Cloning and Expression of Human Interferon alpha 2a in the methylotrophic Yeast Pichia pastoris

KLONING DAN EKSPRESI HUMAN INTERFERON-ALFA2A PADA
YEAST METILOTROPIK Pichia pastoris

NENG HERAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kloning dan Ekspresi Human
Interferon-Alfa2a pada Yeast Metilotropik Pichia pastoris adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Januari 2013

Neng Herawati
NRP P051100191

RINGKASAN
NENG HERAWATI. Kloning dan Ekspresi Human Interferon-alfa2a pada Yeast
Metilotropik Pichia pastoris. Dibimbing oleh RETNO. D. SOEJOEDONO dan
ADI SANTOSO
Interferon (IFN) merupakan kelompok protein yang disekresikan oleh sel
vertebrata akibat adanya paparan biologis seperti: virus, bakteri, protozoa dan
senyawa lainnya. Terdapat 3 jenis interferon, yaitu: alfa (α), beta ( ) dan gamma
( ). Interferon-α2a termasuk jenis interferon tipe I. Protein ini memiliki berat
molekul 21,550 kDa dan jumlah total asam amino sebanyak 188 (23 asam amino
signal peptide + 166 asam amino mature protein). Interferon-α2a juga diketahui
dapat digunakan untuk terapi penyakit hepatitis C dan sebagai salah satu obat anti
tumor dan anti virus.
Gen regulator untuk produksi IFN dalam kondisi normal, berada pada posisi
off hingga IFN tidak diproduksi. Tetapi pada saat ada rangsangan dari luar, baik

infeksi virus maupun bakteri, switch gen regulator ini menjadi on dan sistem
produksi IFN berjalan. Pada saat mendapat serangan dari berbagai agen penyakit
sebenarnya tubuh akan memproduksi IFN, namun umumnya jumlah yang
diproduksi tidak mencukupi untuk melawan agen penyakit yang berkembang biak
sangat cepat. Karena itu asupan IFN dari luar diperlukan. Inilah yang menjadi
awal penggunaan IFN sebagai obat (Utama, 2004).
Kelompok yeast bisa menjadi alternatif sebagai inang (sistem) untuk
mengekspresikan gen human interferon dan sebagai produsen protein IFN. Pichia
pastoris termasuk kelompok yeast metilotropik yang menggunakan metanol
sebagai sumber energi dan sumber karbonnya. Sistem ekspresi P. pastoris
menawarkan beberapa keuntungan untuk produksi protein rekombinan,
diantaranya adalah: tingkat ekspresi protein rekombinan yang sangat tinggi,
kemudahan melakukan scaling-up dalam fermentor, ongkos produksi yang jauh
lebih murah dibandingkan kultur sel mamalia, dan
kemudahan teknik
transformasi dan seleksi sel transforman seperti pada bakteri. Adanya inducible
promotor AOX1 yang sangat kuat, dapat mengontrol dengan mudah ekspresi
protein rekombinan dengan cara induksi. AOX1 adalah promotor yang
mengontrol ekspresi gen alkohol oksidase untuk metabolisme metanol.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning gen human interefron-α2a

(hifnα2a) pada bakteri E. coli serta mengekspresikannya di dalam yeast
metilotropik P. pastoris. Plasmid atau vektor merupakan salah satu persyaratan
penting yang dibutuhkan jika kita hendak melakukan kloning dan ekspresi suatu
gen. Plasmid yang digunakan adalah pPICZαB (Invitrogen). Proses
penggabungan antara insert (gen hifn-α2a) dan vektor (pPICZαB) dilakukan
menggunakan enzim ligase, yang berfungsi mensintesis pembentukan ikatan
fosfodiester yang menghubungkan nukleotida insert dengan nukleotida vektor
sehingga dihasilkan plasmid rekombinan (pPICZαB-hifnα2a). Proses masuknya
DNA rekombinan ke sel bakteri disebut transformasi. Plasmid rekombinan ini
ditansformasi ke dalam sel XL1 blue (E . coli) menggunakan metode Heat shock.
DNA sekuensing merupakan proses identifikasi urutan DNA dari molekul
DNA rekombinan hasil kloning. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi

kesalahan pada urutan DNA. Hasil analisis sekuensing (klon 6) menggunakan
primer 5’AOX dan 3’AOX menunjukkan bahwa urutan basa DNA dari gen
human ifn-α2a yang di subklon pada vektor pPICZαB telah sesuai dengan yang
diharapkan (in frame).
Plasmid rekombinan yang telah dianalisis kebenaran sekuensnya (klon 6)
dilinearisasi menggunakan enzim BstX1 sebelum ditransformasikan ke sel X33 P.
pastoris. Transformasi ke dalam sel P. pastoris menggunakan metode

elektroporasi. Galur sel P. pastoris yang digunakan untuk mengekspresikan
human interferon-α2a adalah X33. X33 termasuk galur dengan fenotip Mut+
(methanol utilization plus) dan dapat digunakan untuk seleksi positif transforman
menggunakan zeocin. Tahap kerja produksi protein menggunakan strain Mut+
terjadi melalui dua fase. Fase pertama penggunaan gliserol untuk memperoleh
jumlah biomassa tertentu sehingga densitas sel tinggi. Fase kedua adalah reduksi
gliserol dan penggunaan metanol untuk biosintesis protein rekombinan.
Analisis level ekspresi hIFN-α2a, diidentifikasi menggunakan metode Dot
blot, SDS PAGE dan Western blot. Dot blot adalah uji serologis yang fungsinya
sama dengan Western blot, yaitu untuk mendeteksi kespesifikan reaksi antara
antigen dan antibodi, namun BM protein tidak bisa diketahui. Uji ini sangat cocok
dilakukan untuk mengidentifikasi sampel protein yang jenisnya banyak. SDS
PAGE dapat memberikan informasi tentang ukuran (bobot molekul) dari protein
IFN dengan cara membandingkan pita yang dihasilkan dengan ukuran marker
dalam satuan kiloDalton (kDa) (Gambar 12). Western blot mengidentifikasi
antibodi spesifik pada protein yang telah dipisahkan, sekaligus dapat diketahui
BM dari protein tersebut dengan cara membandingka pita protein dengan pita
pada protein marker. Tingkat ekspresi protein dapat dilihat dengan cara
membandingkan pita dari protein dengan kontrol (Gambar 13). Adanya pola pita
protein pada ukuran 24,050 kDa menunjukkan bahwa protein yang disekresikan

ke media oleh sel P. pastoris adalah hIFN-α2a.
Data-data yang telah diperoleh pada penelitian ini membuktikan bahwa
kloning gen hifn-α2a pada sel prokariot bakteri E. coli dan ekspresi pada P.
pastoris telah berhasil dilakukan.
Kata kunci: interferon, hIFNα-2a, Pichia pastoris, kloning, ekspresi, pPICZαB

