Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten

ANALISIS EFEKTIVITAS ZERO RUNOFF SYSTEM PADA
LAHAN MIRING DI DAS CIDANAU, BANTEN

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efektivitas Zero
Runoff System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Yanuar Chandra W
NIM. F451120161

RINGKASAN

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA. Analisis Efektivitas Zero Runoff
System pada Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten. Dibimbing oleh BUDI
INDRA SETIAWAN dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan DAS yang membentang
dari Kabupaten Pandeglang sampai Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Rata-rata
curah hujan di DAS Cidanau selama 10 tahun terakhir (2004-2013) cukup tinggi,
yaitu sebesar 2,564 mm/tahun. Hal tersebut berdampak positif berupa ketersediaan
air yang sangat melimpah. Namun, curah hujan yang tinggi juga memiliki dampak
negatif yaitu tingginya aliran permukaan yang dalam istilah teknik biasa disebut
dengan runoff.
Runoff merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju sungai, danau atau laut. Runoff terjadi apabila tanah tidak mampu

lagi menginfiltrasikan air di permukaan tanah karena tanah sudah dalam keadaan
jenuh. Runoff juga dapat terjadi apabila hujan jatuh di permukaan yang bersifat
impermeabel seperti beton, aspal, keramik, dll. Runoff merupakan penyebab
utama terjadinya erosi di beberapa wilayah di Indonesia. Perlu dilakukan upaya
untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh runoff. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan yaitu menerapkan zero runoff system.
Zero runoff system (ZROS) merupakan konsep pengelolaan sumber daya air
dengan cara menahan atau menampung limpasan permukaan yang terjadi di
permukaan atau di dalam tanah sehingga debit limpasan permukaan yang
bermuara ke sungai dapat dikurangi. Selain mengurangi debit limpasan, konsep
ini juga dapat meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah. Untuk menahan atau
menampung limpasan permukaan, diperlukan alat bantu berupa bangunan
resapan. Bangunan resapan tersebut antara lain rorak, sumur resapan, biopori,
raingardens, vegetated filter strips (VFS), dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menduga besaran runoff yang terjadi di
lokasi penelitian, 2) mengevaluasi efektivitas konsep zero runoff system, dan 3)
mengidentifikasi serta validasi hubungan curah hujan dengan cadangan air tanah
di lokasi penelitian menggunakan Zorro Model. Zorro Model adalah persamaan
yang digunakan untuk menghitung perubahan kadar air tanah setelah diterapkan
ZROS. Penelitian dilakukan di lahan terbuka berupa kebun seluas 8 472 m2 di

Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Banten.
Terdapat empat tahapan dalam penelitian ini. Tahapan pertama yaitu
melakukan pemetaan lahan untuk memperoleh peta kontur lahan. Kemudian, data
sekunder berupa data curah hujan dan suhu harian serta data fisika tanah
dikumpulkan dari instansi terkait. Untuk data primer, dilakukan pengukuran kadar
air tanah secara harian menggunakan sensor kelembapan tanah. Langkah
berikutnya yaitu membuat bangunan resapan berdasarkan potensi runoff di lokasi
penelitian. Terakhir, dilakukan analisis dan simulasi kadar air tanah sebelum dan
sesudah diterapkan ZROS.
Dalam penelitian ini, bangunan resapan yang dibuat berupa rorak dan
saluran pengumpul untuk menghilangkan aliran permukaan. Tidak ada irigasi di
lokasi penelitian dan pergerakan kapiler dari air bawah tanah dianggap tidak ada

(nol). Untuk mengetahui perubahan kadar air tanah akibat perlakuan teknik panen
air dengan rorak yang dilengkapi saluran pengumpul, dikembangkan model
analisis kesetimbangan air tanpa dan dengan aliran permukaan.
Debit runoff yang terjadi di lokasi penelitian sebesar 0.00063 m3/dtk. Untuk
menekan runoff tersebut, diperlukan 2 rorak utama berdimensi 100 x 100 x 40 cm
dan 10 rorak pendukung berdimensi 60 x 60 x 40 cm sehingga total volume rorak
yang mampu ditampung sebesar 2.44 m3. Rorak tersebut dilengkapi saluran

pengumpul yang menghubungkan rorak satu dengan rorak yang lain. Saluran
pengumpul ini juga dapat berfungsi untuk mengalirkan runoff dari lahan ke dalam
rorak. Rorak utama dibangun di daerah hulu sedangkan rorak pendukung berada
di hilir dari rorak utama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rorak tersebut
mampu menekan runoff dengan cukup signifikan. Hal ini terlihat dari banyaknya
tumpukan sedimen yang mengendap di dasar rorak.
Indikator efektivitas rorak dalam menampung dan meresapkan runoff di
lokasi penelitian dilihat dari perubahan kadar air tanah sebelum dan sesudah
diterapkan ZROS. Kadar air tanah dihitung secara harian menggunakan model
kesetimbangan air di dalam zona perakaran tanaman. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa kadar air tanah tanpa ZROS berkisar antara 0.249 – 0.583 m3/m3 dengan
rata-rata sebesar 0.527 m3/m3. Untuk kadar air tanah dengan ZROS berkisar antara
0.501 – 0.583 m3/m3 dengan rata-rata sebesar 0.569 m3/m3. Dari segi besar runoff,
ZROS mampu menekan laju runoff tahunan rata-rata dari 35.26% per tahun
menjadi 2.81% per tahun. Untuk laju runoff bulanan, ZROS mampu menekan
33.6% rata-rata runoff per bulan menjadi 2.43% per bulan. Hal tersebut
disebabkan adanya perubahan nilai curve number (CN) rata-rata dari sebelum
penerapan ZROS sebesar 91 setelah penerapan ZROS sebesar 63. Desain rorak
juga dirancang dengan periode ulang 5 tahun sehingga dihasilkan rorak dengan
dimensi yang besar dan mampu menampung volume runoff yang cukup tinggi.

