Uji Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBr-H20

UJI KINERJA PEMANFAATAN MEMBRAN REVERSE
OSMOSIS PADA MESIN PENDINGIN ABSORPSI
LiBr-

JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kinerja
Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBradalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Johannes Ferdi Frans Sipangkar
NIM F14080112

ABSTRAK
JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR. Uji Kinerja Pemanfaatan Membran
Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi LiBr. Dibimbing oleh
ARMANSYAH H. TAMBUNAN.
Mesin pendingin absorpsi LiBradalah mesin pendingin alternatif untuk
menggantikan mesin pendingin kompresi uap yang mempunyai dampak negatif
terhadap lingkungan dan menggunakan energi mekanik sebagai penggeraknya.
Meskipun demikian, mesin pendingin absorpsi masih memerlukan energi dalam
bentuk panas untuk meregenerasi refrigeran dari absorbernya. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menguji kinerja penggunaan membran reverse osmosis sebagai
pemisah refrigeran H2O dari larutan LiBr-H2O pada mesin pendingin absorpsi
LiBrdan menghitung COP dari mesin tersebut. Penelitian ini dilakukan
dengan sistem intermitten, yaitu proses regenerasi dan proses refrigerasi
berlangsung terpisah. Penelitian ini menggunakan 3 konsentrasi larutan LiBr-H2O
yaitu konsentrasi 30%, 25%, dan 20% dengan berbagai perlakuan tekanan. Dari

penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai COP dari setiap konsentrasi.
Pada konsentrasi 30%, COP yang dihasilkan adalah sebesar 0.130 – 0.270. Pada
konsentrasi 25%, COP yang dihasilkan adalah sebesar 0.035 – 0.055. Sedangkan
pada konsentrasi 20%, COP yang dihasilkan adalah sebesar 0.015 – 0.020.

Kata kunci: membran reverse osmosis, refrigeran, LiBr-H2O

ABSTRACT
JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR. Test Performance Utilization
Membrane Reverse Osmosis in Absorption Refrigerant System LiBr-H2O.
Supervised by ARMANSYAH H. TAMBUNAN.
Absorption refrigeration system LiBr-H2O is an alternative refrigeration
system to substitute vapor-compression refrigeration system, which has negative
impact to environment and using mechanical energy for its operation. However,
the absoption refrigeration system still needs thermal energy to regenerate the
refrigerant from its absorber. The purposes of this study is to study the
performance of reverse osmosis membrane to regenerate refrigerant H2O from the
LiBr-H2O in absorption refrigeration system and to calculate the COP of the
system. The experiment was conducted intermittently, where regeneration and
refrigeration process occured separately. The study uses 3 level of LiBr-H2O

concentration, namely 30%, 25%, and 20% with a variety of pressure treatments.
The result of this research shows that COP of the system at concentration of 30%
was 0.130 – 0.270, at concentration of 25% was 0.035 – 0.055, and at
concentration of 20% was 0.015 – 0.020.
Keywords : reverse osmosis membrane, refrigerant, LiBr-H2O

UJI KINERJA PEMANFAATAN MEMBRAN REVERSE
OSMOSIS PADA MESIN PENDINGIN ABSORPSI
LiBr-

JOHANNES FERDI FRANS SIPANGKAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Uji Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin
Pendingin Absorpsi LiBrNama
: Johannes Ferdi Frans Sipangkar
NIM
: F14080112

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada TYME atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah penggunaan
membran reverse osmosis pada mesin pendingin aborpsi, dengan judul Uji
Kinerja Pemanfaatan Membran Reverse Osmosis pada Mesin Pendingin Absorpsi
LiBr.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Armansyah H.
Tambunan selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Bayu Rudyanto, ST, MSi dari mahasiswa pascasarjana IPB selaku
teman penelitian dan membantu saya selama penelitian dilakukan. Terimakasih
juga saya ucapkan kepada teman-teman di lab pindah panas dan masa, bg agus, bg
angga, bg soolany, bg kiman, kak rosmaika, agustino, dan adik angkatan TEP46,
deny, mona, alia, dian, tiara, serta teknisi mas firman dan mas darma, dan kepada
teman-teman TEP45 dan kosan 82 terkhusus andre, zega, ranto, rifki, indra
hermawan, ignatius indrawan, fauzan dan semua teman-teman yang telah
memberikan motivasi dan inspirasi selama penelitian dilakukan. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada teman-teman PMKRI dan Marga Putra, Kak Chris, Bg

Cinde, Margaretha, Edo, Sari, Yoseph, Penta, Ibet, Fajar, Dani, Yanto, Eko, Nato.
Spesial kepada terkasih Indria Vaya Sitepu, terimakasih karena telah menemani
penulis selama penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, bg davit, theresia, putri, dan dinda serta seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Johannes Ferdi Frans Sipangkar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Proses Pendinginan
Mesin Pendinginan Absorpsi
Teknologi Membran
Karakteristik Membran Reverse Osmosis

2
2

3
5
6

METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi
Pembuatan larutan LiBr-H2O
Pencucian Membran
Penentuan Tekanan Operasional
Pengambilan Data Percobaan
Pemisahan Larutan LiBr-H2O dengan Membran

7
7
7
7
7

8
8
8
10
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi
Penentuan Tekanan pada Tiap-tiap Konsentrasi
Kinerja Membran Reverse Osmosis pada Sistem Absorber
Proses Absorpsi
Hubungan Retentat dengan Absorban terhadap Penurunan Suhu
Analisis terhadap Kinerja Siklus Refrigerasi
Konsep Rancangan Awal Evaporator dan Absorber

12
12
12
13
15

16
18
20

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

20
20
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

22


RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Pembuatan konsentrasi larutan
Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian uji kinerja mesin
pendingin absorpsi LiBr-H2O menggunakan membran reverse osmosis
Tekanan yang digunakan pada masing-masing pengujian
Penurunan suhu pada setiap konsentrasi

8
9
13
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Sistem pendingin absorpsi
Proses pemisahan larutan menggunakan membran
Diagram alir percobaan
Skema mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O menggunakan membran
reverse osmosis
Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks
pada konsentrasi 30%
Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks
pada konsentrasi 20%
Grafik hubungan tekanan operasional dengan tingkat rejeksi dan fluks
pada konsentrasi 25%
Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 30%
Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 25%
Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada konsentrasi 20%
Grafik Nilai COP
Gambar komponen evaporator dan absorber

3
6
11
12
13
14
14
16
17
17
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Perhitungan luas permukaan membran
Contoh perhitungan fluks pada konsentrasi 30% percobaan pertama
Contoh perhitungan tingkat rejeksi pada konsentrasi 30% percobaan
Contoh perhitungan laju penyerapan uap air pada konsentrasi 30%
percobaan pertama

