Substitusi rumput dengan sabut sawit dalam ransum pertumbuhan domba : pengaruh amoniasi, defaunasi dan suplementasi analog hidroksi metionin serta asam amino bercabang
SUBSTIXUSI RUMPUT DENGAN SABUT SAWIT DALAM
RANSUM PERTZ~MBU~AN
DOMBA ': PENGARUH AMONIASI.
DEFAUNASI DAN SUPLEMENTASI ANALOG HIDROKSI
METIONIN SERTA ASAM AMINO BERCABANG
Oleh
MARDIATI ZAIN
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
1999
RINGKASAN
MARDIATI
ZAIN :- Substitusi Rumput dengan Sabut Sawit dalam Ransum
Bertumbuhan Domba : Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan Suplementasi Analog
Hidroksi Metionin serta Asam Amino Bercabang (dibawah bimbingan
Toha
Sutardi sebagai ketua, Djokowoerjo Sastradipradja, M. Anwar Nur, Suryahadi,
dan Nahrowi Ramli masing-masing sebagai anggota)
Sabut sawit mempunyai potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan serat
pada ternak nuninansia narnun tergolong pada pakan serat yang berm-
rendah, karena
tingginya kandungan lignin. Pemanfitannya subagai pakan ternak nuninansia belum
maksimal. Beberapa teknik pengolahan yang telah dilakukan belum memberikan hasil
yang memuaskan terhadap penampilan produksi ternak.
Untuk mengoptimalkan
penggunaan sabut sawit ini selain pengolahan diperlukan usaha untuk memacu
pertumbuhan bakteri didalam m e n , karena kecemaan pakan serat pada term&
ruminansia sangat tergantung pada enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri daiam
men.
Penelitian ini bertujuan memadukan teknologi amoniasi dengan usaha memacu
pertumbuhan bakteri m e n melalui defaunasi parsial (penglulangan sebagmn protozoa
m e n ) menggtmkm minyak jagung dan suplementasi d o g hidroksi metionin
(AHM) serta asam m i n o bercabang (BCAA) yang merupakan nutrien p
patumbuhan bakteni rumen, &am
mhgiu pen*
h
r
upaya meningkatkan peaggunaan sabut sawit
m p u t dalamn nmsum ternak ruminansia
Pcmlitian dil-
di Fdcultas Petemakm IPB yang berdiri atas dua tahap.
Tahap I (satu) addah percmbm in vitro, yang bertujuan mcncari M B C A A terbaik.
Materi yang digunrrkatn &lah SCLW
sawit ditambsrh kowntmt dcngan perbandingan
50 : 50 sebaga~palcan. Cairn nunen sapi dicampur larutan penyangga sebagai media
dan asam amino bercabang (valin, leusin, clan isoleusin) s
e
w suplemen. Permbaan
dilalrulran dengan menggunaltPn Rancangan A d kelompolc berpola Faktorial 33
dengan 3 kali ulangm dimana terdapat tiga jenis BCAA (valin, leusin, dan isoleusin)
dengan tiga tamf perl-
(0, 0.1, dm 0.2% BK ransum). Peubah yang diamati
adalah kecemaan bahan kering (KCBK), kecemm bahan organik ( KCBO), produksi
(amonia) dan VFA (asam lemak volatil) total. Data yang diperoleh dianalisis
dengan analisis ragarn dan dilakukan uji lanjut dengan ortogonal polinomial dan
kontras ortogonal.
Hasil
percobaan
memperlihatkan
mempengadi KCBK dan produksi
VFA tidak dipen-.
bahwa
suplemetasi
BCAA
nyata
(PC 0.01) sedangkan KCBO dan produksi
Semua perlakuan menghasilkan
yang rendah (2.4
+ 0.70
mM), jauh dibawah kebutuhan minimum untuk pertumbuhan mikroba m e n .
Suplementasi BCAA meningkatkan KCBK dibanding perlakuan kontrol (53.4 % vs
61.1 %). Dari hasil analisis regresi didapatkan taraf terbaik dari asam amino bercabang
dalarn meningkatkan kecernaan pakan sabut saurit adalah 0.1% d i n , 0.2% isoleusin,
dan 0.15% leusin. Taraf ini akan diuji pada percobaan tahap II.
Penelitian tahap 11 adalah percobaan in vivo dilakukan dengan m
edomba lokal jantan yang sedang tumbuh, umur 5 - 6 bulan dengan bobot a d 9.4
+
1.63 kg. Ransum yang digunakan adalah 50% nunput atau sabut sawit ditambah 50%
konsentrat. Ransum disusun dengan kadar protein 16% dan TDN 66%. Ada 5 macam
ransum perlakuan yaitu A
=
Rumput + Konsentrat, B
=
Sabut sawit amoniasi +
Konsentrat,C=B + 1.5%minyakjagung, D = C + O.l%AHM, E=D+O.l%Val+
0.2% Ile + 0.15% Leu.
Perlakuan disusun dalam Ran-
Bujur Sangkar Latin (RBSL) 5 x 5. Sam
pexiode terdiri dari 4 minggu, 3 minggu pertama masa adaptasi dan t minggu terakhir
masa koleksi &a. Ram\pn d i b e b n 2 Wi sebari dan air minum disediakm sepjang
hari.
Pe&&
y m g diamati addah @asi
W r i dan protoma ~ m ~ kdar
n ,
dan VFA individual, pH 4z-m nunen, k d w alantoin dalam urin, konsmsi dan
keccrnaan ransum, pertambah bobot badan clan komposisi tubuh. Data yang
diperoleh d i d i s i s dengan d i s i s ragam dan uji Ianjut dengan kontras ortogonal.
Hasil penelitign memperlihatl&anbahwa perldcuan secoua umum mempeproses fmentasi M a m m e n baik produksi NH3, VFA total mapun parsial, dan
populasi protom serta baktcri. BeB mampu menyedialcan amonia nunen dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan mikroba (11.04 mM). Walaupun kadar amonia
cukup, namum populasi bakteri m e n masih lebih rendah dibanding perlakuan kontrol
( 8.8 x 10" vs 10.9 x 10" seVml cairan m e n ) . Rendahnya populasi bakteri ini juga
menyebabkan rendahnya kecernaan dan konsumsi ransum pada perlakuan B.
Suplementasi minyak jagung mampu menurunkan populasi protozoa rumen
sebesar 14% dan meningkatkan pertumbuhan bakteri rumen menjadi 11.40 x 10'' sell
ml cairan m e n . Penambahan AHM berpengaruh positif terhadap populasi bakteri
dimana terjadi peningkatan populasi bakteri m e n menjadi 16.3 x 10'' seVml cairan
rumen dan menghasilkan kecernaan bahan kering yang sama d e w ransum kontrol
(perlakuan A). Pertumbuhan bakteri yang lebih pesat lagi dicapai pads perlakmn yang
mendapatkan suplementasi BCAA yaitu sebehr 18.9 x 10'' seVml cairan rumen.
Peningkatan pertumbuhan bakteri ini juga terlihat dari meningkatnya ekskresi alantoin
dalam urin Meningkatnya pertumbuhan menyebabkan kecernaan ransum pada
perlakuan ini lebih tinggi dlbmding perlakuan A (69.37% vs 65.36%).
Penambahan AHM dan BCAA meningkatkan fermentabilitas pakan sabut sawit
menyamai ransum kontrol yang terlihat dari meningkatnya produksi VFA total maupun
individual. Meningkatnya proses fermentasi dalam m e n , kecernaan dan konsumsi
palcan scjalan dengan meningkatnya pertambahan bobot badan. Perlahim d u t sawit
moniasi memberikan pertarnbahm bobot badan terendah. Suplemcntasi dengan
minyak jggung belum mampu meningkatkan pertambdm bobot badan, bpi
suplementasi dengan AHM meningkatkan pertambahan bobot badan, namun belum
i
m pada
mcnymai m u m kontrol. Ptrtambahan bobot badan terbaik d
suplementasi BCaA (peE) yaitu 104 g/hari. Pertaunbdm bobot badtrn pada
perlakwn ini menyamai pemberian -put (102 g h i )
Kmposisi tubuh relatif tidak berbeda m t a r p e x l ~Dari data komposisi
tubuh diperolch hasil Wwa suplementasi AHh4 AH BCAA B C A meningkdm
~
deposisi protein, lemak, dan energi teretensi. Deposisi protein dan lemak meningkat
sejalan dengan meningkatnya retensi nitrogen clan pertambahan bobot badan.
Dari penelitian ini dipcroleh hasil bahw sabut sawit bisa digunah sebagai
pengganti rumput dalam ransum ternak rumimnsia bila terlebih dahulu diamoniasi
dengan urea dan disuplementasi dengin minyak jagung, analog hidroksi metionin serta
asam amino berabang.
SUBSTITUSI RUMPUT DENGAN SABUT SAWIT DALAM
RANSUM PERTUMBUHAN DOMBA :PENGARUH AMONIASI,
DEFAUNASI DAN SUPLEMENTASI ANALOG HIDROKSI
METIONIN SERTA ASAM AMINO BERCABANG
Oieh
MARDIATI PAIN
NRP. 94523
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Pascasarjana, Institut Pertaaian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1999
Judul Tesis
:Substitusi Rumput dengan Sabut Sawit dalam Ransum
Pertumbuhan Domba : Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan
Suplementasi Analog Hidroksi Metionin serta h a m Amino
Bercabang
N m a Mahasiswa
: Msudiati Zain
Nomor Pokok
: 94523
Program Studi
: Ilmu Ternak
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. M.Anwar Nur, M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Survahadi, DEA
Anggota
2.
Ketua Program Studi
Anggota
Program Pascasarjana
ida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Lulus: 24 April 1999
RIWAYAT EIIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Penampung, Bukittinggi (Sumatera Barat) pada tanggal 19
Juni 1965, merupakan putri pertama dari empat bersaudara, dengan ibu bernarna
Khasiah dan ayah Zainawir Chatib.
Pada tahun 1972 penulis masuk Sekolah Dasar Negri 2 Baso dan tamat tahun
1977. Pada tahun 1981 penulis tamat dari Sekolah Menengah Pertama di SMP
Simpang candung, Bukittinggi. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada
tahun 1984 di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Pada tahun yang sama penulis diterima
s
e
w mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Andalas lewat SIPENMARU dan
lulus sebaga~sarjana pada tahun 1989.
Penulis menjadi staf pengajar tetap di Fakultas Peternakan, Universitas Andalas
mulai tahun 1990. Pada tahun 1991 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
studi di Program Pascasajana, IPB dengan sponsor dana dari TMPD dan memperoleh
gelar Magister Sains pada tahun 1994. Pada tahun 1994 penulis langsung me1anjutka.u
Pendidikan Doktor
Program Pascasajana htitut Pertanian Bogor dengan biaya
dari TMPD.
Penulis menikah dengan Ir. Mandofa Tarigan dan d i W a dua orang putra
bernama Adhysta Maulanda dan Annisa Safitri.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan bimbinganNya
penelitian dan penulisan disertasi ini akhimya bisa
diselesaikan
Disertasi berjudul Substitusi Sabut Sawit dengan Rumput dalam Ransum
Pertumbuhan Domba : Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan Suplementasi Analog
Hidroksi Metionin serta Asam Amino Bercabang, disusun sebaga~salah satu s w t
untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Pascasajana, Institut Pertanbn Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratoriurn Nuplsi Ternak Perah, Fakultas Petemakan,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terselesaikan atas bimbingan dan
pengarahan dari Tim Komisi Pembimbing. Penulis menyam-
terimdmih yang
sebesar-besamya kepada Prof. Dr. Toha Sutardi sebagai ketua komisi, Prof Dr.
D~okowoerjoSastradipradja, Prof. Dr. M. Anwar Nur, Dr. Suryahadi, dan Dr.
Nahrowi Rarnli masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan ketulusm memberikan bimbingan dan pengarah dari mulai
penelitian sampai selesainya penulisan disertasi ini.
Ucapan terirna kasih d i m w k a n kepada Rektor IPB dan Pimpinan Program
Pawwrjana IPB atas kesempatan mengikuti studi program I)oktor . Kepada Rcktor
atas ijin rnelanjutkan studi Doktor. Uaqm terima kasih juga d i m -
Maria- Program Doktor Dirjen Dikti yang membiayai
di IPB. Tidak lupa pula penulis men-
kepda Tim
studi pasasqjam penulis
terima kasih kepgsda D M i PT.
Kabupaten Lebak, Jawa Barat yang telah menjrumbanw sabut sawit sebqyu materi
yang digunakan pada penelitian ini, serta kepada PT. Toyota Astra yang telah
membcrikan bantum Banhaan tersebut w g a t berguna &lam proses penyelesaian
studi penulis.
Kepada suami tefcinta Ir. Mandofa Tarigan, ananda tercinta Adhysta Maulanda
dm Annisa Safitri, orang tua dan mertua tercinta, penulis sampaikan terima kasih atas
pengorbanan, pengertian dan doa restunya. Ungkapan terima kasih juga disamptiikan
pda Dr. Erna Hartati, MS., Dr. Wardana Suryapratama, MS., Ir. Sunaryadt, MS., Ir.
Yosi Fenita MS., Ir. Despal, Adi Rukmana, dan semua pihak yang telah memberikan
bantuan, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terwujud.
Akhimya penulis berharap supaya penelitian ini dapat b e d i t a t bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan peternakan di Indonesia.
Bogor, Mei 1999
Penulis,
Mardiati Zain
DAFTAR IS1
KATA PENGANTAR
Halaman
..
11
...
111
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR SINGKATAN
vi
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
Hipotesis
1
1
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Sabut Sawit sebagai Pakan Ruminansia
Amoniasi Pakan Serat dengan Urea
Sistim Pencemum pada Ruminansia
Pencemaan dan Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen
Pencernaan dan Metabolisme Protein dalam Rumen
Defaunasi pada Temak Rumiansia
Suplementasi MHA dalm Ransum Ternak Ruminansia
Peranan BCAA dalam Pertumbuhan Mikroba Rumen
5
5
10
12
15
21
25
31
34
MATERIDANMETODE
Pengukumn KCBK dan KCBO InVitro
Pengukura~K.dar N-NH3 Cairn Rumen
PcaguhrrPa K.a& VFA Total CairanRumen
Peagubm Konslrmsi Ransum
PenguhtranP~~
Bdoot Badan
Ptmgukmu ktcernaanZert-at Mahirmnan
Pengukuran Retensi Nitrogen
Penguhran pH Rumen
Pengukmm Kadar VFA Individual
Pequhran Komposisi Tubuh
Pengukuran Pen&
Total Bakteri Rumen
Pengukuran Populasi Protozoa
Pengukuran Alantoin Urin
Pcnentuan Metan, Efisiensi Konversi Heksosa, Energi Teretensi
Analisis Data
41
41
42
43
46
46
46
47
47
48
48
49
50
51
52
52
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan BK, BO, Produksi NH3 dan VFA In Vitro
Kegiatan Metabolisme dan Populasi Mikroba Rumen
Konsumsi dan Kecernaan Zat-zat Makanan
Retensi Nitrogen
Komposisi Tubuh dan Pertambahan Bobot Badan
Implikasi Penelitian
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul Tabel
1.
