Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIDANAU
BANTEN

DESI WULANSARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Penggunaan
Lahan di DAS Cidanau Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015
Desi Wulansari
NIM E14100044

ABSTRAK
DESI WULANSARI. Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten.
Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Perubahan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan kesesuaian lahan
dapat menyebabkan penurunan pengisian air tanah, sehingga aliran permukaan
meningkat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan penggunaan lahan
dan dampaknya terhadap debit langsung DAS Cidanau, Banten, serta mendapatkan
penggunaan lahan optimal. Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit
dianalisis menggunakan metode Soil Conservation Services–Curve Number (SCSCN). Optimasi penggunaan lahan bertujuan menurunkan aliran permukaan dengan
faktor pembatas kesesuaian lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan
penggunaan lahan DAS Cidanau pada periode 1998−2013 berpengaruh tidak nyata
terhadap peningkatan aliran permukaan. Selama periode tersebut terjadi
peningkatan lebih dari 100% lahan terbangun dari 600 ha (1998) menjadi 1301 ha
(2013) yang mengakibatkan aliran permukaan meningkat 1.96 % dari 1922.70 mm
(1998) menjadi 1959.46 mm (2013). Penggunaan lahan optimal DAS Cidanau
adalah hutan (8.21%), hutan tanaman (14.54%), lahan terbangun (5.81%),

perkebunan (5.46%), pertanian lahan kering (9.34%), pertanian lahan kering
campur (39.22%), sawah (17.27%), dan badan air (0.14%). Penggunaan lahan
tersebut mampu menurunkan limpasan permukaan sebesar 1.71% dari limpasan
permukaan pada penggunaan lahan tahun 2013.
Kata kunci: aliran permukaan, metode SCS-CN, optimasi

ABSTRACT
DESI WULANSARI. Optimization of Land Use In Cidanau Watershed Banten.
Supervised by HENDRAYANTO.
Land use changes without considering land suitability to decrease
groundwater recharge and cause increasing surface runoff. The purposes of this
study are to analyze land use changes and their impact on direct discharge in
Cidanau watershed, Banten, and to determine the optimal land use. Impact of land
use changes on water discharge was analized by using the Soil Conservation
Service-Curve Number (SCS-CN) method. Optimum land use was determined to
reduce surface runoff with constrain factor of land suitability. The result of study
showed that the land use of Cidanau watershed in the period 1998-2013 was
changes, but they changes did not significantly effect the increasing of surface
runoff. During this period, the developed land increase more than 100% from 600
ha (1998) to 1301 ha (2013) and caused the increasing of surface runoff about

1.96% from 1922.70 mm (1998) to 1959.46 mm (2013). The optimal land use in
Cidanau watershed was forest (8.21%), forest plantation (14.54%), developed land
(5.81%), plantation (5.46%), dry land farming (9.34%), dry land farming mixed
(39.22%), paddy (17.27%), and water bodies (0.14%). The optimal land use
decreased surface runoff about 1.71% of 2013 surface runoff .
Keywords: surface runoff, SCS-CN method, optimization

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIDANAU
BANTEN

DESI WULANSARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dengan judul yang diambil
adalah “Optimasi Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten”.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Hendrayanto MAgr selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan nasehat selama penelitian
dan penulisan skripsi ini. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu,
Bapak, Kakak dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat, doa
dan kasih sayang kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau,
Ciujung, Cidurian (BBWSC-3) Serang dan PT Krakatau Tirta Industri yang telah
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. Selain itu, ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada teman-teman Manajemen Hutan angkatan 47, teman
teman Wisma Edelweis (Ajeng, Dwi, Lili, Resi, Maya), Tias, Wulan “sunil”, Mba
Nina, teman teman 406 (Desi K, Puti, Laura), rekan-rekan Laboratorium Hidrologi

Hutan Departemen Manajemen Hutan (Winda, Yanuar “Doyok”, Alfred, Mawar
dan Wulan) atas motivasi, bantuan, dukungan dan kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan,
sehingga penulis berharap adanya saran yang dapat memperbaiki karya tulis ini.
Semoga karya tulis ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Desi Wulansari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2


Pengumpulan Data

3

Pengolahan Data

3

Analisis Jumlah Limpasan Permukaan

3

Penentuan Bilangan Kurva

4

Analisis Perubahan Debit

5


Optimasi Penggunaan Lahan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Perubahan Penggunaan Lahan

6

Curah Hujan Wilayah

10

Hyetograf dan Hidrograf DAS Cidanau

10


Kelompok Hidrologi Tanah

11

Aliran Permukaan Dugaan dan Hasil Pengukuran

12

Optimasi Penggunaan Lahan DAS Cidanau

15

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17


Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6


Klasifikasi kelompok hidrologi tanah
Kondisi kandungan air tanah sebelumnya
Tipe penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013
Perubahan penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998−2013
Kesesuaian lahan tiap tipe penggunaan lahan DAS Cidanau
Penggunaan lahan hasil optimasi

5
5
7
8
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Lokasi penelitian
Contoh pemisahan baseflow dan debit total (Q)
Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998
Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2005
Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2013
Curah hujan wilayah tahunan DAS Cidanau tahun 1998−2013
Curah hujan (CH), (a) debit total (Q) dan (b) debit langsung (DRO)
DAS Cidanau
Kelompok hidrologi tanah DAS Cidanau
Curah hujan (CH) dan aliran permukaan hasil pendugaan (QSCS)
dan pengukuran (QKTI)
Curah hujan (CH) dan aliran permukaan hasil pendugaan (Q)
Peta sistem lahan tiap penggunaan lahan DAS Cidanau

