Uji Ketahanan 51 Galur Padi terhadap Penyakit Blast (Pyricularia oryzae) Ras 173

ABSTRAK
INDAH KHAYATI. Uji Ketahanan 51 Galur Padi terhadap Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) ras
173. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan HAJRIAL ASWIDINNOOR.
Padi hasil persilangan program pemuliaan padi Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB sebanyak 51 galur telah berhasil diuji dengan menggunakan metode injeksi. Pengujian
tanaman dilakukan dengan dua kali penapisan, penapisan I sebanyak tiga ulangan dan penapisan II
sebanyak dua ulangan. Penapisan I dimulai dengan memproduksi spora Pyricularia oryzae di
media oatmeal agar kemudian dicuci dengan akuades steril setelah diinkubasi selama 10 hari.
Penyinaran n-UV dilakukan untuk menginduksi spora sehingga spora dapat dipanen. Suspensi
spora dengan konsentrasi 105 – 106 spora/ml diinjeksi pada daun tanaman padi yang berumur 20
hari (± 4-5 daun). Penapisan II dilakukan untuk menguji 18 galur padi hasil penapisan I dengan
tingkat ketahanan >90%. Sebanyak 7 galur diperoleh dari hasil penapisan I dan penapisan II
dengan tingkat ketahanan 100% yaitu IPB107-F-5-1, IPB107-F-7-3, IPB113-F-2-2, IPB117-F-7-2,
IPB140-F-2-1, IPB149-F-4, dan IPB149-F-8. Identifikasi gen ketahanan Pi-ta dilakukan dengan
Polymerase chain reaction (PCR) menggunakan 2 pasang primer yaitu primer ekson1 yang
mengamplifikasi daerah ekson 1 dan primer ekson2 yang mengamplifikasi daerah ekson 2 pada
gen ketahanan Pi-ta. Hasil identifikasi didapatkan bahwa semua galur yang tahan mempunyai gen
Pi-ta, termasuk kontrol peka (Kencana Bali). Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa Kencana Bali tidak memiliki gen ketahanan Pi-ta. Hal
tersebut diduga bahwa varietas Kencana Bali mengalami delesi pada bagian belakang ekson2.
Kata kunci : galur padi, penyakit blas (Pyricularia oryzae), gen Pi-ta


ABSTRACT
INDAH KHAYATI. Blast Resistance Test On 51 Rice Strains Against Blast Disease (Pyricularia
oryzae) race 173. Supervised by UTUT WIDYASTUTI and HAJRIAL ASWIDINNOOR.
As many as 51 strains rice hybrid from breeding program in Department of Agronomy
and Horticulture, IPB had been already blast resistance tested by using injection method. The test
rice plant with twice screening that first screening with three replicates and second screening as
two replicates. First screening was begin with spore production of Pyricularia oryzae in oatmeal
agar media washed once with sterile distilled water after 10 days incubation and harvested after nUV radiation for 4 - 5 days to induce sporulation. Inoculations with Pyricularia oryzae were
performed 20 days after sowing (have 4-5 leaves) by injection with spore suspension 105-106
spore/ml. The second screening must be done for tested 18 strain rice result from first screening
with level resistance more than 90%. Seven strain resulted from first screening and second
screening resistance level 100% are as follows: IPB107-F-5-1, IPB107-F-7-3, IPB113-F-2-2,
IPB117-F-7-2, IPB140-F-2-1, IPB149-F-4, and IPB149-F-8. Identification of Pi-ta gene was
carried out by Polymerase chain reaction (PCR) using two primer sets which amplified exon 1 and
exon 2 region of the Pi-ta resistance gene. The result obtained in this identification shown that
major blast resistance genes Pi-ta were detected in all of the strain from second screening, even the
susceptible control plants (Kencana Bali). This results were different with the previous result
shown Kencana Bali does not have Pi-ta resistance gene. This finding indicates that Pi-ta
resistance gene has been lost from Kencana Bali due to deletion at the end terminal of exon2.

Keyword : Strain rice, blast disease (Pyricularia oryzae), Pi-ta gene

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit blas yang disebabkan oleh
cendawan Pyricularia grisea Sacc (sinonim
Pyricularia
oryzae
Cavara)
dapat
menyebabkan bulir padi menjadi kosong
ataupun menyebabkan tanaman padi mati.
Penyakit blas memiliki ciri-ciri bercak
berbentuk belah ketupat sampai oval. Bagian
tengah bercak berwarna abu-abu atau
keputihan, pada bagian tepi berwarna coklat
sampai coklat kemerahan. Serangan patogen
pada fase vegetatif menyebabkan blas daun

(leaf blast) sedangkan pada fase generatif
menyebabkan busuk leher malai (neck blast),
dan bulir padi (panicle blast) (Ou 1985).
Penyakit blas merupakan penyakit penting
pada pertanaman padi, baik pada lahan kering
(padi gogo) ataupun padi lahan sawah
(Soemartono et al. 1984). Kerugian yang
disebabkan oleh penyakit ini ialah gagal
panen sebesar 30-50% di Amerika Selatan
dan Asia Tenggara dengan kerugian
mencapai jutaan dolar Amerika (Scardaci et
al. 1997). Di Indonesia serangan blas
mencapai 19.629 ha dari total 12.883.578 ha
luas areal pertanaman padi pada tahun 2009
(BPS 2010).
Cendawan blas yang mendominasi
pertanaman padi dan selalu ada pada setiap
musim tanam selama tahun 1995-1998 di
Indonesia adalah ras 001, 003, 033 dan 173
(Amir et al. 1999). Ras 173 merupakan ras

Pyricularia grisea yang sangat virulen karena
ras ini menyerang hampir semua tanaman
yang diuji kecuali Asahan (Mogi et al. 1991).
Hal ini juga dibuktikan oleh percobaan
Santoso (2005) yakni genotipe padi yang
menunjukkan respon tahan dan moderat tahan
terhadap ras 173 berturut-turut adalah Oryza
officinalis, Oryza malamphuzaensis, Grogol
dan Asahan.
Galur yang akan dipakai merupakan
hasil persilangan dari berbagai varietas
unggul nasional diantaranya Fatmawati, Siam
Sapat, Sintanur, dan Pare Bau. Untuk
ketahanan terhadap penyakit varietas
Fatmawati mempunyai reaksi tahan terhadap
penyakit hawar daun bakteri galur III, agak
tahan galur IV. Varietas Sintanur tahan
terhadap bakteri hawar daun galur III (Deptan
2008). Sedangkan Pare Bau, Siam Sapat,
Lambau, Pinjan, Pulu Mandoti merupakan

jenis padi aromatik (Masniawati 2005).
Menurut Hajrial (komunikasi pribadi, 2010)
IPB6-d-10s-1-1-1
adalah
galur
yang
mempunyai malai lebat dan gabah hampa

sedikit. Informasi mengenai ketahanan
terhadap blas daun pada varietas dan hasil
persilangannya belum ada.
Untuk menunjang program perakitan
varietas tahan penyakit blas, telah dilakukan
penelitian. Ada sedikitnya 80 ras spesifik R
gene (gen ketahanan) yang telah terdeskripsi
pada plasma nutfah (Ballini et al. 2008).
Sebanyak 11 gen telah berhasil diklon yaitu
Pi-ta, Pib, Pi2/Piz-t, Pi5, Pi9, Pi21, Pi36,
Pi37, Pi-d2, Pikm, dan Pit (Jia et al. 2009).
Salah satu gen yang berperan dalam

ketahanan terhadap penyakit blas ialah gen
Pi-ta. Gen ini termasuk ke dalam daerah
nucleotide binding site (NBS) dan leurinerich repeat (LRRs) (Lee et al. 2009). Gen
ketahanan Pi-ta diduga menyandikan protein
sitoplasmik dengan lokasi di bagian sentral
NBS dan daerah pemotongan tinggi LRR
(disebut juga LRD) pada terminal karboksil
yang bertanggung jawab merespon gen
avirulen AVR-Pita, memicu resisten ras
spesifik (Lee et al. 2009). Banyak sumber
gen Pi pada gene pool padi Indonesia baik
yang berasal dari varietas budidaya maupun
spesies padi liar (Suwarno et al. 2001).
Santoso (2005) telah menganalisis 28 genotip
padi indica yang terdapat di Indonesia dan
menemukan bahwa banyak padi indica yang
mempunyai gen ketahanan baik Pi-b dan atau
Pi-ta. Metode yang sering digunakan dalam
pengendalian
blas

ialah
penggunaan
fungisida dan varietas tahan (Wang et al.
1994). Tersedianya varietas padi yang tahan
terhadap blas penting untuk mempertahankan
stabilitas hasil padi dan mengurangi
penggunaan fungisida (Dioh et al. 2000).
Oleh karena itu, perlu diketahui ketahanan
galur padi terhadap penyakit blas terutama
terhadap ras 173.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ketahanan 51 galur padi
terhadap penyakit blas (Pyricularia oryzae)
ras 173 dan menguji keberadaan gen Pi-ta.

BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan tanaman padi yang digunakan
yaitu 51 galur padi hasil seleksi Program

Pemuliaan di Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB (Lampiranl 1) dan
Pyricularia oryzae ras 173. Bahan kimia
yang digunakan yaitu media Oatmeal agar
(OMA), media Potato Dextrose Agar (PDA),

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit blas yang disebabkan oleh
cendawan Pyricularia grisea Sacc (sinonim
Pyricularia
oryzae
Cavara)
dapat
menyebabkan bulir padi menjadi kosong
ataupun menyebabkan tanaman padi mati.
Penyakit blas memiliki ciri-ciri bercak
berbentuk belah ketupat sampai oval. Bagian

tengah bercak berwarna abu-abu atau
keputihan, pada bagian tepi berwarna coklat
sampai coklat kemerahan. Serangan patogen
pada fase vegetatif menyebabkan blas daun
(leaf blast) sedangkan pada fase generatif
menyebabkan busuk leher malai (neck blast),
dan bulir padi (panicle blast) (Ou 1985).
Penyakit blas merupakan penyakit penting
pada pertanaman padi, baik pada lahan kering
(padi gogo) ataupun padi lahan sawah
(Soemartono et al. 1984). Kerugian yang
disebabkan oleh penyakit ini ialah gagal
panen sebesar 30-50% di Amerika Selatan
dan Asia Tenggara dengan kerugian
mencapai jutaan dolar Amerika (Scardaci et
al. 1997). Di Indonesia serangan blas
mencapai 19.629 ha dari total 12.883.578 ha
luas areal pertanaman padi pada tahun 2009
(BPS 2010).
Cendawan blas yang mendominasi

pertanaman padi dan selalu ada pada setiap
musim tanam selama tahun 1995-1998 di
Indonesia adalah ras 001, 003, 033 dan 173
(Amir et al. 1999). Ras 173 merupakan ras
Pyricularia grisea yang sangat virulen karena
ras ini menyerang hampir semua tanaman
yang diuji kecuali Asahan (Mogi et al. 1991).
Hal ini juga dibuktikan oleh percobaan
Santoso (2005) yakni genotipe padi yang
menunjukkan respon tahan dan moderat tahan
terhadap ras 173 berturut-turut adalah Oryza
officinalis, Oryza malamphuzaensis, Grogol
dan Asahan.
Galur yang akan dipakai merupakan
hasil persilangan dari berbagai varietas
unggul nasional diantaranya Fatmawati, Siam
Sapat, Sintanur, dan Pare Bau. Untuk
ketahanan terhadap penyakit varietas
Fatmawati mempunyai reaksi tahan terhadap
penyakit hawar daun bakteri galur III, agak

tahan galur IV. Varietas Sintanur tahan
terhadap bakteri hawar daun galur III (Deptan
2008). Sedangkan Pare Bau, Siam Sapat,
Lambau, Pinjan, Pulu Mandoti merupakan
jenis padi aromatik (Masniawati 2005).
Menurut Hajrial (komunikasi pribadi, 2010)
IPB6-d-10s-1-1-1
adalah
galur
yang
mempunyai malai lebat dan gabah hampa

sedikit. Informasi mengenai ketahanan
terhadap blas daun pada varietas dan hasil
persilangannya belum ada.
Untuk menunjang program perakitan
varietas tahan penyakit blas, telah dilakukan
penelitian. Ada sedikitnya 80 ras spesifik R
gene (gen ketahanan) yang telah terdeskripsi
pada plasma nutfah (Ballini et al. 2008).
Sebanyak 11 gen telah berhasil diklon yaitu
Pi-ta, Pib, Pi2/Piz-t, Pi5, Pi9, Pi21, Pi36,
Pi37, Pi-d2, Pikm, dan Pit (Jia et al. 2009).
Salah satu gen yang berperan dalam
ketahanan terhadap penyakit blas ialah gen
Pi-ta. Gen ini termasuk ke dalam daerah
nucleotide binding site (NBS) dan leurinerich repeat (LRRs) (Lee et al. 2009). Gen
ketahanan Pi-ta diduga menyandikan protein
sitoplasmik dengan lokasi di bagian sentral
NBS dan daerah pemotongan tinggi LRR
(disebut juga LRD) pada terminal karboksil
yang bertanggung jawab merespon gen
avirulen AVR-Pita, memicu resisten ras
spesifik (Lee et al. 2009). Banyak sumber
gen Pi pada gene pool padi Indonesia baik
yang berasal dari varietas budidaya maupun
spesies padi liar (Suwarno et al. 2001).
Santoso (2005) telah menganalisis 28 genotip
padi indica yang terdapat di Indonesia dan
menemukan bahwa banyak padi indica yang
mempunyai gen ketahanan baik Pi-b dan atau
Pi-ta. Metode yang sering digunakan dalam
pengendalian
blas
ialah
penggunaan
fungisida dan varietas tahan (Wang et al.
1994). Tersedianya varietas padi yang tahan
terhadap blas penting untuk mempertahankan
stabilitas hasil padi dan mengurangi
penggunaan fungisida (Dioh et al. 2000).
Oleh karena itu, perlu diketahui ketahanan
galur padi terhadap penyakit blas terutama
terhadap ras 173.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui ketahanan 51 galur padi
terhadap penyakit blas (Pyricularia oryzae)
ras 173 dan menguji keberadaan gen Pi-ta.

BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan tanaman padi yang digunakan
yaitu 51 galur padi hasil seleksi Program
Pemuliaan di Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB (Lampiranl 1) dan
Pyricularia oryzae ras 173. Bahan kimia
yang digunakan yaitu media Oatmeal agar
(OMA), media Potato Dextrose Agar (PDA),

2

antibiotik kloramfenikol, aquades, larutan
Tween 0.025% (v/v), HCl 1% (v/v), bufer
ekstrak 2% (w/v) dengan komposisi 2%
CTAB (w/v), 0.1 M Tris HCl pH 8.0, 1.5 M
NaCl, 0.02 M EDTA, 2% β-merkaptoetanol,
kloroform, isoamil alkohol, alkohol absolut,
RNAse 10 µg/µl, gel agarosa konsentrasi
1.5% (b/v), ethidium bromida 0.5 mg/L,
aquades steril, Na asetat 3.2 M, nitrogen cair,
loading dye 6x.

