Evaluasi Sistem Traceability pada Produksi Chewy Candy di PT Sweet Candy Indonesia Menggunakan FMECA (Failure Mode Effects and Criticality Analysis)

EVALUASI SISTEM TRACEABILITY PADA PRODUKSI CHEWY
CANDY DI PT SWEET CANDY INDONESIA MENGGUNAKAN
FMECA (FAILURE MODE EFFECTS AND CRITICALITY ANALYSIS)

FITRIA RIZKYKA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Sistem Traceability
pada Produksi Chewy Candy di PT Sweet Candy Indonesia Menggunakan FMECA
(Failure Mode Effects and Criticality Analysis) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Fitria Rizkyka
NIM F24080037

ABSTRAK
FITRIA RIZKYKA. Evaluasi Sistem Traceability pada Produksi Chewy Candy di PT Sweet
Candy Indonesia Menggunakan FMECA (Failure Mode Effects and Criticality Analysis).
Dibimbing oleh TIEN R. MUCHTADI dan ARI PARWONO.
Tingkat efektivitas dan efisiensi yang rendah pada sistem traceability suatu industri
akan mengakibatkan lemahnya manajemen penjaminan kualitas produk. Oleh karena itu,
evaluasi terhadap sistem traceability penting dilakukan dengan menggunakan metode
FMECA (Failure Mode Effects and Criticality Analysis) dan pelaksanaan beberapa mock
recall. Berdasarkan hasil analisis FMECA, kesalahan berupa tidak dilakukannya dokumentasi
no.batch BTP oleh pihak flavor room dan produksi; tidak adanya perhitungan kuantitas
permen pada tahapan cut and wrap, rusak atau hilangnya formulir checklist intermediate
(pada bagian transwrap); dan tidak dilakukannya dokumentasi kuantitas scrap permen secara

terpisah oleh pihak incinerator termasuk dalam area unacceptable dan memiliki prioritas
lebih utama dalam tindakan koreksi dibanding kesalahan dalam dokumentasi varian permen
dan no. batch pada tahapan pulling dan cut and wrap; rusak atau hilangnya formulir nondocument pulling dan formulir checklist intermediate (pada bagian copacking) yang termasuk
dalam area undesirable. Melalui pelaksanaan mock recall diketahui pula bahwa rataan total
kebutuhan waktu telusur di PT Sweet Candy Indonesia ialah sebesar 310 menit dengan
dominasi waktu pada bagian produksi sebesar 168,5 menit. Perolehan data tersebut
menunjukan bahwa tingkat efektifitas dan efisiensi sistem traceability perusahaan masih
tergolong rendah dengan terlewatinya batas standar maksimal pelaksanaan mock recall
sebesar 240 menit. Sebagai upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi sistem traceability di
PT Sweet Candy Indonesia, penerapan sistem kanban pada bagian produksi dapat dijadikan
solusi terbaik dalam pemberian tindakan koreksi.
Kata kunci: FMECA, penjaminan kualitas, sistem kanban, traceability

ABSTRACT
FITRIA RIZKYKA. Evaluation of Traceability System Using FMECA (Failure Mode Effects
and Criticality Analysis) for Chewy Candy Production at PT Sweet Candy Indonesia.
Supervised by TIEN R. MUCHTADI and ARI PARWONO.
The low level of effectiveness and efficiency in traceability system implemented by an
industry will conduce bad management of product quality assurance. Therefore, traceability
system is necessary to be evaluated using FMECA (Failure Mode Effects and Criticality

Analysis) method and arrangement of several mock recalls. Base on FMECA analysis, errors
like no documentation of BTP batch number by the flavor room and production; no candy
calculation in cut and wrap; damage or disappearance of checklist intermediate form (in
transwrap); and no documentation of scrap separately by the incinerator are categorized in
unacceptable area which have prefered priority in corrective action compared with errors of
candy’s variety and batch number documentation in pulling to cut and wrap; damage or
disappearance of non-document pulling form and checklist intermediate form (in copacking)
that are categorized in undesirable area. The result of mock recall also show that the total
average time consumption at PT Sweet Candy Indonesia is 310 minutes with 168,5 minutes
dominated by production. Refer to those result, the effectiveness and efficiency level of
traceability system at PT Sweet Candy Indonesia is still low which the maximum limit of 240
minutes as the operational standard is surpassed. In order to elevate the effectiveness and
efficiency of traceability system at PT Sweet Candy Indonesia, implementation of kanban
system in production can be the best solution in corrective action.
Keywords: FMECA, kanban system, traceability, quality assurance

EVALUASI SISTEM TRACEABILITY PADA PRODUKSI CHEWY
CANDY DI PT SWEET CANDY INDONESIA MENGGUNAKAN
FMECA (FAILURE MODE EFFECTS AND CRITICALITY ANALYSIS)


FITRIA RIZKYKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Disetujui oleh

Ir Sutrisno Koswara, MSi
Penguji Tamu

Judul Skripsi : Evaluasi Sistem Traceability pada Produksi Chewy Candy di PT

Sweet Candy Indonesia Menggunakan FMECA (Failure Mode
Effects and Criticality Analysis)
Nama
: Fitria Rizkyka
NIM
: F24080037

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Ari Parwono, STP

Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan segala
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan praktik kerja
magang selama empat bulan dan menyelesaikan penyusunan skripsi
berjudul Evaluasi Sistem Traceability pada Produksi Chewy Candy di PT Sweet
Candy Indonesia Menggunakan FMECA (Failure Mode Effects and Criticality
Analysis). Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta: Papa, Mama, Adik Lazyo, Alm. Nenek Halma, dan Om
Yendri atas segala dukungan serta doa yang selalu diberikan.
2. Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS selaku pembimbing akademik atas saran dan
perhatian yang telah diberikan selama penulis menjalani masa perkuliahan.
3. Ari Parwono, STP selaku pembimbing lapang atas saran dan bimbingan yang
telah diberikan selama penulis melaksanankan kegiatan magang.
4. Ir Sutrisno Koswara, MSi selaku penguji tamu atas saran dan semangat yang
telah diberikan selama penulis menyelesaikan tugas akhir.
5. Gursida Arjadisastra, STP; Suprianto Edy Satrio, STP; Harry Masruri, STP;
Sukapdi Rizki, STP dan rekan-rekan lainnya di PT Perfetti Van Melle
Indonesia atas saran dan bimbingan kepada penulis selama kegiatan magang

berlangsung.
6. Yuni, Kak Sarah, Kak Dewi, Lae, Ika, Kak Nidya, Kak Vitria, Kak Ino, Kak
Tika, Kak Ratna, Sarah, Muti, Ningrum, Rivi, Kak Okky, Diska, Kak Yoan,
Bellen, Lia, Tia, Ai, Fiqa, Ririn, dan teman-teman lainnya yang selalu
membuat suasana ceria di Pondok Putri Rahmah.
7. Rekan-rekan terbaik Nengsih, Hesty, Efratia, Harum, Khoirunnisa, Nisa, Tata,
Intan, Iin, Riah, Elva, Yani, Lathifah, Filda, Hafiz, Doddy, Dias, Mizu, Ardy,
Raki, Irene, Yanda, Taufan, Ical, Adela, Caca, Desi, Putri serta teman-teman
lainnya.
8. Keluarga besar HIMITEPA, Young On TOP-IPB, Century IPB, dan Emulsi.
9. Seluruh staf pengajar dan pendukung kegiatan belajar penulis. Terima kasih
atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2013

