Deteksi Papaya ringspot virus Asal Tanaman Pepaya (Carica papaya) Berdasarkan Teknik Reserve Transcription- Polymerase Chain Reaction

DETEKSI Papaya ringspot virus ASAL TANAMAN PEPAYA
(Carica papaya L.) BERDASARKAN TEKNIK REVERSE
TRANSCRIPTION-POLYMERASE CHAIN REACTION

GITA SRI LESTARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Papaya
ringspot virus Asal Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) Berdasarkan Teknik
Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Gita Sri Lestari
NIM A34100050

ABSTRAK
GITA SRI LESTARI. Deteksi Papaya ringspot virus Asal Tanman Pepaya
(Carica papaya L.) Berdasarkan Teknik Reverse Transcription-Polymerase Chain
Reaction. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Papaya ringspot virus (PRSV) merupakan anggota genus Potyvirus yang
dapat menyebabkan penyakit penting pada tanaman pepaya dan beberapa tanaman
dari famili Cucurbitaceae. Penyebaran PRSV di Indonesia masih sangat terbatas,
bahkan PRSV masih tergolong OPTK kategori A1 berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor.93/Permentan/OT.140/12/2011. Penelitian ini dilakukan untuk
mendeteksi PRSV yang menyebabkan penyakit bercak cincin pada tanaman
pepaya di Bogor, Jawa Barat dan untuk menyeleksi primer yang dapat
mengamplifikasi DNA target secara konsisten dengan teknik RT-PCR. Penelitian
diawali dengan kegiatan survei lapangan dan pengambilan contoh tanaman sakit,

diikuti dengan deteksi menggunakan metode RT-PCR dan penularan secara
mekanis pada tanaman pepaya sehat. Metode deteksi PRSV di laboratorium
meliputi ekstraksi RNA total, sintesis cDNA, dan amplifikasi DNA menggunakan
tiga jenis primer yaitu primer universal Potyvirus MJ1/MJ2 yang akan
mengamplifikasi protein selubung Potyvirus dan dua pasang primer spesifik
PRSV yaitu PRSV1298/PRSV1942 dan PRSV326/PRSV800 yang akan
mengamplifikasi berturut-turut bagian gen Nib (nuclear inclusion protein) dan
gen protein selubung PRSV. Pertanaman pepaya di lapangan menunjukkan gejala
mosaik pada bagian daun, tangkai daun, batang dan buah dengan tingkat kejadian
penyakit 20% hingga 100%. Semua sampel tanaman sakit dari Bogor berhasil
ditularkan melalui penularan secara mekanis, walaupun hanya menunjukkan
gejala mosaik ringan. Sampel tanaman sakit asal Bogor terbukti terinfeksi PRSV
berdasarkan hasil deteksi dengan metode RT-PCR. Primer spesifik
PRSV326/PRSV800 dapat mengamplifikasi DNA target dengan ukuran 475 bp
dengan baik dan dapat disarankan sebagai primer untuk mendeteksi PRSV.
Kata kunci: inokulasi mekanis, organisme karantina, selubung protein, Potyvirus

ABSTRACT
GITA SRI LESTARI. Detection of Papaya ringspot virus on Papaya (Carica papaya
L.) Based on Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction Technique.

Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT

Papaya ringspot virus (PRSV) is a member of Potyvirus genus, it causes
important disease on papaya and some species of Cucurbitaceae family. The
spread of PRSV in Indonesia is still very limited, even PRSV is still classified as
quarantine pest based on the Decree of Minister of Agriculture No.93/ Permentan
/OT.140/12/2011. The aims of this research was to detect PRSV from papaya
cultivation showing ringspot symptoms in Bogor, West Java and to determine the
best primers for RT-PCR-based detection method. Research activities involved
field survey and sample collection, followed by detection using ReverseTranscription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) method and transmission by
mechanical inoculation method to healthy papaya plants. Detection of PRSV in
the laboratory involved total RNA extraction, cDNA synthesis, and DNA
amplification using three primer pairs, i.e. universal Potyvirus MJ1/MJ2 which
amplified Potyvirus coat protein, and two pairs of specific primers
PRSV1298/PRSV1942 and PRSV326/PRSV800 which amplified the Nib gene
(nuclear inclusion protein) and the PRSV coat protein gene, respectively. Mosaic
symptoms on leaves, stems and fruits was observed in the field with disease
incidence 20% to100%. All samples from Bogor was successfully transmitted by
mechanical inoculation although most of them developed only mild symptoms.
Detection using RT-PCR confirmed the infection of PRSV in all samples from

Bogor. Amplificationn of DNA target was best achieved using PRSV-specific
primer PRSV326/PRSV800 with 475 bp DNA fragmen as amplification products.
Therefore, these primers are recommended for detection of PRSV.
Keywords: coat protein, mechanical inoculation, Potyvirus, quarantine pest

DETEKSI Papaya ringspot virus ASAL TANAMAN PEPAYA
(Carica papaya L.) BERDASARKAN TEKNIK REVERSE
TRANSCRIPTION-POLYMERASE CHAIN REACTION

GITA SRI LESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

: Deteksi Papaya ringspot virus Asal Tanaman Pepaya
(Carica papaya) Berdasarkan Teknik Reserve TranscriptionPolymerase Chain Reaction
Nama Mahasiswa: Gita Sri Lestari
NRP
: A34100050

Judul Usulan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi
Ketua Departemen


Tanggal disetujui :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian
dengan judul Deteksi Papaya ringspot virus Asal Tanaman Pepaya (Carica
papaya L.) Berdasarkan Teknik Reverse Transcription-Polymerase Chain
Reaction ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Juni 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sri Hendrastuti
Hidayat MSc selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan selama kegiatan belajar mengajar serta
pengarahan, saran, dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis
juga menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Dadang MSc selaku dosen
penguji tamu yang telah memberikan banyak saran dalam proses penulisan skripsi.
Terima kasih juga kepada seluruh staf pengajar IPB atas ilmu dan pengalaman
berharga yang telah diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada rekan-rekan di
Laboratorium Virologi Tumbuhan atas kebersamaannya Kakak Sari Nurulita dan
Kakak Nurul yang telah memberi bantuan dan saran selama pelaksanaan

penelitian dan penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
teman-teman Susilawati, Wirhatazia Enbia LC, Rizky Marcheria, Egi Puspita Sari
yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data dan seluruh rekan-rekan
Proteksi Tanaman angkatan 47.
Kepada ayah, ibu, kakak, dan adik yang telah mencurahkan kasih sayang,
doa, dan dukungan baik moril maupun materil, karya ini semoga menjadi
persembahan kecil dari ananda. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini
nantinya dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2014
Gita Sri Lestari