Model analisis kesetimbangan air tanpa aliran permukaan mempunyai nilai
tingkat kepercayaan (R2) yang cukup tinggi yaitu sebesar 0.606. Nilai R2 tersebut
menunjukkan bahwa kinerja model relatif valid dalam mensimulasikan kadar air
tanah di zona perakaran. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa teknik panen air
(rorak dan saluran pengumpul) efektif mengendalikan aliran permukaan yang
ditunjukkan oleh lebih tingginya kadar air tanah di lokasi penelitian. Konsep
ZROS ini diharapkan menjadi salah satu inovasi teknologi untuk menekan dan
mengurangi limpasan permukaan, khususnya pada musim hujan. Selain itu, zorro
model ini juga dapat bermanfaat untuk menentukan langkah dan tindakan yang
perlu dilakukan setelah mengetahui gambaran kadar air tanah secara keseluruhan.
Kata kunci: bangunan peresapan, kadar air tanah, model kesetimbangan air,
runoff, zero runoff system

SUMMARY

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA. Analysis of Zero Runoff System
Effectiveness on Oblique Land in Cidanau Watershed, Banten. Under direction of
BUDI INDRA SETIAWAN and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.
Cidanau Watershed is located from Pandeglang to Serang regency in Banten
Province. The rainfall average in Cidanau Watershed from past 10 years (20042013) is quite high, 2,564 mm/year. This would be positive and negative impacts.

The positive impact was having good water availability, and the negative one was
having high runoff potential. Runoff is part of rainfall which flow on the ground
surface and going to river, lake or sea. Runoff occurred when soil cannot infiltrate
water from ground surface because the soil already in saturated condition. Runoff
is one of erosion causal factors in Indonesia. An effort is needed to decrease the
impact of runoff. One of the efforts to solve this problem is applying zero runoff
system (ZROS).
ZROS is water conservation concepts which hold and collect runoff down to
the soil so that runoff rate can be decreased. Beside to decrease runoff, ZROS also
can increase water availability inside the soil. Permeation structures like
infiltration well, infiltration canal, vegetated filter strips, are needed to hold and
collect runoff.
The objectives of the research were: 1) to estimate runoff rate in research
field, 2) to evaluate the effectiveness of zero runoff system, and 3) to identify and
validate the relationship of rainfall and spare soil water content using Zorro
Model. Zorro Model is an equation used to calculate change of soil water content
after ZROS had been applied. The research was conducted in Pondok Kahuru
village, subdistric of Ciomas, regency of Serang, Banten Province. In this
experiment, infiltration canal and collector channel are constructed as permeation
structures. No irrigation was used and contributions of water capillarity movement

were zero. Water balance model with and without runoff was developed to
identify the change of soil water content in the research field.
There are four steps in this research. First step was conducting land
surveying to get contour map. Next, soil physic data, daily rainfall and
temperature data as secondary data were collected from related institution. For
primary data, daily soil water content measuring was conducted using soil
moisture sensors. The next step was making permeation structures based on runoff
potential in research field. Last, soil water content analysis and simulation before
and after ZROS applied was conducted.
The analysis result shows that runoff rate in the research field is 0.00063
m3/s. In order to reduce runoff rate, 2 main infiltration canals with 100 x 100 x 40
cm and 10 supported infiltration canals with 60 x 60 x 40 cm are needed so that
runoff that can be infiltrated was 2.44 m3. The infiltration canal was equipped
with collector channel which connected to others infiltration canal. The collector
channel also can be used for direct runoff to the infiltration canal. The main
infiltration canals were constructed in the upstream and supported infiltration
canals was in downstream. The observation result shows that both infiltration

canal and collector channel can be decreased runoff significantly. This was proven
based on many sediments are settled at the bottom of infiltration canal.

The effectiveness indicators of infiltration canal for holding and infiltrating
runoff based on the differences of soil water content before and after ZROS
application. Soil water content are calculated daily use water balance model in the
rooting zone. The simulation result indicated that soil water content without
ZROS ranging from 0.249 – 0.583 m3/m3 with 0.527 m3/m3 average. Soil water
content with ZROS ranging from 0.501 – 0.583 m3/m3 with 0.569 m3/m3 average.
ZROS was capable to decrease average annual runoff rate from 35.26% per
year to 2.81% per year. For monthly runoff rate, ZROS was capable to decrease
33.6% average monthly runoff rate to 2.43% per month. This was caused by
changing of average curve number (CN) from CN before ZROS applied (91) to
CN after ZROS applied (63). The design of infiltration canal was designed with 5
years return period so the infiltration canal has quite big dimension and can hol or
infiltrate runoff volume highly.
Water balance model without runoff has quite high coefficient of
determination (R2). The value of R2 is 0.606 and it means that model performance
was valid relatively for simulate soil water content in rooting zone. This result
indicated that water harvest technique was effective to control runoff which
proven by higher soil water content in the research field. ZROS concept was
expected can be one of innovation to reduce runoff, especially in wet season.
Besides that, Zorro Model also can be used to determine preventive action that

needed after knowing whole soil water content.
Keywords: permeation structure, runoff, soil water content, water balance model,
zero runoff system

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan
atau menebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisam kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ANALISIS EFEKTIVITAS ZERO RUNOFF SYSTEM PADA
LAHAN MIRING DI DAS CIDANAU, BANTEN

YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Yanto Surdianto, MP

Judul Tesis
Nama
NRP

: Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada Lahan Miring di
DAS Cidanau, Banten
: Yanuar Chandra Wirasembada
: F451120161