Produksi Spora
Produksi spora mengikuti protokol
Hayashi et al. (2006) tanpa pendidihan. Isolat
cendawan ditumbuhkan pada Oatmeal agar
(setiap liter mengandung 30 g oatmeal, 20 g
agar, 5 g sukrosa) dan diinkubasi selama 10
hari pada suhu ruang (± 25ºC). Kultur
cendawan kemudian secara aseptik dicuci
dengan akuades steril untuk menghilangkan
hifa aerial. Kultur cendawan disinari
menggunakan lampu n-UV (panjang
gelombang 400-300 nm) selama 5-6 hari
untuk menginduksi pembentukan spora.
Selanjutnya, sebanyak tiga ml larutan tween
0,025% (v/v) disiramkan pada permukaan
koloni
cendawan.
Permukaan
koloni
cendawan digosok dengan kaca objek steril
untuk melepas spora dari konidiofor. Spora
dari kultur-kultur cendawan tersebut dipanen,
kemudian disaring menggunakan kain sifon
steril dan dikumpulkan hingga diperoleh
suspensi spora 105-106 spora/ml, pengukuran
spora dilakukan dengan hemasitometer.
Persiapan Tanaman
Bulir padi dikecambahkan pada
kertas merang basah dalam cawan petri.
Setelah empat hari (dua hari di ruang gelap
dan dua hari diruang terang) padi ditanam
dalam bak plastik berukuran 25x35x15 cm
berisi media dengan komposisi 2,5 g urea, 1,5
g TSP dan 1,2 g KCl dalam 10 Kg tanah steril
(Santoso 2005).
Infeksi Penyakit Blas Pada Tanaman Padi
Infeksi penyakit berdasarkan metode
Ono et al. (2001). Setelah padi berumur 1821 hari atau terdapat daun kelima, sebanyak
satu ml suspensi spora 105-106 sel/ml
disuntikkan pada bagian pelepah daun dengan
menggunakan syringe. Semua tanaman yang
telah disuntik kemudian diinkubasi pada
kondisi gelap selama 24 jam pada suhu 27oC
dengan kelembaban lebih dari 70%.
Kelembaban diatur dengan adanya aerasi
sehingga stabil pada >70%. Selanjutnya

tanaman dipindah ke ruang inkubasi terang
pada suhu 28oC dengan kelembaban 80%.
Pengaturan kelembaban dilakukan dengan
pemasangan net. Kontrol positif tanaman
rentan digunakan padi varietas Kencana Bali
dan kontrol tahan yaitu varietas Asahan.
Proses infeksi dilakukan dengan dua kali
penapisan. Penapisan I diulang sebanyak tiga
kali dengan 10 tanaman/galur/ulangan.
Standar penilaian gejala blas dengan
menggunakan tabel standar evaluasi penilaian
IRRI (Lampiran 2). Setelah didapatkan galur
padi dengan persentase >90% kemudian
dilakukan penapisan II sebanyak 2 ulangan
dengan 10 tanaman/galur/ulangan.
Perhitungan presentase ketahanan :

Persentase Ketahanan = ΣTx
ΣT

X 100%

Keterangan :
Tx = Tanaman padi yang berkategori tingkat
ketahanan sama
T = jumlah tanaman yang tumbuh
Analisis Keberadaan Gen Ketahanan
Penyakit Blas Pi-ta pada Galur Padi yang
Tahan
Isolasi DNA Genom. Isolasi DNA
mengikuti metode Sambrook et al. (1989).
Bagian tanaman yang diekstraksi ialah daun
muda tanaman padi yaitu sebanyak 0,1 – 0,2
gram dihancurkan sampai halus di dalam
mortar menggunakan N2 cair. Kemudian
ditambahkan 600 µL bufer ekstrak 2%
dengan komposisi 2% CTAB (w/v), 0.1 M
Tris-HCl pH 8.0, 1.5 M NaCl, 0.02 M EDTA.
Campuran dikocok dan diinkubasi selama 20
menit pada suhu 65ºC. Selanjutnya campuran
itu didinginkan dan ditambahkan 600 µL
kloroform : isoamil alkohol (24:1) untuk
menghancurkan bagian sel selain DNA.
Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan
10.000 rpm atau setara dengan 5590 x g
selama 10 menit, bagian paling atas yang
merupakan DNA diambil dengan hati-hati
menggunakan pipet dan dimasukkan ke
tabung mikro yang lain kurang lebih 500µL.
Proses
pemurnian
dilakukan
dengan
penambahan PCI (Fenol, kloroform, dan
isoamil alkohol) dengan perbandingan
25:24:1 sebanyak 500µL. Selanjutnya tabung
dibolak-balik dan disentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm (5590 x g) dalam
waktu 10 menit. Supernatan diambil dan
ditambahkan NaOAC 2 mM pH 5,2 sebanyak
0,1 x V untuk menghilangkan sisa-sisa
komponen sel yang lain dan etanol absolut

3

sebanyak 2x volume supernatan. Presipitasi
dilakukan dengan menginkubasi di lemari
pembeku selama 30 menit kemudian
disentrifugasi lagi dengan kecepatan 10.000
rpm (5590 x g ) selama 15 menit. Selanjutnya
pelet diambil dan dicuci dengan 500 µL
etanol 70% (disentrifugasi 5 menit dengan
kecepatan 10.000 rpm) dan
didiamkan
beberapa saat. Cairan selain DNA dibuang
dan dikeringanginkan dengan membalikkan
di atas kertas tisu. Kemudian tabung yang
berisi pelet di vakum selama kurang lebih 30
menit (200 mmgh). Tahap selanjutnya
dilarutkan kurang lebih 20-50 µL aquades
steril. Untuk menghilangkan RNA digunakan
RNAse 10 µg/µl sebanyak 0,1 x volume
ddH2O dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama
semalaman.
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA.
Uji kualitas dan kuantitas DNA dengan
metode Sambrook et al. (1989). DNA padi
yang
berhasil
diisolasi
kemudian
dielektroforesis pada gel agarosa dengan
konsentrasi 1.5% (b/v) menggunakan buffer
1xTAE. Perbandingan DNA dengan loading
dye 6X ialah 5:2 µL. Elektroforesis
dilakukan selama kurang lebih 30 menit pada
tegangan 100 volt. Selanjutnya gel agarose
hasil elektroforesis dimasukkan ke dalam
larutan ethidium bromida konsentrasi larutan
0.5 mg/L selama 5 menit. Panjang pita DNA
diamati dengan melihat pita DNA pada UV
transiluminator.
Amplifikasi DNA. Amplifikasi DNA
dilakukan dengan menggunakan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Primer yang
digunakan ialah Pi-ta yang memiliki 2
ekson. Primer yang didesain dari daerah
ekson1 dan ekson2. Desain primer
menggunakan Aksesi AF207842.
Tabel 1 Nama primer yang digunakan
No
1
2

Primer

Produk
PCR

Ekson1
F:5’ACTGCTGGTGCCAAGAAGAT’3
R:5’GGCCATGCAGACGATAGAAT’3
Ekson 2
F:5’CCCAGGATGACCTTGACACT’3
R:5’TGTGCCAAATCTTCATCCAA’3

418 bp
448 bp

Ket : F = forward; R = reverse
Reaksi PCR mengikuti metode Navqi
dan Chattoo (1996). Proses amplifikasi
dilakukan pada program PCR yang terdiri

atas Pre-denaturasi selama 5 menit dengan
suhu 940C untuk memudahkan pemisahan
utas ganda DNA menjadi utas tunggal.
Kemudian dilanjutkan dengan 3 proses : 1)
denaturasi (memisahkan DNA utas ganda
menjadi utas tunggal) pada suhu 940C selama
1 menit. 2) annealing (pelekatan primer) pada
suhu 550C selama 30 detik. 3) extension
(pemanjangan utas ganda) pada suhu 720C
selama 1 menit. Ketiga tahapan berlangsung
selama 30 siklus. Untuk pasca PCR
digunakan suhu 720C selama 30 detik dan
penurunan suhu 150C selama 10 menit.
Hasil amplifikasi DNA sebanyak 10
µL ditambahkan dengan 2 µL bufer loading
dye konsentrasi 6x. DNA ladder diletakkan di
sumur pertama untuk mengukur pita-pita
DNA yang dihasilkan dari tiap-tiap DNA.
Kemudian dielektroforesis dengan bufer
1xTAE. Proses elektroforesis dilakukan
selama 28 menit pada tegangan 100 volt.
Kemudian gel agarosa 1.5% (b/v) yang telah
dielektroforesis diletakkan dalam larutan
ethidium bromida (0.5 mg/L) selama 5 menit
lalu dibilas dengan akuades. Gel diamati
dengan menggunakan UV transluminator.
Ada tidaknya gen Pi-ta dapat diketahui
dengan melihat pita DNA.