22
24
25
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan sistem pendingin dalam bidang pertanian seperti pengawetan,
penyimpanan hasil pertanian, bahan pertanian, penyegaran udara, dan keperluan
lainnya saat ini semakin meningkat. Sistem pendinginan yang ada saat ini
kebanyakan bekerja dengan sistem kompresi uap menggunakan energi listrik dan
refrigeran sintetik seperti: R-11 (AC dengan kapasitas besar), R-12 (AC dan
freezer dalam rumah tangga), R-22 (heat pump dan AC bangunan komersial dan
industri besar), R-502 (chiller supermarket) dll, sedangkan jenis Freon yang
bukan ODS adalah R-134a (Tambunan AH 2001).
Adapun permasalahan utama yang timbul pada sistem pendingin kompresi
uap ialah refrigeran sintetik yang digunakan yaitu fluorocarbon (CFC, HFC,
HCFC) mempunyai dampak negatif pada lingkungan seperti merusak lapisan
ozon sehingga menimbulkan pemanasan global. Chlor adalah gas yang merusak
lapisan ozon sedangkan fluor adalah gas yang menimbulkan efek rumah kaca.
Selain itu permasalahan lainnya yang terjadi adalah mesin pendingin sistem
kompresi uap menggunakan energi mekanik yang berasal dari energi listrik,
padahal pada saat ini sedang terjadi krisis energi yang ditandai dengan semakin
menipisnya cadangan bahan bakar fosil terutama minyak bumi sehingga harga
minyak dunia semakin meningkat.
Melihat permasalahan yang ada dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
refrigeran yang ada, maka diperlukan solusi yang tepat yang mampu mengurangi
efek rumah kaca dan secara ekonomis lebih murah dan mudah didapatkan. Salah
satu sistem pendingin yang dapat dijadikan alternatif yaitu sistem pendinginan
absorpsi.
Sistem pendingin absorpsi dikembangkan pada tahun 1850-an oleh
Ferdinand Care dan menjadi sistem pendinginan utama saat itu sebelum
kemunculan mesin pendingin kompresi uap pada tahun 1880-an yang berkembang
sampai sekarang. Sistem pendinginan absorpsi mempunyai karakteristik tersendiri
untuk menghasilkan siklus pendinginan yaitu tidak menggunakan kompresor
mekanik tetapi digantikan dengan memanfaatkan sumber energi panas (heatoperated cycle) (Stoecker 1982). Beberapa sumber energi panas yang biasa
digunakan adalah energi panas buang dari mesin atau pabrik, energi panas dari
surya atau energi yang dihasilkan dari pembakaran biomassa hasil limbah
pertanian dan juga energi panas bumi (Wang et al. 2009).
Sistem pendingin absorpsi memiliki 4 komponen utama, yaitu generator,
kondensor, evaporator, dan absorber. Sistem pendingin absorpsi ini terdiri dari 2
proses utama yaitu proses regenerasi, terjadi di komponen generator dan
kondensor, dan proses refrigerasi, terjadi di komponen evaporator dan absorber.
Proses regenerasi di dalam sistem pendingin absorpsi merupakan salah satu proses
utama, dimana di generator diberikan panas dengan tujuan memisahkan
refrigerant dari larutan penyerapnya. Proses pemisahan ini memiliki kendala yaitu
temperatur pemanasan yang dipakai cukup tinggi. Menurut Ma et al. (1998) dan
Vargas et al. (2009) bahwa temperatur operasi di generator pada pendinginan
absorpsi menggunakan larutan LiBr-H2O di bawah 80⁰C akan menghasilkan COP

2
yang rendah. Sedangkan menurut Gu et al. (2008), penggunaan temperatur
generator pada sistem LBARS antara 80-93⁰C menghasilkan COP rata-rata 0.725.
Usaha untuk memperbaiki sistem pendingin absorpsi juga dilakukan oleh Wu et
al. (2008), yaitu dengan menambahkan kompresor uap yang ditempatkan di antara
generator dan kondensor. Pemakaian kompresor uap ini akan mengurangi tekanan
uap pada saat temperatur menjadi rendah dan COP yang dihasilkan antara 0.650.75. Pengembangan sistem pendingin absorpsi berlanjut pada penggunaan
membran di dalam mesin pendingin absorbsi.
Perkembangan penggunaan membran di dalam sistem pendingin absorpsi
masih berkutat pada pemilihan jenis membran yang digunakan. Wang et al. (2009)
melakukan pemisahan larutan LiBr-H2O dengan menggunakan vakum membran
destilasi (vacuum membrane destilation). Material membran yang digunakan
adalah polyvinylidene fluoride (PVDF) yang berfungsi untuk mengatasi
pemakaian temperatur regenerasi yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan terjadinya pemakaian suhu yang lebih rendah sampai dengan 67⁰C.
Selain itu pemakaian membran destilasi membutuhkan biaya yang besar.
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, perlu kiranya dilakukan
penelitian-penelitian lanjutan dalam penggunaan membran untuk proses
pemisahan LiBr dengan H2O sehingga akan memungkinkan untuk menghilangkan
proses kondensasi di dalam sistem pendingin. Selain itu tidak adanya proses
kondensasi juga akan mempengaruhi pada kebutuhan pemakaian energi di dalam
sistem pendingin tersebut.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah memisahkan refrigeran dari absorban pada
mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O dengan menggunakan membran reverse
osmosis dan menghitung COP dari mesin pendingin tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Proses Pendinginan
Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor /panas dari suatu
ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor
yang terkandung dalam ruangan atau benda tersebut (Kamaruddin 1998).
Pendinginan dan pembekuan digunakan sebagai salah satu cara untuk menjaga
agar produk pertanian yang mudah rusak, dapat tetap terjaga kualitasnya dengan
baik selama waktu tertentu sebelum produk tersebut dikonsumsi maupun
diperdagangkan. Tujuan lain pendinginan pada bidang pertanian adalah untuk
memperlambat aktivitas bakteri, sedangkan pada proses pembekuan bertujuan
untuk menghentikan sepenuhnya aktivitas bakteri pada produk yang dikehendaki.
Perkembangan teknologi pendinginan sangat dipengaruhi oleh dua
permasalahan besar, yaitu pemakaian refrigeran dan penggunaan energi.
Pemakaian refrigeran sintetik yang mengandung chlor dan fluor dalam sistem