Disetujui :
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr
Ketua

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi
Anggota

Diketahui oleh :
Ketua Program Studi Pascasarjana
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Satyanto K Saptomo, STP, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 – April 2014 adalah
limpasan permukaan, dengan judul Analisis Efektivitas Zero Runoff System pada
Lahan Miring di DAS Cidanau, Banten.
Terima kasih penulis dan rasa hormat penulis sampaikan kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP, M.Si selaku anggota komisi
pembimbing yang senantiasa memberikan saran dan masukan yang bermanfaat
agar tesis ini menjadi lebih baik lagi.
Tesis ini merupakan bagian dari kerjasama Fakultas Teknologi Pertanian
IPB dengan PT. Krakatau Tirta Industri, karena itu penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terlibat baik dari pihak
dekanat maupun pihak PT. KTI yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
Selain itu penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga Bapak Nana dan
Bapak Rohani di Ciomas yang banyak membantu dan terlibat di dalam penelitian
ini. Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan untuk orangtua
tercinta, adik serta Syari Wulaningsih atas dukungan, semangat dan kasih sayang
yang diberikan kepada penulis selama menjalani studi pascasarjana.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Sekola
Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2012 yang
selalu saling mendukung dalam waktu-waktu yang berkesan selama menjalani
studi pascasarjana. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat bagi penulis.
Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2014
Yanuar Chandra Wirasembada

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................ 1
Perumusan Masalah .................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4
Pendugaan Aliran Permukaan di Lapangan ................................................. 4
Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan .......................................... 5
Konsep Kesetimbangan Air ........................................................................ 7
Kadar Air Tanah ......................................................................................... 8
Evapotranspirasi ......................................................................................... 9
Infiltrasi ...................................................................................................... 9
Perkolasi ................................................................................................... 10
METODE PENELITIAN ................................................................................... 11
Waktu dan Tempat .................................................................................... 11
Alat dan Bahan ......................................................................................... 11
Tahapan dan Metode Penelitian ................................................................ 12
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................................... 18
Letak Geografis dan Kontur Lahan ........................................................... 18
Iklim ......................................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 23
Kondisi Iklim Selama Penelitian ............................................................... 23
Sifat Fisik Tanah ....................................................................................... 25
Kalibrasi Sensor Kelembapan Tanah ......................................................... 27
Pendugaan Runoff di lokasi penelitian ....................................................... 28
Analisis Hujan dan Pendugaan Volume Limpasan .................................... 29
Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan ........................................ 31
Simulasi Kesetimbangan Air pada ZROS .................................................. 34

Validasi Hasil Simulasi ZROS .................................................................. 37
Efektifitas ZROS dalam Mengendalikan Limpasan Permukaan ................. 39
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 42
Kesimpulan............................................................................................... 42
Saran ........................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43
LAMPIRAN ...................................................................................................... 47
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 60

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Klasifikasi hidrologi tanah berdasarkan tekstur tanah .................................... 4
Presentase fraksi dan kelas tekstur tanah lokasi penelitian ........................... 25
Kadar air, air tersedia dan pori drainase ....................................................... 26
Hasil dan kelas permeabilitas tanah ............................................................. 26
Hasil pengukuran infiltrasi di lokasi penelitian ............................................ 27
Curah hujan rencana berdasarkan periode ulang .......................................... 30
Penentuan nilai koefisien rasional C di lokasi penelitian .............................. 32
Penentuan nilai koefisien limpasan CN di lokasi penelitian ......................... 35
Perubahan nilai CN sebelum dan sesudah diterapkan ZROS ........................ 40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Rorak yang dilengkapi saluran pengumpul .................................................... 5
Skema konsep kesetimbangan air tanah di lapangan ...................................... 7
Jenis instrumen yang digunakan pada penelitian ini (dari kiri ke kanan:
5TE, EC-5, dan Em50) .................................................................................. 9
4 Wilayah administratif Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dan letak
lokasi penelitian .......................................................................................... 12
5 Rorak yang dibuat di lokasi penelitian ......................................................... 13
6 Proses kalibrasi sensor 5TE dan EC-5 di laboratorium ................................ 14
7 Alat penakar curah hujan yang digunakan selama penelitian ....................... 15
8 Pengambilan tanah di lokasi penelitian menggunakan ring sample .............. 15
9 Pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian menggunakan mini disk
infiltrometer ................................................................................................ 16
10 Pengukuran kadar air tanah di lokasi penelitian ........................................... 16

