Tren Konsentrasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat

TREN KONSENTRASI DAN FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR
BESAR SEDANG DI JAWA BARAT

PURWANINGSIH

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

TREN KONSENTRASI DAN FAKTOR FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR
BESAR SEDANG DI JAWA BARAT

PURWANINGSIH

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tren Konsentrasi dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur Besar Sedang
di Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Purwaningsih
NRP. H 151 090 124

ABSTRACT

PURWANINGSIH. Concentration Trend and The Factors that Influence Large Medium
Scale Manufacture Industry Agglomeration in West Java. Under the Supervision of

ARIEF DARYANTO and WIWIEK RINDAYANTI.
The mean value of West Java’s economic growth in period 2001-2008 is
higher than the national economic growth mean value (5,58% for West Java, while
national economic growth mean value is 4,79%). This high economic growth is
underpinned by the manufacturing industry as a major component of GRDP. But on
the other hand, there is still disparities problem between region in West Java. The
purpose of this study is to analyze the regional inequalities, the concentration of
industry and the factors that influence agglomeration of manufacturing industries.
This study was using secondary data from BPS including GRDP and large/ medium
scale industry raw data. Using the descriptive analysis (Theils, Harfindahl and
Elisson Glaeser Index) and also panel data method, the result shows that the
concentration of industry is concentrated in Bekasi, Bogor and Bandung regency,
and there are areas of concentration expansion of Karawang and Purwakarta. Factors
that influence the agglomeration of manufacturing industries in Indonesia, are firm
size, economies of scale, diversity of industry, ownership of foreign capital, wages,
size of market and road infrastructure.
Keywords: disparity, industry concentration, Herfindahl Index, panel data.

RINGKASAN
PURWANNGSIH. Tren Konsentrasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aglomerasi

Industri Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat. Dibimbing oleh ARIEF
DARYANTO dan WIWIEK RINDAYATI.
Kecenderungan persebaran penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang
tidak sama akan menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antar wilayah
(Sjafrizal, 2008). Data PDRB menunjukkan bahwa terjadi pemusatan produksi
barang dan jasa di Pulau Jawa. Ketimpangan daerah juga terjadi di Jawa Barat. Jawa
Barat bagian utara relatif lebih maju daripada bagian selatan. Disparitas
pembangunan ekonomi antar daerah juga merupakan akibat dari persebaran sumber
daya yang tidak merata. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin pada
konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Kegiatan
ekonomi yang paling banyak mendapatkan manfaat dari aglomerasi yaitu industri
manufaktur. Proses industrialisasi di Indonesia belum selesai, begitupun juga dengan
industrialisasi di Jawa Barat. Oleh karena itu perlu kita menelaah lebih lanjut
bagaimankah trend perkembangan konsentrasi industri manufaktur tersebut selama
proses industrialisasi yang masih terus berlangsung.
Kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Jawa Barat secara makro
didominasi oleh sektor industri pengolahan. Bahkan sektor industri pengolahan,
merupakan lapangan usaha terbesar kedua yang menyerap tenaga kerja setelah
pertanian. Untuk itu, kajian kebijakan pembangunan dalam pengembangan sektor
ini, sangatlah diperlukan, apalagi saat ini sektor industri pengolahan dalam masa

recovery setelah terhempas oleh krisis ekonomi yang melanda perekonomian
nasional. Selain itu, Jawa Barat merupakan daerah yang dinyatakan sebagai lokasi
investasi asing yang sangat progresif.
Perkembangan industri manufaktur hampir selalu mendapat prioritas utama
dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang, karena sektor
industri manufaktur dianggap sebagai leading sektor yang mendorong sektor
lainnya. Dalam rangka meningkatkan daya saing industri manufaktur perlu
dilakukan penciptaan aglomerasi industri manufaktur agar efisiensi dan
penghematan ekonomi dapat dicapai. Penciptaan aglomerasi industri manufaktur
memerlukan strategi yang tepat agar aglomerasi tersebut dapat bertahan dan
memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian, dengan meminimalkan
efek disparitas ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis ketimpangan ekonomi Jawa Barat.
2. Menganalisis dinamika konsentrasi industri manufaktur di Jawa Barat.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai Indeks Williamson yang
menunjukkan ketimpangan antar kabupaten/kota di Jawa Barat dari tahun 20012008 masih tergolong tinggi, yaitu berada pada kisaran 0,64 sampai 0,69 dan
mempunyai tren menurun. Berdasarkan hal tersebut, dapat diartikan bahwa antar
kabupaten di Jawa Barat masih terjadi ketimpangan pendapatan. Hal ini tidak

terlepas dari perbedaan kemampuan fiskal tiap daerah yang berimplikasi terhadap
PDRB dalam perekonomian antar daerah, yang menjadi catatan bagus yaitu
bahwa tingkat ketimpangan antar kabupaten/kota tersebut mempunyai tren yang

semakin turun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000-2008, indeks Williamson
terbesar terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 0,69.
Salah satu kebijakan yang bertujuan untuk meyebarkan hasil pembangunan
adalah melalui pembentukan WKPP. Dalam setiap WKPP terdapat satu pusat
pertumbuhan, dan beberapa daerah pendukung. Pusat pertumbuhan tersebut
biasanya mempunyai aktifitas industri dan ekonomi yang padat. Konsentrasi indusri
tersebut seharusnya mampu menggerakkan aktifitas ekonomi di daerah konsentrasi
dan juga menggairahkan perekonomian di daerah daerah pendukungnya sehingga
pada akhirnya kesejahteraan dapat merata.
Penemuan menarik, Indeks entropi antar WKPP meningkat terus selama
2001-2008. Ini mencerminkan bahwa terdapat tren kenaikan konsentrasi industri
manufaktur secara spasial. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan pembentukan
wilayah koordinasi pembangunan lebih berperan dalam menurunkan tingkat
ketimpangan dalam satu WKPP. Tendensi terjadinya penyebaran industri
manufaktur secara gamblang ditunjukkan oleh tren penurunan kesenjangan dalam
satu wilayah koordinasi pembangunan. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah

karena besaran ketimpangan antar WKPP relatif kecil jika dibandingkan dengan
ketimpangan dalam satu WKPP.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan yang
terjadi di Jawa Barat lebih disebabkan oleh ketimpangan antar kabupaten/kota dalam
satu WKPP, namun ketimpangan tersebut bersifat konvergen. Wilayah WKPP yang
ketimpangannya relatif tinggi berangsur menurun, sementara daerah yang relatif
rendah ketimpanganya justru mengalami kenaikan. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa pengelompokkan wilayah dengan adanya pusat pertumbuhan dalam setiap
WKPP sudah menunjukkan peran yang tepat. Daerah pusat pertumbuhan mampu
menyebarkan hasil pembangunan dan mendorong daerah pendukung untuk
berkembang, namun tidak bisa dipungkiri bahwa pusat pertumbuhan yang telah
mapan tumbuh dengan cepat relatif lebih sulit untuk dikejar daerah pendukungnya.
Hasil analisis sebelumnya menyatakan bahwa konsentrasi industri yang
semakin meningkat (terkonsentrasi) kurang sejalan dengan ketimpangan ekonomi
antar wilayah di Jawa Barat. Banyak terdapat daerah konsentrasi industri, namun
dampak yang muncul adalah adanya ketimpangan antar daerah yang tinggi, hal ini
mengindikasikan adanya interkoneksi antar daerah yang kurang bagus. Sesuatu hal
yang sangat memegang peranan untuk menghubungkan antara pusat pertumbuhan
dan daerah pendukung adalah adanya infrastruktur. Permasalahan disparitas regional
dan konsentrasi industri tidak akan terlalu menonjol apabila interkoneksi antar

daerah sudah bagus.
Setelah dilakukan pengujian dan diperoleh model, estimasi faktor-faktor
yang mempengaruhi aglomerasi industri dilakukan dengan metode metode fixed
effect GLS dengan memberikan weights: Cross Section SUR (Seemingly Unrelated
Regression). Berdasarkan hasil estimasi, faktor-faktor yang secara positip
mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur Jawa Barat yaitu ukuran perusahaan,
keanekaragaman industri, kepemilikan modal asing, besarnya pasar dan infrastruktur
jalan. Tingkat upah dan kebijakan kenaikan BBM mempengaruhi aglomerasi secara
negatif, terdapat tiga variabel bebas yang tidak signifikan mempengaruhi aglomerasi
industri yaitu Indeks Persaingan Industri, Orientasi ekspor dan Impor dan
Infrastruktur Listrik.
Ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang positif terhadap menciptaan
aglomerasi. Nilai elastisitasnya sangat tinggi yaitu 0,9 yang berarti peningkatan

skala ekonomi satu persen akan meningkatkan indeks spesialisasi industri sebesar
0,9 persen, ceteris paribus. Elastisitas variabel indeks keanekaragaman sebesar 0,02
yang berarti setiap kenaikan satu persen indeks keanekaragaman akan meningkatkan
konsentrasi industri sebesar 0,02 persen. Variabel kepemilikan modal asing (FDI)
mempunyai nilai elastisitas sebesar 0,007, hal ini berarti peningkatan kepemilikan
modal asing sebesar satu persen akan meningkatkan konsentrasi industri sebesar

0,007 persen. Variabel Upah Minimum Regional yang digunakan untuk mengkaji
kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan biaya tenaga kerja dan aglomerasi
industri di suatu daerah menghasilkan nilai elastisitas -0,000002. Hasil yang
diperoleh juga sesuai dengan teori lokasi, yang menyatakan bahwa sebuah pabrik
akan memilih berlokasi di daerah dengan tingkat upah yang rendah untuk
meminimumkan biaya produksi. Variabel pendapataan daerah digunakan untuk
mendekati besarnya pasar. Asumsinya semakin besar PDRB suatu daerah maka
semakin besar pula aktivitas ekonomi di daerah tersebut. Variabel ini mempunyai
elastisitas sebesar 0,32 yang berarti setiap kenaikan pendapatan di suatu daerah
sebesar 1 persen maka akan meningkatkan indeks spesialisasi sebesar 0,32 persen.
Variabel orientasi ekspor dan impor yang digunakan untuk mengukur
hubungan dengan internasional (oppeness), variabel ini tidak signifikan
mempengaruhi terkonsentrasinya suatu industri di Jawa Barat. Hasil ini kurang
sesuai dengan teori NEG dan NTT. Kenyataan ini disebabkan subsektor industri
manufaktur memang masih menggunakan bahan baku impor, tetapi pemasaran
hasilnya sebagian besar di dalam negeri. Variabel indeks persaingan yang digunakan
untuk mendekati struktur pasar juga tidak signifikan. Hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis bahwa semakin rendah indeks persaingan yang berarti semakin
monopolistik dapat membantu dalam menjelaskan konsentrasi geografis industri
manufaktur. Variabel infrastruktur listrik hasilnya tidak signifikan mempengaruhi