Komposisi Zat Gizi Sabut Sawit
2.
Pengaruh Defaunasi terhadap Pertumbuhan Ternak dan
Parameter Rumen
3.
Komposisi Asam Amino Bakteri Rumen (gI100g Asam Amino)
4.
Suplementasi Asam Amino Bercabang terhadap Kecernaan
Dinding sel, Konsentrasi Amonia dan Protein Sel Milcroba
5.
Komposisi Bahan Makanan clan Nutrien Ransum Percobaan
6.
Denah I-Iasil Pengacakan Ternak Penelitian
7.
Kecernaan BK, BO, Produksi NH3 dan VFA In Vitro (Nilai
8.
Pengaruh Perlakuan terhadap pH, Produksi N-NH3, Populasi
Mikroba Rumen dan Alantoin Urin (Nilai Rataan)
9.
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi VFA Total dan Parsial,
NGR, Metan dan Efisiensi Konversi Heksosa (Nilai Rataan)
10.
Konsumsi Zat - zat Makanan Ransum Perlakuan (Nilai Rataan)
11.
Kecernaan Zat - zat Makanan clan TDN Ransum (Nilai Ra&an)
12.
Pengaruh Perlakuan terhadap Retensi Nitrogen, Retensi N/
Konsumsi N, Retensi NM Tercema dan retensi Energi (Nilai
Ram)
P e n g a d Perlakuan t e r b h p Komposisi Tubuh dan Pertamkhan
Bobot Badan (Nilai Rataan)
13.
Halaman
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Judul Gambar
Halaman
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit
(1986-1996)
2.
Komponen Hasil Pengolahan Tandan Buah Kelapa Sawit
8
3.
Skema Lintasan Utarna Fermentasi KH Menjadi VFA dalam
Rumen
17
4.
Proses Degradasi Protein Pakan dalam Rurnen
21
5.
Skema Konversi AHM Menjadi L- petionin
32
6.
Pengaruh Suplementasi BCAA terhadap Kecernaan Bahan
Kering
54
Penganrh Perlakuan terhadap Populasi Bakteri, Protozoa dan
Alantoin Urin
59
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Asam Propionat, AD,
dan Non Glukogenik Ratio
63
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering (BK)
dan Bahan Organ& (BO) Ransum
66
P e n g a d Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering (BK),
ADF, dan Selulosa
69
7.
8.
9.
10.
11.
Pengamh Perlakuan terhadap Deposisi Protein dan Lemak
Tubuh
72
DAFTAR SINGKATAN
ADF
: Acids Detergent Fiber
NDF
: Neutral Detergent Fiber
BETN
: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
KCBK
: Kecernaan Bahan Kering
KCBO
: Kecernaan Bahan Organik
NH3
: Amonia
VFA
: Volatie Fatty Acids (Asam Lemak Volatil)
BCAA
: Branched Chain Amino Acids (Asam Amino berantai cabang)
AHM
: Analog Hidroksi ~etionin
TDN
: Total Digestible Nutrient
NGR
: Non Glukogenic Ratio
Nisbah A/P
:Nisbah Asetat Propionat
Nomor
1.
Judul Lampiran
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Kering in vitro (%)
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Organik in vitro (%)
Analisis Keragaman Produksi NH3 in v i m (mM)
Analisis Keragaman Produksi VFA in vitro (mM)
Analisis Keragaman Konsumsi Bahan Kering (g/han)
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Kering (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Bahari Organik (gthari)
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Organik (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Protein (ghm)
Analisis Keragarnan Kecernaan Protein (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Lemak (g/hari)
Analisis Keragaman Kecernaan Lemak (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Energi ( M J M )
Analisis Keragaman Kecernaan Energi (%)
Analisis Keragamn Konsumsi NDF (ghari)
Analisis Kemgaman Kecernaan NDF (%)
Analisis Keragaman Konsumsi ADF (g/han)
Analisis Keragamm K
m ADF (%)
Analisis Keragamm Konsumsi Selulosa (g/han)
Analisis Keragaman Kecernaan Selulosa (%)
Analisis Keragaman TDN (%)
Analisis Keragaman Retensi Nitrogen (glhan)
Analisis Keragaman Alantoin urin (mghm)
Analisis Keragaman Alantoinhl urin e (mg/g)
Analisis Keragaman pH Rumen
Analisis Keragaman Produksi NH3(mM)
Analisis Keragaman Populasi Bakteri
Halaman
Analisis Keragaman Populasi Protozoa
Analisis Keragaman Produksi VFA Total (mM)
Analisis Keragaman Produksi Asam Asetat (mM)
~naiisisKeragaman Produksi Asam Propionat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Asam Butirat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Asam Isobutirat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Isovalerat (mM)
Analisis Keragaman Produksi N Valerat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Isoacids (mM)
Analisis Keragaman Nisbah ALP
Analisis Keragaman Non Glukogenik &ti0
Analisis Keragaman Konversi C6-VFA (%)
Analisis Keragaman Produksi Metan (mM)
Analisis Keragaman Kadar Air Tubuh (%)
Analisis K e r a g m Kadar Lernak Tubuh (%)
Analisis Keragaman Kadar Protein Tubuh (%)
Analisis Keragaman Kadar Mineral Tub& (%)
Analisis Keragaman Deposisi Lemak Tubuh (g/hari)
Analisis Keragaman Deposisi Protein Tubuh
(m)
Analisis Keragaman Pertambahan Bobot Badan (g/han)
Analisis Keragaman Retensi NKonsumsi N (%)
Analisis Kcragaman Retensi N/N Tercema (96)
Aaalisis Kerqman Retensi Energi ( U r M )
PENDAHULUAN
Pengembangan temak nuninansia menghadapi masalah besar terutama di daerah
padat penduduk dan kota besar yang disebabkan oleh ketersediaan hijauan yang
semakin sulit seiring dengan meningkatnya penggunaan l a b untuk pemukiman dan
industri. Susutnya lahan pertanian menyebabkan susut pula peluang menanam rumput
dan persediaan limbah tanaman pangan yang dapat dipakru sebagai pakan. Untuk
mengatasi masalah tersebut perlu dicari bahan pakan altematif yang murah, mudah
didapat dan tersedia sepanjang tahun
Melihat ketersediaannya, limbah tanaman perkebunan seperti sabut sawit dapat
dijadikan pakan altematif karena produksinya terkonsentrasi dalam wilayah tertentu
dan dalam jumlah yang melimpah. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mpai
tahun 1999 telah mencapai 2.96 juta ha. Setiap ha nya akan menghasilkan 10 - 15 ton
tandan buah segar pertahun, yang setelah diolah di pabrik untuk diambil minyaknya
akan menghasilkan 4.4 juta ton sabut sawit atau PPF (Palm Press Fiber) pertahun .
Sabut sawit ini tergolong sebagai palcan serat bermutu rendah dengan kandungan
lignin yang tinggi, protein, kece-
dan pahbilitasnya rendah, sehingga penggunaan
drlarn jumlah besar rnernerlukan sensuhan tekmlogi.
Upya-qmya yang telah
dihhkan selama ini masih terpusat pada teknik -teknik pengolahan palam baik secara
fisik, kimia, clan biologis 118mun hasilnya belum optunal.
b
P e r l a mnoniasi pada
p&an serat seiain rnampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah
dicema bakteri, juga bisa m v k nitrogen untuk pertumbuhan mikroba m e n .
Namun perlakvan amoniasi saja m e m b e b respons yang kecil terhadap keccrnaan
sehingga memerlukan kajian lebih lanjut untuk dapt diaplikasikan secara komersial.
Pada ternak rurninansia kecemaan pakan juga sangat tergantung pada populasi
dan jenis mikroba terutama bakteri yang berkembang dalam rumen, karena proses
perombakan pakan pada dasamya adalah kerja enzirn yang dihasilkan oleh mikroba
rumen. Keberhasilan usaha peningkatan populasi bakteri m e n akan meningkatkan
konsentrasi enzim-enzim tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kecemaan
pakan, sekaligus meningkatkan suplai protein asal mikroba bagi ternak induk semang.
Untuk itu usaha memanfaatkan pakan serat sabut sawit sebagai pengganti m p u t
disamping melalui pengolahan juga harus diikuti dengan usaha memacu pertumbuhan
bakteri m e n .
I
Pada penggunaan sabut sawit yang tergolong pada pakan serat bermutu rendah
dalam ransum ternak, kehadiran protozoa dalam m e n kurang bermadaat karena &pat
menekan populasi bakteri. Karena itu pengurangan sebahagian protozoa dalam
rumen (defaunasi) perlu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhsn bakteri. Dari
beberapa penelitian telah terbukti bahwa penambalm lemak dalam m u m mampu
mengurangi populasi protozoa m e n xrta dapat meningkatlm pertumbuhan W r i .
Peningkatan populasi mikroba nunen terutama bakteri selulolitik juga bisa
didekati dari scgi kecukupan nutrien untuk perhunbuhannya. Kekurangan nutrien yang
dibutuhn rkan mengurcmgi biomassa dari b&eri tersebut dan akhirnya akan
m
~
l
l
keceraaan
d
pakan terutanm pakan serat. Wdapun sebagim besar bak3eri
rumen lltapat tumbuh baik dmgan amonia s
e
w sumber nitrogen, fb8mun pemmbahm
assm amino dan peptida mampu memacu k e x x m m pgkan serat. Akhir-akhir ini
beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri membutuhkan asam amino untuk
pertumbuhannya, dimtaranya adalah asam amino metionin dan asam amino bercabang
(valin, leusin, dan isoleusin).
Metionin merupakan asam amino esensial yang sering menjadi pembatas dalam
bahan makanan nabati. Metionin digunakan sebagai sumber sulfur untuk sintesis
protein milcroba rumen. Penggunaan pakan serat dalarn ransum memerlulcan
suplementasi metionin untuk mernacu pertumbuhan mikroba m e n . Karena adanya
sistem transaminasi, maka asam amino metionin bisa diganti oleh analognya dalam
bentuk garam kalsiurn analog hidroksi metionin (AHM).
Sebahagian besar mikroba m e n termma bakteri pencema serat (selulolitik)
membutuhkan VFA bercabang ( zso valerat, zsobutirat, h
d
a
n 2 meti/ butirot ) untuk
menstimulir perhrmbuhannya. Asam lemak ini berasal dari deaminasi dan
dekarboksilasi asam amino bercabang (valin, leusin clan isoleusin). VFA bercabang ini
didapat hanya dari protein. Bila pakan rendah kandungan proteinnya seperti sabut sawit
dan adanya perlakuan defaunasi maka asam ini menjadi pembatas pertumbuhan mikroba
m e n . Untuk itu penggunaan pakan serat pada t e d nrminansia penamamino be-
asam
(BCAA) ini diperlukan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa upaya memacu produksi t e d nuninansia
yang rneqgumkan pakan serat bermutu rendah disamping
usaha pengokhan pakan,
optimalisasi proses fmentasi d d m ruinen juga sangat penting. Laju pertumbuhan
mikroba mksimum dicrrpai aprrbiia semua nutrien prekumor tersedia dalam kowntrasi
optimum.
Karma itu supltmentasi nutrien prekmor yang sexing defisien dan
pendebtan lmgkun@;m(dcfirunasi) akan m e m b u i b b p a a besar. Namun BCAA ini
bersifart antagonis, k a n a itu tcrlcbih dulu dilakthn percobam (in vim) mtuk mencari
taraf terbaik.
Tujuan Penelitian
Dari pemikiran di atas dilakukan serangkam penelitian untuk :
1. Mencari taraf terbaik dari asam amino bercabang (BCAA) dalam meningkatkan
kecernaan pakan sabut sawit.
2. Mempelajari pengaruh suplementasi minyak jagung (agensia defaunasi) clan nutrien
p r e h r pertumbuhan bakteri m e n (AHM dan BCAA) dalam ransum domba
b e r b a h dasar sabut sawit amoniasi terhadap kecernaan dan pertumbuhan.
I
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk mernanfmtkan limbah perkebunan kelapa
sawit yang potensinya cukup besar sebaga~pakan ternak minansia pengganti rumput
yang ketersediaannya sekarerng semakin sulit. Selain itu hasil penelitian ini juga
diharapkan bisa bergma bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu
peternakan khususnya
Hipotesis Penclitirrn
Sabut sawit bisa dtgunakan s e w pengg;anti rumput dalam ransum ternak bila
tGfl&ih ddu dimmbsi dm disupltmentasi Qengan minyak jagung (agensia deEaunasi)
setta AHM den BCAA (sbqpu nutrien prekursor pertumbuhan mikroba).
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Sabut Sawit sebagai Pakan Ruminansia
-
Kelapa sawit (Orbinya cuhune) merupakan tanaman yang tergolong dalarn
kelompok Palmae yang tumbuh baik didaerah tropis. Tanaman kelapa sawit mulai
dipanen pada umur 3.5 - 4 tahun. Tiap pohon mengandung sampai enam tandan buah
dan setiap tandan buah beratnya berkisar 5 - 30, kg, mengandung 250 -600 brondolan
(bush) yang tergantung umur dan baik tidaknya penyerbukan
produksi, panen berkisar 10-15 ton tan-
.
Pada tahun pertama
Produksi meningkat setiap tahun dan
mencapai puncak produksi pada urnur 8-9 tahun dengan produksi sekitar 25 -30 ton
(Aritonang, 1986).
Laju pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia berjalan dengan pesat
beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 1986 di Indonesia terdajmt 0.6 juta ha
perkcbunan kelapa sawit dengan produksi minyak sawit 1.35juta ton. Pada tahun 1999
luas meal tansman kelapa sawit diperkhkan mencapai 2,96 juta ha dengan jumlah
produksi 5.7 juta ton @irebrat J
a Perkebutllm, 1998). Luas areal dm jumlah
produksi pericebunan kelap sawit dari tahun 1986- 1996 dipcrlihatkm jwub Gambar 1.
PcngoIab kelapa sawit terdiri atas dua taw.Tahap pertama yaitu pengolahan
bush kelapa sawit yang aksrn m c n g h i l h minyak kelapa sawit (palm oil), biji kelapa
sawit, serabut kelap sawit (palm press fibre) dan lumpur kelapa sawit (palm oil
sludge). Tahap kedua d a h p e n g o l h biji kelapa sawit yang akan menghasilkan
minyak inti sawit dm limbahnya bunglul kelapa sawit (Davendra, 1977). Peakebunan
kelapa sawit menghasillcan limbah yang cukup berlimpah sepanjang tahun, dan
pemanfaatan limbah ini masih terbatas.
Penelitian tentang pemanfbtan limbah
perkebunan sawit ini akan menjadi perhatian dengan semakin meningkatnya pelestarian
lingkungan hidup. Bagan pengolahan kelapa sawit &pat dilihat pada Gambar 2.
