Kisaran Inang Dan Penularan Papaya Ringspot Virus

KISARAN INANG DAN PENULARAN
Papaya ringspot virus

TUTIK HARMIYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kisaran Inang dan
Penularan Papaya ringspot virus adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, April 2015
Tutik Harmiyati
NIM A351130414

RINGKASAN
TUTIK HARMIYATI. Kisaran Inang dan Penularan Papaya ringspot virus.
Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT DAN ABDUL MUIN
ADNAN.
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas pertanian
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Produktivitas pepaya sangat
dipengaruhi oleh faktor alam, termasuk gangguan hama dan penyakit tanaman.
Papaya ringspot virus (PRSV) merupakan penyebab penyakit bercak cincin dan
dilaporkan mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman pepaya dan beberapa
jenis Cucurbitaceae, sehingga menimbulkan kerugian bagi petani. Berdasarkan
Permentan 93/2011, PRSV masih tergolong Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina A1, yang artinya organisme tersebut belum ditemukan di wilayah
Negara Indonesia. Namun telah ditemukan laporan yang menyatakan bahwa
PRSV telah menginfeksi tanaman pepaya di daerah Aceh dan Medan dengan
insidensi penyakit mencapai 100%.
Berdasarkan kisaran inangnya, PRSV terdiri atas 2 strain, yaitu PRSV

strain P (PRSV-P) dan PRSV strain W (PRSV-W). PRSV-P menginfeksi tanaman
pepaya dan Cucurbitaceae, sedangkan PRSV-W hanya menginfeksi
Cucurbitaceae. Infeksi PRSV menyebabkan gejala mosaik, pemucatan tulang
daun (vein clearing), penebalan tulang daun (vein banding), mosaik bergaris pada
petiol, bercak hijau pada pucuk batang, daun berbentuk seperti tali (shoestring),
penebalan lamina daun (rugose), dan kerdil. Virus ini dapat ditularkan ke tanaman
sehat secara mekanis dan melalui vektor, namun tidak tular benih.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui kisaran inang beberapa isolat
PRSV melalui pengujian penularan secara mekanis pada 10 jenis tanaman dari 2
famili (Caricaceae dan Cucurbitaceae), efisiensi penularan PRSV melalui 2
spesies kutudaun yaitu Aphis gossypii dan Myzus persicae (Ordo: Hemiptera,
Famili: Aphididae), dan membuktikan bahwa PRSV tidak dapat ditularkan
melalui biji.
Pengamatan dan pengambilan sampel bergejala PRSV dilakukan di Medan
(Desa Namo Belin) dan Bogor (Ciomas). Sampel tanaman bergejala PRSV asal
Aceh dan Bogor, diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan (IPB),
sedangkan sampel tanaman bergejala PRSV isolat Bali merupakan koleksi dari
Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas I Denpasar. Isolat-isolat PRSV kemudian
diperbanyak pada tanaman pepaya var. ‘California’ melalui inokulasi secara
mekanis.

Metode RT-PCR menggunakan primer spesifik CP PRSV 326/PRSv 800
berhasil mengamplifikasi DNA PRSV isolat Medan, Aceh, Bogor (Situgede dan
Ciomas), serta Bali. Fragmen DNA hasil amplifikasi ±470pb selanjutnya
digunakan untuk keperluan sikuensing. Analisis urutan basa nukleotida hasil
sikuensing menunjukkan bahwa PRSV isolat Medan, Aceh, Bogor (Situgede dan
Ciomas), serta Bali memiliki kemiripan yang tinggi satu dengan lainnya (96.599.3%). Bila dibandingkan dengan isolat PRSV dari beberapa negara lainnya,
maka isolat-isolat PRSV asal Indonesia tersebut memiliki homologi tertinggi

dengan PRSV isolat Thailand (95.9-98.3 %) dan terendah dengan PRSV isolat
Taiwan (91.3-96.1%).
Uji kisaran inang dilakukan pada 5 varietas pepaya (‘California’,
‘Callina’,‘Lokal’, ‘Bangkok’, dan ‘Red Lady’) dan 5 jenis tanaman Cucurbitaceae
(mentimun, mentimun jepang, kabocha, semangka, dan melon), menggunakan
PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor (Situgede). Inokulasi pada uji kisaran inang
dilakukan secara mekanis. Tanaman pepaya yang diinokulasi secara mekanis
dengan PRSV menunjukkan gejala yang khas dan jelas, yaitu mosaik, pemucatan
tulang daun, penebalan tulang daun, penebalan lamina daun, daun berbentuk
seperti tali, bercak hijau seperti berminyak pada batang dan tanaman menjadi
kerdil. Tanaman Cucurbitaceae menunjukkan gejala yang lebih ringan. Hasil uji
kisaran inang menunjukkan bahwa semua varietas pepaya dapat diinfeksi oleh

PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor. PRSV isolat Medan dan Aceh mampu
menginfeksi tanaman mentimun, mentimun jepang, semangka, dan melon,
sedangkan PRSV isolat Bogor hanya berhasil menginfeksi mentimun, mentimun
jepang, dan melon. Tanaman kabocha merupakan satu-satunya tanaman yang
tidak terinfeksi saat diinokulasi dengan PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor;
sedangkan dengan tanaman semangka tidak dapat diinfeksi oleh PRSV isolat
Bogor. Periode inkubasi PRSV pada tanaman pepaya dan Cucurbitaceae, berturutturut berkisar, 5-14 hari setelah inokulasi (HSI) dan 16-26 HSI. Insidensi penyakit
pada tanaman pepaya dan Cucurbitaceae berturut-turut mencapai 100% dan 40100%, dengan keparahan penyakit berturut-turut berkisar 33.82-77.33% dan 4.5517.78%. Respons tanaman pepaya berkisar antara sangat rentan hingga agak
rentan, sedangkan Cucurbitaceae bersifat tahan dan imun. PRSV dari Medan,
Aceh, dan Bogor mampu menginfeksi baik tanaman pepaya maupun dari famili
cucurbitaceae, sehingga dapat digolongkan ke dalam PRSV-P.
Hasil uji penularan menggunakan kutudaun, menunjukkan bahwa semakin
banyak serangga yang digunakan, semakin tinggi insidensi penyakitnya. Insidensi
penyakit tanaman pepaya yang diinokulasi menggunakan 5 dan 10 individu
serangga A. gossypii berturut-turut sebesar 13.33% dan 60%, dan yang diinokulasi
dengan 10 individu serangga M. persicae sebesar 33.33% untuk tanaman pepaya.
Periode inkubasi pada tanaman pepaya var. ‘California’ yang diinokulasi virus
menggunakan A.gossypii dengan jumlah serangga 1, 5, dan 10 individu seangga
berturut-turut adalah 0, 10-11, dan 6-11 HSI, sedangkan dengan M. persicae
berturut-turut sebesar 0, 0, dan 5-18 HSI.

