Study on Melamine Contaminant on Food Product and Its Regulatory in Indonesia

(1)

CHAIRUN NISSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

CHAIRUN NISSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Cemaran Melamin dalam Produk Pangan dan Pengawasannya di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Chairun Nissa NRP. F252050085


(4)

Its Regulatory in Indonesia. Under direction of Yadi Haryadi and Dede R. Adawiyah.

In September 2008 there was reports of the incident of melamine tainted milk and milk products in Cina which was afraid marketed in Indonesia. At the time the case of melamine tainted on food was unusual and was a new emerging about food adulteration where the regulation are not established. Therefore the objective of this research was to conduct the study of probability melamine contamination on food and its regulatory in Indonesia. The steps of research were collecting data and references, regulations and result of laboratory testing on melamine on food in Indonesia. Melamine contamination on some food products origin of Cina or raw material that used from Cina. Melamine contaminated milk, candy, snack, preserved egg ‘pitan’, egg powdered and ammonium bicarbonate. Level contaminant is 8.51 mg/kg on soymilk drink to 945.86 mg/kg which found on milk candy which imported from Cina, 0,1 mg/kg and 0,16 mg/kg on pitan egg, 0.13 mg/kg to 7.05 mg/kg on powdered egg and 0.178 to 2.74 mg/kg on biscuits ex Malaysia. The Melamine also found on ammonium bicarbonate as 67.71 mg/kg and 75.98 mg/kg. From 72 samples of infant formula registered in Badan POM, melamine was not detected. The products consisted of 40 samples of domestic product and 32 samples of imported from United States (2 products), Netherland (8 products), Philipphine (6 products), Germany (1 product), Malaysia (1 product), New Zealand (6 product), Singapore (4 product), Spain (2 product), Switzeerland (2 product). Melamine was not detected in raw material of milk powder in milk premise.


(5)

Pengawasannya di Indonesia. Dibimbing oleh Yadi Haryadi dan Dede R. Adawiyah.

Pada bulan September 2008, dunia dikejutkan dengan adanya kasus melamin yang mengkontaminasi susu formula bayi di Cina. Departemen Kesehatan Cina menyatakan bahwa sebanyak 6.244 kasus batu ginjal dan 4 kematian (2 kasus telah positif terdiagnosa, sedangkan 2 kasus lainnya dalam proses diagnosa) yang disebabkan oleh konsumsi susu bubuk formula bayi yang terkontaminasi melamin. Seluruh bayi yang teridentifikasi menderita batu ginjal diketahui telah mengkonsumsi susu formula yang diproduksi oleh perusahaan paling popular di Cina yaitu Sanlu Co. Ltd.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontaminasi melamin pada produk pangan serta pengaturannya di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain. Manfaat penelitian adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya yang membidangi permasalahan yang terkait dengan pengawasan pangan dan sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi persoalan produk pangan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat konsumen di Indonesia, khususnya terkait kontaminan melamin pada produk pangan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan masalah batas maksimum kontaminan melamin.

Penelitian dilaksanakan di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta selama bulan Juli 2010 – Juli 2011.

Tahapan penelitian terdiri atas (1) Pengumpulan dan pemilihan Data/Bahan referensi, (2) Kajian Kontaminasi melamin pada produk pangan, (3) Kajian terhadap metode analisis melamin dalam produk pangan, (4) Kajian peraturan perundang-undangan tentang cemaran melamin di beberapa negara.

Kajian terhadap peraturan perundang-undangan mengenai batas maksimum kontaminan melamin umumnya dibedakan untuk pangan/formula bayi dan pangan umum dengan batas maksimum cemaran masing-masnig sebesar 1 mg/kg dan 2,5 mg/kg.

Pengamatan terhadap hasil pengujian menunjukkan adanya kontaminasi melamin pada beberapa produk makanan asal Cina atau bahan baku yang digunakan dari Cina yang beredar di Indonesia. Produk pangan yang terkontaminasi melamin adalah minuman susu kedelai, permen susu, snack, telur pitan, telur bubuk, biskuit dan amonium bikarbonat.

Kadar kontaminasi melamin yang ditemukan antara 8,51 mg/kg pada minum susu kedelai dan 945,86 mg / kg di permen susu yang diimpor dari Cina. Hasil pengujian laboratorium terhadap telur pitan awetan menunjukkan dari 8 sampel, 2 sampel ditemuka n terkontaminasi melamin dengan kadar 0,16 mg/kg dan 0,1 mg/kg. Dari 5 sampel ex-impor telur bubuk dari Cina, semuanya terkontaminasi melamin dengan kadar 0,13 mg/kg sampai 7,05 mg/kg. Hasil pengujian untuk impor biskuit dari Malaysia, 12 sampel terdeteksi melamin dengan kadar 0,178 mg/kg sampai 2,74 mg/kg. Sampel amonium bikarbonat sebagai bahan baku


(6)

masing-masing mempunyai spesifikasi dan batas deteksi yang bereda. Dari hasil penelusuran dan kajian, metode analisis yang paling dapat dipercaya dalah LC/MS MS karena mempunyai selektifitas dan sensitifitas yang tinggi.

Rekomendasi utama adalah perlu dikeluarkan peraturan mengenai batas maksimum kontaminan melamin.dengan mempertimbangkan target konsumen rentan dan terjadinya kontaminasi melamin yang tidak disengaja, dengan batas maksmum dapat mengacu pada ketentuan Codex draft 5, yaitu formula bayi 1 mg/kg, pangan olahan 2,5 mg/kg serta formula bayi bentuk cair 0,5 mg/l..


(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

CHAIRUN NISSA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(9)

(10)

NRP : F 252050085 Program Studi : Teknologi Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. (Ketua) (Anggota)

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(11)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Magister Profesional Teknologi Pangan. Tema penelitian ini diangkat dari masalah yang dijumpai oleh peneliti dalam pekerjaan sehari-hari. Tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya pemerintah yang berkompeten.

Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. dan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi. selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam menyusun tesis ini, mulai dari awal hingga akhir. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lilis Nuraida, MSc selaku Koordinator Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan yang telah membantu, memberikan dorongan dan kesempatan yang begitu banyak kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknologi Pangan yang telah mencurahkan pengetahuan kepada penulis selama menjalani kuliah di sekolah pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan. Tidak lupa terima kasih juga kepada mbak Tika dan bu Mar.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Sukiman Said Umar, Apt, MM. selaku Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneruskan pendidikan pascasarjana di kampus tercinta, IPB.

Tak lupa kepada Drs. Suratmono, MP, selaku Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya atas dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sejawat di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan terutama kepada Ibu Murni Sitanggang, Ibu Dian Putranti, Fitri Kristiana, Tati Nurhayati, Meinneke. Terimakasih juga kepada teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Juga kepada teman-teman MPTP batch 2, terimakasih semua.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, kakak, adik-adik dan keponakan-keponakan tercinta atas dukungan dan doanya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini belum sempurna, sehingga penulis lain dapat melanjutkan untuk penyempurnaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011


(12)

Penulis dilahirkan di Moskow USSR (Sekarang Rusia) pada tanggal 29 November 1965 sebagai anak kedua dari ayah almarhum M.L. Maala (almarhum) dan Ibu almarhumah Nurmani.

Tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negeri 70 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Andalas Padang dan mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1988. Penulis melanjutkan ke program profesi apoteker pada perguruan tinggi yang sama dan menamatkannya pada tahun 1990.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1991 dan ditempatkan di Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman. Sejak tahun 2001 hingga sekarang penulis mendapat tugas sebagai Kepala Seksi Inspeksi Peredaran Pangan Badan POM yang juga melaksanakan profesi sebagai inspektur/auditor pangan olahan. Berbagai pelatihan, seminar, dan tugas-tugas kantor tentang keamanan pangan telah dilalui oleh penulis selama bekerja di Badan POM RI.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Ruang Lingkup ... 2

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Melamin ... 4

Kasus Kontaminasi Melamin ... 8

Dampak Kontaminan Melamin Pada Manusia ... 10

Paparan Kontaminan Melamin Pada Pangan ... 12

Metode Analisis Melamin ... 14

Peraturan Kontaminan Melamin di Beberapa Negara... 19

Sistem Pengawasan Pangan di Indonesia ... 21

METODE PENELITIAN ... 23

Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Tahapan Penelitian ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Kajian Kontaminasi Melamin Pada Produk Pangan di Indonesia ... 25

Kajian Metode Pengujian Melamin ... 31

Kajian Peraturan Tentang Cemaran Melamin di Beberapa Negara ... 35

Pengaturan dan Pengawasan Kontaminan di Indonesia ... 37

Rekomendasi Batas Maksimum Melamin Pada Produk Pangan ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

Kesimpulan ... 43

Saran ... 44


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur melamin... 4

2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi... 5

3 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan rendah. ... 6

4 Struktur melamin dan analognya. ... 6

5 Siklus penguraian metabolik melamin terkait dengan Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena. ... 7

6 Struktur melamin dan struktur asam sianurat. ... 7

7 Grafik kontaminan melamin pada produk berbasis atau mengandung susu. ... 26

8 Grafik kadar cemaran melamin pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan. ... 28


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produk pangan asal Cina yang mengandung melamin. ... 9

2 Total paparan diet melamin di negara Uni Eropa ... 20

3 Hasil uji cemaran melamin pada beberapa produk pangan . ... 25

4 Hasil pengujian bahan baku asal susu. ... 27

5 Hasil pengujian telur pitan awetan. ... 28

6 Hasil pengujian tepung telur ... 29

7 Hasil pengujian amonium bikarbonat ... 30

8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia ... 30

9 Matriks metode análisis melamin ... 34


(16)

Latar Belakang

Pada bulan September 2008 dunia dikejutkan dengan adanya kasus melamin yang mengkontaminasi susu formula bayi di Cina. Departemen Kesehatan Cina menyatakan bahwa sebanyak 6.244 kasus batu ginjal dan 4 kematian disebabkan oleh konsumsi susu bubuk formula bayi yang mengandung melamin. Kasus ini terus berkembang. Pada bulan November 2008 dilaporkan sebanyak 294.000 bayi yang terkait dengan konsumsi susu mengandung melamin. Lebih dari 50.000 bayi dirawat di rumah sakit dan 6 bayi meninggal (WHO 2008a). Seluruh bayi yang teridentifikasi menderita batu ginjal diketahui telah mengkonsumsi susu formula (WHO 2009b).

Kasus cemaran melamin pada produk susu yang terjadi di Cina merupakan kesengajaan penambahan melamin ke dalam produk pangan yang dimaksudkan untuk menaikkan kadar nitrogen sehingga seolah-olah kadar protein naik. Hal ini dilakukan karena kadar protein merupakan salah satu parameter kualitas susu (Karunasagar 2009). Kadar nitrogen dalam protein sering menjadi dasar perhitungan kadar protein dalam bahan pangan. Metode analisis kadar nitrogen berdasarkan metode Kjeldahl merupakan metode standar yang digunakan untuk pengujian kadar total nitrogen yang kemudian dikonversikan sebagai kadar protein (James 1999). Pengujian protein pada susu segar di Indonesia mengacu kepada SNI 01-2782-1998 menggunakan metode Kjeldahl (BSN 1998).