Summary
NENG HERAWATI. Cloning and Expression of Human Interferon alpha 2a in
the methylotrophic Yeast Pichia pastoris. Supervised by RETNO. D.
SOEDJOEDONO and ADI SANTOSO.
Interferon (IFN) is a group of proteins that are secreted by body cells as a
result of exposure to biological vertebrates such as: viruses, bacteria, protozoa and
other compounds. There are three types of interferon, namely: alpha (α), beta ( )
and gamma ( ) IFN. Interferon-α2a belongs to the type I interferon. This protein
has a molecular weight of 21.550 kDa and consists of 188 amino acids (23 amino
acid of signal peptide and 166 amino acids of mature protein). Interferon-α2a is
also known to be used for the treatment of hepatitis C and as anti-tumor and antivirus agents.
Regulator gene for IFN production under normal conditions, is in the off
position to IFN is not produced. But when there are external stimuli, both viral
and bacterial infections, a regulator gene switches on, and IFN production system

running. At the time of an attack from a variety of disease agents actually the
body will produce IFN, but generally the amount produced is not sufficient to
fight the disease agents that multiply very quickly. Therefore IFN intake from
outside is needed. This is the beginning of the use of IFN as a drug.
Genetic engineering is an activity to manipulate the genes to get new
products by creating recombinant DNA through gene insertion. Recombinant
DNA technology has been used to produce IFN. Yeast such as Pichia pastoris can
be an alternative as the host (system) to express human interferon genes and as a
producer of IFN protein. Expression system P. pastoris offers several advantages
for the production of recombinant proteins, such as: the high level expression of
recombinant proteins, ease of scaling-up fermenter, low cost and ease of
transformation techniques and selection of transformed cells such as bacteria . The
existence of inducible AOX1 promoter is very strong, easily control the
expression of recombinant proteins by induction. AOX1 is a promoter that
controls gene expression of alcohol oxidase to metabolize methanol as carbon
source of P. pastoris.
Therefore,this study aimed to clone human interefron-α2a (hifnα2a) gene
in E. coli and express it in metylotrophic yeast P. pastoris. Vector used in this
study is pPICZαB (Invitrogen). Ligation process between insert (hifn-α2a gene)
and vector (pPICZαB) performed by using T4 DNA ligase, which functions

synthesize the formation of phosphodiester bonds linking the nucleotides with
nucleotide insert plasmid vectors to produce recombinant (pPICZαB-hifnα2a).
This recombinant plasmid transformed into XL1 blue cells (E. coli) by Heat shock
method. The results of sequencing analysis (clone 6) using 5'AOX and 3'AOX
primers indicate that DNA base sequence of human IFN-α2a genes has been
subclone into pPICZαB vector (in frame).
Recombinant plasmid (clone 6) linearized using BstX1 enzyme before
transformed into X33 yeast cell. Transformation into cell was done by
Electroporation. The X33 cell P. pastoris strain was used to express human
interferon-α2a. X33 is strains with the phenotype Mut+ (methanol utilization plus)

and can be used for positive transformants selection using zeocin. Phase protein
production work using Mut+ strain occurred in two phases. The first phase is the
use of glycerol to obtain a certain amount of biomass (high cell density). The
second phase is the reduction of glycerol and methanol for recombinant protein
biosynthesis.
The level expression of hifn-α2a was identified using Dot blot, SDS
PAGE and Western blot. Dot blot is a serological test, which is specific for the
detection of reactions between antigens and antibodies, and suitable to identify
many types of protein samples. Moreover, SDS PAGE can provide information

about the size (MW) of IFN protein by comparing the resulting bands marker size
in kiloDalton (kDa) (Figure 12), while Western blot identify specific antibodies to
proteins that have been separated. Protein expression levels can be seen by
comparing the bands of protein with the control (Figure 13). The existence of
protein pattern on the size of 24.050 kDa showed that the protein is secreted into
the medium by P. pastoris is hIFN-α2a. These results showed that hifn-α2a gene
has been succesfully cloned in E. coli and expressed in P. pastoris.
Key word: Interferon, cloning, pPICZαB, expression, SDS-PAGE, Western blot,

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KLONING DAN EKSPRESI HUMAN INTERFERON-ALFA2A
PADA YEAST METILOTROPIK Pichia pastoris

NENG HERAWATI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Penguji Luar Komisi: Dr. drh. Sri Murtini, M.Si
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 

Judul Tesis
Nama

: Kloning dan Ekspresi Human Interferon-alfa2a pada Yeast
Metilotropik Pichia pastoris
: Neng Herawati

NRP

: P051100191

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
 
 
 
 
 

 
 
 
 

Prof.Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Ketua

Dr. Adi Santoso
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Bioteknologi

Prof. Dr. Suharsono, DEA

Tanggal Ujian: 28 Januari 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal lulus:

PRAKATA
 
  Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan, karena dengan restunya
jualah penulis dapat menyelesaikan peneltian dengan judul Kloning dan
Ekspresi Human Interferon-alfa2a pada Yeast Metilotropik Pichia pastoris.
Andil yang sangat besar diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengaturkan
terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof.Dr. drh
Retno D. Soejoedono dan bapak Dr. Adi Santoso sebagai komisi pembimbing
yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu untuk senantiasa memberikan
motivasi, bimbingan, arahan dan masukan pada penulis, sejak proses penyusunan
dari awal hingga akhir penyusunan tesis ini. Terima kasih atas segala masukan,
kritikan dan saran demi penyempurnaan tesis ini baik dari segi substansi maupun
penulisan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kementrian Negara
Riset dan Teknologi (KNRT) atas bantuan dana dan kesempatan yang diberikan
kepada penulis melalui program Beasiswa KNRT 2010.
Tidak lupa penulis memberikan penghargaan kepada segenap staf pengajar,
karyawan dan rekan-rekan angkatan 2010 di program studi Bioteknologi
Pascasarjana IPB yang telah berbagi ilmu dan nasehat kepada penulis selama
menjalankan studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekanrekan satu tim di Laboratorium protein Terapetik dan Vaksin, Puslit Bioteknologi
LIPI yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Tidak lupa juga ucapan
terimakasih kepada ibu dan saudara-saudaraku atas doa, kasih sayang dan
dukungan yang diberikan.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan dari semua
pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini sehingga dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.

Bogor, Januari 2013

Neng Herawati

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Tujuan penelitian
3
2.
TINJAUAN PUSTAKA
4
Rekayasa Genetika
4
Ekspresi gen
4
Interferon (IFN)
5
Intereferon tipe I
6
Mekanisme kerja interferon
6
7
Interferon α 
7
Interferon-α2a
Produksi IFN-α2a dengan Teknologi DNA Rekombinan
7
Yeast Pichia pastoris
7
3.
METODE
10
Waktu dan Tempat Penelitian
10
Bahan
10
Alat
10
Prosedur kerja
10
Amplifikasi Kerangka baca terbuka human ifn-α2a
10
10
Preparasi vektor pPICZαB
Sintesis Plasmid Rekombinan
11
Analisis Sekuensing
12
Linearisasi Plasmid Rekombinan
12
Transformasi Plasmid Rekombinan Linear ke dalam Sel Pichia 12
pastoris
Skrining Sel Pichia pastoris yang membawa Plasmid Rekombinan
13
Ekspresi ke dalam Pichia pastoris
13
Analisis Dot blot
13
Analisis SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Poly Acrylamide Gel 14
Electrophoresis) dengan Pewarnaan Comassie Brilliant Blue (CBB)
Analisis Western Blot
14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
15
15
Amplifikasi Gen human Interferon-α2a
Analisis Plasmid Rekombinan
15
Purifikasi Plasmid Rekombinan untuk Analisis Sekuensing
16
Analisis Sekuensing
17
Linearisasi Plasmid Rekombinan
18
Transformasi Rekombinan Plasmid Linear ke Galur X33 P. Pastoris
19