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
Luas Anal (j~lt.
Ha)
1
0.5
Mimk-Wihb)
0
Gambar 1. Luas Areal dan Produksi Perkebuan Kelapa Sawit (1986 - 1996)
Umumnya hasil ikutan kelapa sawit digunakan secara tradisional
. hpas
tandan digpxhn sebagai balm bakar dan abunya digunakan sebagai
pupuk.
Caqkmg string digunsksto. sehqpu b d m bttkar untuk memanaskan ketel perebusan
trndan buah scbclum diprms. Namun limb& tersebut t
serabut k e h p sawit da@
Produksi, 1985). Pen-
. bungkil inti s w i t dan
chmfh&m sebqp palm tcrnak (Direktorat Bina
bmglc11 k e l a p a w i t dalam konsentrat sudah banyak
digunakan dan menghasilkan produksi ternak yang cukup baik, tetapi penggunaan
sabut sawit belum memberikan hasil yang memuaskan.
Sabut sawit adalah limbah ampas yang dipisahkan dari brondolan setelah
pengutipan minyak dan biji. Pada pabrik pengolahan kelapa sawit, sabut tersebut
digunakan sebagai pupuk yang kaya kalium (Aritonang , 1986). Sabut sawit yang
mempunyai potensi sangat besar untuk dijadikan pakan ternak ruminansia tergolong
pada pakan serat yang bermutu rendah, karena tingginya kandungan lignoselulosa dm
kecernaan yang rendah. Pakan golongan ini sering defisien akan nutrien yang penting
seperti protein, NPN, dan mineral (Leng, 1991). Pakan ini tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim saluran pencernaan induk sernang (Ranjhan, 1977), tetapi dihidrolisis oleh
enzim yang dihasilkan oleh milmoba dalam rumen menjadi monosakarida yang
selanjutnya akan mengalami fermentasi menjadi VFA, CO2 dan C&
(Sutardi,
1980).
Jalaludin et al., (1991) menyatakan bahwa sabut sawit mempunyai kandungan
protein yang rendah (6%) dan fraksi yang tidak dapat dicerna cukup tin& yang terlihat
dari kandungan lignin (21%), sedangkan kehilangan bahan kering Mam kantong nilon
pada 48 jam adalah lebih kurang 40%, sedmgkan rumput 47%. Kandungan gizi serat
sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan uji biologis sabut sawit lebih cocok untuk
nrminatlaria karma scrat b a m y a tinggi menyamai komposisi zat makanan rumput~mpubn
(Ari-
1986).
Pananf~sabutsawitscbagapakanternak~tbe~gsi~~
substitusi rumput Agustin et d.,(1991); Aritonang(l986) ;Jelan, (1984) meny6~takan
bahwa sabut sawit mempunyai palatabilitas yang rendah dan
hanya mampu
menggantikan 20-30% nunput ddam ransum ternak minansia Lebih dari itu selera
makan, kccemaan cnergi, retensi nitrogen 8an pertumbuhan akan tergmggu. Hal ini
Tandan buah segar
(fress fiuit bunches)
Ampas tandan
( bunches trash 47%)
Buah
( h i t 49%)
Minyak sawit kasar
Sabut sawit
(crude palm oil) (palm Press Fibber)
Inti sawit
Cakang sawit
(palm Kernel) (palm Nut shell)
1 .Minyak sawit murni
(palmoil) 18 - 20 %
2.Lumpur minyak sawit
@dmoil sludge ) 2 % dry
Bungla1 kelapa sawit 45946%
Minyak inti sawit 4546%
Gamlxu 2. Komponen Hasil Pengelolaan Tandan Buah Kelapa Sawit
(Aritonang, 1984 ; Davendra, 1977)
juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Suryahadi dan Piliang (1997) dimana
penggantian rumput raja dengan d u t sawit dalam m u m domha menyebabkan
terjadinya penunman retensi nitrogen.
Umumnya kecernaan pakan serat ini hanya berkisar 40
- 45 %. Karena itu
upaya peningkatan k e c e m pakan serat ini sangat diperlukan.
Usaha untuk
meningkatkan kecernaan atau fermentabilitas pakan serat ini dapat dilakukan dengan
memberi perlakuan pada pakan ini sebelum diberikan pada ternak , bolik secara fisik
( pelleting, chopping), kimia ( NaOH, amoniisasi) dan biologi (fermentasi den=
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Sabut Sawit
Zat Gizi (%BK)
Abu
Protein Kasar
Lemak
Serat Kasar
BETN
Permana, 1995
6.1
6.5
4,7
7.9
6.9
5.19
49
32
-
Ca
P
ADF
NDF
Selulosa
Lignin
Jalaludin et al.,1991
66.3
84.6
-
-
21.3
-
62.55
90.18
34.19
19.91
Analisa Lab.(1998)
5.7
5.9
4.0
39.96
44.44
0.43
0.16
59.57
77.65
32.75
21.25
: BETN B a b Ekstrak Tanpa Nitrogen
ADF = Acid Detergent Fiber
-rangan
NDF
-
N e d Detergent Fiber
Pengolahan sabut sawit dengan P. ostreatw meningkatkan konsumsi energi
tercema, retensi N dm jumlah i m i d s , tetapi tidak mempengmh pertambahm berat
badan (PC-
1995), dan keswlitan d a h bentuk pengolahan dalarn skala besar.
Emawati (1995) menyatakan bahwa perlakuan amonisasi pada sabut sawit
memngkatkan kecernaan bahan organik tetapi tidak menin-
kecernaan bahan
kering in vitro.
Perlakuan NaOH pada sabut sawit &pat memngkahn kecernaan bahan kering
d&i 43% menjadi 58% ( Jalaludin et al , 1991). Sedangkan Davendra (1977)
menyatakan bahwa perlakuan NaOH tidak menmgkatkan kecemaan bahan kering,
bahan organik, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Tapi ferlihat
meningkatkan kecernaan protein kasar, lemak, abu dan energi. Pada perlakuan sabut
sawit dengan Ca(OH)2 yang diberikan pada domba terjadi penhgkatan kecemaan
bahan kering, bahan organik, abu, energi dan retensi nitrogen namun tidak terjadi
peningkatan kecernaan serat kasar. Semakin tin& level sabut sawit yang diberikan
komponen kecernaan semakin rendah (Davendra, 1977 ; Aritonang, 1986).
Dari uraian di atas terlihat bahwa upaya pengolahan baik seam fisik, kimia
clan biologi belum mampu meningkatkan pengguwm d u t sawit sebaga~paltan
term&. Hal ini mungIan disebabkrrn teknik pengolahan ini belum komplit memecah
komponen yang tidak tercerna seperti lignin dan polisakarida lain (Jalaludin et al.,
1991). Untuk itu strategi kcdeprPn ymg menjadi perhat~ansrfalah m
p e n g o b & n g ~ nupaya meni
d
w teknik
populasi m i k r o b a m temtamabdttai
Amonhi P a b n Strat dengan Urea
Limbah perkebunan seperti sabut sawit tidak berbeda dengan jerami pad^ atau
limbah pertatllan lainnya yaitu ma-sama berkualitas rendah karena sama-sama
produk tanaman tua. Kelemahan p t h n serat yang berupa limbah ini adalah : (1)
mengandung kristal silikat yang sulit ditembus oleh enzim pencernaan, (2) proses
lignifikasi telah lanjut sehingga sebagian selulosa dan hemiselulosanya membentuk
senyawa komplek lignoseldosa dan lignohemiselulosa yang sulit dicerna, (3)
sebahagian selulosanya telah berubah dari bentuk amorf ke kristal sehingga antar
molekul
glukosa dan kristal seluiosa yang terletak berdekatan terdapat ikatan
hidrogen 2,6 yang mempersulit pencemaan dan (4) k a n d w nitrogennya rendah
( Kristensen, 1982)
Perlakuan alkali sering dipakai sebagai,teknologi peningkatan manfht pakan
serat bennutu rendah. Hal ini disebabkan gugus hidroksil (OH-) larutan alkali dapat
memutus ikatan hidrogen atom karbon nomor 2 dengan karbon nomor 4 glukosa
berikutnya yang terdapat dalam utasan selulosa sehingga pakan rnemuai. Dalam
pemuaian itu deposit silika pada dinding sel sebagian rontok, s e u pakan lebih
terbuka bagi pencemaan oleh W r i m e n (Sutardi, 1997).
Amoniasi dengan urea juga merupakan perlakuan alkali, karena urea yang
ditambahkan pads pakan mengalami ureolitik menjadi NH3 dm C a oleh urease
bakteri pkan. B e r n air palcan NH3 membenhrk basa W O H . Suhu lingkungan
yang tinggi mtmbmtu proses ureolitik tmebut (Sutardi, 1997). Kclcbihan amoniasi
dmgan
U~WLdtui
perkdam alkali lain icilah mampu m n e a k s n nitrogen untuk
m b u b mikroba men bila pakan -but
Amoniasi den*
dilronsumsi Wng, 1991)
urea merupakan perldkwm kimb yang tergolong murah dan
mudah dilakukan. Dari beberapa pemlitian terbukti bahwa amoniasi dengan urea
terhadap pakan *rat mampu meningkatkan nilai m a h t dari pakan tersebut. Promma
et al., (1985) menyatakorn b a h w pemberian jerami pub yang diamoniasi dalam
ransum sapi dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan produksi susu. Ibrahim
(1985) melaporkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi dan kecernaan bahan kering
ransum jerami pad^ amoniasi dibanding yang tidak pada ternak sapi. Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Sundstol (1991) dimana terjadi peningkatan kecernaan bahan
organ& jerami padi amoniasi sebesar 13- 18% pada krnak domba dan konsumsi
baha~~
kering sebesar 45 % pada ternak sapi dibanding yang tidak diamoniasi.
Sistem Pencernaan pada Ruminansia
Pencernaan adalah serangkaian proses lyang terjadi di dalam alat pencernaan
sampai
memmgkinkan terjadinya penyerapan. Proses tersebut merupakan suatu
perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan makanan dalam dat pencemaan
Pencemaan pada t e d minansia merupakan proses yang sangat komplek yang
melibatkan interaksi dinamis antarpakm, populasi mikroba dan tem& itu sendiri
(Mertem, 1993).
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan makanan dalam alrtt
pcmcmm, proses pencemum &pat dibagi menjadi tiga jenis yajtu pencemaan
mekanis, penceman fancutstif dern ptncemm hidrolitk hbluman ymg tnasuk
dalam mdut tun& nmimmisr akan mengalami proses pengunyahan/pemotun&an
secan. tndranis shhgp m a a b e n k bolus. D a b proses ini tnakanan akan
bercampur h g m saliva, lalu msuk ke dalm m e n melalui c m o f ~untuk
selanjutnya m e m i proses pencemaan fermentatif Di dalam nunen bolus-bolus
tadi akan dicema oleh enzim yang dihasilkan olch mikroorganisme. Selama dalam
nunen m&mn yang kasar EJrcuz dipccah lag^ dimulut ( m i m i ) , kemudian melalui
reticulum, omasum dan rbomasum. Hasil fermentasi tadi disemp oleh usus halus
(proses pencernaan hidrolitik) dan selanjutnya masuk dalam sistem peredaran darah
(Sutardi, 1979).
Saluran pencernaan ternak ruminansia d i m atas 4 bagian yaitu mulut, perut,
usus halus, dan organ pence-
bahagian belakang. Perut d i m lagi jadi 4 bagian
yaitu reticulum, nunen, omasum dan abomasum. Reticulum dan rumen tidak terpisah
sempuma sehingga dipandang sebagai satu kesatuan yang disebut reticulorumen.
Dalam reticulorumen terdapat jumlah mikroba yang cukup besar. Omasum m i n y a
belum jelas, tetapi pada organ tersebut terjadifpenyerapan air, amonia dan VFA dan
diduga juga memproduksi VFA dan arnonia. Abomasum m i n y a sama dengan
perut ternak monogastnk (Church, 1979; Church dan Pond, 1988; Forbes dan France,
1993).
Van Soest (1982) membagi tahapan pencemaan menjadi dua w a n yaitu 1)
proses pencemaan terjadi dalam rumen dan reticulum dan 2) dm proses berikutnya
terjadi di saluran pencernaan pasca rumen.
Didalam reticulorumen dan organ
penamam bagian belakang pencemaan dibantu oleh mikroba, sedangkan di usus
halus pencemaan dibantu oleh cnzim yang dihasillcan oleh ternak induk semang
(M-,
1993).
Rumen clan reticulum me-
organ pence-
yang terbesar, volumenya
-
10 20% dari bobot tam& (Chmh,1979). Jumlah brsebut mcliputi lebih h a n g 75%
dari volume organ ptlcem ternak ruminaasih (Vim Socst, 1982). Proses penamaan
didalam reticulonnnen d a h pencernaan fermentatif yang dibantu oleh mikroba yang
jumlahnya cukup besar.
Pencemaan fermentatif ini
bejalan sangat intensif,
kapasitasnya besar dan terjadi sebelum usus halus (organ penyerapan utama). Hal ini
memberi be-
keuntunp (1) produk fermentasi dapat disajikan ke usus daiam
bentuk yang mudah diserap, (2) dapat menampung pakan dalam jumlah yang lebih
banyak, (3) dapat mencerna pakan yang berkadar serat kasar tinggi, (4) dapat
mengguraakan NPN (Sutardi, 1979).
Didalam m e n terdapat populasi mikroba yang cukup besar jumlahnya.
Mikroba rumen dapat dibagt dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan f h g ~
(Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi dalam m e n diakui sangat bemanfitat bagi
pencemaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan.
Rizoid h g i tumbuh jauh menembus dinding sei tanaman sehingga pakin lebih terbuka
untuk dicerna oleh enzirn bakteri nunen. Bakteri merupakan rnikroba rumen yang
jmling banyak jenis dan lebih beragam macam substratnya. Menurut Ogimoto dan
Imai (1981) populasi bakteri dalam m e n berkisar 10
-
10 l2 bakteri per gram isi
rumen, sedangkan protozoa populasinya lebih sedikit yaitu lo5- lo6 per ml cairan
rumen Populasi mikroba yang besar jumlahnya tersebut sangat esensial dalam proses
pencemaan palcan serat (Church, 1979).
Bakteri rumen diklasifikasikan b e r h k a n substrat yang didiaminya karena
sulit
mengklasifiksgikan b a d a p h n
morfologinya.
Kebalikannya
protozoa
diklasi£hshn betdasarknn morfologinya sebab mudah dilihat bedasarkan
penyeban silianya. Bebempa jenis W r i yang dilaporkan oleh Hungate (1966)
adalah,
(a) bdcteri pencema selulosa (Bacteroides succinogenes, Ruminococcus
jlavajiaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio fibmsolvens), (b) baldmi pencerna
hemiselulosa (l3utyrivibriofibmsolvens,Bacteroides ruminocola, rumirwcoccw sp), (c)
bakteri penoerna pati (Bactemides amylophilus, streptococcus bovis, Succinimonas
amylolytica), (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminw), (e)
bakteri pencerna protein (Clostridiwn sporogenes, Bacillus lichenijomis).
Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morologinya yaitu : holotrichs yang
mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya
dan mencerna W h i d r a t yang
fermentabel, sedangkan oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya
merombak -hidrat
yang lebih sulit dicerna.
Pencernaan dan Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen
Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ternak ruminansia
Jumlahnya mencapai 60 -75% dari total bahan kering ransum. Dalam makanan kasar
sebagian besar terdapat dalarn bentuk selulosa dan hemiselulosa, sedangkan &lam
konsentrat umumnya terdapat dalam bentuk pati
(Sutardi, 1979).
Kahhidrat
merupakan sumber energi utarna untuk pertumbuhan mikroba rumen dan ternak induk
-g.
kubohidrat &lam pakan dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat struktural
(fiaksi serat) dan karbohidrat non struktural (fiaksi yang mudah t e d a ) . Seluiosa dan
hemiselulosa termasuk dalam fraksi karbohidrat struktural (fraksi serat) (Czerkawski,
1986) yang rnerqakan komponen utama dari dinding sel tamman. Sering terdapat
kikatan
d e w lipin sehingga menjadi sulit dicema oleh mikroba nunen.
Lignifikasi meningkat seiring dengan meningkatnya umur tamman (Church dan Pond,
1988). Untuk itu penggunaannya dalam &m
tefnak rumimia memerlulrsn
pengolahan terlebih dulu untuk merenggangkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih
fernentabel dalam rumen.
Selulosa adalah kelompok polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi,
berantai lurus dimana banyak terdapat unit 1- 4 P unit glukosa dan biasanya terdapat
dalam bentuk kristd (Baldwin dm Allison, 1983) sedangkan hemiselulosa terdiri dari
rantai lurus silosa dan sejumlah arabinosa, asam won& dan galaidosa (Print dan Clarke7
1980).
T e d ruminansia mampu memanfhatkan selulosa dan hemiselulosa
( karbohidrat struktural = fraksi serat) disebabkan ada mikroorganisme dalam nunen
yang membmtu proses fmentasi sehingga karbohidrat struktural tersebut dirambak
menjadi produk yang dapat dicerna dan diserap oleh usus halus. Kecernaan selulosa
dan hemiselulosa (karbohidrat stmktud ) dalam rumen biasanya lebih rendah
dibanding karbohidrat non struktural. Tapi ini tergantung pada bebentpa fhktor seperti
sifht fisik, pengolahan dan fiekuensi pemberian morkanan. Kecernaan selulosa dan
hemiselulosa ini juga bisa dipengaruhl oleh suplai nutrien lain seperti nitrogen dan
asam lemak berantai cabang yang penting untuk pertumbuhan bakteri
selulolitik
(Czerkawski, 1986).
Proses peacemaan karbohidrat daiam m e n meruparkan proses yang komplek.
Karbohidrat yang komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin) magalami dua
tahap pmcertman yaitu penceman oleh enzim ekstmseluler dan enzim intmselvler
m k o h Tahap I luwbohidrat yang masuk akan dif-i
oleh cnzim &mseIuler
Tahap II monomer itu difmentasi lebih lanjk oleh cnzim intmseluler membentulc
piruvat melalui lintasan Embden- Meyerhoft dan pentosa fosfat (Baldwin dan Allison,
1983: France clan Siddon, 1993). Piruvat adalah produk intermedier yang segera
dimetabolisasi menjadi produk akhir berup asam lemak berantai pendek yang sering
disebut dengan VFA yaitu asam Wt, asam propionat dan asam butirat dan sejumlah
kecil asam valerat, serta asam lemak berantsi cabang yaitu isobutirat, isovalerat, dan 2metilbutirat. Tapi tiga asam lemak tedchir ini merupahm hasil katabolisme protein.
Perubahan asam piruvat menjadi VFA
melalui bebempa lintasan
piruvat menjadi asam asetat dan asam butirat terjadi melalui acetil
.
-
Oksidasi asam
CoA. Untuk
pembentukan asam propionat ada dua lintasan yaitu lintasan suksinat dan lintasan laktat
atau alcrilat (Garnbar 3) (Baldwin dan Allison, 1983) ;France dan Siddons, 1993).
I
Selulosa
Pektin
Hemi-sa
Gambrr 3. Skgna Lintasan U m a F-Ui
brbohidratMenjadi
VFA dalam Rumen (France dan Siddons, 1993)
Fennentasi kahohidcat dalam nrmen bntulr membentuk VFA menghasilkan
kerangka karbon untuk sintesis sel mikroba dan membehskan sejumlah energi dalam
bentuk ATP, COz dan C&.
Energi dalam bentuk ATP digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan m i h b a m e n (France dm Siddons, 1993 ;
Beever, 1993). Perhunbuhan mikroba rumen proporsional terhadap jumlah ATP yang
yang dihasilkan dari katabolisme energi.
Maksirnum sintesis sel mikroba yang
dihasilkan dalam rumen mendekati 25 gram per mol ATP (Russel dan Wallace, 1988).
Proses fermentasi karbohidrat daiam rumen menghasilkan energi d a b bentuk
+A mencapai 80 % dan 20% merupakan energi yang terbuang dalam bentuk produksi
gas C a , C& dan energi dalam bentuk ATP (France dan Siddons, 1993). Energi
dalam bentuk KIP hanya 6.2% dari total energi yang hilang . Hanya energi dalam
bentuk ATP ini yang
digunakan oleh miboba rumen untuk pertumbuhannya,
sedangkan VFA merupakan by produk dari aktivitas mikroba rumen (Hvelpund, 1991).
Dari uraian ini jelas terlihat bahwa mikroba rumen memproduksi VFA bukan untuk
kepentingannya saja tetapi juga sebagai "elektron sink" dalam menjaga potensial
redoks dalam rumen agar tetap layak bagi pertumbuhan mikroba nunen (Sutardi,
1995).
Gas hasil fermentasi berupa COz, hidrogen dan metan dikeluarkan dari nunen
melalui proses cruktasi (Sutardi, 1979; Orskov clan Ryle, 1990). Pada tam& kambing
produksi gas C& skitar 90 litcr clan gas C& sekitar 30 liter perhari (Czerkawski,
1986). Stoikiometri reaksi fmenQlsi Larbohidmt jxhn
dorlsm nunen menghasilkan
t i p pmddc &ama tnaurut ~ k o and
v Ryle (1990) clapat disede-
C&7I
+
l22H20
a
-1206
+
--------2CH3COOH + 2C02 + 4H2
4H2
------------4H2 + C @ ------,
~0~~1 - d . c
-~ C H ~ C H ~ +C 4H20
~OH
CH3(CH2)2COOH + 2C02 + 2H2
C& + 2H20
menjadi:
Dari Stoikiometri reaksi tersebut diatas dapat dilihat proses sintesis asam asetat
dan asam butirat menghasilkan gas hidrogen. Sebaliknya untuk sintesis asam propionat
gas bidrogen digunslan. Gas hidrogen dan CO2 merupakan p r e b r utama sintesis
gas metan yang sesungguhnya tidak bermanfaat untuk ternak. Maka dari itu proses
fermentasi dalam m e n yang mengarah pada sintesis asam propionat akan lebih
menguntungkan karena produksi C& bisa d i t e h dan akan meningkatkan ehiensi
pen-
energi
*-
Jumlah komponen utama VFA (metah propionat, dan butirat) yang terbentuk
dalarn m e n serta proporsi relatifnya sangat bewariasi dan dipengaruhi oleh faktor
rnakanan seperti komposisi ransum, terutama rasio antara hijauan dan konsentrat,
bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, fiekuensi pemberian maltanan dan tipe
fermentasi sebagai akibat perbedaan populasi mikroba yang berkembang sepengaruh langsung dari zat makanan yang diberikan. Menunit Forbes dan France
(1993) ko~l~entrasi
VFA total dalam cairan m e n umumnya berlcisar mtara 70 - 130
mM. Nisbah asam aselat, asam propionat dan asam butirat pads pakan basal d e w
k a n d m hijauan Iserat yang tinggi adalah 70 : 20 :lo. Tingginya konsmtrasi asetat
dalam caintn ~ a a e nbcrhdmgm dengan tingginya proporsi hijausrn atau pakan serat
yang d i k . . Mmlihnyajika proporsi konsentmt dalam ransum meningkat mab
konsmtrasi asam aselat asctat dPn anUn komentmi asam propionat meningkat aamun
proporsi asam ucgt hampir Delalu Lcbih b
y
&(Mc-d
et al., 1988). Dengan L.ta
lain ciapat dinyatakan bahwa m u m dengan hijadpakan serat tinggi akan
menghasilkan nisbah asctat propionat lebih tinggi dibanding ransum yang proporsi
konsentratnya tinggi.
VFA ( asetat, propionat, dan butirat) merupakan sumber energi u&ma bagi
ternak dan punya fkgsi penting dalam metabolisme zat rnakanan Ensminger et al.,
(1990) menyatabn bahwa shbangan energi yang berasal dari VFA ini dapat
mencapai 60 - 80% dari kebutuhan energi ternak rumiansia. Sebahagian besar VFA
diserap langsung dari reticulorumen dan masuk kedalam aliran darah, hanya 20%
masuk ke omasurn dm abomasum dan diserap disini (France dan Siddons, 1993).
Asam butirat dalam rumen sebelum diserap terlebih dulu dirubah menjadi beta hidroksi
butirat dan bersama dengan asam asetat masuk kedalam petedaran darah dalam bentuk
badan-badan keton yang nantinya dalam jaringan tubuh digumkan sebagai sumber
energi dan untuk sintesis lemak tubuh. Asam propionat setelah masuk dalam peredaran
d a d dibawa ke hati. Di hati asam ini diubah menjadi glukosa. SebaIpan glukosa
disimpan di hati sebagai glikogen hati dan sebagian lagi menjadi alfh gliserolfosfat
untuk digunakan sebagai koenzim pereduksi dalam sin-
lemak tubuh, &gai
sumber energi clan dalain tubuh disimpn sebagai glikogen otot. (France dan Siddons,
1993 ;
McDonald
et al., 1988).
Oleh sebab itu asam propionat discbut juga asam
yang btrsifa glukogenik karma dapat dikatabolisme menjadi glukosa atau sebagai
sumber glukosa
(sast;t.adipadja, 1998). Menurut Ckskov (1977) asam
~u)ra@dapatBi~
lemak
komtanta yang d h u m b n sebap non glukogenik
ratio (NOR) yang secara sederhana d i m *
s d m p berikut
NGR = (Asetat + Butirat + Valerat) t (Pmpionat + Vdemt)
Nilai NGR ini berhubungan erat d e n p produksi gas metan dalam men. NGR
tinggi akan rnenyebabkan produksi gas metan dalm nunen juga ti@.
Pencernaan dan Metsbolisme Protein dalam Rumen.
Dalam rumen protein pakan akan mengalami hidrolisa meyadi oligopeptida
oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba m e n . Oligopeptida selanjutnya
akan diubah menjadi peptida dan asam amino yang kemudian mengalami katabolisame
(dearninasi) menjadi NH3, VFA, BCAA, dan COz (Sutardi, 1979 ; Baldwin and
Allison, 1983 ;McDonald et al., 1988).
Tidak seluruh protein yang masuk dalam m e n didegradasi oleh mikroba.
Protein yang 1010s dari degradasi dalam rumen brsama dengan protein mikroba akan
mengalif ke abomasum term ke usus halus dicerna oleh enzim p g dihasillcan oleh
ternak dan diserap disini (Nolan, 1993). Proses pencernaan dan metabolisme protein
dalam m e n &pat dilihat pada Gambar 4.
4
I
DALAM
RUMEN
DALAM
USUS
OLIGOPEPTIDA
Gambar 4. Proses D e g d m i Protein Pakan dalam Rmen (Sutardi, 1979)
. 1
Dari ilustrasi diatas terlihat bahwa sumber protein bag^ temak ruminansia
berasal dari proteiv pakan yang 1010s dari degradasi dalam rumen dan dari protein
mihba. Untuk itu usaha memacu produksi ternak melalui perbailcan nutsisi protein
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pemberian protein pakan yang tahan
degradasi d
a
l
m rumen dan memaksimalkan sintesis protein mikroba, sehingga
pasokan asam-asamamino untuk diserap di usus halus menjadi lebih banyak (Sutardi,
1979).
Proses proteolisis oleh mikroba nunen fnen;ghasilkan peptida clan asam amino
(Nolan, 1993) yang bisa digunakan oleh sebagian rnikroba rumen untuk
pertumbuhannya (Wallace and Cot@ 1988), terutama oleh Bacteroides minocola
dimana bdcteri ini mempunyai sistem transpor untuk mengangkut asam amino ke
dalam tubuhnya (Nolan, 1993). Russel et al., (1992) menyatakan bahwa Bactemides
a
l
m m e n sedmgkan Butyrivibrio
ruminocola bisa menggunakan 40% peptida d
#bmsolwnt menggunah kurang dari 10% untuk perhunbuhannya Karena tidak
semua peptida dan asam amino yang tabentuk dalam nunen digunahn oleh mikroba,
s t b q m a h mngalir ke usus halus. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan
oleh Ruse1 et al., (1992) bahwa pcmbefian ransum yang berkualitas tin&
pen&,
pada =pi
W!
dari NAN (miunmia ni@wn)yang msuk kc usus halus ddam bentuk
e d a dan asam cunino. Nmm Sdmgim besar dari @da
darn clsam amino akan
mengalami deaminasi dalam rumen menjadi h H 3 yang juga rnerupdtm s u m b N
untuk perhunbuhan mikroba.
Pool monia d a l m rumcn tidak hanya disuplai oleh proses degradasi protein
pakm saja. Hampir 30% nitrogen dalam pakan t e d r u m k i a juga terdapt dalarn
bentuk senyawa organik sederhana seperti asam amino, amida, dan amina atau
senyawa anorganik seperti nitrat (McDonald et al., 1988; Preston dan Leng, 1987) dan
pada penggunaan pakan yang bermutu rendah urea sering ditambahkan.
Semua
senyawa tersebut di atas disebut juga dengan NPN yang dalam m e n akan mengalami
degradasi dengan cepat menghasilkan amonia. Arnonia yang terbentuk bersama
dengan asam organik a l h keto akan membentuk asarn amino baru untuk sintesis
protein rnilrroba.
Bila kecepatan degradasi
melebihi kecepatan sintesis protein
mikroba akan terjadi akumulasi NH3 dalam w e n . Amonia yang berlebih itu akan
diserap oleh dinding m e n mas& ke dalam aliran darah dibawa ke hati untuk diubah
menjadi urea. Urea yang terbentuk akan masuk ke aliran darah, setmg~anakan
difiltmi
RANSUM PERTZ~MBU~AN
DOMBA ': PENGARUH AMONIASI.