11 Diagram alir model analisis kesetimbangan air dengan dan tanpa aliran
permukaan .................................................................................................. 17
12 Diagram alir penelitian ................................................................................ 18
13 Peta Kontur Lokasi Penelitian ..................................................................... 19
14 Grafik curah hujan rerata tahunan di Desa Pondok Kahuru, Kec. Ciomas,
Kab. Serang ................................................................................................ 20
15 Pola curah hujan bulanan tahun 2004-2013 di Desa Pondok Kahuru,
Kecamatan Ciomas, Kab. Serang ................................................................ 20
16 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan di Desa
Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang ...................................... 21
17 Selisih laju hujan dengan evapotranspirasi di Desa Pondok Kahuru,
Kecamatan Ciomas, Kab. Serang ................................................................ 21
18 Suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004-2013 di Desa Pondok
Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ............................................................. 22
19 Suhu udara bulanan rata-rata dari tahun 2004-2013 di Desa Pondok
Kahuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang ............................................................. 22
20 Pola curah hujan bulanan selama penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kec.
Ciomas, Kab. Serang ................................................................................... 23
21 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan selama
penelitian di Desa Pondok Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kab. Serang.......... 24
22 Pola suhu bulanan rata-rata selama penelitian di Desa Pondok Kahuru,
Kec. Ciomas, Kab. Serang ........................................................................... 24
23 Validasi kadar air tanah hasil pengukuran sensor 5TE (kiri) dan EC-5
(kanan) dengan kadar air aktual ................................................................... 28
24 Distribusi runoff tahunan yang terjadi dari tahun 2004-2013........................ 29
25 Distribusi runoff bulanan yang terjadi dari tahun 2004-2013 ....................... 29
26 Hubungan antara curah hujan dan volume aliran permukaan pada durasi
hujan yang berbeda ..................................................................................... 31
27 Gambar rancangan 3D rorak dan saluran pengumpul ................................... 32
28 Gambar rancangan 3D saluran pengumpul .................................................. 33
29 Layout rorak dan saluran pengumpul di lokasi penelitian............................. 34
30 Rorak dan saluran pengumpul hasil rancangan (kiri) dan sedimen yang
terkumpul di dasar rorak (kanan) ................................................................. 34
31 Kadar air tanah tanpa sistem peresapan hasil simulasi selama periode
penelitian .................................................................................................... 36
32 Kadar air tanah dengan sistem peresapan hasil simulasi selama periode
penelitian .................................................................................................... 37
33 Kurva perbandingan kadar air tanah hasil pengukuran dan hasil simulasi .... 38
34 Validasi kadar air tanah hasil pengukuran dan hasil simulasi ....................... 38
35 Perbandingan kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS selama penelitian ... 39
36 Perbandingan kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS pada tahun 2012 ..... 40
37 Pola penurunan runoff tahunan setelah diterapkan ZROS ............................ 41

38 Pola penurunan runoff bulanan setelah diterapkan ZROS ............................ 41
39 Hubungan antara volume runoff yang dapat ditampung rorak terhadap hari
hujan ........................................................................................................... 42

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Angka curve number (CN) untuk kondisi AMC II ....................................... 48
Nilai koefisien C pada persamaan rasional .................................................. 50
Nilai variabel p dalam perhitungan evapotranspirasi Blaney-Criddle ........... 50
Nilai variabel A dalam perhitungan infiltrasi mini disk infiltrometer ............ 51
Validasi data suhu global terhadap data suhu milik BMKG Taktakan,
Kab. Serang ................................................................................................ 52
Desain rorak dan saluran pengumpul yang digunakan di lokasi penelitian ... 53
Tampilan program penghitung dimensi dan jumlah rorak ............................ 54
Tampilan program simulasi kadar air tanah harian....................................... 55
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2004 ............ 56
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2005 ............ 56
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2006 ............ 56
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2007 ............ 57
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2008 ............ 57
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2009 ............ 57
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2010 ............ 58
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2011 ............ 58
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2012 ............ 58
Hasil simulasi kadar air tanah dengan dan tanpa ZROS tahun 2013 ............ 59

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai curah hujan yang
tinggi. Salah satu daerah yang mempunyai curah hujan tinggi adalah DAS
Cidanau yang membentang dari Kabupaten Pandeglang sampai Kabupaten
Serang, Provinsi Banten. Rata-rata curah hujan di DAS Cidanau selama 10 tahun
terakhir (2004-2013) sebesar 2 564 mm/tahun. Hal tersebut berdampak positif
berupa ketersediaan air yang sangat melimpah. Hampir sebagian besar sumber air
di DAS Cidanau seperti mata air, sungai dan danau terus mengalir sepanjang
tahun. Namun, curah hujan yang tinggi juga memiliki dampak negatif apabila
tidak dilakukan pencegahan. Salah satu dampak negatif tersebut adalah tingginya
aliran permukaan yang dalam istilah teknik biasa disebut dengan runoff.
Runoff merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju sungai, danau atau laut (Arsyad 2000). Runoff terjadi apabila tanah
tidak mampu lagi menginfiltrasikan air di permukaan tanah karena tanah sudah
dalam keadaan jenuh. Runoff juga dapat terjadi apabila hujan jatuh di permukaan
yang bersifat impermeabel seperti beton, aspal, keramik, dan lain-lain. Runoff
merupakan penyebab utama terjadinya erosi di beberapa wilayah di Indonesia.
Runoff yang tinggi mempunyai daya gerus yang tinggi sehingga menyebabkan
partikel tanah yang dilaluinya ikut terbawa.
Runoff juga mempunyai dampak langsung terhadap kualitas air sungai.
Daerah yang memiliki runoff yang tinggi umumnya mempunyai kualitas air
sungai yang buruk. Parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap besarnya
runoff adalah kekeruhan atau turbiditas. Runoff merupakan salah satu penyebab
utama sungai-sungai di Indonesia mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi.
Limpasan permukaan ini dapat dengan mudah ditemui pada lahan gundul
dan lahan miring. Pada lahan gundul, tidak terdapat penghalang sama sekali
sehingga air hujan langsung menuju permukaan lahan. Energi air hujan yang jatuh
tidak dapat diredam oleh tajuk tanaman sehingga tetesan air dapat merusak
struktur tanah dan berubah menjadi runoff apabila tanah sudah jenuh. Pada lahan
miring, air hujan yang jatuh mempunyai kecepatan aliran yang tinggi sehingga air
hanya mempunyai sedikit waktu untuk berinfiltrasi. Akibatnya, proses
terbentuknya runoff menjadi lebih cepat dan mudah terakumulasi.
Peranan pengelolaan sumber daya air harus dapat mengatasi permasalahan
yang ditimbulkan oleh limpasan permukaan. Jika permasalahan tersebut tidak
dapat diatasi, maka perlu dilakukan upaya untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh runoff. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menerapkan
zero runoff system.
Zero runoff system merupakan konsep pengelolaan sumber daya air dengan
cara menahan atau menampung limpasan permukaan yang terjadi di permukaan
atau di dalam tanah sehingga debit limpasan permukaan yang bermuara ke sungai
dapat dikurangi. Selain mengurangi debit limpasan, konsep ini juga dapat
meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah. Untuk menahan atau menampung
limpasan permukaan, diperlukan alat bantu berupa bangunan resapan. Bangunan

