan cahaya matahari, selain itu dipengaruhi juga oleh populasi yang tidak
rapat jika dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit (25 cm x 25 cm).
15
Warna Daun
Warna daun merupakan indikator untuk mengetahui kecukupan unsur
nitrogen pada tanaman padi. Nilai BWD 4 menunjukkan titik kritis kecukupan
unsur N. Hasil pengamatan warna daun disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Bagan warna daun padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
Perlakuan
Dosis (Kg)
45 Kg
90 Kg
135 Kg
Jarak
Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
Umur Tanaman (MST)
5
6
7
…skor…
1
2
3
4
3.00
3.00
3.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
3.33
4.00
4.00
3.00
3.00
3.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
3.78
3.78
3.78
tn
8
9
10
11
3.00
3.00
3.00
2.67
3.00
3.00
2.78
3.00
3.00
2.67
3.00
3.00
2.44
2.44
2.56
3.00
3.00
3.00
tn
2.89
2.89
2.89
tn
3.00
2.89
2.89
tn
3.00
2.89
2.78
tn
2.67
2.44
2.33
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Tabel 5 menunjukan rata-rata warna daun memiliki skor 4 atau mendekati
4 pada saat 2 MST - 6 MST kemudian menurun pada 7 MST - 11 MST. Perlakuan
dosis pupuk N dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap bagan warna daun.
Pola perkembangan bagan warna daun pada saat tanaman masih muda umumnya
rendah dan meningkat dengan meningkatnya umur tanaman. Sifat dari pupuk
anorganik adalah memiliki kandungan hara yang tinggi dan cepat tersedia bagi
tanaman (Suharno et al 2010).
Panjang Akar, Bobot Kering Biomassa dan Volume Akar
Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap panjang akar dan bobot
kering akar, namun berpengaruh terhadap bobot kering tajuk dan volume akar
(Tabel 6). Jarak tanam 30 cm x 30 cm memiliki bobot kering tajuk dan volume
akar yang lebih besar yakni 43.27 cm dan 29.44 ml dibandingkan pada perlakuan
jarak tanam 30 cm x 15 cm dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Muliasari (2009) yang menyatakan bahwa bobot kering tajuk
paling tinggi terdapat pada perlakuan jarak tanam paling lebar yaitu jarak tanam
30 cm x 30 cm. Hal ini terjadi apabila jarak tanam yang lebar, tanaman lebih dapat
memanfaatkan lingkungan sekitar guna mendukung pertumbuhannya. Menurut
Donald (1963) tanaman pertanian mempunyai kemampuan untuk mengeksploitasi
lingkungan yang lebih luas disamping kemampuannya untuk bertahan hidup.
Perwita (2011) menyatakan bahwa volume akar yang paling tinggi tidak
16
menjamin jumlah anakan yang dihasilkan akan paling tinggi pula, karena
pembentukan anakan lebih ditentukan oleh serapan hara selama fase vegetatif.
Selain itu tidak terdapat interaksi antara pupuk nitrogen yang diberikan dengan
jarak tanam yang digunakan.
Tabel 6 Panjang akar, bobot kering biomassa dan volume akar padi japonica pada
perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda.
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
Jarak Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
Panjang Akar
(cm)
Bobot Kering (g)
Tajuk
Akar
...12 MST...
Volume Akar
(ml)
16.76
14.99
14.99
24.61
30.51
31.57
4.73
6.50
6.15
18.33
22.00
21.44
15.89
15.79
15.06
43.27a
23.45b
19.97b
tn
5.70
6.70
4.99
tn
29.44a
18.44b
13.89b
tn
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Hasil dan Komponen Hasil
Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah/Malai, Serta
Bobot 1000 Butir
Jumlah anakan produktif adalah jumlah anakan yang menghasilkan malai
yang berpengaruh terhadap hasil tanaman. Perlakuan dosis pupuk N tidak
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tetapi perlakuan jarak tanam
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif yang dihasilkan tanaman (Tabel
7). Jumlah anakan produktif paling banyak terdapat pada perlakuan jarak tanam
30 cm x 30 cm yakni 27 dan jumlah anakan produktif paling sedikit terdapat pada
perlakuan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm yakni 13. Jumlah anakan produktif
dipengaruhi oleh ukuran ruang antar rumpun. Semakin luas ruang antar rumpun,
semakin banyak jumlah anakan produktif (Muliasari 2009). Hal ini sesuai dengan
penelitian Masdar (2005) bahwa semakin lebar jarak tanam jumlah anakan
produktif semakin banyak dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit. Tunas
tertier tidak sepenuhnya bisa tumbuh bugar sampai usia berbunga karena masih
pendek dan kalah dalam persaingan antar anakan. Anakan yang relatif pendek dan
posisi di bagian dalam rumpun, akan mengalami kekalahan pada persaingan
kontak dengan cahaya matahari.
Sistem perakaran pada anakan tertier masih relatif sedikit dan pendek
sudah harus bersaing dengan banyak sistem perakaran lainnya dalam satu rumpun
yang sudah relatif banyak dan panjang. Dalam hal ini, sistem perakaran yang
17
terbatas dalam jumlah dan panjangnya akan kalah sehingga tidak bisa mencukupi
kebutuhan hara untuk daun. Tanaman dalam satu rumpun terlalu awal menghadapi
persaingan tanaman antar rumpun, baik dalam konteks areal perakaran maupun
saling menaungi antar daun.
Tabel 7 Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan bobot
1000 butir padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak
tanam yang berbeda
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
Jarak Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
Jumlah
Anakan
Produktif
…batang…
Panjang
Malai
Jumlah
Gabah/Malai
Bobot 1000
Butir
…cm…
…butir…
…g…
17.67
20.22
20.33
20.01
21.66
21.36
64.89c
75.33b
81.00a
27.47
27.38
31.55
27.33a
17.00b
13.89c
tn
21.50a
21.63a
19.89b
tn
77.33a
72.44b
71.44b
tn
28.61
29.52
28.28
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan dosis pupuk nitrogen juga tidak berpengaruh terhadap panjang
malai, dan bobot 1000
TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN
KUALITAS HASIL PADI JAPONICA VARIETAS
HITOMEBORE DI DAERAH TROPIK
SANDI OCTA SUSILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan
Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil
Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Sandi Octa Susila
NIM A24110143
ABSTRAK
SANDI OCTA SUSILA. Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) dan Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil Padi Japonica Varietas
Hitomebore di Daerah Tropik. Dibimbing oleh SUGIYANTA.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemupukan nitrogen
(N) dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica
varietas Hitomebore di daerah tropik yang dilaksanakan di Desa Bunisari
Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat yang berada pada ketinggian 300-900 m dpl
pada bulan November 2014 – Februari 2015. Penelitian menggunakan Rancangan
Faktorial Split Plot dengan dua faktor perlakuan yaitu dosis pupuk nitrogen (N)
sebagai petak utama dan jarak tanam sebagai anak petak. Faktor perlakuan dosis
pupuk nitrogen (N) menggunakan 3 taraf, yaitu dosis pupuk 45 kg N ha-1, 90 kg N
ha-1, dan 135 kg N ha-1. Faktor perlakuan jarak tanam menggunakan 3 taraf, yaitu
jarak tanam 30 cm x 30 cm, 30 cm x 15 cm, dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Semua
faktor perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Perlakuan dosis pupuk 135 kg N ha-1 menghasilkan tinggi tanaman, jumlah
anakan, dugaan hasil GKG per hektar (3.21 ton ha-1), dan potensi hasil per hektar
yang lebih tinggi. Perlakuan jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm)
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, bobot kering
biomassa, volume akar, jumlah anakan produktif, panjang malai, dan jumlah
gabah per malai yang lebih tinggi. Seluruh perlakuan menghasilkan kadar amilosa
yang rendah, suhu gelatinisasi yang rendah, bentuk beras yang sebagian besar
bulat dan rasa nasi yang sangat baik. Rendemen beras giling dan persentase beras
kepala tidak dipengaruhi oleh pemupukan nitrogen maupun jarak tanam yang
digunakan.