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian

Pengambilan Sampel Tanaman Pepaya Bergejala
Penghitungan Kejadian Penyakit di Lapangan
Persiapan Media Tanam dan Tanaman Pepaya
Penularan Virus Secara Mekanis
Deteksi PRSV dengan Teknik RT-PCR
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala dan Kejadian Penyakit pada Tanaman Pepaya di Lapangan
Inokulasi Virus Secara Mekanis
Deteksi PRSV dengan Metode RT-PCR
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA

1
1
3
3
4
4
4

4
4
4
4
5
9
9
12
14
20
20
21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5


Komposisi bahan RT-PCR
Komposisi bahan PCR
Pasangan primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA PRSV
Hasil pengamatan tingkat kejadian penyakit di daerah Bogor
Variasi gejala pada tanaman pepaya

6
7
7
9
10

DAFTAR GAMBAR
1 Gejala pada daun, batang atau tangkai daun, dan buah pada berbagai
lokasi (a) mosaik pada daun dan batang, bercak cincin pada buah di
Desa Tegal Waru, (b) mosaik pada daun, tangkai daun, dan bercak
hijau tua pada buah di Desa Cikarawang, (c) daun seperti tali sepatu
(shoestring), mosaik pada batang, dan bercak cincin pada buah di
Desa Bantar Sari, (d) daun seperti tali sepatu (shoestring), mosaik
pada batang, bercak cincin pada buah di Desa Curug, (e) mosaik

kuning, mosaik ringan pada batang, mosaik pada buah di Desa Ayam
Putih
2 Gejala infeksi PRSV hasil inokulasi isolat Nanggroe Aceh
Darussalam pada tanaman pepaya varietas Orange Lady; (a) daun
sehat, (b) mosaik kuning dan pinggiran daun mengeriting, (c)
malformasi daun muda dan daun menyerupai tali sepatu (shoestring),
(d) mosaik bergores pada batang , (e) tanaman kerdil
3 Gejala infeksi PRSV hasil inokulasi isolat; (a) kontrol, (b) Nanggroe
Aceh Darussalam (c), Desa Tegal Waru (d), Desa Cikarawang (e)
Desa Bantar Sari, (f) Curug, (g) Desa Ayam Putih, (h) tinggi
tanaman hasil inokulasi, kontrol (h1); kontrol (h2); Desa Tegal
Waru,Bogor (h3); Desa Situgede, Bogor (h3); Desa Bantar Sari,
Bogor (h4); Desa Curug, Bogor (h5); Nanggroe Aceh Darussalam
(h6); Desa Ayam Putih, Kebumen (h7)
4 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2),
PRSV326 /PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol
positif DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
5 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2),
PRSV326/PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Tegal Waru, Bogor.
Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol
positif DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
6 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2),

11

13

14

15

16

PRSV326/PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Cikarawang, Bogor.
Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol
positif DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
7 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2),
PRSV326/PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Bantar Sari, Bogor.
Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol
positif DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
8 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2),
PRSV326 /PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Curug, Bogor. Pada
masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif
DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
9 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2),
PRSV326 /PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Ayam Putih,
Kebumen. Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M),
kontrol positif DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
10 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
mengunakan primer spesifik PRSV326/PRSV800. Sampel DNA
berasal dari tanaman hasil penularan secara mekanis masing-masing
isolat: Nanggroe Aceh Darussalam (sebagai kontrol positif) (A);
Tegal Waru, Bogor (B); Cikarawang, Bogor (C); Bantar Sari, Bogor
(D); Curug, Bogor (E); Ayam Putih, Kebumen (F). Penanda DNA
(M), kontrol negatif tanpa DNA (-)

16

17

17

18

19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah
beriklim tropis di Amerika dan penyebaran awalnya diduga berada didaerah
sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua (Balitbu 2008). Indonesia adalah
negara produsen buah pepaya nomor tiga di dunia setelah India dan Brazil pada
tahun 2009-2012. Produksi buah pepaya cenderung meningkat dari tahun ke tahun
hingga mencapai 906 312 ton pada tahun 2012 (FAOSTAT 2014).
Di Indonesia pepaya dikonsumsi sebagai buah segar karena bermanfaat bagi
pelancar sistem pencernaan dan kandungan gizi yang tinggi. Pepaya kaya akan
antioksidan (karoten, vitamin C, flavonoid), vitamin B (folat dan asam pantotenat),
mineral (potasium dan magnesium), dan serat. Pepaya juga menghasilkan enzim
papain yang banyak digunakan dalam kebutuhan industri untuk bahan pelunak
daging, farmasi, produk kecantikan, kosmetik serta berperan sebagai stabilizer
pada pembuatan minuman bir (UF 2012) .
Pepaya tumbuh dan berkembang di daerah beriklim tropis dan subtropis (da
Silva et al. 2007). Di Indonesia tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari
dataran rendah hingga dataran tinggi mencapai 1 000 m di atas permukaan laut.
Secara umum tanaman pepaya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan
kisaran pH 6.5 sampai 7, dengan curah hujan 1 500 hingga 2 000 mm per tahun
(Balitbu 2008). Budi daya tanaman pepaya banyak mendapat tantangan karena
gangguan dari berbagai organisme pengganggu tanaman (OPT), baik dari
golongan hama maupun patogen. Beberapa hama penting yang menyebabkan
kerusakan
pada
tanaman
pepaya
yaitu
dari
golongan
tungau
(Polyphagotarsonemus latus, Tetranychus telarius, Brevipalpus ponicis),
kutudaun (Myzus persicae), kutu putih (Aonidiella orientalis), lalat (Bactrocera
dorsalis) dan trips (Trips tabaci) (Balitbu 2008). Patogen yang dilaporkan
menginfeksi tanaman pepaya berasal dari golongan cendawan (Phytophthora
palmivora, Collectotrichum gloesporiodes, Pythium sp., Oidium caricae,
Botryodiplodia theobromae) (da Silva et al. 2007), bakteri (Erwinia papayae)
(Deptan 2006), dan virus (Papaya lethal yellowing virus, Papaya meleira virus,
Papaya apical necrosis virus, dan Papaya ringspot virus) (da Silva et al. 2007).
Papaya ringspot virus (PRSV) penyebab penyakit bercak cincin merupakan
salah satu penyakit penting yang menjadi faktor pembatas produksi pepaya secara
global (Tripathi et al. 2008; Gonsalves et al. 2010). PRSV merupakan virus dari
famili Potyviridae dan genus Potyvirus. PRSV terdiri dari dua strain berbeda yaitu
strain W dan P yang dapat dibedakan secara biologi berdasarkan kemampuannya
menginfeksi tanaman inang. PRSV-W hanya menginfeksi tanaman dari famili
Cucurbitaceae, sedangkan PRSV-P menginfeksi tanaman dari famili Caricaceae
dan Cucurbitaceae (Bateson et al. 2002; Tripathi et al. 2008; Gonsalves et al.
2010). Penularan virus secara alami di lapangan dibantu oleh beberapa spesies
kutudaun secara non-persisten. Virus ini juga dapat ditularkan secara mekanis dan
bukan merupakan patogen terbawa benih (Tripathi et al. 2008; Gonsalves et al.
2010).
Gejala penyakit akibat PRSV berupa mosaik kuning pada daun muda yang
baru diinokulasi, tulang daun terlihat lebih jelas dibanding daun normal