Gambar 1 Tempat menempelnya primer
ekson1 dan ekson2.

HASIL
Morfologi dan Perkecambahan Spora
Pyricularia oryzae mempunyai 2 sekat
dan bentuknya seperti buah pir (Gambar 1a).
Tabung kecambah dapat dilihat pada jam ke2 setelah panen (Gambar 1b). Apresorium
berfungsi sebagai alat penetrasi kedalam
tubuh inang melalui sel epidermis tanaman.
Apresorium muncul pada jam ke-4 setelah
panen yang berbentuk bulat (Gambar 1c).
Tabung kecambah bisa muncul lebih dari satu
(Gambar 1d). Tabung kecambah ini muncul
dari bagian apikal atau basal spora pada jam
ke-4 setelah panen.

3

sebanyak 2x volume supernatan. Presipitasi
dilakukan dengan menginkubasi di lemari
pembeku selama 30 menit kemudian
disentrifugasi lagi dengan kecepatan 10.000
rpm (5590 x g ) selama 15 menit. Selanjutnya
pelet diambil dan dicuci dengan 500 µL
etanol 70% (disentrifugasi 5 menit dengan
kecepatan 10.000 rpm) dan
didiamkan
beberapa saat. Cairan selain DNA dibuang
dan dikeringanginkan dengan membalikkan
di atas kertas tisu. Kemudian tabung yang
berisi pelet di vakum selama kurang lebih 30
menit (200 mmgh). Tahap selanjutnya
dilarutkan kurang lebih 20-50 µL aquades
steril. Untuk menghilangkan RNA digunakan
RNAse 10 µg/µl sebanyak 0,1 x volume
ddH2O dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama
semalaman.
Uji Kualitas dan Kuantitas DNA.
Uji kualitas dan kuantitas DNA dengan
metode Sambrook et al. (1989). DNA padi
yang
berhasil
diisolasi
kemudian
dielektroforesis pada gel agarosa dengan
konsentrasi 1.5% (b/v) menggunakan buffer
1xTAE. Perbandingan DNA dengan loading
dye 6X ialah 5:2 µL. Elektroforesis
dilakukan selama kurang lebih 30 menit pada
tegangan 100 volt. Selanjutnya gel agarose
hasil elektroforesis dimasukkan ke dalam
larutan ethidium bromida konsentrasi larutan
0.5 mg/L selama 5 menit. Panjang pita DNA
diamati dengan melihat pita DNA pada UV
transiluminator.
Amplifikasi DNA. Amplifikasi DNA
dilakukan dengan menggunakan Polymerase
Chain Reaction (PCR). Primer yang
digunakan ialah Pi-ta yang memiliki 2
ekson. Primer yang didesain dari daerah
ekson1 dan ekson2. Desain primer
menggunakan Aksesi AF207842.
Tabel 1 Nama primer yang digunakan
No
1
2

Primer

Produk
PCR

Ekson1
F:5’ACTGCTGGTGCCAAGAAGAT’3
R:5’GGCCATGCAGACGATAGAAT’3
Ekson 2
F:5’CCCAGGATGACCTTGACACT’3
R:5’TGTGCCAAATCTTCATCCAA’3

418 bp
448 bp

Ket : F = forward; R = reverse
Reaksi PCR mengikuti metode Navqi
dan Chattoo (1996). Proses amplifikasi
dilakukan pada program PCR yang terdiri

atas Pre-denaturasi selama 5 menit dengan
suhu 940C untuk memudahkan pemisahan
utas ganda DNA menjadi utas tunggal.
Kemudian dilanjutkan dengan 3 proses : 1)
denaturasi (memisahkan DNA utas ganda
menjadi utas tunggal) pada suhu 940C selama
1 menit. 2) annealing (pelekatan primer) pada
suhu 550C selama 30 detik. 3) extension
(pemanjangan utas ganda) pada suhu 720C
selama 1 menit. Ketiga tahapan berlangsung
selama 30 siklus. Untuk pasca PCR
digunakan suhu 720C selama 30 detik dan
penurunan suhu 150C selama 10 menit.
Hasil amplifikasi DNA sebanyak 10
µL ditambahkan dengan 2 µL bufer loading
dye konsentrasi 6x. DNA ladder diletakkan di
sumur pertama untuk mengukur pita-pita
DNA yang dihasilkan dari tiap-tiap DNA.
Kemudian dielektroforesis dengan bufer
1xTAE. Proses elektroforesis dilakukan
selama 28 menit pada tegangan 100 volt.
Kemudian gel agarosa 1.5% (b/v) yang telah
dielektroforesis diletakkan dalam larutan
ethidium bromida (0.5 mg/L) selama 5 menit
lalu dibilas dengan akuades. Gel diamati
dengan menggunakan UV transluminator.
Ada tidaknya gen Pi-ta dapat diketahui
dengan melihat pita DNA.

Gambar 1 Tempat menempelnya primer
ekson1 dan ekson2.

HASIL
Morfologi dan Perkecambahan Spora
Pyricularia oryzae mempunyai 2 sekat
dan bentuknya seperti buah pir (Gambar 1a).
Tabung kecambah dapat dilihat pada jam ke2 setelah panen (Gambar 1b). Apresorium
berfungsi sebagai alat penetrasi kedalam
tubuh inang melalui sel epidermis tanaman.
Apresorium muncul pada jam ke-4 setelah
panen yang berbentuk bulat (Gambar 1c).
Tabung kecambah bisa muncul lebih dari satu
(Gambar 1d). Tabung kecambah ini muncul
dari bagian apikal atau basal spora pada jam
ke-4 setelah panen.

4

a

c

b

Tabung
Kecambah

Tabung
Kecambah

20 µm

d

Apresorium

Spora

Gambar 2 Morfologi dan perkecambahan Pyricularia oryzae : a. Spora cendawan Pyricularia
oryzae pada perbesaran (10x40); b. Spora cendawan dan tabung kecambah pada jam
ke-2 setelah panen (10x10); c. Apresorium pada perbesaran 10x10 dari konidium
Pyricularia oryzae pada jam ke-4 setelah panen; d. Tabung kecambah lebih dari 1 pada
satu spora (10x10).
Infeksi Penyakit Blas terhadap Tanaman
Padi
Hasil penapisan 51 galur padi
didapatkan tingkat ketahanan masingmasing galur berbeda-beda (Tabel 2). Hal
tersebut kemungkinan disebabkan karena
reaksi resisten dari tanaman inang terhadap
patogen. Hasil penapisan I juga diperoleh
sebanyak
18
galur
yang
tingkat
ketahanannya >90%. Galur tersebut
kemudian dilakukan pembuktian pada
penapisan II. Tanaman yang diuji ada yang

ketahanannya mencapai 100% dari 3
ulangan, salah satu dari galur tersebut ialah
IPB149-F-8. Pada hari ketujuh setelah
infeksi, kontrol positif (Kencana Bali) sudah
timbul bercak yang hampir merata pada
daun sedangkan galur yang tahan tidak ada
bercak sama sekali. Contoh galur yang
tingkat ketahanannya dibawah 100% yaitu
IPB140-F-1-1
(Gambar
3).