Bibit pepaya yang ditanam dari biji yang berasal dari buah bergejala PRSV
(asal Medan dan Bogor), tidak menimbulkan gejala penyakit dan menunjukkan
hasil negatif saat dideteksi menggunakan metode RT-PCR.
Kata kunci: insidensi penyakit, keparahan penyakit, respons tanaman, DIBA,
RT-PCR

SUMMARY
TUTIK HARMIYATI. Host range and transmission of Papaya ringspot virus.
Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT and ABDUL MUIN ADNAN.
Papaya (Carica papaya L.) is an important agricultural commodity and it
consumes daily by people in Indonesia. Productivity of papaya is very dependent
on many factors, among others is pests and diseases. Papaya ringspot virus
(PRSV) is the agent causing ringspot disease and it was reported to cause yield
loss on papaya and many Cucurbitaceae plants. According to Decree of Ministry
of Agriculture No. 93 of 2011 concerning List of Plant Quarantine Pests, PRSV is
still considered as A1 pathogen, which means the pathogen has not been found in
any region in Indonesia. However, it has been reported recently that this virus has
infected papaya plants in Aceh and Medan with disease incidence up to 100%.
PRSV consists of 2 strains, based on its host range, i.e. PRSV strain P
(PRSV-P) and PRSV strain W (PRSV-W). PRSV-P infects papaya and

Cucurbitaceae plants, while PRSV-W only infects Cucurbitaceae plants.
Symptoms of PRSV infections involves mosaic, vein clearing, vein banding,
striped mosaic on the petiole, green spots on the top of the stem, shoestring,
rugose, and stunting. This virus can be transmitted to healthy plants mechanically
and by insect vectors, but not seed transmitted.
Research was conducted to determine the host range of PRSV through
mechanical inoculation on 10 species from 2 families (Caricaceae and
Cucurbitaceae), the efficiency of transmission of PRSV through 2 species of
aphids i.e Aphis gossypii and Myzus persicae (Order: Hemiptera, Family:
Aphididae), and to prove whether PRSV is seed transmissible.
Field observations and samples collection was conducted in Medan (Namo
Belin) and Bogor (Ciomas). Sample of PRSV isolates Aceh and Bogor was
obtained from the collection of Plant Virology Laboratory (IPB), and PRSV
isolate Bali was from collection of Denpasar Agricultural Quarantine (BKP Kelas
I Denpasar). All of the isolates was then propagated on papaya var. 'California' by
mechanical inoculation to obtain virus inoculum for further experiments.
Specific viral DNA fragments (± 470 bp) was successfully amplified out of
samples from Medan, Aceh, Bogor (Situgede and Ciomas), and Bali using
specific primers CP PRSV326/ PRSV800 in reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR). Analysis of the nucleotide sequences showed that

PRSV isolates Medan, Aceh, Bogor (Situgede and Ciomas), and Bali has a high
similarity with one another (96.5-99.3%). When compared with PRSV isolates
from other countries, PRSV isolates from Indonesia has the highest homology
with PRSV isolates Thailand (95.9-98.3%) and the lowest in Taiwan PRSV
isolates (91.3-96.1%).
Host range study on 5 varieties of papaya ('California', 'Calina', 'Lokal',
'Bangkok', and 'Red Lady') and 5 species of Cucurbitaceae plants (cucumber,
Japanese cucumber, kabocha, watermelon, and melon), was conducted using
mechanical inoculation method for 3 isolates of PRSV i.e. Medan, Aceh, and
Bogor (Situgede). Inoculated papaya showing typical symptoms of PRSV i.e.
mosaic, vein clearing, vein banding, rugose, shoestring, oily green spots on the

trunk and stunting. Cucurbitaceae plants showed less severe symptoms than
Caricaceae. The host range study indicated that all varieties of papaya was
susceptible to all PRSV isolates. PRSV isolates Medan and Aceh was able to
infect cucumber, Japanese cucumber, watermelon, and melon; while PRSV
isolates Bogor was only able to infect cucumber, Japanese cucumber, and melon.
Kabocha is the only plants that can’t be infected by all PRSV isolates, whereas
watermelon can’t be infected by PRSV isolates Bogor. The incubation period of
PRSV in papaya and Cucurbitaceae was 5-14 days after inoculation (DAI) and 1626 DAI, respectively. Disease incidence on papaya and Cucurbitaceae reached

100% and 40-100%, respectively with disease severity of 33.82-77.33% and 4.5517.78%, respectively. Papaya was considered very susceptible to moderately
susceptible to PRSV infection, while Cucurbitaceae are resistant and immune.
Based on this host range study PRSV from Medan, Aceh, and Bogor is classified
into PRSV-P due to its ability to infect both papaya plants and Cucurbitaceae
plants.
Transmission study using 2 species of aphids indicated that disease
incidence is correlated with the number of insects. The more insects used for
transmission, the higher disease incidence achieved and the shortest incubation
period occurred. Transmission was occurred when using at least 5 adults of
A.gossypii or 10 adults of M. persicae. Papaya seedling grown from seeds
collected from fruits showing PRSV infection was free from virus based on RTPCR detection method. This fact indicated that PRSV was not seed transmissible.
Key words: disease incidence, disease severity, plant responses, DIBA, RT-PCR.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KISARAN INANG DAN PENULARAN
Papaya ringspot virus

TUTIK HARMIYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Eliza Suryati Rusli, MSi


PRAKATA
Alhamdulillahirrobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kisaran Inang dan Penularan
Papaya ringspot virus telah dilaksanakan sejak bulan Juli hingga Desember 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc
selaku ketua program studi sekaligus dosen pembimbing bersama Dr Ir Abdul
Muin Adnan, MS, dan Dr Ir Eliza S Rusli, MSi selaku penguji. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada suami, anak, orangtua, serta seluruh
keluarga atas limpahan dukungan, perhatian, semangat dan kasih sayangnya.
Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Badan Karantina
Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian yang telah memberikan beasiswa S2
Karantina sehingga penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di
Program Pascasarjana IPB, Ibu Iyar, SP selaku penanggung jawab wilayah kerja
Kantor Pos Bogor (BBKP Tanjung Priok) atas bantuan peralatannya, Dr Ir
Antarjo Dikin, MSc; Dr Ir Arifin Tasrif, MSi; Dr Ir Eliza S Rusli, MSi; Dr
Suryanti, SP, MP; dan Dr Ir Nugroho Susetyo Putra, MSi; yang telah memberikan
rekomendasi untuk melanjutkan studi S2 di IPB, Bp Edi Supardi dan Mba Sari
Nurulita yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian di laboratorium

Virologi, ibu Aisyah di laboratorium Taksonomi Serangga yang telah membantu
dalam pelaksanaan identifikasi serangga vektor.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan di laboratorium
Virologi Tumbuhan IPB dan teman-teman 3rd Quarantine SPs yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan, persahabatan dan
kekompakannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Tutik Harmiyati

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xiv

DAFTAR TABEL

xvi

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
PerumusanMasalah
Tujuan Penelitian
Manfaat
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA

1
2
3
3
3
3

Gejala Infeksi PRSV
Gejala pada tanaman pepaya
Gejala pada tanaman Cucurbitaceae
Sifat Biologi dan Ekologi PRSV
Sifat PRSV
Kisaran Inang PRSV
Penularan PRSV
Kerugian Akibat Infeksi PRSV
Deteksi Virus
BAHAN DAN METODE

4
4
4
5
5
5
6
8
8
9

Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Penyiapan Sampel Tanaman Pepaya Terinfeksi PRSV
Analisis susunan Nukleotida
Perbanyakan Sumber Inokulum PRSV
Identifikasi dan Perbanyakan Kutudaun
Uji Kisaran Inang PRSV
Deteksi PRSV dengan metode Dot blot Immunobinding Assay
(DIBA)
Efisiensi penularan PRSV dengan serangga vektor
Uji PRSV Tular Benih
Deteksi PRSV dengan metode Double Antibody Sandwich-Enzim
Linked Immunosorbent Assay (DAS-ELISA)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi PRSV di Lapangan
Deteksi PRSV dengan metode RT-PCR
Perunutan DNA PRSV
Kisaran Inang PRSV
Identifikasi kutudaun
Efisiensi penularan PRSV dengan A. gossypii dan M. persicae

9
9
9
10
11
11
12
14
15
15
16
17
17
18
19
20
29
30

Ujian Tular Benih
SIMPULAN DAN SARAN

31
32

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

32
33
33

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

51

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

5.
6.