aglomerasi. Hal ini bisa diakibatkan oleh industri pengolahan terutama industri
tekstil, pengolahan makanan, dan minuman, industri kertas dan barang dari kertas
mempunyai konsumsi BBM yang jauh lebih dominan daripada konsumsi listrik,
sementra fakta di lapangan menunjukkan bahwa industri itersebut adalah industri
dominan di Jawa Barat.
Tanda yang negatif variabel dummy kenaikan harga BBM mengindikasikan
bahwa proses konsentrasi industri manufaktur terhambat oleh meningkatnya harga
beli BBM. Kebijakan kenaikan BBM pada tahun 2005 mengakibatkan menurunnya
konsentrasi industri manufaktur di daerah-daerah aglomerasi. Hal ini disebabkan
industri manufaktur banyak menggunakan bahan bakar minyak sehinggga
mengakibatkan dampak yang cukup besar. Aglomerasi industri manufaktur di Jawa
Barat masih terkonsentrasi di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Bekasi dan yang menjadi daerah perluasan aglomerasi yaitu Karawang dan
Purwakarta. Sementara secara sektoral industri yang paling dominan di Jawa Barat
adalah industri tekstil, dan pakaian jadi yang banyak terdapat di daerah Bandung.
Dinyatakan dengan besarnya indeks Harfindahl yang mencapai 1,912 yang berati
bahwa konsentrasi industri tekstil mencapai tingkat pekat.
Ukuran perusahan dan persentase penanaman modal asing berpengaruh terhadap
aglomerasi sehingga pengaturan penanaman modal asing perlu diawasi dan
diarahkan oleh pemerintah agar terjadi penyebaran. Selain mengejar pertumbuhan,

pemerataan pembangunan hendaknya juga menjadi perhatian pemerintah. Dalam
rangka pemerataan pembangunan perlu adanya pemerataan fasilitas infrastruktur dan
penciptaan aglomerasi industri di daerah-daerah yang memiliki potensi.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

TREN KONSENTRASI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR
BESAR SEDANG DI JAWA BARAT

PURWANINGSIH


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Hariadi Hadisuwarno, SE, M.Sc, Ph.D.

Judul Penelitian : Tren Konsentrasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Aglomerasi Industri Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat
Nama

: Purwaningsih

NRP

: H 151 090 124

Program Studi

: Ilmu Ekonomi

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec
Ketua

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 3 Agustus 2011

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Tren Konsentrasi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur Besar Sedang di Jawa Barat,
dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi
Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang
dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Hariadi Hadisuwarno, SE, M.Sc, Ph.D atas
kesediaannya menjadi penguji luar komisi. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si dan Ibu Lukytawati
Anggraeni, Ph.D selaku Ketua dan Sektretaris Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah
Pasca Sarjana IPB. Demikian juga terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen
yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu
penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu
Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah,
telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan dengan baik.
Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada Kepala BPS yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman
BPS baik di BPS Kabupaten Parigi Moutong, BPS Propinsi Sulawesi Tengah
maupun BPS Jakarta yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah
hingga dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada Ibu yang tercinta,
atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga
penulis persembahkan kepada yang penuh kesabaran, ketabahan dan kesetiaan selalu
memberi motivasi dan semangat, Sutrisno suami tersayang, semoga Allah SWT
senantiasa memberikan perlindungan. Melalui kesempatan ini penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Dazky Unggul Widyadhana (putra pertama
penulis) atas kesabarannya menemani penulis menjalani perkuliahan.
Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
tesis ini maka hanya penulis yang bertanggungjawab. Kiranya hanya Allah SWT
yang Maha Kuasa yang akan memberi balasan kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu penulis.
Bogor, Agustus 2011

Purwaningsih

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Purwaningsih lahir pada tanggal 16 Oktober 1978, di Kulon
Progo (DI. Yogyakarta). Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari
pasangan Bapak Martono dan Ibu Karmilah. Penulis menamatkan sekolah dasar
pada SD Negeri Kemendung, Kulon Progo pada tahun 1991, selanjutnya
menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 1 Wates pada tahun 1994. Pada tahun
yang sama penulis diterima di SMUN 1 Wates, Yogyakarta dan lulus pada tahun
1997.
Setelah tamat SMU, pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2001 dengan gelar
Sarjana Sains Terapan (S.ST). Setelah itu bekerja pada Badan Pusat Statistik Kota
Palu Propinsi Sulawesi Tengah selama lebih kurang 4 tahun, pada tahun 2006
penulis dipindah tugaskan ke Badan Pusat Statistik Kabupaten parigi Moutong
Propinsi Sulawesi Tengah.
Pada tahun 2009, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Penyelenggaraan Khusus Departemen
Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor hasil kerja
sama BPS dan IPB. Sesuai dengan aturan yang ada, penulis harus menyusun tesis
pada akhir kegiatan perkuliahan sebagai syarat menyelesaikan jenjang strata dua
(S-2) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Untuk
itulah, penulis menyusun tesis ini.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xvii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xix

1

PENDAHULUAN..............................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................

1
1
8
10
10
11

2

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1 Tinjauan Teori ..............................................................................
2.1.1 Pengertian Konsentrasi Spasial ..........................................
2.1.2 Aglomerasi ........................................................................
2.1.3 Spesialisasi Industri ...........................................................
2.1.4 Teori Ekonomi Geografi Baru ..........................................
2.1.5 Teori Perdagangan Baru ...................................................
2.1.6 Infrastruktur ......................................................................
2.1.7 Ketimpangan Wilayah dan Pertumbuhan Ekonomi ...........
2.2 Penelitian Terdahulu .....................................................................
2.2.1 Pengukuran Konsentrasi Spasial ........................................
2.2.2 Pengaruh Aglomerasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ....
2.2.3 Faktor faktor yang Memengaruhi Industri Manufaktur .....
2.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................
2.4 Hipotesis Penelitian ......................................................................