Tabel 2 Hasil penapisan I dari 51 galur padi terhadap Pyricularia oryzae ras 173
Tetua
IPB6-d-10s-1-1-1 x

Galur
IPB97-F-13-1-1

TK (%)
13

Fatmawati

Fatmawati x
IPB6-d-10s-1-1-1

IPB97-F-15-1-1
IPB97-F-20-2-1
IPB97-F-31-1-1
IPB97-F-44-2-1
IPB102-F-91-2-1
IPB102-F-92-1-1

32
24
55
35
65
61

Fatmawati x
Siam Sapat

IPB107-F-5-1
IPB107-F-7-3

100
100

IPB107-F-8-3-3
IPB107-F-16-5-1
IPB107-F-16E-1
IPB107-F-16E-6
IPB107-F-18-4-2
IPB113-F-1
IPB113-F-2-2
IPB115-F-3-2

29
89
81
68
47
96
100
73

IPB115-F-4-2-2
IPB115-F-6-1
IPB115-F-11
IPB115-F-16-2
IPB116-F-1-1-2
IPB116-F-3-1
IPB116-F-3-2
IPB116-F-4-9-3
IPB116-F-24-2

90
50
33
52
97
20
59
83
47

Pare Bau x
Fatmawati
Fatmawati x
Lambau

Fatmawati x Pinjan

Keterangan : TK = Tingkat ketahanan

Tetua

Fatmawati x Pulu
Mandoti
(Fatmawati x
IPB6-d-10s-1-1-1)
x Sintanur

Sintanur x
Lambau

Galur
IPB116-F-42-2-1

TK (%)
47

IPB116-F-44-1
IPB116-F-46-1
IPB116-F-46-2
IPB116-F-46-2-PG
IPB116-F-50-1
IPB117-F-7-2

88
50
53
59
27
100

IPB117-F-17-4
IPB140-F-1-1

90
97

IPB140-F-2-1
IPB140-F-3
IPB140-F-4
IPB140-F-5
IPB140-F-6
IPB140-F-7
IPB149-F-1
IPB149-F-1-1

100
64
23
97
33
36
97
85

IPB149-F-2
IPB149-F-3
IPB149-F-4
IPB149-F-5
IPB149-F-7
IPB149-F-8
Martapura
Margasari

93
96
100
93
97
100
58
68

5

Bercak

a

c

1 cm

0.5 cm

1 cm

Bercak

d

b
1 cm

0.5 cm

1 cm

1 cm

1 cm

Gambar 3 Munculnya bercak pada 0 dan 7 hari setelah infeksi. (a) Kontrol tanaman peka (Kencana
Bali); (b) Kontrol tanaman tahan (Asahan); (c) Galur tahan (IPB149-F-8); (d) Galur
kurang tahan / tingkat ketahanannya 97% (IPB140-F-1-1).
Tanaman yang tingkat ketahanannya
>90% dilakukan pembuktian pada penapisan
II dan didapatkan 11 galur yang persentase
ketahanan 100% (Tabel 3). Akan tetapi
hanya tujuh galur yang persentasenya 100%
dari hasil penapisan I dan penapisan II.
Selain itu, ada beberapa galur hasil uji
inokulum pada penapisan I dan penapisan II
yang persentase ketahanannya menurun.
Contohnya galur IPB140-F-1-1, penapisan I
tingkat ketahanannya mencapai 97%
sedangkan pada penapisan II menjadi 65%.

Identifikasi Fragmen Gen Pi-ta
Hasil uji keberadaan gen ketahanan
Pi-ta dengan menggunakan primer ekson1
dan ekson2 pada galur padi yang tahan
menunjukkan
semua
tanaman
yang
diamplifikasi memunculkan pita. Kontrol
tanaman peka (Kencana Bali) memunculkan
pita juga. Air sebagai kontrol negatif PCR
untuk membuktikan bahwa air yang
digunakan tidak mengandung DNA (Gambar
4).

Tabel 3 Hasil penapisan II dari18 galur padi yang tahan
No
1
2
3
4
5
6

Nama Galur
IPB107-F-5-1
IPB107-F-7-3
IPB113-F-2-2
IPB117-F-7-2
IPB140-F-1-1
IPB140-2-1

TK (%)
100
100
100
100
65
100

No
7
8
9
10
11
12

Nama Galur
IPB149-4
IPB149-8
IPB113-1
IPB115-4-2-2
IPB117-17-4
IPB140-5

TK (%)
100
100
100
100
80
95

No
13
14
15
16
17
18

Nama Galur
IPB149-1
IPB149-2
IPB149-3
IPB149-5
IPB149-7
IPB116-1-1-2

TK (%)
100
95
95
95
100
89

Keterangan : TK = Tingkat ketahanan

.

Gambar 4 Hasil amplifikasi fragmen gen Pi-ta. 1) ekson1 (418 bp) dan 2) ekson2 (448 bp); M :1
kb; A: Asahan; KB: Kencana Bali, 1 : IPB107-F-5-1; 2 : IPB107-F-7-3; 3 : IPB113-F2-2; 4 : IPB117-F-7-2; 5: IPB140-F-1-1; 6 : IPB140-F-2-1; 7 : IPB149-F-4; 8 :
IPB149-F-8; 9 : IPB113-F-1; 10 : IPB115-F-4-2-2; 11 : IPB117-F-17-4; 12 : IPB140-F5; 13 : IPB149-F-1; 14 : IPB149-F-2; 15 : IPB149-F-3; 16 : IPB149-F-5; 17: IPB149F-7; 18:IPB116-F-1-1-2; 19:IPB140-F-4 (Sensitif): 20: IPB107-F-8-3-3(Sensitif); Ni:
NipponBare; (-) : air.

6

PEMBAHASAN
Cendawan
Pyricularia
oryzae
merupakan
kelompok
cendawan
Ascomycota. Reproduksi seksual cendawan
tersebut tidak ditemukan di alam hanya ada
di laboratorium yakni Magnaporthe grisea
(Hebert) Harr (Agrios 1997). Konidium
Pyricularia oryzae mempunyai panjang
kurang lebih 19-27 x 8-10 μm. Keragaman
haplotip P. oryzae antara lain dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban, baik pada lokasi yang sama
maupun berbeda (Reflinur et al. 2005). Ou
(1985) mengungkapkan bahwa munculnya
gejala blas pada permukaan daun padi terjadi
karena tiga faktor yaitu daya menginfeksi
patogen yang cukup kuat, kerentanan
tanaman dan faktor lingkungan terutama
suhu dan kelembaban yang mendukung
perkembangan penyakit. Suhu inkubasi
gelap yang digunakan dalam penelitian ini
berkisar antara 25-270C dengan kelembaban
70-90%. Kondisi tersebut sesuai dengan
pertumbuhan cendawan Pyricularia oryzae.
Bercak blas pada daun padi muncul di hari
ketiga dan keempat setelah infeksi. Hal ini
sesuai dengan Ou (1985) bahwa periode
laten di daerah tropis sekitar empat sampai
lima hari.
Hasil uji inokulum dengan metode
injeksi menunjukkan terdapat 18 galur yang
persentase ketahanannya lebih dari 90%.
Lingkungan
dapat
mempengaruhi
ketersediaan inokulum, tingkat pertumbuhan
patogen, daya tahan hidup patogen,
kerentanan genetik inang, serta arah dan
jarak penyebaran patogen (Agrios 1997).
Contohnya galur IPB140-F-1-1 pada
penapisan pertama menunjukkan persentase
ketahanan 97%, sedangkan pada penapisan
II terjadi penurunan menjadi 65%. Pada
penapisan II sebanyak 7 tanaman dari 20
tanaman galur IPB140-F-1-1 terinfeksi
gejala blas yang menunjukkan respon
moderat rentan sampai rentan dari dua
ulangan,
sedangkan
Kencana
Bali
menunjukkan respon rentan.
Penanggulangan
penyakit
blas
dengan cara penggunaan varietas unggul
tahan blas hanya bertahan 2-3 minggu
musim tanam. Hal tersebut disebabkan
karena patogen blas mempunyai banyak ras
dan apabila terjadi perubahan pada populasi
tanaman atau sifat ketahanan dari tanaman
maka ras-ras tersebut akan berubah dengan
cepat (Ou 1985). Selain itu menurut Dean
RA et al. (2005) CFEM-GPCR (conserved