Kata kunci: Hitomebore, jarak tanam, pemupukan nitrogen, tropik.
ABSTRACT
SANDI OCTA SUSILA. Effect Of Nitrogen Fertilization and Plant Spacing on
Growth, Yield, and Quality of Japonica Rice Hitomebore Variety in Tropic Area
Supervised by SUGIYANTA.
The experiment aims to study the effects of nitrogen fertilization (N) and
plant spacing on growth, yield, and Quality of Japonica Rice Hitomebore Variety
in tropic area. The experiment was located in Desa Bunisari Warungkondang,
Cianjur in November 2014 - Februari 2015. The experiment was design using
split plot randomized complete block design with two factors of nitrogen fertilizer
dosage (N) as the main plot and plant spacing as the subplot. Dosage of nitrogen
fertilizer ( N ) consist of 3 levels main plot treatments i.e. D1 as the dose of 45 kg
N ha-1, D2 as the dose of 90 kg N ha-1, and D3 as the dose of 135 kg N ha-1. Plant
spacing consist of 3 level subplot treatments i.e. JT1 as the plant spacing of 30 cm
x 30 cm, JT2 as the plant spacing of 30 cm x 15 cm, and JT3 as the plant spacing
of 20 cm x 15 cm x 40 cm. The experiment consisted of three replications with 9
treatment combinations so that there are 27 units of the experiment. Experimental
unit in the form of plots with an area of ± 46 m2. The results showed that
treatment dosages of 135 kg N ha-1 has significant effect, namely on plant height ,
number of tillers , the alleged results of GKG ha-1 (3.21 ton ha-1), and potential
yield ha-1 more higher. Wide spacing (30 cm x 30 cm) resulted in higher plant
height, number of tillers, number of panicles, biomass dry weight, root of volume,
the number of productive tiller, panicle length, number of grains per panicle, grain
yield wet and dry grain yield more higher. In addition, the whole treatment
resulted a low amylose content, gelatinization temperature is low, the shape of
rice was mostly round and rice taste was very good. Yield milled rice and whole
rice grain were not affected by nitrogen fertilization provided and spacing used
Keywords: Hitomebore, japonica rice, nitrogen fertilization, plant spacing.
PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN (N) DAN JARAK
TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN
KUALITAS HASIL PADI JAPONICA VARIETAS
HITOMEBORE DI DAERAH TROPIK
SANDI OCTA SUSILA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam selalu penulis panjatkan kepada nabi Muhammad
Shallallohu ‘alaihi wassalam. Skripsi dengan judul Pengaruh Pemupukan
Nitrogen (N) dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Hasil
Padi Japonica Varietas Hitomebore di Daerah Tropik dilaksanakan di Desa
Bunisari Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Skripsi ini disusun oleh
penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen
Agronomi dan Hortikultura IPB.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ibu, Bapak, Kakak, beserta keluarga besar penulis untuk setiap doa, dan
dukungan yang tak hentinya kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat
menjadi persembahan dan tanda bakti yang terbaik.
2. Dr Ir Sugiyanta, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah
begitu banyak memberikan ilmu, pengalaman, arahan, bimbingan, dan
bantuan proses pembelajaran penulis selama berada di kampus.
4. Ratu Hardiyanti Supriyadi Putri yang telah memberikan semangat dan
dukungannya selama pengerjaan skripsi ini.
5. Bapak Anwar Sadat dan Bapak Jana sebagai teknisi kebun yang telah
memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian.
6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 atas semangat dan
kenangan selama perkuliahan dan penelitian.
7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan
manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Desember 2015
Sandi Octa Susila
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Jarak Tanam
Peranan Nitrogen (N) pada Tanaman Padi
2
2
3
4
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan
5
5
5
6
6
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Analisis Kandungan Hara Tanah dan Pupuk
Pertumbuhan Tanaman
Hasil dan Komponen Hasil
Stadia Pertumbuhan
Fisikokimia
9
9
10
11
16
20
22
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis hara tanah dan pupuk sebelum dan setelah penelitian
2 Pengaruh interaksi dosis pupuk N dan jarak tanam terhadap tinggi
tanaman pada saat 11 MST
3 Jumlah anakan padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
4 Jumlah malai padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
5 Bagan warna daun padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen
dan jarak tanam yang berbeda
6 Panjang akar, bobot kering biomassa dan volume akar padi japonica
pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda.
7 Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan
bobot 1000 butir padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
8 Hasil gabah basah/tanaman, gabah kering/tanaman, bobot gabah bernas
dan gabah hampa padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen
dan jarak tanam yang berbeda
9 Dugaan hasil gabah kering giling, potensi hasil, dan peningkatan hasil
per hektar padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak
tanam yang berbeda
10 Rendemen beras giling, persentase beras kepala, kadar amilosa, suhu
gelatinisasi, bentuk beras, dan uji organoleptik padi japonica pada
perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda
10
11
13
14
15
16
17
18
19
22
DAFTAR GAMBAR
1 Serangan hama dan penyakit tanaman padi japonica pada lahan
penelitian a. Rattus argentiventer; b. Beluk
2 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen
padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen yang berbeda
3 Umur bunting, umur keluar malai, umur pengisisan dan umur panen
padi japonica pada perlakuan jarak tanam yang berbeda
10
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Lay out lahan penelitian
Data suhu dan kelembaban relative bulan Oktober 2014 – Februari 2015
Kriteria penilaian hasil analisis tanah
Hasil analisis tanah di Balai Penelitian Tanah Cimanggu, Bogor
Analisis usaha tani pada luasan lahan per 2000 m2 padi japonica varietas
Hitomebore.
28
29
29
30
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan komoditas beras japonica di Indonesia pada masa yang
akan datang memiliki peluang pasar yang besar. Hal ini terlihat dari jumlah orang
jepang yang cukup banyak datang ke Indonesia untuk keperluan kerjasama pada
aspek ekonomi, sosial maupun politik sehingga menunjukan adanya kebutuhan
secara berkelanjutan. Kedutaan besar Jepang untuk Indonesia sampai saat ini
memperkirakan 5 juta orang Jepang tersebar di Indonesia. Sementara ini beras
japonica di impor dari Australia dan Amerika selain di suplai sendiri dari Jepang
dengan harga yang mahal. Beras japonica yang saat ini dikenal sebagai beras
jepang memiliki karakter tingkat kelekatan yang tinggi, kadar amilosa rendah, dan
rasa nasi yang enak.