Skrining Positif Transforman
Analisis Dot blot
Analisis SDS PAGE
Analisis Western Blot
Pembahasan

5.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
 

19
20
20
21
21

27
27
27
28
32
42

DAFTAR TABEL
Halaman
Tipe dan Karakteristik human Interferon

6

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Mekanisme aksi IFN tipe I
Jalur Metabolisme Metanol
Visualisasi hasil PCR gen human interferon-α2a
Hasil restriksi plasmid rekombinan hifnα2a-pPICZαB dengan enzim Xho1
dan Xba1
Hasil purifikasi plasmid rekombinan klon 6 (Maxiprep)
Hasil pensejajaran urutan nukleotida gen hifn-α2a pada plasmid rekombinan
pPICZαB-hifnα2a dengan primer 5’AOX
Hasil pensejajaran urutan nukleotida gen hifn-α2a pada plasmid rekombinan
pPICZαB-hifnα2a dengan primer 3’AOX
Hasil linearisasi klon 6
Koloni-koloni rekombinan P. pastoris pada media YPDS+100µg/ml zeocin
Koloni-koloni hasil seleksi transforman pada media YPDS+2000µg/ml
zeocin
SDS PAGE IFN-α2a dengan pewarnaan CBB
Analisis Western blot IFN-α2a
Vektor pPICZαB
Visualisasi vektor pPICZαB pada agarosa 1%

7
9
15
16
16
17
18
18
19
19
20
20
21
37

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Elektropherogram hasil sekuensing plasmid rekombinan pPICZαB-hifnα2a
dengan primer 5’AOX 
Elektropherogram hasil sekuensing plasmid rekombinan pPICZαB-ifnα2a
dengan primer 3’AOX 
Hasil Elektroforesis Vektor pPICZαB pada Gel Agarosa 1%
Hasil pengukuran konsentrasi plasmid rekombinan klon 6 dengan
Nanofotometer 
Sekuens DNA plasmid pPICZαB
Sekuens DNA human ifn-α2a
Sekuens Asam Amino hIFN-α2a

33
35
37
38
39
40
41

1
 

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini biofarmasetika digunakan dalam penanganan terhadap beberapa
penyakit yang secara luas diaplikasikan dengan memproduksi molekul-molekul
organik yang disintesis dari mikroba, misalnya antibiotik, analgetik, hormon, serta
jenis farmasetika lainnya seperti protein terapetik (Bruce, 2002).
Biofarmasetika mewakili satu dari beberapa segmen industri farmasi yang
perkembangannya sangat cepat. Terdapat lebih dari 20 produk biofarmasi telah
beredar di pasaran. Sebagian besar adalah protein terapeutik. Kemajuan teknologi
DNA rekombinan telah mendorong perkembangan berbagai cara produksi protein
rekombinan menggunakan inang yang aman dan relatif mudah dikultur sehingga
protein dapat diproduksi pada skala industri.
Interferon (IFN) merupakan kelompok protein yang disekresikan oleh sel
vertebrata akibat adanya rangsangan biologis seperti: virus, bakteri, protozoa dan
senyawa lainnya. Berdasarkan jenis sel yang menghasilkannya, terdapat 3 jenis
IFN, yaitu: alfa (dihasilkan oleh leukosit), beta (dihasilkan oleh fibroblas dan
dapat bekerja pada hampir semua sel di dalam tubuh manusia) dan gamma
(dihasilkan oleh limfosil sel T helper dan hanya bekerja pada sel-sel tertentu
seperti: makrofage, sel endotelial, fibroblas, sel T sitotoksi dan limfosit B)
(Konstek & Konssekova, 1997). IFNα dan digolongkan menjadi IFN tipe I,
sedangkan IFN termasuk IFN tipe II. Berdasarkan publikasi oleh Biophoenix
yang berjudul Biosimilars, Biogenerics and Follow-on Biologics, interferon
termasuk salah satu dari 20 produk top biosimilar.
Interferon alfa memiliki peran penting dalam pertahanan terhadap infeksi
virus. IFN alfa adalah bagian dari sistem imun non-spesifik dan akan terinduksi
pada tahap awal infeksi virus, sebelum sistem imun spesifik merespon infeksi
tersebut. Pada saat rangsangan atau stimulasi biologi, seperti oleh virus double
stranded RNA, maka virus tersebut akan melakukan replikasi di dalam sel dan
menstimulasi proses transkripsi dan translasi gen interferon. Interferon yang
dihasilkan oleh sel terinfeksi selanjutnya dikeluarkan dan berikatan dengan
reseptor yang terdapat pada sel disekitarnya, lalu masuk ke dalam sitoplasma.
Ikatan ini menyebabkan terjadinya transkripsi dan translasi inaktif protein
antiviral (AVP). Sementara itu sel pertama yang terinfeksi virus akan mati dan
mengeluarkan virusnya. Ketika sel kedua diinfeksi dengan virus, RNA double
stranded dari virus mengaktifkan AVP. Aktifnya AVP ini mendegradasi mRNA
dan mengikat ribosom yang menghentikan sintesis protein dan replikasi virus,
sehingga sel kedua terlindungi dari infeksi virus (Meager, 2006).
Protein Interferon-alfa2a (IFNα-2a) termasuk jenis IFN tipe I. Protein ini
memiliki berat molekul 21,550 kDa dan jumlah total asam amino sebanyak 188
(23 aa signal peptide + 166 aa mature protein). Mekanisme kerja dari protein ini
sama dengan mekanisme kerja kelompok interferon tipe 1 (interferon alfa).
Interferon-α2a juga diketahui dapat digunakan untuk terapi penyakit hepatitis C
(Marilyn et al. 2007) dan beberapa tipe leukimia seperti hairy cell leukemia dan
Philadelphia chromosome positive chronic myelogenous leukemia (CML).
Interferon-α2 telah diakui oleh U.S Food and Drug Administration sebagai salah