13
13
13
15
18
19
21
20
23
26
26
26
27
29
30

3

METODE PENELITIAN ...................................................................
3.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................
3.2 Metode Analisis Data ...................................................................
3.2.1 Analisis Deskriptif .............................................................
3.2.2 Indeks Entropi Theils ........................................................
3.2.3 Indeks Hoover Balassa ......................................................
3.2.4 Regresi Data Panel ............................................................
3.3 Definisi Peubah Operasional........................................................

31
31
32
32
33
34
36
42

3.4 Software Analisis yang Digunakan ..............................................

44

4

DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT
4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian .............................................
4.1.1 Kondisi Geografi ..............................................................
4.1.2 Kewilayahan Pembangunan..............................................
4.1.3 Penduduk dan Kepadatannya ............................................
4.1.4 Kondisi Perekonomian Jawa Barat ...................................
4.2 Dinamika Pembangunan Infrastruktur .........................................
4.2.1 Infrastruktur Jalan .............................................................
4.2.2 Infrastruktur Listrik ..........................................................
4.2.3 Aglomerasi Industri Manufaktur .......................................

45
45
45
47
51
53
60
60
63
65

5

DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI
MANUFAKTUR DI JAWA BARAT.................................................
5.1 Dinamika Ketimpangan Pembangunan .......................................
5.2 Dinamika Konsentrasi Industri Manufaktur. ...............................
5.2.1 Kesenjangan Total Jawa Barat..........................................
5.2.2 Kesenjangan antar WKPP ................................................
5.2.3 Kesenjangan dalam WKPP ...............................................
5.2.4 Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur ..........................
5.3 Kaitan Ketimpangan Ekonomi Regional dan Konsentrasi Industri
Manufaktur dalam Hubungannya dengan WKPP ......................

6

7

71
71
77
77
79
80
81
87

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI AGLOMERASI
INDUSTRI MANUFAKTUR .............................................................
6.1 Pemilihan Metode Regresi Data Panel .........................................
6.2 Hasil Estimasi Regresi Data Panel ...............................................
6.2 Implikasi Kebijakan ....................................................................

91
91
93
98

KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
7.1 Kesimpulan .................................................................................
7.2 Saran ...........................................................................................

103
103
104

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

105

LAMPIRAN .......................................................................................

111

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Realisasi pendapatan asli daerah menurut kabupaten/kota di Jawa Barat
tahun 2006-2008 (ribuan rupiah) ...........................................................

5

2 Laju pertumbuhan ekonomi daerah konsentrasi industri di Jawa Barat
tahun 2006-2008 ....................................................................................

9

3 Luas area, jumlah kecamatan, desa dan kelurahan di Jawa Barat
menurut kabupaten/kota tahun 2008 .......................................................

47

4 Jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan sex ratio di Jawa
Barat menurut kabupaten/kota tahun 2008 ............................................

52

5

Nilai dan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 di Jawa
Barat menurut kabupaten/kota tahun 2001, 2005 dan 2008 ................................

54

6 PDRB atas dasar harga berlaku di Jawa Barat menurut kabupaten/kota
tahun 2001, 2005 dan 2008 ....................................................................

56

7 Kontribusi sektor terhadap PDRB menurut kabupaten/kota tahun 2008 ..

59

8 Panjang jalan dan persentasenya menurut kondisi dan kabupaten/kota di
Jawa Barat tahun 2008 ...........................................................................

62

9 Energi listrik PLN yang terjual di Jawa Barat menurut lokasi tahun
2005 dan 2008 .......................................................................................

64

10 Jumlah tenaga kerja Industri Besar Sedang (IBS) menurut
kabupaten/kota tahun 2001, 2005 dan 2008............................................

68

11 Persentase tenaga kerja Industri Besar Sedang (IBS) menurut Wilayah
Pengembangan di Jawa Barat tahun 2001-2008......................................

69

12 Jumlah penduduk, luas area dan kepadatan di Jawa Barat menurut
kawasan tahun 2007 ...............................................................................

74

13 Distribusi tenaga kerja IBS menurut WKPP ...........................................

78

xiv

I4

Indeks Entropi Jawa Barat menurut WKPP ............................................

78

15 Kesenjangan spasial dalam satu WKPP .................................................

80

16 Pengukuran konsentrasi spasial; perbandingan Ellison Glaeser Indeks
tahun 2008 dan 2008 .............................................................................
17 Hasil estimasi persamaan faktor-faktor yang memengaruhi aglomerasi
industri manufaktur ...............................................................................

82
93

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kontribusi sektor pertanian, manufaktur dan sektor jasa di Indonesia
tahun 2001-2009 ....................................................................................

2

2 Kontribusi sektor pertanian, manufaktur dan sektor jasa di Jawa Barat
tahun 2001-2008 ....................................................................................

7

3 Hipotesa Neo-klasik...............................................................................

24

4 Kerangka pikir penelitian .......................................................................

28

5 Peta wilayah Jawa Barat menurut daerah administratif 26
kabupaten/kota.......................................................................................

46

6 Pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten tahun 2002-2008..................

55

7 Kontribusi sektor terhadap PDRB Jawa Barat tahun 2000 – 2008 ..........

58

8 Persentase Panjang jalan menurut jenis permukaannya dan kualitas
jalan di Jawa Barat tahun 2008...............................................................

60

9

Persentase pelanggan dan energi jual menurut kelompok pelanggan
tahun 2008 .............................................................................................

63

10 Kontribusi sektor pertanian, pertambangan dan perdagangan hotel dan
restoran, dan industri manufaktur terhadap PDB Jawa Barat tahun
2000-2008 .............................................................................................