2

resapan tersebut antara lain rorak, sumur resapan, biopori, raingardens, vegetated
filter strips (VFS), dan lain-lain.
Pengelolaan lahan dan sumberdaya air yang kurang tepat menyebabkan
ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dengan
kebutuhan air yang terus meningkat. Perlu adanya upaya pemenuhan kebutuhan
air dengan melakukan pengelolaan terpadu terhadap sumberdaya air. Konsep zero
runoff system berupaya mengoptimalkan ketersediaan air dengan cara menahan
dan meningkatkan kemampuan penyimpanan air pada daerah tersebut sehingga air
hujan yang turun tidak mengalir langsung ke laut dalam bentuk runoff.
DAS Cidanau merupakan salah satu DAS penting di wilayah Provinsi
Banten dengan luas ± 22 620 ha. Secara administrasi, DAS Cidanau berada di
Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang (Irsyad et. al, 2011). Air yang
berasal dari DAS Cidanau sebagian besar digunakan untuk kebutuhan industri dan
pemukiman di hilir DAS.
Semakin meningkatnya perkembangan wilayah di hilir, terutama di Kota
Cilegon menyebabkan semakin meningkatnya pula kebutuhan air. Pada tahun
1990 kebutuhan air wilayah Cilegon untuk industri dan pemukiman hanya 0.87
m3/dtk, kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 3.3 m3/dtk dan pada tahun 2010
sebesar 5.7 m3/dtk (IETC, 1999). Diperkirakan, pada tahun 2015 kebutuhan air
menjadi 6.9 m3/dtk. Berdasarkan data tersebut, diperlukan upaya untuk
meningkatkan ketersediaan air di DAS Cidanau agar kebutuhan air di hilir dapat
terpenuhi. Namun, ketersediaan air yang melimpah pada musim hujan belum
dimanfaatkan secara optimal. Dengan curah hujan tahunan rata-rata DAS Cidanau
sebesar 2 500 mm/tahun, seharusnya masalah mengenai kurangnya ketersediaan
air ini dapat teratasi. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian pada penelitian ini.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di DAS Cidanau, maka dilakukan
penelitian untuk mengatasi debit runoff yang tinggi dengan menerapkan konsep
zero runoff system. Konsep ini menganalisis dan mendesain bangunan hidrolika
yang mudah, murah dan ramah lingkungan untuk mengurangi limpasan
permukaan dan mengkonversinya menjadi cadangan air tanah. Implikasi dari
reduksi runoff ini yaitu penurunan laju erosi dan peningkatan cadangan air tanah
sehingga jumlah air yang tersedia akan cukup memenuhi kebutuhan. Konsep zero
runoff system merupakan salah satu alternatif solusi yang mudah diterapkan dalam
mengatasi permasalahan limpasan permukaan, terutama di lahan miring.

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk membuat konsep zero runoff system yang
mampu mengurangi aliran permukaan yang ditimbulkan oleh air hujan. Konsep
ini berupaya menahan runoff di lahan dengan cara memasukkan aliran permukaan
tersebut ke dalam tanah. Kemudian, dilakukan simulasi Zorro Model untuk
mengindentifikasi perbedaan kadar air tanah lahan sebelum dan sesudah
diterapkan konsep zero runoff system. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
1. Air hujan dan aliran permukaan belum dimanfaatkan secara optimal
2. Simulasi efektifitas zero runoff system menggunakan Zorro Model

3

3.
4.

Validasi hasil simulasi kadar air tanah dengan Zorro Model terhadap data
primer yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan
Belum ada penelitian mengenai upaya mengurangi runoff di lahan miring

Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengurangi terjadinya genangan air dan
aliran permukaan (runoff) pada saat hujan dengan penerapan konsep zero runoff
system di lokasi penelitian. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Menduga besaran runoff yang terjadi di lokasi penelitian
2. Mengevaluasi efektifitas konsep zero runoff system
3. Mengidentifikasi dan validasi hubungan curah hujan dengan cadangan air
tanah di lokasi penelitian menggunakan Zorro Model

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian aplikasi zero runoff system
adalah sebagai berikut.
1. Dihasilkan inovasi teknologi baru untuk mengelola dan memanfaatkan air
hujan baik di lahan pertanian maupun lahan non pertanian
2. Mengurangi potensi terjadinya erosi atau pengikisan lahan yang disebabkan
oleh aliran permukaan
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut terutama di bidang
sumberdaya air

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.

4.

Ruang lingkup dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Lahan yang diterapkan konsep zero runoff system terbatas dengan luas kurang
dari satu hektar
Parameter yang ditinjau yaitu kadar air tanah sesudah penerapan zero runoff
system
Data primer yakni data kadar air tanah harus mencakup kondisi tanah pada
kondisi kering dan basah saling berganti. Maka, pengambilan data primer
dilakukan minimal selama satu bulan
Simulasi dilakukan selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 2004
sampai dengan 2013 menggunakan data sekunder

4

TINJAUAN PUSTAKA
Pendugaan Aliran Permukaan di Lapangan
Prosedur penentuan aliran permukaan yang sudah umum digunakan yaitu
Soil Conservation Service Curve Number (SCS-CN). Metode ini dikembangkan
oleh United States Department of Agriculture (USDA) pada tahun 1973 dan
masih terus dikembangkan hingga saat ini. Metode ini sudah digunakan oleh
beberapa peneliti (Steenhuis et.al 1995; Reshma et.al 2010; Kumar et.al 2010;
Tejaswini et al. 2011; Luxon & Pius 2013) tidak hanya di Amerika Serikat tetapi
juga di negara lain karena memberikan hasil yang valid dan konsisten (Kumar &
Rishi 2013).
Pada metode SCS, runoff (RO) dianggap nol apabila curah hujan P  . S.
S adalah perbedaan kondisi tanah dan tutupan lahan terhadap nilai curve number
(CN). Jika curah hujan > 20% dari S, RO dihitung menggunakan persamaan
berikut (USDA 1986).