DEFAUNASI DAN SUPLEMENTASI ANALOG HIDROKSI
METIONIN SERTA ASAM AMINO BERCABANG
Oleh
MARDIATI ZAIN
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
1999
RINGKASAN
MARDIATI
ZAIN :- Substitusi Rumput dengan Sabut Sawit dalam Ransum
Bertumbuhan Domba : Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan Suplementasi Analog
Hidroksi Metionin serta Asam Amino Bercabang (dibawah bimbingan
Toha
Sutardi sebagai ketua, Djokowoerjo Sastradipradja, M. Anwar Nur, Suryahadi,
dan Nahrowi Ramli masing-masing sebagai anggota)
Sabut sawit mempunyai potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan serat
pada ternak nuninansia narnun tergolong pada pakan serat yang berm-
rendah, karena
tingginya kandungan lignin. Pemanfitannya subagai pakan ternak nuninansia belum
maksimal. Beberapa teknik pengolahan yang telah dilakukan belum memberikan hasil
yang memuaskan terhadap penampilan produksi ternak.
Untuk mengoptimalkan
penggunaan sabut sawit ini selain pengolahan diperlukan usaha untuk memacu
pertumbuhan bakteri didalam m e n , karena kecemaan pakan serat pada term&
ruminansia sangat tergantung pada enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri daiam
men.
Penelitian ini bertujuan memadukan teknologi amoniasi dengan usaha memacu
pertumbuhan bakteri m e n melalui defaunasi parsial (penglulangan sebagmn protozoa
m e n ) menggtmkm minyak jagung dan suplementasi d o g hidroksi metionin
(AHM) serta asam m i n o bercabang (BCAA) yang merupakan nutrien p
patumbuhan bakteni rumen, &am
mhgiu pen*
h
r
upaya meningkatkan peaggunaan sabut sawit
m p u t dalamn nmsum ternak ruminansia
Pcmlitian dil-
di Fdcultas Petemakm IPB yang berdiri atas dua tahap.
Tahap I (satu) addah percmbm in vitro, yang bertujuan mcncari M B C A A terbaik.
Materi yang digunrrkatn &lah SCLW
sawit ditambsrh kowntmt dcngan perbandingan
50 : 50 sebaga~palcan. Cairn nunen sapi dicampur larutan penyangga sebagai media
dan asam amino bercabang (valin, leusin, clan isoleusin) s
e
w suplemen. Permbaan
dilalrulran dengan menggunaltPn Rancangan A d kelompolc berpola Faktorial 33
dengan 3 kali ulangm dimana terdapat tiga jenis BCAA (valin, leusin, dan isoleusin)
dengan tiga tamf perl-
(0, 0.1, dm 0.2% BK ransum). Peubah yang diamati
adalah kecemaan bahan kering (KCBK), kecemm bahan organik ( KCBO), produksi
(amonia) dan VFA (asam lemak volatil) total. Data yang diperoleh dianalisis
dengan analisis ragarn dan dilakukan uji lanjut dengan ortogonal polinomial dan
kontras ortogonal.
Hasil
percobaan
memperlihatkan
mempengadi KCBK dan produksi
VFA tidak dipen-.
bahwa
suplemetasi
BCAA
nyata
(PC 0.01) sedangkan KCBO dan produksi
Semua perlakuan menghasilkan
yang rendah (2.4
+ 0.70
mM), jauh dibawah kebutuhan minimum untuk pertumbuhan mikroba m e n .
Suplementasi BCAA meningkatkan KCBK dibanding perlakuan kontrol (53.4 % vs
61.1 %). Dari hasil analisis regresi didapatkan taraf terbaik dari asam amino bercabang
dalarn meningkatkan kecernaan pakan sabut saurit adalah 0.1% d i n , 0.2% isoleusin,
dan 0.15% leusin. Taraf ini akan diuji pada percobaan tahap II.
Penelitian tahap 11 adalah percobaan in vivo dilakukan dengan m
edomba lokal jantan yang sedang tumbuh, umur 5 - 6 bulan dengan bobot a d 9.4
+
1.63 kg. Ransum yang digunakan adalah 50% nunput atau sabut sawit ditambah 50%
konsentrat. Ransum disusun dengan kadar protein 16% dan TDN 66%. Ada 5 macam
ransum perlakuan yaitu A
=
Rumput + Konsentrat, B
=
Sabut sawit amoniasi +
Konsentrat,C=B + 1.5%minyakjagung, D = C + O.l%AHM, E=D+O.l%Val+
0.2% Ile + 0.15% Leu.
Perlakuan disusun dalam Ran-
Bujur Sangkar Latin (RBSL) 5 x 5. Sam
pexiode terdiri dari 4 minggu, 3 minggu pertama masa adaptasi dan t minggu terakhir
masa koleksi &a. Ram\pn d i b e b n 2 Wi sebari dan air minum disediakm sepjang
hari.
Pe&&
y m g diamati addah @asi
W r i dan protoma ~ m ~ kdar
n ,
dan VFA individual, pH 4z-m nunen, k d w alantoin dalam urin, konsmsi dan
keccrnaan ransum, pertambah bobot badan clan komposisi tubuh. Data yang
diperoleh d i d i s i s dengan d i s i s ragam dan uji Ianjut dengan kontras ortogonal.
Hasil penelitign memperlihatl&anbahwa perldcuan secoua umum mempeproses fmentasi M a m m e n baik produksi NH3, VFA total mapun parsial, dan
populasi protom serta baktcri. BeB mampu menyedialcan amonia nunen dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan mikroba (11.04 mM). Walaupun kadar amonia
cukup, namum populasi bakteri m e n masih lebih rendah dibanding perlakuan kontrol
( 8.8 x 10" vs 10.9 x 10" seVml cairan m e n ) . Rendahnya populasi bakteri ini juga
menyebabkan rendahnya kecernaan dan konsumsi ransum pada perlakuan B.
Suplementasi minyak jagung mampu menurunkan populasi protozoa rumen
sebesar 14% dan meningkatkan pertumbuhan bakteri rumen menjadi 11.40 x 10'' sell
ml cairan m e n . Penambahan AHM berpengaruh positif terhadap populasi bakteri
dimana terjadi peningkatan populasi bakteri m e n menjadi 16.3 x 10'' seVml cairan
rumen dan menghasilkan kecernaan bahan kering yang sama d e w ransum kontrol
(perlakuan A). Pertumbuhan bakteri yang lebih pesat lagi dicapai pads perlakmn yang
mendapatkan suplementasi BCAA yaitu sebehr 18.9 x 10'' seVml cairan rumen.
Peningkatan pertumbuhan bakteri ini juga terlihat dari meningkatnya ekskresi alantoin
dalam urin Meningkatnya pertumbuhan menyebabkan kecernaan ransum pada
perlakuan ini lebih tinggi dlbmding perlakuan A (69.37% vs 65.36%).
Penambahan AHM dan BCAA meningkatkan fermentabilitas pakan sabut sawit
menyamai ransum kontrol yang terlihat dari meningkatnya produksi VFA total maupun
individual. Meningkatnya proses fermentasi dalam m e n , kecernaan dan konsumsi
palcan scjalan dengan meningkatnya pertambahan bobot badan. Perlahim d u t sawit
moniasi memberikan pertarnbahm bobot badan terendah. Suplemcntasi dengan
minyak jggung belum mampu meningkatkan pertambdm bobot badan, bpi
suplementasi dengan AHM meningkatkan pertambahan bobot badan, namun belum
i
m pada
mcnymai m u m kontrol. Ptrtambahan bobot badan terbaik d
suplementasi BCaA (peE) yaitu 104 g/hari. Pertaunbdm bobot badtrn pada
perlakwn ini menyamai pemberian -put (102 g h i )
Kmposisi tubuh relatif tidak berbeda m t a r p e x l ~Dari data komposisi
tubuh diperolch hasil Wwa suplementasi AHh4 AH BCAA B C A meningkdm
~
deposisi protein, lemak, dan energi teretensi. Deposisi protein dan lemak meningkat
sejalan dengan meningkatnya retensi nitrogen clan pertambahan bobot badan.
Dari penelitian ini dipcroleh hasil bahw sabut sawit bisa digunah sebagai
pengganti rumput dalam ransum ternak rumimnsia bila terlebih dahulu diamoniasi
dengan urea dan disuplementasi dengin minyak jagung, analog hidroksi metionin serta
asam amino berabang.
SUBSTITUSI RUMPUT DENGAN SABUT SAWIT DALAM
RANSUM PERTUMBUHAN DOMBA :PENGARUH AMONIASI,
DEFAUNASI DAN SUPLEMENTASI ANALOG HIDROKSI
METIONIN SERTA ASAM AMINO BERCABANG
Oieh
MARDIATI PAIN
NRP. 94523
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Pascasarjana, Institut Pertaaian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1999
Judul Tesis
:Substitusi Rumput dengan Sabut Sawit dalam Ransum
Pertumbuhan Domba : Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan
Suplementasi Analog Hidroksi Metionin serta h a m Amino
Bercabang
N m a Mahasiswa
: Msudiati Zain
Nomor Pokok
: 94523
Program Studi
: Ilmu Ternak
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. M.Anwar Nur, M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Survahadi, DEA
Anggota
2.
Ketua Program Studi
Anggota
Program Pascasarjana
ida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Lulus: 24 April 1999
RIWAYAT EIIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Penampung, Bukittinggi (Sumatera Barat) pada tanggal 19
Juni 1965, merupakan putri pertama dari empat bersaudara, dengan ibu bernarna
Khasiah dan ayah Zainawir Chatib.
Pada tahun 1972 penulis masuk Sekolah Dasar Negri 2 Baso dan tamat tahun
1977. Pada tahun 1981 penulis tamat dari Sekolah Menengah Pertama di SMP
Simpang candung, Bukittinggi. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada
tahun 1984 di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Pada tahun yang sama penulis diterima
s
e
w mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Andalas lewat SIPENMARU dan
lulus sebaga~sarjana pada tahun 1989.
Penulis menjadi staf pengajar tetap di Fakultas Peternakan, Universitas Andalas
mulai tahun 1990. Pada tahun 1991 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
studi di Program Pascasajana, IPB dengan sponsor dana dari TMPD dan memperoleh
gelar Magister Sains pada tahun 1994. Pada tahun 1994 penulis langsung me1anjutka.u
Pendidikan Doktor
Program Pascasajana htitut Pertanian Bogor dengan biaya
dari TMPD.
Penulis menikah dengan Ir. Mandofa Tarigan dan d i W a dua orang putra
bernama Adhysta Maulanda dan Annisa Safitri.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas
rahmat dan bimbinganNya
penelitian dan penulisan disertasi ini akhimya bisa
diselesaikan
Disertasi berjudul Substitusi Sabut Sawit dengan Rumput dalam Ransum
Pertumbuhan Domba : Pengaruh Amoniasi, Defaunasi dan Suplementasi Analog
Hidroksi Metionin serta Asam Amino Bercabang, disusun sebaga~salah satu s w t
untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Pascasajana, Institut Pertanbn Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratoriurn Nuplsi Ternak Perah, Fakultas Petemakan,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terselesaikan atas bimbingan dan
pengarahan dari Tim Komisi Pembimbing. Penulis menyam-
terimdmih yang
sebesar-besamya kepada Prof. Dr. Toha Sutardi sebagai ketua komisi, Prof Dr.
D~okowoerjoSastradipradja, Prof. Dr. M. Anwar Nur, Dr. Suryahadi, dan Dr.
Nahrowi Rarnli masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan
penuh kesabaran dan ketulusm memberikan bimbingan dan pengarah dari mulai
penelitian sampai selesainya penulisan disertasi ini.
Ucapan terirna kasih d i m w k a n kepada Rektor IPB dan Pimpinan Program
Pawwrjana IPB atas kesempatan mengikuti studi program I)oktor . Kepada Rcktor
atas ijin rnelanjutkan studi Doktor. Uaqm terima kasih juga d i m -
Maria- Program Doktor Dirjen Dikti yang membiayai
di IPB. Tidak lupa pula penulis men-
kepda Tim
studi pasasqjam penulis
terima kasih kepgsda D M i PT.
Kabupaten Lebak, Jawa Barat yang telah menjrumbanw sabut sawit sebqyu materi
yang digunakan pada penelitian ini, serta kepada PT. Toyota Astra yang telah
membcrikan bantum Banhaan tersebut w g a t berguna &lam proses penyelesaian
studi penulis.
Kepada suami tefcinta Ir. Mandofa Tarigan, ananda tercinta Adhysta Maulanda
dm Annisa Safitri, orang tua dan mertua tercinta, penulis sampaikan terima kasih atas
pengorbanan, pengertian dan doa restunya. Ungkapan terima kasih juga disamptiikan
pda Dr. Erna Hartati, MS., Dr. Wardana Suryapratama, MS., Ir. Sunaryadt, MS., Ir.
Yosi Fenita MS., Ir. Despal, Adi Rukmana, dan semua pihak yang telah memberikan
bantuan, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terwujud.
Akhimya penulis berharap supaya penelitian ini dapat b e d i t a t bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan peternakan di Indonesia.
Bogor, Mei 1999
Penulis,
Mardiati Zain
DAFTAR IS1
KATA PENGANTAR
Halaman
..
11
...
111
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR SINGKATAN
vi
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
Hipotesis
1
1
4
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Sabut Sawit sebagai Pakan Ruminansia
Amoniasi Pakan Serat dengan Urea
Sistim Pencemum pada Ruminansia
Pencemaan dan Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen
Pencernaan dan Metabolisme Protein dalam Rumen
Defaunasi pada Temak Rumiansia
Suplementasi MHA dalm Ransum Ternak Ruminansia
Peranan BCAA dalam Pertumbuhan Mikroba Rumen
5
5
10
12
15
21
25
31
34
MATERIDANMETODE
Pengukumn KCBK dan KCBO InVitro
Pengukura~K.dar N-NH3 Cairn Rumen
PcaguhrrPa K.a& VFA Total CairanRumen
Peagubm Konslrmsi Ransum
PenguhtranP~~
Bdoot Badan
Ptmgukmu ktcernaanZert-at Mahirmnan
Pengukuran Retensi Nitrogen
Penguhran pH Rumen
Pengukmm Kadar VFA Individual
Pequhran Komposisi Tubuh
Pengukuran Pen&
Total Bakteri Rumen
Pengukuran Populasi Protozoa
Pengukuran Alantoin Urin
Pcnentuan Metan, Efisiensi Konversi Heksosa, Energi Teretensi
Analisis Data
41
41
42
43
46
46
46
47
47
48
48
49
50
51
52
52
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan BK, BO, Produksi NH3 dan VFA In Vitro
Kegiatan Metabolisme dan Populasi Mikroba Rumen
Konsumsi dan Kecernaan Zat-zat Makanan
Retensi Nitrogen
Komposisi Tubuh dan Pertambahan Bobot Badan
Implikasi Penelitian
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul Tabel
1.