66

11 Jumlah perusahaan Industri Besar Sedang (IBS) tahun 2001-2008 ......

66

12 Jumlah tenaga kerja Industri Besar Sedang (IBS) tahun 2001-2008 .....

67

13 Tingkat disparitas di Jawa Barat.............................................................

72

14 Peta wilayah Jawa Barat menurut WKPP ...............................................

73

15 Struktur ekonomi tiap WKPP menurut lapangan usaha tahun 2008 ........

75
xvi

16 Tingkat ketimpangan antar kabupaten /kota menurut WKPP di Jawa
Barat Tahun 2002-2008 .........................................................................

76

17 Tingkat disparitas dalam propinsi tahun 2002 – 2008 ........................

77

18 Total Entropi dan trennya di Jawa Barat, 2001-2008 ..............................

79

19 Entropi antar WKPP dan trennya di Jawa Barat, 2001-2008...................

80

20 Entropi dalam WKPP dan trennyadi Jawa Barat, 2001-2008 ..................

81

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kontribusi tenaga kerja kabupaten terhadap tenaga kerja subsektor (%)
tahun 2008 ............................................................................................. 111
2 Kontribusi tenaga kerja kabupaten terhadap tenaga kerja subsektor (%)
tahun 2001 ............................................................................................. 113
3 Kontribusi tenaga kerja subsektor terhadap tenaga kerja kabupaten/kota
(%) tahun 2008 ...................................................................................... 115
4 Kontribusi tenaga kerja subsektor terhadap tenaga kerja kabupaten/kota
(%) tahun 2001 ...................................................................................... 117
5 Analisis LQ industri manufaktur Jawa Barat tahun 2008 ........................ 119
6 Analisis LQ industri manufaktur Jawa Barat tahun 2001 ........................ 121
7 Pengukuran konsentrasi spasial perbandingan Ellison Glaeser dan
Maurel Sedillot Indeks tahun 2008 ......................................................... 123
8 Pengukuran konsentrasi spasial perbandingan Ellison Glaeser dan
Maurel Sedillot Indeks tahun 2008 ......................................................... 125
9 Faktor-faktor yang memengaruhi aglomerasi industri manufaktur ......... 127

xviii

1

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu realita pembangunan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya

perbedaan laju pertumbuhan adalah terciptanya ketimpangan antar daerah. Hal
tersebut salah satunya disebabkan oleh perbedaan faktor endowment dari masingmasing daerah. Indikasi disparitas antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan
tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Pulau Jawa
merupakan wilayah yang menjadi pusat pemerintahan sekaligus perekonomian,
mempunyai pengaruh yang besar dalam memberikan pengaruh yang positif
berupa pertumbuhan ekonomi yang penting untuk daerah sekitarnya, baik
teknologi dan informasi, ilmu pengetahuan, kemampuan dan skill dalam hal
entrepreneurship serta kemudahan akses terhadap produksi barang dan jasa yang
dihasilkan. Adanya perusahaan-perusahaan yang dominan yang berkumpul di
suatu wilyah dapat mengubah pola perekonomian. Pusat pertumbuhan dapat
memberikan dampak yang positif bagi daerah-daerah di sekitarnya, namun di sisi
lain juga terjadi pengurasan sumber daya.
Persebaran sumber daya yang tidak merata dapat menimbulkan disparitas
pembangunan ekonomi antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin
pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerahdaerah di mana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh manfaat yang
disebut dengan penghematan aglomerasi (agglomeration economies). Ekonomi
aglomerasi adalah eksternalitas yang dihasilkan oleh kedekatan geografis dari
kegiatan ekonomi. Adanya penghematan aglomerasi dapat memberikan pengaruh
yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Daerah aglomerasi biasanya
didukung dengan fasilitas infrastruktur yang memadai, akibatnya daerah tersebut
pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi.
Kegiatan ekonomi yang paling banyak mendapatkan manfaat dari
aglomerasi sehingga terkonsentrasi di seputar pusat-pusat kota yaitu industri
manufaktur. Industri manufaktur cenderung beraglomerasi di daerah-daerah di
mana potensi dan kemampuan daerah tersebut dapat memenuhi kebutuhan

2

mereka, dan mereka mendap
apat manfaat akibat lokasi perusahaan yang saling
sa
berdekatan. Kota umumnyaa menawarkan berbagai kelebihan dalam be
bentuk
produktivitas dan pendapatan
tan yang lebih tinggi, yang menarik investasii bbaru,
teknologi baru, pekerja terdi
didik dan terampil dalam jumlah yang lebih ti
tinggi
dibandingkan pedesaan (Malec
lecki 1991).
Industri manufaktur adalah
a
sektor yang memberikan kontribusi terb
erbesar
dalam pembentukan Produk Domestik
D
Bruto Indonesia saat ini (Gambar 1).. S
Sejak
tahun 2004 sampai tahun 2009
09 sektor industri manufaktur memiliki peranann yang
y
paling besar dibandingkan sektor-sektor
s
lainnya. Tahun 2004 peranan se
sektor
industri manufaktur sebesar 28,1
2
persen kemudian tahun 2009 menurun men
enjadi
26,4 persen. Meningkatnya permintaan
pe
akan produk barang jadi atau setengah
ah jadi
baik domestik maupun inter
ternasional, telah mendorong peranan sektor ind
ndustri
manufaktur menduduki pering
ingkat pertama dalam pembentukan Produk Dome
mestik
Bruto (PDB) Indonesia.
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

Sumber: BPS, 2001 - 2009 (diolah)

Gambar 1

Kontribusi sek
ktor pertanian, manufaktur dan sektor jasa
asa di
Indonesia tahun
un 2001-2009

Sektor industri manuf
ufaktur merupakan sektor yang paling menarikk bagi
para investor, baik investorr asing maupun investor dalam negeri. Investa
tasi di
Indonsia baik dalam negerii maupun
ma
modal asing tertumpuk di sektor ind
ndustri
manufaktur, sehingga relevan
an jika sektor ini memberikan kontribusi terb
erbesar
dalam pembentukan PDB. Industri
I
manufaktur sering disebut sebagai se
sektor