7.

8.

9.

Famili, spesies tanaman, dan umur tanaman yang digunakan
dalam pengujian kisaran inang
Kriteria gejala Papaya ringspot virus untuk menentukan
keparahan penyakit (Pacheco et al. 2003)
Pengelompokkan ketahanan tanaman terhadap infeksi Papaya
ringspot virus berdasarkan keparahan penyakit
Tingkat homologi sikuen nukleotida gen CP PRSV isolat
Medan, Aceh, dan Bogor dengan isolat dari daerah dan negara
lain
Periode inkubasi (PI) dan jenis gejala pada beberapa tanaman
hasil inokulasi Papaya ringspot virus (PRSV) secara mekanis
Insidensi penyakit (IP), keparahan penyakit (KP), dan respons
tanaman (RT) dari famili Caricaceae dan Cucurbitaceae yang
diinokulasi Papaya ringspot virus (PRSV) secara mekanis
Pengaruh infeksi PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor terhadap
prosentase tingkat hambatan relatif (THR) tinggi tanaman pada
famili Caricaceae
Pengaruh infeksi PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor terhadap
prosentase tingkat hambatan relatif (THR) tinggi tanaman pada
famili Cucurbitaceae
Periode inkubasi (PI), insidensi penyakit (IP), dan tipe gejala
tanaman pepaya California yang diinokulasi Papaya ringspot
virus melalui vektor Aphis gossypii dan Myzus persicae

12
13
14

19
23

24

27

28

30

DAFTAR GAMBAR
10. Gejala infeksi PRSV pada tanaman pepaya; (A) gejala pada
tajuk, (B) gejala pada buah, (C) gejala pada batang, (D) gejala
pada petiol, dan (E) gejala pada daun (Sumber: Gonsalves et al.
2004; Gonsalves et al. 2010; www.hawaiplantdisease.net)
11. Gejala infeksi PRSVpada tanaman cucurbit; (A) gejala pada
daun dan (B) gejala pada buah. (Sumber: Gonsalves et al. 2010)
12. Partikel PRSV di bawah mikroskop elektron (A) (Sumber:
CABI 2014), dan (B) partikel Potyvirus tunggal (Natsuaki et al.
1994)
13. Gejala PRSV pada tanaman pepaya ‘Orange lady’ di Medan
(Desa Namo Belin), (A) gejala pada tajuk, (B) gejala pada petiol
(atas) dan batang (bawah), dan (C) gejala pada buah.
14. Tanaman pepaya di Bogor (Desa Ciomas), (A) Petiol dan batang
tidak menunjukkan gejala PRSV, (B) bercak cincin pada buah.

4
5

5

17
17

15. Hasil amplifikasi DNA Papaya ringspot virus (PRSV) dengan
teknik RT-PCR menggunakan primer spesifik gen CP PRSV
326/PRSV 800. Sampel DNA berasal dari daun pepaya yang
diinokulasi secara mekanis dengan: (A) isolat PRSV asal Aceh,
dan (B) Bogor (Desa Situgede), serta sampel tanaman bergejala
dari lapangan di (C) Medan, (D) Bogor (Desa Ciomas), dan (E)
Bali. Penanda DNA (M), (K+) kontrol positif, dan (K-) kontrol
negatif.
16. Persentase penurunan bobot kering relatif pada tanaman famili
Caricaceae yang diinokulasi dengan PRSV terhadap kontrol
17. Persentase penurunan bobot kering relatif pada tanaman famili
Cucurbitaceae yang diinokulasi dengan PRSV terhadap kontrol
18. Ciri morfologi A. gossypii (A) imago (aptera), (B) proses
terminal (40x10), (C) sifunkuli (10x10), dan (D) antena tuberkel
(10x10).
19. Ciri morfologi M. persicae, (A) imago (aptera), (B) proses
terminal (40x10), (C) sifunkuli (10x10), dan (D) antena tuberkel
(10x10).
20. Hasil amplifikasi DNA Papaya ringspot virus (PRSV) dengan
RT-PCR menggunakan primer PRSV 326/ PRSV 800. Sampel
DNA brasal dari daun tanaman pepaya asal biji pepaya
bergejala PRSV dari Medan (M1-5) dan Bogor (B1-5).

18
25
26

29

29

31

DAFTAR LAMPIRAN
21. Runutan basa nukleotida gen CP PRSV asal Medan, Aceh, dan
Bogor, dan Bali serta beberapa isolat PRSV asal luar negeri
22. Gejala pada pepaya var. ‘California’ yang diinokulasi dengan
PRSV isolat (A dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F)
Bogor, dan (G) kontrol negatif
23. Gejala pada pepaya var. ‘Callina’ yang diinokulasi dengan
PRSV isolat (A dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F)
Bogor, dan (G) kontrol negatif
24. Gejala pada pepaya var. ‘Lokal’ yang diinokulasi dengan PRSV
isolat (A dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F) Bogor, dan
(G) kontrol negatif
25. Gejala pada pepaya var. ‘Bangkok’ yang diinokulasi dengan
PRSV isolat (A dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F)
Bogor, dan (G) kontrol negatif
26. Gejala pada pepaya var. ‘Red Lady’ yang diinokulasi dengan
PRSV isolat (A dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F)
Bogor, dan (G) kontrol negatif
27. Hasil deteksi sampel daun famili Caricaceae yang diinokulasi
secara mekanis dengan PRSV dengan metode DIBA, warna
ungu pada kertas nitroselulose menunjukkan positif, PRSV asal
(A) Medan, (B) Aceh, dan (C) Bogor.