Fitria Rizkyka

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
TUJUAN DAN MANFAAT
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
SEJARAH PERUSAHAAN
VISI DAN MISI PERUSAHAAN
LOKASI PERUSAHAAN
STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
STANDAR KUALITAS YANG DIIMPLEMENTASI PERUSAHAAN
TINJAUAN PUSTAKA
KUALITAS
CHEWY CANDY
TRACEABILITY
METODE FMECA
METODOLOGI
WAKTU DAN TEMPAT
METODE PELAKSANAAN
HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES PRODUKSI CHEWY CANDY
ANALISIS SISTEM TRACEABILITY DENGAN METODE FMECA
TINDAKAN KOREKSI PADA SISTEM TRACEABILITY
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
2
2
2
3
4

4
7
8
8
10
16
18
20
20
20
24
24
31
40
44
44
44
45
47
59


DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi tipe permen berdasarkan bentuk fisik gula
Tabel 2 Tingkat kepelikan (severity classification)
Tabel 3 Peluang terjadinya kegagalan (probability of occurence)
Tabel 4 Kemampuan mendeteksi terjadinya kegagalan (failure detectability)
Tabel 5 Perhitungan waktu mock recall produk chewy candy di PT Sweet
Candy Indonesia
Tabel 6 Hasil analisis FMECA (Failure Mode Effects and Criticality
Analysis) oleh kedua pakar perusahaan
Tabel 7 Tindakan koreksi pada sistem traceability PT Sweet Candy
Indonesia

10
23
23
23
32
35
41

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Dragee
Gambar 2 Fondant
Gambar 3 Fudge
Gambar 4 Nougats
Gambar 5 Marshmallows
Gambar 6 Praline
Gambar 7 Tablets
Gambar 8 Marzipan
Gambar 9 Hard Candy
Gambar 10 Brittle
Gambar 11 Caramel
Gambar 12 Toffee
Gambar 13 Licorice
Gambar 14 Jellies
Gambar 15 Gums (Chewy candy)
Gambar 16 Matriks kritikal analisis FMECA
Gambar 17 Sampel worksheet analisis FMECA
Gambar 18 Kisaran nilai RPN pada masing-masing titik kritis sistem
traceability
Gambar 19 Hasil analisis CA pada matriks kritikal

11
11
11
12
12
12
13
13
13
14
14
14
14
15
15
22
22
34
38

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur organisasi PT Sweet Candy Indonesia
Lampiran 2 Alur sistem traceability pada proses produksi chewy candy di
PT Sweet Candy Indonesia
Lampiran 3 Diagram proses pembuatan chewy candy
Lampiran 4 Hasil analisis FMEA
Lampiran 5 Hasil analisis FMECA oleh pakar I
Lampiran 6 Hasil analisis FMECA oleh pakar II
Lampiran 7 Kartu kanban tahapan pulling hingga transwrap

47
48
49
50
53
55
58

1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kualitas merupakan suatu aspek penting yang menjadi perhatian setiap
industri dalam mempertahankan eksistensi ditengah ketatnya persaingan pasar.
Hal ini didasari oleh peranan kualitas sebagai salah satu faktor utama bagi
konsumen dalam menentukan pilihan. Kualitas juga berfungsi sebagai ciri
pembeda antara suatu produk terhadap produk lainnya. Oleh karena itu, berbagai
industri semakin giat meningkatkan konsistensi kualitas produk agar sesuai
dengan tuntutan konsumen. Dengan adanya konsistensi kualitas tersebut maka
diharapkan tingkat penjualan produk dapat meningkat seiring dengan
bertambahnya tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk.
Kini industri juga semakin memperhatikan urgensi penerapan standar
kualitas sebagai bentuk kepedulian yang tinggi terhadap aspek kualitas. Berbagai
macam standar ISO (International Organization for Standardization) pun tersedia
untuk tujuan tertentu. ISO menyediakan serangkaian standar internasional yang
berhubungan dengan sistem kualitas untuk dipergunakan pada tujuan kualitas
eksternal. Sebagai pertimbangan penting lain, ISO juga diharapkan dapat
menyediakan informasi bagi organisasi tentang bagaimana cara mendesain sistem
kualitas mereka terhadap kebutuhan target pasar masing-masing industri
(Aggelogiannopoulos et al. 2007).
Salah satu standar yang umum diterapkan oleh banyak industri pangan yaitu
ISO 22000:2005 (tentang sistem manajemen keamanan pangan). Standar ini
memiliki fokus utama pada manajemen keamanan pangan yang didalamnya
mengandung gabungan unsur penerapan metode HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point) dan ISO 9001:2008 (tentang sistem manajemen kualitas).
HACCP merupakan suatu metode yang umum diterapkan oleh industri dalam
upaya mengurangi resiko bahaya pada sistem sedangkan ISO 9001:2008
merupakan standar yang berisi penjelasan mengenai penerapan sistem manajemen
kualitas dalam suatu organisasi. Dengan dilakukannya penerapan ISO 22000:2005,
suatu industri dapat melakukan peningkatan kualitas yang berkesinambungan dan
turut menjamin keamanan produknya untuk dikonsumsi masyarakat.
Dalam perkembangan sistem standar internasional, industri juga mulai
mengenal ISO 22005:2007 (tentang sistem penelusuran dalam rantai pangan dan
pakan) yang merupakan seri terbaru dari standar terdahulu yaitu ISO 22000:2005.
ISO 22005:2007 memiliki fokus utama mengenai sistem penelusuran produk
pangan dan rantai pangan yang umum dikenal dengan istilah traceability.
Traceability merupakan subsistem yang esensial dalam sistem manajemen
kualitas (Moe 1998). Sistem ini berperan sebagai ujung tombak dalam upaya
pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan bagi konsumen saat terdapat
temuan potensi yang dapat mengancam kualitas produk pangan. Kegagalan fungsi
dari sistem traceability pada suatu industri dapat berakibat fatal dan sangat
merugikan industri maupun konsumen sebagai korban. Industri menjadi
kehilangan reputasi atau kepercayaan dari konsumen yang tentunya akan
mengakibatkan penurunan tingkat penjualan dan memungkinkan berakhirnya
aktivitas industri yang bermasalah tersebut. Selain itu kerugian materi juga akan

2
dialami oleh konsumen yang menjadi korban. Oleh karena itu, dukungan sistem
traceability yang baik menjadi sangat penting agar industri dapat mengendalikan
kualitas secara optimal.
Pentingnya keberadaan sistem traceability dalam sebuah industri membuat
sistem ini harus dipastikan berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengevaluasi aspek efektivitas dan efisiensi dari sistem tersebut. Melalui evaluasi,
sistem diharapkan dapat menelusuri informasi produk secara tepat sasaran dan
dalam waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum metode FMECA (Failure
Mode Effects and Criticality Analysis) digunakan dalam mengevaluasi tingkat
efisiensi dan efektivitas sistem traceability. Metode ini memungkinkan potensi
kegagalan pada sistem traceability dapat dikenali (Bertolini et al. 2006).
Selanjutnya hasil dari analisis menggunakan metode FMECA pun dapat dijadikan
sebagai acuan industri dalam mengambil tindakan koreksi terhadap penerapan
sistem traceability.