Padi japonica varietas Hitomebore belum umum dibudidayakan di
Indonesia, tetapi kebutuhan beras tersebut cukup tinggi. Upaya peningkatan
produksi padi salah satunya melalui pengaturan jarak tanam dan penggunaan
pupuk yang tepat. Menurut Muliasari dan Sugiyanta (2009) jarak tanam
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif, bobot basah dan kering ubinan,
bobot basah dan kering jerami, bobot basah dan kering gabah/rumpun, dan dugaan
hasil per hektar. Varietas padi yang memiliki kemampuan menganak tinggi
membutuhkan jarak tanam lebih lebar jika dibandingkan dengan varietas yang
memiliki kemampuan menganak rendah. Pemberian jarak tanam yang lebih lebar
untuk varietas dengan kemampuan menganak yang lebih tinggi menurut Masdar
(2005) berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan
persaingan sistem perakaran dalam konteks pemanfaatan pupuk. Sohel et al
(2009) menemukan bahwa pada jarak tanam yang lebih kecil yaitu 25 cm x 5 cm
hanya menghasilkan 4 – 5 anakan per rumpun.
Kuantitas hasil suatu pertanaman padi selain ditentukan dengan jarak
tanam juga ditentukan dengan input pupuk yang berimbang, pada daerah tropis
termasuk Indonesia, unsur nitrogen sering menjadi faktor pembatas dalam
peningkatan produksi. Penambahan pupuk nitrogen (N) seperti urea sangat
diperlukan untuk mencapai produksi yang tinggi. Menurut Haque (2013) nitrogen
merupakan salah satu unsur hara utama yang sangat penting bagi tanaman.
Nitrogen dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan hasil padi, hal serupa
juga disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mae (1997) bahwa nilai
produksi yang tinggi menuntut jumlah input yang tinggi, salah satunya pupuk N
yang merupakan unsur penting dalam menentukan potensi hasil beras. Sebagian
besar petani memiliki kecenderungan untuk memberikan pupuk N dalam jumlah
yang berlebih untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (Saleque et al 2004),
tetapi penggunaan pupuk N yang berlebih akan menyebabkan kerusakan tanaman
dan dapat menurunkan hasil produksi.
Secara umum jarak tanam dan pemupukan pada padi sawah diketahui
berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil padi sawah. Walaupun
demikian jarak tanam dan pemupukan yang optimum untuk padi japonica varietas
Hitomebore di Indonesia masih belum diketahui dengan tepat.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan nitrogen
(N) dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica
varietas Hitomebore di daerah tropik.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Jarak tanam yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil,
dan kualitas hasil padi japonica.
2. Dosis pupuk nitrogen yang digunakan berpengaruh terhadap pertumbuhan,
hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
3. Interaksi antara jarak tanam dan dosis pupuk berpengaruh terhadap
pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
4. Semakin lebar jarak tanam yang digunakan akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
5. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil padi japonica.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan Graminae yang
ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Padi (Oryza sativa L.)
termasuk subfamili Bambusoidae, suku Oryzae dan genus Oryza (Siregar 1981).
Tanaman padi memiliki dua fase dalam hidupnya, fase vegetatif dan fase
generatif. Fase vegetatif ditandai dengan pembentukan organ-organ pertumbuhan
akar, batang, daun, dan cabang atau anakan. Akar padi adalah akar serabut,
batangnya berbuku-buku, berongga, dan berbentuk bulat. Daun tanaman padi
berbentuk pita dengan ujung runcing, tumbuh pada buku-buku dengan susunan
berseling. Daun yang terakhir sering disebut dengan daun bendera karena
biasanya tegak. Pembentukan anakan terjadi pada dasar batang. Fase vegetatif
tanaman padi diakhiri dengan pembentukan malai. Malai merupakan sekumpulan
bunga padi (spikelet) yang muncul dari buku paling atas. Malai disusun oleh
bunga, tangkai bunga, serta bulir padi apabila telah terbentuk. Bunga padi
tergolong ke dalam bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah, enam
benang sari, dan satu putik dengan dua kepala putik. Tipe penyerbukan bunga
padi adalah penyerbukan sendiri (self pollinated). Bunga terdiri dari endosperma
yang terbungkus oleh kulit arid dan kulit luar (Siregar 1981).
Kultivar padi yang ada saat ini digolongkan berdasarkan bentuk
morfologinya ke dalam tiga tipe, yaitu Indica, Japonica, dan Javanica. Padi
Japonica memiliki karakteristik umumnya berumur panjang, postur tinggi namun
mudah rebah, lemmanya memiliki "ekor" atau "bulu", bentuk biji yang pendek
dan bulat, nasinya lengket, warna daunnya hijau tua, jumlah anakan banyak,
3
jumlah gabah per malai banyak, bobot gabahnya berat, memiliki kandungan
amilosa 0 – 20%, tersebar di Jepang, Korea, dan Penin. Padi Indica memiliki
karakteristik bentuk biji yang ramping dan panjang, warna daun hijau muda,
jumlah anakan banyak, jumlah gabah per malai banyak, tetapi bobot gabahnya
ringan, tersebar di Cina Selatan, Taiwan, India, dan Sri Lanka, sedangkan padi
Javanica memiliki karakteristik bentuk biji oval, warna daun hijau muda, jumlah
anakan sedikit, jumlah gabah per malai sedikit, dan bobot gabah berat, tersebar di
Jawa dan Bali (Katayama 1993).
Jarak Tanam
Faktor yang perlu diperhatikan dalam hal budidaya tanaman salah satunya
adalah jarak tanam, pada penanaman di lahan beberapa model jarak tanam telah
dianjurkan, antara lain secara jajar legowo, yaitu bertanam dengan jarak dan
barisan yang beselang seling secara teratur agar penyiangan, pemberian pupuk dan
proteksi terhadap hama penyakit lebih mudah dilakukan. Menurut Deptan (2008)
keuntungan sistem jajar legowo antara lain semua barisan rumpun tanaman berada
pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman
pinggir), pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah menyediakan
ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk
mina padi, penggunaan pupuk lebih berdaya guna. Jarak tanam legowo biasanya
menggunakan ukuran 30 cm x 15 cm x 10 cm atau yang lebih lebar baik 40 cm x
20 cm x 20 cm maupun 40 cm x 20 cm x 15 cm, disamping itu dapat pula
dianjurkan dengan jarak tanam bujur sangkar (equidistant plant spacing). Cara
bujur sangkar ini lebih efisien karena terjadinya titik awal kompetisi akan
tertunda. Beberapa keuntungan yang didapat tanaman pada jarak yang lebih rapat,
diantaranya energi awal yang dibutuhkan untuk elongasi akar relatif sedikit, akar
yang dibutuhkan relatif tidak panjang, lebih cepat mencapai sumber nitrogen, dan
pada gilirannya lebih singkat jalan hara menuju daun (Salisbury and Ross 1985).
Metode system of rice intensification (SRI) baru baru ini dipelajari dan
dievaluasi oleh para peneliti di Indonesia. Prinsip utama budidaya padi metode
SRI salah satunya menanam satu bibit pada lubang tanam dengan jarak tanam ≥
25 cm x 25 cm (Dobermann 2004). Metode SRI selain padi diperlakukan bukan
sebagai tanaman air, ukuran produktivitasnya diukur dari potensi jumlah
penyelesaian phyllochorns selama pertanaman. Phyllochorns adalah suatu metode
yang mengacu pada peningkatan pertunasan dan perakaran yang selanjutnya
mengalami peningkatan jumlah butir gabah, sehingga menggambarkan periodik
pertumbuhan spesies rumputan, pada suatu periode (diekspresikan sebagai jumlah
hari) dimana satu set phytomer dikembangkan. Satu phyllochorns adalah satu
periode terbentuknya seperangkat anakan padi lengkap dengan sistem perakaran
dan dedaunannya. Metode ini ditemukan oleh Katayama tahun 1951 peneliti
Jepang yang menganalisis pola pertumbuhan tunas padi dan spesies rumputan
lainnya dengan istilah phyllochrons dikenal juga dengan metode Katayama.