2
(veinclearing), shoestring (daun seperti tali sepatu) pada daun yang baru muncul,
warna hijau tua disepanjang tulang daun (green veinbanding), tanaman kerdil,
bewarna hijau tua dan sedikit cekung berbentuk cincin pada buah, dan terdapat
banyak strike oily-looking (mosaik seperti garis) pada batang. Buah yang
dihasilkan setelah tanaman terinfeksi biasanya berukuran kecil, menunjukkan
bekas seperti berlumut, bercak berbentuk cincin, terlihat tonjolan-tonjolan tidak
rata, produksi buah menurun dan buah memiliki rasa yang tidak enak karena
kandungan gula berkurang hingga 50%. Tanaman yang terinfeksi pada usia muda
akan menjadi kerdil dan tidak akan menghasilkan buah (Agrios 2005; Tripathi et
al. 2008; Gonsalves et al. 2010).
Infeksi PRSV pada tanaman pepaya pertama dilaporkan di Hawai pada
tahun 1949 (Gonsalves et al. 2010). Strain PRSV yang sama kemudian dilaporkan
di Saipan, Kepulauan Mariana Utara dan Guam, Polinesia (Davis et al. 2005) dan
Afrika Utara (Diallo et al. 2007). Strain PRSV yang menginfeksi tanaman dari
famili Cucurbitaceae (PRSV-W) dilaporkan di Australia 1991 dan Sudan pada
tahun 2012 (Gonsalves et al. 2010; Mohammed et al. 2012).
Di Indonesia PRSV merupakan OPT Karantina (OPTK) kategori A1
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor.93/Permentan/OT.140/12/2011,
karena keberadaannnya belum dilaporkan. Walaupun demikian terdapat informasi
yang menyatakan bahwa PRSV telah ada di Indonesia yaitu di Daerah Istimewa
Yogyakarta serta sikuen basa nukleotida PRSV asal Indonesia telah terdaftar pada
GenBank dengan nomor aksesi AF374865.1. Pada tahun 2012 dilaporkan
keberadaan PRSV di daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang memperkuat
keberadaan PRSV di Indonesia (Hidayat et al. 2012). Penelitian terkait survei
pada pertanaman pepaya di daerah lain diperlukan untuk mengetahui daerah
penyebaran PRSV. Metode deteksi yang tepat sangat diperlukan untuk
memastikan keberadaan PRSV di wilayah Negara Indonesia.
Deteksi dan identifikasi virus dapat dilakukan berdasarkan karakter biologi
dan molekuler. Deteksi berdasarkan karakter biologi dapat dilakukan melalui
pengamatan gejala pada tanaman inang atau melalui penularan dengan cara
penyambungan, inokulasi mekanis, atau oleh vektor. Deteksi dan identifikasi
berdasarkan karakter molekuler umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu
berdasarkan sifat protein dengan uji serologi dan sifat asam nukleat (Agrios 2005).
Identifikasi berdasarkan gejala merupakan data pertama yang diperlukan untuk
identifikasi virus. Namun, identifikasi berdasarkan gejala saja sering
membingungkan karena gejala yang timbul dipengaruhi oleh strain virus, jenis
tanaman dan faktor lingkungan (Akin 2006). Diperlukan metode identifikasi dan
deteksi baik secara serologi maupun secara molekuler
Metode yang umum dilakukan untuk mendeteksi virus tanaman, yaitu
metode serologi Dot immunobinding assay (DIBA) dan Enzym linked
immunosorbent assay (ELISA) serta metode molekuler Reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Davis et al. (2005) melaporkan
keberhasilan deteksi PRSV menggunakan metode serologi Double antibody
sandwich-ELISA (DAS ELISA) dan RT-PCR. Dilaporkan beberapa primer yang
berhasil mengamplifikasi PRSV yaitu primer universal Potyvirus MJ1/MJ2
(Hidayat et al. 2012), primer spesifik PRSV1298 /PRSV1942 dan
PRSV326/PRSV800 yang berturut-turut mengamplifikasi bagian
nuclear
inclusion protein (Nib) dan protein selubung (CP) (Mohammed et al. 2012).

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi PRSV yang menyebabkan
penyakit bercak cincin pada pepaya di Bogor dengan teknik reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR), serta melakukan seleksi primer yang dapat
digunakan untuk deteksi dengan teknik RT-PCR.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
PRSV pada pertanaman pepaya di daerah Bogor. Strategi pengendalian akan dapat
disarankan untuk mencegah penyebaran penyakit yang semakin meluas. Seleksi
primer diharapkan mampu memberikan informasi mengenai primer yang baik
dalam deteksi dengan teknik RT-PCR.

4

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Survei penyakit dan pengambilan sampel tanaman sakit dilakukan di daerah
pertanaman pepaya di Bogor. Identifikasi virus dilakukan di Laboratorium
Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2014 hingga Juni
2014.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Tanaman Pepaya Bergejala
Sampel tanaman diambil dan diperoleh dari kebun pepaya di Bogor, yaitu
(1) Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga (2) Desa Bantar Sari, Kecamatan
Rancabungur (3) Desa Curug, Kecamatan Bogor Barat. Melalui korespondensi
diperoleh sampel tanaman dari Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Bogor dan
Desa Ayam Putih, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen. Sampel
yang diambil adalah bagian tanaman (daun, batang, buah) yang menunjukkan
gejala penyakit berupa mosaik, malformasi dan bercak cincin (ringspot).
Deskripsi gejala dan dokumentasi dengan kamera digital dilakukan untuk
masing-masing sampel lapangan. Sampel daun, batang dan buah dari lapangan
dibawa ke laboratorium, dibersihkan, dipotong kecil-kecil dan ditimbang
sebanyak 0.1 g, lalu dibungkus dan disimpan pada suhu -80 ˚C atau langsung
digunakan untuk bahan RT-PCR atau penularan virus ke tanaman sehat.
Penghitungan Kejadian Penyakit di Lapangan
Pengamatan tanaman di lapangan dilakukan secara visual yaitu dengan
mengamati gejala pada bagian batang, daun, dan buah tanaman pepaya.
Pengamatan kejadian penyakit di lapangan dilakukan terhadap setiap pohon yang
ditemui pada masing-masing kebun pepaya. Penghitungan kejadian penyakit di
lapangan mengikuti rumus sebagai berikut :
KP =
dengan KP, kejadian penyakit; n, jumlah tanaman yang menunjukkan gejala; N,
jumlah tanaman yang diamati.
Persiapan Media Tanam dan Tanaman Pepaya
Media tanam yang digunakan terdiri atas campuran tanah dan pupuk
kandang steril dengan perbandingan 2:1 (b:b) dan ditempatkan pada polybag
berukuran 20 cm x 25 cm. Tanaman pepaya yang digunakan untuk uji penularan
adalah tanaman pepaya varietas Orange lady dan varietas Calina.
Penularan Virus Secara Mekanis
Sampel tanaman dari lapangan yang berasal dari beberapa desa di Bogor
(Cikarawang, Bantar Sari, Curug), dan Kebumen digunakan sebagai sumber
inokulum. Penularan dilakukan untuk memperbanyak isolat virus, melihat tipe