Komposisi Zat Gizi Sabut Sawit
2.
Pengaruh Defaunasi terhadap Pertumbuhan Ternak dan
Parameter Rumen
3.
Komposisi Asam Amino Bakteri Rumen (gI100g Asam Amino)
4.
Suplementasi Asam Amino Bercabang terhadap Kecernaan
Dinding sel, Konsentrasi Amonia dan Protein Sel Milcroba
5.
Komposisi Bahan Makanan clan Nutrien Ransum Percobaan
6.
Denah I-Iasil Pengacakan Ternak Penelitian
7.
Kecernaan BK, BO, Produksi NH3 dan VFA In Vitro (Nilai
8.
Pengaruh Perlakuan terhadap pH, Produksi N-NH3, Populasi
Mikroba Rumen dan Alantoin Urin (Nilai Rataan)
9.
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi VFA Total dan Parsial,
NGR, Metan dan Efisiensi Konversi Heksosa (Nilai Rataan)
10.
Konsumsi Zat - zat Makanan Ransum Perlakuan (Nilai Rataan)
11.
Kecernaan Zat - zat Makanan clan TDN Ransum (Nilai Ra&an)
12.
Pengaruh Perlakuan terhadap Retensi Nitrogen, Retensi N/
Konsumsi N, Retensi NM Tercema dan retensi Energi (Nilai
Ram)
P e n g a d Perlakuan t e r b h p Komposisi Tubuh dan Pertamkhan
Bobot Badan (Nilai Rataan)
13.
Halaman
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Judul Gambar
Halaman
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit
(1986-1996)
2.
Komponen Hasil Pengolahan Tandan Buah Kelapa Sawit
8
3.
Skema Lintasan Utarna Fermentasi KH Menjadi VFA dalam
Rumen
17
4.
Proses Degradasi Protein Pakan dalam Rurnen
21
5.
Skema Konversi AHM Menjadi L- petionin
32
6.
Pengaruh Suplementasi BCAA terhadap Kecernaan Bahan
Kering
54
Penganrh Perlakuan terhadap Populasi Bakteri, Protozoa dan
Alantoin Urin
59
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Asam Propionat, AD,
dan Non Glukogenik Ratio
63
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering (BK)
dan Bahan Organ& (BO) Ransum
66
P e n g a d Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering (BK),
ADF, dan Selulosa
69
7.
8.
9.
10.
11.
Pengamh Perlakuan terhadap Deposisi Protein dan Lemak
Tubuh
72
DAFTAR SINGKATAN
ADF
: Acids Detergent Fiber
NDF
: Neutral Detergent Fiber
BETN
: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
KCBK
: Kecernaan Bahan Kering
KCBO
: Kecernaan Bahan Organik
NH3
: Amonia
VFA
: Volatie Fatty Acids (Asam Lemak Volatil)
BCAA
: Branched Chain Amino Acids (Asam Amino berantai cabang)
AHM
: Analog Hidroksi ~etionin
TDN
: Total Digestible Nutrient
NGR
: Non Glukogenic Ratio
Nisbah A/P
:Nisbah Asetat Propionat
Nomor
1.
Judul Lampiran
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Kering in vitro (%)
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Organik in vitro (%)
Analisis Keragaman Produksi NH3 in v i m (mM)
Analisis Keragaman Produksi VFA in vitro (mM)
Analisis Keragaman Konsumsi Bahan Kering (g/han)
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Kering (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Bahari Organik (gthari)
Analisis Keragaman Kecernaan Bahan Organik (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Protein (ghm)
Analisis Keragarnan Kecernaan Protein (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Lemak (g/hari)
Analisis Keragaman Kecernaan Lemak (%)
Analisis Keragaman Konsumsi Energi ( M J M )
Analisis Keragaman Kecernaan Energi (%)
Analisis Keragamn Konsumsi NDF (ghari)
Analisis Kemgaman Kecernaan NDF (%)
Analisis Keragaman Konsumsi ADF (g/han)
Analisis Keragamm K
m ADF (%)
Analisis Keragamm Konsumsi Selulosa (g/han)
Analisis Keragaman Kecernaan Selulosa (%)
Analisis Keragaman TDN (%)
Analisis Keragaman Retensi Nitrogen (glhan)
Analisis Keragaman Alantoin urin (mghm)
Analisis Keragaman Alantoinhl urin e (mg/g)
Analisis Keragaman pH Rumen
Analisis Keragaman Produksi NH3(mM)
Analisis Keragaman Populasi Bakteri
Halaman
Analisis Keragaman Populasi Protozoa
Analisis Keragaman Produksi VFA Total (mM)
Analisis Keragaman Produksi Asam Asetat (mM)
~naiisisKeragaman Produksi Asam Propionat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Asam Butirat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Asam Isobutirat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Isovalerat (mM)
Analisis Keragaman Produksi N Valerat (mM)
Analisis Keragaman Produksi Isoacids (mM)
Analisis Keragaman Nisbah ALP
Analisis Keragaman Non Glukogenik &ti0
Analisis Keragaman Konversi C6-VFA (%)
Analisis Keragaman Produksi Metan (mM)
Analisis Keragaman Kadar Air Tubuh (%)
Analisis K e r a g m Kadar Lernak Tubuh (%)
Analisis Keragaman Kadar Protein Tubuh (%)
Analisis Keragaman Kadar Mineral Tub& (%)
Analisis Keragaman Deposisi Lemak Tubuh (g/hari)
Analisis Keragaman Deposisi Protein Tubuh
(m)
Analisis Keragaman Pertambahan Bobot Badan (g/han)
Analisis Keragaman Retensi NKonsumsi N (%)
Analisis Kcragaman Retensi N/N Tercema (96)
Aaalisis Kerqman Retensi Energi ( U r M )
PENDAHULUAN
Pengembangan temak nuninansia menghadapi masalah besar terutama di daerah
padat penduduk dan kota besar yang disebabkan oleh ketersediaan hijauan yang
semakin sulit seiring dengan meningkatnya penggunaan l a b untuk pemukiman dan
industri. Susutnya lahan pertanian menyebabkan susut pula peluang menanam rumput
dan persediaan limbah tanaman pangan yang dapat dipakru sebagai pakan. Untuk
mengatasi masalah tersebut perlu dicari bahan pakan altematif yang murah, mudah
didapat dan tersedia sepanjang tahun
Melihat ketersediaannya, limbah tanaman perkebunan seperti sabut sawit dapat
dijadikan pakan altematif karena produksinya terkonsentrasi dalam wilayah tertentu
dan dalam jumlah yang melimpah. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mpai
tahun 1999 telah mencapai 2.96 juta ha. Setiap ha nya akan menghasilkan 10 - 15 ton
tandan buah segar pertahun, yang setelah diolah di pabrik untuk diambil minyaknya
akan menghasilkan 4.4 juta ton sabut sawit atau PPF (Palm Press Fiber) pertahun .
Sabut sawit ini tergolong sebagai palcan serat bermutu rendah dengan kandungan
lignin yang tinggi, protein, kece-
dan pahbilitasnya rendah, sehingga penggunaan
drlarn jumlah besar rnernerlukan sensuhan tekmlogi.
Upya-qmya yang telah
dihhkan selama ini masih terpusat pada teknik -teknik pengolahan palam baik secara
fisik, kimia, clan biologis 118mun hasilnya belum optunal.
b
P e r l a mnoniasi pada
p&an serat seiain rnampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah
dicema bakteri, juga bisa m v k nitrogen untuk pertumbuhan mikroba m e n .
Namun perlakvan amoniasi saja m e m b e b respons yang kecil terhadap keccrnaan
sehingga memerlukan kajian lebih lanjut untuk dapt diaplikasikan secara komersial.
Pada ternak rurninansia kecemaan pakan juga sangat tergantung pada populasi
dan jenis mikroba terutama bakteri yang berkembang dalam rumen, karena proses
perombakan pakan pada dasamya adalah kerja enzirn yang dihasilkan oleh mikroba
rumen. Keberhasilan usaha peningkatan populasi bakteri m e n akan meningkatkan
konsentrasi enzim-enzim tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kecemaan
pakan, sekaligus meningkatkan suplai protein asal mikroba bagi ternak induk semang.
Untuk itu usaha memanfaatkan pakan serat sabut sawit sebagai pengganti m p u t
disamping melalui pengolahan juga harus diikuti dengan usaha memacu pertumbuhan
bakteri m e n .
I
Pada penggunaan sabut sawit yang tergolong pada pakan serat bermutu rendah
dalam ransum ternak, kehadiran protozoa dalam m e n kurang bermadaat karena &pat
menekan populasi bakteri. Karena itu pengurangan sebahagian protozoa dalam
rumen (defaunasi) perlu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhsn bakteri. Dari
beberapa penelitian telah terbukti bahwa penambalm lemak dalam m u m mampu
mengurangi populasi protozoa m e n xrta dapat meningkatlm pertumbuhan W r i .
Peningkatan populasi mikroba nunen terutama bakteri selulolitik juga bisa
didekati dari scgi kecukupan nutrien untuk perhunbuhannya. Kekurangan nutrien yang
dibutuhn rkan mengurcmgi biomassa dari b&eri tersebut dan akhirnya akan
m
~
l
l
keceraaan
d
pakan terutanm pakan serat. Wdapun sebagim besar bak3eri
rumen lltapat tumbuh baik dmgan amonia s
e
w sumber nitrogen, fb8mun pemmbahm
assm amino dan peptida mampu memacu k e x x m m pgkan serat. Akhir-akhir ini
beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri membutuhkan asam amino untuk
pertumbuhannya, dimtaranya adalah asam amino metionin dan asam amino bercabang
(valin, leusin, dan isoleusin).
Metionin merupakan asam amino esensial yang sering menjadi pembatas dalam
bahan makanan nabati. Metionin digunakan sebagai sumber sulfur untuk sintesis
protein milcroba rumen. Penggunaan pakan serat dalarn ransum memerlulcan
suplementasi metionin untuk mernacu pertumbuhan mikroba m e n . Karena adanya
sistem transaminasi, maka asam amino metionin bisa diganti oleh analognya dalam
bentuk garam kalsiurn analog hidroksi metionin (AHM).
Sebahagian besar mikroba m e n termma bakteri pencema serat (selulolitik)
membutuhkan VFA bercabang ( zso valerat, zsobutirat, h
d
a
n 2 meti/ butirot ) untuk
menstimulir perhrmbuhannya. Asam lemak ini berasal dari deaminasi dan
dekarboksilasi asam amino bercabang (valin, leusin clan isoleusin). VFA bercabang ini
didapat hanya dari protein. Bila pakan rendah kandungan proteinnya seperti sabut sawit
dan adanya perlakuan defaunasi maka asam ini menjadi pembatas pertumbuhan mikroba
m e n . Untuk itu penggunaan pakan serat pada t e d nrminansia penamamino be-
asam
(BCAA) ini diperlukan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa upaya memacu produksi t e d nuninansia
yang rneqgumkan pakan serat bermutu rendah disamping
usaha pengokhan pakan,
optimalisasi proses fmentasi d d m ruinen juga sangat penting. Laju pertumbuhan
mikroba mksimum dicrrpai aprrbiia semua nutrien prekumor tersedia dalam kowntrasi
optimum.
Karma itu supltmentasi nutrien prekmor yang sexing defisien dan
pendebtan lmgkun@;m(dcfirunasi) akan m e m b u i b b p a a besar. Namun BCAA ini
bersifart antagonis, k a n a itu tcrlcbih dulu dilakthn percobam (in vim) mtuk mencari
taraf terbaik.
Tujuan Penelitian
Dari pemikiran di atas dilakukan serangkam penelitian untuk :
1. Mencari taraf terbaik dari asam amino bercabang (BCAA) dalam meningkatkan
kecernaan pakan sabut sawit.
2. Mempelajari pengaruh suplementasi minyak jagung (agensia defaunasi) clan nutrien
p r e h r pertumbuhan bakteri m e n (AHM dan BCAA) dalam ransum domba
b e r b a h dasar sabut sawit amoniasi terhadap kecernaan dan pertumbuhan.
I
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk mernanfmtkan limbah perkebunan kelapa
sawit yang potensinya cukup besar sebaga~pakan ternak minansia pengganti rumput
yang ketersediaannya sekarerng semakin sulit. Selain itu hasil penelitian ini juga
diharapkan bisa bergma bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu
peternakan khususnya
Hipotesis Penclitirrn
Sabut sawit bisa dtgunakan s e w pengg;anti rumput dalam ransum ternak bila
tGfl&ih ddu dimmbsi dm disupltmentasi Qengan minyak jagung (agensia deEaunasi)
setta AHM den BCAA (sbqpu nutrien prekursor pertumbuhan mikroba).
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Sabut Sawit sebagai Pakan Ruminansia
-
Kelapa sawit (Orbinya cuhune) merupakan tanaman yang tergolong dalarn
kelompok Palmae yang tumbuh baik didaerah tropis. Tanaman kelapa sawit mulai
dipanen pada umur 3.5 - 4 tahun. Tiap pohon mengandung sampai enam tandan buah
dan setiap tandan buah beratnya berkisar 5 - 30, kg, mengandung 250 -600 brondolan
(bush) yang tergantung umur dan baik tidaknya penyerbukan
produksi, panen berkisar 10-15 ton tan-
.
Pada tahun pertama
Produksi meningkat setiap tahun dan
mencapai puncak produksi pada urnur 8-9 tahun dengan produksi sekitar 25 -30 ton
(Aritonang, 1986).
Laju pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia berjalan dengan pesat
beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 1986 di Indonesia terdajmt 0.6 juta ha
perkcbunan kelapa sawit dengan produksi minyak sawit 1.35juta ton. Pada tahun 1999
luas meal tansman kelapa sawit diperkhkan mencapai 2,96 juta ha dengan jumlah
produksi 5.7 juta ton @irebrat J
a Perkebutllm, 1998). Luas areal dm jumlah
produksi pericebunan kelap sawit dari tahun 1986- 1996 dipcrlihatkm jwub Gambar 1.
PcngoIab kelapa sawit terdiri atas dua taw.Tahap pertama yaitu pengolahan
bush kelapa sawit yang aksrn m c n g h i l h minyak kelapa sawit (palm oil), biji kelapa
sawit, serabut kelap sawit (palm press fibre) dan lumpur kelapa sawit (palm oil
sludge). Tahap kedua d a h p e n g o l h biji kelapa sawit yang akan menghasilkan
minyak inti sawit dm limbahnya bunglul kelapa sawit (Davendra, 1977). Peakebunan
kelapa sawit menghasillcan limbah yang cukup berlimpah sepanjang tahun, dan
pemanfaatan limbah ini masih terbatas.
Penelitian tentang pemanfbtan limbah
perkebunan sawit ini akan menjadi perhatian dengan semakin meningkatnya pelestarian
lingkungan hidup. Bagan pengolahan kelapa sawit &pat dilihat pada Gambar 2.