fungal-specific extracellular membranespanning domain - G-protein-coupled
receptors) berfungsi untuk meregulasi
pembentukan apresorium. Hal ini membuat
cendawan blas sangat fleksibel untuk
merespon sinyal ekstraseluler dibandingkan
dengan
cendawan
saprob
lainnya.
Keragaman varietas lokal merupakan faktor
penting yang menyebabkan pertanaman
varietas padi lokal tidak pernah terserang
berat oleh patogen penyebab penyakit blas
(Santoso et al. 2007). Menurut Utami et al.
(2005) sifat ketahanan terhadap ras 173
diperankan oleh aksi gen aditif dengan
pengaruh interaksi non-allelik, yaitu
dominan x dominan. Ras 173 mempunyai
virulensi yang tinggi tapi memiliki
kemampuan menginfeksi jenis inang yang
sempit.
Margasari dan Martapura juga
merupakan salah satu varietas unggul
nasional yang mempunyai ketahanan
terhadap penyakit blas leher (Deptan 2008).
Akan tetapi setelah diinfeksi dengan metode
injeksi (Listyowati et al. 2011), varietas ini
mempunyai tingkat ketahanan terhadap blas
daun hanya 68% dan 58%. Menurut Tanabe
et al. (2006) bahwa metode injeksi lebih
baik dilakukan daripada metode semprot.
Hal ini dikarenakan bercak yang muncul
akibat
peranan gen ketahanan dan
lingkungan saja serta dapat meminimalisir
faktor yang lain.
Interaksi antara tanaman dan patogen
berdasarkan konsep gene for gene (Flor
1971). Konsep tersebut menghasilkan dua
interaksi
yaitu
kompatibel
dan
inkompatibel. Interaksi inkompatibel adalah
interaksi antara tanaman inang resisten
dengan patogen yang avirulen. Sedangkan
interaksi kompatibel terjadi antara tanaman
rentan dan patogen yang virulen.
Ketidaksesuaian genetik antara tanaman
inang dengan patogen akan menyebabkan
pengenalan patogen tidak spesifik oleh
tanaman inang (Kurnianingsih 2008).
Ketidaksesuaian ini disebabkan oleh
interaksi antara produk gen resistensi (R
gene) pada tanaman dengan produk gen
avirulen (Avr gene) pada patogen. Jika
tanaman tersebut mempunyai gen ketahanan
yang sangat kuat akan mengaktifkan signal
transduksi dan menimbulkan respon
hipersensitif (sangat tahan) (Agrios 1997).
Contohnya sebanyak 7 galur yang diperoleh
dari hasil penapisan I dan penapisan II
dengan persentasenya 100% yaitu IPB107F-5-1,
IPB107-F-7-3,
IPB113-F-2-2,

7

IPB117-F-7-2, IPB140-F-2-1, IPB149-F-4,
dan IPB149-F-8. Pengamatan morfologi
dilakukan untuk melihat karakteristik galur
padi yang tahan seperti umur bunga, umur
panen dan bobot 1000 butir padi. Galur
IPB149-F-7 memilki bobot 1000 butir yang
paling berat diantara yang lain. Sedangkan
galur IPB116-F-1-1-2 memiliki umur bunga
yang paling cepat. (Lampiran 3 dan 4). Padi
yang digunakan termasuk padi gogo dan
padi rawa (Lampiran 5).
Identifikasi gen Pi-ta pada semua
tanaman yang tahan memunculkan pita
bahkan kontrol positif bercak (Kencana
Bali). Hal ini tidak sesuai dengan percobaan
Santoso (2005) bahwa Kencana Bali tidak
muncul pita (tidak mempunyai gen
ketahanan Pi-ta). Menurut Bustamam et al.
(2004) diduga Kencana Bali mempunyai
ketahanan terhadap penyakit blas namun
isolat blas yang tidak kompatibel (avirulen)
untuk varietas ini belum diketahui. Selain itu
primer Santoso (2005) forward menempel
pada urutan basa ke-6257–6276 dan reverse
6640–6660 dengan produk PCR 404 bp.
Primer ekson2 forward menempel pada
urutan basa ke-6089-6108 dan reverse 65176536.

Gambar 5 Perbedaan penempelan primer
antara primer Santoso (2005)
dan ekson2.
Hal ini menunjukkan semua primer
berada di ekson2 akan tetapi primer Santoso
(2005) terletak pada daerah bagian belakang
sedangkan primer ekson2 yang digunakan
dalam penelitian ini tempat menempelnya
tidak sama yakni berada dibagian depan
sehingga hasil yang ditunjukkan berbeda.
Hal ini juga diduga pada varietas Kencana
Bali mengalami delesi sehingga pada bagian
ekson 2 yang dilakukan oleh Santoso (2005)
tidak teramplifikasi.

SIMPULAN
Galur hasil penapisan I dan II yang
mempunyai ketahanan 100% ada 7 galur
yaitu IPB107-F-5-1, IPB107-F-7-3, IPB113F-2-2,
IPB117-F-7-2,
IPB140-F-2-1,
IPB149-F-4, dan IPB149-F-8. Semua galur
yang tahan memunculkan pita di daerah
ekson 1 dan ekson 2 bahkan tanaman rentan
(Kencana Bali). Hal ini diduga bahwa pada
varietas Kencana Bali mengalami delesi
dibagian belakang ekson2 sehingga pada
Santoso (2005) tidak teramplifikasi.
SARAN
Dilakukan
penelitian
dibagian
belakang ekson2 untuk memastikan benar
atau tidaknya terdapat delesi basa.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. United
States of America : Elsevier Academic
Pr. hlm. 198-235.
Amir M, Nasution A, Santoso, Courtois B.
2001. Pathogenecity of four blast races
isolated from IR64. Di Dalam Kardin
MK, Prasadja I, Syam M. Editor.
Upland Rice Research in Indonesia :
Current Status and Future Direction.
CRIFC-IRRI. Bogor : Central Research
Institute for food Crops. hlm. 47-54.
Amir M, Kardin MK. 1991. Pengendalian
penyakit jamur. Di Dalam Soenarjo,
Damardjati EDS, dan Syam M. Editor.
Padi. Jilid 3. Bogor : Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman Pangan. hlm. 825-844.
Ballini E, Morel JB, Droc G, Price A,
Coutois B, Notteghem JL, Tharreau D.
2008. A genomic wide meta-analysis
of rice blast resistance gene and
quantitative trait loci provides new
insight into partial and complete
resistance. Mol Plant-Microbe Interact
21 : 859 – 868.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010.
Informasi data luas panen, produksi
tanaman padi seluruh provinsi. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
Bustamam M, Reflinur, Agisimanto D,
Suyono. 2004. Variasi genetik padi
tahan blas berdasarkan sidik jari DNA
dengan markah gen analog resisten. J
Biotek Pertan 9:56-61.

7

IPB117-F-7-2, IPB140-F-2-1, IPB149-F-4,
dan IPB149-F-8. Pengamatan morfologi
dilakukan untuk melihat karakteristik galur
padi yang tahan seperti umur bunga, umur
panen dan bobot 1000 butir padi. Galur
IPB149-F-7 memilki bobot 1000 butir yang
paling berat diantara yang lain. Sedangkan
galur IPB116-F-1-1-2 memiliki umur bunga
yang paling cepat. (Lampiran 3 dan 4). Padi
yang digunakan termasuk padi gogo dan
padi rawa (Lampiran 5).
Identifikasi gen Pi-ta pada semua
tanaman yang tahan memunculkan pita
bahkan kontrol positif bercak (Kencana
Bali). Hal ini tidak sesuai dengan percobaan
Santoso (2005) bahwa Kencana Bali tidak
muncul pita (tidak mempunyai gen
ketahanan Pi-ta). Menurut Bustamam et al.
(2004) diduga Kencana Bali mempunyai
ketahanan terhadap penyakit blas namun
isolat blas yang tidak kompatibel (avirulen)
untuk varietas ini belum diketahui. Selain itu
primer Santoso (2005) forward menempel
pada urutan basa ke-6257–6276 dan reverse
6640–6660 dengan produk PCR 404 bp.
Primer ekson2 forward menempel pada
urutan basa ke-6089-6108 dan reverse 65176536.