5
gejala yang muncul dan periode inkubasi virus, serta pemurnian virus dari
tanaman sakit yang diperoleh dari lapangan. Sebagai kontrol positif pada
percobaan penularan digunakan isolat PRSV asal Nanggroe Aceh Darussalam
yang merupakan koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, Institut Pertanian
Bogor.
Penularan virus secara mekanis dilakukan dengan pengolesan cairan perasan
(sap) tanaman sakit pada pepaya varietas Orange lady berumur 42 HST (hari
setelah tanam) dan Calina berumur 14 HST. Daun pepaya yang terinfeksi
ditimbang sebanyak 0.1 g kemudian digerus dan ditambahkan bufer fosfat (61.5
ml K2HPO4 1M dan 38.5 ml KH2PO4 yang dilarutkan dalam 900 ml aquades) pH
7 yang mengandung 1% β-merkaptoetanol sebanyak 500 µl. Sap tanaman
dioleskan pada permukaan daun pepaya yang telah ditaburi karborundum 600
mesh lalu dibilas dengan air untuk menghilangkan sisa karborundum.
Deteksi PRSV dengan Teknik Reverse-Transcription Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR)
Metode deteksi dengan RT-PCR terdiri dari tahapan: ekstraksi RNA total,
sintesis complementary DNA (cDNA), amplifikasi DNA target, dan visualisasi
hasil amplifikasi.
Ekstraksi RNA total. Metode ekstraksi RNA dilakukan secara manual atau
menggunakan kit ekstraksi.
Ekstraksi RNA secara manual mengikuti metode CTAB (Doyle dan Doyle
1990). Sebanyak 0.1 g sampel tanaman bergejala (daun, batang, dan kulit buah)
digerus menggunakan nitrogen cair dan ditambahkan 500 µl bufer ekstraksi yang
mengandung (1% 2-β-merkaptoetanol). Hasil gerusan dimasukkan kedalam
tabung mikro 2 ml dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 65 ˚C selama 30
menit dan setiap 10 menit sekali dibolak-balik untuk membantu proses lisis.
Setelah 30 menit tabung yang berisi ekstraksi tanaman diangkat dari penangas air
dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 500 µl
campuran Chloroform: Isoamilalcohol (24:1). Agar tercampur dengan baik tabung
divortek dengan kecepatan tinggi selama 5 menit, kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 13 000 rpm selama 11 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru
dengan hati-hati, kemudian ditambahkan Isopropanol (volume sebanding dengan
supernatan yang diperoleh). Tabung mikro dibolak-balik sehingga terlihat benangbenang RNA, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm selama 6 menit.
Setelah disentrifugasi akan terlihat pelet RNA, campuran supernatan dan
Isopropanol dipindahkan secara hati-hati sehingga menyisakan pelet RNA Pelet
RNA yang diperoleh dicuci dengan etanol 70% sebanyak 500 µl. Pelet RNA yang
telah ditambahkan etanol disentrifugasi dengan kecepatan 13 000 rpm selama 6
menit, etanol dibuang lalu tabung diletakkan secara terbalik diatas tisu selama 15
menit agar pelet kering. Pelet yang diperoleh dilarutkan dalam 50 µl bufer TE 1x
(10 mM Tris-HCl pH 8.0 mM EDTA).
Ekstraksi RNA menggunakan kit mengikuti prosedur Thermo Scientific (EU,
Lithuania). Sebanyak 0.1 g sampel tanaman bergejala (daun, batang, dan kulit
buah) digerus menggunakan nitrogen cair dan ditambahkan 500 µl Plant RNA
Lysis yang mengandung (1% 2-β-merkaptoetanol), kemudian dipindahkan ke
tabung eppendorf 1.5 ml. Tabung yang berisi cairan diinkubasi selama 3 menit

6
pada suhu 56 ˚C, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm selama 5 menit.
Supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 400 hingga 500 µl secara hati-hati
tanpa menyentuh pelet dan dipindahkan pada tabung eppendorf 1.5 ml yang telah
berisi 250 µl etanol 96%. Cairan dipindahkan ke collection tube yang telah
disisipi purification column, sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 11 000
rpm. Cairan dibuang dan disisipkan purification column pada collection tube
lainnya. Sebanyak 700 µl wash buffer (WB1) ditambahkan ke dalam collection
tube yang telah disisipi purification column yang sama, sentrifugasi selama 1
menit dengan kecepatan 11 000 rpm. Cairan dibuang dan purification column
dipindahkan pada pada tube bersih 2 ml. Sebanyak 500 µl wash buffer (WB2)
ditambahkandan dan disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 11 000 rpm
dilakukan dua kali ulangan. Cairan dibuang dan pindahkan purification column ke
Rnase-free 1.5 ml collection tube. Sebanyak 50 µl nuclease free water
ditambahkan pada bagian tengah purification column, sentrifugasi selama 1 menit
dengan kecepatan 11 000 rpm. purification column dibuang dan RNA total
disimpan pada suhu -80 ˚C.
Sintesis complementary DNA (cDNA). Produk ekstraksi RNA total
digunakan sebagai template untuk sitesis cDNA. Sintesis cDNA terjadi melalui
proses transkripsi balik RNA dengan menggunakan enzim transkriptase MMuLV
(Moloney Murine Leukimia Virus (Tabel 1). Molekul cDNA tersebut digunakan
sebagai cetakan dalam proses PCR.
Tabel 1 Komposisi bahan reaksi transkripsi balik RT-PCR
Volume (µl)*
Komponen
Bufer RT
2.00
dNTP 10 mM
0.50
DTT 50 mM
0.35
RNAse Inhibitor
0.35
MmuLV
0.35
dH2O
3.70
Oligo d(T)
0.75
RNA
2.00
Total volume
10.00
*

untuk satu kali reaksi

Setiap reaksi RT diinkubasi berturut-turut pada suhu 65 ˚C selama 5 menit,
37 ˚C selama 60 menit, dan 70 ˚C selama 10 menit. Produk RT-PCR selanjutnya
digunakan dalam tahapan amplifikasi PCR.
Amplifikasi cDNA. PCR digunakan untuk melipat gandakan satu molekul
DNA atau memperbanyak daerah spesifik DNA target. Komposisi yang
digunakan dalam PCR disajikan pada Tabel 2.