Melamin merupakan bahan baku pembuatan resin melamin (yaitu sejenis plastik termoset) dengan mereaksikannya dengan formaldehida. Melamin tidak digunakan sebagai bahan baku, bahan penolong ataupun bahan tambahan dalam pengolahan produk pangan. Penambahan melamin ke dalam pangan tidak diperbolehkan oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission (Komisi Standar Pangan), ataupun otoritas nasional mana pun (WHO 2008a). Namun di sisi lain adanya cemaran melamin pada produk pangan dapat terjadi melalui lingkungan seperti limbah industri yang terdapat pada air, residu pestisida pada tanaman maupun residu pada hewan, serta migrasi kemasan (Karunasagar 2009). Cemaran melamin pada pangan juga dapat disebabkan oleh penggunaan asam asetat


(17)

guanidine, urea atau biuret sebagai ingredien/bahan tambahan pakan (EFSA 2008). Melamin yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan kristal di dalam ginjal, dan dapat mengakibatkan gangguan ginjal seperti anuria, gagal ginjal, kanker ginjal, dan bahkan kematian (WHO 2009b).

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (Kementerian semula disebut Departemen) yang ditunjuk oleh Presiden melakukan pengawasan di bidang obat dan makanan, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 166 tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Dari Keterangan Pers BPOM pada tanggal 27 September 2008 tentang kandungan melamin dalam produk pangan berbasis susu yang diimpor dari Cina ditemukan ada 16 (enam belas) produk pangan berbasis susu yang positif mengandung melamin dengan kadar melamin antara 8,51 mg/kg sampai 945,86 mg/kg (ppm) (BPOM 2008).

Batas maksimum cemaran melamin dalam produk pangan di Indonesia saat ini belum diatur. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengatur bahwa produk pangan tidak boleh mengandung bahan beracun, berbahaya, atau mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimum yang ditetapkan. Namun demikian, ketentuan mengenai batas maksimum migrasi melamin dari kemasan pangan ke dalam bahan pangan yang dikemas telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan. Adanya migrasi melamin ini memungkinkan terjadinya kontaminasi melamin pada pangan dari kemasan pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian terhadap cemaran melamin dalam produk pangan, metode analisis melamin, ketentuan mengenai batas maksmum mengenai melamin di beberapa negara serta pengawasannya di Indonesia.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian adalah kajian peraturan batas maksimum kadar melamin pada produk pangan di beberapa negara, kajian metode analisis melamin,


(18)

dan kajian hasil uji kontaminan melamin pada produk pangan, serta rekomendasi batas maksimum melamin yang diijinkan di Indonesia.

Tujuan

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk mengkaji kontaminasi melamin pada produk pangan serta pengaturannya di Indonesia dibandingkan dengan di negara-negara lain.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya yang membidangi permasalahan yang terkait dengan pengawasan pangan dan sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi persoalan produk pangan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat konsumen di Indonesia, khususnya terkait kontaminan melamin pada produk pangan.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberi penguatan keilmuan bagi Ilmu Pangan, khususnya teknologi pangan, lebih khusus kebijakan keamanan pangan.


(19)

Melamin

Melamin merupakan senyawa basa organik bersifat polar dengan pKa 5,6 mempunyai rangka 1,3,5-triazina dengan rumus kimia C3H6N6 dan memiliki

nama sistematis IUPAC Melamin, Nama Kimia Abstrak 1,3,5-Triazin-2,4,6-triamin, dan Chemical Abstract Services (CAS) No 108-78-1 (IARC 2010). Struktur kimia melamin disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur melamin (NLM 2011)

Melamin dikenal dengan nama lain sianuramida, sianurotriamida, sianurotriamina, isomelamin, triaminotriazin, 2,4,6-triaminotriazin, triamino-s-triazin, 2,4,6-triamino-1,3,5-triazine, 2,4,6-s-triazinetriamin, dan 1,3,5-triazina-2,4,6 (1H,3H,5H)-triimina (IARC 2010). Senyawa kimia ini berbentuk kristal putih padat, mempunyai sifat sedikit larut dalam air (3,1 g/l pada suhu 20 °C), sedikit larut dalam etanol, dan tidak larut dalam dietil eter (Anonim 2009a and IARC 2010).

Melamin disintesis pertama kali oleh Liebig pada tahun 1834. Pada produksi awal, kalsium sianamida diubah menjadi disiandiamida, kemudian dipanaskan di atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Pada saat ini industri menggunakan urea untuk menghasilkan melamin melalui reaksi berikut (Anonim 2011).

6 (NH2)2CO → C3H6N6 + 6 NH3 + 3 CO2

Pertama-tama, urea terurai menjadi asam sianat pada reaksi endotermik:


(20)

melamin dan karbon dioksida: 6 HCNO → C 3H6N6 + 3 CO2

Urea Asam Isosianat

. Reaksi kedua bersifat eksotermik. Namun keseluruhan proses reaksi bersifat endotermik (Anonim 2011).

Pada tahun 2007 produksi melamin seluruh dunia mencapai 1,7 juta ton dengan pabrik terbanyak terdapat di Cina dan Eropa Barat. Melamin dapat diproduksi dengan tiga bahan awal yang berbeda, yaitu urea, disiandiamida dan hidrogen sianida. Reaksi pembentukan melamin dari urea dapat dilihat pada Gambar 2 (WHO 2009b):

Asam Isosianat Asam Sianurat

Asam Sianurat Amonia Melamin

Gambar 2 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan tinggi (WHO 2009b)

Reaksi berlangsung satu atau beberapa tahap dengan tekanan tinggi atau tekanan rendah. Proses tekanan tinggi yaitu 90-150 bar dilaksanakan dalam fase cair tanpa katalis pada suhu 380-450o

Pada proses tekanan rendah, proses pembentukan melamin dilaksanakan dalam fase gas dengan katalis aluminium oksida atau aluminosilikat yang

C. Dalam proses ini pertama-tama urea dikonversikan menjadi asam isosianat, danselanjutnya membentuk asam sianurat. Asam sianurat kemudian bereaksi dengan amonia membentuk melamin (WHO 2009b).


(21)

dimodifikasi, yaitu pada tekanan 1-10 bar dan suhu 350-450o

Asam isosianida Karbodiimida Sianamida

C. Pertama-tama urea dikonversi menjadi asam isosianat. Pada reaksi tahap kedua, asam isosianat dikonversikan pada katalis menjadi sianamida atau karbodiimida yang kemudian dikonversi menjadi melamin (WHO 2009b). Reaksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Karbodiimida Sianamida Melamin

Gambar 3 Reaksi produksi melamin dengan proses tekanan rendah (WHO 2009b)

Kemurnian produk melamin bergantung pada proses pembuatan dan tingkat pemurnian yang dilaksanakan. Kemurnian melamin dapat mencapai 99%. Pengotoran melamin dapat dari senyawa ammelid dan ammelin (WHO 2009b). Struktur melamin dan analognya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur melamin dan analognya (WHO 2009b)

Melamin dapat dimetabolisme oleh minimal dua strain bakteri (Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena) menjadi karbondioksida dan amoniak. Melamin dimetabolisme melalui reaksi deaminasi membentuk ammelin (4,6-diamino-2-hidroksi-1,3,5-triazine), kemudian ammelid (6-amino-2,4- dihidroksi-1,3,5-triazina), asam sianurat (s- triazine-2,4,6-triol) dan selanjutnya


(22)

diurai menjadi biuret, urea dan akhirnya membentuk ammonia dan karbondioksida (WHO 2009b) dengan skema seperti disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Siklus penguraian metabolik melamin terkait dengan

Pseudomonas strain A dan Klebsiella terragena (WHO 2009b) Asam sianurat dapat ditemukan sebagai pencemaran dalam produksi melamin. Asam sianurat juga dapat ditemukan dalam air kolam renang sebagai produk disosiasi (uraian) dari dikloroisosianurat yang digunakan untuk desinfeksi air (WHO 2009a). Perbedaan struktur kimia melamin dengan asam sianurat dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 2. (a) Melamin, dan (b) Asam sianurat

Gambar 6 Struktur melamin (a) dan struktur asam sianurat (b) (Karunasagar 2009)

Melamin banyak digunakan pada industri pembuatan plastik, bahan perekat, peralatan makan, dan papan tulis whiteboards (WHO 2008b). Reaksi melamin dengan formaldehida membentuk resin melamin banyak digunakan oleh industri produksi plastik, laminate, lem, bahan perekat, senyawa cetakan, pelapis, kertas,


(23)

kertas karton, dan pemadam api. Selain itu melamin merupakan komponen utama pewarna kuning yang digunakan dalam pembuatan tinta dan plastik. Melamin juga digunakan sebagai pupuk karena sifatnya yang kaya nitrogen. Melamin dapat ditemukan sebagai metabolit dari pestisida siromazina yang digunakan dalam pertanian dan dalam praktek peternakan, yaitu sebagai ektoparasitisid pada beberapa hewan seperti domba, kambing dan kelinci. Senyawa lain yang dapat menghasilkan melamin adalah trikloromelamin. Trikloromelamin diijinkan digunakan sebagai zat sanitaiser pada mesin dan peralatan pengolahan makanan kecuali untuk wadah dan peralatan susu. Selama penggunaan sebagai sanitaiser trikolomelamin dapat terurai menjadi melamin (Karunasagar 2009).

Kasus Kontaminasi Melamin

Pada tahun 2007 melamin ditemukan dalam gluten gandum dan konsentrat protein beras yang diekspor dari Cina, yang digunakan dalam pembuatan pakan hewan peliharaan di Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan kematian anjing dan kucing karena kegagalan ginjal (WHO 2008a).

Selama tahun 2008 kadar melamin dalam jumlah besar ditemukan pada berbagai jenis pangan asal Cina, yaitu formula bayi, produk susu olahan cair dan bubuk (misal permen berbasis susu, produk kopi bubuk instant, biskuit, coklat, minuman berbasis susu dan keik) serta berbagai produk bukan berbasis susu (amonium bikarbonat, pakan hewan dan ingredien pakan, tepung telur dan telur mentah serta krimer bukan susu). Kemungkinan kontaminasi melamin karena penggunaan ingredien yang dibuat dari susu yang terkontaminasi melamin (WHO 2008a dan CAC 2010a).

Pemalsuan susu dilakukan dengan menambahkan melamin ke dalam susu yang telah diencerkan dengan air. Penambahan air pada susu dilakukan untuk meningkatkan jumlah volume susu. Penambahan air ini menyebabkan kadar protein susu yang lebih rendah dari standar, padahal kadar protein menjadi salah satu parameter penerimaan susu di pabrik. Penambahan melamin meningkatkan kandungan nitrogen dalam susu yang pada hasil uji dianggap sebagai kandungan protein (WHO 2008a).


(24)

Di Indonesia, ditemukan adanya kontaminan melamin pada produk berbasis susu atau mengandung susu yang berasal atau mengandung bahan baku dari Cina. Hasil pengujian yang dilakukan BPOM RI dengan menggunakan metode LC-MS-MS ditemukan kontaminan melamin paling besar pada kembang gula susu yaitu sebesar 945,86 mg/kg.

Keterangan Pers Kepala Badan POM RI tanggal 24 September 2008 tentang isu produk cina yang mengandung melamin, menyatakan bahwa ada 12 merek produk pangan asal Cina berbasis susu yang terdaftar di Badan POM (BPOM, 2008), yaitu: (1) susu fermentasi merek JinweiYougoo dengan tiga varian rasa, (2) susu bubuk full cream Guozhen, (3) es krim Meiji Indoeskrim Gold Monas dengan dua varian rasa, (4) stick wafer Oreo dalam dua jenis kemasan, (5) chocolate sandwich cookies Oreo, (6) kembang gula M&M’s dengan 2 varian, (7) biskuit Snickers, (8) kembang gula Dove Choc dengan tiga varian rasa, (9) kembang gula Merry X-mas, (10) kembang gula Penguin, (11) makanan ibu hamil dan menyusui Nestle Nesvita Materna, dan (12) selai susu Nestle Milkmaid.