TUJUAN DAN MANFAAT
Kegiatan magang di PT Sweet Candy Indonesia ini bertujuan untuk
melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem traceability pada proses produksi
chewy candy. Evaluasi tersebut dilakukan melalui penentuan titik kritis yang
merupakan kelemahan sistem di sepanjang alur proses kerja sistem traceability.
Titik-titik kritis yang terdeteksi melalui metode FMECA (Failure Mode Effects
and Criticality Analysis) ini kemudian dijadikan dasar dalam pemberian tindakan
koreksi terhadap sistem. Adapun kegiatan ini dilakukan sebagai upaya
peningkatan efektifitas dan efisiensi sistem traceability di PT Sweet Candy
Indonesia. Dengan dilakukannya kegiatan magang pada perusahaan ini diharapkan
dapat dihasilkan suatu pengembangan sistem baru berupa sistem kanban yang
akan bermanfaat bagi PT Sweet Candy Indonesia.

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
SEJARAH PERUSAHAAN
PT Sweet Candy Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
industri candy confectionery dan berhasil menjadi pemain terbesar dalam pasar
kembang gula di Indonesia. Perusahaan ini berdiri dibawah naungan Sweet Candy
Group yang berpusat di Milan, Italia dan Breskens, Belanda. Hingga saat ini
Sweet Candy Group telah mengukir prestasi yang cukup besar dengan menempati
posisi sebagai perusahaan candy confectionery terbesar ketiga di dunia.
Perusahaan yang dibangun dengan sistem PMA (Penanaman Modal Asing) ini
tergolong dalam kelompok industri FMCG (Fast Moving Consumer Goods).
PT Sweet Candy Indonesia mulanya terbentuk dari dua perusahan yang
terpisah yaitu PT Sweet dan PT Candy. PT Sweet merupakan perusahaan milik
keluarga Sweet yang didirikan pada tahun 1946 dan berkantor pusat di pinggiran
kota Milan, Italia bernama Lainate sedangkan PT Candy didirikan oleh sebuah
keluarga Belanda pada tahun 1900 di kota Breda. Pada tahun 2001, PT Sweet

3
mengakuisisi PT Candy sehingga kedua perusahan tersebut bergabung menjadi
PT Sweet Candy.
Sedikit mengulas sejarah seputar perkembangan perusahaan ini, mulanya PT
Sweet di Italia mulai melakukan ekspansi secara bertahap untuk mendominasi
pangsa pasar kembang gula di Italia sedangkan PT Sweet menancapkan
benderannya di kawasan Asia dengan mulai membuka pabrik di China dan India
pada tahun 1994 serta Vietnam pada tahun 1997. Selanjutnya pada pertengahan
tahun 1997, PT Sweet juga turut mendirikan cabang perusahaan di Indonesia.
Sebelum terjadi proses penggabungan perusahaan, PT Sweet memiliki pusat
aktivitas produksi di Cikampek, sedangkan PT Candy berada di Cibinong, Bogor.
Kemudian setelah terjadinya pengabungan, aktivitas produksi dan kantor
operasional dipusatkan di Cibinong, Bogor dengan departemen sales and
marketing berdomisili di Gedung Graha Pratama, Jakarta.
Hingga saat ini Sweet Candy Group telah memiliki unit produksi dan unit
pemasaran di 130 negara meliputi USA, Kanada, Brazil, Meksiko, India, China,
Indonesia, Filipina, Vietnam, Banglades, Inggris, Ceko, Slovakia, Romania,
Polandia, Jerman, Prancis, Portugal, dan beberapa negara lainnya di Eropa. Sweet
Candy Group juga telah membangun unit kerja joint venture yang seluruhnya
bergerak di bidang kembang gula dan kembang gula karet.
Pabrik Sweet Candy di Indonesia merupakan pabrik Sweet Candy terbesar
kedua di dunia setelah Belanda dan merupakan pusat produksi untuk permintaan
dari berbagai negara muslim di dunia. Saat ini produk yang dihasilkan PT Sweet
Candy Indonesia berjumlah sembilan jenis produk. Sebagai leader dalam industri
confectionary di Indonesia, PT Sweet Candy Indonesia memiliki lima gudang
distribusi di seluruh Indonesia dan bekerja sama dengan lebih dari 175 distributor.

VISI DAN MISI PERUSAHAAN
Sebagai perusahaan yang terus berkembang, PT Sweet Candy Indonesia
memiliki visi dan misi untuk menunjang kinerja seluruh karyawannya. Berikut
merupakan visi dan misi yang dimiliki perusahaan, yaitu:
I.

VISI
Meningkatkan kepemimpininan di dunia dalam bidang confectionery atau
permen dengan menumbuhkan nilai bagi masyarakat melalui produk-produk yang
menyenangkan dan penuh daya khayal (imaginative).
II.
1.

2.

3.

MISI
Mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan produk-produk yang
berkualitas tinggi serta inovatif bagi konsumen melalui pengunaan sumber
daya secara efisien dan dalam suasana kemitraan dengan konsumen.
Menciptakan suatu tempat kerja yang memuaskan bagi karyawan,
berdasarkan kepercayaan, saling menghormati dan menghargai perbedaan
atau keanekaragaman
Memberikan nilai peran yang kita mainkan dalam komunitas kita, sebagai
organisasi yang tangggap secara sosial dan terhadap lingkungan.

4
4.

Menghasilkan nilai ekonomi melalui pertumbuhan serta keuntungan yang
tinggi.
LOKASI PERUSAHAAN

PT Sweet Candy Indonesia memiliki dua pabrik dan satu kantor khusus
untuk bidang Pemasaran, yaitu:
1.

Pabrik Cibinong (Pusat)
Lokasi: Jalan Raya Jakarta Bogor, Km 47,4 Cibinong, Bogor 16912,
Indonesia
Produk: Mentas, Goria, Tella, Aclair, Alpene, Comint, dan Marals

2.

Pabrik Cikampek
Lokasi: Kawasan Industri Kota Bukit Indah, Blok A II 20-21, Cikampek,
Purwakarta 41181, Indonesia
Produk: Bigbol, Smiledent

3.