7
Tabel 2 Komposisi bahan PCR
Komponen
dH2O
Bufer 10x + Mg2+
dNTP 10 mM
Primer F 10 µl
Primer R 10 µl
Taq pol 5 unit/ µl
cDNA
Total volume

Volume (µl)*
18.80
2.50
0.50
1.00
1.00
0.20
1.00
25.00

*

untuk satu kali reaksi

Beberapa primer yang digunakan dalam proses PCR yaitu primer universal
Potyvirus MJ1/MJ2, dan dua pasang primer spesifik PRSV yaitu PRSV1298
/PRSV1942 dan PRSV 326/PRSV800 (Tabel 3). Program amplifikasi untuk
primer universal mengacu pada metode Hidayat et al. (2012), terdiri atas 45 siklus
melalui beberapa tahap yaitu diawali dengan perlakuan pradenaturasi pada 94 ˚C
selama 3 menit, denaturasi (fase pemisahan utas DNA) pada suhu 96 ˚C selama 30
detik, penempelan primer pada suhu 61 ˚C selama 1 menit, ekstensi 72 ˚C selama
1 menit, dilanjutkan dengan ekstensi final pada 72 ˚C selama 2 menit. Program
amplifikasi untuk primer spesifik Nib (PRSV1298/PRSV1942) dan CP
(PRSV326/PRSV800) terdiri atas 40 siklus, pradenaturasi 94 ˚C selama 5 menit,
denaturasi pada suhu 94 ˚C selama 1 menit, penempelan pada suhu 52 ˚C selama
1 menit, ekstensi 72 ˚C selama 1 menit, ekstensi final 72 ˚C selama 7 menit.
Tabel 3 Pasangan primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA PRSV
Target DNA
Ukuran
Sumber
Pasangan
Urutan basa (5’-3’)
target
rujukan
primer
DNA
MJ1
Protein
(5’-ATGGTHTG
≈ 320 bp (Marie
selubung
Jeanne et al.
GTGTGYATHG
Potyvirus
2000)
ARAAYGG -3’)
(5’-TGCTGCKGC
YTTCATYTG-3’)

MJ2

PRSV
1298
PRSV
1942

Gen NIb

(5’-TCACAGCGG
CAATGAAGAG-3´)
(5´-ATTGTGAATG
AGTGGCACGA-3´)

≈ 650 bp

(Mohammed
et al. 2012)

PRSV
326

Protein
selubung
PRSV

(5´-TCGTGCCACT
CAATC ACAAT-3´)
(5´-GTTACTGACA
CTGCCGTCCA-3´)

≈ 475 bp

(Mohammed
et al. 2012)

PRSV
800

8
Visualisasi Hasil Amplifikasi dengan RT-PCR.
Visualisasi DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan elektroforesis gel
agarosa 1.5%. Sebanyak 0.45 g agarosa dicampur dengan 30 ml bufer TBE (Tris
borate EDTA) dan dipanaskan dalam microwave selama 3 menit hingga
tercampur rata, didiamkan beberapa menit sebelum dituang pada tray. Setelah
dituang, agarosa didiamkan selama ± 30 menit hingga mengeras. Setelah
terbentuk gel, sebanyak 5 µl marker DNA dan 7 µl DNA hasil PCR dimasukkan
masing-masing ke dalam sumuran gel dan dilakukan elektroforesis selama 50
menit dengan tegangan 50 volt. DNA yang telah dielektroforesis lalu divisualisasi
dibawah UV transiluminator. Pita DNA yang terbentuk pada saat elektroforesis
dapat diambil gambarnya menggunakan kamera digital.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala dan Kejadian Penyakit pada Tanaman Pepaya di Lapangan
Pengamatan yang dilakukan pada kebun pepaya di tiga desa di Bogor, Jawa
Barat menunjukkan bahwa pertanaman pepaya memperlihatkan gejala penyakit
yang disebabkan oleh virus berupa mosaik pada daun, batang, tangkai daun dan
buah dengan tingkat kejadian penyakit 20% hingga 100% (Tabel 4). Gejala
mosaik yang ditemukan berupa mosaik ringan hingga berat disertai beberapa
variasi gejala lainnya (Tabel 5). Penghitungan kejadian penyakit di daerah
Kebumen, Jawa tengah tidak dilakukan karena sampel diperoleh melalui
korespondensi.
Tabel 4 Tingkat Kejadian penyakit bercak cincin pada tanaman pepaya di daerah
Bogor, Jawa Barat
Umur
Jumlah
Populasi
Tanaman tanaman tanaman
Kejadian
Lokasi*
penyakit
(Bulan) bergejala
yang
(Desa, Kecamatan)
(n)
diamati
(%)
(N)
Desa Cikarawang, Dramaga
6-7
72
72
100
Desa Bantar Sari, Rancabungur
4-5
100
100
100
Desa Curug, Bogor Barat
6-7
80
80
100
Desa Tegal Waru, Ciampea
5-6
3
15
20
*Pengamatan dan penghitungan kejadian penyakit dilakukan hanya pada satu areal pertanaman
pepaya

Gejala mosaik dapat didefinisikan sebagai terjadinya perubahan warna yang
tidak merata pada daun. Perubahan warna terjadi karena infeksi virus tidak merata
keseluruh sel-sel daun Infeksi virus mengakibatkan klorofil daun rusak sehingga
warna daun berubah menjadi kuning atau hijau muda. Pada infeksi parah gejala
mosaik sering diikuti dengan perubahan bentuk dan permukaan daun, seperti
mengecil dan bergelombang (Matthew 1981).

10
Tabel 5 Variasi gejala pada tanaman pepaya di lapangan
Lokasi
Gejala
Bantar
Tegal
Cikarawang
Curug
Sari
waru
Daun
Mosaik kuning
+
+
+
Mosaik hijau
Daun melepuh
Green veinbanding
Wrinkling
+
Blister
Malformasi daun
+
Shoestring
+
+
+
Batang
Mosaik gores (strike)
+
Mosaik hijau pola
+
+
+
pulau-pulau
Buah
Bercak cincin
+
+
+
Bercak hijau tua
+
+
+
+
Tanaman kerdil
+
(+), gejala ditemukan; (-), gejala tidak ditemukan