Penelusuran di pasar yang dilakukan oleh BPOM, menunjukkan bahwa beberapa produk sudah tidak diimpor lagi. Hasil pengambilan dan pengujian sampel terhadap produk asal Cina memperlihatkan ada 12 sampel yang terdeteksi mengandung kontaminan melamin, terdiri atas 6 produk yang terdaftar di Badan POM dan 6 produk yang tidak terdaftar di Badan POM. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produk pangan asal Cina yang mengandung melamin (BPOM 2008)

No. Jenis Pangan & Merek Status Keterangan 1 Guozhen Pine Pollen Calcium Terdaftar

Milk (Susu Bubuk Full Cream)

Diedarkan melalui Multi Level Marketing 2 Oreo Stick Wafer Terdaftar

3 Oreo Stick Wafer Terdaftar 4 M & M’s Peanuts Chocolate Terdaftar

Candies (kemasan kuning)

5 M & M’s Peanuts Chocolate Terdaftar Candies (kemasan coklat)


(25)

Tabel 1 Produk pangan asal Cina yang mengandung melamin (BPOM 2008) (lanjutan)

No. Jenis Pangan & Merek Status Keterangan 7 Kembang gula White Rabbit Tidak terdaftar

(kemasan biru)

8 Kembang gula White Rabbit Tidak terdaftar (kemasan merah)

9 Soybean Drink With Milk Tidak terdaftar (kemasan kuning)

10 Soybean Drink With Milk Tidak terdaftar (kemasan hijau)

11 Soyspring Instant Milk Cereal Tidak terdaftar 12 Soyspring Instant Peanut Milk Tidak terdaftar

Kontaminan melamin paling besar ditemukan pada kembang gula sebesar 945,86 mg/kg maka paparan melamin karena mengkonsumsi kembang gula susu pada anak usia 7-9 tahun bobot 25 kg diperkirakan yaitu : bobot kontaminan melamin mg/kg x asumsi konsumsi / (TDI x Bobot Badan) = 945,86 mg/kg x (5 x 5 g/1000 / (0,2 mg/kg x 25 kg = 472,93 %. Nilai ini sudah menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan.

Dampak Kontaminan Melamin Pada Kesehatan Manusia

Belum ada data studi mengenai dampak langsung melamin pada manusia. Namun, data studi pada hewan percobaan dapat digunakan untuk memprediksi dampak melamin terhadap kesehatan manusia. Melamin menyebabkan batu pada kandung kemih pada uji hewan percobaan. Jika dikombinasi dengan asam sianurat, yang juga terdapat dalam bubuk melamin pada pakan dengan dosis 2,5-400 mg/kg yang diberikan secara oral pada kucing, anjing, tikus, babi dan ikan, akan membentuk kristal yang kemudian menjadi batu ginjal. Kristal kecil ini juga menutup saluran kecil dalam ginjal yang mempunyai potensi menghentikan produksi air seni, menyebabkan kegagalan ginjal, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian (WHO 2009a).

Melamin juga menunjukkan dampak karsinogenik pada hewan pada beberapa kondisi yang disebabkan adanya batu ginjal pada kandung kemih.


(26)

Namun demikian tidak cukup bukti adanya risiko karsinogenik pada manusia. Keracunan melamin ditandai dengan iritabilitas, adanya darah dalam air seni, air seni sedikit atau tidak ada, gejala infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi (WHO 2009a dan IARC 2010)

Melamin tidak dimetabolisme di dalam tubuh dan secara cepat akan dikeluarkan dari dalam plasma lewat air seni. Waktu paruh di dalam plasma adalah sekitar 3 jam (WHO 2008b). Lebih dari 98% asam sianurat yang diberikan secara oral diekskresikan tanpa diubah ke dalam air seni dalam waktu 24 jam (IARC 2010).

Melamin mempunyai toksisitas yang rendah, tetapi studi percobaan menunjukkan bahwa kombinasi melamin dengan asam sianurat menyebabkan pembentukan kristal dan akhirnya mengakibatkan kerusakan ginjal. Kajian terhadap gluten dalam pakan bertanggung jawab terhadap kasus gagal ginjal pada anjing dan kucing di Amerika Serikat pada tahun 2007. Kajian lebih lanjut memperlihatkan bahwa pakan tersebut mengandung senyawa triazin berikut: melamin 8.4%, asam sianurat 5.3%, ammelid 2.3%, ammelin 1.7%, ureidomelamin dan metilmelamin masing-masing kurang dari 1% (WHO 2009a).

Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa melamin mempunyai toksisitas akut yang rendah dengan nilai LD50 pada tikus sebesar 3.161 mg/kg bobot badan. Data toksisitas oral yang ditemukan pada manusia tidak ada. Data yang tersedia merupakan penelitian pemberian pakan hewan yang dilakukan pada tikus, mencit dan anjing. Efek toksik utama pada makanan yang terpapar melamin pada tikus dan mencit adalah pembentukan batu ginjal, reaksi inflammatory (peradangan) dan hiperplasia dalam kelenjar uriner. Kristaluria melamin dilaporkan terjadi pada anjing (WHO 2009a).

Berdasarkan penelitian pada tikus percobaan selama 13 minggu dengan asupan konsumsi sebesar 63 mg/kg bobot badan per-hari memberikan batas efek tidak terlihat (No observed adverse effect level - NOAEL). Berdasarkan hasil percobaan tersebut Food and Drug Administration (FDA) menetapkan asupan harian yang dapat diterima atau tolerable daily intake (TDI) sebesar 0,63 mg/kg bobot badan per hari. TDI adalah perkiraan maksimum sejumlah senyawa yang secara individu dalam populasi dapat terpapar setiap hari sepanjang hidupnya


(27)

tanpa risiko kesehatan yang nyata. Suatu faktor keamanan kelipatan 100 sering diterima sebagai margin antara batas efek merugikan yang tidak terlihat atau no-observed-adverse-effect level (NOAEL) terendah dari data hewan dengan TDI (tolerable daily intake) untuk manusia, oleh karena itu 63 mg melamin dan analognya/kg-bobot badan per hari (NOAEL) dibagi oleh faktor keamanan 100 kali =0,63 mg melamin dan analognya/kg-bobot badan per hari (TDI). Tetapi dengan adanya peningkatan toksisitas dari gabungan melamin dan asam sianurat dan ketidakpastian yang tinggi, maka FDA menambahkan faktor keamanan 10 kali sehingga TDI = 0,063 mg/kg (FDA 2008).

Paparan Kontaminan Melamin Pada Pangan

European Food Safety Authority (EFSA) menyebutkan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan kontaminasi melamin pada pangan dan pakan (EFSA 2010), yaitu :

1. Hasil penggunaan pestisida siromazina. Batas maksimum residu (MRL= maximum residue level) siromazina pada lahan pertanian adalah 4 mg/kg atau lebih. Oleh karena itu maka kadar melamin, sebagai metabolit siromazina dapat berada pada level mendekati atau melebihi 2,5 mg/kg.

2. Migrasi dari bahan yang kontak dengan pangan (food contact materials). Penggunaan melamin sebagai monomer dan sebagai komponen pada resin melamin (sejenis plastik termoset) yang kontak dengan bahan pangan disetujui oleh banyak negara dan mempunyai batas migrasi spesifik lebih dari 2,5 mg/kg pangan. Melamin juga dapat digunakan pada wadah atau kemasan non-plastik (seperti kertas, karton, dan pelapis kaleng) yang akan kontak dengan pangan. Oleh karena itu Uni Eropa menyetujui kadar melamin melebihi 2,5 mg/kg tetapi di bawah batas migrasi spesifik, dan tidak dianggap sebagai produk yang dipalsukan serta harus diijinkan diperdagangkan.

3. Ingredien/bahan tambahan pakan tertentu seperti asam asetat guanidino, urea dan biuret, akibat pengotoran yang tidak dapat dihindari walaupun Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) telah diterapkan.


(28)

Menurut Karunasagar (2009) kontaminasi melamin dapat terjadi dalam lingkungan air dan ikan. Melamin digunakan untuk produksi selama bertahun-tahun dan distribusinya ke lingkungan telah dievaluasi oleh beberapa instansi. Pada pabrik yang memproduksi melamin, sekitar 80-90% limbah cair dieliminasi dengan sarana pengolah limbah cair (waste water treatment plants - WWTPs). Mikroorganisme dalam WWTPS dapat beradaptasi dengan melamin karena terus menerus terpapar. Air merupakan komponen lingkungan yang sering terkontaminasi melamin. Melamin diperkirakan mencemari udara sebesar kurang dari 0,0001%, air sebesar 99,99%, tanah sebesar 0,006%, dan sebagai sedimen sebesar 0,0001%. Dari produksi sekitar 300 ton melamin, bagian yang terlepas ke dalam air adalah antara 0,003mg/l hingga 0,0042 mg/l. Hasil monitoring melamin di Jepang mengindikasikan kadar melamin berkisar antara 0,0001 mg/kg hingga 0,0076 mg/kg dalam air, 0,01 hingga 0,40 mg/kg dalam sediment, dan 0,02-0,55 mg/kg dalam jaringan ikan. Kadar melamin dalam ikan yang hidup di air dekat sarana produksi diperkirakan mencapai 0,36-10,9 mg/kg. Bioconcentration factor (BCF) secara umum dalam carp Cyprinus carpio, diperkirakan menjadi < 0,38. Melamin merupakan senyawa yang inert secara metabolik dan semua hewan yang diteliti mengekskresikan melamin atau analognya. Ikan mengekskresikan melamin lebih lambat daripada hewan pengerat.

Pada penelitian yang sengaja menambahkan melamin pada ikan, menunjukkan bahwa dua ikan salmon yang diberi dosis 380 mg/kg mati pada hari ke tujuh dan hari kesebelas. Ikan yang diberi kombinasi melamin dan asam sianurat mempunyai residu asam sianurat lebih kecil daripada jika diberikan hanya asam sianurat. Kristal melamin-sianurat ditemukan pada jaringan ginjal dan usus halus, tetapi tidak pada jaringan daging ikan (Karunasagar 2009).

Percobaan pada ikan trout dan ikan salmon menunjukkan bahwa walaupun tidak diberi melamin terdeteksi adanya melamin sekitar 0,04-0,12 mg/kg. Hal ini disebabkan karena adanya melamin pada pakan untuk masing-masing ikan sebesar 0,5 mg/kg dan 6,7 mg/kg (Karunasagar 2009). Percobaan pada udang yang mendapat pakan dengan kandungan melamin masing-masing sebesar 50 mg/kg dan 100 mg/kg, setelah hari ke 14 kadar melamin dalam otot udang mencapai berturut-turut 51 µg/kg dan 217 µg/kg, sementara udang yang tidak diberi pakan


(29)

melamin mengandung 41 ug/kg yang kemungkinan berasal dari air yang tercemar melamin (Karunasagar 2009).