Kantor Sales and Marketing
Lokasi: Gedung Graha Pratama, Lt. 20 Jalan MT Haryono Kav. 15, Jakarta
12810, Indonesia

STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
PT Sweet Candy Indonesia memiliki beberapa departemen untuk
mendukung aktivitas perusahaan. Adapun struktur organisasi perusahaan ini dapat
dilihat pada Lampiran 1. Berikut merupakan departemen yang terdapat di PT
Sweet Candy Indonesia, yaitu:
1.

Human Resource
Departemen human resource memiliki keterikatan erat dengan aspek tenaga
kerja di perusahaan. Departemen ini bertanggung jawab dalam menetapkan
strategi pengembangan sumber daya yang sesuai dengan budaya perusahaan.
Adapun tugas departemen ini meliputi pelaksanaan proses rekruitmen,
penempatan karyawan, pelatihan karyawan, pemberian upah kerja, hingga
penghentian hubungan kerja terhadap karyawan.

2.

FA (Finance Assistant) and ICT (Information and Communication
Technology)
Departemen operational memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan aspek
operasional perusahaan. Departemen ini pun terbagi dalam empat divisi
pendukung yaitu:
• IT (Information Technology)
Divisi IT memiliki tanggung jawab dalam mengelola seluruh sistem
teknologi informasi yang ada di perusahaan. Selain itu, divisi ini juga

5
bertugas dalam melakukan maintenance dan pengembangan sistem
jaringan komunikasi perusahaan.
• Accounting
Divisi ini bertanggung jawab untuk mengelola keuangan perusahaan
secara keseluruhan. Secara khusus, departemen ini bertugas dalam
pembuatan laporan data keuangan perusahan secara berkala. Selain itu,
divisi accounting juga turut menangani masalah pengurusan pajak
perusahaan terhadap pemerintah.
3.

Supply Chain
Departmen ini memiliki peran penting dalam mengatur rantai distribusi
bahan baku maupun barang jadi. Divisi ini juga memiliki hubungan
koordinasi yang kuat dengan departemen manufacturing sebab didukung
oleh cakupan kerja yang turut bersinergi dengan aktivitas produksi di pabrik.
Divisi supply chain memiliki tiga bagian pendukung yaitu:
• Purchasing
Divisi ini bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan bahan baku
maupun kebutuhan terkait aktivitas memproduksi produk secara
keseluruhan. Divisi ini bekerja dengan melakukan transaksi jual beli
dengan supplier tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
• PPIC (Product Planning and Inventory Control)
Divisi ini bertanggung jawab dalam mengatur rencana produksi
berdasarkan permintaan departemen marketing dan memastikan produk
siap didistribusikan kepada konsumen sesuai waktu target. Subivisi ini
juga bertugas melakukan pengontrolan maupun pemantauan terhadap
bahan persediaan. Bahan persediaan tersebut meliputi bahan baku, bahan
setengah jadi, dan barang jadi yang secara keseluruhan merupakan aset
dari perusahaan.
• RMWH (Raw Material Warehouse)
Divisi RMWH memiliki tanggung jawab dalam mengelola penyimpanan
bahan baku di gudang. Selain itu, subdivisi ini juga bertugas melakukan
transaksi serah terima bahan baku dengan supplier.
• FGWH (Finish Good Warehouse)
Divisi ini memiliki tanggung jawab dalam mengelola penyimpanan
barang jadi di gudang. Hampir serupa dengan subivisi RMWH, subdivisi
ini pun bertugas melakukan transaksi serah terima barang jadi dengan
distributor yang menjadi partner perusahaan.

4.

Sales and Marketing
Departemen sales and marketing memiliki tanggung jawab terhadap
keseluruhan aktivitas penjualan maupun pemasaran produk PT Sweet Candy
Indonesia. Departemen ini pun terbagi menjadi dua divisi pendukung yaitu:

6
• Sales
Divisi ini bertanggung jawab dalam mengatur proses penjualan produk
baik di dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, divisi ini
terbagi dalam dua bagian pendukung yaitu subdivisi ekspor dan impor.
Divisi ini pun memiliki koordinasi yang sangat kuat dengan divisi
marketing khususnya dalam upaya peningkatan penjualan produk
terhadap konsumen.
• Marketing
Divisi ini memiliki tanggung jawab untuk memasarkan produk dalam
upaya meningkatkan penjualan. Selain melakukan riset pasar secara
berkala, divisi ini juga selalu menciptakan berbagai inovasi kreatif dalam
menampilkan produk yang dapat menarik minat konsumen.
5.

Manufacturing
Departemen ini memiliki tanggung jawab terhadap keseluruhan aktivitas
produksi berbagai produk PT Sweet Candy Indonesia. Dalam melaksanakan
aktivitasnya, departement ini selalu berkoordinasi dengan departemen sales
and marketing, technology, maupun operational melalui rapat mingguan.
Departemen manufacturing memiliki tiga divisi pendukung yaitu:
• Produksi
Divisi produksi merupakan bagian pendukung yang paling aktif pada
departemen ini dimana aktivitas kerja dapat terjadi selama 24 jam pada
waktu tertentu. Divisi ini bertanggung jawab terhadap keseluruhan
proses pengolahan bahan baku sampai menjadi barang jadi yang siap
didistribusikan kepada konsumen. Divisi produksi ini pun terbagi
menjadi beberapa subdivisi berdasarkan jenis permen yang diproduksi
yaitu permen karet, permen karamel, chewy candy, dan dragee. Khusus
untuk subdivisi permen karet, kegiatan produksi dipusatkan di pabrik
Cikampek sedangkan subdivisi permen lainnya diproduksi di pabrik
Cibinong.
• Technical
Divisi technical bertanggung jawab terhadap pemeliharan berbagai
peralatan maupun mesin di pabrik secara keseluruhan. Tugas divisi ini
meliputi perbaikan pada mesin-mesin yang rusak, improvement kinerja
mesin, maupun melakukan maintenance mesin secara berkala.
• SHE (Safety, Health, and Environmental)
Divisi SHE memiliki tanggung jawab dalam mengelola limbah pabrik,
dan mengontrol kesehatan maupun keselamatan para pekerja pabrik.
Divisi ini memiliki koordinasi yang kuat dengan departemen human
resource maupun subdivisi quality assurance dan produksi.

6.