38

41

41

42

42

43

44

28. Gejala pada mentimun yang diinokulasi dengan PRSV isolat (A
dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F) Bogor, dan (G)
kontrol negatif
29. Gejala pada mentimun jepang yang diinokulasi dengan PRSV
isolat (A dan B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F) Bogor, dan
(G) kontrol negatif
30. Tanaman kabocha yang diinokulasi dengan PRSV isolat (A dan
B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F) Bogor tidak menunjukkan
adanya gejala PRSV sebagaimana pada (G) kontrol negatif
31. Gejala pada semangka yang diinokulasi dengan PRSV isolat (A
dan B) Medan, (C dan D) Aceh, sedangkan yang diinokulasi
dengan PRSV Bogor tidak menunjukkan gejala infeksi PRSV (E
dan F), dan (G) kontrol negatif
32. Gejala pada melon yang diinokulasi dengan PRSV isolat (A dan
B) Medan, (C dan D) Aceh, (E dan F) Bogor, dan (G) kontrol
negatif
33. Hasil deteksi sampel daun famili Cucurbitaceae yang diinokulasi
secara mekanis dengan PRSV menggunakan metode DIBA,
warna ungu pada kertas nitroselulose menunjukkan positif,
PRSV asal Medan (A), Aceh (B), dan Bogor (C),
34. Hasil amplifikasi sampel daun bergejala PRSV dengan metode
RT-PCR menggunakan primer spesifik CP DNA PRSV, PRSV
326/800, Penanda DNA (1kb) (M); Mentimun jepang yang
diinokulasi dengan PRSV Bogor (1), Semangka yang
diinokulasi dengan PRSV Bogor (2), Melon yang diinokulasi
dengan PRSV Bogor (3), Mentimun yang diinokulasi dengan
PRSV Aceh (4), Mentimun Jepang yang diinokulasi dengan
PRSV Aceh (5); Kabocha diinokulasi PRSV Aceh (6), Melon
diinokulasi PRSV Aceh (7), Melon diinokulasi PRSV Medan
(8), Semangka diinokulasi PRSV Medan (9), Kontrol negatif
(K-), Kontrol Positif (K-)
35. Variasi gejala PRSV yang diinokulasi dengan menggunakan
vektor M. persicae. (A-C) daun bergejala PRSV, (D) batang
bergejala PRSV, dan (E) daun pepaya sehat
36. Variasi gejala PRSV yang diinokulasi dengan menggunakan
vektor A. gossyypii. (A-H) daun bergejala PRSV, (I) batang
bergejala PRSV, dan (J) daun pepaya sehat

45

45

46

46

47

48

49

49

50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L., Famili: Caricaceae) merupakan tanaman
penting yang banyak ditanam di negara-negara tropik dan subtropik di
seluruh dunia, termasuk Indonesia (Usharani et al. 2013). Indonesia merupakan
penghasil pepaya ketiga di dunia pada tahun 2009-2012, setelah India dan Brazil
(FAOSTAT 2014). Tanaman pepaya mudah ditumbuhkan dari biji, buahnya
dapat dipanen 9 bulan setelah tanam, dan menghasilkan buah secara terus menerus
sepanjang tahun (Manshardt 1992). Pepaya banyak dikonsumsi sebagai buah
segar karena dapat memperlancar sistem pencernaan dan kandungan gizinya
tinggi. Buah ini mengandung antioksidan (karoten, vitamin C, dan flavonoid),
vitamin B (folat dan pantotenat), mineral, dan serat. Pepaya juga menghasilkan
enzim papain yang banyak digunakan dalam kebutuhan industri untuk bahan
pelunak daging, farmasi, produk kecantikan, kosmetik serta berperan sebagai
stabilizer pada pembuatan minuman bir (UF 2012).
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Hortikultura, produktivitas
papaya di Indonesia, dari tahun 2009 sampai 2013, berturut-turut sebesar 80.75,
73.26, 86.68, 77.45, dan 80.44 ton/ha (Kementan 2015).
Banyak faktor yang menjadi pembatas dalam produksi pepaya, satu di
antaranya adalah gangguan penyakit tanaman. Beberapa patogen penting yang
menginfeksi tanaman pepaya ialah Papaya lethal yellowing virus, Papaya meleira
virus, Papaya apical necrosis virus, Papaya ringspot virus, Phytophthora
palmivora (penyebab busuk akar), Collectotrichum gloesporiodes (penyebab
antraknose pada buah), Pythium sp. (penyebab busuk pangkal batang), Oidium
caricae (penyebab embun tepung pepaya), Botryodiplodia theobromae (penyebab
kanker batang pepaya) (da Silva et al. 2007), dan Erwinia papayae (Kementan
2006).
Penyakit bercak cincin merupakan penyakit baru pada tanaman pepaya di
Indonesia dan banyak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Tennant et al.
(2007) menyatakan bahwa Papaya ringspot virus (PRSV), penyebab penyakit
bercak cincin, merupakan salah satu virus yang paling merusak pada tanaman
pepaya dan Cucurbitaceae. Tanaman pepaya yang terinfeksi PRSV menunjukkan
gejala yang khas, yaitu mosaik menonjol pada daun, klorosis pada lamina daun,
garis-garis seperti berminyak pada petiol, dan jika serangan parah daun akan
berbentuk seperti tali sepatu (shoestrings). Gonsalves et al. (2010) menambahkan
bahwa buah dari tanaman terinfeksi PRSV menunjukkan benjolan mirip dengan
buah pada tanaman yang kekurangan Boron dan sering menunjukkan gejala
bercak cincin.
PRSV termasuk famili Potyviridae, genus Potyvirus, partikelnya berbentuk
memanjang, lentur, dan berukuran 760-800x12 nm, dengan genom berupa RNA
utas tunggal berorientasi positif (Purcifull et al. 1984). Berdasarkan kisaran
inangnya terdapat 2 strain PRSV, yaitu PRSV-P dan PRSV-W. Strain PRSV-P
dapat menginfeksi tanaman dari famili Caricaceae dan Cucurbitaceae, sedangkan
strain PRSV-W hanya dapat menginfeksi tanaman dari famili Cucurbitaceae
(Gonsalves 1998).