Gambar 5 Perbedaan penempelan primer
antara primer Santoso (2005)
dan ekson2.
Hal ini menunjukkan semua primer
berada di ekson2 akan tetapi primer Santoso
(2005) terletak pada daerah bagian belakang
sedangkan primer ekson2 yang digunakan
dalam penelitian ini tempat menempelnya
tidak sama yakni berada dibagian depan
sehingga hasil yang ditunjukkan berbeda.
Hal ini juga diduga pada varietas Kencana
Bali mengalami delesi sehingga pada bagian
ekson 2 yang dilakukan oleh Santoso (2005)
tidak teramplifikasi.

SIMPULAN
Galur hasil penapisan I dan II yang
mempunyai ketahanan 100% ada 7 galur
yaitu IPB107-F-5-1, IPB107-F-7-3, IPB113F-2-2,
IPB117-F-7-2,
IPB140-F-2-1,
IPB149-F-4, dan IPB149-F-8. Semua galur
yang tahan memunculkan pita di daerah
ekson 1 dan ekson 2 bahkan tanaman rentan
(Kencana Bali). Hal ini diduga bahwa pada
varietas Kencana Bali mengalami delesi
dibagian belakang ekson2 sehingga pada
Santoso (2005) tidak teramplifikasi.
SARAN
Dilakukan
penelitian
dibagian
belakang ekson2 untuk memastikan benar
atau tidaknya terdapat delesi basa.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. United
States of America : Elsevier Academic
Pr. hlm. 198-235.
Amir M, Nasution A, Santoso, Courtois B.
2001. Pathogenecity of four blast races
isolated from IR64. Di Dalam Kardin
MK, Prasadja I, Syam M. Editor.
Upland Rice Research in Indonesia :
Current Status and Future Direction.
CRIFC-IRRI. Bogor : Central Research
Institute for food Crops. hlm. 47-54.
Amir M, Kardin MK. 1991. Pengendalian
penyakit jamur. Di Dalam Soenarjo,
Damardjati EDS, dan Syam M. Editor.
Padi. Jilid 3. Bogor : Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman Pangan. hlm. 825-844.
Ballini E, Morel JB, Droc G, Price A,
Coutois B, Notteghem JL, Tharreau D.
2008. A genomic wide meta-analysis
of rice blast resistance gene and
quantitative trait loci provides new
insight into partial and complete
resistance. Mol Plant-Microbe Interact
21 : 859 – 868.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010.
Informasi data luas panen, produksi
tanaman padi seluruh provinsi. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
Bustamam M, Reflinur, Agisimanto D,
Suyono. 2004. Variasi genetik padi
tahan blas berdasarkan sidik jari DNA
dengan markah gen analog resisten. J
Biotek Pertan 9:56-61.

8

Bryan GT, Wu KS, Farral L, Jia Y, Hershey
HP, McAdams SA, Faulk KN,
Donaldson GK, Tarchini R, Valent B.
2000. A single amino acid difference
distinguishes resistant and susceptible
alleles of the rice blast resistance gene
Pi-ta. The Plant Cell 12:2033-2045.
Dean RA, Talbot NJ, Ebbole DJ, Farman
ML, Mitchell TK, Orbach MJ, Thon
M, Kulkarni R, Xu JR, Pan H, Read
ND, Carbone I, Brown D, Yee oh Y,
Donofrio N, Jeong JS, Soanes DM,
Djonovic S, Kolomiets E, Rehmeyer C,
Li W, Harding M, Kim S, Lebrun MH,
Bohnert Heidi, Coughlan S, Butler J,
Calvo S, Ma LJ, Nicol R, Purcell S,
Nusbaum C, Galagan JE, Birren BW.
2005. The genome sequence of the rice
blast fungus Magnaporthe grisea. J
Nature 434 : 980 – 986.
[Deptan] Departemen Pertanian Nasional.
2008.
Deskripsi
Padi
Varietas
Fatmawati, Margasari, Martapura.
[terhubung
berkala]
http://www.pustaka-deptan.go.id
Dioh W,
Tharreau D, Notteghem JL,
Orbach M, Lebrun MH. 2000.
Mapping of avirulence genes in the rice
blast, Magnaporthe grisea, with RFLP
and RAPD markers. J Am Phytopaphol
Soc 13:217-227.
Flor HH. 1971. Current status of the genefor-gene
concept.
Annu
Rev
Phytophatol 9: 275-296.
Hayashi N, Kobayashi Naguya, Vera Cruz
Casiana M, and Yoshimichi Fukuta.
2006. Protocols for the sampling of
diseased specimen and evaluation of
blast disease in rice. JIRCAS 63:17- 33.
[IRRI] International Rice Research Institute.
1996. Standar evaluation system for
rice. 4th ed. Los Banos : IRRI
[terhubung
berkala]
http://www.knowledgebank.irri.org/ext
ension/index.php/crop-damagedisease/leaf-blast=bl.
Jia Y, Wang Z, Singh P.2002. Development
of dominant rice blast Pi-ta resistance
gene markers. Crop Sci 42:2145-2149.

Jia Y, Wang X, Contanzo S, and Lee S.
2009. Understanding the co-evolution
of the rice blast resistance gene Pi-ta
and Magnaporthe oryzae avirulence
gene AVR-Pita. Di Dalam Wang GL
and Valent B. Editor. Advances in
genetics, genomics and control of Rice
Blast Disease. New York : Springer
Science. hlm. 137 – 147.
Lee SH, Costanzo S, Jia Y, Olsen KM,
Caicedo AL. 2009. Evolutionary
dynamics of the genomic region around
the blast resistance gene Pi-ta in AA
genome Oryza species. Genetics 183 :
1315 – 1325.
Kurnianingsih R. 2008. Ekspresi gen PR1
dan PBZ1 yang terlibat dalam sistem
toleransi tanaman padi terhadap
penyakit blas (isolat 173) [tesis]. Bogor
: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Listiyowati S, Widyastuti U, Rahayu G,
Hartana A, Jusuf M. 2011. Diversity
of SCAR markers of Pyricularia grisea
isolated from Digitaria ciliaris
following cross infection to rice. J
Microbiol 5 : 1-8.
Masniawati
A.
2005.
Karakterisasi
molekuler dan analisis stabililitas sifat
aromatik plasma nutfah padi aromatik
Sulawesi selatan. [Laporan Penelitian].
Makassar : UNHAS.
McCough SR, Nelson RJ, Tohme J, Zeigler
RS. 1994. Mapping of blast resistance
genes in rice. Di Dalam Zeigler RS,
Leong SA, Teng PS. Editor. Rice Blast
Disease. Manilla : CAV InternationalIRRI. hlm. 167-186.
Mogi S, Suroto, Sugandhi Z, Baskoro SW.
1992. Keadaan studi penyakit padi di
Jatisari. Di Dalam Anonim. Laporan
Akhir Tulisan Ilmiah Penyakit Blas
Kerjasama Teknis Indonesia-Jepang.
Direktorat
Bina
Perlindungan
Tanaman. Direktorat Jenderal Bina
Perlindungan Pangan .hlm. 1-28.
Navqi NI, Chatto BB. 1996. Development of
sequence
characterized
amplified
region (SCAR) based indirect selection
method for a dominant blast resistance
gene in rice. Genome 39:26-30.
Ono E, Wong HL, Kawasaki T, Hasegawa
M, Kodama O, Shimanoto K. 2001.
Essential role of the small GTPase rac
in disease resistance of rice. Proc Natl
Acad Sci 98 : 759 – 764.