=(

=

− .
+ .





dimana,
= aliran permukaan (mm)
= curah hujan (mm)
= kondisi tanah tutupan lahan terhadap CN
= curve number

.

Nilai CN dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi hidrologi
tanah antecedent moisture content (AMC), tutupan lahan dan perlakuan tanah
(USDA 1986). Angka CN dan kondisi hidrologi tanah tersebut disajikan pada
Lampiran 1. Untuk kondisi hidrologi tanah, USDA (1986) mengelompokkan
beberapa tekstur tanah ke dalam empat jenis kondisi hidrologi tanah berdasarkan
laju infiltrasi minimum (Tabel 1).
Tabel 1 Klasifikasi hidrologi tanah berdasarkan tekstur tanah
Kondisi
Hidrologi
A
B
C
D

Tekstur Tanah
Pasir, lempung berpasir
Lempung, lempung berdebu
Lempung liat berpasir
Liat, lempung liat, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu

Sumber: USDA (1986)

5

Sistem Penampungan dan Peresapan Air Hujan
Sistem penampungan dan peresapan air hujan merupakan sistem drainase
untuk mengurangi aliran permukaan akibat curah hujan. Penelitian ini berupaya
melakukan konservasi air dengan cara meningkatkan cadangan air pada zona
perakaran tanaman melalui pengendalian aliran permukaan (runoff) dengan cara
pemanenan hujan (rainfall harvesting) menggunakan rorak dan biopori. Upaya ini
merupakan cara yang paling mudah untuk mengkonservasi air. Beberapa
penelitian yang sudah dilakukan di beberapa negara (Oni et al. 2008 ; Kumar et
al. 2011; Afolayan et al. 2012; Otti & Ezenwaji 2013; Yeasmin & Rahman 2013)
menyebutkan bahwa konservasi air memanfaatkan air hujan sangat efektif dan
efisien baik di musim hujan maupun di musim kemarau.
Rorak adalah tempat untuk menampung dan meresapkan air yang dibuat di
bidang olah atau untuk memperbesar resapan air ke dalam tanah dan menampung
tanah tererosi (Surdianto 2012). Faktor terpenting apabila ingin membuat rorak
yaitu air hanya boleh tergenang beberapa saat (Balittanah 2011). Umumnya, rorak
berukuran panjang 50-100 cm, lebar 25-50 cm dan kedalaman 25-50 cm (Gambar
1). Ukuran rorak dapat disesuaikan dengan kondisi lahan dan curah hujan
setempat.

Gambar 1 Rorak yang dilengkapi saluran pengumpul

Pada penelitian ini, dimensi rorak disesuaikan dengan potensi aliran
permukaan di lapangan. Aliran permukaan di lokasi penelitian dihitung dengan
menggunakan Metode Rasional, persamaannya adalah sebagai berikut (Chow et
al. 1988).
Qr = .
dimana,
Q r = debit aliran permukaan (m3/dtk)
� = luas tangkapan hujan (km2)

��

= koefisien limpasan
� = rerata intensitas hujan (mm/jam)

Nilai C merupakan koefisien yang besarnya ditentukan berdasarkan tutupan
lahan. Nilai C secara detail disajikan pada Lampiran 2. Untuk nilai I dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut (Chow et al. 1988).

6

�=

(

)

dimana,
I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
t
= durasi curah hujan (jam)
R24
= curah hujan rencana (mm)

/

Curah hujan rencana (R24) pada penelitian ini diperoleh menggunakan
analisis frekuensi curah hujan harian maksimum. Periode ulang yang digunakan
untuk merancang dimensi saluran pengumpul dan rorak yaitu 5 tahun. Periode
ulang tersebut dipilih berdasarkan kondisi di lapangan. Kemudian, metode
distribusi yang digunakan yaitu Distribusi Gumbel dengan persamaannya adalah
sebagai berikut.
= ̅+ �


�=



dimana,
̅
= nilai rata-rata
s
= standar deviasi
K
= faktor probabilitas
Ytr
= reduced variate
Yn
= reduced mean yang tergantung pada jumlah sampel n
Sn
= reduced standard deviation yang tergantung pada jumlah sampel n
Aliran permukaan yang timbul di lokasi penelitian dialirkan ke dalam rorak
menggunakan saluran pengumpul. Saluran pengumpul ini menyerupai garis-garis
air yang mengumpulkan seluruh runoff dan mengalirkannya ke dalam rorak.
Penentuan dimensi saluran pengumpul ini berdasarkan potensi runoff yang terjadi
di lapangan. Penentuan dimensi tersebut menggunakan persamaan berikut (Chow
et al. 1988).
=

dimana,
= debit saluran (m3/dtk)
� = luas penampang saluran (m2)
n = koefisien manning



/

/

R
S

= jari-jari hidrolik (m)
= kemiringan lahan

Bentuk penampang saluran pengumpul adalah saluran persegi dengan
mempertimbangkan penampang hidrolika terbaik. Persamaan yang digunakan
untuk mendesain saluran persegi dengan penampang hidrolik terbaik adalah
sebagai berikut (Chow et al. 1988).
�=
=
=
=




. �

(8)
(9)
(10)
(11)

7

dimana,
A = luas penampang saluran (m2)
P = perimeter terbasahkan (m)
l = lebar saluran

R = jari-jari hidrolik (m)
y = kedalaman aliran

Konsep Kesetimbangan Air
Proses kesetimbangan air di dalam zona perakaran tanaman ditunjukkan
pada Gambar 2. Irigasi (I) dan curah hujan (P) merupakan air yang masuk ke
dalam zona perakaran. Sebagian (I) dan (P) tersebut akan hilang melalui aliran
permukaan (Qr) dan perkolasi (DP) yang secara bertahap akan mengisi muka air
tanah. Sebagian air tersebut juga akan bergerak ke atas karena gaya kapiler (GW).
Evaporasi yang terjadi di permukaan tanah dan tanaman akan mengurangi air di
zona perakaran.