Ukuran phyllochorns inilah yang menjadi dasar mengapa pemindahan bibit
metode SRI harus dilakukan pada umur bibit sangat muda (7-15 hari sesudah
semai). Metode SRI di Indonesia pertama kali dilaksanakan oleh Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat pada musim
kemarau 1999 dengan hasil 6.2 ton ha-1 dan pada musim hujan 1999/2000
4
menghasilkan padi rata-rata 8.2 ton ha-1 (Sato 2007). Jarak tanam merupakan
pengaturan tata letak populasi tanaman dengan jarak yang pasti menurut dua arah
tertentu dalam satu areal per tanaman (Bleasdale 1973), di Indonesia pada
umumnya jarak tanam padi disesuaikan dengan kondisi tanah dan kebiasaan
daerah setempat.
Peranan Nitrogen (N) pada Tanaman Padi
Nitrogen (N) merupakan unsur pokok pembentuk protein dan penyusun
utama protoplasma, khloroplas, dan enzim. Peranan nitrogen umumnya
berhubungan dengan aktivitas fotosintesis sehingga secara langsung atau tidak
nitrogen sangat penting dalam proses metabolisme dan respirasi (Yoshida 1981).
Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah dipengaruhi
oleh ketersediaan unsur hara nitrogen (Ismunadji dan Dijkshoorn 1971), pada saat
ini sangat jarang dijumpai tanah yang tidak membutuhkan tambahan nitrogen
untuk menghasilkan produksi padi yang tinggi (Fagi 1990). Bahkan di daerah daerah yang menanam padi secara intensif, masukan nitrogen semakin banyak
diperlukan, karena laju kehilangan N pada tanah yang sering ditanami padi sangat
tinggi (Kirk 1996).
Tanaman padi dapat memperoleh nitrogen dari hasil fiksasi ganggang dan
bakteri heterotrof, mineralisasi bahan organik dan dari cadangan N tanah.
Meskipun demikian sumber hara N utama tanaman padi adalah pupuk. Hara N
yang tersedia hanya diserap tanaman sekitar 30 – 45%, sisanya hilang dari sistem
genangan air tanah melalui proses volatilisasi dan denitrifikasi (Ismunadji dan
Dijkshoorn 1971). Kehilangan N melalui berbagai peristiwa dapat bervariasi
tergantung pada kondisi tanah dan lingkungan. Besarnya kehilangan N melalui
denitrifikasi dapat mencapai sekitar 30 – 40% (Yoshida dan Padre 1974). Pada
kondisi yang berbeda kehilangan N melalui volatilisasi dan pencucian masing masing dapat mencapai sekitar 45% (De Datta 1968) dan melalui erosi dapat
mencapai 45%. Di India, California, Lousiana, dan Filipina kehilangan N dari
pemupukan nitrogen diperkirakan berturut - turut mencapai 20 – 40%, 37%, 68%,
dan 25% (De Datta 1981) sedangkan di Indonesia kehilangan N dari pupuk dapat
mencapai 52 – 71% (Ismunadji 1975). Umumnya kehilangan N tersebut semakin
banyak dengan semakin tingginya takaran pupuk N yang diberikan (Makarim
1993).
Nitrogen adalah unsur hara yang bermuatan positif (NH4+) dan negatif
(NO3-) yang mudah hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Beberapa
proses yang menyebabkan ketidaktersediaan N dari dalam tanah adalah proses
pencucian/terlindi (leaching) NO3-. Denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi
NH4+ menjadi NH3, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh
mikroorganisme tanah (Muklis dan Fauzi 2003). Kadar nitrogen rata-rata dalam
jaringan tanaman adalah 2 – 4% berat kering (Tisdale et al 1990). Bagian tanaman
yang bewarna hijau mengandung N protein terbanyak 70 – 80%. Nitrogen asam
nukleat 10% dan asam amino terlarut hanya sebanyak 5% dari total N dalam
5
tanaman. Pada biji tanaman, protein umumnya terdapat dalam bentuk tersimpan
(Roesmarkam dan Yuwono 2002).
Tujuan utama dari pemberian pupuk N adalah untuk meningkatkan hasil
bahan kering. Biasanya, tanaman mengambil 30 – 70% dari N yang diberikan,
bergantung pada jenis tanaman, tingkat dan jumlah N yang diberikan (Engelstad
1997). Pada tanaman padi-padian, pemberian nitrogen dapat memperbesar ukuran
butir dan meningkatkan persentase protein dalam biji (Buckman dan Brady 1982).
Menurut Syekhfani (1997) nitrogen berperan dalam penyusunan komponen
penting organ tanaman, sebagai unsur yang terlibat dalam proses fotosintesis,
merupakan unsur kehidupan sel tanaman, penyusun klorofil dan senyawa organik
penting lainnya.
Tanaman padi yang kekurangan nitrogen, sedikit anakannya dan
pertumbuhannya kerdil. Daunnya berwarna hijau muda kekuning-kuningan serta
menyebabkan butir pada malai banyak yang hampa (Siregar 1981). De Datta
(1970) melaporkan bahwa tanda tanda tanaman padi yang memperoleh nitrogen
dalam jumlah yang cukup diantaranya warna tanaman hijau tua, pertumbuhan
tanaman lebih cepat, berat daun dan jumlah butir meningkat yang pada akhirnya
mengalami peningkatan hasil gabah. Unsur hara nitrogen juga dapat mendorong
pertumbuhan diantaranya meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran
daun, jumlah gabah permalai dan persentase gabah isi, unsur nitrogen juga
berkaitan erat dengan tingkat fotosintesis daun dan biomassa tanaman
(Dobermann dan Fairhurst 2000). Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat
esensial bagi pertumbuhan tanaman (Syekhfani 1997). Nitrogen merupakan
elemen pembatas pada hampir semua jenis tanah, maka pemberian pupuk N yang
tepat sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman Padi.
Disamping itu, Hakim et al (1986) menyatakan bahwa efisiensi pemupukan
nitrogen di daerah tropik basah umumnya rendah. Dalam praktek pemupukan,
nitrogen yang diserap tanaman hanya berkisar antara 22 – 65%. Secara umum
efisiensi serapan nitrogen pada lahan sawah beririgasi hanya bisa mencapai 45%
dan sisanya sekitar 55% tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Jipelos 1989).