Dari survey pasar di Amerika Serikat terhadap udang, lele, tilapia, salmon, belut dan jenis ikan lainnya, ditemukan sekitar 31,4% sampel yang terkontaminasi melamin dengan konsentrasi di atas batas deteksi (Level of Detection - LOD). Pada sepuluh dari 105 sampel (9,5%) ditemukan kadar melamin sebesar 51 µg/kg-237 µg/kg (Karunasagar 2009).

Metode Analisis Melamin

WHO (2008c) menyatakan bahwa metode analisis melamin secara kuantitatif dapat menggunakan metode ELISA, GC/MS, HPLC-UV, LC/MS dan LC-MS-MS. ELISA atau enzyme-linked immunosorbent assay merupakan metode immunokemikal berdasarkan interaksi antigen-antibodi. Metode ini sangat sensitif dan dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan protein spesifik secara kuantitatif dalam jumlah sangat kecil, sebagai contoh antigen dengan kuantitas kurang dari 10 ng/ml (Kolakowski 2001). Metode ELISA dapat digunakan untuk deteksi melamin pada pangan. Enzim yang berkonyugasi dengan melamin berkompetisi dengan melamin dari sampel untuk membentuk ikatan melamin – antibodi. Aktivitas enzim dan nilai absorban berkurang sesuai penambahan jumlah melamin yang tanpa tanda dari sampel yang tidak diketahui (Fintschenko 2008).

GC/MS adalah kromatografi gas (Gas Chromatography) yang dikombinasikan dengan spektrometrik massa (mass spectrometric) dan menggunakan standar isotop-stabil bertanda. Analit gas dilewatkan melalui kolom dengan fase gerak gas, sedangkan fase diam berupa gas-cair atau padat. Senyawa yang telah terpisah selanjutnya dialirkan melalui detektor. Senyawa yang sifat mudah menguapnya rendah tidak dapat ditentukan langsung dengan kromatografi gas, tetapi harus diderivatisasi terlebih dahulu (Harris 2000 dan Kolakowski 2001). Dalam hal ini kromatografi cair dapat langsung digunakan untuk memisahkan senyawa yang tidak mudah menguap (Harris 2000).

Spektrometrik massa merupakan detektor yang kuat untuk analisis secara kuantitatif dan kualitatif dari analit pada kromatografi gas atau cair, memberikan informasi tentang komponen dari suatu senyawa kimia. Pada kromatografi gas,


(30)

molekul gas diionisasi (menggunakan kation), diakselerasi pada bidang elektrik kemudian dipisahkan berdasarkan massanya. Proses ionisasi biasanya memberikan energi yang cukup untuk memecah molekul menjadi fragmen-fragmen. Tiap fragmen akan mengenai detektor dari spektrometer massa membentuk grafik yang disebut sprektrum massa. Spektrometer akan sangat selektif untuk analit yang diinginkan. Selektivitas mengurangi persyaratan penyiapan sampel dan pemisahan secara kromatografi dari komponen senyawa kimia. Ketika operasi dalam mode selektif tinggi untuk analit partikel, maka spektrometri massa meningkatkan rasio signal-to-noise dalam analisis kuantitatif dan menurunkan limit deteksi analit (Harris 2000).

Penggabungan kromatografi cair dengan spektrometri massa mempunyai hambatan yaitu membutuhkan solvent untuk analit dalam jumlah besar, sementara spektrometer massa dengan alat vakum tinggi tidak dapat dengan cepat menerima 1 ml solvent per menit. Untuk mengatasi hal ini digunakan kolom kromatografi dengan diameter 2,1 mm dan kecepatan aliran 0,2 ml per menit (Harris 2000).

Prinsip High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) didasarkan pada pemisahan komponen suatu campuran dalam kolom berisi partikel mikro silika yang seragam (3-10 um), dimodifikasi secara kimia untuk memperoleh lapisan permukaan dengan gugus fungsi yang berbeda dan menggunakan kromatografi fase reverse (fase diam non polar dan fase gerak polar). Untuk keakuratan senyawa yang diuji diderivatisasi dulu dan menggunakan pendeteksi absorpsi sinar UV (Kolakowski 2001).

Penggabungan metode instrumen HPLC, LC atau GC dengan teknik deteksi yang selektif sangat diperlukan. Tandem spektrometri massa (mass spectrometry) (MS/MS) memberikan derajat selektivitas yang sangat tinggi, diikuti dengan massa spektrometri tunggal (MS), diode array detection (DAD) dan terakhir absorpsi ultraviolet (UV) (WHO 2008b).

Metode analisis ELISA, GC-MS, HPLC-UV, LC-MS dan LC-MS-MS untuk mendeteksi melamin (WHO 2008b) dapat diuraikan sebagai berikut..

ELISA

ELISA menganalisis kadar melamin secara kuantitatif. ELISA digunakan untuk pengujian susu, susu bubuk, gluten gandum dan makanan basah untuk


(31)

hewan, makanan kering untuk hewan, susu cair dan hasil olah susu lainnya. Batas kuantifikasi (Limit of Quantification - LOQ) melamin yaitu 10-250 ppm pada gluten gandum, 2-50 ppm pada makanan basah untuk hewan, 4-100 ppm pada makanan kering untuk hewan, 2-50 ppm pada susu, 10-250 ppm pada susu bubuk, olahan susu yaitu 0,1-5,0 ppm pada susu dan 0,5-25 ppm pada susu bubuk serta 60 ppb pada susu cair. Sementara batas deteksi (Limit of Detection - LOD) 10 ppm pada gluten gandum, 2 ppm pada makanan basah untuk hewan, 4 ppm pada makanan kering untuk hewan, 2 ppm pada susu dan 10 ppm pada susu bubuk, 0,1 ppm pada susu dan 0,5 ppm pada susu bubuk. (WHO 2008b).

Melamin diekstrak dari sampel dengan menggunakan vortex, kemudian ekstrak dipipet ke dinding mikro yang dilapisi antibodi. Kuantitas melamin ditentukan dengan reaksi warna dan diperlukan pembaca pelatmikro (atau garis) untuk mengukur densitas optik. Kit uji (yaitu pelat mikro yang dilapis dan reagen) dapat digunakan sebagai alat skrining untuk pembuktian kontaminasi melamin. Penanganan penyiapan sampel harus hati-hati untuk menghindari gangguan. Uji yang tersedia saat ini dilaporkan mempunyai limit deteksi yang tidak cukup sensitif. Saat ini sedang dikembangkan validasi untuk berbagai matriks pangan dan metode penyiapan sampel yang dapat digunakan untuk mencapai limit deteksi dan kuantifikasi yang lebih rendah (WHO 2008b)

GC-MS

Metode ini berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (USFDA), dengan LOQ sebesar 2 mg/kg, dan sensitivitas hingga 0,01 mg/kg. GC-MS digunakan mendeteksi melamin, ammelin, ammelid dan asam sianurat (WHO 2008b dan WHO 2008c).

GC-MS memerlukan penyiapan sampel laboratorium lebih banyak karena melamin harus diderivat (derivat trimetilsilil) sebelum diinjeksikan ke dalam GC-MS. Jika dilakukan secara hati-hati dengan sistem yang baik, maka sensitivitas dan selektivitas akan sangat tinggi. Sampel diekstraksi dengan campuran asetonitril/air/dietilamin dan sebelum dianalisis analit dikonversikan ke derivat trimetilsilil. Metode ini berasal dari USFDA, dengan LOQ sebesar 2 mg/kg, dan sensitivitas hingga 0,01 mg/kg. Namun sistem GC/MS memerlukan perhatian yang seksama jika menganalisis sampel yang diderivat. Metode ini memerlukan


(32)

penyiapan sampel laboratorium dengan lebih banyak tahapan dengan quality control yang ketat di laboratorium – karena ada banyak penyebab kesalahan (WHO 2008c).

HPLC-UV

HPLC-UV digunakan untuk mendeteksi melamin/asam sianurat pada daging dengan LOQ sebesar 50 ppb daging unggas dan 100 ppb daging sapi dengan batas LOD sebesar 25 ppb. USFDA juga menggunakan HPLC-UV untuk mendeteksi melamin pada gluten gandum dan makanan basah untuk ternak. Data LOQ dan LOD tidak disebutkan. Metode ini digunakan untuk mendeteksi melamin/siromazin pada susu. Selain itu metode ini juga digunakan untuk mendeteksi melamin, ammelin dan asam sianurat pada gluten gandum dan konsentrat protein beras dengan LOQ sebesar 400 ppm dan LOD sebesar 100 ppm. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi melamin pada minuman dengan LOQ sebesar 50 ppb. Metode ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi melamin, ammelin, ammelid pada tepung serealia dengan LOD sebesar 5 ppm dan asam sianurat dengan LOD sebesar 90 ppm (WHO 2008b).

Penggunaan sinar UV pada panjang gelombang 240 nm dapat memberikan informasi kuantitatif. Sampel diekstraksi dengan campuran asetonitril/air dan dianalisis dengan HPLC pasangan ion. Analisis pada sampel yang kompleks seperti kembang gula dan kukis akan memberikan gangguan pada hasil karena banyak senyawa juga mengabsorbsi UV pada 240 nm. Karena itu metode LC-UV perlu validasi yang intensif dengan spektrometrik massa berdasarkan tiap matrik pangan dan juga memerlukan prosedur penyiapan sampel yang selektif. Sampel yang positif divalidasi dengan analisis kedua untuk menghilangkan positif palsu. Dalam pengujian ini tidak ditemukan negatif palsu sementara dari segi keamanan pangan sangat penting untuk menemukan negatif palsu, yaitu hasil analisis sampel mengandung melamin di atas limit padahal sesungguhnya kadar melamin di bawah limit.

LC-MS

LC-MS digunakan untuk mendeteksi melamin dan asam sianurat pada daging dan makanan hewan dengan LOD 10 ppb (WHO 2008b). Metode LC-MS dan metode LC-MS-MS banyak digunakan mengingat selektivitas dan LOQ.


(33)

Dibutuhkan kehati-hatian assessment karena adanya gangguan dari sampel. Jika prosedur dilakukan dengan menggunakan sampel yang efisien dan dengan menggunakan metode pertukaran ion, LC-MS akan memadai untuk kuantifikasi yang ada.

LC-MS-MS

Metode ini digunakan USDA untuk pengujian melamin pada jaringan babi dan unggas dengan LOQ sebesar 50 ppb. US-FDA menggunakan metode ini untuk pengujian melamin pada jaringan lele dan untuk pengujian melamin dan asam sianurat pada formula bayi dengan LOQ 250 sebesar ppb. US-FDA juga menggunakan metode ini untuk pengujian melamin pada jaringan dan susu formula cair dengan LOQ sebesar 25 ppb, pengujian formula bayi bubuk kering dengan LOQ sebesar 200 ppb, pengujian asam sianurat pada jaringan dan formula cair dengan LOQ sebesar 50 ppb serta pengujian formula bayi bubuk kering dengan LOQ sebesar 200 ppb. Metode ini juga digunakan oleh NZFDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Selandia Baru) dengan memodifikasi metode penerapan biosistem untuk makanan hewan dan matriks lain terhadap melamin dan asam sianurat. Metode ini juga dapat digunakan untuk pengujian melamin dengan LOQ sebesar 50 ppb pada lobak/bit, pengujian melamin, ammelin, ammelid, asam sianurat pada jaringan ginjal, pengujian melamin pada jaringan otot dengan LOD sebesar 1,7 ppb, dan pengujian asam sianurat pada lele, ikan trout, tilapia, salmon dan udang dengan LOD sebesar 3,5 ppb (WHO 2008b).