2
6
8
9
9
10
11
12
13
14
15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menuntut kebutuhan lahan
yang semakin besar sehingga menyebabkan terjadinya persaingan pemanfaatan
lahan untuk banyak kepentingan. Pemanfaatan lahan dapat bersifat positif jika
memperhatikan daya dukung dan kemampuan lahan, dan sebaliknya. Hal itu sesuai
dengan Arsyad (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan lahan yang kurang
sesuai dengan kemampuan lahannya akan berdampak buruk terhadap lingkungan,
seperti banjir, kekeringan dan erosi yang pada gilirannya akan menurunkan
produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Asdak (1995), kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis
penggunaan lahan dapat memperbesar atau memperkecil hasil air. Arsyad (2006)
menambahkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah dapat
mempengaruhi tata air di tempat tersebut dan tempat-tempat di hilirnya. Perubahan
penggunaan lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan
berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah dan meningkatkan
aliran permukaan (runoff) (Pawitan 2002).
Daerah Aliran Sungai (DAS ) Cidanau merupakan daerah tangkapan air yang
memiliki peran penting di Provinsi Banten, yaitu sebagai sumber air baku untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri-industri yang ada di wilayah provinsi
Banten. Namun, dari tahun ke tahun kondisi DAS Cidanau mulai mengalami
penurunan yang ditandai dengan ketersediaan air yang mulai menurun dan fluktuasi
debit minimum dan maksimum yang semakin meningkat (Priyanto dan Titiresmi
2006). Hasil penelitian Munibah (2008) menunjukkan terjadi perubahan lahan DAS
Cidanau pada periode 1982−2006 dengan dominan perubahan di dataran tinggi
menjadi pemukiman sedangkan dataran rendah menjadi sawah.
Fenomena perubahan penggunaan lahan dan debit di DAS Cidanau tersebut
mendorong perlu dilakukannya analisis dampak perubahan penggunaan lahan
terhadap debit aliran sungai di DAS Cidanau dan mencari alternatif penggunaan
lahan yang dapat memperbaiki hasil air di DAS Cidanau.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan dan
dampaknya terhadap debit langsung DAS Cidanau Banten, serta mendapatkan
penggunaan lahan optimal menggunakan metode Soil Conservation Services-Curve
Number (SCS-CN).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai dasar
pertimbangan dalam pengelolaan DAS Cidanau dalam memilih alternatif
penggunaan lahan yang menghasilkan aliran permukaan rendah.

2
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan pada keseluruhan DAS Cidanau. Analisis difokuskan
pada perubahan penggunaan lahan dan debit langsung dengan mengambil titik
outlet Rumah Pompa I PT Krakatau Tirta Industri. Penggunaan lahan optimal dalam
penelitian ini dimaknai sebagai penggunaan lahan yang dapat mengurangi aliran
permukaan dengan memperhatikan faktor kendala tempat tumbuh dalam memilih
penggunaan lahan.

METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di DAS Cidanau yang terletak pada 06° 07’ 30”− 06°
18’ 00” LS dan 105° 49’ 00”−106° 04’ 00” BT. Titik outlet pengukuran terletak
pada 06°08’21.01” LS dan 105°52’3.86” BT yang merupakan Rumah Pompa I PT
Krakatau Tirta Industri (Gambar 1).
Secara administratif DAS Cidanau terletak di Kabupaten Serang dan
Kabupaten Pandeglang yang meliputi enam kecamatan, yaitu Padarincang, Ciomas,
Mancak, Pabuaran, Cinangka dan Mandalawangi. Lokasi DAS Cidanau dapat
dilihat pada Gambar 1. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium
Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai, Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi penelitian

3
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
terdiri dari data Citra Landsat TM 5, Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI untuk
tahun perekaman 1998, 2005 dan
2013
yang diunduh
dari
www.earthexplorer.usgs.gov, Peta Jenis Tanah, Peta Sistem Lahan (Land System)
yang bersumber dari Peta RePPProT dan DEM Cidanau yang diperoleh dari Forum
Komunikasi DAS Cidanau (FKDC), data curah hujan tahun 1998−2013 dari Pos
Curah Hujan Cinangka, Padarincang dan Ciomas yang diperoleh dari BBWSC-3
Kota Serang dan data debit bulanan tahun 1998−2013 yang diperoleh dari PT
Krakatau Tirta Industri. Lokasi Pos Curah Hujan disajikan dalam Gambar 1.

Pengolahan Data
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (LU) dianalisis dengan cara interpretasi citra Landsat 5
TM (LU 1998), Landsat 7 ETM+ (LU 2005) dan Landsat 8 OLI (LU 2013).
Penggunaan citra Landsat yang berbeda-beda disesuaikan dengan ketersediaan citra
Landsatnya. Interpretasi citra dilakukan terhadap citra hasil pengolahan band citra
Landsat, yaitu 1−5 dan 7 untuk Landsat 5 dan 7 dan band 1−7 dan 9 untuk Landsat
8 OLI. Pengolahan citra dilakukan menggunakan ERDAS IMAGINE.
Interpretasi citra dilakukan secara visual menggunakan kunci interpretasi
penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan (BAPLAN 2008),
antara lain rona/warna, tekstur, pola, dan bentuk. Interpretasi dilakukan pada citra
Landsat tahun 1998, 2005 dan 2013. Perubahan penggunaan lahan dianalisis
dengan cara tumpangtindih (overlay) peta penggunaan lahan hasil interpretasi tahun
1998, 2005 dan 2013. Interpretasi penggunaan lahan dan analisis perubahan
penggunaan lahan dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak ArcMap GIS
9.3.
Analisis Curah Hujan Wilayah
Analisis curah hujan wilayah dilakukan dengan Metode Polygon Thiessen
yang dibuat menggunakan software ArcMap GIS 9.3. Metode Polygon Thiessen
digunakan untuk menentukan besarnya rata-rata curah hujan wilayah dengan
persamaan sebagai berikut :
P=∑ni=1 AᵢPᵢ/ ∑ni=1 Aᵢ................ (1)