2
 

satu obat anti tumor dan anti virus, yang telah banyak diproduksi oleh negaranegara maju (Gutlerman, 1994).
Gen regulator untuk produksi IFN dalam kondisi normal, berada pada posisi
off hingga IFN tidak diproduksi. Tetapi pada saat ada rangsangan dari luar, baik
infeksi virus maupun bakteri, switch gen regulator ini menjadi on dan sistem
produksi IFN berjalan. Pada saat mendapat serangan dari berbagai agen penyakit
sebenarnya tubuh akan memproduksi IFN, namun umumnya jumlah yang
diproduksi tidak mencukupi untuk melawan agen penyakit yang berkembang biak
sangat cepat. Karena itu asupan IFN dari luar diperlukan. Inilah yang menjadi
awal penggunaan IFN sebagai obat (Utama, 2004).
Teknologi DNA rekombinan,telah digunakan untuk memproduksi IFN.
Ekspresi gen interferon yang dilakukan pada kelompok bakteri E. coli (Royet al.
2005). Bakteri ini merupakan sistem yang paling sering digunakan untuk produksi
protein rekombinan. Walaupun bakteri dapat digunakan untuk memproduksi IFN
tetapi proses produksi dengan bakteri masih mempunyai kelemahan, salah satunya
karena sel bakteri merupakan sel prokariot sehingga protein rekombinan yang
diekspresikan seringkali menghasilkan protein tidak aktif yang terakumulasi
dalam sel dan beragregasi membentuk protein tidak larut yang disebut badan
inklusi (inclusion body). Selain itu terdapat beberapa kelemahan dari sel prokariot
yaitu keberadaan endotoksin yang terkadang dapat mengontaminasi protein yang
diekspresikan pada E .coli (Shi et al. 2007). Bentuk badan inklusi tidak
diinginkan karena memiliki rendemen perolehan rendah, memerlukan optimasi
pelipatan ulang, dan hasilnya seringkali tidak mencapai aktivitas biologi yang
diharapkan.
Kelompok yeast bisa menjadi alternatif lain sebagai produsen protein IFN.
Yeast metilotropik Pichia pastoris menawarkan suatu sistem ekspresi yang sangat
menguntungkan untuk produksi protein rekombinan. Sistem ekspresi P. pastoris
menawarkan beberapa keuntungan untuk produksi protein rekombinan,
diantaranya adalah: tingkat ekspresi protein rekombinan yang sangat tinggi,
kemudahan melakukan scaling-up dalam fermentor, ongkos produksi yang jauh
lebih murah dibandingkan kultur sel mamalia, kemudahan teknik transformasi dan
seleksi sel transforman seperti pada bakteri. P. pastoris dapat ditumbuhkan dalam
medium yang sederhana dan tumbuh hingga kerapatan sel yang sangat tinggi.
Adanya inducible promotor AOX1 yang sangat kuat, dapat mengontrol dengan
mudah ekspresi protein rekombinan dengan cara induksi (Skoko et al. 2003).
AOX1 adalah promotor yang mengontrol ekspresi gen alkohol oksidase untuk
metabolisme metanol. Yeast adalah sel eukariot yang juga melakukan proses
modifikasi pasca translasi. Berbeda dengan Saccharomyces cerevisiae yang telah
dikenal sebelumnya, pada P. pastoris tidak terjadi proses glikosilasi yang berlebih
(over-glycosilation). Protein rekombinan mengalami proses pasca-translasi ,
termasuk protein folding dan glikosilasi.
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh P. pastoris ini juga telah
dibuktikan oleh Ghosaklar et al yang berhasil mengekspresikan gen human
interferon-α2b menggunakan dua sekresi signal S. cereviseae, yaitu mutasi αprepro sekuen signal dan full α-prepro sekuen signal. Pada penelitian tersebut
sebenarnya digunakan tiga sekresi signal untuk mengekspresikan interferon ini.
Native signal sekresi dari P. pastoris hanya sedikitmengekspresikan gen human
interferon-α2b.

3
 

Banyak teknik yang dikembangkan pada S. cerevisae dapat diaplikasikan
pada P. pastoris, ditambah lagi genetik nomenklatur yang ada pada S. Cerevisae
diaplikasikan pula pada P. pastoris (Rainer et al.1999; Byung-Kwon et al. 2003;
Stephan et al. 2006). Misalnya, Histidinol dehidrogenase, dikode oleh gen his4
yang ada pada S. cerevisae, terdapat juga pada P. pastoris sehingga signal
ekspresi faktor-α dari S. cerivisiae untuk sekresi protein rekombinan secara
ekstraselular pun bisa diaplikasikan pada P. pastoris. Keuntungan adanya faktorα ini akan memudahkan proses hilir dari ekspresi hIFN-α2a, khususnya pada saat
purifikasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning gen human interferon-α2a
pada bakteri E. coli dan ekspresi heterologousnya pada yeast metilotropik P.
pastoris untuk mendapatkan protein rekombinan interferon-α2a (rhIFN-α2a).

4
 

2. TINJAUAN PUSTAKA
Rekayasa Genetika
Sejarah rekayasa genetika dimulai sejak Mendel menemukan faktor yang
diturunkan. Ketika Oswald Avery (1944) menemukan fakta bahwa DNA
(Deoxyribonucleic acid) membawa materi genetik, makin banyak penelitian yang
dilakukan terhadap DNA. Ilmu terapan ini dapat dianggap sebagai cabang biologi
maupun sebagai ilmu-ilmu rekayasa (keteknikan). Dapat dianggap, awal mulanya
adalah dari usaha-usaha yang dilakukan untuk menyingkap material yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Ketika orang mengetahui
bahwa kromosom adalah material yang membawa bahan terwariskan itu (disebut
gen) maka itulah awal mula ilmu ini. Rekayasa genetika merupakan kegiatan
memanipulasi gen untuk mendapatkan produk baru dengan cara membuat DNA
rekombinan melalui penyisipan gen. DNA rekombinan adalah DNA yang
urutannya telah direkombinasikan agar memiliki sifat-sifat atau fungsi yang kita
inginkan sehingga organisme penerimanya mengekspresikan sifat atau melakukan
fungsi yang kita inginkan tersebut. Beberapa tahapan yang digunakan dalam
rekayasa genetika yaitu isolasi DNA, manipulasi DNA, perbanyakan DNA dan
visualisasi hasil manipulasi DNA, DNA rekombinan, dan kloning gen (Muladno,
2002).
Kloning merupakan suatu teknik untuk menghasilkan banyak salinan dari
satu gen tunggal, kromosom, atau keseluruhan individu. Kloning DNA adalah
memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel bakteri. DNA yang
dimasukkan ini akan bereplikasi dan diturunkan pada sel anak pada waktu sel
tersebut membelah. Jadi gen asing ini tetap melakukan fungsi seperti sel asalnya,
walaupun berada pada sel bakteri (Muladno, 2002; Nur Azhar, 2008).
Teknologi DNA rekombinan telah memungkinkan bagi kita untuk
mengisolasi DNA dari berbagai organisme, menggabungkan DNA yang berasal
dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk DNA rekombinan, memasukkan
DNA rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga
DNA rekombinan tersebut dapat bereplikasi dan dapat diekspresikan. Sekarang
teknologi ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan desakan manusia.
Manfaat dari teknologi ini telah dirasakan bagi kehidupan manusia sehari-hari
maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa jenis obat-obatan,
vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya telah diproduksi dengan
memanfaatkan teknologi DNA rekombinan.
Ekspresi Gen
Ekspresi gen ialah proses penterjemahan informasi yang terkandung pada
struktur gen menjadi proses metabolisme atau pola kehidupan organisme. Gen
berperanan dalam proses kehidupan melalui pengendalian pembentukan enzim
dan protein (Jusuf, 2001).
Gen-gen mengkode protein, dan protein menentukan fungsi sel. Ribuan gen
diekspresikan dalam sel tertentu dan menentukan apa yang dapat dikerjakan oleh
sel. Ekspresi gen eukariot merupakan proses bagaiman informasi yang ada di
dalam DNA bisa disalin melalui proses transkripsi dalam organisme eukariot. Di