2

Infeksi PRSV-P pada tanaman pepaya pertama dilaporkan di Hawai
pada tahun 1949 (Jensen 1949). Strain PRSV yang sama kemudian dilaporkan di
Thailand pada tahun 1975 (Yeh et al. 1988), bagian tenggara Queensland
Australia (1991), Saipan, Kepulauan Mariana Utara dan Guam pada tahun 1994
(Kiritani dan Su 1999), Polinesia pada tahun 2005 (Davis et al. 2005), dan Afrika
Utara (Diallo et al. 2007), dengan kehilangan hasil mencapai 100% (Tennant et
al. 2007). Strain PRSV yang menginfeksi tanaman dari famili Cucurbitaceae
(PRSV-W) dilaporkan di Australia pada tahun 1991 dan Sudan pada tahun
2012 (Gonsalves et al. 2010; Mohammed et al. 2012). Di Indonesia, PRSV telah
dilaporkan menginfeksi tanaman pepaya di daerah Aceh dan Medan pada tahun
2012, dengan insidensi penyakit mencapai 100% (Hidayat et al. 2012).
PRSV dapat ditularkan secara mekanis dan melalui banyak spesies
kutudaun secara non persisten (Wang et al. 1998; Tripathi et al. 2008), sehingga
hanya membutuhkan waktu detik hingga menit untuk dapat ditularkan ke tanaman
inang lainnya dan virus tidak bereplikasi di dalam tubuh vektor. Menurut
(Kalleshwaraswamy et al. 2005), Aphis gossypii merupakan vektor utama PRSV,
diikuti A. craccivora dan Myzus persicae. Penelitian mengenai efisiensi
penularan melalui vektor perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah individu
kutudaun yang sudah mampu menularkan PRSV. Penelitian yang dilakukan oleh
Kalleshwaraswamy dan Kumar (2008) menunjukkan bahwa penularan PRSV
pada tanaman pepaya hibrida ‘Surya’ dengan satu individu kutudaun yang
dipuasakan 2 jam dengan periode makan akuisisi dan inokulasi masing-masing
selama 5 menit, M. persicae, A. gossypii, dan A. craccivora sudah mampu
menularkan PRSV berturut-turut sebesar 56%, 48%, dan 30%.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011
tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina menggolongkan
PRSV sebagai organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) kategori A1,
yaitu kategori OPT yang belum dilaporkan keberadaannya di wilayah Negara
Indonesia (Kementan 2011). Namun, telah ada laporan bahwa PRSV telah
ditemukan menginfeksi pertanaman pepaya di beberapa daerah di Indonesia.
Hidayat et al. (2012) melaporkan insidensi penyakit PRSV di Aceh dan
berdasarkan hasil analisis sikuen nukleotida menunjukkan bahwa PRSV isolat
Aceh mempunyai kemiripan yang sangat tinggi (92.7% sampai 94.7%) dengan
PRSV asal Filipina dan Thailand. Sebelumnya, peneliti dari Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta juga melaporkan bahwa PRSV telah menginfeksi pertanaman
pepaya di daerah Sleman, Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo, di Daerah
Istimewa Yogyakarta (data tidak dipublikasikan). Daerah sebar PRSV di wilayah
Negara Indonesia perlu dipastikan, demikian pula dengan sifat-sifat pentingnya
seperti kisaran inang dan cara penyebarannya di lapangan.
Perumusan Masalah
1. Apakah isolat PRSV yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia memiliki
virulensi yang berbeda ?
2. Apakah isolat PRSV yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia dapat
menginfeksi tanaman dari famili Cucurbitaceae ?
3. Apakah spesies kutudaun yang berbeda memiliki kemampuan berbeda dalam
menularkan virus?

3

4. Apakah ada hubungan antara jumlah kutudaun dengan efisiensi penularan
penyakit?
5. Apakah PRSV merupakan patogen tular benih?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran inang beberapa isolat
PRSV melalui pengujian penularan secara mekanis pada 10 jenis tanaman dari 2
famili (Caricaceae dan Cucurbitaceae), efisiensi penularan PRSV melalui 2
spesies kutudaun yaitu A. gossypii dan M. persicae (Ordo: Hemiptera, Famili:
Aphididae), dan membuktikan bahwa PRSV tidak dapat ditularkan melalui biji.
Manfaat
Penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai sifat-sifat
penting PRSV seperti kisaran inang dan penyebarannya di lapangan, sehingga
dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan strategi pengendalian.
Hipotesis
1. Isolat PRSV yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia dapat
menginfeksi tanaman yang termasuk ke dalam famili Caricaceae dan
Cucurbitaceae.
2. PRSV isolat Medan bersifat paling virulen dibandingkan dengan PRSV isolat
Aceh dan Bogor.
3. Kutudaun M. persicae merupakan vektor yang lebih efektif dalam melakukan
penularan PRSV dibandingkan dengan A. gossypii.
4. Semakin banyak jumlah kutudaun yang digunakan untuk penularan, maka
semakin tinggi pula insidensi penyakit yang muncul.
5. PRSV tidak dapat ditularkan melalui benih.

TINJAUAN PUSTAKA
Papaya ringspot virus (PRSV) merupakan patogen yang sangat merusak
pada tanaman pepaya. Istilah PRSV pertama kali dikenalkan oleh Jensen di Hawai
pada tahun 1949. Awalnya penyakit ini dikenal sebagai mosaik pepaya
(disebabkan oleh Papaya mosaic virus) dan mosaik semangka (disebabkan oleh
Watermelon mosaic virus), sebelum akhirnya diketahui bahwa penyakit tersebut
disebabkan oleh PRSV. Virus ini merupakan patogen utama pada tanaman pepaya
dan Cucurbitaceae yang ditemukan pada semua daerah penghasil pepaya dan
cucurbit di dunia. PRSV menginfeksi tananaman pepaya dan Cucurbitaceae secara
sistemik dengan gejala yang tidak banyak berbeda (Gonsalves et al. 2010).

4

Gejala Infeksi PRSV
Gejala pada tanaman pepaya
Semua stadia tanaman pepaya rentan terhadap infeksi PRSV dan pada
umumnya gejala akan muncul 2 sampai 3 minggu setelah inokulasi. Tanaman
muda yang terinfeksi tidak akan pernah menghasilkan buah namun jarang sekali
yang ditemukan mati karena penyakit ini. Beberapa isolat PRSV di Taiwan dapat
menyebabkan layu dan kadang-kadang menyebabkan kematian pada tanaman
muda (Gonsalves 1993).
Tanaman pepaya yang terinfeksi PRSV menunjukkan gejala yang khas,
yaitu mosaik menonjol pada daun, klorosis pada lamina daun, dan garis-garis
seperti berminyak pada tangkai daun (Gambar 1). Tanaman yang terinfeksi parah
menunjukkan adanya perubahan bentuk daun seperti tali (shoestrings) serta
menyerupai kerusakan akibat serangan tungau. Tanaman yang terinfeksi ketika
masih muda menjadi kerdil dan tidak akan menghasilkan buah. Buah dari tanaman
terinfeksi PRSV menunjukkan benjolan mirip dengan buah pada tanaman yang
kekurangan unsur hara Boron dan sering menunjukkan 'bercak cincin'. PRSV
isolat Taiwan memperlihatkan gejala nekrosis sistemik dan layu bersamaan
dengan mosaik dan klorosis pada tanaman pepaya (Gonsalves et al. 2010).

Gambar 1 Gejala infeksi PRSV pada tanaman pepaya; (A) gejala pada tajuk, (B)

gejala pada buah, (C) gejala pada batang, (D) gejala pada petiol, dan (E)
gejala pada daun (Sumber: Gonsalves et al. 2004; Gonsalves et al.
2010; www.hawaiplantdisease.net)
Gejala pada tanaman Cucurbitaceae
Tanaman Cucurbitaceae yang diinfeksi oleh PRSV akan menunjukkan
gejala kerdil, mosaik dan terjadi salah bentuk pada helaian daun, bentuk dan
warna buah tidak sempurna (Babadoost 2012). Daun tanaman Cucurbitaceae yang
terinfeksi PRSV menunjukkan adanya mosaik dan bentuk daun menyempit,
kadang-kadang memperlihatkan shoestring seperti halnya yang terjadi pada
tanaman pepaya. Tanaman yang terinfeksi pada saat muda, tidak akan dapat

5

berkembang. Tanaman tua yang terinfeksi akan menghasilkan buah, namun
buahnya akan mengalami malformasi (salah bentuk) dan perubahan warna pada
kulitnya (Gambar 2).