Bouldin dan Alimagno (1976) melaporkan bahwa hingga 60% dari pupuk N
hilang melalui penguapan ammonia.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bunisari, Kecamatan Warungkondang,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang berada pada ketinggian 300-900 m dpl.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 – Februari 2015.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah benih padi japonica varietas
Hitomebore, pupuk NPK kujang (15-15-15), pupuk urea, pestisida organik
maupun sintetik yang digunakan secara terbatas apabila diperlukan, alkohol,
6
NaOH, asam asetat, KI, dan KOH. Alat yang digunakan adalah alat budidaya
tanaman, bagan warna daun (BWD), penggaris milimeter, gelas ukur, meteran,
timbangan analitik, dial caliper,blower seeds dan spektrophotometer U-1500.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial Split Plot dengan dua
faktor perlakuan yaitu dosis pupuk nitrogen (N) sebagai petak utama dan jarak
tanam sebagai anak petak. Perlakuan pemupukan nitrogen (N) terdiri dari 3 taraf
yaitu 45 kg N ha-1 (D1), 90 kg N ha-1 (D2), dan 135 kg N ha-1 (D3). Perlakuan
jarak tanam terdiri dari 3 taraf yaitu 30 cm x 30 cm (J1), 30 cm x 15 cm (J2), dan
20 cm x 40 cm x 15 cm (J3). Percobaan terdiri dari 3 ulangan dengan 9 kombinasi
perlakuan sehingga terdapat 27 satuan percobaan (lay out lahan penelitian terdapat
dalam lampiran 1).
J1D1
J1D2
J1D3
J2D1
J2D2
J2D3
J3D1
J3D2
J3D3
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 45 kg
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 90 kg
: Jarak Tanam 30 x 30 + Dosis N 135 kg
: Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 45 kg
: Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 90 kg
: Jarak Tanam 30 x 15 + Dosis N 135 kg
: Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 45 kg
: Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 90 kg
: Jarak Tanam Jajar Legowo (20x40x15) + Dosis N 135 kg
Model statistik yang digunakan adalah:
Yijk = µ + Ui + Pj + £ij + Jk + (PJ)jk + €ijk
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan (respon) dari ulangan ke-i , dosis pupuk nitrogen ke-j,
jarak tanam ke-k
µ
= rataan umum
Ui
= pengaruh ulangan ke-I (1,2,3)
Pj
= pengaruh dosis pupuk ke-j (1,2,3)
£ij
= pengaruh galat ulangan ke-I dan perlakuan dosis pupuk ke-j
Jk
= pengaruh jarak tanam ke-k (1,2,3)
(PJ)jk = pengaruh interaksi antara dosis pupuk ke-j dan jarak tanam ke-k
€ijk = pengaruh galat percobaan dari ulangan ke-I dosis pupuk ke-j, dan jarak
tanam ke-k
Data yang diperoleh dilakukan analisis ragam. Apabila hasil uji F nyata, maka
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range
Test/DMRT) pada taraf 5%. (Gomez dan Gomez 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK Kujang (15-15-15)
dengan dosis rekomendasi 300 kg NPK ha-1 yang memiliki kandungan nitrogen
7
(N) sebesar 45 kg. Aplikasi pupuk nitrogen dan jarak tanam dilakukan sesuai
dengan perlakuan. Untuk aplikasi pemupukan nitrogen 45 kg N ha-1 diberikan dua
kali dalam masa tanam ( 1 MST dan 3 MST ), aplikasi pemupukan nitrogen 90 kg
N ha-1 dan 135 kg N ha-1 diberikan tiga kali dalam masa tanam ( 1 MST, 3 MST,
dan 5 MST ). Kebutuhan benih untuk persemaian 20 kg ha-1. Benih sebelum
disemai diseleksi dengan perendaman air garam 3% selanjutnya yang dilakukan
yaitu persemaian pada lahan kering kemudian penanaman di lahan dengan umur
bibit 14 hari setelah penyemaian (HSP). Tiap satuan percobaan berupa petakan
dengan luas ±46 m2. Penanaman dilakukan menggunakan jarak tanam sesuai
perlakuan dengan satu bibit per lubang. Pemeliharaan tanaman mencakup
pengairan, penyulaman, penyiangan dan pengendalian hama. Penyulaman
terhadap bibit yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 7 hari setelah penanaman
(HST) dengan menggunakan benih yang sama. Penyiangan gulma, pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara manual apabila diperlukan. Pemanenan
dilakukan ketika 95 % bulir padi telah menguning.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak dengan peubah yang
diamati meliputi :
a. Pengamatan pertumbuhan
1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga daun tertinggi dan
diamati pada saat 1 MST (Masa Setelah Tanam) sampai 11 MST.
2. Jumlah anakan yang dihitung dari jumlah anakan per rumpun dan diamati
pada saat 1 MST sampai 11 MST.
3. Jumlah malai yang dihitung setelah keluar malai penuh sampai 11 MST.
4. Warna daun yang diamati menggunakan skala bagan warna daun pada saat 1
MST sampai 11 MST.
b. Pengamatan usia stadia pertumbuhan (hari setelah tanam) pada fase :
1. Masa bunting
2. Masa heading (keluar malai)
3. Masa pengisian (masak susu, masak penuh, dan masak mati)
4. Masa panen
c. Pengamatan biomassa tanaman
1. Panjang akar yang diukur dari pangkal akar sampai dengan ujung akar
(cm) pada saat panen
2. Volume akar yang diukur dengan memasukkan akar ke dalam galas ukur
yang di isi air (kapasitas 500 ml) pada saat panen
3. Bobot basah akar dan tajuk
4. Bobot kering akar dan tajuk diperoleh dengan memasukkan bagian
akar dan tajuk tanaman ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 48 jam
pada saat panen.
8
d. Pengamatan hasil, komponen hasil, serta kualitas hasil
1. Jumlah anakan produktif yang dihitung dari setiap rumpun tanaman contoh
2. Panjang malai yang dihitung 2 malai dari setiap tanaman contoh pada
setiap perlakuan.
3. Jumlah gabah per malai yang dihitung 2 malai dari setiap tanaman contoh
pada setiap perlakuan.
4. Hasil gabah basah dan kering pertanaman yang diambil dari setiap
perlakuan tanaman contoh.
5. Bobot gabah isi dan hampa yang diambil dari setiap perlakuan tanaman
contoh.
6. Bobot 1000 butir gabah yang ditimbang dari setiap perlakuan tanaman
contoh.
7. Dugaan hasil bobot kering per hektar yang diperoleh dari hasil dalam
ubinan kering
8. Potensi hasil per hektar yang diperoleh dari jumlah anakan produktif,
jumlah gabah per malai, persentase gabah bernas, populasi, dan bobot
1000 butir.
9. Peningkatan hasil per hektar yang diperoleh dari perbandingan antar faktor
perlakuan.
e. Pengamatan fisikokimia
1. Rendemen beras giling diperoleh dari beras pecah kulit yang sudah
ditimbang kemudian dimasukan ke dalam mesin sosoh (testing mill)
Takayama model TM-05, diperoleh beras giling kemudian ditimbang.
2. Persentase beras kepala diperoleh dari beras giling sebanyak 100 g diayak
dengan mesin pemisah beras (testing rice grader) dipisahkan dari beras
patah dan menir, diperoleh beras kepala, kemudian ditimbang.
3. Bentuk beras diperoleh dari perbandingan antara panjang dan lebar dengan
cara 10 butir beras setiap perlakuan kemudian beras diukur menggunakan
dial caliper.
4. Suhu gelatinisasi beras adalah karakter untuk menunjukkan lamanya waktu
yang diperlukan memasak beras menjadi nasi. Penentuan sifat suhu
gelatinisasi beras dilakukan dengan metode perendaman beras dalam
larutan alkali, kemudian diukur tingkat kerusakannya dengan pemberian
nilai/skor kerusakan (skor 1 – 3 tergolong tinggi, 4 – 5 tergolong sedang,
dan 6 – 7 tergolong rendah) (Suismono et al. 2003).