9

Orbach MJ, Farral L, Sweigard JA, Chumley
FG, Valent B. 2000. A telomeric
avirulence gene determines efficacy for
the rice blast resistance gene Pi-ta. The
Plant Cell 12:2019-2032.
Ou SH. 1985. Rice Disease. 2nd ed. England
: Cambrian News (Aberystwyth) Ltd.
Reflinur, Bustamam M, Widyastuti U,
Aswidinnoor H. 2005. Keragaman
genetik cendawan Pyricularia oryzae
berdasarkan primer spesifik gen
virulensi. J Biotek Pertan 10 : 55-60.
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989.
Molecular cloning : A laboratory
manual.
Cold
Spring
Harbor
Laboratory Press.
Santoso. 2005. Analisis ketahanan 28
genotipe padi terhadap penyakit blas
daun dan hubungannya dengan
keberadaan gen Pib dan Pita [tesis].
Bogor : Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Santoso, Nasution A, Toha HM, dan
Suwarno. 2007. Diversifikasi kultivar
padi untuk pengendalian penyakit blas.
Di Dalam : Anonim. Apresiasi Hasil
Penelitian Padi. Bogor: Badan
Penelitian Padi Muara. hlm. 517-525.
Scardaci SC, Webster RK, Greer CA, Hill
JE, Williams JG, Mutters RG, Brandon
DM, McKenzie KS, Oster JJ. 1997.
Rice blast: a new disease in California.
Davis : Department of Agronomy and
Range Science University of California.

Soemartono, Bahrinsamand, Hardjono.
1984. Bercocok Tanam Padi. Ed. Ke10. Jakarta : Yasaguna. hlm.163-166.
Suwarno, Erwina L, Soenarjo E. 2001.
Breeding of upland rice in Indonesia Di
Dalam : Anonim. Upland Rice Research
in Indonesia. Los Banos :IRRI. hlm. 128.
Tanabe S, Okada M, Jikumaru Y, Yamane
H, Kaku H, Shibuya N, Minami E.
2006. Introduction of resistance againts
rice blast fungus in rice plant treated
with
a
potent
eliciator,
Nalicetylchitoolighosaccaride
Biosci
Biotechnol Biochem 70 :1599 -1605.
Utami Dw, Moeljopawiro S, Aswidinnoor
H, Setiawan A, Hanarida I. 2005. Gen
pengendali sifat ketahanan penyakit blas
(Pyricularia grisea Sacc.) pada spesies
padi liar Oryza rufipogon Griff. dan
padi budi daya IR64. J AgroBiogen 1:16.
Utami DW. 2000. Evaluasi sifat ketahanan
terhadap tiga ras uji penyakit blas
(Pyricularia grisea) pada spesies padi
liar Oryza rufipogon dan populasi
tanaman BC2F3 turunannya [tesis].
Bogor : Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Wang GL, Mackill DJ, Bonman JM,
McCouch SR , Champoux MC, Nelson
RJ. 1994. RFLP mapping of gene
conferring complete and partial
resistance to blast in a durable
resistance rice cultivar. Genetics
136:1421-1434.

UJI KETAHANAN 51 GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT BLAS
(Pyricularia oryzae) RAS 173

INDAH KHAYATI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
INDAH KHAYATI. Uji Ketahanan 51 Galur Padi terhadap Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) ras
173. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan HAJRIAL ASWIDINNOOR.
Padi hasil persilangan program pemuliaan padi Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB sebanyak 51 galur telah berhasil diuji dengan menggunakan metode injeksi. Pengujian
tanaman dilakukan dengan dua kali penapisan, penapisan I sebanyak tiga ulangan dan penapisan II
sebanyak dua ulangan. Penapisan I dimulai dengan memproduksi spora Pyricularia oryzae di
media oatmeal agar kemudian dicuci dengan akuades steril setelah diinkubasi selama 10 hari.
Penyinaran n-UV dilakukan untuk menginduksi spora sehingga spora dapat dipanen. Suspensi
spora dengan konsentrasi 105 – 106 spora/ml diinjeksi pada daun tanaman padi yang berumur 20
hari (± 4-5 daun). Penapisan II dilakukan untuk menguji 18 galur padi hasil penapisan I dengan
tingkat ketahanan >90%. Sebanyak 7 galur diperoleh dari hasil penapisan I dan penapisan II
dengan tingkat ketahanan 100% yaitu IPB107-F-5-1, IPB107-F-7-3, IPB113-F-2-2, IPB117-F-7-2,
IPB140-F-2-1, IPB149-F-4, dan IPB149-F-8. Identifikasi gen ketahanan Pi-ta dilakukan dengan
Polymerase chain reaction (PCR) menggunakan 2 pasang primer yaitu primer ekson1 yang
mengamplifikasi daerah ekson 1 dan primer ekson2 yang mengamplifikasi daerah ekson 2 pada
gen ketahanan Pi-ta. Hasil identifikasi didapatkan bahwa semua galur yang tahan mempunyai gen
Pi-ta, termasuk kontrol peka (Kencana Bali). Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa Kencana Bali tidak memiliki gen ketahanan Pi-ta. Hal
tersebut diduga bahwa varietas Kencana Bali mengalami delesi pada bagian belakang ekson2.
Kata kunci : galur padi, penyakit blas (Pyricularia oryzae), gen Pi-ta

ABSTRACT
INDAH KHAYATI. Blast Resistance Test On 51 Rice Strains Against Blast Disease (Pyricularia
oryzae) race 173. Supervised by UTUT WIDYASTUTI and HAJRIAL ASWIDINNOOR.
As many as 51 strains rice hybrid from breeding program in Department of Agronomy
and Horticulture, IPB had been already blast resistance tested by using injection method. The test
rice plant with twice screening that first screening with three replicates and second screening as
two replicates. First screening was begin with spore production of Pyricularia oryzae in oatmeal
agar media washed once with sterile distilled water after 10 days incubation and harvested after nUV radiation for 4 - 5 days to induce sporulation. Inoculations with Pyricularia oryzae were
performed 20 days after sowing (have 4-5 leaves) by injection with spore suspension 105-106
spore/ml. The second screening must be done for tested 18 strain rice result from first screening
with level resistance more than 90%. Seven strain resulted from first screening and second
screening resistance level 100% are as follows: IPB107-F-5-1, IPB107-F-7-3, IPB113-F-2-2,
IPB117-F-7-2, IPB140-F-2-1, IPB149-F-4, and IPB149-F-8. Identification of Pi-ta gene was
carried out by Polymerase chain reaction (PCR) using two primer sets which amplified exon 1 and
exon 2 region of the Pi-ta resistance gene. The result obtained in this identification shown that
major blast resistance genes Pi-ta were detected in all of the strain from second screening, even the
susceptible control plants (Kencana Bali). This results were different with the previous result
shown Kencana Bali does not have Pi-ta resistance gene. This finding indicates that Pi-ta
resistance gene has been lost from Kencana Bali due to deletion at the end terminal of exon2.
Keyword : Strain rice, blast disease (Pyricularia oryzae), Pi-ta gene

UJI KETAHANAN 51 GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT BLAS
(Pyricularia oryzae) RAS 173

INDAH KHAYATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul

:

Nama
NIM

Uji Ketahanan 51 Galur Padi terhadap Penyakit Blast (Pyricularia
oryzae) Ras 173
: Indah Khayati
: G34060868

Disetujui,

Pembimbing 1

Pembimbing II

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor M.Sc

NIP. 19640517 198909 2007

NIP. 19590929 198303 1008

Diketahui,
Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 002

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 27 Maret 1987 sebagai anak kedua dari dua
bersaudara pasangan Bapak Yumni dan Ibu Juariyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di
SD N IV Mundu pada tahun 2000. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP
N 1 Karangampel