5
 

dalam organisme eukariot ada tahapan proses tertentu sebelum menghasilkan
RNA, yaitu RNA processing, kemudian diikuti tahap translasi yang akhirnya
menghasilkan polipeptida. Jika dalam proses tersebut ada tahapan yang tidak
terjadi, maka dalam hal ini tidak termasuk dalam kategori bahwa gen tersebut
telah terekspresi atau dengan kata lain tidak terjadi ekspresi gen. Jadi ekspresi gen
terbagi menjadi dua tahapan, yaitu transfer informasi genetik dari DNA ke dalam
RNA (transkripsi), dan selanjutnya penterjemahan informasi genetik yang
terdapat pada RNA ke dalam polipeptida (translasi) (Jusuf, 2001).
Gen dapat diekspresikan, jika dikelilingi oleh kumpulan signal (isyarat)
yang dapat dikenal oleh sel tuan rumah. Signal-signal tersebut (yang biasanya
merupakan urutan nukleotida pendek) akan memberitahukan adanya gen dan
memberikan instruksi untuk alat-alat transkripsi dan translasi sel. Tiga signal yang
paling penting adalah: 1) Promotor, yang menandai titik dimulainya transkripsi
gen. 2) Terminator, yang menandai titik pada ujung gen tempat trankripsi gen
berhenti. 3) Tempat ikatan ribosom (ribosome binding site), merupakan urutan
nukleotida pendek yang dikenal oleh ribosom sebagai titik tempat ribosom harus
melekat pada mRNA (Praseno, 1991).

Interferon (IFN)
Suatu unsur penting dalam sistem kekebalan alamiah adalah interferon
(IFN), yang juga ikut mengatur sistem kekebalan yang didapat. Interferon adalah
salah satu protein dari famili sitokin. Sitokin merupakan kelompok protein
regulator dengan berat molekul rendah dan disekresikan oleh sel darah putih dan
beberapa sel lain di dalam tubuh akibat adanya suatu rangsangan. Sitokin
berikatan pada reseptor spesifik dari membran sel target. Sejarah penemuan IFN
dimulai pada tahun 1954 ketika Nagano dan Kojima menemukannya pada virus di
kelinci. Tiga tahun kemudian Isaacs dan Lindenmann berhasil menemukan
molekul yang serupa pada kultur sel ayam yang diinfeksi dengan virus influenza.
Molekul tersebut kemudian diberi nama interferon (Butler, 1987).
Fungsi umum dari kelompok protein ini adalah sebagai messenger
intraselluler yang memicu terjadinya aktivitas biologi setelah berikatan ke
reseptor sel taget (Kuby, 1994). Interferon dapat dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu IFN alfa (α), beta ( ), dan gamma ( ). Ketiganya memiliki efek
biologi yang sama pada sel, namun berbeda dalam strukrur dan berat molekulnya.
Interferon α dihasilkan oleh leukosit dan berperan sebagai molekul antiviral.
Sedangkan IFN dihasilkan oleh fibroblas dan dapat bekerja pada hampir semua
sel di dalam tubuh manusia. Interferon α dan mempunyai reseptor yang sama
sehingga keduanya disebut IFN tipe I. Interferon dihasilkan oleh limfosil sel T
helper dan hanya bekerja pada sel-sel tertentu, seperti makrofaga, sel endotelial,
fibroblas, sel T sitotoksik dan limfosit B (Kontsek & Kontsekova,1997).
Interferon disebut juga IFN tipe II. Sejak ditemukan oleh Isaac dan Lindenann
(1957), IFN dikenal memiliki daya antivirus. Pengaruh IFN telah nyata beberapa
jam setelah infeksi virus, jauh lebih cepat sebelum mekanisme imun lainnya
berfungsi. Beberapa karakter human IFN dapat dilihat pada tabel 1.

6
 

Tabel 1 Tipe dan Karakteristik human Interferon

Interferon (IFN) Tipe I
Interferon tipe I dinamakan leukosit IFN (IFN-α) dan fibroblast IFN (IFN). Sifat fisikokimia IFN ini adalah stabil pada suhu 65°C dan pH 2. Reseptor
yang dikenali oleh IFN tipe I dapat dikelompokkan menjadi dua subunit, yaitu
IFNAR-1 dan IFNAR-2 (Jonasch & Franck, 2001). Mikroorganisme seperti virus,
bakteri, mycoplasma, protozoa, bakterial lipopolysaccharide (LPS), RNA doublestranded dan mitogen menginduksi produksi IFN tipe I (Meager, 2006).
Mekanisme Kerja IFN tipe I
Interferon terbentuk karena rangsangan virus, disamping itu sebagai akibat
induksi oleh beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen, mitogen dan
polimer sintetik (Peters 1989). IFN tidak menghambat virus secara langsung,
namun melalui mekanisme pencegahan replikasi pada sel-sel sekitar sel yang
terinfeksi. Pencegahan replikasi dilakukan melalui pengikatan IFN pada reseptor
permukaan sel yang mengaktifkan gen-gen pengkode protein yang menghalangi
replikasi virus.
Interferon yang telah diproduksi bekerja melalui beberapa mekanisme
utama sebagai berikut:
1.

Efek antivirus
Interferon segera terikat pada reseptor spesifik pada permukaan sel. Ikatan
ini mengaktifkan 2 macam enzim, yaitu: protein kinase yang membantu
fosforilasi dua macam protein Alfa 1 dan elf-2 alfa. Kedua protein ini
menghambat sintesis protein virus. Enzim kedua adalah 2’,5’
oligoadenylate (2’,5’ A) synthetase, yang membentuk oligonukleotida
rantai pendek. Oligonukleotida ini selanjutnya merangsang enzim
ribonuklease yang menyebabkan degradasi RNA virus (Peters, 1989).

7
 

2.

Efek Immunomodulasi
Intereron memperbaiki sistem imun, baik sistem kekebalan alamiah
maupun sistem kekebalan yang didapat melalui beberapa jalan: 1).
Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel Natural killer
(NK), 2). Meningkatkan ekspresi Human Leukocyte antigen (HLA) pada
permukaan sel yang terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen
virus pada permukaan sel akan dikenali oleh limfosit T sitotoksik yang
menyebabkan lisis sel, 3). Ikut dalam lymphokine cascade dan produksi
interleukin 1 dan 2 (Peters, 1989; Thomas, 1988).

3.

Efek antiproliferatif
Interferon menghambat proliferasi sel tumor dengan mekanisme yang
masih belum jelas. Dalam pengamatan pada biakan jaringan ternyata sifat
contact inhibition sel dipulihkan. Efek ini menekan daya metastasis tumor
(Peters, 1989).