Technology
Departemen technology memiliki tanggung jawab terhadap keseluruhan
aktivitas yang melibatkan berbagai proses eksperimen maupun penerapan

7
teknologi di PT Sweet Candy Indonesia. Departemen ini pun terbagi dalam
tiga divisi pendukung, yaitu:
• NPD (New Product Development)
Divisi ini bertanggung jawab dalam melakukan eksperimen dan
penelitian lanjut dalam upaya menciptakan inovasi produk secara
kesaluruhan. Para pekerja dalam divisi ini selalu dituntut untuk mengasah
kreativitas maupun kemampuan khusus yang dapat mendukung
terciptanya inovasi yang kreatif dan menarik. Divisi ini juga terbagi
menjadi dua subdivisi berdasarkan objek yang dikembangkan yaitu
packaging dan produk.
• QA (Quality Assurance)
Divisi quality assurance memiliki tanggung jawab dalam aktivitas
penjaminan kualitas produk maupun pabrik secara keseluruhan. Secara
khusus divisi ini memiliki hubungan koordinasi yang sangat kuat dengan
divisi produksi, quality control, maupun new product development. Hal
ini terkait dengan kegiatan pendaftaran standar kualitas produk dan bahan
baku pada institusi pemerintah, pelaksanaan sistem audit internal dan
eksternal, hingga pemantauan kinerja sistem penjaminan kualitas pada
aktivitas produksi dari hulu ke hilir. Divisi ini juga bertugas dalam
menangani masalah pengaduan dari konsumen.
• QC (Quality Control)
Divisi quality control merupakan bagian pendukung yang sangat penting
dalam kegiatan pengontrolan kualitas produk maupun bahan baku secara
langsung. Divisi ini bertanggung jawab terhadap keamanan produk dan
kesesuaian kualitas produk terhadap kebijakan yang dimiliki perusahaan
maupun standar kualitas yang ditentukan oleh instansi pemerintah. Divisi
quality control juga memiliki satu subdivisi pendukung yaitu bagian
flavor room. Subdivisi ini memiliki tanggung jawab khusus terhadap
pengelolaan gudang penyimpanan BTP (Bahan Tambahan Pangan)
maupun pengontrolan terhadap penggunaan dan keamanan BTP tersebut
pada produk.

STANDAR KUALITAS YANG DIIMPLEMENTASI PERUSAHAAN
PT Sweet Candy Indonesia telah menerapkan beberapa sistem standar
kualitas baik dalam skala nasional maupun internasional. Berikut merupakan
standar kualitas yang telah diimplementasi, yaitu:
1.

ISO 9001:2008
Standar ISO 9001:2008 memiliki fokus terhadap sistem manajemen kualitas
suatu perusahaan. Standar internasional ini dapat digunakan oleh pihak internal
dan eksternal termasuk lembaga sertifikasi untuk menilai kemampuan organisasi
dalam memenuhi persyaratan pelanggan, regulasi dan peraturan perundangundangan yang berlaku untuk produk dan persyaratan organisasi sendiri. Standar

8
ini akan diperbarui setiap tiga tahun untuk memastikan sistem tetap berjalan
sesuai dengan standar yang telah diterapkan.
2.

ISO 22000:2005
Standar ISO 22000:2005 berisi tentang standar sistem manajemen
keamanan pangan yang disertai dengan persyaratan untuk organisasi dalam rantai
pangan. Standar ini menerapkan persyaratan sistem manajemen keamanan pangan
yang mengkombinasikan unsur-unsur kunci umum seperti komunikasi interaktif,
manajemen sistem, PPD (Program Persyaratan Dasar), dan Prinsip HACCP untuk
memastikan keamanan pangan sepanjang rantai pangan hingga konsumsi akhir.
Seperti halnya standar ISO 9001:2008, standar ini juga akan diperbarui setiap tiga
tahun melalui proses audit bertahap oleh pihak eksternal.
3.

Standar BPOM RI
Penerapan standar BPOM RI terkait dengan aspek hygiene dan sanitary
dilakukan perusahaan untuk memenuhi standar kualitas sistem. Melalui standar ini
perusahaan memperoleh pedoman untuk mengimplementasi sistem GMP yang
baik. Standar ini menjelaskan ketentuan tatacara praktik kerja pabrik yang aman
baik bagi pekerja secara langsung maupun konsumen melalui produk yang
nantinya akan dihasilkan. Adapun sistem audit oleh pihak BPOM RI akan
dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian audit sebelumnya. Jika perusahaan
mendapat nilai mutu A maka audit akan dilaksanakan satu kali dalam setahun
sedangkan bila mendapat nilai mutu B maka audit akan dilaksanakan dua kali
dalam satu tahun.
4.

Standar LPPOM MUI
Standar LPPOM MUI diterapkan oleh perusahaan guna memperoleh
sertifikasi SJH (Sistem Jaminan Halal). Standar ini pun terbagi menjadi dua tipe
penerapan yaitu standar untuk sistem dan standar untuk produk. Namun secara
keseluruhan standar ini menetapkan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
perusahaan baik meliputi mekanisme praktik kerja hingga komposisi dari bahan
baku dan produk akhir. Masa berlaku sertifikasi ini pun berbeda untuk masingmasing tipe. Sertifikasi standar pada sistem akan berlaku selama empat tahun
sedangkan untuk sertifikasi standar pada produk akan berlaku selama dua tahun.

TINJAUAN PUSTAKA
KUALITAS
Kata kualitas memiliki beragam definisi mulai yang bersifat konvensional
hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya
menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti performasi
(performance), keandalan (reliability), kemudahan penggunaan (easy of use),
estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan untuk definisi strategis, kualitas
adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan (Gaspersz 2001). Secara umum, kualitas sedikitnya memiliki empat

9
karakteristik, yaitu: 1) memenuhi spesifikasi konsumen, 2) memenuhi persyaratan
legalitas, 3) sesuai atau melebihi keinginan konsumen, dan 4) improvement yang
melampaui kompetitor (Han dan Leong 2000).
Pentingnya kualitas dapat dijelaskan dari dua sisi, yaitu dari sisi manajemen
operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sisi manajemen operasional,
kualitas produk merupakan salah satu kebijakan penting dalam meningkatkan
daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen melebihi atau
paling tidak sama dengan kualitas produk dari pesaing. Dilihat dari sisi
manajemen pemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur utama dalam
bauran pemasaran (marketing mix) yaitu produk, harga, promosi, dan saluran
distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa
pasar perusahaan (Nasution 2004).
Menurut Parker (2003), standar kualitas berperan membantu penjaminan
kualitas dari suatu produk makanan. Setiap industri dapat menentukan sejauh
mana penerapan standar kualitas pada produk yang mereka produksi tetapi
tuntutan konsumen dan regulasi formal dari pemerintah tetap akan berfungsi
sebagai penentu akhir dalam keputusan industri tersebut. Terdapat berbagai dasar
yang dijadikan dalam penentuan kualitas suatu produk oleh industri, salah satunya
adalah target pasar yang dipilih oleh industri tersebut sebagai konsumen
produknya. Namun dari berbagai macam dasar dalam penentuan standar kualitas
yang ditentukan oleh industri, aspek keselamatan konsumen akan selalu menjadi
yang utama.
Standar kualitas memiliki tiga tipe yaitu standar penelitian, standar
perdagangan, dan standar pemerintah. Standar penelitian dibuat oleh sebuah
perusahaan untuk membantu penjaminan kualitas produk mereka dalam
menghadapi sebuah pasar persaingan. Standar perdagangan dibentuk oleh
kumpulan anggota dari suatu jenis industri. Standar perdagangan ini bersifat
sukarela dan sedikitnya berfungsi dalam menjamin minimum penerimaan kualitas.
Sedangkan untuk standar pemerintah sebagian bersifat wajib dan sisanya bersifat
fakultatif. Berbagai tingkatan standar ditentukan oleh pemerintah untuk
menyediakan common language bagi produser, dealer, dan konsumen dalam
aktivitas jual beli (Parker 2003).
Kualitas juga turut digunakan sebagai standar kelayakan suatu produk untuk
siap diedarkan kepada konsumen. Kualitas tersebut akan berfungsi sebagai
gerbang akhir yang akan menjaga keselamatan konsumen terhadap produk
maupun reputasi industri. Oleh karena itu, menjadi sangat penting agar setiap area
organisasi senantiasa menjaga kualitas. Tingkatan kualitas dari setiap individual
proses berkombinasi dalam menentukan tingkatan kualitas keseluruhan dari suatu
organisasi sebab kualitas yang buruk pada satu area akan berkontribusi dalam
memberikan efek negatif terhadap area lainnya (Han dan Leong 2000).