LC-MS-MS sejauh ini merupakan metode yang paling dapat diterima untuk kadar kuantitas melamin yang rendah dalam berbagai matriks sampel yang berbeda. Metode ini memberikan sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk produk-produk yang perbedaannya cukup luas. Sampel diekstraksi dengan campuran asetonitril/air, ekstrak di ekstraksi cair/cair diikuti dengan ekstraksi fase padat (solid phase extraction – SPE). Karena metode ini membutuhkan peralatan instrumen yang sangat canggih, dengan menggunakan isotopikal standar yang diberi tanda, memungkinkan memberikan kuantifikasi pada kadar rendah.


(34)

Peraturan Kontaminan Melamin di Beberapa Negara

Pada sidang Codex ke 33 tahun 2010 telah disetujui usulan batas maksimum kontaminan melamin pada formula bayi bubuk sebesar 1 mg/kg, pada pangan lain dan pakan sebesar 2,5 mg/kg. Pada sidang Codex ke 34 tahun 2011 telah disetujui usulan batas maksimum untuk formula bayi cair sebesar 0,15 mg/kg. Ketentuan batas maksimum untuk pangan lain dan pakan sebesar adalah 2,5 mg dengan ketentuan bahwa adanya melamin adalah karena tidak sengaja atau tidak dapat dihindari terdapat pada pangan. Batas maksimum ini tidak berlaku jika dapat dibuktikan adanya melamin karena dampak dari penggunaan siromazina sebagai pestisida yang diijinkan, asalkan batas melamin tidak melebihi batas siromazina. Batas maksimum juga tidak berlaku jika diakibatkan karena migrasi dari bahan yang kontak dengan pangan (wadah/kemasan) sesuai ketentuan pemerintah. Di samping itu batas maksimum tidak berlaku jika dalam produksi normal adanya melamin disebabkan penggunaan ingredien/bahan tambahan pakan berikut asam asetat guanidino, urea, dan biuret (CAC 2010b).

USFDA telah menetapkan asupan harian melamin yang dibolehkan (tolerable daily intake, TDI) sebesar 0,63 mg/kg bobot badan per hari. Perhitungan ini didasarkan pada kadar yang tidak memperlihatkan dampak merugikan (no-observed-adverse-effect level - NOAEL) dari penelitian tikus selama 13 minggu. TDI dihitung dengan menggunakan faktor keamanan 100 pada NOAEL. Untuk efek kombinasi melamin – asam sianurat yang tidak diketahui dan terjadi peningkatan toksisitas maka FDA memberikan tambahan 10 kali faktor keamanan sehingga menjadi 1000. Jika awal NOAEL 63 mg/kg bobot badan/hari dibagi 1.000 memberikan TDI baru untuk melamin dengan analognya sebesar 0,063 mg/kg bobot badan/hari. Jadi orang dewasa dengan bobot badan 60 kg dapat mengkonsumsi 3,78 mg melamin dan analognya per hari tanpa adanya dampak kesehatan yang merugikan. Oleh karena itu FDA menetapkan batas maksimum formula bayi sebesar 1 ppm aman dikonsumsi harian (Anonim 2009b). Pada kondisi terburuk dengan asumsi bahwa 50% diet terkontaminasi melamin, dengan perkiraan diet sebesar 3 kg (dengan komposisi pangan sebanyak 1,5 kg cair dan 1,5 kg padat) maka konsumsi harian melamin adalah sebesar 3,78 mg dibagi 1,5 kg dan diperoleh angka 2,5 mg/kg. Dengan demikian, maka jika 50%


(35)

diet terkontaminasi melamin dengan kadar 2,5 mg/kg, asupan hariannya adalah sebesar 0,063 mg/kg bobot badan per-hari. Kadar melamin dan analognya dalam bahan pangan di bawah 2,5 mg/kg tidak menimbulkan risiko kesehatan (FDA 2008).

Uni Eropa melalui European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan TDI melamin sebesar 0,5 mg/kg bobot badan/hari dengan mempertimbangkan 15 mg melamin perhari dikonsumsi orang dengan bobot 50 kg, tetapi tidak mempertimbangkan kombinasi melamin dengan analognya. WHO menetapkan TDI melamin sebesar 0,2 mg/kg bobot badan/hari dengan perkiraan 10 mg melamin per hari dikonsumsi orang dengan bobot 50 kg, dan TDI asam sianurat sebesar 1,5 mg/kg bobot badan/hari (Anonim 2009b).

EFSA (2010) memperkirakan paparan terkait dengan bobot badan dengan rata-rata konsumsi 750-800 g per hari (batas 450-1,200 g per hari) untuk bayi usia 4-5 bulan pertama. Rata-rata konsumsi bayi usia 3 bulan dengan bobot 6,1 kg sebanyak 780 ml per hari dengan 95 persentil mengkonsumsi 1.060 ml per hari. Sehingga diperkirakan rata-rata 800 g perhari dan tertinggi 1.100 g per hari. Paparan melamin untuk dewasa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Total paparan diet melamin di negara Uni Eropa (EFSA 2010)

Negara Jumlah

Sampel

Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan rerata

kejadian

Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan P95

kejadian Rerata

paparan

P95 paparan Rerata paparan

P95 paparan

Austria 2123 1,79 3,44 5,11 10,33

Belgia 1723 1,42 2,43 3,97 6,89

Bulgaria 853 1,22 2,32 3,76 6,99

Ceko 1751 1,4 2,35 4,12 6,81

Jerman 3550 1,63 2,8 4,83 8,3

Denmark 3150 2,04 3,57 6,16 10,58

Estonia 2010 1,56 2,87 4,29 7,86

Finlandia 2007 1,92 3,05 5,57 9,04

Perancis 1195 1,59 2,5 4,7 7,36

Britania Raya

1724 1,27 2,17 3,6 6,3

Hungaria 927 1,36 2,05 4,05 6,21

Irlandia 1373 1,79 3,04 5,24 8,96

Eslandia 1075 2,16 3,92 5,63 9,95


(36)

Tabel 2 Total paparan diet melamin di negara Uni Eropa (EFSA 2010) (lanjutan)

Negara Jumlah

Sampel

Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan rerata

kejadian

Paparan (µg/kg BB per hari) berdasarkan P95

kejadian Rerata

paparan

P95 paparan Rerata paparan

P95 paparan

Belandia 4285 1,58 2,53 4,93 7,97

Norwegia 2321 1,69 3,07 4,61 8

Polandia 2692 1,88 3,37 5,38 9,78

Swedia 1088 1,78 2,98 5,25 8,68

Slowakia 2208 1,09 2,57 2,66 6,45

Minimum 1,09 2,05 2,66 6,21

Median 1,6 2,8 4,83 7,97

Maksimum 2,16 3,92 6,16 10,58

Keterangan : P95 = 95 persentil, BB = bobot badan

Sistem Pengawasan Pangan di Indonesia

Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, tujuan pengaturan pembinaan dan pengawasan adalah tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. Untuk mendukung tujuan tersebut, setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimum yang ditetapkan. Ketetapan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan menyatakan bahwa ambang batas maksimum cemaran pada pangan segar ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian atau perikanan, sedangkan penetapan ambang batas maksimum pangan olahan ditetapkan Kepala Badan POM.

Menurut FAO (2003) elemen dari sistem pengawasan pangan nasional terdiri dari 1) undang-undang dan peraturan pangan, 2) manajemen pengawasan pangan, 3) kegiatan inspeksi, 4) kegiatan laboratorium: data monitoring dan epidemiologi pangan, serta 5) informasi, edukasi, komunikasi dan pelatihan.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 166 tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden No. 11 tahun 2005 tentang perubahan kelima atas Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,


(37)

Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPOM merupakan badan yang ditunjuk oleh Presiden melakukan pengawasan di bidang obat dan makanan (Setneg 2000). Berkenaan dengan pangan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, BPOM berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar, yaitu mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau melakukan pengujian terhadap contoh pangan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, kewenangan pengawasan telah diatur, terkait pangan segar merupakan kewenangan instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau kehutanan, pangan olahan merupakan kewenangan Badan POM sementara pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan dan pangan siap saji ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

Adanya kasus melamin pada pangan, BPOM melakukan fungsi elemen dalam sistem pengawasan pangan nasional meliputi kegiatan inspeksi, pengambilan contoh produk pangan yang dicurigai mengandung melamin, melakukan pengujian laboratorium dan memberikan informasi kepada masyarakat dalam bentuk Keterangan Pers. Pengkajian dan penyusunan standar batas maksimum melamin telah dilakukan sejak tahun 2008 oleh Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM, dan telah dilakukan pembahasan dengan tim pakar maupun pembahasan dengan Kementerian Kesehatan.


(38)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat, dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan Juli 2011.

Bahan dan Alat

Penelitian ini memerlukan data yang berkaitan dengan hasil pengujian melamin dalam produk pangan yang diperoleh dari Badan POM. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan, serta data sekunder untuk menunjang data kepustakaan tersebut.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri atas (1) Pengumpulan dan pemilihan Data/Bahan referensi, (2) Kajian kontaminasi melamin pada produk pangan, (3) Kajian terhadap metode analisis melamin dalam produk pangan, dan (4) Kajian peraturan perundang-undangan tentang cemaran melamin di beberapa negara.

Persiapan dimulai dengan kegiatan pengumpulan dan pemilihan data/bahan referensi serta kajian terhadap bahan referensi tersebut. Data awal diperoleh dari data hasil pemeriksaan melamin dalam produk pangan yang terdapat di Badan POM.

Pengumpulan dan Pemilihan Data/Bahan Referensi

Data sekunder yang dikumpulkan berupa bahan/data referensi meliputi : 1. Data sekunder mengenai peraturan perundang-undangan dan standar terkait

dengan cemaran melamin pada produk pangan. Data ini diperoleh dari Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Referensi mengenai peraturan perundang-undangan negara lain ataupun standar internasional diperoleh melalui internet.


(39)

2. Data Sekunder mengenai metode analisis terhadap cemaran melamin, dimaksudkan karena adanya pemalsuan nilai protein yang memanfaatkan kelemahan metode analisis yang digunakan. Data metode analisis merupakan hal penting dalam pemantauan adanya melamin dalam produk pangan

3. Data sekunder mengenai hasil pengujian di Badan POM dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemalsuan melamin pada produk pangan yang ada di Indonesia. Data sekunder hasil pengujian yang diambil merupakan hasil pengujian Badan POM tahun 2008-2009.

Kajian Kontaminasi Melamin Pada Produk Pangan

Kajian terhadap kemungkinan cemaran melamin mencakup studi kepustakaan mengenai terdapatnya melamin dalam produk pangan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kajian juga menganalisis data hasil pengujian yang dilakukan Badan POM serta kajian terhadap data hasil pengujian untuk mengetahui besarnya terjadi cemaran melamin.

Kajian Terhadap Metode Analisis Melamin Dalam Produk Pangan

Kajian metode analisis dilakukan melalui referensi untuk melihat metode analisis yang digunakan untuk pengujian melamin, mekanisme metode analisis dan kemungkinan hasil analisisnya. Selain itu juga ditampilkan data pengujian yang merupakan data sekunder untuk melihat keterkaitan metode analisis yang digunakan.

Kajian Peraturan Perundang-undangan Tentang Melamin di Beberapa Negara

Kajian peraturan perundang-undangan mencakup ketentuan mengenai persyaratan dan standar melamin yang telah diatur di negara-negara lain termasuk jenis pangan yang diatur.