3
pendingin mengakibatkan semakin menipisnya lapisan ozon serta berdampak pada
pemanasan global. Namun dalam pendinginan itu sendiri refrigeran merupakan
komponen terpenting dalam siklus refrigerasi karena refrigeran inilah yang
menimbulkan efek pendinginan pada mesin refrigerasi. Misalnya refrigeran
seperti, CFCs (Chloro Fluoro Carbons), HCFCs (Hydro ChloroFluoro Carbons),
HFCs (Hydro Fluoro Carbons) merupakan jenis refrigeran yang pada tahun 2030
harus dihapuskan sesuai kesepakatan Protokol Montreal tahun 1987 dan Protokol
Kyoto tahun 1997 (Tambunan AH 2001).
Perkembangan lain dari sistem pendingin selain permasalahan pemakaian
refrigeran adalah penggunaan energi. Para peneliti berusaha memunculkan sistem
pendingin alternatif yang tidak mengandung permasalahan yang serupa di atas.
Teknologi pendingin alternatif diantaranya adalah refrigerasi sistem absorpsi,
adsorpsi padatan (solid adsorption) dan efek magnetokalorik. Keunggulan dari
sistem absorpsi dan adsorpsi padatan adalah tidak menggunakan refrigeran yang
merusak lapisan ozon dan menimbulkan pemanasan global. Untuk meningkatkan
tekanan refrigerannya dapat menggunakan panas buangan, sinar matahari dan juga
bisa menggunakan biomassa. Sedangkan refrigerasi sistem efek magnetokalorik
sama sekali tidak menggunakan refrigeran primer. Refrigerasi magnetik
dipandang sebagai teknologi hijau (green technology) yang memiliki potensi
untuk menggantikan siklus konvensional kompresi uap.

Mesin Pendinginan Absorpsi
Mesin pendingin yang sangat terkenal saat ini adalah mesin pendingin
kompresi uap dan mesin pendingin absorpsi/adsorpsi. Mesin pendingin sistem
kompresi uap merupakan sistem yang dioperasikan oleh kerja (work operated
cycle) karena untuk menaikkan tekanan refrigeran dibutuhkan kerja dari
kompresor sedangkan mesin pendingin absorpsi dikenal dengan heat operated
cycle karena sebagian besar prosesnya membutuhkan panas untuk melepas uap
tekanan tinggi (Stoecker 1992).

Water Vapor
Generator
Heat Water

Condenser
Cold Water

Heat
Exchanger

Water Vapor
Chilled Water

Absorber

Cold Water
Evaporator

Solution pump

Gambar 1 Sistem pendingin absorpsi

4
Sistem pendingin absorpsi berdasarkan sirkulasi fluida kerjanya terbagi
menjadi dua bagian yaitu sistem intermitten dan sistem kontinyu. Kedua sistem ini
terdiri dari dua proses utama yaitu proses regenerasi dan proses refrigerasi. Sistem
kontinyu, proses regenerasi dan refrigerasi berlangsung secara bersamaan,
sedangkan pada proses intermitten, kedua proses berlangsung secara bergantian.
Komponen utama dari mesin pendingin absorpsi adalah generator, kondensor,
evaporator, dan absorber. Selama proses regenerasi, panas diberikan ke generator
untuk memisahkan
dari larutan LiBr, selanjutnya uap air masuk ke dalam
kondensor untuk berkondensasi menjadi refrigeran cair. Sedangkan pada proses
refrigerasi, refrigeran air di dalam evaporator mengalami proses evaporasi dengan
mengambil panas dari lingkungan sehingga menghasilkan efek pendinginan dan
uap air yang dihasilkan kemudian diabsorpsi oleh larutan LiBr konsentrasi tinggi
di dalam absorber. Gambar 1 memberikan penjelasan tentang sistem pendingin
absorpsi.
Siklus absorpsi menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda, zat
pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrigeran. Proses
absorpsi dipengaruhi tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan
rendah yang meliputi proses penguapan di evaporator dan penyerapan di absorber
dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap di generator dan
pengembunan di kondensor. Efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari
kombinasi proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat
tekanan tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan
yang terjadi pada siklus kompresi uap. Siklus absorpsi dioperasikan oleh kalor
karena hampir sebagian besar operasi berkaitan dengan pemberian kalor untuk
melepaskan uap refrigeran.
Di dalam generator terjadi penerimaan kalor sehingga refrigeran akan
menguap dan terpisah dari absorben menuju ke kondensor. Di kondensor terjadi
pelepasan kalor ke lingkungan sehingga fasa refrigeran berubah dari uap menjadi
cair. Ketika memasuki evaporator temperaturnya akan berada di bawah
temperatur lingkungan. Pada komponen evaporator inilah terjadi proses
pendinginan suatu produk dimana kalornya diserap oleh refrigeran untuk
selanjutnya menuju absorber.
Kebanyakan zat pengabsorpsi atau absorben adalah bahan-bahan yang
sangat berpori, dan absorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau
pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori absorben biasanya
sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar
dari permukaan luar. Absorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat
digunakan kembali untuk proses adsorpsi.
Beberapa penelitian pada sistem pendingin absorpsi telah dilakukan dengan
melihat besarnya temperatur untuk pemisahan larutan LiBrdi generator. Li
dan Sumathy (2001) menggunakan solar collector pada sistem pendingin absorpsi
singgle effect dengan temperatur pemanasan berkisar 88⁰C mampu menghasilkan
COP sebesar 0.6 dan temperatur pendinginan sebesar 7⁰C. Ma et al. (1998) dan
Vargas et al. (2009) melakukan penelitian pada sistem pendingin absorpsi tipe
singgle effect, menyimpulkan bahwa pemakaian temperatur di generator kurang
dari 85 ⁰C akan mendapatkan COP yang rendah. Wu et al. (2008) melakukan
perbaikan sistem pendingin absorpsi dengan menambahkan kompresor uap di

5
antara generator dan kondensor dengan tujuan untuk membantu ketika temperatur
di generator rendah dan di dapatkan COP sebesar 0.65-0.75.
Untuk mengatasi penggunaan temperatur yang tinggi pada generator, Wang
et al. (2009) melakukan penelitian untuk memisahkan larutan LiBr-H2O dengan
menggunakan membran destilasi (membrane distillation). Membran destilasi
adalah membran yang digunakan pada proses untuk memisahkan uap dari
larutannya pada suhu yang lebih rendah dari titik didih larutannya (El Amali et al.
2004). Penelitian masih sebatas pada pemisahan dan belum diaplikasikan pada
sistem pendingin. Membran yang digunakan pada penelitian tersebut berupa
hollow fiber dengan bahan polyvinylidene fluoride (PVDF). Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa jenis membran ini mampu memisahkan larutan dengan baik
dan temperatur pemanasan di generator yang digunakan juga tidak terlalu tinggi.