10
CHEWY CANDY
Menurut Buckle et al. (1985), permen merupakan produk yang dibuat
dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama-sama dengan bahan pewarna
dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air sekitar 3%. Secara umum permen
terbagi kedalam dua kelompok besar yaitu permen terkristalisasi dan permen
tidak terkristalisasi. Ketika komponen gula dalam permen terkristalisasi maka
akan terbentuk struktur kristal yang dapat berukuran besar maupun kecil
sedangkan pada komponen gula yang tidak terkristalisasi strukturnya dapat berupa
amorphous. Baik pada permen terkristalisasi maupun tidak terkristalisasi, tekstur
produk dapat bersifat keras atau lunak tergantung dari kadar air produk, jumlah
udara yang terperangkap dalam massa produk, dan pengaruh dari komponen lain
yang ditambahkan pada produk (Potter dan Hotchkiss 1995). Berikut merupakan
tabel penggolongan permen berdasarkan bentuk fisik gula.
Tabel 1Klasifikasi tipe permen berdasarkan bentuk fisik gulaa
Permen terkristalisasi
Permen tidak terkristalisasi
Fondant
Hard candy
Fudge
Brittle
Nougats
Caramel
Marshmallows
Toffee
Pralines
Licorice
Tablets
Jellies and gums
Marzipan
Dragee
a

Sumber: Nakai dan Modler (1999).

Dengan pemilihan bahan baku yang berkualitas dan metode proses yang
sesuai, beragam permen dapat diproduksi. Berikut merupakan jenis-jenis permen
yang umum ditemui (Nakai dan Modler 1999):
1.

Dragee
Dragee merupakan permen yang terdiri dari dua konsistensi berbeda berupa
adonan permen lunak yang diselimuti oleh balutan gula padat yang tipis
pada permukaannnya. Proses pembuatan permen ini pun terdiri dari dua tipe
yaitu soft panning dan hard panning. Soft panning terdiri dari tambahan
alternatif sirup gula berupa campuran corn syrup dan sukrosa untuk
membuat material menjadi lengket dan sukrosa kering untuk mengeringkan
bagian permukaan. Selama proses, adonan permen akan dibiarkan berputar
dalam alat yang menyerupai wadah terbuka untuk mengaduk semen hingga
mencapai ketebalan yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan penambahan
cairan pewarna dan perisa untuk membentuk permukaan yang halus. Pada
hard panning proses relatif sama tetapi terdapat perbedaan dimana
ditambahkannya sukrosa kering untuk mengeringkan bagian tengah permen
yang lunak dan lengket.

11

Gambar 1 Dragee
(http://www.gdefon.com 2011)
2.

Fondant
Fondant memiliki karakteristik yang lebih keras dibanding cream dan biasa
digunakan dalam pembuatan peppermint patties. Permen ini juga dikenal
sebagai butter cream candies. Fondant dibuat dari campuran gula yaitu
sukrosa dan gula lainnya seperti gula invert atau corn syrup dengan kadar
penambahan 0-40% tergantung tujuan penggunaan dari produk akhir dan
dipanaskan dalam 116-1190C sesuai konsistensi yang diinginkan.

Gambar 2 Fondant
(http://www.etsy.com 2013)
3.

Fudge
Fudge merupakan jenis permen campuran antara caramel dan cream.
Permen ini terbuat dari campuran sukrosa, corn syrup, susu, dan lemak
sebagai bahan baku utama yang dapat pula ditambahkan putih telur, garam,
kacang-kacangan, dsb. Umumnya kualitas fudge meningkat dengan
penambahan brown sugar yang dapat mencapai 20%.

Gambar 3 Fudge
(http://www.kaliscandy.com 2013)
4.

Nougats
Mulanya hanya terbuat dari campuran madu, kocokan putih telur, dan
kacang-kacangan tetapi kini sudah semakin beragam dan terbagi menjadi
dua kelompok besar yaitu chewy dan short Keduanya dibedakan
berdasarkan rasio sukrosa dan corn syrup yang mana short nougat memiliki
kadar sukrosa yang hampir dua kali lipat dari corn syrup. Short nougat
memiliki kadar air sekitar 9-11% sedangkan chewy nougat sekitar 5-7%.

12

Gambar 4 Nougats
(http://www.etsy.com 2013)
5.

Marshmallows
Jenis permen ini menyerupai nougats tetapi memiliki kadar air yang lebih
tinggi sekitar 15-20% dan tidak mengandung campuran lemak. Gelatin
merupakan gelling agent yang biasa ditambahkan pada proses pembuatan
selain kocokan putih telur, gum arabic, agar, atau pektin. Marshmallows
yang dijumpai saat ini umumnya diproduksi dengan proses continous
extruction melalui tekanan yang ditembakan pada adonan sirup gula masak.

Gambar 5 Marshmallows
(http://www.twu.edu 2013)
6.

Pralines
Permen ini sulit didefinisikan karena memiliki perbedaan arti di beragam
daerah. Pralines secara tradisional terbuat dari kacang pecan, sukrosa,
brown sugar, corn syrup, dan mentega.

Gambar 6 Praline
(http://www.nelldavis.com 2013)
7.

Tablets
Prinsip pembuatan permen ini dimulai melalui dry mix antara 95-98%
pemanis (sukrosa, dekstrosa, atau sorbitol), pewarna, perisa, asam sitrat atau
malat 0,5-3,0% kemudian dilanjutkan dengan proses bertekanan tinggi
terhadap adonan yang siap ditekan pada dies untuk membentuk suatu
cetakan tertentu. Penambahan 1% magnesium atau kalsium stearat juga
umum dilakukan untuk mencegah lengketnya permen pada dies.

13

Gambar 7 Tablets
(http://www.smarties.com 2009)
8.

Marzipan
Permen yang menyerupai pasta ini terbuat dari campuran sukrosa, corn
syrup, dan binder agent seperti gelatin atau edible gum.

Gambar 8 Marzipan
(http://www.hikenow.net 2013)
9.