(40)

Berdasarkan informasi media massa, kasus pemalsuan dengan melamin di Cina ditemukan pada produk pakan dan produk pangan. Beberapa jenis pangan yang diketahui terkontaminasi oleh melamin, yaitu susu dan hasil olahnya, produk yang berbasis susu, produk yang mengandung susu seperti kembang gula, sereal susu, biskuit, telur pitan, tepung telur dan amonium bikarbonat. Hasil pengujian yang dilakukan Badan POM pada tahun 2009 menggunakan metode LC-MS-MS terhadap berbagai produk pangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji cemaran melamin pada beberapa produk pangan

Kelompok Pangan Jumlah

Sampel

Jumlah sampel yang

terdeteksi melamin

Persentase sampel yang

terdeteksi melamin Produk pangan berbasis susu atau

mengandung susu asal Cina

17 16 94,1

Bahan baku asal susu 8 0 0,0

Telur pitan awetan 8 2 25,0

Tepung telur 5 5 100,0

Amonium bikarbonat 3 2 66,7

Biskuit asal Malaysia 31 12 38,7

Susu formula bayi yang beredar di Indonesia

72 0 0,0

Sumber: BPOM (2009b)

Tabel 3 memperlihatkan bahwa 94,1% produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina, 25% telur pitan awetan, 100% tepung telur, 66,7% amonium bikarbonat, dan 38,7% biskuit asal Malaysia dengan bahan baku asal Cina terdeteksi mengandung melamin. Sementara hasil pengujian BPOM pada tahun 2009 terhadap formula bayi yang beredar di Indonesia baik produksi lokal maupun impor dan bahan baku susu yang diambil dari sarana produksi formula bayi tidak terdeteksi adanya melamin. Data formula bayi yang diuji (sebanyak 72 contoh susu formula) menunjukkan bahwa semua produk susu formula yang diuji tidak terdeteksi mengandung melamin. Dari 72 contoh tersebut 40 contoh merupakan produk lokal dan 32 contoh merupakan produk impor dari negara


(41)

Amerika Serikat (2 produk), Belanda (8 produk), Filipina (6 produk), Jerman (1 produk), Malaysia (1 produk), Selandia Baru (6 produk), Singapura (4 produk), Spanyol (2 produk), dan Swiss (2 produk).

Data pengujian terhadap produk berbasis susu atau mengandung susu asal Cina dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik kontaminan melamin produk berbasis atau mengandung susu (BPOM 2009b)

Gambar 7 menunjukkan bahwa kontaminasi melamin terdapat pada jenis wafer dengan kandungan melamin berkisar antara 24,44 ppm hingga 366,08 ppm, pada susu bubuk sebesar 38,03 ppm, pada produk sereal susu sebesar 23,49 ppm, pada minuman susu kedele sebesar 8,51 ppm dan 93,25 ppm, pada kembang gula susu sebesar 945,86 ppm, dan 458,04 ppm, pada kembang gula coklat manis sebesar 252,81 ppm, pada kembang gula coklat susu dengan kacang sebesar 262,82 ppm dan 146,17 ppm, pada kembang gula coklat susu sebesar 856,3 ppm, dan pada kembang gula coklat sebesar 167,5 ppm hingga 322,22 ppm. Kadar melamin yang cukup bervariasi pada produk pangan yang sejenis dapat disebabkan karena sifat melamin yang sedikit larut dalam air, sehingga

167.5 252.89 322.22 856.3 116.47 262.82 252.81 456.04 945.86 93.25 8.51 23.49 38.03 366.08 361.69 24.44

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Kembang Gula Coklat

Kembang Gula Coklat Kembang Gula Coklat Kembang Gula Coklat Susu Kembang Gula Coklat Susu Dengan Kacang Kembang Gula Coklat Susu Dengan Kacang Kembang Gula Coklat Susu Manis Kembang Gula Susu Kembang Gula Susu Minuman Susu Kedele Minuman Susu Kedele Sereal Susu Susu Bubuk Wafer Wafer Wafer Jen is p an g an


(42)

kemungkinan selama proses produksi tidak terjadi pencampuran yang homogen. Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa kadar melamin terendah ditemukan pada minuman susu kedele yaitu sebesar 8,51 ppm, sementara kadar melamin tertinggi ditemukan pada permen susu sebesar 945,86 ppm. Di samping pengujian terhadap produk susu, dilakukan juga pengujian terhadap delapan jenis bahan baku susu yang diambil dari lima pabrik pengolahan susu formula bayi yang berada di Jakarta dan Yogyakarta. Hasil pengujian Badan POM terhadap bahan baku asal susu di lima pabrik pengolahan susu formula bayi tersebut menunjukkan tidak adanya cemaran melamin. Data hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengujian bahan baku asal susu (BPOM 2009b)

No Kode Contoh Jenis Pangan Kadar Melamin

dalam mg/kg

1 BB1 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi

2 BB2 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi

3 BB3 Whey Milk Powder Tidak terdeteksi

4 BB4 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi

5 BB5 Skim Milk Powder Tidak terdeteksi

6 BB6 Full Cream Milk Powder Tidak terdeteksi

7 BB7 Base Growing up Milk Tidak terdeteksi

8 BB8 Lactoferin Tidak terdeteksi

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam produk susu bubuk bayi produksi lokal tidak terdeteksi adanya melamin dan pada Tabel 4 menunjukkan bahan baku asal susu yaitu full cream milk powder, skim milk powder, whey milk powder, base growing up milk dan lactoferin yang digunakan untuk memproduksi susu tidak terdeteksi adanya melamin. Hal ini memperkuat hasil audit sarana produksi produk susu formula bayi yang dilakukan Badan POM (2008) bahwa dalam pengolahan susu formula bayi tidak menggunakan bahan baku yang mengandung cemaran melamin.

Pengujian pada kelompok pangan lain (selain produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina) menunjukkan kadar melamin yang cukup rendah (di bawah 8 ppm), yaitu pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.


(43)

Gambar 8 Grafik kadar cemaran melamin pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan (BPOM 2009b)

.Gambar 8 menunjukkan bahwa kandungan melamin pada telur pitan awetan asal Cina kadarnya kecil yaitu berkisar dari tidak terdeteksi (0,0 mg/kg) sampai 0,16 mg/kg, dengan rerata sebesar 0,03 mg/kg. Sementara itu, kontaminasi melamin pada tepung telur asal Cina mempunyai kisaran cukup besar dengan kandungan terendah sebesar 0,13 mg/kg dan tertinggi sebesar 7,05 mg/kg dengan rerata sebesar 1,99 mg/kg. Pada biskuit, kandungan melamin berkisar dari 0,178 mg/kg hingga 2,07 mg/kg, dengan rerata sebesar 0,73 mg/kg.

Telur pitan awetan asal Cina merupakan telur asin yang dibuat dari telur bebek. Hasil pengujian terhadap telur pitan awetan menunjukkan dari 8 contoh, 2 contoh mengandung kontaminan melamin dengan kadar 0,16 mg/kg dan 0,1 mg/kg. Hasil pengujian terhadap telur pitan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil pengujian telur pitan awetan (BPOM 2009b)

No Kode Sampel Jenis Pangan Kadar Melamin

dalam mg/kg

1 T1 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi

2 T2 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi

3 T3 Telur Pitan Awetan 0,16

4 T4 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi

5 T5 Telur Pitan Awetan 0,1

6 T6 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi

7 T7 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi

8 T8 Telur Pitan Awetan Tidak terdeteksi

0 1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sam pel K ad ar m el am in ( m g /kg ) Biskuit Tepung telur Telur Pitan


(44)

Telur pitan awetan juga dilaporkan mengandung cemaran melamin. Adanya kontaminasi melamin diduga sengaja ditambahkan melamin untuk menaikkan kadar protein atau dari pakan ternak.

Hasil pengujian terhadap tepung telur yang merupakan bahan baku produk pangan, menunjukkan bahwa dari 5 contoh yang diuji, semuanya mengandung melamin dengan kadar bervariasi dari 0,13 mg/kg hingga 7,05 mg/kg. Pada tabel 6 terlihat kadar melamin pada tepung kuning telur sebesar 0,13 mg/kg hingga 0,5 mg/kg, kadar melamin terbesar terdapat pada tepung putih telur sebesar 7,05 mg/kg. Hasil pengujian tepung telur dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil pengujian tepung telur (BPOM 2009b)

No Kode Sampel Jenis Pangan Kadar Melamin

dalam mg/kg

1 TT1 Tepung kuning telur 0,5

2 TT2 Tepung Putih Telur 7,05

3 TT3 Tepung Telur 1,83

4 TT4 Tepung kuning telur 0,13

5 TT5 Tepung kuning telur 0,44

Pengujian dengan parameter melamin juga dilakukan terhadap ammonium bikarbonat, karena adanya laporan biskuit yang mengandung melamin. Dari hasil pengujian, kandungan melamin pada ammonium bikarbonat cukup tinggi yaitu sebesar 67,71 mg/kg dan 75,98 mg/kg (Tabel 7). Sampel AB1 merupakan ammonium bikarbonat impor dari Jepang sementara sampel AB2 dan AB3 merupakan ammonium bikarbonat impor dari Cina. Amonium bikarbonat merupakan bahan tambahan pangan pengembang misalnya pada pembuatan biskuit yang digunakan dalam jumlah kecil. Pada produk akhir, kadar melaminnya akan jauh berkurang. Adanya melamin pada amonium bikarbonat kemungkinan disebabkan kontaminasi silang karena pabrik yang memproduksi amonium bikarbonat juga memproduksi urea dan melamin (Hock 2008). Penambahan melamin dengan tujuan meningkatkan kadar nitrogen pada amonium bikarbonat tidak diperlukan karena tidak efisien dari segi biaya. Hasil pengujian amonium bikarbonat dapat dilihat pada Tabel 7.


(45)

Tabel 7 Hasil pengujian amonium bikarbonat (BPOM 2009b)

No Kode Sampel Jenis Pangan Kadar Melamin

dalam mg/kg

1 AB1 Amonium bikarbonat Tidak terdeteksi

2 AB2 Amonium bikarbonat 67,71

3 AB3 Amonium bikarbonat 75,98

Hasil pengujian terhadap biskuit asal Malaysia yang diduga mengandung melamin menunjukkan bahwa dari 31 contoh, 12 contoh terdeteksi mengandung melamin dengan kadar 0,178 mg/kg hingga 2,74 mg/kg.

Kemungkinan adanya kontaminasi melamin pada biskuit disebabkan karena adanya cemaran melamin pada bahan tambahan amonium bikarbonat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8 yang menunjukkan adanya indikasi adanya cemaran melamin dalam amonium bikarbonat.