5. Kadar amilosa menggunakan metode kalorimeter Iodida yaitu 10 – 12
butir beras ditepungkan dengan menggunakan alat tepung (crescent
WIGL-BUG) lalu ditimbang sebanyak 100 mg dan dimasukkan dalam
labu ukur 100 mL, ditambah 1 mL alkohol 95% dan 9 mL NaOH 1 N.
9
Larutan selanjutnya didiamkan pada suhu ruang selama 23 jam, kemudian
diberi air destilata sampai tanda tera 100 ml, larutan dikocok dan dipipet 5
ml kedalam labu ukur yang berisi 80 ml air destilasi dan ditambahkan 1 ml
asam asetat 1 N dan 2% Iod dalam KI, kemudian diencerkan kembali
dengan air destilasi sampai tera 100 ml, didiamkan selama 20 menit lalu
diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 625 nm. Kadar amilosa dapat digolongkan diantaranya tinggi
(>25%), sedang (20.1 – 25%), rendah (12.1 – 20%), sangat rendah (5.1 –
12%), dan ketan (0 – 5%) (Juliano 1993).
6. Uji organoleptik diperoleh dengan cara mengambil 200 g beras antar
perlakuan kemudian ditambahkan 300 cc air, dimasak dengan kompor gas
hingga matang dan siap untuk dimakan. Beras setiap perlakuan diuji rasa
oleh 20 orang panelis, setiap kali pengujian digunakan IR42 dan
Memberamo sebagai standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Percobaan dilakukan di desa Bunisari, Warungkondang, Cianjur, pada
bulan November 2014 – Februari 2015. Suhu rata – rata harian dari bulan Oktober
2014 hingga Februari 2015 adalah 29○C dengan kelembaban relatif rata – rata
harian sebesar 67% (Lampiran 2). Menurut De Datta (1981) padi membutuhkan
temperatur yang berbeda selama pertumbuhannya, pada fase perkecambahan
membutuhkan temperatur optimal antara 18 - 40°C, fase anakan memerlukan
temperatur optimal antara 25 - 31°C, dan fase antesis temperatur optimal sekitar
30 - 33°C.
Kondisi tanaman secara umum baik, beberapa hama yang menyerang pada
tanaman ini diantaranya hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis), tikus
sawah (Rattus argentiventer), belalang, walang sangit, dan burung pipit.
Pengendalian hama tikus sawah dengan cara membuat cacahan batang sereh
kemudian ditaburkan pada setiap sudut petakan. Pengendalian hama belalang dan
walang sangit dikendalikan dengan cara menyemprotkan insektisida. sedangkan
hama burung dikendalikan dengan menembakkan senapan angin yang memiliki
peluru kosong. Penyakit yang menyerang tanaman ini diantaranya tungro dan
beluk, pengendalian penyakit dilakukan dengan aplikasi pestisida kimia. Gulma
yang paling banyak tumbuh di lahan percobaan adalah Leptochloa chinensis dan
Fimbristylis miliacea. Penyiangan gulma secara manual dilakukan pada 2 MST, 4
MST, 6 MST dan 10 MST.
10
a
b
Gambar 1 Serangan hama dan penyakit tanaman padi japonica pada lahan
penelitian a. Rattus argentiventer; b. Beluk
Analisis Kandungan Hara Tanah dan Pupuk
Analisis kandungan hara tanah dilakukan sebelum dan setelah panen
sedangkan analisis kandungan pupuk urea dan pupuk majemuk NPK Kujang
dilakukan sebelum penelitian. Sebelum penelitian dilakukan analisis tanah awal
dengan pengambilan contoh tanah secara komposit, pada akhir penelitian sampel
tanah diambil pada masing-masing petak perlakuan dan dilakukan komposit.
Analisis dilakukan terhadap kandungan C-Organik, C/N, N Total, P Total, dan K
Total. Hasil analisis kandungan hara tanah dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis hara tanah dan pupuk sebelum dan setelah penelitian
Peubah
Tanah
C - Organik (%)
C/N (%)
N Total (%)
P Total (ppm)
K Total (%)
Pupuk Urea
N Total (%)
Pupuk Majemuk
NPK Kujang
N Total (%)
P Total (%)
K Total (%)
Sebelum
Penelitian
Setelah Penelitian (kg N /ha)
Dosis 45
Dosis 90 Dosis 135
1.35
10.00
0.13
5.2
0.11
46.19
21.45
14.35
29.23
Sumber : Laboratorium Tanah, SEAMEO BIOTROP (2015)
2.87
14.67
0.19
4.8
0.12
1.93
10.00
0.19
5.2
0.13
1.31
10.67
0.13
5.0
0.11
11
Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukan bahwa C-organik
sedang, C/N rasio rendah, N rendah, P rendah, dan K tergolong rendah menurut
kriteria dari Balai Penelitian Tanah (2009) (Lampiran 3). Hasil analisis tanah
setelah penelitian menunjukan adanya peningkatan C-organik, C/N, N, dan K,
namun terjadi penurunan pada kandungan P tanah. Pupuk urea yang diuji sesuai
dengan kandungan yang tertera dalam kemasan yaitu 46% dan pupuk majemuk
NPK Kujang Cikampek yang diuji berbeda dengan kandungan yang tertera dalam
kemasan yang seharusnya 15 – 15 – 15 artinya kandungan masing – masing unsur
hara N, P, dan K sebesar 15% ternyata setelah dilakukan pengujian, kandungan N
Total sebesar 21.45%, P Total sebesar 14.35%, dan K Total sebesar 29.23%.
Perlakuan dosis pupuk 45 N kg ha-1, 90 N kg ha-1, dan 135 N kg ha-1 berturut-turut
memiliki hara N Total dalam tanah sebesar 19%, 19% dan 13%, bila
dibandingkan dengan kandungan N Total tanah sebelum penelitian yaitu 13%
maka penambahan dosis pupuk nitrogen dapat meningkatkan kandungan N Total
tanah (Tabel 1). Kandungan N tanah selain berasal dari pemupukan juga dapat
bersumber dari air hujan, air irigasi, maupun bahan organik tanah yang telah ada
dan mengalami proses dekomposisi (Tustiyani 2014). Secara umum hasil analisis
menunjukan tidak terdapat perbedaan kandungan N Total tanah yang besar pada
akhir percobaan.
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk N dan jarak tanam berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 11 MST. Tinggi tanaman tertinggi
dihasilkan pada perlakuan dosis 135 kg N ha-1 dan jarak tanam 30 cm x 30 cm
yaitu 90.70 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah dihasilkan pada perlakuan
dosis 45 kg N ha-1 dan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm sebesar 77.77 cm.
Pengaruh interaksi perlakuan dosis dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman pada
11 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengaruh interaksi dosis pupuk N dan jarak tanam terhadap tinggi
tanaman pada saat 11 MST
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
30 x 30
84.87bc
82.10c
90.70a
Jarak Tanam
30 x 15
20 x 15 x 40
…cm…
82.13c
77.77d
87.53ab
88.00ab
90.33a
84.63bc
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Terdapat korelasi positif antara dosis pupuk yang diberikan dengan jarak
tanam yang digunakan. Semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan dan
semakin lebar jarak tanam yang digunakan maka tinggi tanaman akan semakin
meningkat. Tinggi tanaman tertinggi cenderung diperoleh pada dosis pupuk
12
nitrogen yang tinggi dan jarak tanam yang lebar (135 kg ha-1 dan 30 cm x 30 cm)
yakni 90.70 cm. Tinggi tanaman terpendek diperoleh pada dosis pupuk nitrogen
yang rendah dan jarak tanam yang sempit (45 kg ha-1 dan 20 cm x 15 cm x 40 cm)
yakni 77.77 cm, hal tersebut menunjukkan adanya kompetisi unsur hara.