Hard candy
Hard candy termasuk kelompok permen tidak terkristalisasi dimana adonan
permen dibiarkan mengeras dalam cetakan dengan karakteristik tekstur yang
halus dan bening seperti kaca tanpa adanya pembentukan kristal kecil yang
kasar. Permen ini terbuat dari campuran 50-70% sukrosa, 30-50% corn
syrup DE 42, pewarna, dan perisa. Gula invert juga biasa ditambahkan pada
adonan untuk menghambat kristalisasi tetapi kejanya tidak seefektif corn
syrup.

Gambar 9 Hard Candy
(http://www.keychoc.com 2013)
10.

Brittle
Brittle merupakan permen yang menyerupai hard candy yang diberi
tambahan komposisi lain saat tercapainya titik kritis untuk merubah eating
characteristic yang dimiliki sebelumnya. Proses pembuatan permen ini pun
sama seperti hard candy tetapi pada brittle diberi tambahan kacangkacangan dan senyawa bikarbonat untuk meningkatkan tekstur.

14

Gambar 10 Brittle
(http://www.killwins.com 2012)
11.

Caramel
Permen ini dibuat melalui proses continous cooking dengan kadar air sekitar
10-12% dan tekstur plastis pada temperatur normal. Bahan baku yang
dibutuhkan dalam proses pembuatannya meliputi sukrosa, corn syrup DE 42,
lemak, dan susu. Warna dan rasa karamel yang khas pada permen ini berasal
dari reaksi mailard antara protein susu yang dipanaskan bersama gula
pereduksi.

Gambar 11 Caramel
(http://www.ohnuts.com 2012)
12.

Toffee
Permen ini dikenal sebagai high-cooked caramel dengan bahan baku
pembuatan yang serupa seperti caramel tetapi diproses dalam suhu yang
lebih tinggi. Permen ini juga sering disalahartikan dengan taffy. Keduanya
berbeda dimana taffy memiliki kadar padatan susu dan lemak yang lebih
rendah dibanding toffee.

Gambar 12 Toffee
(http://www.thenibble.com 2013)
13.

Licorice
Permen ini terbuat dari 33% tepung, 50% campuran gula (sukrosa, molases,
corn syrup, gula invert), 3-6% licorice (air dari akar tanaman Glycyrrhiza
glabra), dan 17-18% air. Sedikit gelatin juga umum ditambahkan untuk
memperbaiki karakteristik tekstur.

Gambar 13 Licorice
(http://www.dvcandy.com 2011)

15
14.

Jellies and gums
Permen dalam kelompok ini memiliki definisi yang sangat luas tetapi secara
general dikenal sebagai permen bertekstur chewy dengan tingkat kekerasan
tekstur permen yang beragam. Adapun hal penting yang membedakan satu
jenis permen dengan yang lainnya pada kelompok ini ialah tambahan bahan
baku pada adonan permen yang berfungsi untuk menghasilkan tekstur
chewy seperti pati, gelatin, gum arab, pektin, bahkan gum yang biasa
digunakan dalam permen karet sekitar 6-9%. Penambahan bahan tersebut
pada adonan permen biasa dilakukan setelah proses pemasakan berakhir
agar kemampuan pembentukan gel dari bahan tersebut tetap terjaga baik.
Secara umum permen dalam kelompok ini terbuat dari campuran sukrosa
dan corn syrup dimana semakin tinggi rasio penambahan corn syrup maka
tekstur permen akan semakin lunak.

Gambar 14 Jellies
(http://www.ebay.co.uk 2013)

Gambar 15 Gums (chewy candy)
(http://www.mybrands.com 2013)

Secara khusus chewy candy termasuk kedalam kelompok kembang gula
lunak. Chewy candy adalah permen yang dikonsumsi dengan cara mengunyah dan
ditelan berbeda dengan permen karet yang juga dikunyah tetapi tidak untuk
ditelan (Suprianto 2012). Pada SNI 3547-2-2008 definisi kembang gula lunak
adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran
gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan
BTP (bahan tambahan pangan) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau
menjadi lunak jika dikunyah. Kembang gula lunak sendiri terbagi dalam dua
kelompok yaitu kembang gula lunak jelly dan kembang gula lunak bukan jelly
dimana chewy candy secara lebih spesifik tergolong dalam kelompok ini. Menurut
SNI 3547-2-2008, kembang gula lunak bukan jelly ialah kembang gula bertekstur
lunak, yang diproses sedemikian rupa dan biasanya dicampur dengan lemak,
gelatin, emulsifier dan lain-lain sehingga dihasilkan produk yang cukup keras
untuk dibentuk namun cukup lunak untuk dikunyah dalam mulut sehingga
setelah adonan masak dapat segera dibentuk dan dikemas dengan atau tanpa
perlakuan aging.
Komponen gula yang umum digunakan pada produk chewy candy ialah
campuran sukrosa dan sirup glukosa dengan nilai DE 42. Pada tahun 1935 hanya
sirup gula dengan nilai DE 42 yang tersedia dan hal ini yang menjadi dasar prinsip
penggunaan sirup gula pada produk confectionery saat ini (Nakai dan Modler
1999). Nilai DE (Dextrose Equivalent) adalah persentase jumlah gula yang
tereduksi pada pengukuran kemampuan hidrolisis pati dalam basis bobot kering
(Junliang et al. 2010). Semakin tinggi DE dari sirup glukosa maka akan semakin
tinggi tingkat kemanisannya, namun semakin bersifat higroskopis dan encer. Lain
halnya pada DE yang rendah, rasa manis akan berkurang namun dapat digunakan