Keterangan:
P
= Curah hujan wilayah (mm)
Ai
= Luas Poligon yang mewakili Pi (ha)
Pi
= Curah hujan pada stasiun i

Analisis Jumlah Limpasan Permukaan
Metode SCS-CN merupakan metode yang umum digunakan untuk
menduga aliran permukaan yang dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah
Amerika Serikat pada tahun 1973 (Arsyad 2006). Persamaan untuk menghitung
volume aliran permukaan adalah:

4
(P-0.2 S)²

Q= (P+0.8 S)................ (2)
Nilai S diduga dengan persamaan:
25400

S=

CN

- 254................ (2a)

Keterangan:
Q
= Volume aliran permukaan (mm)
P
= Curah hujan (mm)
S
= Retensi potensial maksimum (mm)
Bilangan kurva atau Curve Number (CN) pada suatu DAS menggunakan
nilai CN rata-rata tertimbang luas yang dihitung dengan persamaan 3. Nilai ratarata tertimbang luas memperhitungkan luasan dari setiap penggunaan lahan. Nilai
Curve Number (CN) berkisar antara 1 sampai 100. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung CN tertimbang adalah sebagai berikut:
CNTA=

∑ni=1 (CNᵢ x Aᵢ)
∑ni=1 Ai

................ (3)

Keterangan:
CNTA = Bilangan kurva rata-rata tertimbang
CNi = Bilangan kurva untuk setiap poligon penggunaan lahan-jenis tanah
Ai
= Luas setiap poligon penggunaan lahan
Penentuan Bilangan Kurva
Bilangan Kurva dipengaruhi oleh penggunaan lahan, keadaan hidrologi dan
kandungan air tanah sebelumnya (AMC). Metode SCS-CN menentukan nilai CN
dengan cara mengelompokkan tanah kedalam empat kelompok hidrologi, yaitu
kelompok A,B,C dan D. Kelompok tersebut didasarkan pada sifat-sifat tanah dan
laju infiltrasi seperti disajikan pada Tabel 1.
Kelompok hidrologi tanah (KHT) diperoleh dari analisis menggunakan
software ArcMap GIS yang dilakukan terhadap peta jenis tanah dan peta
penggunaan lahan. Hasil analisis tersebut berupa peta sebaran kelompok hidrologi
tanah (KHT) pada masing-masing jenis penggunaan lahan. Nilai kondisi air tanah
sebelumnya (AMC) diketahui dengan menjumlahkan curah hujan selama lima hari
sebelumnya.
Nilai AMC yang sudah ditentukan kemudian dipadankan dengan jumlah
curah hujan selama 5 hari pada musim tumbuh seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Jika data curah hujan yang digunakan bulanan maka AMC yang berlaku adalah
AMC II (normal). Kelompok hidrologi tanah dan tipe penggunaan lahan digunakan
untuk menentukan bilangan kurva (CN) berdasarkan nilai CN aliran permukaan dan
AMC yang disajikan pada Tabel nilai CN pada AMC II dalam Arsyad (2006).

5
Tabel 1 Klasifikasi kelompok hidrologi tanah
Kelompok
hidrologi tanah
(KHT)

Keterangan

Laju infiltrasi
minimum
(mm/jam)

A

Potensi air larian paling kecil, termasuk tanah pasir
dalam dengan unsur debu dan liat. Laju infiltrasi
tinggi

8−12

B

Potensi air larian kecil, tanah berpasir lebih
dangkal dari A. Tekstur halus sampai sedang. Laju
infiltrasi sedang

4−8

C

Potensi air larian sedang, tanah dangkal dan
mengandung cukup liat. Tekstur sedang sampai
halus. Laju infiltrasi rendah.

1−4

D

Potensi air larian tinggi, kebanyakan tanah liat,
dangkal dengan lapisan kedap air dekat permukaan
tanah. Infiltrasi paling rendah.

0−1

Sumber: Asdak (2007).

Tabel 2 Kondisi kandungan air tanah sebelumnya
Kandungan airtanah
sebelumnya
I
II
III

Total jumlah curah hujan 5 hari sebelumnya (mm)
Musim dorman
Musim tumbuh
53

Sumber: Arsyad (2006).

Analisis Perubahan Debit
Data debit yang digunakan dalam analisis adalah debit bulanan hasil
pengukuran PT Krakatau Tirta Industri pada outlet Rumah Pompa I tahun 19982013. Debit tersebut merupakan total debit yaitu jumlah aliran langsung (debit
langsung) dan aliran dasar (baseflow), sehingga untuk mengetahui besarnya aliran
langsung hasil pengukuran perlu adanya pemisahan antara baseflow dari total debit.
Metode pemisahan debit yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu dengan
cara menarik garis lurus di antara lengkung dasar yang mengapit dua puncak.
Contoh pemisahan debit aliran dasar dari debit total ditunjukkan pada Gambar 2.
Hasil pemisahan tersebut kemudian digunakan untuk membandingkan aliran
permukaan hasil pengukuran dan aliran permukaaan yang diduga dengan metode
SCS-CN.