Ayam
Putih
+
+
+
+
-

Gejala mosaik kuning ringan pada daun ditemukan di desa Tegal Waru,
mosaik sedang di desa Cikarawang dan mosaik berat di desa Ayam putih. Gejala
mengeriting (wrinkling) ditemukan di desa Cikarawang dan Ayam Putih. Gejala
seperti tali sepatu (shoestring) ditemukan pada tanaman pepaya desa Cikarawang,
Bantar sari dan Curug. Gejala mosaik pada batang dan tangkai daun ditemukan
pada tanaman pepaya disetiap desa dengan pola yang berbeda. Gejala mosaik
berupa mosaik hijau tua dengan pola seperti pulau-pulau pada batang ditemukan
di desa Cikarawang, Bantar Sari dan Curug, sedangkan gejala mosaik gores
(strike) pada batang ditemukan di desa Tegal Waru dan Ayam Putih. Gejala
bercak hijau tua dan bercak cincin pada buah ditemukan pada tanaman pepaya di
tiga desa yaitu desa Cikarawang, Bantar sari, dan Curug sedangkan pada desa
Tegal waru dan desa Ayam putih gejala pada buah hanya berupa bercak hijau tua
(Gambar 1).
Kemunculan dan tingkat keparahan gejala yang berbeda pada masingmasing daerah pengamatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti umur
tanaman saat terinfeksi, faktor lingkungan (suhu, cahaya, dan nutrisi) dan
virulensi isolat virus. Umur tanaman saat terinfeksi dapat menjadi faktor kritis
yang menentukan ekspresi gejala. Secara umum tanaman muda lebih rentan
terhadap infeksi virus, sedangkan tanaman tua relatif resisten terhadap infeksi
virus. Hal tersebut terjadi karena proses multiplikasi virus yang sangat tergantung
pada sel inang, pada tanaman tua pengangkutan asimilat dan metabolisme lebih
lambat dibandingkan tanaman muda (Walkey 1991).

11

a

b

c

d

e
Gambar 1 Gejala pada daun,batang atau tangkai daun, dan buah pada berbagai
lokasi (a) mosaik pada daun dan batang, bercak cincin pada buah di
desa Tegal Waru, (b) mosaik pada daun, tangkai daun, dan bercak hijau
tua pada buah di desa Cikarawang, (c) daun seperti tali sepatu
(shoestring), mosaik pada batang, dan bercak cincin pada buah di desa
Bantar Sari, (d) daun seperti tali sepatu (shoestring), mosaik pada
batang, bercak cincin pada buah di desa Curug, (e) mosaik kuning,
mosaik ringan pada batang, mosaik pada buah di desa Ayam putih
Kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman yang berbeda-beda berpengaruh
pada fisiologi dan proses metabolisme yang terjadi dalam jaringan tanaman,

12
sehingga mempengaruhi multiplikasi dan replikasi virus di dalam jaringan
tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu
intensitas penyinaran cahaya matahari, suhu, dan nutrisi. Intensitas penyinaran
matahari yang tinggi dapat menurunkan tingkat kerentananan tanaman. Suhu yang
tinggi dapat mengurangi gejala virus, karena proses replikasi terhambat.
Kombinasi intensitas cahaya yang tinggi dan suhu yang tinggi meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan menurunkan tingkat infeksi virus (Walkey 1991).
Inokulasi Virus Secara Mekanis
Gejala mosaik yang ditemukan di lapangan dapat disebabkan oleh infeksi
beberapa virus, oleh sebab itu identifikasi virus tidak bisa dilakukan berdasarkan
deskripsi gejala saja. Untuk mendapatkan gejala yang khas dari setiap infeksi
virus, maka perlu dilakukan inokulasi virus pada tanaman sehat dan diamati
karakteristik gejalanya. Pada penelitian ini dilakukan inokulasi secara mekanis
menggunakan isolat asal Nanggroe Aceh Darussalam pada tanaman pepaya
varietas orange lady (Gambar 2). Penularan mekanis juga dilakukan pada pepaya
varietas Calina menggunakan semua sampel tanaman sakit. Semua tanaman
pepaya varietas Calina menunjukkan gejala setelah inokulasi mekanis, kecuali
tanaman yang diinokulasi dengan sampel virus dari Desa Ayam Putih, Kebumen.
Gejala yang muncul terlihat 12 hari sampai 14 hari setelah inokulasi yaitu pada
bagian apikal daun atau daun termuda. Gonzalez dan Trujillo (2005) melaporkan
periode inkubasi yang sama untuk hasil inokulasi mekanis PRSV yaitu 14 hari,
sementara Agrios (2005) melaporkan periode inkubasi PRSV berkisar antara 2
hingga 3 minggu setelah inokulasi.
Hasil penularan isolat Nanggroe Aceh Darussalam pada pepaya varietas
orange lady menunjukkan gejala mosaik kuning(Gambar 2b), mosaik hijau dan
pinggiran daun mengeriting (wrinkling) (Gambar 2c), malformasi daun dan daun
menyeruapai tali sepatu (shoestring) (Gambar 2d), mosaik bergores pada batang
(strike), dan tanaman menjadi kerdil (Gambar 2f).

13

a

b

d

c

e

Gambar 2 Gejala infeksi PRSV hasil inokulasi isolat Nanggroe Aceh pada tanaman
pepaya varietas orange lady; (a) daun sehat, (b) mosaik kuning dan
pinggiran daun mengeriting, (c) malformasi daun muda dan daun
menyerupai tali sepatu (shoestring), (d) mosaik bergores pada batang,
(e) tanaman kerdil
Terdapat beberapa variasi gejala yang ditunjukkan oleh tanaman pepaya
varietas Calina hasil penularan menggunakan isolat asal Nanggroe Aceh
Darussalam, Bogor dan Kebumen. Tanaman yang diinokulasi isolat asal Nanggroe
Aceh Darussalam menunjukkan gejala mosaik yang sangat jelas, pinggiran daun
mengeriting, serta tanaman menjadi kerdil (Gambar 3b,h4), mosaik ringan
terdapat pada tanaman yang diinokulasi isolat Bogor (Gambar 3 c-f), mosaik tidak
terlihat pada tanaman yang diinokulasikan isolat Kebumen. Hal tersebut dapat
terjadi karena perbedaan sifat virulensi suatu virus, yang umumnya terjadi sebagai
mutasi pada gen virulensi virus. Mutasi gen dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan fungsi gen, sehingga dapat menyebabkan perubahan gejala yang
muncul atau virulensi virus (Manzila et al. 2012).