16
untuk menambah viskositas, chewiness dan toughness pada adonan chewy candy
(Suprianto 2012). Sirup glukosa pun berperan dalam menghambat kristalisasi
sukrosa, meningkatkan viskositas permen, mencegah kerapuhan stuktur akibat
temperature shock, memperlambat laju kelarutan permen di mulut, dan
berkontribusi dalam pembentukan tekstur kenyal pada permen (Potter dan
Hotchkiss 1995).
Tekstur merupakan salah satu parameter mutu yang sangat berperan dalam
menampilkan karakteristik chewy candy (Suprianto 2012). Lemak berfungsi
mengontrol kristalisasi gula secara efektif sehingga memberi tekstur yang halus
dan plastis pada tekstur chewy candy. Lemak yang digunakan pun harus memiliki
karakteristik lumer sempurna pada suhu tubuh 370C dan karakteristik ini
ditampilkan dengan baik oleh palm kernel oil yang juga sudah umum dikenal
sebagai classic creaming fat (Hancock et al. 1999). Produk confectionery
umumnya menginginkan lemak dengan karakteristik lembut, tidak berbau, dan
tidak berasa (Becker dan Drew 1970). Selain dipengaruhi oleh keberadaan lemak,
tekstur lunak dari chewy candy juga dipengaruhi oleh kadar air. Menurut Potter
dan Hotchkiss (1995), permen tidak terkristalisasi seperti tipe chewy candy
memiliki kadar air sekitar 8-15%.
Produk chewy candy juga diberi tambahan gelatin yang berfungsi sebagai
whipping agent dengan membentuk busa stabil sebelum gel terbentuk (Edward
1999). Selain itu, gelatin juga turut berperan sebagai foaming agent yang
menurunkan tegangan permukaan dari fase cair serta sebagai binder yang dapat
mengikat air sehingga memperpanjang masa simpan produk. Selanjutnya gelatin
akan memberikan mechanical resistance pada sistem aerasi untuk mencegah
kerusakan pada struktur produk akhir. Tak kalah penting gelatin pun turut
meningkatkan efek chewability dan sistem pendispersian lemak serta mengontrol
kristalisasi sukrosa (Poppe 1992).
Penambahan pengemulsi umum dilakukan pada proses produksi chewy
candy untuk menjaga lemak agar tetap terdispersi secara merata. Pengemulsi
nantinya juga dapat berfungsi sebagai pendispersi senyawa lipofilik pada
komponen adonan permen seperti pewarna, perisa, atau komponen larut lemak
lainnya. Pengemulsi pun berperan sebagai pelumas melalui tahapan pendispersian
fase lemak sehingga dapat mengurangi jumlah pemakaian maupun
pengkonsumsian lemak pada produk. Selain itu, pengemulsi juga berperan dalam
memperlancar proses cut and wrap. Proses cut and wrap merupakan kegiatan
otomatis yang dilakukan oleh mesin dimana produk akan dipotong dalam ukuran
kecil dan dikemas secara individu. Pada proses ini adonan permen akan ditarik
dan ditekan sehingga memungkinkan lemak terbebas keluar. Pemisahan lemak
dari adonan permen ini sesungguhnya tidak diinginkan terjadi karena dapat
menyebabkan masalah berupa proses oksidasi lemak. Hal ini akan terjadi saat
lemak tersebut kontak dengan pre-sizer roll pada mesin yang berbahan dasar
kuningan maupun perunggu (Stansell 1999).
TRACEABILITY
Mulanya keberadaan sistem traceability hanya diadaptasi secara tradisional
dan suka rela oleh industri. Namun sejak berkembangnya berbagai isu keamanan
pangan maka sistem ini menjadi suatu keharusan yang kemudian diatur secara

17
khusus oleh pemerintah (Bennet 2010). Menurut ISO 22005: 2007, sistem
traceability merupakan alat yang berfungsi membantu suatu organisasi beroperasi
dalam suatu rantai pasok pangan atau pakan untuk mencapai sasaran hasil yang
didefinisikan dalam sistem manajemen. Sistem traceability diharapkan mampu
menelusuri sejarah pergerakan produk dengan tepat mulai dari tahap persiapan
hingga produk didistribusikan. Dalam penerapannya pada produk, traceability
memiliki hubungan dengan identitas material beserta bagiannya, sejarah
pemerosesan produk, pendistribusian, serta lokasi tujuan distribusi produk
tersebut. Traceability sendiri bukan merupakan informasi dari produk dan
prosesnya, melainkan sebuah alat yang dapat digunakan untuk kembali mengakses
informasi tersebut di waktu yang akan datang (Karlsen dan Oslen 2011). Menurut
Moe (1998), sistem traceability juga memiliki keterkaitan khusus dengan empat
aspek yang merupakan bagian dari sistem itu sendiri, seperti:
1.

Produk
Hal ini meliputi informasi mengenai bahan baku produk, asal diperolehnya
bahan baku tersebut, sejarah pemerosesan produk, sistem distribusi yang
digunakan, hingga lokasi dimana produk didistribusikan.

2.

Data
Hal ini berhubungan dengan perhitungan dan pengumpulan data dari
keseluruhan sistem yang dianalisis.

3.

Kalibrasi
Hal ini berhubungan dengan pemeriksaan dan pengukuran kesesuaian alat
terhadap standar nasional maupun internasional, standar dasar, konstanta
fisik dasar, hingga referensi terkait material tersebut.

4.

IT dan pemrograman
Hal ini berhubungan dengan desain dan serangkaian implementasi yang
didasarkan pada kebutuhan sistem.

Perkembangan dari sistem traceability turut didukung oleh peningkatan
efisiensi dari proses pengumpulan data, pengontrolan pabrik, dan sistem
penjaminan mutu (Moe 1998). Sistem traceability yang berasosiasi dengan
kemampuan untuk menghubungkan produk akhir dengan bahan baku dan proses
yang terlibat juga merupakan kunci utama dalam program GMP (Good
Manufacturing Practices) dan pengendalian mutu. Tanpa adanya sistem
traceability maka kegiatan seperti pemenuhan tuntutan konsumen, pembuatan
klaim pemasaran pada kemasan, maupun pengurangan jumlah produk yang
terlibat saat proses recall akan menjadi sangat sulit (Morrison 2003).
Secara garis besar sistem traceability terbagi menjadi dua macam yaitu
internal traceability dan chain traceability. Menurut Moe (1998), internal
traceability merupakan penelusuran dengan melacak internal batch produk pada
satu tahapan dalam rantainya, misalnya pada proses produksi sedangkan chain
traceability merupakan penelusuran dengan melacak produk melalui keseluruhan
rantai produksi mulai dari panen sampai transportasi, penyimpanan, proses,
distribusi, dan sales. Tahapan kerja dari sistem traceability dalam melakukan

18
penelusuran informasi produk juga mencakup dua aspek penting yaitu trackable
dan tracable. Trackable atau downstream traceability system merupakan
kemampuan sistem untuk dapat mengikuti jejak produk dalam rantai produksi
pangan mulai dari pemasok sampai konsumen atau ke bagian hilir rantai
sedangkan traceable atau upstream traceability system merupakan kemampuan
suatu sistem dalam mengidentifikasi asal dan karakteristik suatu bahan baku atau
ke bagian hulu (GENCOD EAN France 2001).
Sistem traceability mengenal istilah coding untuk memfasilitasi
perpindahan produk secara bebas dan memastikan ketepatan identifikasi produk
yang terlibat dalam proses recall untuk kepentingan kesehatan dan keamanan
(Morrison 2003). Dengan adanya batch number atau coding tersebut pada sistem
traceability maka produk bermasalah yang telah sampai di tangan konsumen
sekalipun dapat dianalisis dan diidentifikasi permasalahannya. Adapun sistem
perekaman yang baik pada penerapan sistem traceability juga dibutuhkan dalam
mendukung kinerja proses. Hal ini pun telah ditekankan pada prinsip keenam dari
konsep HACCP (Hazard Analysis Critical and Control Point). Bentuk rekaman
tersebut dapat berupa pemantauan CCP secara berkala, rekaman yang berkaitan
dengan proses evaluasi, maupun identitas karakteristik bahan baku dan produk.
Hasil rekaman produk tersebut pun harus dipelihara pada periode tertentu untuk
asesmen sistem sehingga