Q (mm)

6
250
200
150
100
50
0

Bulan
Q

Baseflow

Gambar 2 Contoh pemisahan baseflow dan debit total (Q)
Analisis debit dilanjutkan dengan penentuan rasio aliran langsung untuk
mengetahui jumlah curah hujan yang menjadi aliran langsung. Rasio aliran
langsung dihitung berdasarkan data curah hujan dan data aliran langsung bulanan
pada tahun 1998−2013. Persamaan yang digunakan adalah:
Rasio aliran langsung=

Aliran langsung (mm)
CH bulanan (mm)

...............(4)

Untuk memperoleh aliran permukaan dengan satuan milimeter (mm) seperti pada
persamaan diatas perlu dilakukan konversi satuan menggunakan persamaan
berikut:
DRO m3/s x jumlah hari dalam 1 bulan x 86400 x 1000
DRO=
...............(5)
Luas DAS m2 x 10000

Keterangan:
DRO = Aliran langsung (mm)
1 hari = 24 jam = 86400 detik
Optimasi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan optimal ditentukan berdasarkan hasil aliran permukaan
terendah dengan faktor kendala kelas kesesuaian lahannya. Asumsi yang digunakan
adalah “dengan hasil aliran permukaan rendah, sebagian besar hujan akan
berinfiltrasi ke dalam tanah, mengisi air tanah dan mengalir sebagai aliran dasar di
sungai”. Kelas kesesuaian lahan menggunakan peta sistem lahan (land system) DAS
Cidanau (RePPProt 1989). Berdasarkan kelas kesesuaian lahan tersebut, tipe
penggunaan lahan tahun 2013 diubah menjadi skenario penggunaan lahan lain yang
dapat menghasilkan aliran permukaan yang lebih rendah dari sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di DAS Cidanau terdiri dari hutan sekunder, hutan
tanaman, perkebunan, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

7
campur, sawah, tanah terbuka dan badan air. Penggunaan lahan di DAS Cidanau
tahun 1998, 2005 dan 2013 disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Tipe penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013
Tipe penggunaan lahan

1998
ha

Hutan Sekunder
2289
Hutan Tanaman
3352
Lahan Terbangun
600
Perkebunan
1684
Pertanian Lahan Kering
2197
Pertanian Lahan Kering Campur
6989
Sawah
5263
Tanah Terbuka
3
Badan Air
32
Total
22 409

2005
%

ha

10.22
14.96
2.68
7.51
9.81
31.19
23.49
0.01
0.14
100

1983
3291
801
1212
2783
6853
5450
4
32
22 409

2013
%

ha

%

8.85
1841 8.21
14.68
3259 14.54
3.58
1301 5.81
5.41
1223 5.46
12.42
2650 1.83
30.58
6768 30.20
24.33
5330 23.78
0.02
6 0.03
0.14
32 0.14
100 22 409
100

Sumber: Badan Planologi Kehutanan 2008.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 1998, 2005 dan 2013 tipe
penggunaan lahan didominasi oleh pertanian lahan kering campur. Pertanian lahan
kering campur merupakan jenis pertanian yang diselingi dengan semak, belukar,
dan hutan bekas tebangan. Lahan ini sering disebut sebagai kebun campuran dengan
jenis tanaman berupa tanaman kayu dan buah-buahan. Tabel tersebut juga
menunjukkan bahwa selama periode 1998 hingga 2013 terjadi perubahan
penggunaan lahan. Luas lahan yang mengalami perubahan signifikan adalah lahan
terbangun yang meningkat lebih dari 100% dari 600 ha menjadi 1301 ha. Luas lahan
pertanian lahan kering juga mengalami peningkatan sekitar 21%, sementara luas
lahan hutan sekunder, perkebunan dan lahan pertanian lahan kering campur
menurun.
Perubahan penggunaan lahan pada periode 1998−2013 ditunjukkan pada
Tabel 4. Luas lahan terbangun meningkat dengan merubah hampir semua
penggunaan lahan. Sebagian besar merubah lahan pertanian lahan kering dan
sawah. Lahan terbangun ini meningkat pada bagian tengah dan hilir DAS Cidanau
(Gambar 3,4,5). Bagian tengah DAS Cidanau yaitu di Kecamatan Padarincang
memiliki aksesibilitas cukup tinggi dan direncanakan sebagai kawasan pemukiman,
sedangkan Bagian hilir, yaitu di Kecamatan Cinangka merupakan kawasan
pariwisata (RTRW Kabupaten Serang tahun 2009−2029), sehingga kedua wilayah
tersebut memerlukan lahan untuk pemukiman dan fasilitas pariwisata. Perubahan
lahan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan 2013 disajikan dalam Gambar 3,4 dan 5.

8
Tabel 4 Perubahan penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998−2013
Penggunaan
Lahan Tahun
1998
Hutan
Sekunder (HS)
Hutan
Tanaman (HT)
Lahan
Terbangun
(LT)
Perkebunan (P)
Pertanian
Lahan Kering
(PLK)
Pertanian
Lahan Kering
Campur
(PLKC)
Sawah (S)
Tanah Terbuka
(TT)
Badan Air
(BA)
JUMLAH
(JML)

Penggunaan Lahan Tahun 2013 (ha)
HS

HT

LT

1841
56
248

P

PLK

PLKC

S

TT

BA

JUMLAH
(JML)

-

-

-

-

-

-

-

1841

-

-

-

-

-

-

-

3259

11 600
26
-

81
949

126
-

83
-

400
-

-

-

1301
1223

3203

-

46

-

49

1997

229

329

-

-

2650

54
90

63

-

605

17
57

6642
35

55
4479

-

-

6768
5329

-

3

-

-

-

-

-

3

-

6

-

-

-

-

-

-

-

-

32

32

3352 600

1684

2197

6989

5263

3

32

22 409

2289

Gambar 3 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 1998

9

Gambar 4 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2005

Gambar 5 Penggunaan lahan DAS Cidanau tahun 2013

10
Curah Hujan Wilayah

Curah Hujan (mm)

Rata-rata curah hujan wilayah DAS Cidanau selama periode tahun
1998−2013 disajikan pada Gambar 6.
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