Gambar 1. Mekanisme aksi IFN tipe I

Interferon alfa (IFN-α)
Protein IFNα  adalah IFN tipe I dan merupakan monomer. Sedikitnya
terdapat 15 gen fungsional pada genom manusia yang mengkode protein-protein
IFN-α. Secara umum protein ini memiliki hampir 90% kesamaan dalam urutan
asam aminonya. Protein IFN-α mengandung 166 asam amino (kecuali IFN-α2,
mempunyai 165 asam amino karena mengalami delesi pada posisi asam amino
44), dan 23 asam amino peptida signal. Protein ini mempunyai berat molekul
antara 19-26 kDa, dan empat residu sistein yang membentuk 2 jembatan disulfida
Ikatan disulfida ini terjadi antara sistein pada 1/98 dan 29/138. Ikatan disulfida
29/138 penting untuk aktivitas biologi dari protein, sedangkan ikatan pada 1/98
tidak berpengaruh terhadap aktivitas proteinnya (Morehead et al. 1984). Natural
human interferon-α2 adalah O-glikosilasi protein (Thr-106) ( Gunther et al.
1991). Famili IFNα ini merupakan kelas paling dominan dari IFN yang
dihasilkan oleh leukosit darah yang terstimulasi. Gen hifn-α berlokasi pada
kromosom nomor 9 manusia dan tidak mengandung sekuens intron seperti yang
banyak ditemukan pada gen-gen eukariotik lain (Stuart & Sidney, 1993).Sebagian

8
 

besar IFNα tidak memiliki rantai samping karbohidrat, namun beberapa
merupakan glikoprotein dengan derajat glikosilasi berbeda.
Human interferon alfa (hIFN-α) telah banyak diaplikasikan untuk protein
terapetik karena memiliki aktivitas antiviral, antiproliferativ dan
immunomodulator. Lokus gen hifn-α2 terdiri atas tiga allelik, yaitu hifn-α2a, hifnα2b dan hifn-α2c (Ceaglio et al.2010). Dua rekombinan IFN-α (2a dan 2b) pada
tahun 1986 telah diakui oleh US FDA sebagai protein terapetik untuk treatmen
Hepatitis dan kanker. Diketahui hIFN-α2a adalah yang paling banyak digunakan
secara klinis untuk mengatasi Hepatitis B dan C kronis (Ferenci, 1993) dan
beberapa jenis kanker seperti melanoma, AIDS dan angioblastama.
Interferon- α2a (IFN-α2a)
Protein IFN-α2a memiliki 166 asam amino yang merupakan protein aktif.
Jika dilihat dari strukturnya IFN-α2a hampir memiliki persamaan struktur dengan
IFN α-2b dan murine interferon- . Perbedaan antara IFN α-2a dengan IFN α-2b
terletak pada asam amino nomor 23, untuk IFN pertama asam amino nomor 23
adalah lisin (K) sedangkan IFN kedua adalah arginin (R) (Klaus et al. 1997).
Kerangka baca terbuka gen ifn-α2a terdiri atas 522 pasang basa.
Produksi Interferon-α2a dengan Teknologi DNA Rekombinan
Sediaan IFNα2a sudah tersedia secara komersial, misalnya Roferon A.
Umumnya protein ini diproduksi dalam E. coli (Meager, 2006). Melalui teknologi
DNA rekombinan gen hifn-α2a diperoleh dengan mengisolasi mRNA ifn-α2a
yang diproduksi di sel leukosit. Selanjutnya mRNA diubah menjadi cDNA ifnα2a dengan metode RT PCR. cDNA diligasi dengan vektor kloning dan hasil
ligasi ditransformasikan ke dalam E. coli.
Yeast Pichia pastoris
Pichia pastoris termasuk kelompok yeast metilotropik yang menggunakan
metanol sebagai sumber energi dan sumber karbonnya. Yeast ini jika
ditumbuhkan pada media yang mengandung metanol, maka enzim yang terlibat
dalam metabolisme metanol akan terinduksi dengan kuat dan organel-organel
yang terikat pada membran seperti peroksisom akan bertambah secara besarbesaran. Kondisi inilah yang sangat menarik untuk menjadikan yeast metilotropik
sebagai inang untuk memproduksi protein heterologous (Yurimoto et al. 2011).
Jalur metabolisme metanol pada yeast metilotropik adalah melalui
mekanisme pada Gambar 1. Tahap pertama metanol dioksidasi menggunakan
oksigen molekuler oleh alcohol oxidase (AOD) menjadi formaldehid dan
hidrogen peroksida, dimana kedua produk ini merupakan senyawa toksik.
Formaldehid merupakan pusat dari mekanisme selanjutnya karena dari
formaldehid ini akan terbentuk dua cabang, yaitu jalur asimilasi dan disimilasi.
Sebagian formaldehid akan berubah menjadi xylulose 5-phosphate (Xu5P)
dengan bantuan dihydroxyacetone synthase (DAS). Pada tahap ini juga dihasilkan
dihydroxyacetone (DHA) dan glyceraldehyde 3-phosphate (GAP), yang terlibat
dalam sintesis materi-materi sel dan regenerasi Xu5P. AOD dan DAS terletak di

9
 

dalam peroksisom bersama dengan catalase (CTA), dan akan merusak hidrogen
peroksida menjadi oksigen dan H2O. DHA dan GAP terasimilasi di dalam sitosol.
DHA difosforilasi oleh dihydroxyacetone kinase (DHAK), selanjutnya
dihydroxyacetone phosphate (DHAP) dan GAP membentuk fructose 1,6bisphosphate yang kemudian digunakan untuk regenerasi Xu5P dan untuk
biosintesis material-material sel. Sebagian lagi formaldehid dioksidasi menjadi
CO2 pada jalur disimilasi sitosol. Formaldehid digenerasi oleh reaksi
nonenzimatik AOD dengan mereduksi glutathione (GSH) menjadi Shydrroxymethyl glutathione (S-HMG). S-HMG kemudian dioksidasi menjadi CO2
melalui jalur oksidasi GSH di sitosol. CO2 kemudian dibuang ke alam (Yurimoto
et al. 2011).

Gambar 2. Jalur metabolisme metanol pada P. pastoris

Pada P. pastoris metanol bukan hanya sebagai sumber karbon dan energi
tetapi juga merupakan induser untuk mengekspresikan protein rekombinan.
Keberadaan metanol menginduksi kerja promotor alcohol oxidase 1 (AOX1)
(Zhang et al.2000). Sistem ekspresi menggunakan P. pastoris telah banyak
digunakan. Keuntungan menggunakan yeast P. pastoris untuk ekspresi
heterologous protein diantaranya adalah ekspresi yang efisien dengan
menggunakan metanol inducible alcohol oxidase gene (AOX1) promoter dan
tingkat ekspresi protein rekombinan yang sangat tinggi, sekresi yang efisien, dan
proses fermentasi pada densitas sel yang sangat tinggi. Hal ini akan membuat
downstream processing akan menjadi sangat efisien(Cregg et al.2000).