14

a

b

c

d
1 2

e

f

g

3

4

5

h

Gambar 3 Gejala infeksi PRSV hasil inokulasi isolat; kontrol (a), Nanggroe
Aceh Darussalam (b), desa Tegal Waru (c), desa Cikarawang (d), desa
Bantar Sari (e), desa Curug (f), desa Ayam Putih (g). Tinggi tanaman
hasil inokulasi (h), kontrol (h1); desa Tegal Waru,Bogor (h2); desa
Situgede, Bogor (h3); desa Bantar Sari, Bogor (h4); desa Curug, Bogor
(h5); Nanggroe Aceh Darussalam (h6); desa Ayam Putih, Kebumen
(h7).
Perbandingan gejala tersebut menunjukkan bahwa isolat asal Nanggroe
Aceh Darussalam sangat virulen dibandingkan isolat Bogor, sedangkan isolat asal
Kebumen diduga tidak terinfeksi oleh PRSV. Untuk memastikan bahwa gejala
yang muncul merupakan infeksi PRSV, maka dilakukan deteksi secara molekuler
menggunakan metode RT-PCR.
Deteksi PRSV dengan Metode Reverse-Transcription Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR)
Bagian tanaman pepaya (daun, tangkai daun, buah) yang menunjukkan
gejala menjadi sampel untuk mendeteksi PRSV secara molekuler dengan teknik
RT-PCR, menggunakan primer universal Potyvirus MJ1/MJ2 dan dua pasangan
primer spesifik yaitu PRSV1298/PRSV1942 dan PRSV 326/PRSV800.
Primer universal dan spesifik dipilih karena mengamplifikasi daerah genom
virus yang berbeda, namun memiliki tingkat konservasi yang tinggi. Pasangan
primer MJ1/MJ2 dirancang untuk mendeteksi protein selubung Potyvirus dengan
produk amplifikasi berukuran ≈320 bp (Marie-Jeanne et al. 2000). Primer ini telah
banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus dari kelompok
Potyvirus. Primer ini digunakan oleh Grisoni et al. (2006) untuk mendeteksi
Potyvirus pada tanaman vanila, Babu et al. (2011) mendeteksi Dasheen mosaic
virus (DsMV) pada Colocasia esculeta di India, dan Hidayat et al.( 2012)
mendeteksi PRSV pada tanaman pepaya asal Nanggroe Aceh Darussalam.

6 7

15
Pasangan primer spesifik PRSV326/PRSV800 dan PRSV1298/PRSV1942
dirancang untuk mengamplifikasi berturut-turut bagian gen selubung protein
PRSV dengan ukuran ≈ 475 bp dan bagian gen Nib PRSV dengan ukuran ≈ 650
bp (Mohammed et al. 2012). Gen selubung protein berfungsi dalam enkapsidasi
RNA, penularan melalui vektor, kemampuan patogenesis, dan perpindahan dari
sel ke sel. Gen Nib berfungsi dalam replikasi virus (Gonsalves et al. 2010)
Amplifikasi menggunakan masing-masing pasangan primer universal dan
spesifik memberikan hasil yang berbeda untuk masing-masing sampel (Gambar 4
sampai dengan 9). Pasangan primer MJ1/MJ2 dan PRSV 1298/PRSV1942 hanya
berhasil mengamplifikasi DNA virus isolat Nanggroe Aceh Darussalam, namun
tidak berhasil mengamplifikasi DNA virus isolat Bogor dan Kebumen. Pasangan
primer PRSV326/PRSV800 berhasil mengamplifikasi DNA virus isolat Nanggroe
Aceh Darussalam dan Bogor, namun tidak berhasil mengamplifikasi isolat asal
Kebumen. Keberhasilan amplifikasi dengan primer spesifik PRSV 326/PRSV800,
mengindikasikan daerah dengan konservasi yang tinggi pada bagian yang
diamplifikasi oleh pasangan primer tersebut, sehingga penggunaan primer spesifik
PRSV326/PRSV800 lebih disarankandalam deteksi PRSV dengan teknik RT-PCR.
M

+

d

b

-

M

+

d

b

-

M

650

+

d

b

-

475 bp

320
1

2

3

Gambar 4 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2) dan
PRSV326 /PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif
DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)

16
M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

M +

-

b d u

475 bp
1

3

2

Gambar 5 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2) dan
PRSV326/PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Tegal Waru, Bogor. Pada
masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif DNA
(+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

M +

-

b d u

475 bp
1

2

3

Gambar 6 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2) dan
PRSV326/PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Cikarawang, Bogor. Pada
masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif DNA
(+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)

17
M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

475 bp

1

2

3

Gambar 7 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2) dan
PRSV326/PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Bantar Sari, Bogor. Pada
masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif DNA
(+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

475 bp

1

2

3

Gambar 8 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2) dan
PRSV326 /PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Curug, Bogor. Pada
masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif DNA
(+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)

18
M +

-

b

d u

M +

-

b

d u

M +

650

-

b

d u

475 bp

320

1

2

3

Gambar 9 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
menggunakan primer MJ1/MJ2 (1), PRSV1298/PRSV1942 (2) dan
PRSV326 /PRSV800 (3). Sampel DNA berasal dari sampel daun (d),
batang (b), buah (u) yang diperoleh dari Desa Ayam Putih, Kebumen.
Pada masing-masing gel agarosa disertakan DNA (M), kontrol positif
DNA (+) dan kontrol negatif tanpa DNA (-)
Deteksi menggunakan teknik PCR membuktikan infeksi PRSV pada sampel
tanaman dari Nanggroe Aceh Darussalam dan Bogor, sementara infeksi PRSV
tidak terbukti pada sampel tanaman asal Kebumen. Diduga terdapat perbedaan
genetik antara PRSV isolat Nanggroe Aceh Darussalam dengan PRSV isolat
Bogor karena isolat asal Nanggroe Aceh Darussalam berhasil diamplifikasi
dengan baik menggunakan pasangan primer PRSV326/PRSV800. Selain itu,
isolat Nanggroe Aceh Darussalam diduga memiliki virulensi dan konsentrasi yang
lebih tinggi dibandingkan isolat-isolat PRSV Bogor berdasarkan keparahan gejala
yang terjadi pada tanaman hasil inokulasi.
Sampel tanaman yang tidak teramplifikasi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya kualitas dan kuantitas DNA yang kurang baik, tidak terdapat
kesesuaian antara basa nukleotida target dengan basa nukleotida penyusun primer,
virus yang diamplifikasi bukan merupakan virus target (Padmalatha dan Prasad
2006), belum tercapainya optimasi reaksi dan kondisi penyimpanan sampel yang
kurang baik mengakibatkan DNA terdegradasi, sehingga primer tidak mampu
mengamplifikasi DNA virus yang ada pada sampel (Grisoni et al. 2006).
Hasil amplifikasi DNA sampel tanaman yang dideteksi langsung dari
lapangan lebih tipis dibandingkan amplifikasi DNA menggunakan tanaman hasil
inokulasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi virus
setelah dilakukan inokulasi pada tanaman (Gambar 10). Hasil amplifikasi ini juga
membuktikan sesuai prinsip Postulat Koch, yaitu gejala mosaik pada tanaman
pepaya di lapangan disebabkan oleh infeksi PRSV.