Tabel 8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia (BPOM 2009b)

No Kode Kadar Melamin dalam mg/kg

1 BK1 0,26

2 BK2 Tidak terdeteksi

3 BK3 Tidak terdeteksi

4 BK4 Tidak terdeteksi

5 BK5 2,74

6 BK6 Tidak terdeteksi

7 BK7 0,52/1,55

8 BK8 0,68/1,32

9 BK9 1,75

10 BK10 1,66

11 BK11 2,07

12 BK12 Tidak terdeteksi

13 BK13 Tidak terdeteksi

14 BK14 Tidak terdeteksi

15 BK15 Tidak terdeteksi

16 BK16 Tidak terdeteksi

17 BK17 Tidak terdeteksi

18 BK18 Tidak terdeteksi

19 BK19 0,22

20 BK20 Tidak terdeteksi

21 BK21 Tidak terdeteksi

22 BK22 0,18


(46)

Tabel 8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia(BPOM 2009b) (lanjutan)

No Kode Kadar Melamin dalam mg/kg

24 BK24 0,318

25 BK25 Tidak terdeteksi

26 BK26 Tidak terdeteksi

27 BK27 0,178

28 BK28 0,227

29 BK29 Tidak terdeteksi

30 BK30 Tidak terdeteksi

31 BK31 Tidak terdeteksi

Dari semua data hasil pengujian, diketahui bahwa produk pangan yang terdeteksi mengandung melamin umumnya merupakan produk dari Cina atau mengandung bahan baku asal Cina. Produk berbasis susu atau mengandung susu dari Cina semua melebihi batas maksimum standar Codex. Satu sampel tepung telur di atas batas maksimum standar codex dan satu biskuit asal Malaysia juga mengandung melamin yang melebihi batas maksimum standar Codex yaitu di atas 2,5 mg/kg.

Hasil pengawasan formula bayi dan bahan baku susu di sarana produksi (BPOM 2009b) menunjukkan produk formula bayi yang beredar di Indonesia dan bahan baku susu yang digunakan untuk produksi lokal tidak terdeteksi melamin. Oleh karena itu produk asal Cina terutama yang mengandung protein harus diwaspadai kemungkinan adanya cemaran melamin.

Kajian Metode Pengujian Melamin

Menurut WHO (2008c) metode analisis untuk menentukan kuantitatif melamin dan asam sianurat pada pangan dan pakan yaitu ELISA, GC-MS, HPLC-UV, LC-MS dan LC-MS-MS.

Penggunaan ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi cepat melamin, mudah digunakan, namun metode ini hanya dapat digunakan untuk mendeteksi melamin dan tidak analognya yang biasanya juga terdapat pada pangan. Adanya melamin dengan analognya yaitu asam sianurat akan menyebabkan batu ginjal. Oleh karena itu pendeteksian diperlukan juga untuk asam sianurat. Limit deteksi


(47)

ELISA berkisar 10-1000 ug/kg (ppb) (Shimelis et al. 2010), tetapi tidak cukup sensitif. LOD pada susu sebesar 0,1 mg/kg dan LOD pada susu bubuk 0,5 mg/kg.

Metode HPLC-UV dapat digunakan untuk deteksi melamin mempunyai limit kuantifikasi LOQ 50 – 1000 ug/kg. Analisis pada produk pangan yang kompleks seperti biskuit dan permen akan mendapat banyak gangguan karena ada senyawa selain melamin yang akan mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang 240 nm. Jika analisis memberikan hasil positif harus dilakukan validasi dan konfirmasi dengan menggunakan metode lain seperti GC-MS atau LC-MS.

Metode GC-MS dapat digunakan pada berbagai matriks pangan dengan LOQ 10-100 ug/kg (Shimelis et al. 2010) dan sensitivitas pengujian 0,01 mg/kg (WHO 2008b). Metode ini dapat menguji melamin dan analognya yaitu ammelin, ammelid, dan asam sianurat yang mungkin terdapat bersama melamin pada produk pangan. Namun karena melamin bersifat polar dan tidak mudah menguap (volatile) hal ini sulit dideteksi langsung oleh kromatografi gas (GC). Oleh karena itu senyawa harus diderivatisasi yang menyebabkan persiapan sampel lebih lama.

Metode kromatografi cair, baik untuk mendeteksi senyawa polar dan tidak mudah menguap yang tidak dapat dideteksi langsung menggunakan GC. LC-MS mempunyai LOQ 10 – 50 ug/kg (Shimelis et al. 2010) sehingga dapat digunakan untuk matrik kompleks. Penggunaan LC-MS dapat digunakan untuk daging dan pakan ternak. Perbedaan LC-MS dengan LC-MS-MS adalah pada selektivitas dan limit kuantifikasi. Analisis pada LC-MS hanya mendeteksi berdasarkan bobot molekul senyawa. Hal ini akan berpengaruh jika ada lebih dari satu senyawa dengan bobot molekul yang hampir sama yang juga akan memberikan hasil yang positif. Sementara itu dengan penggunaan detektor MS-MS, senyawa tersebut akan dipecah sehingga deteksi pada senyawa lebih spesifik. Oleh karena itu LC-MS-MS merupakan metode yang paling dipercaya untuk mendeteksi adanya melamin pada berbagai matriks sampel dengan tingkat sensitivitas dan selektivitas yang tinggi. Berdasarkan kajian tentang berbagai metode analisis melamin pada produk pangan, maka metode yang paling baik adalah metode LC-MS-MS.

Kelima metode analisis yaitu ELISA, GC-MS, HPLC-UV, LC-MS dan LC-MS-MS secara umum dapat digunakan untuk mendeteksi melamin pada susu,


(48)

susu bubuk, gluten gandum dan pakan. Namun GC-MS, LC-MS, dan LC-MS-MS dapat mendeteksi berbagai matriks pangan yang lebih kompleks. Untuk pangan kandungan kontaminasi melamin rendah diperlukan metode analisis yang mempunyai limit deteksi (LOD) dan limit kuantifikasi (LOQ) yang rendah. Metode analisis ELISA mempuyai LOQ/LOD sebesar 10-1000 µg/kg, LOD/LOQ pada HPLC-UV sebesar 50-1000 µg/kg, LOD/LOQ pada GC-MS sebesar 10-100 µg/kg, LOD/LOQ pada MS sebesar 10-100 µg/kg dan LOD/LOQ pada LC-MS-MS sebesar 10-50 µg/kg. Limit deteksi (LOD)/limit kuantifikasi (LOQ) pada LC-MS-MS paling rendah, dengan demikian metode analisis LC-MS-MS paling sensitif untuk mendeteksi kandungan melamin dengan kadar yang rendah.

Metode analisis selain LC-MS-MS, yaitu metode analisis ELISA, HPLC-UV, GC-MS maupun LC-MS harus memperhatikan adanya gangguan senyawa lain yang mungkin terdeteksi. Pada metode analisis ELISA hasil pengujian harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain seperti spektrometri massa, demikian juga pada metode analisis HPLC-UV karena ada beberapa senyawa dapat mengabsorbsi pada panjang gelombang UV 240 nm, maka hasil analisis harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain seperti spektrometri massa. Metode analisis GC mempunyai kelemahan tidak dapat mendeteksi langsung sengawa yang tidak larut air dan tidak menguap. Sementara spektrometri massa baik LC maupun GC menunjukkan analisis berdasarkan massa (bobot molekul) suatu senyawa, oleh karena itu dengan menggunakan tandem MS-MS senyawa tersebut dipecah sehingga lebih spesifik/selektif. Dengan demikian, metode analisis LC-MS-MS merupakan metode analisis yang mempunyai sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk mendeteksi kontaminan melamin pada produk pangan.

Analisis kandungan melamin dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti metode ELISA, metode GC-MS, metode HPLC-UV, metode LC-MS dan metode LC-MS-MS yang diuraikan di atas. Metode-metode tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode pengujian kandungan melamin dalam bahan pangan yang direkomendasikan adalah metode LC-MS-MS. Tabel 9 menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari kelima metode tersebut.


(49)

Tabel 9 Matriks metode analisis melamin (WHO 2008b) Metode

Analisis

Jenis Pangan LOQ/LOD Kelebihan Keterbatasan ELISA Susu, susu

bubuk, gluten gandum, pakan 10-1000 µg/kg Deteksi dan kuantifikasi cepat, Mudah digunakan, tidak mahal. Deteksi melamin Penyiapan sampel harus hati-hati. LOD tidak sensitif. Harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain HPLC-UV Susu, minuman,

tepung sereal, daging, gluten gandum 10-1000 µg/kg Deteksi dan kuantifikasi relatif cepat Deteksi melamin Harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain, karena pada panjang gelombang UV 240 nm senyawa lain dapat mengabsorpsi GC/MS Berbagai

matriks pangan 10-100 µg/kg Sensitivitas tinggi Deteksi melamin, asam sianurat, ammeline, ammelide Sampel harus diderivatisasi menjadi trimetilsilil

LC-MS Berbagai matriks pangan 10-100 µg/kg Sensitivitas tinggi Deteksi melamin dan asam sianurat Penyiapan sampel harus hati-hati, karena sering menjadi sumber gangguan. LC-MS-MS Berbagai

matriks pangan antara lain Formula bayi, formula bayi bubuk, formula bayi cair, daging, unggas

10-50 µg/kg Sensitivitas dan selektivitas tinggi. Deteksi untuk melamin dan asam sianurat

Alat & biaya pengujian mahal


(50)

Di Indonesia, metode pengujian untuk menentukan kandungan protein pada susu segar adalah dengan menggunakan metode Kjeldhal sesuai dengan SNI 01-2782-1998 (Metode Pengujian Susu Segar). Prinsip metode Kjeldahl adalah menghitung kandungan kadar total Nitrogen yang kemudian dikonversi sebagai kandungan protein. Kandungan nitrogen menurut metode ini tidak dapat dibedakan antara nitrogen protein dengan nitrogen bukan protein. Metode ini sederhana, murah dan mudah dilakukan. Namun demikian, metode Kjeldahl memiliki kelemahan seperti diuraikan di atas. Oleh karena itu untuk menghindari pemalsuan susu dengan melamin, maka disarankan secara berkala juga dilakukan pengecekan kandungan melamin.

.

Kajian Peraturan Tentang Cemaran Melamin di Beberapa Negara Beberapa negara dan lembaga dunia telah menetapkan batas maksimum cemaran melamin seperti dapat dilihat pada Tabel 10. Badan Kesehatan Dunia atau WHO (2008b) menetapkan asupan harian melamin yang diijinkan atau tolerable daily intake (TDI) sebesar 0,2 mg/kg bobot badan.