10
 

3. METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2011- Juli 2012 di
Laboratorium Protein Terapetik dan Vaksin Pusat Penelitian Bioteknologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong Science Center (CSC).
Bahan
Kerangka baca terbuka hifn-α2a diamplifikasi dari plasmid rekombinan
pcDNA3.1+IFN-gene, vektor yang digunakan untuk kloning di E. coli dan
ekspresi pada P. pastoris adalah plasmid pPICZαB (Invitrogen), galur E. coli XL1
blue, dan galur X33 P. pastoris (Invitrogen).
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: mesin PCR
(BIOMETRA), Mini Polyacrylamide Gel System (BIORAD), Mini Trans-Blot®
Cell (BIORAD), dan Gene Pulser Xcell Electroporation Systems (BIO-RAD).
Prosedur Kerja
Amplifikasi gen human ifn-α2a
Gen human ifn-α2a diamplifikasi dari rekombinan pcDNA3.1 + IFN-gene
yang telah terinsersi gen hifn-α2a menggunakan teknik PCR dan sekaligus
menambahkan situs restriksi pada kedua ujungnya. Primer dua arah yang
digunakan adalah : F-IFN : 5 ‘CCG CTC GAG AAA AGA GAG GCT GAA GCT
TGT GAT CTG CCT CAA 3’, dan R-IFN : 5’GCT CTA GAG CTT CCT TAC
TTC TTA AAC T 3’. Primer PCR dirancang untuk mengamplifikasi gen hifn-α2a
dengan tambahan oligonukleotida yang mengkode situs pemotongan Kex2 dan
Ste13 dari vektor pPICZαB serta oligonukleotida pengkode asam amino pengkode
KBT hifn-α2a, serta penambahan urutan pengenal enzim restriksi pada ujungujungnya (Invitrogen, 2001).
Reaksi polimerisasi dilakukan dengan siklus sebagai berikut: denaturasi
pada 94 ºC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) 50ºC selama 1 menit,
dan polimerisasi 72oC selama 1 menit. Produk PCR dikarakterisasi dengan
metoda elektroforesis pada medium agarosa 1%. Gel diwarnai dengan larutan
EtBr dan diamati di bawah sinar UV. Hasil yang diharapkan adalah pita-pita pada
daerah sekitar 500 pasang basa (bp). Setelah itu, pita dengan ukuran tersebut
dipotong dan dipurifikasi dengan kit Agarosa DNA ekstraksi.
Preparasi Vektor pPICZαB
Plasmid pPICZαB (Invitrogen) diperbanyak dalam sel bakteri Eschericia
coli galur XL1 blue menggunakan metode Heat shock. Ditumbuhkan pada media
padat LB yang mengandung antibiotik zeocin pada suhu 37°C selama 24 jam.

11
 

Setelah diisolasi, DNA plasmid (vektor) dipotong dengan dua macam enzim
restriksi, yaitu Xho1 dan Xba1. Tahap selanjutnya dielektroforesis pada gel
agarosa 1% dengan tegangan 90 volt, lalu dilihat ukuran dan pola pita DNA-nya
dibawah lampu UV (Lampiran 3).
Sintesa Plasmid Rekombinan
Plasmid yang berfungsi sebagai vektor untuk membawa gen target adalah
plasmid pPICZαB. Gen human ifn-α2a dan plasmid pPICZαB yang mengandung
situs restriksi XhoI dan XbaI dipotong dengan enzim restriksi yang sama (XhoI
dan XbaI). Plasmid yang telah terbuka selanjutnya diligasikan dengan gen ifn-α2a
menggunakan enzim T4 DNA ligase. Sebelum ditransformasikan sel XL1 blue
dibuat menjadi sel kompeten. Koloni tunggal XL1 blue diinokulasi dalam 2 ml
media LB cair yang mengandung antibiotik tetrasiklin pada suhu 37°C dan 200
rpm selama 18 jam. Sebanyak 100 µl kultur ditambahkan ke dalam erlemeyer
yang berisi medium LB 100 ml. Kultur diinkubasi lagi selama 4 jam pada suhu
37°C dan 200 rpm. Sebanyak 30 ml kultur disentrifugasi pada 6500 rpm selama
15 menit pada suhu 4°C. Pelet ditambahkan dengan 4 ml larutan CaCl2 60mM
lalu diaduk perlahan sampai pelet larut. Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit
pada suhu dingin. Sel disentrifugasi seperti prosedur sebelumnya, lalu pelet
ditambahkan kembali dengan 4 ml larutan CaCl2 60mM kemudian diinkubasi lagi
selama 30 menit pada suhu dingin. Setelah itu sel disentrifugasi, kemudian pelet
dilarutkan dengan 1 ml larutan CaCl2 60mM.
Transformasi dilakukan dengan cara mencampurkan 100 ul sel kompeten
dengan 10 ul campuran ligasi. Selanjutnya campuran diinkubasi selama 30 menit
pada suhu dingin. Campuran reaksi kemudian ditransformasi menggunakan
metode Heat shock pada suhu 42°C selama 2 menit, selanjutnya tabung mikro
yang berisi campuran tersebut diinkubasi selama 5 menit pada suhu dingin.
Ditambahkan 100 ul media LB tanpa antibiotik lalu diinkubasi selama 1 jam pada
suhu 37°C, 100 rpm.
Metode sebar dilakukan untuk menumbuhkan hasil transformasi pada media
padat LB low salt yang mengandung antibiotik zeocin dengan konsentrasi 25
ug/ml untuk proses seleksi transforman. Koloni yang tumbuh selanjutnya diisolasi
DNA plasmid rekombinannya dengan metode Minipreparation of Plasmid DNA.
Sebelum diisolasi koloni-koloni tunggal pada media padat LB low salt
ditumbuhkan semalaman pada suhu 37°C di dalam 2 ml media LB low salt cair.
Setelah itu diambil 1,5 ml kultur dan dipindahkan ke dalam tabung mikro lalu
disentrifugasi pada 13.200 g selama 5 menit. Larutan 1 sebanyak 100 ul (20 mM
Glukosa, 10 mM EDTA, 20 mM Tris dan 5000 ul ddH2O) ditambahkan pada pelet
sambil dilarutkan. Selanjutnya diinkubasi pada 4°C selama 5 menit. Untuk tahap
selanjutnya ditambahkan 200 ul larutan 2 (0,3 N NaOH, 1% SDS dan 4 ml
ddH2O), diaduk perlahan kemudian didinginkan selama 5-10 menit. Ke dalam
tabung selanjutnya ditambahkan 150 ul larutan 3 (3M sodium asetat pH 5,2)
sambil diaduk perlahan. Untuk memisahkan pelet dan supernatan dilakukan
sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 13.200 g. Supernatan (400 ul)
diambil dan ditambahkan larutan fenol (400 ul). Tabung kemudian disentrifugasi
lalu lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung mikro baru. Ditambahkan ke
dalam tabung mikro pelarut kloroform dengan volume yang sama dengan cairan