19
M

A

-

B

C

D

E

F

475 bp

Gambar 10 Amplifikasi DNA Papaya ringspot virus dengan teknik RT-PCR
mengunakan primer spesifik PRSV326/PRSV800. Sampel DNA berasal
dari tanaman hasil penularan secara mekanis masing-masing isolat:
Nanggroe Aceh Darussalam (sebagai kontrol positif) (A); Tegal Waru,
Bogor (B); Cikarawang, Bogor (C); Bantar Sari, Bogor (D); Curug,
Bogor (E); Ayam Putih, Kebumen (F). Penanda DNA (M), kontrol
negatif tanpa DNA (-)

20

SIMPULAN
Pertanaman pepaya pada beberapa desa di daerah Bogor, Jawa Barat
terbukti terinfeksi PRSV berdasarkan uji penularan secara mekanis dan deteksi
menggunakan teknik RT-PCR. Hasil penularan secara mekanis menunjukkan
bahwa tingkat virulensi isolat-isolat PRSV dari daerah Bogor lebih rendah
dibandingkan isolat PRSV dari Nanggroe Aceh Darussalam. Pasangan primer
PRSV326/PRSV800 berhasil mengamplifikasi bagian gen protein selubung semua
sampel positif PRSV secara konsisten sehingga dapat disarankan untuk digunakan
dalam deteksi PRSV dengan teknik RT-PCR. Penelitian ini memperkuat
mengenai keberadaan PRSV di wilayah di Indonesia, sehingga status PRSV
sebagai OPTK kategori A1 perlu ditinjau ulang.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kisaran inang PRSV asal
tanaman pepaya dan hubungan dengan serangga vektor, serta kajian molekuler
untuk mengetahui lebih banyak mengenai identitas PRSV asal tanaman pepaya di
Indonesia.

21

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London (GB): Academic Press.
Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
[Balitbu] Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. 2008. Pengelolaan Kebun
Pepaya Sehat. Solok (ID): Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Babu B, Hegde V, Makeshkumar T, Jeeva ML. (2011). Detection and
identification of Dasheen mosaic virus infecting Colocasia esculenta in
India. Indian J.Virol. [Internet] [diunduh 2014 Juli 11]; 22(1):59-62. doi:
10.1007/s13337-011-0030-7.
Bateson MF, Lines RE, Revill P, Chaleeprom W, Ha CH, Gibbs AJ, Dale JL.
2002. On the evolution and molecular epidemiologi of the potyvirus Papaya
ringspot virus. Journal of General Virology. [Internet] [diunduh 2013 Nov
9]; 83:2575-2585. Tersedia pada : http://eprints.qut.edu.au.
Da Silva JA T, Roshid Z, Nhut DT, Sivakumar D, Gera A, Souza MT Jr, Tennat
PF. 2007. Papaya (Carica papaya L.) biology and biotechnology. Tree and
Forestry Science and Biotechnology. [Internet] [diunduh 2013 Des 27];
1(1):47-73. Tersedia pada: http://agrisave.com/ bibliotecal/agricola.
Davis RI, Mu L, Maireroa N, Wigmore WJ, Grisoni M, Bateson MF, Thomas JE.
2005. First records of papaya strain of Papaya ringspot virus (PRSV-P) in
French Polynesia and the Cook Island. Australasian Plant Pathology.
[Internet] [diunduh 2014 April 22]; 34(1):125-126. doi: 10.1071/AP04094.
[Deptan] Departemen Pertanian 2006. Pengenalan dan pengendalian hama dan
penyakit penting tanaman pepaya. Agro Inovasi. [Internet] [diunduh 2014
Juni 24]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/download /one/33/
file/Bagian-1.pdf.
Diallo HA, Monger W, Kouassi N, Yoro DT, Jones P. 2007. First report of
Papaya ringspot virus infecting papaya in Cote d’lvoire. Plant Pathology.
[Internet] [diunduh 2014 Mai 15]; 26(4):718. doi: 10.1111/j.1365-3059.
2007.0 1593.x.
FAOSTAT [Food and Agriculture Organization of The United Nation]. 2014.
Crop production [Internet] [diunduh 2014 Juni 12] Tersedia pada: http://
faostat. fao.org/site/339/default.aspx.
Gonsalves D, Tripathi S, Carr J.B, Suzuki J.Y. 2010. Papaya ringspot virus
[Internet]. St. Paul (US): The American Phytophatological Society;
[diunduh 2013 Mar 23]. Tersedia pada: http:// www.apsnet.org.
Grisoni M, Moles M, Farreyrol K, Rassaby L, Davis R, Pearson M. (2006)
Identification of potyvirus infecting vanilla by direct sequencing of a short
RT-PCR amplicon. Plant Pathology. [Internet] [diunduh 2014 Juli 11];
55:523-529. doi: 10.1111/j.1365-3059.2006.01397.x.
Hidayat SH, Nurulita S, Wiyono S. 2012. Infeksi Papaya ringspots virus pada
tanaman pepaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. 8(6):184-187.
Lima JAA, Nascimento AKQ, Lima RCA, Purcifull D E. 2013. Papaya lethal
yellowing [Internet]. St. Paul (US): The American Phytophatological
Society; [diunduh 2013 Des 27]. Tersedia pada: http:// www.apsnet.org.

22
Marie-Jeanne V, Loos R, Peyre J, Alliot B, Signoret P. 2000. Differentiation of
poaceae Potyvirus by reverse transcription polymerase chain reaction and
retriction analysis. J Phytopathol. 148(3):141-151. doi: 10.1046/j.14390434.2000.00473.x.
Matthews REF. 1981. Plant virology. Ed ke-2. London (GB): Academic Press.
Miftakhurohmah, Suastika G, Damayanti TA. (2013). Deteksi secara serologi dan
molekuler beberapa jenis virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik
tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Jurnal Littri. [Internet]
[diunduh 2014 Juli 11]; 19(3):130-138. Tersedia pada: perkebunan.litbang.
deptan.go.id.
Mohammed H, Manggil A, Zicca S, Hussein El A, Tomassol. 2012. First report of
Papaya ringspot virus in pumpkin in Sudan. New Disease Reports.
[Internet] [diunduh 2014 Maret 8]; 26:26. doi: 10.5197/j.2044-0588.2012.
026.026.
Padmalatha,K dan Prasad MNV. 2006. Optimization of DNA isolation and PCR
protocol for RAPD analysis of selected medicinal and aromatic plants of
conservation on concern from Penisular India. Afr.J. Biotechnol. [Internet]
[diunduh 2014 Agustus 29]; 5:230-234. Tersedia pada: https://tspace.Libra
ry.utoronto.ca.
Tripathi S, Suzuki JY, Ferreira SA, Gonsalves D. 2008. Papaya ringspot virus-P:
characteristics, pathogenicity, sequence variability and control. Molecular
Plant Pathology. [Internet] [diunduh 2013 September 4]; 9(3):269-280. doi:
10.1111/J.1364-3703.2008.00467.X.
[UF] University of Florida. 2012. An overview of global papaya production, trade,
and consumption [Internet] [diunduh 2014 Mai 19]. Tersedia pada:
http://edis.ifas.ufl.edu/fe913.
Walkey D.G.A. 1991. Applied Plant Virol