3

pemimpin (leading sector), karena peranannya yang cukup besar dalam
perekonomian. Hal ini berarti perkembangan industri manufaktur merupakan
faktor dominan dalam memacu dan mengangkat pembangunan sektor lainnya.
Peningkatan produktifitas industri manufaktur diharapkan dapat memacu
produktifitas dari sektor sektor yang lain sehingga akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk
kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama.
Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri
pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan
kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha
(aglomerasi) berarti semua industri yang ada saling berkaitan dan saling membagi
hasil produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk
menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran
bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke
belakang.
Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin
bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan
kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi.
Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan
tanda-tanda

aglomerasi

dengan

seluruh

kegiatan

dan

institusi

yang

membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan
tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat
kerja

yang

mudah

dicapai,

dukungan

modal,

dan

kesempatan

pelatihan/pendidikan. Hubungan positif antara aglomerasi dari kegiatan-kegiatan
ekonomi dan pertumbuhan telah banyak dibuktikan (Martin dan Octavianno,
2001). Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan.
Semakin teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin
meningkat pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri manufaktur
tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit
industri manufaktur, alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai industri
manufaktur lebih banyak mempunyai akumulasi modal.

4

Perkembangan sektor industri manufaktur hampir selalu mendapat
prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang,
hal ini karena sektor industri manufaktur dianggap sebagai sektor pemimpin
(leading sektor) yang mendorong sektor lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka
meningkatkan daya saing industri manufaktur perlu dilakukan penciptaan
aglomerasi industri manufaktur agar efisiensi dan penghematan ekonomi dapat
dicapai. Penciptaan aglomerasi industri manufaktur memerlukan strategi yang
tepat agar aglomerasi tersebut dapat bertahan dan memberikan kontribusi yang
besar dalam perekonomian, dengan meminimalkan efek ketimpangan.
Salah satu strategi pembangunan industri di Indonesia yang ditetapkan
Kementrian Perindustrian mengutamakan keserasian peran dalam pembangunan
antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat luas, sehingga terwujud kekuatan
bersama yang saling mendukung. Pembangunan industri menempatkan dunia
usaha dan masyarakat sebagai pelaku utamanya sedangkan pemerintah berperan
sebagai perumus kebijakan dan fasilitator bagi pertumbuhan dan perkembangan
industri. Kebijakan pemerintah mencakup penetapan arah pembangunan dan
penciptaan iklim usaha/investasi yang kondusif guna memberikan kesempatan
yang sama bagi masyarakat untuk berperan dalam pembangunan industri.
Sedangkan fasilitas yang diberikan pemerintah mencakup dukungan bagi dunia
usaha dan masyarakat yang relatif kurang mampu bersaing, untuk melindungi
kepentingannya baik sebagai produsen, pedagang maupun konsumen.
Strategi yang lain adalah pentingnya pemanfaatan keunggulan komparatif
dan penciptaan keunggulan kompetitif dalam rangka menghadapi persaingan
global. Keunggulan kompetitif industri manufaktur suatu bangsa dapat tercipta
dengan adanya peningkatan output yang disertai peningkatan produktifitas dan
efisiensi. Hal ini dapat dikembangkan dengan adanya peran pemerintah ikut
campur dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kapabilitas industri
nasional. Selain itu pemerintah harus berperan dalam meningkatkan daya saing
indusri nasional terhadap pasar global.
Kehadiran UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang
diikuti dengan program pembangunan nasional tahun 2000-2004 tentang
peningkatan pembangunan daerah, membuat terjadinya perubahan orientasi

5

kebijakan pembangunan dari kebijakan pembangunan sektoral yang menjadi
wewenang pemerintah pusat menjadi kebijakan pembangunan yang berorientasi
spasial dan regional (Kuncoro, 2007). Perubahan orientasi pembangunan tersebut
disertai meningkatnya wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus daerah berdasar aspirasi masyarakat. Daerah mempunyai kewenangan
untuk mengatur keuangannya sendiri.
Tabel 1

Realisasi pendapatan asli daerah menurut kabupaten/kota di Jawa Barat
tahun 2006-2008 (ribuan rupiah)
Kabupaten/Kota

01. Bogor
02. Sukabumi
03. Cianjur
04. Bandung
05. G a r u t
06. Tasikmalaya
07. C i a m i s
08. Kuningan
09. Cirebon
10. Majalengka
11. Sumedang
12. Indramayu
13. Subang
14. Purwakarta
15. Karawang
16. B e k a s i
17. Kota Bogor
18. Kota Sukabumi
19. Kota Bandung
20. Kota Cirebon
21. Kota Bekasi
22. Kota Depok
23. Kota Cimahi

2006

PAD
2007

2008

226.830.346
53.645.187
65.780.144
137.532.496
62.952.613
86.270.415
49.774.161
35.729.686
92.300.035
50.043.010
71.954.644
51.147.530
51.753.385
51.781.131
110.660.632
172.659.681
92.935.697
43.564.079
245.367.734
56.405.520
145.730.557
67.218.269
50.243.323

265.371.124
67.594.424
69.388.785
352.407.266
79.096.666
93.330.462
77.319.511
43.507.886
100.692.757
46.020.646
69.493.500
47.704.563
30.055.414
50.324.496
121.414.897
196.320.104
79.819.169
49.464.332
287.249.534
57.002.328
171.045.088
86.345.667
55.813.859

311.981.538
87.402.425
77.905.506
144.138.083
83.306.425
109.800.295
70.483.864
42.825.180
101.512.670
45.670.008
87.633.522
56.770.811
28.520.934
59.429.025
131.785.039
249.063.807
97.767.320
65.263.021
314.627.155
67.683.578
189.492.859
112.763.186
64.964.961