Teknologi Membran
Membran merupakan lapisan semipermeabel yang tipis dan dapat digunakan
untuk memisahkan dua komponen dengan cara menahan dan melewatkan
komponen tertentu melalui pori-pori (Osada & Nakagawa 1992). Zat yang
berukuran besar akan tertahan dan yang ukurannya lebih kecil dari pori-pori
membran akan dilewatkan (Scott dan Hughes 1996).
Pada tahun 1960-an teknologi membran mengalami perkembangan yang
sangat berarti yaitu ditemukannya membran selulosa asetat (Brock 1983).
Teknologi membran mulai mengalami perkembangan yang pesat dan mulai
memasuki dunia industri. Industri yang mulai menggunakan teknologi membran
adalah industri makanan dan industri susu (Marshal 1980; Paulson 1984).
Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan
dengan proses pemisahan menggunakan generator dan kondensor. Keunggulannya
antara lain yaitu penggunaan energi akan lebih efisien dan penggunaan temperatur
lebih rendah dikarenakan dalam prosesnya hanya membutuhkan tenaga dari
pompa untuk proses pemisahan refrigeran dengan larutannya.
Kinerja membran dalam proses pemisahan terutama dipengaruhi oleh
karakteristik membran yang digunakan. Penilaian terhadap karakteristik membran
diantaranya meliputi struktur, ukuran pori, serta sifat fisiko-kimia lainnya.
Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran adalah fluks
dan tingkat rejeksi (Osada & Nagawa 1992).
Fluks merupakan jumlah volume permeat (filtrat) yang diperoleh pada
operasi pemisahan per satuan waktu. Sedangkan rejeksi adalah tingkat penolakan
membran terhadap suatu komponen (Scoot & Hughes 1996).
Tingkat penolakan membran tergantung dari MWCO membran yaitu suatu
nilai ukuran molekul yang mendekati nilai tertentu yang dapat diterima oleh
membran dengan faktor penolakan sebesar 0.99 dalam suatu larutan encer (Toledo
1991). Menurut Mc Lellan (1993), nilai MWCO ditentukan berdasarkan hasil
percobaan yang menunjukkan karakteristik daya tolak membran terhadap molekul
tertentu.
Cheryan (1992) menyatakan bahwa nilai rejeksi menunjukkan kemampuan
suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran.
Kinerja membran dapat mengalami penurunan oleh adanya fouling dan polarisasi

6
konsentrasi. Polarisasi konsentrasi dan fouling dapat membatasi proses pemisahan
dengan membran karena keduanya menyebabkan penurunan fluks permeat
(Wenten 1999).

Karakteristik Membran Reverse Osmosis
Proses reverse osmosis merupakan kebalikan dari proses osmosis biasa.
Pada proses osmosis yang terjadi adalah perpindahan pelarut dari larutan yang
lebih encer ke larutan yang lebih pekat sedangkan pada reverse osmosis yang
terjadi adalah sebaliknya yaitu pelarut berpindah dari larutan pekat ke larutan
yang lebih encer dengan bantuan tekanan kerja (Wenten 1999).
Reverse osmosis memiliki ukuran pori kurang dari 0.0001 – 0.001 µm atau
tidak berpori. Membran ini dapat menahan zat terlarut yang memiliki bobot
molekul rendah seperti sukrosa dan glukosa dari larutannya (Wenten 1999).
Menurut Fellows (1992), reverse osmosis adalah suatu proses dimana air
dipisahkan dari komponen terlarut melalui selaput atau membran semipermeable.
Untuk proses ini diperlukan tekanan tinggi, berkisar antara 4000 sampai dengan
8000 kPa. Pemisahan yang menggunakan membran jenis ini digambarkan pada
gambar di bawah ini.

Gambar 2 Proses pemisahan larutan menggunakan
membran
Jika diperhatikan ilustrasi gambar di atas, saat pelarut, pada kondisi ini
adalah air, diberikan tekanan pada sisi larutan kadar garam tinggi (concentrated
solution), maka terjadilah proses yang disebut reverse osmosis. Pada saat proses
reverse osmosis, molekul air mengalir menembus membran semipermeable, akan
tetapi pada saat yang bersamaan molekul garam tertahan di wadah bagian atas
(warna putih) karena molekul garam tidak mampu melewati membran
semipermeable. Sehingga setelah beberapa waktu, terjadi pengurangan volume air
yang ada di wadah sebelah atas, sementara itu jumlah garam tetap sama. Hal ini
mengakibatkan konsentrasi garam menjadi meningkat tajam. Peningkatan
konsentrasi ini akan terus berlanjut seiring berkurangnya jumlah air. Peningkatan
konsentrasi garam inilah yang akan menjadi penyebab utama scaling di membran
semipermeable. Scaling sendiri merupakan peristiwa dimana terbentuknya
padatan/endapan yang disebabkan pertemuan antara ion positif dan ion negatif.
Misalnya ion Calsium yang bereaksi dengan ion karbonat, akan menghasilkan
padatan Calsium Carbonat. Pada saat konsentrasi ion Calsium dan Carbonate di
air masih sangat rendah, kedua ion ini tidak bisa bereaksi membentuk padatan.
Tetapi pada saat konsentrasinya meningkat tajam (karena semakin berkurangnya

7
jumlah molekul air), maka terbentuklah endapan. Endapan yang terbentuk ini bisa
menempel pada permukaan membran, dan menjadi penyebab terjadinya
kebuntuan pada membran. Pada proses reverse osmosis masalah utama yang
sering terjadi adalah kebuntuan membran (membrane blocked). Secara umum
penyebab terjadinya kebuntuan membran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
Scaling dan Fouling. Fouling sendiri terjadi disebabkan karena adanya beberapa
zat tertentu di dalam air yang memiliki kecenderungan dapat menempel di
permukaan membran. Misalnya zat organik, zat besi, silika, dan masih banyak lagi.

METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Masa, Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Oktober 2012 sampai dengan Februari 2013.

Bahan
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan LiBr-H2O
dengan konsentrasi 30%, 25%, dan 20%, dan aquades sebagai bahan pencuci.

Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pompa Reverse
Osmosis, membran Reverse Osmosis, dan beberapa peralatan yang digunakan
seperti pada Tabel 2.

Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari membran reverse
osmosis pada mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O. Percobaan dilakukan dengan
sistem intermitten dimana proses pemisahan dan proses refrigerant dilakukan
terpisah.
Penelitian dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut yaitu :
Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi
Pada tahap ini dilakukan perangkaian mesin pendingin absorpsi. Membran
yang digunakan adalah membran reverse osmosis tipe TW30-1812-50 sebanyak 2
buah dengan tujuan untuk mendapatkan permeat yang benar-benar murni. Gelas
erlemeyer sebanyak 2 buah yang digunakan sebagai evaporator dan absorber.
Kemudian komponen-komponen tersebut dirangkai menggunakan pipa dengan
dilengkapi pressure meter untuk mengukur tekanan operasi.