Tabel 10 Ketentuan batas cemaran melamin pada beberapa negara Negara/Lembaga Ketentuan yang diatur Batas Maksimum

Melamin dalam Pangan

Pustaka

Amerika Serikat Susu bayi 1 mg/kg

Untuk melamin & analognya

Anonim 2009

Produk lain 2,5 mg/kg

Untuk melamin & analognya

Anonim 2009 Afrika Selatan Bahan pangan untuk anak

bawah tiga tahun dan bahan pangan untuk diet khusus

1 mg/kg CAC 2010a

Bahan pangan lain 2,5 mg/kg CAC 2010a

Australia Susu bayi 1 mg/kg CAC 2010a

Pangan berbasis susu & pangan mengandung susu

2,5 mg/kg CAC 2010a

Cina Susu bayi & formula lanjutan untuk bayi dan anak (hingga 36 bulan)

1 mg/kg CAC 2010a


(51)

Negara/Lembaga Ketentuan yang diatur Batas Maksimum Melamin dalam

Pangan

Pustaka

Produk dairy lain, termasuk susu dan susu bubuk serta pangan mengandung lebih dari 15% susu

2,5 mg/kg CAC 2010a

Codex Susu bayi bubuk 1 mg/kg CAC 2010a

Alimentarius Commission

Pangan dan pakan hewan 2,5 mg/kg CAC 2010a

Susu bayi cair 0,15 mg/kg CAC 2011

Hongkong Pangan untuk bayi (di bawah 36 bulan) & ibu hamil/menyusui

1 mg/kg CAC 2010a

Pangan lain 2,5 mg/kg CAC 2010a

Kanada Susu bayi dan produk sumber nutrisi tunggal, termasuk produk pengganti makanan

0,5 mg/kg

Sebagai kombinasi konsentrasi

melamin dan asam sianurat

CAC 2010a

Pangan lain mengandung susu dan olahan susu atau ingredien asal susu

2,5 mg/kg

Sebagai kombinasi konsentrasi

melamin dan asam sianurat

CAC 2010a

Korea Pangan diet khusus (Pangan/Formula bayi & anak, pangan untuk tujuan medis) & produk susu formulasi

Tidak terdeteksi CAC 2010a

Pangan lain 2,5 mg/kg CAC 2010a

Jepang Susu & pangan bayi 0,5 mg/kg CAC 2010a bahan pangan lain 2,5 mg/kg CAC 2010a

Malaysia Pangan untuk bayi 1 mg/kg CAC 2010a

Pangan untuk dewasa 2,5 mg/kg CAC 2010a

Selandia Baru Formula bayi 1 mg/kg CAC 2010a

Pangan berbasis susu & pangan mengandung ingredien berbasis susu

2,5 mg/kg CAC 2010a

Ingredien untuk pabrik pangan

5 mg/kg CAC 2010a

Uni Eropa Importasi produk susu & olahannya, kedele & olahannya yang ditujukan untuk bayi dan anak

Ditolak CAC 2010a


(1)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil kajian terhadap pengujian produk pangan yang dilakukan Badan POM tahun 2009 menunjukkan adanya kontaminasi melamin pada beberapa produk pangan asal Cina dan bahan baku yang digunakan dari Cina yang beredar di Indonesia. Produk pangan yang terkontaminasi melamin adalah produk pangan berbasis susu atau mengandung susu, telur pitan, tepung telur, amonium bikarbonat dan biskuit dari Malaysia yang mengandung amonium bikarbonat asal Cina

Batas maksimum kandungan melamin produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina, melebihi batas maksimum kandungan melamin yang diatur dalam Codex yaitu 2,5 mg/kg.

.

Kandungan melamin pada telur pitan awetan

Hasil kajian pengujian Badan POM pada tahun 2009 terhadap susu formula bayi yang beredar di Indonesia baik produksi lokal maupun produk impor dan bahan baku susu yang diambil dari pabrik pengolahan susu formula bayi tidak terdeteksi adanya melamin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontaminasi melamin pada produk susu yang diproduksi dan yang beredar di Indonesia belum terbukti.

masih di bawah batas maksimum standar Codex, sedangkan satu sampel tepung telur (20%) menunjukkan kandungan melamin di atas batas maksimum standar Codex. Satu sampel (8%) dari 12 sampel biskuit dari Malaysia terdeteksi mengandung melamin melebihi batas maksimum yang diatur dalam Codex.

Berdasarkan kajian tentang berbagai metode analisis melamin pada produk pangan, maka metode yang paling baik adalah metode LC-MS-MS. Metode ini mempunyai sensitifitas dan sensibilitas yang tinggi. Metode analisis penerimaan susu segar dengan metode N-Kjeldahl sesuai SNI 01-2782-1998 (Metode Pengujian Susu Segar) dapat digunakan untuk mendeteksi awal nilai kadar nitrogen tetapi secara berkala harus diikuti dengan menggunakan metode analisis LC-MS-MS untuk memastikan tidak ada pemalsuan dengan melamin.

Batas maksimum kontaminasi melamin sebesar 2,5 mg/kg dapat diterapkan dengan memperkirakan asupan konsumsi harian sebesar 47% dan asupan harian orang dewasa bobot badan 50 kg sebesar 15 mg. Batas maksimum


(2)

44

kontaminasi pada formula bayi adalah sebesar 1 mg/kg, maka asupan konsumsi melamin pada bayi usia 0 – 6 bulan melalui susu bubuk adalah 0,21-0,28 mg dan melalui susu cair/siap konsumsi adalah 0,15-0,2 mg. Dengan berbagai kondisi bayi usia 0-6 bulan jumlah paparan melamin sebesar 1 mg/kg masih di bawah nilai TDI. Oleh karena itu penetapan batas maksimum 1 mg/kg dapat diterima dan dijadikan acuan dalam peraturan di Indonesia.

Saran

Berdasarkan hasil kajian cemaran melamin pada produk pangan dan pengawasannya di Indonesia, maka terdapat beberapa masukan untuk Badan POM, adalah :

1. Pengaturan mengenai kontaminasi melamin perlu segera dikeluarkan sebagai acuan hukum dalam rangka tindak lanjut dalam hal terkait pengawasan pangan di Indonesia.

2. Selama belum ada kajian paparan melamin pada masyarakat di Indonesia, batas maksimum di Indonesia dapat mengacu pada ketentuan Codex mengenai batas maksimum cemaran melamin, yaitu formula bayi 1 mg/kg, pangan olahan 2,5 mg/kg serta formula bayi bentuk cair 0,15 mg/kg.

3. Metode analisis memegang peranan penting dalam menyimpulkan mutu dan keamanan suatu produk pangan. Oleh karena itu dalam pemeriksaan pangan selain pengujian terhadap parameter yang dicurigai terdapat pada produk pangan, juga disarankan menggunakan peralatan yang mempunyai selektifitas dan sensibilitas yang tinggi seperti LC-MS-MS yang dapat mendeteksi adanya zat/senyawa lain yang tidak terpikir sebelumnya sehingga kasus melamin atau adanya kontaminasi atau penambahan senyawa kimia baru yang tidak diijinkan dapat dideteksi lebih awal.

Dari hasil penelitian ini juga disarankan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap kemungkinan kajian: (1) migrasi wadah melamin yang sesuai SNI dengan wadah melamin yang mutu rendah, (2) dampak melamin pada tubuh selain gangguan pada ginjal, dan (3) kajian berbagai metode analisis secara laboratoris.


(3)

KAJIAN CEMARAN MELAMIN DALAM PRODUK PANGAN

DAN PENGAWASANNYA DI INDONESIA

CHAIRUN NISSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. Update: Melamine Milk Update. 22 Januari 2009.

Anonim. 2009b. Determining the Toxicity of Melamine. Finding What Levels Are Safe in Baby Formula and in Other Foods. Anonim. 2011. Melamine. Webster’s Online Dictionary.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2007. Keputusan Kepala Badan POM RI No. No. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan

Pangan. Jakarta. BPOM.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Keterangan Pers Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2008 tentang Kandungan Melamin dalam Produk Pangan Impor dari Cina Yang Mengandung Susu. Jakarta. BPOM.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2009a. Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.08.1.52.4011 tgl 28 Oktober 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan. Jakarta. BPOM.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2009b. Hasil Pengujian Kontaminan Melamin pada Produk Pangan. (tidak dipublikasikan).

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2009c. Surat Edaran No. PO.01.02.51.0647 tgl 14 April 2009. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. Jakarta. BPOM.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-2782 Metode Pengujian Susu Segar. Jakarta. BSN.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2010a. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Alimentarius Commission Thirty-Third Session Jenwa Swiss. 5-9 Juli 2010. Proposed Draft Maximum Levels for Melamine in Food and Feed (N13-2009) Maret 2010: CAC.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2010b. Report of the Fourth Session of the Codex Committee on Contaminants in Foods. Izmir Turki. 26 – 30 April 2010. Alinorm 10/33/41. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Alimentarius Commission Thirty-Third Session Jenwa Swiss. 5-9 Juli 2010: CAC.


(5)

46

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2011. Report of the Fifth Session of the Codex Committee on Contaminants in Foods. Hague Belanda 21-25 Maret 2011. Jenewa Swiss: CAC.

[EFSA] European Food Safety Authority. 2008. EFSA Assesses Possible Risks

Related to Melamine in Composite Foods from China, Press Release 25

September 2008

[EFSA] European Food Safety Authority. 2010. Scientific Opinion on Melamine

in Food and Feed. EFSA Panel on Contaminants in the Food Chain

(CONTAM) and EFSA Panel on Food Contact Materials, Enzymes, Flavourings and Processing Aids (CEF). EFSA Journal 2010; 8(4):1573 [FDA] Food and Drug Administration. 2008. Interim Safety and Risk Assessment

of Melamine and its Analogues in Food for Humans [a].http://www.fda. gov/Food/FoodSafety/FoodContaminantsAdulteration/ChemicalContamin ants/Melamine/ucm164522.htm [30 Juli 2011]

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2003. Assuring Food safety and

Quality. Guideline For Strengthening National Food Control Systems.

Roma: FAO dan WHO.

Fintschenko Y. 2008. The Importance of Melamine Detection in Food Samples.

[28

Oktober 2009].

Harris DC. 2000. Quantitative Chemical and Analysis. 5th Ed. USA: WH Freeman and Co. hlm. 511, 675, 699, 742.

Hock TE. 2008 Biscuit Ingredient Tainted with Melamine. news/story.asp?file=/2008/10/23/nation/2348921&sec=nation [4 Agustus 2011].

[IARC] International Agency for Research on Cancer. 2010. Monograph on the Evaluation of the Carcinogenik Risk of Chemicals to Man. Geneva. WHO. IARC. Monographs Vol.73. vol73/mono73-17.pdf [1 Juni 2010].

James CS. 1999. Analytical Chemistry of Foods. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Hlm. 40-43.

Karunasagar, I. 2009. Melamine – Fact Sheet from Fisheries Perspective, /www.globefish.org/files/MELAMINE-factsheet_690.pdf [28 Oktober 2009]

Kolakowski E. 2001. Protein Determination and Analysis in Food Systems. Di dalam: Sikorski ZE, editor. Chemical and Functional Properties of Food Proteins. Florida: CRC Press LLC. Hlm. 72-93


(6)

47

[NLM] National Library of Medicine. 2011. Melamine. USA http://chem.sis.nlm. nih.gov/chemidplus/jsp/common/ChemFull.jsp?calledFrom=lite [31 Juli 2011].

[Setneg] Sekretariat Negara RI. 1996. Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan. UU RI No. 7 tahun 1996. LN No. 9 tahun 1996. TLN No. 36-56.

[Setneg] Sekretariat Negara RI. 2000. Keputusan Presiden RI No. 166 tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta.

[Setneg] Sekretariat Negara RI. 2004. Peraturan Pemerintah tentang Keamanan,

Mutu dan Gizi Pangan. PP RI No. 28 tahun 2004. LN No. 107 Tahun

2004. TLN No. 4424.

Shimelis O, Santasania CT, Trinh A. 2010. The Extraction and Analysis of Melamine in Milk-Based Products using Discovery DSC-SCX SPE and Ascentis Express HILIC LC-MS/MS.

[WHO] World Health Organization. 2008a. Question and Answer on Melamine.

Desember 2008]

[WHO] World Health Organization. 2008b. Melamine and Cyanuric Acid: Toxicity, Preliminary Risk Assessment and Guidance on Levels in Food.

[30 Desember

2009]

[WHO] World Health Organization. 2008c. Melamine Analytical Methods. July 2011]

[WHO] World Health Organization. 2009a. Toxicological and Health Aspects of Melamine and Cyanuric Acid. Jenewa. WHO.

[WHO] World Health Organization. 2009b. Background Paper on the Chemistry of Melamine Alone and in Combination with Related Compounds. Prepared for the WHO Expert Meeting on Toxicological and Health Aspects of Melamine and Cyanuric Acid. Jenewa. WHO.