Gambar 2 Skema konsep kesetimbangan air tanah di lapangan
Berdasarkan skema diatas, kesetimbangan air tanah pada zona perakaran
oleh Pereira & Allen (1999) dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut.
�� = ��− +

[





�.�

+�

,�











+�

�]

dimana,
��
= kadar air tanah volumetrik di zona perakaran pada hari ke-i (m3/m3)
��−
= kadar air tanah volumetrik pada hari sebelumnya (m3/m3)
= curah hujan pada hari ke-i (mm)

= runoff pada hari ke-i (mm)
�.�
� ,�
= kedalaman irigasi pada hari ke-i (mm)
= evapotranspirasi tanaman pada hari ke-i (mm)


8









= perkolasi ke bawah zona perakaran pada hari ke-i (mm)
= kontribusi pergerakan kapiler dari air bawah tanah pada hari ke-i (mm)
= kedalaman zona perakaran (m)

Pada penelitian ini, upaya untuk mengurangi Qr yaitu dengan membuat
lubang resapan atau rorak yang disertai saluran pengumpul untuk menghilangkan
runoff. Tidak ada irigasi yang dilakukan di lahan perkebunan ini. Apabila rorak
tersebut diasumsikan mampu menahan runoff secara keseluruhan, maka nilai Qr
dan GW menjadi tidak ada (nol) sehingga Persamaan (12) menjadi (Surdianto
2012):
�� = ��− +

[











�]

Persamaan (13) disebut juga zorro model. Persamaan ini digunakan untuk
menghitung perubahan kadar air tanah harian setelah penerapan ZROS.

Kadar Air Tanah
Kadar air tanah adalah rasio antara massa air pada tanah dengan massa tanah
kering tersebut yang diekspresikan dalam bentuk persen (Gong et al. 2003). Air
tanah bersifat dinamis, artinya air bergerak secara tetap dari suatu lokasi ke lokasi
lain melalui perkolasi, evaporasi, evapotranspirasi, irigasi, presipitasi, limpasan
(runoff) dan drainase (Suharto 2006). Aliran permukaan yang ditampung dan
diresapkan ke dalam tanah secara langsung akan mempengaruhi kadar air tanah di
lahan tersebut. Oleh karena itu, data kadar air tanah sangat diperlukan untuk
menilai efektifitas sistem penampungan dan peresapan air hujan yang telah dibuat.
Dalam penelitian ini, parameter kunci sebagai indikator berhasil atau tidaknya
zero runoff system ini adalah kadar air tanah.
Untuk mendapatkan nilai kadar air tanah secara cepat dan mudah,
digunakan metode pengukuran tidak langsung dengan memanfaatkan sifat-sifat
dielektrik tanah seperti konduktivitas, kapasitansi dan impedansi listrik pada suatu
media berpori. Salah satu caranya yaitu menggunakan tensiometer keramik.
Tensiometer keramik pertama kali digunakan untuk mengukur kadar air tanah
pada tahun 1932 oleh Gardner (Bowo et al. 2008). Seiring berjalannya waktu,
prinsip pengukuran kadar air tanah memanfaatkan sifat dielektrik terus
berkembang. Salah satunya adalah penggunaan sensor kadar air tanah.
Pada penelitian ini, pengukuran kadar air tanah di lapangan menggunakan
metode tidak langsung. Metode ini menggunakan sensor dan data logger untuk
menyimpan hasil pengukuran sensor. Sensor yang digunakan yaitu sensor
kelembapan tanah dengan nomor seri Decagon 5TE dan EC-5. Untuk data logger,
jenis yang digunakan yaitu Em50 (Gambar 3).
Nilai pengukuran yang dihasilkan dari kedua sensor tersebut tidak dapat
ditampilkan secara langsung di data logger, tetapi harus disambungkan dengan
perangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak ECH2O Utility. Perangkat
lunak ini berfungsi sebagai kontrol sistem. Interval pembacaan data dan penetapan

9

jenis sensor dilakukan melalui perangkat lunak ini. Namun, hasil tersebut masih
dianggap tidak representatif sehingga perlu dilakukan kalibrasi sensor.

Gambar 3 Jenis instrumen yang digunakan pada penelitian ini (dari kiri ke kanan:
5TE, EC-5, dan Em50)

Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah peristiwa menguapnya air dari tanaman dan tanah
atau permukaan air yang menggenang. Dengan kata lain, besarnya
evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi dan transpirasi (Ahaneku 2011).
Pada penelitian ini, metode perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode
Blaney-Criddle.
Metode Blaney-Criddle digunakan untuk menghitung evapotranspirasi
potensial berdasarkan data temperatur dan lama penyinaran matahari. Kelebihan
dari metode ini yaitu data penyinaran matahari dapat ditentukan berdasarkan
lokasi garis lintang sehingga metode ini cocok digunakan apabila data penyinaran
matahari sulit diperoleh. Metode ini juga banyak digunakan untuk memperkirakan
kebutuhan air tanaman (Triatmodjo 2010). Persamaan Blaney-Criddle mempunyai
bentuk sebagai berikut.
=�

.