8
Pembuatan larutan LiBr-H2O
Pada tahap ini dilakukan pembuatan larutan LiBr-H2O dengan konsentrasi
30%, 25%, dan 20%. Bahan pelarut yang digunakan adalah aquades.
Perbandingan garam LiBr dan H2O untuk masing-masing konsentrasi berdasarkan
perbandingan bobot per bobot, seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Pembuatan konsentrasi larutan
Konsentrasi (%)

Massa LiBr (gram)

Massa H2O (gram)

30

300

700

25

250

750

20

200

800

Pencucian Membran
Pada tahap ini, setelah satu pengujian telah selesai dilakukan maka harus
dilakukan pencucian membran. Hal ini bertujuan untuk menjaga supaya membran
tetap dapat bekerja dengan baik ketika membran hendak digunakan kembali.
Pencucian dilakukan dengan cara mengalirkan aquades dari permeat menuju
retentat dan saluran masuk. Cara ini dikenal dengan istilah back wash (pencucian
terbalik).
Pencucian dikatakan selesai jika konsentrasi di keluaran telah mencapai
minimal 98%. Setelah selesai dicuci, membran dikeringkan sampai benar-benar
tidak ada air di dalam membran tersebut.
Penentuan Tekanan Operasional
Penelitian ini diberikan perlakuan tekanan yang berbeda-beda. Penentuan
tekanan operasional dilakukan secara try and eror (coba-coba) yaitu dengan cara
melewatkan larutan LiBr-H2O melalui membran reverse osmosis dimulai dari
tekanan yang paling rendah ke yang paling tinggi dimulai dari 2 bar sampai 8 bar
dengan skala 0.2. Nilai tekanan operasional ditetapkan ketika permeat sudah
mulai keluar dari membran dan sudah mulai stabil. Cara penentuan tekanan
seperti ini mengakibatkan tekanan yang digunakan setiap pengujian tidak akan
sama karena alat yang digunakan terbatas. Pemberian tekanan yang berbeda-beda
nantinya dapat digunakan untuk melihat pengaruh tekanan terhadap permeat dan
retentat.

9
Tabel 2 Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian uji kinerja mesin
pendingin absorpsi LiBrmenggunakan membran reverse osmosis
Nama Alat

Hybrid Recorder

Pompa Reverse
Osmosis

Membran Reverse
Osmosis Tipe TW301812-50

Gelas Erlemeyer

Fungsi

Membaca suhu pada
absorber, evaporator,
dan lingkungan

Memompa larutan LiBrmenuju membran

Memisahkan LiBr
dengan
H2O

Sebagai evaporator dan
absorber dan juga untuk
pembuatan larutan LiBrH2O

Termokopel

Untuk mengukur suhu
pada absorber,
evaporator, dan
lingkungan

Timbangan

Untuk mengukur massa
larutan absorban

Gambar

10

Refractometer

Membaca konsentrasi
dari larutan LiBr-H2O

Pressure meter

Membaca tekanan pada
aliran larutan

Pengambilan Data Percobaan
Pengukuran suhu dilakukan pada evaporator, absorber, dan lingkungan
selama proses pemisahan dan proses refrigerasi. Pengukuran suhu menggunakan
termokopel tipe K. Pada proses pemisahan, pengambilan suhu dilakukan setiap 5
menit selama 1 jam. Sedangkan pada proses refrigerasi, pengambilan suhu
dilakukan setiap 5 menit sekali sampai keadaan jenuh tercapai. Pembacaan suhu
dilakukan dengan menggunakan hybrid recorder.
Pada proses refrigerasi, suhu larutan yang ada di absorber akan berubah
selama proses penyerapan berlangsung. Hal ini dikarenakan perubahan suhu pada
ruang pengering yang terjadi serta pengaruh uap air yang terjerat. Apabila suhu
larutan semakin tinggi maka absorpsi uap akan berhenti.
Pada proses pemisahan dilakukan pengukuran tekanan operasional dengan
menggunakan pressure meter. Pengambilan data tekanan dilakukan pada awal
pengujian.
Pada proses refrigerasi dilakukan pengukuran massa larutan absorban yang
bertujuan untuk melihat laju penambahan air di absorber. Pengambilan data massa
dilakukan setiap 5 menit selama proses berlangsung. Massa akan diukur dengan
menggunakan timbangan.
Pemisahan Larutan LiBr-H2O dengan Membran
Pada tahap ini dilakukan proses pemisahan larutan dengan mengalirkan
larutan LiBr-H2O menggunakan pompa reverse osmosis dan melewatkan larutan
ke dalam membran. Dengan adanya daya dorong dari pompa dan karena ukuran
dari partikel LiBr lebih besar dari ukuran partikel membran, maka larutan garam
LiBr akan terpisah dengan larutan H2O. Proses pemisahan ini dilakukan untuk
melihat kinerja dari membran reverse osmosis tersebut.
Pengamatan kinerja membran reverse osmosis didapat dari pengaruh
tekanan terhadap fluks, dan pengaruh tekanan dan konsentrasi terhadap tingkat
rejeksi. Nilai fluks itu sendiri didapat dari rumus di bawah ini.

11

Sedangkan nilai rejeksi diperoleh dari rumus di bawah ini.

dimana:
R = rejeksi
= konsentrasi larutan
= konsentrasi permeat
Adapun prosedur penelitian dalam bentuk diagram alir disajikan pada
gambar di bawah ini:
Mulai

Tahapan Persiapan
Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi

Pembuatan Larutan LiBr-H2O
Pencucian Membran
Penentuan Tekanan
Pengambilan Data

Perhitungan dan Analisis Data

Selesai
Gambar 3 Diagram alir percobaan

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perangkaian Mesin Pendingin Absorpsi
Mesin pendingin absorpsi yang dirancang menggunakan tipe intermitten,
dimana komponen generator dan evaporator menggunakan gelas erlemeyer.
Proses pemisahan itu sendiri mmenggunakan membran reverse osmosis. Proses
regenerasi, larutan LiBryang ada di komponen absorber dialirkan dengan
pompa menuju membran reverse osmosis, karena ukuran pori membran lebih
kecil dari ukuran partikel LiBr maka terjadi pemisahan LiBr dengan
. LiBryang tidak melewati membran akan dikembalikan ke absorber dan
akan dialirkan ke evaporator. Dengan berpisahnya
, larutan LiBrmenjadi lebih pekat, sehingga dapat berfungsi sebagai absorber. Pada proses
absorpsi,
yang ada di komponen evaporator akan diuapkan. Oleh karena itu
dibutuhkan kalor, dimana kalor diambil dari lingkungan. Uap air yang terbentuk
akan diserap oleh Larutan LiBrpekat yang ada di absorber sehingga larutan
menjadi lebih encer. Gambar berikut adalah skema mesin pendingin absorpsi
LiBrmenggunakan membran reverse osmosis.
Membran RO

H2 O
LiBr pekat
Throttle

Throttle
Throttle

LiBr-H2O

Uap air

Absorber

Evaporator

Gambar 4 Skema mesin pendingin absorpsi LiBr-H2O menggunakan membran
reverse osmosis
Penentuan Tekanan pada Tiap-tiap Konsentrasi
Penelitian ini menggunakan larutan LiBrdengan 3 konsentrasi, yaitu
30%, 25%, dan 20% dimana tiap-tiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengujian
dengan tekanan masuk yang berbeda-beda. Semakin tinggi konsentrasi maka
tekanan masuk yang digunakan juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena
jumlah garam yang terdapat pada konsentrasi tinggi lebih banyak daripada jumlah
garam yang terdapat pada konsentrasi rendah sehingga untuk memisahkan garam
dengan air dibutuhkan tekanan yang lebih besar. Jika konsentrasi rendah diberikan
perlakuan tekanan yang sama dengan konsentrasi tinggi, maka akan menyebabkan