Sumber : BPS Jawa Barat, 2007-2009

Salah satu indikator kemandirian suatu daerah adalah besarnya Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Semakin besar PAD semakin memberi keleluasaan daerah
untuk membiayai pembangunan sehingga terwujud redistribusi pendapatan yang
diharapkan pada akhirnya dapat mengurangi ketimpangan antar daerah, oleh
karena itu tiap kabupaten/kota berusaha untuk menggali potensi PAD nya. Data

6

empiris menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Jawa Barat yang merupakan pusat
konsentrasi industri mempunyai PAD yang lebih besar jika dibandingkan dengan
daerah lain (Tabel 1). Daerah konsentrasi industri manufaktur mempunyai PAD
yang besar, sehingga setiap daerah berusaha untuk menumbuhkan industri sesuai
dengan potensi lokal yang ada.
Pada

pembangunan

sektor

industri

manufaktur,

kebijakan

yang

berorientasi spasial dan regional merupakan salah satu faktor kunci yang dapat
mendukung

pemerintah

pusat

dan

daerah

dalam

merumuskan

dan

mengimplementasikan kebijakan pembangunan (Kuncoro, 2002). Pemerintah
Indonesia telah memberikan perhatian pada perspektif dan pendekatan kluster
atau pendekatan konsentrasi spasial dalam kebijakan nasional dan regional sektor
industri manufaktur untuk mendorong spesialisasi produk dan mengubah
keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.
Strategi pembangunan industri berbasis kluster diwujudkan dengan
penciptaan nilai tambah, perluasan kesempatan kerja, dan perolehan devisa yang
optimal dengan menempatkan keunggulan komparatif sumber daya alam leading

sector, yang didukung oleh industri-industri penunjangnya, serta terus menerus
mengembangkan keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan global.
Berhubung sumber daya yang ada jumlahnya terbatas, maka perlu ditentukan
industri-industri penghasil produk unggulan nasional maupun penghasil produk
andalan daerah. Suksesnya strategi tersebut memerlukan pendekatan prioritas
yang diharapkan menciptakan pola keterkaitan antar kegiatan baik di dalam sektor
industri sendiri (keterkaitan horizontal) maupun antara sektor industri dengan
seluruh jaringan produksi dan distribusi terkait (keterkaitan vertikal).
Tidak bisa dipungkiri bahwa keunggulan kompetitf sangat diperlukan
diperlukan dalam menghadapi pasar bebas. Akan tetapi, menjadi suatu pertanyaan
yang sulit dijawab tentang kemampuan Indonesia dalam mengembangkan
keunggulan kompetitif, terlebih lagi saat ini Indonesia sedang dalam masa
pemulihan terhadap krisis ekonomi. Sebelum dapat menjawab pertanyaan itu
perlu dikenali terlebih dahulu potensi daerah dalam menciptakan keunggulan
kompetitif. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan, strategi untuk mencipakan
keunggulan kompetitif dapat dicapai dengan kebijakan pembangunan industri

7

manufaktur berbasis kluster (konsentrasi spasial). Berdasarkan uraian diatas maka
dirasa penting untuk menganalisis konsentrasi spasial industri manufaktur dalam
mengenali potensi daerah.
Pengamatan dibatasi pada wilayah Jawa Barat karena Jawa Barat memiliki
peranan yang penting dalam sektor industri manufaktur di Indonesia. Dalam
konteks nasional, sampai pada tahun 2008 Jawa Barat menyumbang 23,16% dari
nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor industri manufaktur di Indonesia dan
25% tenaga kerja yang bekerja di sektor industri manufaktur Indonesia berada di
Jawa Barat. Sementara, kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Jawa
Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan (Gambar 2).
Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan lapangan usaha terbesar kedua
yang menyerap tenaga kerja setelah pertanian. Untuk itu, kajian kebijakan
pembangunan dalam pengembangan sektor ini, sangatlah diperlukan, apalagi saat
ini sektor industri pengolahan dalam masa recovery setelah terhempas oleh krisis
ekonomi yang melanda perekonomian nasional.
60%
55%
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
2001

2002

2003
Pertanian

2004
2005
Manufaktur

2006
Jasa

2007

2008

Sumber: BPS, 2001 - 2008 (diolah)

Gambar 2

Kontribusi sektor pertanian, manufaktur dan sektor jasa di Jawa
Barat tahun 2001-2008

Kondisi tahun 2008, industri besar di Jawa Barat sebanyak 3.309 yang
menyerap tenaga kerja 1.826.749 orang, dengan jumlah investasi sebesar
3.016.397 juta rupiah. Perbandingan tersebut menunjukkan dengan total 1,65
persen unit usaha, industri besar dapat menyerap 45,83 persen tenaga kerja dan

8

23,1 persen investasi pada sektor industri. Upah tenaga kerja di sektor industri
selama tahun 2007 mencapai 19.171.816 juta rupiah mengalami penurunan
sebesar 906.638 juta rupiah atau sebesar 4,5 % dibandingkan dengan tahun 2006.
Nilai output perusahaan industri besar sedang pada tahun 2007 mencapai
337.392.587 juta rupiah mengalami kenaikan sebesar 40.998.902 juta atau 13,83
%. Sedangkan untuk nilai inputnya sebesar 204.551.180 mengalami kenaikan
sebesar 10,66 % atau sebesar 19.697.818 juta. Dengan demikian nilai tambah
yang dihasilkan oleh sector ini mencapai kenaikan sebesar 21.301.083 juta rupiah
atau sebesar 19,1 % ( BPS, 2009).
Jawa Barat merupakan pusat industri perangkat tehnologi dan industri
tekstil serta lokasi terkonsentrasinya industri kreatif. Hal tersebut didukung oleh
letak geografis Jawa Barat yang mengelilingi Jakarta sebagai pusat ekonomi
Indonesia. Industri manufaktur Jawa Barat terkonsentrasi di Koridor Bekasi Bogor
(Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor)
sebagai daerah penyokong bagi ibukota Jakarta serta daerah konsentrasi Bandung
Raya di mana koridor Bekasi Bogor memberikan kontribusi lebih dari 50% dari
output sektor industri manufaktur Jawa Barat.