Tahun

Gambar 6 Curah hujan wilayah tahunan DAS Cidanau tahun 1998−2013
Rata-rata curah hujan wilayah harian DAS Cidanau selama periode
1998−2013 sebesar 6.85 mm/hari dengan curah hujan harian tertinggi terjadi pada
tanggal 08 Maret 2004 sebesar 162.51 mm. Rata-rata curah hujan bulanan sebesar
30.60 mm.
Curah hujan bulanan tertinggi September 2010 sebesar 918.14 mm. Pada
bulan tersebut terjadi hujan sebanyak 21 hari hujan. Curah hujan bulanan terendah
terjadi pada bulan September 2006 sebesar 0.62 mm. Curah hujan tahunan berkisar
antara 1112.40–4816.13 mm dengan rata-rata 2501.77 mm/tahun. Curah hujan
tertinggi terjadi pada tahun 2010, sedangkan curah hujan wilayah tahunan terendah
terjadi pada tahun 2008 (Gambar 3). Pada tahun 2010 tersebut hujan terjadi pada
setiap bulan dengan rata-rata 401.34 mm/bulan. Menurut klasifikasi iklim SchmidtFerguson, DAS Cidanau termasuk dalam iklim B yaitu wilayah yang beriklim basah.
Hyetograf dan Hidrograf DAS Cidanau

800
700
600
500
400
300
200
100
0

0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600

Bulan
(a)

CH (mm)

Q (mm)

Besarnya curah hujan, debit total dan debit langsung DAS Cidanau tahun
1998, 2005 dan 2013 disajikan dalam Gambar 7.

800
700
600
500
400
300
200
100
0

0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600

CH (mm)

DRO (mm)

11

Bulan
(b)
Gambar 7 Curah hujan (CH), (a) debit total (Q) dan (b) debit langsung (DRO)
DAS Cidanau
Q1998, Q2005, Q2013, CH1998,
CH2005,
CH2013
Gambar 7 menunjukkan bahwa alihragam hujan (rainfall transformation)
menjadi debit total maupun debit langsung tidak terjadi pada waktu yang bersamaan.
Curah hujan tinggi tidak selalu diikuti dengan debit yang tinggi, begitu pula
sebaliknya. Hujan di DAS besar memerlukan waktu untuk sampai di outlet DAS
tempat pengukuran debit. Aliran langsung DAS Cidanau dari 762.05 mm (tahun
1998) menjadi 810.89 mm (tahun 2005) dan pada tahun 2013 mencapai 1246.51
mm. Besaran aliran langsung tidak hanya dipengaruhi besarnya curah hujan tetapi
juga dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan yang mempengaruhi respon
hujan menjadi aliran. Berdasarkan Gambar 6, jumlah curah hujan pada tahun 2005
lebih rendah dari tahun 1998 namun aliran langsung tahun 2005 lebih tinggi dari
tahun 1998. Nilai koefisien aliran permukaan DAS Cidanau tahun 1998, 2005 dan
2013 berturut-turut adalah 0.26, 0.37 dan 0.55. Koefisien tersebut menunjukkan
bahwa curah hujan yang menjadi aliran permukaan mengalami peningkatan dari
tahun 1998, 2005 dan 2013. Peningkatan debit langsung tahun 1998−2005 diduga
lebih dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan, sedangkan peningkatan debit
langsung yang nyata pada tahun 2013 disebabkan oleh kedua faktor tersebut, yaitu
curah hujan dan perubahan penggunaan lahan.
Menurut Wibowo (2005), semakin bertambahnya luasan kawasan terbangun
dan semakin berkurangnya luas hutan maka nilai koefisien limpasannya akan
semakin bertambah besar begitu pula aliran permukaannya dan akhirnya akan
meningkatkan debit sungai pada musim hujan dan sebaliknya akan menurunkan
debit sungai pada musim kemarau. Pada tahun 1998−2005 luas lahan terbangun di
DAS Cidanau bertambah 201 ha dan 500 ha pada tahun 2005−2013 (Tabel 4).

Kelompok Hidrologi Tanah
Berdasarkan hasil analisis jenis tanah dan sifat-sifatnya, kelompok hidrologi
tanah yang terdapat di DAS Cidanau adalah kelompok hidrologi tanah B dan C.
Penyebaran kelompok hidrologi tanah (KHT) di DAS Cidanau disajikan dalam
Gambar 8.

12

Gambar 8 Kelompok hidrologi tanah DAS Cidanau
Kelompok hidrologi tanah C merupakan kelompok hidrologi yang
mendominasi DAS Cidanau seluas 19 816 ha atau 88.43% dari luas DAS dan
sisanya merupakan kelompok hidrologi tanah B seluas 2593 ha atau 11.57%.
Kelompok hidrologi tanah C memiliki tekstur lempung berliat, tanah dengan kadar
liat tinggi dengan laju infiltrasi minimum 1−4 mm/jam, sedangkan kelompok
hidrologi tanah B memiliki tekstur lempung berpasir dan tanah dangkal dengan laju
infiltrasi minimum 4−8 mm/jam (Arsyad 2006). Kelompok hidrologi tanah C ini
menggambarkan potensi terjadinya limpasan yang tergolong sedang, sedangkan
kelompok hidrologi tanah B menggambarkan potensi limpasan permukaan yang
tergolong kecil (Asdak 2007).

Aliran Permukaan Dugaan dan Hasil Pengukuran
Besarnya aliran permukaan dugaan dan aliran permukaan hasil pengukuran
bulanan pada tahun 1998, 2005 dan 2013 ditampilkan dalam Gambar 9.