13
jumlah permeat yang dihasilkan akan lebih banyak dan konsentrasi permeat akan
lebih tinggi, begitu juga sebaliknya. Karena alasan inilah yang menyebabkan tiap
konsentrasi diberikan perlakuan tekanan yang berbeda-beda.
Penentuan suatu tekanan pada satu konsentrasi dilakukan secara try and
eror (coba-coba) dimulai dari tekanan yang paling rendah ke yang paling tinggi
dimulai dari 2 bar sampai 8 bar dengan skala 0.2. Nilai tekanan operasional
ditetapkan ketika permeat sudah mulai keluar dari membran dan sudah mulai
stabil. Cara yang sama dilakukan untuk perlakuan lainnya. Dari hasil pengujian
yang dilakukan, dapat disajikan tekanan operasi pada tiap konsentrasi pada tabel
di bawah ini.
Tabel 3 Tekanan yang digunakan pada masing-masing
pengujian
Tekanan (bar)
Konsentrasi
(%)
I
II
III
30
7.4
7.2
7.0
25
6.0
5.4
4.6
20
5.2
4.6
4.4

Kinerja Membran Reverse Osmosis pada Sistem Absorber

0.710
0.700
0.690
0.680
0.670
0.660

0.600
0.400
0.200
0.000
6.8

7.0

7.2

7.4

7.6

Tekanan Masuk (bar)
Tingkat Rejeksi

Fluks

Gambar 5 Grafik hubungan tekanan operasional
dengan tingkat rejeksi dan fluks pada
konsentrasi 30%

Fluks (L/h m2 )

Tingkat Rejeksi

Penelitian dilakukan untuk menguji kinerja penggunaan membran reverse
osmosis pada mesin pendingin absorpsi LiBr. Adapun parameter dalam
pengujian kinerja membran ini adalah fluks dan tingkat rejeksi.

0.680
0.670
0.660
0.650
0.640
0.630

0.440
0.420
0.400
0.380

Fluks (L/h m2 )

Tingkat Rejeksi

14

0.360
4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

Tekanan Masuk (bar)
Tingkat Rejeksi

Fluks

0.640

0.400
0.350
0.300
0.250
0.200

0.620
0.600
0.580
4.2

4.4

4.6

4.8

5.0

5.2

Fluks (L/h m2 )

Tingkat Rejeksi

Gambar 7 Grafik hubungan tekanan operasional
dengan tingkat rejeksi dan fluks pada
konsentrasi 25%

5.4

Tekanan Operasi (bar)
Tingkat Rejeksi

Fluks

Gambar 6 Grafik hubungan tekanan operasional
dengan tingkat rejeksi dan fluks pada
konsentrasi 20%
Pada konsentrasi 30%, fluks yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan
operasi 7.4 bar yaitu sebesar 0.522 L/h m², sedangkan tingkat rejeksi yang paling
tinggi dihasilkan pada tekanan 7.0 bar yaitu sebesar 0.7. Pada konsentrasi 25%,
fluks yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan operasi 6.0 bar yaitu sebesar
0.432 L/h m², sedangkan tingkat rejeksi yang paling tinggi dihasilkan pada
tekanan 4.6 bar yaitu sebesar 0.672. Pada konsentrasi 20%, fluks yang paling
tinggi dihasilkan pada tekanan operasi 5.2 bar yaitu sebesar 0.360 L/h m²,
sedangkan tingkat rejeksi yang paling tinggi dihasilkan pada tekanan 4.4 bar yaitu
sebesar 0.630.
Nilai fluks tiap konsentrasi dipengaruhi oleh tekanan operasi. Hal ini dapat
ditunjukkan pada gambar di atas. Semakin tinggi tekanan operasinya maka fluks
yang dihasilkan semakin besar. Peningkatan nilai fluks seiring dengan
peningkatan tekanan terjadi karena semakin besar tekanan maka semakin besar
pula daya dorong larutan menuju permukaan membran.
Tingkat rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan
suatu komponen agar tidak melewati membran. Pada konsentrasi 30% tekanan 7.0
bar (gambar 5), dihasilkan tingkat rejeksi sebesar 0.7 yang dapat diartikan bahwa
kemampuan membran dalam menahan garam LiBr mencapai 70% dan permeat
yang dihasilkan masih terkandung garam LiBr sebesar 30%.

15
Pada proses reverse osmosis pemisahan dilakukan berdasarkan ukuran
partikel. Partikel-partikel dengan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran pori
membran akan melewati membran dan keluar bersama aliran permeat sedangkan
partikel-partikel yang berukuran lebih besar daripada ukuran pori membran tidak
akan dapat melewati membran dan keluar bersama aliran retentat. Hal ini
berpengaruh pada tingkat rejeksi yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi
awal larutan maka semakin tinggi pula tingkat rejeksi yang dihasilkan. Hal ini
disebabkan karena larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan memiliki ukuran
partikel yang lebih besar daripada larutan dengan konsentrasi yang rendah.

Proses Absorpsi
Retentat dari membran merupakan larutan kuat yang selanjutnya dialirkan
ke absorber. Perpindahan massa refrigeran dari evaporator ke absorber terjadi
pada proses absorpsi. Proses absorpsi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi retentat
yang dihasilkan dari proses pemisahan. Semakin tinggi konsentrasi retentat yang
terbentuk maka semakin tinggi pula laju penyerapan uap air oleh larutan absorban
sehingga perpindahan massa semakin besar. Ini dikarenakan pada konsentrasi
yang tinggi, jumlah molekul garam lebih banyak sehingga kapasitas untuk
menyerap uap air lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Proses absorpsi dapat juga dipengaruhi oleh kemurnian permeat yang
dihasilkan. Permeat yang dihasilkan dalam proses pemisahan dikatakan murni jika
terbentuk 100% air. Semakin murni permeat yang dihasilkan maka akan semakin
mudah permeat diuapkan sehingga proses penyerapan akan berjalan dengan baik.
Jika di dalam permeat masih terkandung garam maka energi yang dibutuhkan
untuk penguapan akan lebih besar sehingga pada proses pemisahan sangat
diharapkan permeat yang dihasilkan murni. Tabel di bawah ini menunjukkan data
perpindahan massa, konsentrasi retentat dan konsentrasi permeat, serta
konsentrasi retentat akhir dan konsentrasi permeat akhir setelah proses absorbsi
terjadi.
Tabel 4 Penurunan suhu pada setiap konsentrasi
Konsentrasi
larutan awal
30%