1.2

Perumusan Masalah
Ketimpangan dalam pembangunan ekonomi masih terjadi di Jawa Barat.

Hal ini dapat dilihat dari perbedaan pertumbuhan ekonomi dan nilai PDRB
kabupaten/kota yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan
ekonomi masih belum merata. Fakta dan indikasi ini perlu mendapat perhatian
agar upaya pembangunan ekonomi terus mengalami peningkatan dan merata di
seluruh wilayah Jawa Barat, oleh karena itu perlu kita menelaah lebih lanjut
bagaimanakah tren perkembangan disparitas ekonomi di wilayah Jawa Barat
Kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi disparitas antar daerah perlu mendapatkan perhatian yang lebih.

Trade off yang terjadi antara disparitas dan pertumbuhan ekonomi membuat
penentuan kebijakan harus tepat sasaran. Upaya mempercepat pertumbuhan
ekonomi dapat ditempuh dengan meningkatkan efisiensi dalam kegiatan ekonomi.
Selain itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat diupayakan dengan

9

penciptaan konsentrasi kegiatan ekonomi. Seiring dengan program pemerintah
dalam rangka peningkatan daya saing industri manufaktur, maka perlu adanya
penciptaan konsentrasi kegiatan ekonomi di bidang industri manufaktur.
Aglomerasi industri manufaktur yang terjadi di suatu daerah diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif antara aglomerasi dari
kegiatan-kegiatan ekonomi dan pertumbuhan telah banyak dibuktikan (Martin dan
Octavianno, 2001).
Aglomerasi menghasilkan perbedaan spasial dalam tingkat pendapatan.
Semakin teraglomerasi secara spasial suatu perekonomian maka akan semakin
meningkat pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri manufaktur
tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit
industri manufaktur (Tabel 2). Alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai
industri manufaktur lebih banyak mempunyai akumulasi modal.
Tabel 2 Laju pertumbuhan ekonomi daerah konsentrasi industri di Jawa Barat
tahun 2005-2008 (%)
Kabupaten/Kota

2005

2006

2007

2008

Kab. Bogor
Kota Bogor
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kota Bekasi
Kota Bandung
Kab. Bandung

5.85
6.12
15.67
6.01
5.65
7.53
5.32

5.95
6.03
7.52
5.99
6.07
7.83
5.85

6.09
6.05
6.36
6.14
6.44
8.24
5.92

4.14
5.98
10.84
6.07
5.94
8.17
4.34

5.31

5.46

5.80

5.80

Jawa Barat
Sumber : BPS 2005-2008

Strategi untuk mencipakan keunggulan kompetitif dapat dicapai dengan
kebijakan pembangunan industri manufaktur berbasis cluster (konsentrasi
spasial). Jawa Barat sebagai salah satu pusat industri nasional mempunyai
beberapa daerah konsentrasi industri, sehingga analisis konsentrasi spasial
industri manufaktur dengan studi kasus Jawa Barat sangat diperlukan bagi
penyusunan kebijakan.
Perkembangan sektor industri manufaktur hampir selalu mendapat
prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang,

10

hal ini karena sektor industri manufaktur dianggap sebagai leading sector yang
mendorong sektor lainnya. Daya saing industri manufaktur lebih mudah
ditingkatkan bila industri dapat mengelompok sehingga tercapai suatu
penghematan. Dalam rangka meningkatkan daya saing industri manufaktur perlu
dilakukan penciptaan aglomerasi industri manufaktur. Penciptaan aglomerasi
industri manufaktur memerlukan strategi yang tepat agar aglomerasi tersebut
dapat bertahan dan memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian
daerah tersebut. Melalui penelitian ini juga akan dikaji faktor-faktor yang
mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur.
Berdasarkan paparan diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah kondisi ketimpangan ekonomi di Jawa Barat?
2. Pada subsektor apa industri manufaktur di Jawa Barat terspesialisasi, dan
dimanakah terkonsentrasi secara spasial serta bagaimana dinamikanya?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aglomerasi industri manufaktur di
Jawa Barat?

1.3

Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah sesuai dengan perumusan

masalahnya, yaitu:
1. Menganalisis dinamika ketimpangan wilayah di Jawa Barat.
2. Menganalisis dinamika konsentrasi spasial industri manufaktur di Jawa Barat.
3. Menganalisis

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

aglomerasi

indust

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang Di Provinsi Sumatera Utara

1 63 75

DETERMINAN AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI PROVINSI JAWA BARAT

4 18 75

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri tekstil di Jawa Barat

1 6 97

Analisis Konsentrasi Spasial dan Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri Manufaktur di Kawasan Barat Indonesia

6 20 65

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Besar Dan Sedang Di Kota-Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014.

0 2 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI BESAR DAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Besar Dan Sedang Di Kota-Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014.

0 5 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINILAI TAMBAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tambah Industri Besar Dan Sedang Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010.

0 2 12

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tambah Industri Besar Dan Sedang Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010.

0 1 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAITAMBAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tambah Industri Besar Dan Sedang Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010.

0 1 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN JUMLAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DI PROVINSI SUMATERA UTARA.

0 1 27