Kompetisi ialah salah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang
mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak (Mulyaningsih et al 2008). Salah
satu faktor yang mempengaruhi besarnya persaingan dalam pertanaman padi
sawah adalah kepadatan populasi yang ada di sekitar pertanaman. Pupuk
anorganik mengandung unsur hara tanaman seperti N yang lebih banyak
dibandingkan pupuk organik dan lebih cepat tersedia bagi tanaman. Hal ini
memungkinkan nitrogen lebih banyak diserap tanaman. Menurut Syekhfani
(1997) pemupukan nitrogen dapat menunjang pertumbuhan tanaman padi sawah
dan sebaliknya jika tidak diberikan akan menghambat pertumbuhan tanaman
karena nitrogen merupakan unsur hara yang berfungsi memacu pertumbuhan
vegetatif tanaman. Tanaman akan memperlihatkan gejala klorosis dan tumbuh
kerdil jika kekurangan nitrogen. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Haque (2013) pada padi indica yang menyatakan bahwa pemberian dosis pupuk
nitrogen yang tinggi akan mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman salah
satunya tinggi tanaman. Selain itu tidak terlihat pengaruh etiolasi pada populasi
tertinggi.
Jumlah Anakan
Pengaruh pemupukan dosis pupuk N terhadap jumlah anakan terlihat pada
saat 6, 7, dan 8 MST. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut menghasilkan
anakan maksimum. Dosis pupuk 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 menghasilkan
jumlah anakan terbanyak, kedua dosis tersebut menghasilkan jumlah anakan yang
lebih banyak daripada dosis 45 kg N ha-1 (Tabel 3). Pada perlakuan dosis tinggi
diduga tanaman memiliki kandungan nitrogen yang cukup. Tanaka dan Garcia
(1965) menemukan bahwa kandungan nitrogen lebih tinggi 2% pada batang padi
akan mendorong pembentukan anakan dan apabila lebih rendah dari 0.8% maka
akan menyebabkan kematian pada anakan padi. Hal serupa juga dikemukakan
oleh Maske et al (1997) yang menemukan bahwa jumlah anakan meningkat secara
signifikan dengan peningkatan dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Perlakuan
dosis 45 kg N ha-1 menghasilkan jumlah anakan paling sedikit terutama pada 6, 7,
dan 8 MST, setelah melewati fase pertumbuhan anakan maksimum, pada 9, 10,
dan 11 MST, jumlah anakan ketiga perlakuan dosis tersebut tidak berpengaruh
nyata.
13
Tabel 3 Jumlah anakan padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
Perlakuan
5
6
Umur Tanaman (MST)
7
8
9
…..anakan…..
10
11
19.00
22.56
22.22
19.22
22.00
22.44
Dosis (Kg)
45
17.11
90
18.67
135
19.11
Jarak Tanam (cm)
16.44b 15.22b 18.00b 18.67
18.89a 18.11a 21.22a 22.00
19.89a 19.89a 21.33a 21.78
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
22.22a 21.89a 26.56a 28.33a 29.44a 30.00a
17.33b 16.22b 18.11b 18.44b 18.56b 17.78b
15.67c 15.11b 15.89b 15.67b 15.78b 15.89b
tn
tn
tn
tn
tn
tn
19.56a
18.11b
17.22b
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah anakan yang
terbanyak diantara jarak tanam lainnya. Jumlah anakan dengan jarak tanam 30 cm
x 15 cm tidak berbeda dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm pada 5, 7, 8, 9,
10, dan 11 MST. Semakin lebar jarak tanam yang digunakan terlihat semakin
banyak kemampuan tanaman menghasilkan anakan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Masdar (2005) bahwa Jarak tanam 30 cm x 30 cm menunjukkan jumlah
anakan yang paling banyak. Awalnya inisiasi anakan berupa 4 tunas primer
tumbuh normal dan berkembang menjadi 4 anakan primer (Yoshida 1981), namun
tunas berikutnya tidak sepenuhnya bisa berkembang menjadi anakan karena
tergantung dukungan makanan dari anakan primer yang berfungsi sebagai induk.
Pada jarak tanam lebar tanaman memiliki akses hara, air, dan cahaya lebih banyak
sehingga dukungan untuk perkembangan anakan berikutnya terpenuhi.
Tanaman pada jarak tanam lebih sempit mengalami persaingan yang lebih
berat untuk mendapatkan unsur hara, cahaya maupun air. Unsur hara diperlukan
dalam jumlah yang sangat besar dan penting untuk metabolisme tanaman.
Persaingan tanaman untuk mendapatkan unsur hara terutama nitrogen, fosfat dan
kalium akan terjadi pada masing-masing tanaman. Jarak tanam yang rapat, besar
kemungkinan terjadi persaingan yang berat dalam perakaran. Menurut Dobermann
dan Fairhurst (2000) perakaran tanaman dan jumlah anakan dipengaruhi oleh
unsur hara P. Jarak tanam yang lebar cenderung untuk tumbuh lebih baik, karena
pada jarak tanam ini tanaman mempunyai kesempatan lebih baik untuk
mendapatkan cahaya, unsur hara yang cukup daripada jarak tanam sempit.
Jumlah Malai
Dosis pupuk 90 kg N ha-1 dan 135 kg N ha-1 tidak berpengaruh terhadap
jumlah malai pada saat 11 MST, namun kedua dosis tersebut menghasilkan
jumlah malai yang lebih banyak daripada dosis 45 kg N ha1 (Tabel 4). Pemberian
nitrogen dalam jumlah yang banyak (sesuai dengan kebutuhan tanaman) dapat
14
meningkatkan jumlah anakan, selain itu unsur hara belerang (S) yang terdapat
pada pupuk ZA dapat memacu pertumbuhan anakan produktif, dimana jumlah
anakan yang terbentuk menentukan jumlah malai (Kurniadie 2001). Siregar
(1981) menyatakan bahwa unsur hara nitrogen berperan penting sebagai penyusun
protein, yang akan digunakan oleh tanaman diantaranya untuk meningkatkan
jumlah malai per rumpun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aribawa et al
(2003) bahwa peningkatan dosis pupuk N dari 0 kg N ha-1 sampai 135 kg N ha-1
nyata meningkatkan jumlah malai per rumpun. Peningkatan dosis pupuk urea
selanjutnya sampai 180 kg N ha-1 menurunkan jumlah malai per rumpun pada
jarak tanam yang lebih rapat yaitu 20 cm x 10 cm.