12
 

yang diambil tadi. Tabung dikocok sebentar lalu disentrifugasi kembali selama 5
menit. Lapisan atas cairan diambil lalu dipindahkan ke tabung mikro baru untuk
ditambahkan etanol absolut sebanyak 2,5 volume awal. Tabung mikro yang berisi
plasmid rekombinan kemudian disimpan pada suhu -20°C selama 24 jam, lalu
disentrifugasi pada suhu 4°C dengan kecepatan 13.200 g selama 30 menit.
Supernatan dibuang lalu pelet dicuci dengan etanol 70% dan dikering anginkan
pada suhu ruang. Selanjutnya dilarutkan dengan 20 ul ddH2O.
Plasmid rekombinan yang telah diisolasi selanjutnya dikarakterisasi melalui
analisis pemotongan dengan enzim restriksi, serta analisis urutan nukleotida
(sekuensing). Analisis pemotongan dilakukan dengan prosedur sebagai berikiut:
plasmid rekombinan dimasukkan ke dalam tabung mikro 0,6 ml bersama dengan
enzim Xho1 dan Xba1, buffer Tango, dan ddH2O steril (total volume 20 µl).
Campuran reaksi diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37°C. Hasil analisis restriksi
selanjutnya dielektroforesis pada media agarosa 1% untuk memastikan
keberhasilan tahapan reaksi yang telah dilakukan.
Sebelum dianalisis sekuensing plasmid rekombinan (klon 6) dipurifikasi
dengan maxiprep kit (Qiagen). Klon 6 yang telah dimurnikan kemudian dihitung
konsentrasinya menggunakan Nanofotometer (IMPLEN).
Analisis Sekuensing
Analisis sekuensing plasmid rekombinan pPICZαB-ifnα2a dilakukan di
Pusat Bioteknologi BPPT Serpong. Konsentrasi sampel yang disekuens adalah
100 ng/µl. Pembacaan dilakukan dua arah yaitu arah 5’-3’ dengan primer 5’AOX
(5’-GACTGGTTCCAATTGACAAGC-3’), dan arah 3’-5’ dengan primer
3’AOX(5’-GCAAATGGCATTCTGACATCC-3’). Konsentrasi masing-masing
primer adalah 10 pmol/µl.
Linearisasi Plasmid Rekombinan
Plasmid rekombinan (klon 6) yang telah dicek kebenaran sekuensnya lalu
dilinearisasi sebanyak 5-10 ug dengan enzim BstX1. Plasmid yang telah linear
kemudian dipurifikasi dengan larutan fenol-kloroform dan diamati pola pitanya
dengan elektroforesis agarosa 1%.
Transformasi Plasmid RekombinanLinear ke dalam Sel P. pastoris
Sel elektrokompeten dari yeast (X33) dibuat dengan prosedur EasySelectTM
Pichia Expression Kit Manual Instruction (Invitrogen. 2001). Ditumbuhkan 1 ml
galur X33 P. pastoris dalam media YPD cair pada suhu 30°C selama 24 jam.
Selanjutnya diinokulasil 100 ul dari kultur tersebut lalu dipindahkan ke dalam 100
ml media YPD cair baru kemudian ditumbuhkan kembali sampai mencapai
OD600= 1,3-1,5. Setelah tercapai kondisi tersebut kultur disentrifugasi pada suhu
4°C selama 5 menit dengan kecepatan 1.100 g. Pelet diresuspen dengan 100 ul
ddH2O dingin. Dilakukan kembali sentrifugasi seperti prosedur sebelumnya,
kemudian pelet diresuspensi dengan 50 ml ddH2O dingin. Sel kemudian
disentrifugasi kembali, lalu pelet diresuspen dengan 4 ml sorbitol 1M dingin.

13
 

Sentrifugasi sel, lalu pelet diresuspen dengan 200 ul sorbitol 1M dingin. Sel
disimpan pada suhu dingin dan bisa langsung digunakan.
Sebanyak 80 ul sel elektrokompeten dicampur dengan 5-10 ug klon 6 linear
yang telah dipurifikasi. Campuran dipindahkan ke dalam cuvet 0,2 cm yang telah
disimpan pada kondisi dingin. Cuvet kemudian diinkubasi pada suhu 4°C selama
5 menit selanjutnya diberi kejutan listrik menggunakan metode elektroporasi.
Ditambahkan segera 1 ml sorbitol dingin ke dalam cuvet, kemudian ditransfer
seluruh isi cuvet ke dalam tabung steril 15 ml. Tabung selanjutnya diinkubasi
tanpa digoyang pada suhu 30°C selama 1-2 jam. Disebar 10, 25, 50, 100 dan 200
ul transforman pada media YPDS padat yang mengandung 100 ug/ml zeocin.
Plate kemudian diinkubasi 1-10 hari pada suhu 30°C sampai terbentuk koloni.
Skrining Sel P. pastoris yang membawa Plasmid Rekombinan
Proses skrining dilakukan dengan cara menumbuhkan koloni –koloni
tunggal yang tumbuh pada media YPD agar + 100 ug/ml zeocin ke media seleksi
YPDS + 2000 ug/ml zeocin. Pemilihan koloni dilakukan secara acak. Sel
diinkubasi pada suhu 28-30°C selama 2-5 hari. Transforman yang tumbuh pada
media tersebut kemudian diuji ekspresinya.
Ekspresi ke dalam sel P. pastoris
Koloni tunggal dari media YPDS + 2000 ug/ml zeocin ditumbuhkan dalam
2 ml media BMGY. Selanjutnya kultur diinkubasi dalam inkubator shaker pada
suhu 28°-30°C (250-300 rpm) sampai kultur mencapai nilai OD600=2-6. Sel
dipanen menggunakan sentrifugasi (1500-3000 x g) selama 5 menit pada
temperatur ruang. Supernatan yang diperoleh dibuang sedangkan peletnya
diresuspen sampai mencapai nilai OD600=1 dengan menggunakan media ekspresi
BMMY. Kultur ditumbuhkan kembali dalam inkubator bergoyang. Penambahan
100% metanol dengan konsentrasi akhir 0,5% dilakukan untuk interval waktu 24
dan 48 jam. Penambahan metanol dilakukan setiap 24 jam masa inkubasi.
Supernatan dan pelet dipisahkan setelah 48 jam jam lalu disimpan di dalam
tabung mikropada suhu 4°C. Analisis protein rekombinan terhadap supernatan
dilakukan menggunakan teknik Dot blot, SDS-PAGE (Sodium Deodocyl SulfatePolyacrylamide Gel) dan Western blot.
Analisis Dot Blot
Supernatan diteteskan pada membran nitroselulosa sebanyak 15 ul,
kemudian dikering anginkan. Membran yang telah kering direndam dan digoyang
dalam larutan blocking selama 60 menit, kemudian dicuci dengan larutan pencuci
(TBS + 0,1% tween) sebanyak 3 kali (15 menit; 5 menit; 5 menit). Membran
direndam dan digoyang dalam antibodi primer (Anti-α-Interferon Mouse mAb)
yang dimasukkan ke dalam larutan blocking dengan nisbah 1:500 selama 60 menit
dan dicuci seperti sebelumya. Tahap selanjutnya membran direndam dan
digoyang dalam antibodi sekunder (anti-mouse IgG AP conjugate) yang
dimasukkan ke dalam larutan blocking dengan nisbah 1:3000 selama 60 menit
yang dilanjutkan dengan pencucian seperti sebelumnya. Pita protein divisualisasi

14
 

dengan merendam membran dalam reagen NBT-BCIP yang dimasukkan ke
dalam larutan bufer AP pH 7,5 (Ausubel et al. 1992).
Analisis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Poly Acrylamide Gel
Electrophoresis) dengan Pewarnaan Comassie Brilliant Blue (CBB)
Sampel protein (supernatan) yang akan diana