+ .

dimana,
= Evapotranspirasi Blaney-Cridle (mm/hari)

= persentase rerata jumlah jam siang bulanan dalam setahun (Lampiran 4)
= temperatur udara harian rata-rata
Infiltrasi
Pada penelitian ini, laju infiltrasi diukur menggunakan Mini Disk
Infiltrometer (MDI). Alat ini cukup praktis digunakan karena dapat mengukur laju
infiltrasi tanah secara langsung di lapangan (on-site). Prinsip kerja MDI sama
dengan prinsip tabung mariot (mariotte tube). Air diberikan pada dasar kolom
sambil mempertahankan tekanan di atas atau di dasar kolom. Volume air yang
keluar dari tabung mariot dan masuk ke dalam tanah diukur berdasarkan
perubahan ketinggian muka air pada tabung periot per satuan waktu.
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengukuran infiltrasi
menggunakan MDI yaitu penentuan nilai laju penghisapan (suction rate). Kisaran

10

suction rate pada alat MDI yaitu -0.5 – 7 cm (Robichaud et al. 2008). Untuk
sebagian besar tanah, suction rate yang direkomendasikan adalah 2 cm. Untuk
jenis tanah tertentu, seperti pasir, suction rate yang direkomendasikan adalah 6
cm. Untuk jenis tanah yang padat dan laju infiltrasi sangat lambat, suction rate
yang direkomendasikan adalah 0.5 cm (Decagon 2012).
Pada alat ini, terdapat beberapa persamaan yang digunakan untuk
mengkonversi volume air yang keluar dari tabung mariot menjadi konduktivitas
hidrolika. Persamaan yang diutarakan oleh Zhang (1997) memberikan metode
yang dapat menentukan nilai konduktivitas hidrolika dari pengukuran infiltrasi
kumulatif terhadap waktu. Persamaan tersebut dapat bekerja dengan baik pada
infiltrasi di lahan kering. Persamaan tersebut yaitu:
�=

+



(15)

merupakan
Koefisien
(m/dt) dan
( /√ ) adalah parameter.
parameter konduktivitas hidrolika, dan
merupakan daya serap tanah (soil
sorptivity). Kemudian, nilai konduktivitas hidrolika (k) dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut.
=



Koefisien adalah kemiringan (slope) kurva infiltrasi kumulatif terhadap
akar kuadrat waktu, A yaitu nilai yang berkaitan dengan parameter van Genuchten
untuk jenis tanah tertentu berdasarkan suction rate dan jari-jari cakram
infiltrometer (Lampiran 5).

Perkolasi
Secara umum, perkolasi didefinisikan sebagai laju pergerakan aliran air ke
dalam lapisan jenuh pada profil tanah yang disebabkan oleh gravitasi (Sarmadian
& Mehrjardi 2013). Biasanya, perkolasi terjadi pada saat zona tidak jenuh telah
mencapai kapasitas lapang (Arsyad 2000). Pada penelitian ini, istilah perkolasi
yang digunakan yaitu deep percolation (DP).
Doorenbos dan Pruitt (1977) menyatakan bahwa DP dapat dihitung dengan
pendekatan yang lebih sederhana. Pada penelitian ini, perhitungan DP
menggunakan pendekatan Doorenbos dan Pruitt. Perhitungan DP diasumsikan
bahwa perkolasi terjadi pada saat pemberian air melebihi batas kapasitas lapang
(W – WFC) dimana W > WFC. Penghitungan Pendekatan tersebut dinyatakan
sebagai berikut.
< ��
={
− ��
> ��
dimana,
= perkolasi dalam (mm per hari)
= simpanan air tanah aktual di zona perakaran
= simpanan air tanah pada kapasitas lapang (mm)
��

11

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakuan pada kebun campuran milik warga di Desa Pondok
Kahuru, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1. Areal kebun campuran cukup produktif namun tidak terlalu luas yaitu kurang
dari satu hektar (8472 m2), dengan tanaman yang ditanam antara lain melinjo,
pisang, durian, menteng, rambutan, kelapa dan beberapa jenis tanaman
rempah.
2. Lahan di kecamatan Ciomas merupakan bagian hulu dari DAS Cidanau dan
berjarak kurang lebih 3 km dari Rawa Danau. Rawa Danau merupakan hulu
dari Sungai Cidanau yang merupakan sumber air utama bagi kawasan di hilir
DAS Cidanau, terutama daerah industri di Kota Cilegon.
3. Areal kebun ini memiliki kemiringan yang cukup landai dengan kemiringan
13% atau 7.5. Lahan yang miring lebih mudah untuk dilakukan pengamatan
dan pemberian perlakuan pada limpasan permukaan.
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, dari bulan November 2013
sampai dengan Mei 2014. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ciomas,
Kabupaten Serang, Provinsi Banten yang terletak pada koordinat 6°13’03.50” LS
dan 10602’44.04” BT. Kecamatan Ciomas terletak di sebelah barat daya dan
berjarak kurang lebih 16 km dari pusat kota Serang (Gambar 4).
Alat dan Bahan
Selama penelitian, alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain
sebagai berikut.
1. Peralatan yang digunakan untuk mengambil contoh tanah dan membuat
bangunan resapan, antara lain cangkul, satu set ring sample, meteran, sekop,
dan pisau
2. Peralatan dokumentasi dan pengambilan data, antara lain kamera digital,
Global Positioning System (GPS), dan penakar curah hujan manual
3. Peralatan pemetaan lahan, antara lain theodolit, unting-unting, tapping, target
rod, dan kompas
4. Peralatan kalibrasi sensor, antara lain ring sample 6 buah, gelas ukur, sarung
tangan, dan wadah berukuran sedang dengan volume 3-5 liter
5. Peralatan untuk mengukur kadar air tanah antara lain