Tabel 4 Jumlah malai padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak
tanam yang berbeda
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
Jarak Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
8
Umur Tanaman (MST)
9
10
…malai…
11
5.00
4.11
5.56
11.89c
14.11b
15.89a
15.78b
19.89a
20.44a
17.89b
21.22a
21.56a
5.00
4.89
4.78
tn
16.33a
13.44b
12.11b
tn
25.44a
16.44b
14.22b
tn
28.33a
17.22b
15.11b
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Jarak tanam 30 cm x 30 cm menghasilkan rata-rata jumlah malai yang
terbanyak diantara jarak tanam lainnya. Jumlah malai dengan jarak tanam 30 cm x
15 cm tidak berbeda dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm pada 9, 10, dan
11 MST. Jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm menghasilkan jumlah malai paling
sedikit pada akhir pengamatan, sedangkan jarak tanam 30 cm x 30 cm
menghasilkan jumlah malai paling banyak pada akhir pengamatan. Menurut Yetti
dan Ardian (2009) pada jarak tanam yang lebar (30 cm x 30 cm) cenderung
menghasilkan jumlah malai yang banyak dan mengeluarkan malai lebih cepat, hal
ini disebabkan kecilnya persaingan antar tanaman dalam memperoleh hara
mineral dan cahaya matahari, selain itu dipengaruhi juga oleh populasi yang tidak
rapat jika dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit (25 cm x 25 cm).
15
Warna Daun
Warna daun merupakan indikator untuk mengetahui kecukupan unsur
nitrogen pada tanaman padi. Nilai BWD 4 menunjukkan titik kritis kecukupan
unsur N. Hasil pengamatan warna daun disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Bagan warna daun padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan
jarak tanam yang berbeda
Perlakuan
Dosis (Kg)
45 Kg
90 Kg
135 Kg
Jarak
Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
Umur Tanaman (MST)
5
6
7
…skor…
1
2
3
4
3.00
3.00
3.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
4.00
3.33
4.00
4.00
3.00
3.00
3.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
4.00
4.00
4.00
tn
3.78
3.78
3.78
tn
8
9
10
11
3.00
3.00
3.00
2.67
3.00
3.00
2.78
3.00
3.00
2.67
3.00
3.00
2.44
2.44
2.56
3.00
3.00
3.00
tn
2.89
2.89
2.89
tn
3.00
2.89
2.89
tn
3.00
2.89
2.78
tn
2.67
2.44
2.33
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Tabel 5 menunjukan rata-rata warna daun memiliki skor 4 atau mendekati
4 pada saat 2 MST - 6 MST kemudian menurun pada 7 MST - 11 MST. Perlakuan
dosis pupuk N dan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap bagan warna daun.
Pola perkembangan bagan warna daun pada saat tanaman masih muda umumnya
rendah dan meningkat dengan meningkatnya umur tanaman. Sifat dari pupuk
anorganik adalah memiliki kandungan hara yang tinggi dan cepat tersedia bagi
tanaman (Suharno et al 2010).
Panjang Akar, Bobot Kering Biomassa dan Volume Akar
Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap panjang akar dan bobot
kering akar, namun berpengaruh terhadap bobot kering tajuk dan volume akar
(Tabel 6). Jarak tanam 30 cm x 30 cm memiliki bobot kering tajuk dan volume
akar yang lebih besar yakni 43.27 cm dan 29.44 ml dibandingkan pada perlakuan
jarak tanam 30 cm x 15 cm dan 20 cm x 15 cm x 40 cm. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Muliasari (2009) yang menyatakan bahwa bobot kering tajuk
paling tinggi terdapat pada perlakuan jarak tanam paling lebar yaitu jarak tanam
30 cm x 30 cm. Hal ini terjadi apabila jarak tanam yang lebar, tanaman lebih dapat
memanfaatkan lingkungan sekitar guna mendukung pertumbuhannya. Menurut
Donald (1963) tanaman pertanian mempunyai kemampuan untuk mengeksploitasi
lingkungan yang lebih luas disamping kemampuannya untuk bertahan hidup.
Perwita (2011) menyatakan bahwa volume akar yang paling tinggi tidak
16
menjamin jumlah anakan yang dihasilkan akan paling tinggi pula, karena
pembentukan anakan lebih ditentukan oleh serapan hara selama fase vegetatif.
Selain itu tidak terdapat interaksi antara pupuk nitrogen yang diberikan dengan
jarak tanam yang digunakan.
Tabel 6 Panjang akar, bobot kering biomassa dan volume akar padi japonica pada
perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak tanam yang berbeda.
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
Jarak Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
Panjang Akar
(cm)
Bobot Kering (g)
Tajuk
Akar
...12 MST...
Volume Akar
(ml)
16.76
14.99
14.99
24.61
30.51
31.57
4.73
6.50
6.15
18.33
22.00
21.44
15.89
15.79
15.06
43.27a
23.45b
19.97b
tn
5.70
6.70
4.99
tn
29.44a
18.44b
13.89b
tn
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Hasil dan Komponen Hasil
Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Gabah/Malai, Serta
Bobot 1000 Butir
Jumlah anakan produktif adalah jumlah anakan yang menghasilkan malai
yang berpengaruh terhadap hasil tanaman. Perlakuan dosis pupuk N tidak
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif tetapi perlakuan jarak tanam
berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif yang dihasilkan tanaman (Tabel
7). Jumlah anakan produktif paling banyak terdapat pada perlakuan jarak tanam
30 cm x 30 cm yakni 27 dan jumlah anakan produktif paling sedikit terdapat pada
perlakuan jarak tanam 20 cm x 15 cm x 40 cm yakni 13. Jumlah anakan produktif
dipengaruhi oleh ukuran ruang antar rumpun. Semakin luas ruang antar rumpun,
semakin banyak jumlah anakan produktif (Muliasari 2009). Hal ini sesuai dengan
penelitian Masdar (2005) bahwa semakin lebar jarak tanam jumlah anakan
produktif semakin banyak dibandingkan jarak tanam yang lebih sempit. Tunas
tertier tidak sepenuhnya bisa tumbuh bugar sampai usia berbunga karena masih
pendek dan kalah dalam persaingan antar anakan. Anakan yang relatif pendek dan
posisi di bagian dalam rumpun, akan mengalami kekalahan pada persaingan
kontak dengan cahaya matahari.
Sistem perakaran pada anakan tertier masih relatif sedikit dan pendek
sudah harus bersaing dengan banyak sistem perakaran lainnya dalam satu rumpun
yang sudah relatif banyak dan panjang. Dalam hal ini, sistem perakaran yang
17
terbatas dalam jumlah dan panjangnya akan kalah sehingga tidak bisa mencukupi
kebutuhan hara untuk daun. Tanaman dalam satu rumpun terlalu awal menghadapi
persaingan tanaman antar rumpun, baik dalam konteks areal perakaran maupun
saling menaungi antar daun.
Tabel 7 Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan bobot
1000 butir padi japonica pada perlakuan pemupukan nitrogen dan jarak
tanam yang berbeda
Perlakuan
Dosis (kg)
45
90
135
Jarak Tanam (cm)
30 x 30
30 x 15
20 x 15 x 40
Interaksi
Jumlah
Anakan
Produktif
…batang…
Panjang
Malai
Jumlah
Gabah/Malai
Bobot 1000
Butir
…cm…
…butir…
…g…
17.67
20.22
20.33
20.01
21.66
21.36
64.89c
75.33b
81.00a
27.47
27.38
31.55
27.33a
17.00b
13.89c
tn
21.50a
21.63a
19.89b
tn
77.33a
72.44b
71.44b
tn
28.61
29.52
28.28
tn
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Perlakuan dosis pupuk nitrogen juga tidak berpengaruh terhadap panjang
malai, dan bobot 1000