25%

20%

Absorban
C
P
(%)
(kPa)
32
2.821
31.6
2.789
31.2
2.768
25.4
3.004
26
3.277
26.2
2.983
22.2
3.584
22.4
3.903
23
3.384

Refrigeran
C
P
(%) (kPa)
10
3.752
9.4
3.765
9
3.825
9
3.812
8.4
4.133
8.2
3.812
8.2
3.812
7.6
4.122
7.4
3.598

ΔP
(kPa)
0.931
0.976
1.057
0.808
0.856
0.829
0.228
0.219
0.214

Penurunan
suhu
(oC)
1.4
1.3
1.2
0.5
1.1
0.3
0.1
0.1
0.1

16
Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi retentat dan konsentrasi permeat
yang terbentuk dari proses pemisahan dapat mempengaruhi proses absorpsi.
Konsentrasi retentat yang paling tinggi akan mengakibatkan perpindahan massa
yang paling tinggi juga, begitu juga dengan permeat, semakin kecil konsentrasi
permeat maka semakin besar pula perpindahan massa yang terjadi. Akan tetapi
konsentrasi retentat dan konsentrasi permeat harus didukung dengan jumlah
(fluks) yang dihasilkan. Pada konsentrasi LiBr30% tekanan operasional 6
bar menghasilkan konsentrasi retentat 31.2% dan konsentrasi permeat 9%.
Walaupun percobaan ini menghasilkan konsentrasi permeat yang rendah namun
perpindahan massa yang terjadi justru kecil, hal ini disebabkan karena pada proses
pemisahan fluks yang dihasilkan kecil juga, yaitu sebesar 0.216 L/h
sehingga
jumlah permeat juga sedikit.

Hubungan Retentat dengan Absorban terhadap Penurunan Suhu

Suhu (oC)

Hasil pengujian perbedaan konsentrasi dan perbedaan tekanan operasi pada
proses pemisahan LiBrmemberikan pengaruh yang besar terhadap
kemurnian dari permeat dan konsentrasi retentat yang dihasilkan, yang
ditunjukkan oleh nilai tingkat rejeksi.
Penurunan tingkat rejeksi akan memberikan dampak terhadap temperatur
evaporator. Dengan menurunnya nilai tingkat rejeksi maka konsentrasi retentat
akan semakin kecil yang menyebabkan kemampuan penyerapan semakin
berkurang. Begitu juga dengan kemurnian permeat, dengan menurunnya nilai
tingkat rejeksi, maka permeat semakin tidak murni atau masih mengandung LiBr
sehingga dalam proses penguapan di evaporator, air yang diuapkan semakin
sedikit mengakibatkan kemampuan air dalam mengambil kalor dari lingkungan
juga semakin berkurang. Hal ini berpengaruh pada suhu pendinginan dan lama
pendinginan. Gambar di bawah ini, pada masing-masing konsentrasi, menjelaskan
perubahan temperatur evaporator selama waktu penyerapan (absorpsi).
29.5
29.0
28.5
28.0
27.5
27.0
0

5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Waktu (menit)
ulangan 1

ulangan 2

ulangan 3

Gambar 8 Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada
konsentrasi 30%
Pada konsentrasi 30%, percobaan pertama diperoleh tingkat rejeksi sebesar
0.667. Temperatur yang mampu dicapai 27.4°C dengan temperatur awal 28.8°C.
Lamanya waktu pendinginan yaitu 45 menit. Percobaan kedua diperoleh tingkat

17
rejeksi sebesar 0.687. Temperatur yang mampu dicapai 27.4°C dengan temperatur
awal 28.7°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 50 menit. Percobaan ketiga
diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.7. Temperatur yang mampu dicapai 27.6°C
dengan temperatur awal 28.8°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 60 menit.

Suhu (oC)

29.5
29
28.5
28
27.5
27
0

5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Waktu (menit)
ulangan 1

ulangan 2

ulangan 3

Gambar 9 Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada
konsentrasi 25%

Suhu (oC)

Pada konsentrasi 25%, percobaan pertama diperoleh tingkat rejeksi sebesar
0.640. Temperatur yang mampu dicapai 27.5°C dengan temperatur awal 28.1°C.
Lamanya waktu pendinginan yaitu 20 menit. Percobaan kedua diperoleh tingkat
rejeksi sebesar 0.664. Temperatur yang mampu dicapai 28.4°C dengan temperatur
awal 29.5°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 35 menit. Percobaan ketiga
diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.672. Temperatur yang mampu dicapai 27.3°C
dengan temperatur awal 27.6°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 20 menit.
Grafik pada gambar 9 ini diperoleh, pada awal proses absorpsi, suhu
evaporator pada ketiga ulangan berbeda-beda, hal ini dikarenakan percobaan
dilakukan pada hari yang berbeda sehingga suhu lingkungan yang berbeda dapat
mempengaruhi proses absorpsi ketika percobaan dilakukan.
29.5
29
28.5
28
27.5
27
0

5

10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Waktu (menit)
ulangan 1

ulangan 2

ulangan 3

Gambar 10 Grafik hubungan suhu terhadap waktu pada
konsentrasi 20%
Pada konsentrasi 20%, percobaan pertama diperoleh tingkat rejeksi sebesar
0.590. Temperatur yang mampu dicapai 28.9°C dengan temperatur awal 29.0°C.

18
Lamanya waktu pendinginan yaitu 5 menit. Percobaan kedua diperoleh tingkat
rejeksi sebesar 0.620. Temperatur yang mampu dicapai 29.3°C dengan temperatur
awal 29.4°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 5 menit. Percobaan ketiga
diperoleh tingkat rejeksi sebesar 0.630. Temperatur yang mampu dicapai 28.5°C
dengan temperatur awal 28.6°C. Lamanya waktu pendinginan yaitu 5 menit.
Grafik pada gambar 10 ini diperoleh, pada awal proses absorpsi, suhu
evaporator pada ketiga ulangan berbeda-beda, hal ini dikarenakan percobaan
dilakukan pada hari yang berbeda sehingga suhu lingkungan yang berbeda dapat
mempengaruhi proses absorpsi ketika percobaan dilakukan. Pada kondisi ini juga
data yang diberikan hanya sampai 10 menit dikarenakan pada menit ke-10 sudah
terjadi kenaikan suhu, yang berarti proses penyerapan telah selesai.
Dari ketiga grafik di atas, dapat dilihat terjadi penurunan suhu yang sangat
rendah. Hal ini dikarenakan dari proses regenerasi dihasilkan konsentrasi retentat
yang masih kecil dan permeat yang dihasilkan tidak murni air atau masih
mengandung LiBr. Semakin tinggi konsentrasi retentat dan semakin murni
permeat yang dihasilkan maka semakin tinggi juga penurunan suhu yang terjadi
dan waktu pendinginan juga semakin lama. Adapun faktor yang menyebabkan
konsentrasi retentat yang kecil dan permeat yang tidak murni adalah penggunaan
membran reverse osmosis yang tidak sesuai untuk pemisahan H2O dengan LiBr.