500

0
100
200
300
400
500
600
700

400
300
200
100
0

Curah hujan (mm)

Aliran permukaan (mm)

13

500
400
300
200
100
0

0
100
200
300
400
500
600
700

Curah hujan (mm)

Aliran permukaan (mm)

Bulan
(a)

0
100
200
300
400
500
600
700

Curah hujan (mm)

500
400
300
200
100
0

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des

Aliran permukaan
(mm)

Bulan
(b)

Bulan
(c)
Gambar 9 Curah hujan (CH) dan aliran permukaan hasil pendugaan (QSCS) dan
pengukuran (QKTI) tahun (a) 1998, (b) 2005 dan (c) 2013
Aliran permukaan pada Gambar 9 ditentukan dengan input curah hujan
masing-masing tahun yaitu curah hujan 1998, 2005 dan 2013. Aliran permukaan
dugaan (QSCS) dan hasil pengukuran (QKTI) menunjukkan adanya fluktuasi
yang sama antara besarnya curah hujan dan aliran permukaan (Gambar 9). Ketika
curah hujan tinggi aliran permukaan meningkat dan sebaliknya aliran permukaan
turun ketika curah hujan rendah. Namun pada tahun 2013 terlihat adanya
perbedaan perilaku aliran permukaan. Umumnya aliran permukaan menurun pada
Bulan Juni−September dan meningkat pada Bulan Oktober−Mei. Aliran
permukaan keduanya tidak selamanya sama, terlihat bahwa QSCS lebih besar
daripada QKTI. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan penentuan aliran

14

0
500
1000

Curah hujan (mm)

700
600
500
400
300
200
100
0

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des

Aliran Permukaan
(mm)

permukaan tersebut. Aliran permukaan yang diduga dengan model SCS-CN
ditentukan berdasarkan komponen curah hujan, nilai bilangan kurva (CN) dan tipe
penggunaan lahan, sedangkan aliran permukaan langsung hasil pengukuran
diperoleh dari pemisahan debit total dengan baseflow.
Berdasarkan perbedaan nilai QSCS dan QKTI dilakukan pengujian untuk
mengetahui kecocokan antara keduanya. Hasil pengujian tingkat korelasi
diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) pada tahun 1998, 2005 dan 2013
berturut-turut sebesar 0.40, 0.75 dan 0.73. Menurut Soewarno (1995) nilai R2
berkisar antara 0.7−1.0 menunjukkan derajat asosiasi yang tinggi, R2 antara
0.4−0.7 menunjukkan hubungan substansial dan R2 antara 0.2−0.4 menunjukkan
adanya korelasi yang rendah, sedangkan R2 kurang dari 0.2 menunjukkan korelasi
yang dapat diabaikan. Berdasarkan kriteria tersebut nilai R2 pada tahun 1998
menunjukkan korelasi yang rendah. Hal itu disebabkan adanya perbedaan sifat
aliran langsung hasil pendugaan QSCS dan QKTI. Aliran permukaan hasil dugaan
bersifat linier terhadap curah hujan (persamaan 2), yaitu pada saat hujan tinggi
aliran permukaan yang dihasilkan juga tinggi , begitu juga sebaliknya. Sementara
sifat aliran langsung hasil pengukuran tidak selalu linier terhadap curah hujan.
Adanya pengaruh kondisi tanah menyebabkan kejadian hujan tidak selalu
diikuti dengan kejadian debit langsung. Pada saat hujan dengan intensitas tinggi
namun kondisi tanah dalam keadaan kering menyebabkan air cenderung lebih
banyak terinfiltrasi, sehingga potensi terjadinya aliran permukaan lebih kecil,
sebaliknya jika kondisi tanah dalam keadaan jenuh, hujan dengan intensitas
rendah dapat menyebabkan aliran permukaan. Hal itu sesuai dengan pernyataan
Rahim (2006) bahwa air hujan yang menjadi run-off sangat bergantung pada
intensitas hujan, penutupan tanah, dan ada tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya
(kadar air tanah sebelum terjadi hujan).
Selain uji R2 juga dilakukan uji NSE (NashSutcliffe Efficiency) untuk
mengetahui tingkat kedekatan atau kecocokan data hasil pengukuran terhadap hasil
pendugaan. Berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai koefisien efisisensi (E)
pada tahun 1998, 2005 dan 2013 masing masing yaitu -11.78, -8.67 dan -3.43.
Menurut Motovilov et al. (1999) nilai E atau NSE berkisar antar -∞−1. Semakin
mendekati 1 maka semakin dekat hubungan antara hasil pengukuran dan hasil
dugaan. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa Model SCS-CN dapat
digunakan untuk menduga nilai aliran permukaan karena 2 dari 3 hasil uji
menunjukkan hubungan yang dapat diterima sebagai metode pendugaan.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap aliran permukaan dapat
diketahui melalui pendugaan limpasan dengan input curah hujan konstan seperti
ditunjukkan pada Gambar 10.

Bulan
Gambar 10 Curah hujan (CH) dan aliran permukaan hasil pendugaan (Q)
CH, Q1998, Q2005, Q2013

15
Berdasarkan Gambar 10 aliran permukaan yang terjadi pada tahun 1998
sebesar 1922.70 mm, pada tahun 2005 meningkat menjadi 1940.93 mm dan pada
tahun 2013 sebesar 1959.46 mm pada curah hujan (CH) yang sama. Perubahan
penggunaan lahan 1998−2005 terutama bertambah luasnya lahan pertanian lahan
kering (585 ha) dan berkurangnya lahan perkebunan (472 ha) dan hutan sekunder
(306 ha) yang merubah nilai CN rata-rata dari 74.31 menjadi 74.83. Demikian juga
perubahan penggunaan lahan 2005−2013 terutama bertambah luasnya lahan
terbangun (500 ha) dan berkurangnya lahan hutan sekunder (142 ha) dan lahan
pertanian yang merubah nilai CN rata-rata dari 74.83 menjadi 75.33. Semakin besar
nilai CN berarti koefisien aliran permukaan semakin besar sehingga curah hujan
yang menjadi aliran permukaan juga akan meningkat.
Peningkatan aliran permukaan pada periode 1998−2013 diduga disebabkan
oleh luas lahan terbangun yang memiliki nilai CN paling besar (98) meningkat
sebesar 701 ha (3% dari luas DAS) menjadi 1301 ha, sedangkan luas lahan
pertanian lahan kering campur (PLKC) yang mendominasi sekitar 30% DAS
Cidanau hanya berkurang 221 ha (1% dari luas DAS) menjadi 6768 ha dengan nilai
CN yang lebih rendah dari lahan terbangun yaitu 71. Hal ini menunjukkan bahwa
aliran permukaan yang tinggi dari adanya perubahan penggunaan lahan menjadi
lahan terbangun masih dapat dikembalikan oleh PLKC yang memiliki luasan lebih
besar dari lahan terbangun. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa perubahan
penggunaan lahan tahun 1998−2013 tidak berpengaruh nyata terhadap aliran
permukaan DAS Cidanau.