A

B

Gambar 2 Gejala infeksi PRSVpada tanaman cucurbit; (A) gejala pada daun dan
(B) gejala pada buah. (Sumber: Gonsalves et al. 2010)
Sifat Biologi dan Ekologi PRSV
Sifat PRSV
PRSV digolongkan ke dalam genus Potyvirus (Famili: Potyviridae),
memiliki sinonim papaya distortion mosaic virus, papaya distortion ringspot
virus, papaya leaf distortion virus, dan papaya ringspot potyvirus (CABI 2014).
Kelompok Potyvirus merupakan kelompok virus tanaman terbesar dan berperan
penting dalam menimbulkan kerugian. Semua anggota dari genus tersebut
memiliki virion berbentuk filamen dan fleksibel (Gibbs et al. 2008). Natsuaki et
al. (1994) melaporkan bahwa partikel Potyvirus berbentuk seperti benang,
memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Gambar 3b), dan Siregar (2013)
melaporkan bahwa partikel tersebut berukuran 760-800x12 nm dengan genom
monopartit beruntai tunggal RNA positif. CABI (2014) menyebutkan bahwa
partikel virus mengandung 94.5% protein dan 5.5% asan nukleat, serta tidak
mempunyai protein amplop (non-enveloped).

Gambar 3 Partikel PRSV di bawah mikroskop elektron (A) (Sumber: CABI
2014), dan (B) partikel Potyvirus tunggal (Natsuaki et al. 1994)
Kisaran Inang PRSV
PRSV merupakan salah satu spesies dari genus Potyvirus yang tersebar luas
di seluruh dunia dan dibedakan menjadi 2 strain berdasarkan kisaran inangnya

6

yaitu PRSV strain P (PRSV-P) yang mampu menginfeksi tanaman pepaya dan
Cucurbitaceae, dan PRSV strain W (PRSV-W) yang hanya dapat menginfeksi
Cucurbitaceae. Infeksi kedua strain tersebut dapat mengurangi hasil dan kualitas
buah (Bateson et al. 1994).
Penularan PRSV
PRSV dapat ditularkan secara mekanis maupun melalui serangga vektor,
namun tidak dapat ditularkan melalui benih.
Penularan secara mekanis. PRSV dapat ditularkan antar tanaman melalui
kegiatan mekanis seperti perompesan (pruning) Wikipedia 2014). Green dan Kim
(1994) melaporkan bahwa pada banyak kasus, efisiensi penularan cairan perasan
tanaman berkisar antara 60-80%. Kelaniyangoda dan Madhubashini (2008) juga
melaporkan bahwa cairan perasan tanaman yang ditularkan ke bibit pepaya
menunjukkan keberhasilan sebesar 80% karena dari 20 bibit terdapat 16 bibit
yang bereaksi positif saat dilakukan deteksi menggunakan metode IndirectELISA. Penelitiannya menunjukkan bahwa gejala akan muncul 3 minggu setelah
inokulasi.
Penularan oleh vektor kutudaun. Sebagaimana Potyvirus lainnya, PRSV
ditularkan oleh kutudaun secara non persisten (Jensen 1949), virus diperoleh dan
ditularkan oleh vektor dalam jangka waktu yang singkat, hanya dalam ukuran
detik hingga menit dan tidak bereplikasi di dalam tubuh vektor. Protein
amorphous inclusion (AI), protein komponen pembantu yang merupakan produk
dari gen HC-Pro, diperlukan untuk keberhasilan penularan virus ini (Gonsalves et
al. 2010). PRSV terbawa stilet dan ditularkan oleh banyak spesies kutu daun,
terutama M. persicae dan A. gossypii. Akuisisi dan penularan partikel PRSV
terjadi dalam waktu yang singkat (Maia et al. 1996). Beberapa spesies kutudaun
seperti A. nerii Boyer de Fonscolombe, A. gossypii Glover, A.spiraecola Patch, M.
persicae Sulzer, Toxoptera aurantii Boyer de Fonscolombe, A. craccivora Koch,
dan Rhopalosiphum maidis Fitch dilaporkan dapat menularkan PRSV. Kutudaun
yang banyak ditemui pada tanaman pepaya adalah A. gossypii, A.craccivora dan
M. persicae (Kalleshwaraswamy dan Kumar 2008).
Keberhasilan penularan sangat ditentukan oleh rentang waktu dari periode
makan akuisisi sampai dengan waktu penularan. Kemampuan A. gossypii,
A.craccivora, dan M. persicae setelah 5 menit dari periode makan akuisisi masih
mampu menularkan PRSV berturut-turut, 17.5%, 12.5%, dan 22.5%. M. persicae
masih dapat menularkan PRSV setelah 30 menit dari periode makan akuisi,
namun efisiensi penularannya berkurang dan hanya mampu menularkan PRSV
sebesar 5% (Kalleshwaraswamy dan Kumar 2008).
A. gossypii pertama kali dideskripsikan oleh Clover pada tahun 1877.
Nama umumnya adalah melon aphid atau cotton aphid. Panjang tubuh imago
bersayap adalah 1.1–1.8 mm dan imago tidak bersayap 0.9-1.8 mm. Imago
umumnya berwarna hijau gelap atau hitam dengan sifunkuli gelap atau pucat dan

7

kauda kehitaman (Blackman dan Eastop 2000). Kutudaun ini tersebar di seluruh
dunia, dengan warna tubuhnya bervariasi seperti hijau kehitaman atau kuning
kecokelatan (Kalshoven 1981), hijau pucat, kuning kehitaman, dan sering
berwarna hijau terang (Cottier 1953). Bagian posterior abdomen berwarna kuning
atau lebih gelap dari bagian lainnya, kadang-kadang seluruh abdomen berwarna
kekuningan atau kehitaman. Pelat anal berwarna sama dengan kauda, tetapi pelat
genitalnya berwarna kehitaman, lebih terang dibandingkan pelat anal. Femur
tungkai belakang berwarna kehitaman, sedangkan femur tungkai tengah dan
depan tidak terlalu kehitaman.
Kepala berwarna hijau kekuningan agak pucat sampai dengan hijau
kehitaman, dan kadang-kadang hijau tua. Mata berwarna merah gelap sampai
hampir hitam. Rostrum bagian tengah berwarna kekuningan sampai hijau
kekuningan. Antena ruas pertama dan kedua tidak berwarna, sering kali berwarna
cokelat terang sama seperti warna kepala, ruas ke tiga hampir berwarna, sering
kali berwarna cokelat terang, ruas ke empat sama seperti ruas ke tiga namun
kehitaman dan bagian ujungnya juga selalu hitam dan ruas ke enam kehitaman
sampai dengan agak hitam (Cottier 1953).
A. gossypii memiliki potensi yang sangat besar sebagai vektor. Menurut
Blackman dan Eastop (2000), A. gossypii dapat menularkan lebih dari 50 jenis
virus tanaman secara non persisten pada buncis, kacang polong, kubis-kubisan,
seledri, kacang tunggak, mentimun, dahlia, selada, bawang, pepaya, cabai,
kedelai, stroberi, kentang, tembakau dan tulip. Selain itu kutu daun ini dapat
menularkan virus tanaman secara persisten terhadap Cotton anthocyanosis virus,
Lyli rosette virus, dan Pea enation mosaic virus.
M. persicae memiliki nama umum green peach aphid (CABI 2014).
Kutudaun ini berbadan lunak, berbentuk seperti pir yang kadang-kadang tidak
bersayap dan memiliki panjang kira-kira 0.16 cm. Betina tidak bersayap berwarna
kuning kehijauan pucat. Individu yang memiliki sayap memiliki abdomen
berwarna hijau kekuningan dengan bercak berwarna hitam. Kedua bentuk tersebut
memiliki sepasang tailpipe seperti appendages yang disebut dengan kornikel.
Nimfa lebih kecil dibanding dengan dewasa namun memiliki bentuk yang sama,
berwarna hijau kekuningan dan pucat dengan 3 garis berwarna gelap pada
abdomennya. Semua stadia dapat dikenali dari bentuk tuberkel bagian depan (di
dalam bagian depan kepala, pada bagian bawah antena) (Anonim 2014).
Kutudaun ini merupakan hama yang sangat merusak dan memiliki kisaran
inang yang luas. Banyak laporan bahwa kutudaun ini dapat menjadi vektor lebih
dari 100 virus tanaman dan dikenal sebagai vektor yang paling efisien dalam
menularkan virus di antara spesies serangga lainnya. Beberapa virus yang sering
ditularkan adalah Cucumber and celery mosaic virus, Potato leaf roll virus,
Potato virus Y, Beet western yellowsvirus (dan Beet yellow viruses lainnya),
Papaya ringspot virus dan Lettuce mosaic virus.