Analisis terhadap Kinerja Siklus Refrigerasi
Pengujian yang telah dilakukan harus dilakukan analisis untuk menilai
kinerja dari sistem pendingin ini. Analisis dilakukan dengan menggunakan
persamaan di bawah ini.

Dimana:
COP : Coefficient of Performance
: Panas di Evaporator (kW)
: Laju alir massa (kg/detik)
: Enthalpy uap (kJ/kg)
: Enthalpy air (kJ/kg)
: energi pompa (kW)


Perhitungan nilai COP untuk konsentrasi 30% percobaan ke-1
Proses refrigerasi
1.
Pada perhitungan COP, massa air diambil dari 5 menit terakhir proses
refrigerasi. Sehingga massa air setelah proses refrigerasi sebesar
0.48749 kg, dan massa air sebelumnya sebesar 0.48695 kg, dimana
waktu yang diperlukan untuk proses refrigeran adalah 5 menit.
2.
Sehingga laju alir massa sebesar =
kg/detik.
3.
Dari tabel A.1 dapat diperoleh enthelpy air
dan enthalpy uap (
Pada percobaan ini, diperoleh
= 114.80 kJ/kg dan
= 2551.72
kJ/kg

19
4.

Sehingga nilai

= 0.0044 kW



Energi Pompa
1.
Spesifikasi pompa: Q = 0.31 GPM dan P = 100 psi.
2.
Ubah satuan Q dan P
Q=
dan P = 6.89
3.
Sehingga nilai
= 0.016 kW



Nilai COP (Coefficient of Performance)
Sehingga nilai COP pada percobaan ini mencapai 0.271

COP

Dengan cara perhitungan yang sama, dapat diketahui nilai COP pada
percobaan yang lainnya. Grafik di bawah ini menunjukkan nilai COP setiap
percobaan.
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0

1

2

3

4

Percobaan ke-

konsentrasi 30%

konsentrasi 25%

konsentrasi 20%

Gambar 11 Grafik Nilai COP
Grafik di atas menunjukkan adanya perbedaan nilai COP pada setiap
percobaan. Hal ini disebabkan karena permeat yang terbentuk tidak murni air
melainkan masih bercampur garam. Semakin tinggi konsentrasi permeat maka uap
yang terbentuk semakin sedikit ditandai dengan perubahan konsentrasi yang kecil.
Dari grafik di atas, COP yang memiliki nilai yang paling tinggi sebesar 0.270 ada
pada konsentrasi 30% dengan tekanan operasi 7.4 bar.
Pada masing-masing konsentrasi menghasilkan COP yang sangat berbeda
pada setiap percobaannya, khususnya pada percobaan 30%. Percobaan pertama
(tekanan 7.4 bar) memiliki COP sebesar 0.270, percobaan kedua (tekanan 7.2 bar)
menghasilkan COP sebesar 0.266 bar, dan percobaan ketiga (tekanan 7.0 bar)
menghasilkan COP sebesar 0.130.
Menurut Stoecker dan Jones (1989), COP absorpsi tidak dapat dibandingkan
dengan COP sistem kompresi uap, COP absorpsi yang rendah tidak harus
dianggap sangat merugikan bagi sistem absorpsi, karena COP pada daur kompresi
uap (sebagai pembanding) memperoleh energi dalam bentuk kerja, sedangkan
pada sistem absorpsi memperoleh energi dalam bentuk kalor. Kalor umumnya
dianggap sebagai level energi yang paling rendah.

20
Konsep Rancangan Awal Evaporator dan Absorber
Mesin pendingin absorpsi LiBrdengan menggunakan membran
reverse osmosis yang digunakan dalam penelitian ini belum sempurna karena
komponen evaporator dan absorber masih menggunakan gelas erlemeyer. Oleh
karena itu perlu kiranya dilakukan perancangan kembali untuk merancang
evaporator dan absorber, sehingga mesin pendingin absorpsi ini dapat lebih
optimal.
Komponen evaporator dan absorber ini nantinya akan diberikan tekanan
vakum dan diharapkan suhu yang digunakan untuk penguapan semakin rendah
sehingga suhu lingkungan yang didinginkan akan semakin tinggi. Gambar di
bawah ini menunjukkan gambar visual dari rangkaian evaporator dan absorber
yang disarankan.

Gambar 12 Gambar komponen evaporator dan absorber

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penggunaan membran reverse osmosis dalam pemisahan LiBr dengan H2O
tidak menunjukkan hasil yang diharapkan karena nilai permeat yang dihasilkan
masih mengandung LiBr yang cukup banyak.
Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui nilai COP pada masingmasing konsentrasi. Nilai COP pada konsentrasi 30% adalah sebesar 0.130 –
0.270, nilai COP pada konsentrasi 25% adalah sebesar 0.035 – 0.055, dan nilai
COP pada konsentrasi 20% adalah sebesar 0.015 – 0.025.
Faktor yang mempengaruhi rendahnya COP antara lain tidak sempurnanya
uap air yang dihasilkan karena H2O masih mengandung LiBr, selain itu faktor
konsentrasi retentat (larutan absorban) juga berpengaruh pada nilai COP yang

21
dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi retentat yang terbentuk maka penyerapan
uap air semakin besar dan waktu pendinginan semakin lama sehingga nilai COP
akan semakin tinggi.

Saran
Dapat dilakukan penelitan lanjutan yang meneliti membran yang selektif
sehingga dihasilkan konsentrasi permeat yang lebih rendah (murni).
Merancang kembali absorber dan evaporator sehingga menjadikan sistem
pendingin yang kompleks.

DAFTAR PUSTAKA
Brocks TD, 1983. Membrane Filtration; A User’s Guide and Reference Manual
Science Technology. Madison Inc.
Cheryan M. 1992. Concentration of Liquid Foods by Reverse osmosis. Di dalam
Heldman DR, Lund DB. Handbook of Engineering. New York: Marcel Dekker
Inc.
Fellows PJ. 1992. Food Processing Technology, Principles and Practice. New
York: Ellis Horwood
Kamaruddin, et.al. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. Diktat Kuliah. Departemen
Teknik Pertanian, FATETA, IPB. Bogor.
Marshall KR. 1980. Physico-Chemical Separations. Ultrafiltration and Reverse
Osmosis. Melbourne: Di dalam: Treating Food Wastes For Profit Workshop.
Mc. Lellan MR. 1993. An Overiew of juice Filtration Technology. Di dalam
Downing DL, editor. New York: Jice Technology Workshop.
Osada Y, Nakagawa T. 1992. Membrane Science and Technology. New York:
Marcel Dekker Inc.
Paulsen DJ. 1984. Membrane Technology in Food Processing. J Food Technology
38(12):77-87.
Scott K, Hughes R. 1996. Industrial Membran Separation Technology. London:
Blakie Academic and Proffesionals.
Stoecke