Optimasi Penggunaan Lahan DAS Cidanau
Hasil tumpang tindih penggunaan lahan tahun 2013 dengan Kelas Kesesuaian
Lahan (Gambar 11) menghasilkan penilaian kesesuaian lahan sebagaimana
disajikan dalam Tabel 5.

Gambar 11 Peta sistem lahan tiap penggunaan lahan DAS Cidanau

16
Tabel 5 Kesesuaian lahan tiap tipe penggunaan lahan DAS Cidanau
Tipe penggunaan
lahan
Hutan Sekunder
Hutan Tanaman
Lahan Terbangun
Perkebunan
Pertanian Lahan
Kering
Pertanian Lahan
Kering Campur
Sawah
Tanah Terbuka

Sistem lahan (Land System)a
SLK
S
S
S

KNJ
S
S
S

GJO
S
S
S

TLU
S
S
S

PKS
S
S
S

BTG
S
S
$

BMS
S
S
N

TGM
N
N
N

LPN
N
N
N

S

S

$

N

$

N/S

N

N

N

S
S
-

S
$
-

$
$
-

S
$
-

S
$
-

S
V
-

N
V
-

N
V
-

N
N
-

Sumber: RePPProt 1989.
S: sesuai; penggunaan lahan tetap, N: tidak sesuai; tidak mungkin dipakai secara tetap, $: sesuai
bersyarat; butuh masukan tambahan untuk menjadi “sesuai”, N/S: tidak sesuai dan hanya
memeiliki faset kecil “sesuai”, V: sesuai bersyarat untuk wilayah Jawa dan Bali dengan slope 2660%, -: penggunaan lahan tidak terdapat pada peta land system.
a
)Kelompok lahan yang memiliki sifat lingkungan fisik yang sama, SLK: solok, KNJ: kuranji,
GJO: gajo, TLU: talamau, PKS: pakasi, BTG: batuapung, BMS: bukit masung, TGM: tanggamus,
LPN: liangpran.

Kondisi ketidaksesuaian lahan disebabkan oleh adanya kendala atau faktor
pembatas antara lain karakteristik tanah, iklim dan kemiringan. Karakteristik tanah
meliputi kedalaman, tekstur, drainase, kesuburan dan sebagainya, sedangkan iklim
meliputi curah hujan dan suhu (RePPProt 1989).
Skenario yang digunakan dalam optimasi penggunaan lahan ini adalah
skenario 1 dibuat dengan mengubah penggunaan lahan pertanian yang tidak sesuai
(N) dan sesuai bersyarat ($) menjadi penggunaan lahan yang sesuai (S).
Berdasarkan peta sistem lahan (Land system) (Tabel 5) pada sistem lahan Talamau
(TLU), penggunaan lahan pertanian lahan kering (PLK) adalah tidak sesuai (N),
namun pada lahan pertanian lahan kering campur (PLKC) adalah sesuai (S),
sehingga penggunaan lahan diarahkan kepada penggunaan lahan PLKC. Selain itu
lahan tanah terbuka (TT) juga diubah menjadi lahan PLKC agar dapat diusahakan
sehingga lebih produktif. Lahan PLK yang diubah menjadi PLKC seluas 557 ha
dan lahan PLKC meningkat menjadi 7331 ha (32.72% dari luas DAS).
Skenario 2 hampir sama dengan skenario 1, hanya saja penggunaan lahan
sawah yang tidak sesuai (N) dan sesuai bersyarat ($) juga diubah menjadi
penggunaan yang sesuai (S) yaitu lahan PLKC. Lahan sawah yang termasuk dalam
kelas tidak sesuai (N) dan sesuai bersyarat ($) sebesar 1458 ha sehingga luas sawah
untuk skenario 2 berkurang menjadi 3871 ha atau 17.27% dari luas DAS Cidanau.
Luas masing-masing skenario penggunaan lahan disajikan pada Tabel 6.

17
Tabel 6 Penggunaan lahan hasil optimasi
Tipe penggunaan
lahan
Hutan Sekunder
Hutan Tanaman
Lahan Terbangun
Perkebunan
Pertanian Lahan
Kering
Pertanian Lahan
Kering Campur
Sawah
Tanah Terbuka
Badan Air
Total