8

Penularan melalui benih. Sejumlah penelitian gagal membuktikan bahwa
PRSV dapat ditularkan melalui benih pepaya maupun Cucurbitaceae (Purcifull et
al. 1984). Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Bayot et al. (1990)
menunjukkan bahwa 2 dari 1355 bibit pepaya dari buah yang terinfeksi PRSV
menunjukkan adanya infeksi PRSV; sedangkan Laney et al. (2012) melaporkan
bahwa insidensi penyakit mencapai 50% melalui biji Black locust (Robinia
pseudoacacia L.). Dengan demikian, penularan PRSV melalui benih dianggap
tidak berpengaruh nyata terhadap penyebaran PRSV (Gonsalves 1998).
Kerugian Akibat Infeksi PRSV
Keberadaan PRSV-P sangat merugikan terutama untuk negara-negara
penghasil pepaya. PRSV dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 40-90%
tergantung pada waktu infeksi dan umur tanaman (Awasthi et al. 2011). Bahkan
Tennant et al. (2007) menyatakan bahwa PRSV dapat menyebabkan kehilangan
hasil sampai dengan 100% di beberapa negara penghasil pepaya.
Infeksi PRSV-P di Taiwan pertama kali tercatat pada tahun 1975 dan dalam
waktu 4 tahun, virus telah menghancurkan sebagian besar pertanaman pepaya di
sepanjang pantai barat pulau Taiwan. Total hasil pepaya turun dari 41 595 ton
tahun 1974 menjadi 18 950 ton pada tahun 1977 (Yeh et al. 1988). Daerah
Tagalog bagian selatan, Filipina, tempat virus itu pertama kali terdeteksi pada
tahun 1982, produksi pepaya berkurang drastis dari 36 000 ton pada tahun 1981
menjadi 10 000 ton pada tahun 1987 (Bayot et al. 1990). Di Brazil, penyakit yang
disebabkan oleh PRSV-P menyebabkan hampir semua tanaman pepaya di negara
bagian Sao Paulo (Brazil) mati. Daerah pertanaman pepaya di negara bagian
tersebut pada tahun 1977 mencapai 7 188 ha, namun pada tahun 1980 menurun
hingga menjadi 4 374 ha, tahun 1986 menjadi 906 dan pada tahun 1989 tinggal
234 ha.
Deteksi Virus
Deteksi virus penyebab penyakit pada tanaman, benih, atau bahan vegetatif
sangat diperlukan dalam strategi pengendalian penyakit. Pengamatan gejala
merupakan langkah awal dalam diagnosis penyebab penyakit oleh virus. Namun,
pengamatan gejala saja tidak cukup akurat untuk menentukan virus penyebab
suatu penyakit karena gejala yang diduga disebabkan oleh virus bisa saja
disebabkan oleh patogen lain, toksisitas serangga, maupun pengaruh faktor abiotik
misalnya kekurangan dan kelebihan unsur hara, stres lingkungan dan sebagainya
(Agrios 2005).
Langkah penting yang harus dilakukan sebelum melakukan pengendalian
terhadap PRSV adalah identifikasi. Diagnosis terhadap PRSV penting karena
terdapat 2 strain yang berbeda. Tennant et al. (1994) menyatakan bahwa ELISA
banyak digunakan untuk deteksi cepat di berbagai belahan dunia sebagai teknik
yang cepat dan dapat diandalkan untuk deteksi PRSV pada pepaya. Immunocapture RT-PCR merupakan teknik yang sangat handal untuk penentuan cepat
virus dan dapat mendeteksi konsentrasi rendah PRSV pada pepaya, yang
merupakan teknik yang lebih sensitif dibandingkan ELISA, RT-PCR dan DIBA

9

(Sreenivasulu dan Gopal 2010). Ruiz-Castro dan Silva-Rosales (1997)
melaporkan bahwa Reverse Transcription and Polymerase Chain Reaction (RTPCR) menunjukkan hasil yang dapat diandalkan untuk mendeteksi PRSV dalam
sampel pepaya. Dot immune binding assay (DIBA) berguna untuk pengindeksan
virus, karena metode ini sederhana dan murah untuk deteksi virus skala besar
(Smith dan Banttari 1987). RT-PCR diidentifikasi sebagai metode diagnosis yang
penting dan cepat bagi PRSV. Berdasarkan beberapa hal di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa keberadaan PRSV dapat dikonfirmasi dengan beberapa
metode diagnosis molekuler seperti ELISA, Immuno-capture RT-PCR, RT-PCR,
dan DIBA. Pemilihan metode deteksi disesuaikan dengan kebutuhan.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai Desember 2014.
Perbanyakan sumber inokulum virus dan serangga vektor, uji kisaran inang, uji
efisiensi penularan oleh serangga vektor, dan uji virus tular benih dilaksanakan di
Rumah Kaca Cikabayan, IPB; deteksi virus dilakukan di Laboratorium Virologi
Tumbuhan, IPB; identifikasi serangga vektor dilakukan di Laboratorium
Taksonomi Serangga, IPB; dan pengeringan tanaman dilakukan di Laboratorium
Toksikologi Serangga, IPB dan Wilayah Kerja Kantor Pos Bogor, BBKP Tanjung
Priok.
Metode Penelitian
Penyiapan Sampel Tanaman Pepaya Terinfeksi PRSV
Pengamatan dan pengambilan sampel tanaman yang bergejala dilakukan di
lahan pepaya milik petani di Medan (Desa Namo Belin) dan lahan percobaan
Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT)-Bogor (Desa Ciomas). Daun pepaya
asal Desa Namo Belin yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang
menunjukkan gejala mosaik, malformasi daun, dan didukung dengan mosaik hijau
bergaris pada petiolnya, sedangkan sampel dari Desa Ciomas adalah buah yang
menunjukkan gejala bercak cincin. Sampel daun bergejala PRSV juga diperoleh
dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, IPB, yaitu PRSV isolat Aceh
(Desa Lambaro) dan Bogor (Desa Situgede), dan BKP Kelas II Denpasar (PRSV
isolat Bali). Sebagian sampel daun disimpan pada suhu -80⁰C dan sebagian lagi
digunakan sebagai sumber inokulum untuk perbanyakan inokulum virus (PRSV
isolat Medan, Aceh, dan Bogor).
Deteksi PRSV dengan metode Reverse-Transcription Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR). Sampel daun dan buah bergejala dari lapangan digunakan
untuk dekteksi PRSV secara molekuler dengan RT-PCR yang terdiri atas empat
tahapan, yaitu ekstraksi RNA total, sintesis DNA komplemen (cDNA),
amplifikasi DNA target, dan visualisasi hasil amplifikasi.
Ekstraksi RNA total. RNA total diekstraksi dari daun tanaman bergejala
PRSV dengan metode Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) (Doyle dan