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
Luas Anal (j~lt.
Ha)
1
0.5
Mimk-Wihb)
0
Gambar 1. Luas Areal dan Produksi Perkebuan Kelapa Sawit (1986 - 1996)
Umumnya hasil ikutan kelapa sawit digunakan secara tradisional
. hpas
tandan digpxhn sebagai balm bakar dan abunya digunakan sebagai
pupuk.
Caqkmg string digunsksto. sehqpu b d m bttkar untuk memanaskan ketel perebusan
trndan buah scbclum diprms. Namun limb& tersebut t
serabut k e h p sawit da@
Produksi, 1985). Pen-
. bungkil inti s w i t dan
chmfh&m sebqp palm tcrnak (Direktorat Bina
bmglc11 k e l a p a w i t dalam konsentrat sudah banyak
digunakan dan menghasilkan produksi ternak yang cukup baik, tetapi penggunaan
sabut sawit belum memberikan hasil yang memuaskan.
Sabut sawit adalah limbah ampas yang dipisahkan dari brondolan setelah
pengutipan minyak dan biji. Pada pabrik pengolahan kelapa sawit, sabut tersebut
digunakan sebagai pupuk yang kaya kalium (Aritonang , 1986). Sabut sawit yang
mempunyai potensi sangat besar untuk dijadikan pakan ternak ruminansia tergolong
pada pakan serat yang bermutu rendah, karena tingginya kandungan lignoselulosa dm
kecernaan yang rendah. Pakan golongan ini sering defisien akan nutrien yang penting
seperti protein, NPN, dan mineral (Leng, 1991). Pakan ini tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim saluran pencernaan induk sernang (Ranjhan, 1977), tetapi dihidrolisis oleh
enzim yang dihasilkan oleh milmoba dalam rumen menjadi monosakarida yang
selanjutnya akan mengalami fermentasi menjadi VFA, CO2 dan C&
(Sutardi,
1980).
Jalaludin et al., (1991) menyatakan bahwa sabut sawit mempunyai kandungan
protein yang rendah (6%) dan fraksi yang tidak dapat dicerna cukup tin& yang terlihat
dari kandungan lignin (21%), sedangkan kehilangan bahan kering Mam kantong nilon
pada 48 jam adalah lebih kurang 40%, sedmgkan rumput 47%. Kandungan gizi serat
sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan uji biologis sabut sawit lebih cocok untuk
nrminatlaria karma scrat b a m y a tinggi menyamai komposisi zat makanan rumput~mpubn
(Ari-
1986).
Pananf~sabutsawitscbagapakanternak~tbe~gsi~~
substitusi rumput Agustin et d.,(1991); Aritonang(l986) ;Jelan, (1984) meny6~takan
bahwa sabut sawit mempunyai palatabilitas yang rendah dan
hanya mampu
menggantikan 20-30% nunput ddam ransum ternak minansia Lebih dari itu selera
makan, kccemaan cnergi, retensi nitrogen 8an pertumbuhan akan tergmggu. Hal ini
Tandan buah segar
(fress fiuit bunches)
Ampas tandan
( bunches trash 47%)
Buah
( h i t 49%)
Minyak sawit kasar
Sabut sawit
(crude palm oil) (palm Press Fibber)
Inti sawit
Cakang sawit
(palm Kernel) (palm Nut shell)
1 .Minyak sawit murni
(palmoil) 18 - 20 %
2.Lumpur minyak sawit
@dmoil sludge ) 2 % dry
Bungla1 kelapa sawit 45946%
Minyak inti sawit 4546%
Gamlxu 2. Komponen Hasil Pengelolaan Tandan Buah Kelapa Sawit
(Aritonang, 1984 ; Davendra, 1977)
juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Suryahadi dan Piliang (1997) dimana
penggantian rumput raja dengan d u t sawit dalam m u m domha menyebabkan
terjadinya penunman retensi nitrogen.
Umumnya kecernaan pakan serat ini hanya berkisar 40
- 45 %. Karena itu
upaya peningkatan k e c e m pakan serat ini sangat diperlukan.
Usaha untuk
meningkatkan kecernaan atau fermentabilitas pakan serat ini dapat dilakukan dengan
memberi perlakuan pada pakan ini sebelum diberikan pada ternak , bolik secara fisik
( pelleting, chopping), kimia ( NaOH, amoniisasi) dan biologi (fermentasi den=
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Sabut Sawit
Zat Gizi (%BK)
Abu
Protein Kasar
Lemak
Serat Kasar
BETN
Permana, 1995
6.1
6.5
4,7
7.9
6.9
5.19
49
32
-
Ca
P
ADF
NDF
Selulosa
Lignin
Jalaludin et al.,1991
66.3
84.6
-
-
21.3
-
62.55
90.18
34.19
19.91
Analisa Lab.(1998)
5.7
5.9
4.0
39.96
44.44
0.43
0.16
59.57
77.65
32.75
21.25
: BETN B a b Ekstrak Tanpa Nitrogen
ADF = Acid Detergent Fiber
-rangan
NDF
-
N e d Detergent Fiber
Pengolahan sabut sawit dengan P. ostreatw meningkatkan konsumsi energi
tercema, retensi N dm jumlah i m i d s , tetapi tidak mempengmh pertambahm berat
badan (PC-
1995), dan keswlitan d a h bentuk pengolahan dalarn skala besar.
Emawati (1995) menyatakan bahwa perlakuan amonisasi pada sabut sawit
memngkatkan kecernaan bahan organik tetapi tidak menin-
kecernaan bahan
kering in vitro.
Perlakuan NaOH pada sabut sawit &pat memngkahn kecernaan bahan kering
d&i 43% menjadi 58% ( Jalaludin et al , 1991). Sedangkan Davendra (1977)
menyatakan bahwa perlakuan NaOH tidak menmgkatkan kecemaan bahan kering,
bahan organik, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Tapi ferlihat
meningkatkan kecernaan protein kasar, lemak, abu dan energi. Pada perlakuan sabut
sawit dengan Ca(OH)2 yang diberikan pada domba terjadi penhgkatan kecemaan
bahan kering, bahan organik, abu, energi dan retensi nitrogen namun tidak terjadi
peningkatan kecernaan serat kasar. Semakin tin& level sabut sawit yang diberikan
komponen kecernaan semakin rendah (Davendra, 1977 ; Aritonang, 1986).
Dari uraian di atas terlihat bahwa upaya pengolahan baik seam fisik, kimia
clan biologi belum mampu meningkatkan pengguwm d u t sawit sebaga~paltan
term&. Hal ini mungIan disebabkrrn teknik pengolahan ini belum komplit memecah
komponen yang tidak tercerna seperti lignin dan polisakarida lain (Jalaludin et al.,
1991). Untuk itu strategi kcdeprPn ymg menjadi perhat~ansrfalah m
p e n g o b & n g ~ nupaya meni
d
w teknik
populasi m i k r o b a m temtamabdttai
Amonhi P a b n Strat dengan Urea
Limbah perkebunan seperti sabut sawit tidak berbeda dengan jerami pad^ atau
limbah pertatllan lainnya yaitu ma-sama berkualitas rendah karena sama-sama
produk tanaman tua. Kelemahan p t h n serat yang berupa limbah ini adalah : (1)
mengandung kristal silikat yang sulit ditembus oleh enzim pencernaan, (2) proses
lignifikasi telah lanjut sehingga sebagian selulosa dan hemiselulosanya membentuk
senyawa komplek lignoseldosa dan lignohemiselulosa yang sulit dicerna, (3)
sebahagian selulosanya telah berubah dari bentuk amorf ke kristal sehingga antar
molekul
glukosa dan kristal seluiosa yang terletak berdekatan terdapat ikatan
hidrogen 2,6 yang mempersulit pencemaan dan (4) k a n d w nitrogennya rendah
( Kristensen, 1982)
Perlakuan alkali sering dipakai sebagai,teknologi peningkatan manfht pakan
serat bennutu rendah. Hal ini disebabkan gugus hidroksil (OH-) larutan alkali dapat
memutus ikatan hidrogen atom karbon nomor 2 dengan karbon nomor 4 glukosa
berikutnya yang terdapat dalam utasan selulosa sehingga pakan rnemuai. Dalam
pemuaian itu deposit silika pada dinding sel sebagian rontok, s e u pakan lebih
terbuka bagi pencemaan oleh W r i m e n (Sutardi, 1997).
Amoniasi dengan urea juga merupakan perlakuan alkali, karena urea yang
ditambahkan pads pakan mengalami ureolitik menjadi NH3 dm C a oleh urease
bakteri pkan. B e r n air palcan NH3 membenhrk basa W O H . Suhu lingkungan
yang tinggi mtmbmtu proses ureolitik tmebut (Sutardi, 1997). Kclcbihan amoniasi
dmgan
U~WLdtui
perkdam alkali lain icilah mampu m n e a k s n nitrogen untuk
m b u b mikroba men bila pakan -but
Amoniasi den*
dilronsumsi Wng, 1991)
urea merupakan perldkwm kimb yang tergolong murah dan
mudah dilakukan. Dari beberapa pemlitian terbukti bahwa amoniasi dengan urea
terhadap pakan *rat mampu meningkatkan nilai m a h t dari pakan tersebut. Promma
et al., (1985) menyatakorn b a h w pemberian jerami pub yang diamoniasi dalam
ransum sapi dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan produksi susu. Ibrahim
(1985) melaporkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi dan kecernaan bahan kering
ransum jerami pad^ amoniasi dibanding yang tidak pada ternak sapi. Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Sundstol (1991) dimana terjadi peningkatan kecernaan bahan
organ& jerami padi amoniasi sebesar 13- 18% pada krnak domba dan konsumsi
baha~~
kering sebesar 45 % pada ternak sapi dibanding yang tidak diamoniasi.
Sistem Pencernaan pada Ruminansia
Pencernaan adalah serangkaian proses lyang terjadi di dalam alat pencernaan
sampai
memmgkinkan terjadinya penyerapan. Proses tersebut merupakan suatu
perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan makanan dalam dat pencemaan
Pencemaan pada t e d minansia merupakan proses yang sangat komplek yang
melibatkan interaksi dinamis antarpakm, populasi mikroba dan tem& itu sendiri
(Mertem, 1993).
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan makanan dalam alrtt
pcmcmm, proses pencemum &pat dibagi menjadi tiga jenis yajtu pencemaan
mekanis, penceman fancutstif dern ptncemm hidrolitk hbluman ymg tnasuk
dalam mdut tun& nmimmisr akan mengalami proses pengunyahan/pemotun&an
secan. tndranis shhgp m a a b e n k bolus. D a b proses ini tnakanan akan
bercampur h g m saliva, lalu msuk ke dalm m e n melalui c m o f ~untuk
selanjutnya m e m i proses pencemaan fermentatif Di dalam nunen bolus-bolus
tadi akan dicema oleh enzim yang dihasilkan olch mikroorganisme. Selama dalam
nunen m&mn yang kasar EJrcuz dipccah lag^ dimulut ( m i m i ) , kemudian melalui
reticulum, omasum dan rbomasum. Hasil fermentasi tadi disemp oleh usus halus
(proses pencernaan hidrolitik) dan selanjutnya masuk dalam sistem peredaran darah
(Sutardi, 1979).
Saluran pencernaan ternak ruminansia d i m atas 4 bagian yaitu mulut, perut,
usus halus, dan organ pence-
bahagian belakang. Perut d i m lagi jadi 4 bagian
yaitu reticulum, nunen, omasum dan abomasum. Reticulum dan rumen tidak terpisah
sempuma sehingga dipandang sebagai satu kesatuan yang disebut reticulorumen.
Dalam reticulorumen terdapat jumlah mikroba yang cukup besar. Omasum m i n y a
belum jelas, tetapi pada organ tersebut terjadifpenyerapan air, amonia dan VFA dan
diduga juga memproduksi VFA dan arnonia. Abomasum m i n y a sama dengan
perut ternak monogastnk (Church, 1979; Church dan Pond, 1988; Forbes dan France,
1993).
Van Soest (1982) membagi tahapan pencemaan menjadi dua w a n yaitu 1)
proses pencemaan terjadi dalam rumen dan reticulum dan 2) dm proses berikutnya
terjadi di saluran pencernaan pasca rumen.
Didalam reticulorumen dan organ
penamam bagian belakang pencemaan dibantu oleh mikroba, sedangkan di usus
halus pencemaan dibantu oleh cnzim yang dihasillcan oleh ternak induk semang
(M-,
1993).
Rumen clan reticulum me-
organ pence-
yang terbesar, volumenya
-
10 20% dari bobot tam& (Chmh,1979). Jumlah brsebut mcliputi lebih h a n g 75%
dari volume organ ptlcem ternak ruminaasih (Vim Socst, 1982). Proses penamaan
didalam reticulonnnen d a h pencernaan fermentatif yang dibantu oleh mikroba yang
jumlahnya cukup besar.
Pencemaan fermentatif ini
bejalan sangat intensif,
kapasitasnya besar dan terjadi sebelum usus halus (organ penyerapan utama). Hal ini
memberi be-
keuntunp (1) produk fermentasi dapat disajikan ke usus daiam
bentuk yang mudah diserap, (2) dapat menampung pakan dalam jumlah yang lebih
banyak, (3) dapat mencerna pakan yang berkadar serat kasar tinggi, (4) dapat
mengguraakan NPN (Sutardi, 1979).
Didalam m e n terdapat populasi mikroba yang cukup besar jumlahnya.
Mikroba rumen dapat dibagt dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan f h g ~
(Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi dalam m e n diakui sangat bemanfitat bagi
pencemaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan.
Rizoid h g i tumbuh jauh menembus dinding sei tanaman sehingga pakin lebih terbuka
untuk dicerna oleh enzirn bakteri nunen. Bakteri merupakan rnikroba rumen yang
jmling banyak jenis dan lebih beragam macam substratnya. Menurut Ogimoto dan
Imai (1981) populasi bakteri dalam m e n berkisar 10
-
10 l2 bakteri per gram isi
rumen, sedangkan protozoa populasinya lebih sedikit yaitu lo5- lo6 per ml cairan
rumen Populasi mikroba yang besar jumlahnya tersebut sangat esensial dalam proses
pencemaan palcan serat (Church, 1979).
Bakteri rumen diklasifikasikan b e r h k a n substrat yang didiaminya karena
sulit
mengklasifiksgikan b a d a p h n
morfologinya.
Kebalikannya
protozoa
diklasi£hshn betdasarknn morfologinya sebab mudah dilihat bedasarkan
penyeban silianya. Bebempa jenis W r i yang dilaporkan oleh Hungate (1966)
adalah,
(a) bdcteri pencema selulosa (Bacteroides succinogenes, Ruminococcus
jlavajiaciens, Ruminococcus albus, Butyrivibrio fibmsolvens), (b) baldmi pencerna
hemiselulosa (l3utyrivibriofibmsolvens,Bacteroides ruminocola, rumirwcoccw sp), (c)
bakteri penoerna pati (Bactemides amylophilus, streptococcus bovis, Succinimonas
amylolytica), (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminw), (e)
bakteri pencerna protein (Clostridiwn sporogenes, Bacillus lichenijomis).
Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morologinya yaitu : holotrichs yang
mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya
dan mencerna W h i d r a t yang
fermentabel, sedangkan oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya
merombak -hidrat
yang lebih sulit dicerna.
Pencernaan dan Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen
Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ternak ruminansia
Jumlahnya mencapai 60 -75% dari total bahan kering ransum. Dalam makanan kasar
sebagian besar terdapat dalarn bentuk selulosa dan hemiselulosa, sedangkan &lam
konsentrat umumnya terdapat dalam bentuk pati
(Sutardi, 1979).
Kahhidrat
merupakan sumber energi utarna untuk pertumbuhan mikroba rumen dan ternak induk
-g.
kubohidrat &lam pakan dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat struktural
(fiaksi serat) dan karbohidrat non struktural (fiaksi yang mudah t e d a ) . Seluiosa dan
hemiselulosa termasuk dalam fraksi karbohidrat struktural (fraksi serat) (Czerkawski,
1986) yang rnerqakan komponen utama dari dinding sel tamman. Sering terdapat
kikatan
d e w lipin sehingga menjadi sulit dicema oleh mikroba nunen.
Lignifikasi meningkat seiring dengan meningkatnya umur tamman (Church dan Pond,
1988). Untuk itu penggunaannya dalam &m
tefnak rumimia memerlulrsn
pengolahan terlebih dulu untuk merenggangkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih
fernentabel dalam rumen.
Selulosa adalah kelompok polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi,
berantai lurus dimana banyak terdapat unit 1- 4 P unit glukosa dan biasanya terdapat
dalam bentuk kristd (Baldwin dm Allison, 1983) sedangkan hemiselulosa terdiri dari
rantai lurus silosa dan sejumlah arabinosa, asam won& dan galaidosa (Print dan Clarke7
1980).
T e d ruminansia mampu memanfhatkan selulosa dan hemiselulosa
( karbohidrat struktural = fraksi serat) disebabkan ada mikroorganisme dalam nunen
yang membmtu proses fmentasi sehingga karbohidrat struktural tersebut dirambak
menjadi produk yang dapat dicerna dan diserap oleh usus halus. Kecernaan selulosa
dan hemiselulosa (karbohidrat stmktud ) dalam rumen biasanya lebih rendah
dibanding karbohidrat non struktural. Tapi ini tergantung pada bebentpa fhktor seperti
sifht fisik, pengolahan dan fiekuensi pemberian morkanan. Kecernaan selulosa dan
hemiselulosa ini juga bisa dipengaruhl oleh suplai nutrien lain seperti nitrogen dan
asam lemak berantai cabang yang penting untuk pertumbuhan bakteri
selulolitik
(Czerkawski, 1986).
Proses peacemaan karbohidrat daiam m e n meruparkan proses yang komplek.
Karbohidrat yang komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin) magalami dua
tahap pmcertman yaitu penceman oleh enzim ekstmseluler dan enzim intmselvler
m k o h Tahap I luwbohidrat yang masuk akan dif-i
oleh cnzim &mseIuler
Tahap II monomer itu difmentasi lebih lanjk oleh cnzim intmseluler membentulc
piruvat melalui lintasan Embden- Meyerhoft dan pentosa fosfat (Baldwin dan Allison,
1983: France clan Siddon, 1993). Piruvat adalah produk intermedier yang segera
dimetabolisasi menjadi produk akhir berup asam lemak berantai pendek yang sering
disebut dengan VFA yaitu asam Wt, asam propionat dan asam butirat dan sejumlah
kecil asam valerat, serta asam lemak berantsi cabang yaitu isobutirat, isovalerat, dan 2metilbutirat. Tapi tiga asam lemak tedchir ini merupahm hasil katabolisme protein.
Perubahan asam piruvat menjadi VFA
melalui bebempa lintasan
piruvat menjadi asam asetat dan asam butirat terjadi melalui acetil
.
-
Oksidasi asam
CoA. Untuk
pembentukan asam propionat ada dua lintasan yaitu lintasan suksinat dan lintasan laktat
atau alcrilat (Garnbar 3) (Baldwin dan Allison, 1983) ;France dan Siddons, 1993).
I
Selulosa
Pektin
Hemi-sa
Gambrr 3. Skgna Lintasan U m a F-Ui
brbohidratMenjadi
VFA dalam Rumen (France dan Siddons, 1993)
Fennentasi kahohidcat dalam nrmen bntulr membentuk VFA menghasilkan
kerangka karbon untuk sintesis sel mikroba dan membehskan sejumlah energi dalam
bentuk ATP, COz dan C&.
Energi dalam bentuk ATP digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan m i h b a m e n (France dm Siddons, 1993 ;
Beever, 1993). Perhunbuhan mikroba rumen proporsional terhadap jumlah ATP yang
yang dihasilkan dari katabolisme energi.
Maksirnum sintesis sel mikroba yang
dihasilkan dalam rumen mendekati 25 gram per mol ATP (Russel dan Wallace, 1988).
Proses fermentasi karbohidrat daiam rumen menghasilkan energi d a b bentuk
+A mencapai 80 % dan 20% merupakan energi yang terbuang dalam bentuk produksi
gas C a , C& dan energi dalam bentuk ATP (France dan Siddons, 1993). Energi
dalam bentuk KIP hanya 6.2% dari total energi yang hilang . Hanya energi dalam
bentuk ATP ini yang
digunakan oleh miboba rumen untuk pertumbuhannya,
sedangkan VFA merupakan by produk dari aktivitas mikroba rumen (Hvelpund, 1991).
Dari uraian ini jelas terlihat bahwa mikroba rumen memproduksi VFA bukan untuk
kepentingannya saja tetapi juga sebagai "elektron sink" dalam menjaga potensial
redoks dalam rumen agar tetap layak bagi pertumbuhan mikroba nunen (Sutardi,
1995).
Gas hasil fermentasi berupa COz, hidrogen dan metan dikeluarkan dari nunen
melalui proses cruktasi (Sutardi, 1979; Orskov clan Ryle, 1990). Pada tam& kambing
produksi gas C& skitar 90 litcr clan gas C& sekitar 30 liter perhari (Czerkawski,
1986). Stoikiometri reaksi fmenQlsi Larbohidmt jxhn
dorlsm nunen menghasilkan
t i p pmddc &ama tnaurut ~ k o and
v Ryle (1990) clapat disede-
C&7I
+
l22H20
a
-1206
+
--------2CH3COOH + 2C02 + 4H2
4H2
------------4H2 + C @ ------,
~0~~1 - d . c
-~ C H ~ C H ~ +C 4H20
~OH
CH3(CH2)2COOH + 2C02 + 2H2
C& + 2H20
menjadi:
Dari Stoikiometri reaksi tersebut diatas dapat dilihat proses sintesis asam asetat
dan asam butirat menghasilkan gas hidrogen. Sebaliknya untuk sintesis asam propionat
gas bidrogen digunslan. Gas hidrogen dan CO2 merupakan p r e b r utama sintesis
gas metan yang sesungguhnya tidak bermanfaat untuk ternak. Maka dari itu proses
fermentasi dalam m e n yang mengarah pada sintesis asam propionat akan lebih
menguntungkan karena produksi C& bisa d i t e h dan akan meningkatkan ehiensi
pen-
energi
*-
Jumlah komponen utama VFA (metah propionat, dan butirat) yang terbentuk
dalarn m e n serta proporsi relatifnya sangat bewariasi dan dipengaruhi oleh faktor
rnakanan seperti komposisi ransum, terutama rasio antara hijauan dan konsentrat,
bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, fiekuensi pemberian maltanan dan tipe
fermentasi sebagai akibat perbedaan populasi mikroba yang berkembang sepengaruh langsung dari zat makanan yang diberikan. Menunit Forbes dan France
(1993) ko~l~entrasi
VFA total dalam cairan m e n umumnya berlcisar mtara 70 - 130
mM. Nisbah asam aselat, asam propionat dan asam butirat pads pakan basal d e w
k a n d m hijauan Iserat yang tinggi adalah 70 : 20 :lo. Tingginya konsmtrasi asetat
dalam caintn ~ a a e nbcrhdmgm dengan tingginya proporsi hijausrn atau pakan serat
yang d i k . . Mmlihnyajika proporsi konsentmt dalam ransum meningkat mab
konsmtrasi asam aselat asctat dPn anUn komentmi asam propionat meningkat aamun
proporsi asam ucgt hampir Delalu Lcbih b
y
&(Mc-d
et al., 1988). Dengan L.ta
lain ciapat dinyatakan bahwa m u m dengan hijadpakan serat tinggi akan
menghasilkan nisbah asctat propionat lebih tinggi dibanding ransum yang proporsi
konsentratnya tinggi.
VFA ( asetat, propionat, dan butirat) merupakan sumber energi u&ma bagi
ternak dan punya fkgsi penting dalam metabolisme zat rnakanan Ensminger et al.,
(1990) menyatabn bahwa shbangan energi yang berasal dari VFA ini dapat
mencapai 60 - 80% dari kebutuhan energi ternak rumiansia. Sebahagian besar VFA
diserap langsung dari reticulorumen dan masuk kedalam aliran darah, hanya 20%
masuk ke omasurn dm abomasum dan diserap disini (France dan Siddons, 1993).
Asam butirat dalam rumen sebelum diserap terlebih dulu dirubah menjadi beta hidroksi
butirat dan bersama dengan asam asetat masuk kedalam petedaran darah dalam bentuk
badan-badan keton yang nantinya dalam jaringan tubuh digumkan sebagai sumber
energi dan untuk sintesis lemak tubuh. Asam propionat setelah masuk dalam peredaran
d a d dibawa ke hati. Di hati asam ini diubah menjadi glukosa. SebaIpan glukosa
disimpan di hati sebagai glikogen hati dan sebagian lagi menjadi alfh gliserolfosfat
untuk digunakan sebagai koenzim pereduksi dalam sin-
lemak tubuh, &gai
sumber energi clan dalain tubuh disimpn sebagai glikogen otot. (France dan Siddons,
1993 ;
McDonald
et al., 1988).
Oleh sebab itu asam propionat discbut juga asam
yang btrsifa glukogenik karma dapat dikatabolisme menjadi glukosa atau sebagai
sumber glukosa
(sast;t.adipadja, 1998). Menurut Ckskov (1977) asam
~u)ra@dapatBi~
lemak
komtanta yang d h u m b n sebap non glukogenik
ratio (NOR) yang secara sederhana d i m *
s d m p berikut
NGR = (Asetat + Butirat + Valerat) t (Pmpionat + Vdemt)
Nilai NGR ini berhubungan erat d e n p produksi gas metan dalam men. NGR
tinggi akan rnenyebabkan produksi gas metan dalm nunen juga ti@.
Pencernaan dan Metsbolisme Protein dalam Rumen.
Dalam rumen protein pakan akan mengalami hidrolisa meyadi oligopeptida
oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba m e n . Oligopeptida selanjutnya
akan diubah menjadi peptida dan asam amino yang kemudian mengalami katabolisame
(dearninasi) menjadi NH3, VFA, BCAA, dan COz (Sutardi, 1979 ; Baldwin and
Allison, 1983 ;McDonald et al., 1988).
Tidak seluruh protein yang masuk dalam m e n didegradasi oleh mikroba.
Protein yang 1010s dari degradasi dalam rumen brsama dengan protein mikroba akan
mengalif ke abomasum term ke usus halus dicerna oleh enzim p g dihasillcan oleh
ternak dan diserap disini (Nolan, 1993). Proses pencernaan dan metabolisme protein
dalam m e n &pat dilihat pada Gambar 4.
4
I
DALAM
RUMEN
DALAM
USUS
OLIGOPEPTIDA
Gambar 4. Proses D e g d m i Protein Pakan dalam Rmen (Sutardi, 1979)
. 1
Dari ilustrasi diatas terlihat bahwa sumber protein bag^ temak ruminansia
berasal dari proteiv pakan yang 1010s dari degradasi dalam rumen dan dari protein
mihba. Untuk itu usaha memacu produksi ternak melalui perbailcan nutsisi protein
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pemberian protein pakan yang tahan
degradasi d
a
l
m rumen dan memaksimalkan sintesis protein mikroba, sehingga
pasokan asam-asamamino untuk diserap di usus halus menjadi lebih banyak (Sutardi,
1979).
Proses proteolisis oleh mikroba nunen fnen;ghasilkan peptida clan asam amino
(Nolan, 1993) yang bisa digunakan oleh sebagian rnikroba rumen untuk
pertumbuhannya (Wallace and Cot@ 1988), terutama oleh Bacteroides minocola
dimana bdcteri ini mempunyai sistem transpor untuk mengangkut asam amino ke
dalam tubuhnya (Nolan, 1993). Russel et al., (1992) menyatakan bahwa Bactemides
a
l
m m e n sedmgkan Butyrivibrio
ruminocola bisa menggunakan 40% peptida d
#bmsolwnt menggunah kurang dari 10% untuk perhunbuhannya Karena tidak
semua peptida dan asam amino yang tabentuk dalam nunen digunahn oleh mikroba,
s t b q m a h mngalir ke usus halus. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan
oleh Ruse1 et al., (1992) bahwa pcmbefian ransum yang berkualitas tin&
pen&,
pada =pi
W!
dari NAN (miunmia ni@wn)yang msuk kc usus halus ddam bentuk
e d a dan asam cunino. Nmm Sdmgim besar dari @da
darn clsam amino akan
mengalami deaminasi dalam rumen menjadi h H 3 yang juga rnerupdtm s u m b N
untuk perhunbuhan mikroba.
Pool monia d a l m rumcn tidak hanya disuplai oleh proses degradasi protein
pakm saja. Hampir 30% nitrogen dalam pakan t e d r u m k i a juga terdapt dalarn
bentuk senyawa organik sederhana seperti asam amino, amida, dan amina atau
senyawa anorganik seperti nitrat (McDonald et al., 1988; Preston dan Leng, 1987) dan
pada penggunaan pakan yang bermutu rendah urea sering ditambahkan.
Semua
senyawa tersebut di atas disebut juga dengan NPN yang dalam m e n akan mengalami
degradasi dengan cepat menghasilkan amonia. Arnonia yang terbentuk bersama
dengan asam organik a l h keto akan membentuk asarn amino baru untuk sintesis
protein rnilrroba.
Bila kecepatan degradasi
melebihi kecepatan sintesis protein
mikroba akan terjadi akumulasi NH3 dalam w e n . Amonia yang berlebih itu akan
diserap oleh dinding m e n mas& ke dalam aliran darah dibawa ke hati untuk diubah
menjadi urea. Urea yang terbentuk akan masuk ke aliran darah, setmg~anakan
difiltmi