2013
ha
%
1841
8.21
3259 14.54
1301
5.81
1223
5.46

Skenario 1
ha
%
1841
8.21
3259 14.54
1301
5.81
1223
5.46

Skenario 2
ha
%
1841
8.21
3259 14.54
1301
5.81
1223
5.46

2650

11.83

2093

9.34

2093

9.34

6768
5329
6
32
22 409

30.20
23.78
0.03
0.14
100

7331
5329
32
22 409

32.72
23.78
0.14
100

8789
3871
32
22 409

39.22
17.27
0.14
100

Skenario perubahan penggunaan lahan tersebut mempertimbangkan bahwa
perubahan lahan tanaman pangan (sawah) masih dimungkinkan namun tidak
ekonomis dan untuk mencapai produktivitas yang diharapkan akan memakan waktu
yang lama (Agus 2004). Lahan sawah memiliki nilai CN cukup besar (80) dan dapat
menyebabkan aliran permukaan yang cukup tinggi dengan kondisi tanah yang
bertekstur lempung dan kemampuan meresapkan air yang rendah sehingga dengan
perubahan menjadi lahan lain yang lebih sesuai diharapkan dapat mengurangi aliran
permukaan. Hasil pendugaan limpasan dari penggunaan lahan 2013, skenario 1 dan
skenario 2 masing-masing adalah 1959.46 mm/tahun, 1949.00 mm/tahun dan
1925.90 mm/tahun pada kejadian hujan 2858.16 mm/tahun.
Kedua skenario penggunaan lahan dapat menurunkan aliran permukaan,
walaupun masing-masing hanya sebesar 0.53 dan 1.71% dari limpasan permukaan
pada penggunaan lahan tahun 2013. Peningkatan luas lahan pertanian lahan kering
campur merubah nilai CN rata-rata dari 75.33 (tahun 2013) menjadi 75.04.
Peningkatan luas PLKC dan penurunan luas lahan sawah menurunkan nilai CN
menjadi 74.42. Laju limpasan permukaan pada penggunaan lahan skenario 2
mendekati limpasan permukaan pada penggunaan lahan tahun 1998, walaupun
tidak lebih rendah. Hal itu dikarenakan cukup sulit untuk mengembalikan
penggunaan lahan seperti sawah ataupun lahan pertanian kembali menjadi hutan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penggunaan lahan di DAS Cidanau mengalami perubahan dalam periode
1998−2005 maupun 2005−2013. Perubahan penggunaan lahan tersebut
menyebabkan peningkatan jumlah aliran permukaan yang tidak nyata. Peningkatan
jumlah aliran permukaan 1998−2005 sebesar 1.00% dan pada tahun 2005−2013
sebesar 0.96% sedangkan pada tahun 1998−2013 sebesar 1.96%.

18
Metode SCS-CN dapat digunakan untuk menduga aliran permukaan DAS
Cidanau dengan nilai R2 sebesar 0.75 dan 0.73. Penggunaan lahan optimal DAS
Cidanau adalah hutan (8.21%), hutan tanaman (14.54%), lahan terbangun (5.81%),
perkebunan (5.46%), pertanian lahan kering (9.34%), pertanian lahan kering
campur (39.22%), sawah (17.27%), dan badan air (0.14%).
Saran
Pada penelitian ini optimasi ditentukan berdasarkan kelas kesesuaian lahan
pada tipe penggunaan lahan secara umum. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan
optimasi lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan pada jenis tanaman tertentu agar
dapat diketahui jenis tanaman atau komoditas yang cocok untuk penggunaan lahan
di DAS Cidanau.

DAFTAR PUSTAKA
Agus F. 2004. Konversi dan Hilangnya Multi Fungsi Lahan Sawah. Tabloid Sinar
Tani, Jakarta.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan,
Badan Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan
Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): Badan Planologi Kehutanan, Departemen
Kehutanan.
Motovilov YG, Gottschalk L, Engeland K, Rodhe A. 1999. Validation of a
distributed hydrological model against spatial observations. Elsevier
Agriculturaland Forest Meteorology. 98:257-277.
Munibah K. 2008. Model spasial perubahan penggunaan lahan dan arahan
penggunaan lahan berwawasan lingkungan (Studi kasus DAS Cidanau, Provinsi
Banten) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pawitan H. 2002. Flood hydrology and an intregated approach to remedy the Jakarta
floods. Paper presented at the International Conference on Urban Hidrology for
the 21th Century, the Humid Tropics Hydrology and Water Resources Center for
Southeast Asia and Pasific (HTC kuala Lumpur) of the Department of Irrigation
and Drainage Malaysia in Collaboration with UNESCO and LAHSO, 14-18
October 2002. Kuala Lumpur, Malaysia.
Priyanto B, Titiresmi. 2006. Beberapa aspek pengelolaan cagar alam Rawa Danau
sebagai sumber air baku. Jurnal Teknologi Lingkungan.7(3):277-283. Jakarta,
Indonesia.
Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah: Dalam rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
[RePPProT] Regional Physical Planning Programme for Transmigration. 1989.
Peta Land System Banten. Balai Penelitian Tanah, Bogor (ID).
[RTRW] Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009−2029.
Serang (ID).

19
Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid I
dan II. Bandung (ID): Nova.
Suryani E, Agus F. 2005. Perubahan penggunaan lahan dan dampaknya terhadap
karakteristik hidrologi: Suatu studi di DAS Cijalupang, Jawa Barat. Prosiding
Multifungsi Pertanian: Bogor (ID).
Wibowo M. 2005. Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Debit Sungai (Studi Kasus Sub-DAS Cikapundung Gandok, Bandung). Jurnal
Teknik Lingkungan 6 (1): 283−290.

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 24 Desember 1991 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Samiyo dan Ibu Sri Supatmi.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 3 Metro, Lampung pada
tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010.
Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2012 di Sawal-Pangandaran, Jawa Barat dan
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi
pada tahun 2013. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK-HA PT Roda Mas Timber Kalimantan, Kalimantan Timur pada tahun
2014.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis
pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan tahun ajaran
2014−2015. Penulis aktif di organisasi keprofesian Forest Management Students
Club (FMSC) sebagai anggota divisi Kesekretariatan tahun 2011−2013 dan juga
pernah menjadi anggota Kelompok Studi Perencanaan (2011−2012) dan Kelompok
Studi Hidrologi (2012−2013) Divisi Keprofesian FMSC. Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Program Studi Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan, IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi
Penggunaan Lahan di DAS Cidanau Banten” di bawah bimbingan Dr Ir
Hendrayanto M Agr.

21

22

23