10

Doyle 1987). Sebanyak 0.1 g daun tanaman bergejala digerus menggunakan
nitrogen cair dan ditambah dengan 500 µL bufer ekstraksi yang mengandung 1%
2-β-mercaptoethanol yang sebelumnya telah diinkubasikan pada suhu 65ºC
selama 10 menit. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 mL dan
diinkubasi dalam penangas air pada suhu 65ºC selama 30 menit, dan dibolak–
balik setiap 10 menit sekali untuk membantu proses lisis. Setelah diinkubasi,
tabung diangkat dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian
ditambahkan dengan 500 µL campuran Chloroform:Isoamilalcohol (24:1).
Tabung dibolak-balik selama 5 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 13 000
rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditempatkan ke dalam tabung
mikro yang baru, dan ditambah Isopropanol dengan volume yang sama dengan
supernatan yang diperoleh. Tabung dibolak balik kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 13 000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan
500µL etanol 70% pada pelet RNA, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan
13 000 rpm selama 5 menit. Etanol dibuang, pelet RNA dikeringkan dengan
meletakkan tabung pada posisi terbalik. Pelet RNA yang diperoleh dilarutkan
dalam 50 µL bufer TE 1x(10 mM Tris-HCl pH 8.0 mM EDTA) dan siap
digunakan sebagai templet dalam reaksi transkipsi balik.
Sintesis cDNA. RNA hasil ekstraksi digunakan sebagai templet dalam
reaksi transkripsi balik untuk menghasilkan cDNA. Setiap 10 µL reaksi
transkripsi balik terdiri atas 2 µL bufer RT, 0.50 µL dNTP 10 mM, 0.35 µL DTT
50 mM, 0.35 µL RNAse Inhibitor (Thermo Scientific, US), 0.35 µL M-MuLV
(ThermoScientific, US), 3.7 µL H2O bebas nuklease, 0.75 µL Oligo d(T), dan
2µL RNA templet. Transkripsi balik RNA dilakukan pada suhu 37 ºC selama 1
jam, dan 70 ºC selama 10 menit. cDNA yang dihasilkan digunakan sebagai
templet DNA dalam reaksi PCR.
Amplifikasi cDNA. Setiap reaksi amplifikasi (25 µL) terdiri atas 1 µL
cDNA, 1 µL Primer F 10 µM, 1 µL primer R 10 µM, 12.5 µL GTG Master mix,
9.5 µL dH2O. Primer yang digunakan adalah primer spesifik dengan target
protein selubung PRSV yaitu PRSV326(‘5 TCGTGCCACTCAATCACAAT-3’)
sebagai primer F dan PRSV800(5’-GTTACTGACACTGCCGTCCA-3’) sebagai
primer R, dengan target amplikon berukuran ±475 pb. Amplifikasi cDNA dimulai
dengan tahapan predenaturasi pada suhu 94 ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus.
Tahapan selanjutnya sebanyak 35 siklus yang terdiri atas denaturasi pada 94 ºC
selama 30 detik, penempelan pada 50 ºC selama 1 menit, ekstensi pada 72 ºC
selama 1 menit, ekstensi final pada 72 ºC selama 7 menit.
Visualisasi DNA. DNA hasil amplifikasi dianalisis pada gel agarosa 1%
yang dilarutkan dalam bufer 0.5xTris-Borate EDTA (TBE). Elektroforesis
dilakukan dengan tegangan 50 volt selama 50 menit, selanjutnya direndam dalam
larutan Etidium bromida 1% selama 15 menit. Visualisasi DNA dilakukan di
bawah UV transluminator dan didokumentasikan dengan kamera digital. Sampel
dikatakan positif, saat muncul pita DNA.
Analisis susunan Nukleotida
DNA hasil amplifikasi dikirim ke First Base (Singapura) untuk dirunut
sikuen nukleotidanya. Hasil sikuen dianalisis dengan program Basic Local
Alignment Search Tool (BLAST) pada situs National Center for Biotechnology

11

Informatio (www.ncbi.nlm.nih.gov). Hasil sikuen nukleotida tersebut
dibandingkan dengan sikuen nukleotida virus asal negara lain yang terdaftar di
GenBank. Tingkat homologi nukleotida diperoleh dengan program ClustalW
multiple alignment dan Sequences Identity Matrix menggunakan perangkat lunak
BioEdit7.05.
Perbanyakan Sumber Inokulum PRSV
Perbanyakan sumber inokulum virus dilakukan untuk 4 isolat PRSV, yaitu
Medan, Aceh, Bogor (Situgede), dan Bali pada tanaman pepaya var. ‘California’
yang berumur 3-4 minggu dengan metode inokulasi secara mekanis. Sebanyak 2
daun pertama dari tanaman pepaya sehat ditaburi karborondum 600 mesh dan
diolesi dengan sap tanaman terinfeksi PRSV. Pengolesan dilakukan menggunakan
jari telunjuk, karena jari telunjuk ini sangat sensitif sehingga penekanan ke
permukaan daun dapat diperkirakan dan tidak menyebabkan luka yang terlalu
dalam di permukaan daun (Dijkstra dan De Jager 1998). Sap tanaman diperoleh
dengan cara menggerus daun tanaman sakit dalam bufer fosfat yang mengandung
1% β-mercaptoethanol dengan perbandingan 1:5 (b/v). Setelah inokulasi, daun
dibilas dengan air mengalir. Tanaman yang telah diinokulasi dipelihara selama
beberapa hari sampai muncul gejala.
Identifikasi dan Perbanyakan Kutudaun
Kutudaun yang digunakan dalam penelitian ini adalah A. gossypii dan
M.persicae (Ordo: Hemiptera, Famili: Apididae). A. gossypii diperoleh dari
tanaman cabai dan M. persicae diperoleh dari tanaman kubis di daerah Bogor.
Identifikasi Kutudaun. Identifikasi kutudaun dilakukan untuk memastikan
bahwa kutudaun yang akan diperbanyak merupakan kutudaun yang dimaksud.
Identifikasi dilakukan terhadap imago kutudaun yang tidak bersayap dan karakter
yang diamati meliputi kepala, sifunkuli, dan antena. Preparat awetan dibuat guna
memudahkan identifikasi yang dilakukan di bawah mikroskop. Preparat dibuat
sesuai dengan metode Blackman dan Eastop (2000). Kutudaun dimatikan dengan
cara dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95%, kemudian
dipanaskan dalam pemanas air selama 5 menit. Alkohol bersama kutudaun
dituang ke dalam cawan sirakus, selanjutnya kutudaun ditusuk pada bagian t