Analysis on performance of inter-regional cooperation institutions in improving regional economies of scale: a study of institutional aspects a case study of inter-regional cooperation of Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap And Kebumen

ANALISIS KINERJA LEMBAGA KERJASAMA ANTARDAERAH
DALAM MENINGKATKAN SKALA EKONOMI DAERAH:
KAJIAN ASPEK KELEMBAGAAN
Studi Kasus Kerjasama Antar Daerah Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen

BAMBANG TRI HARSANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Kinerja Lembaga
Kerjasama Antar Daerah Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah: Kajian Aspek
Kelembagaan (Studi Kasus Kerjasama Antar Daerah Banjarnegara, Purbalingga,
Banyumas, Cilacap Dan Kebumen) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli, 2012

Bambang Tri Harsanto
NIM. H 162070011

ABSTRACT
BAMBANG TRI HARSANTO. Analysis on Performance of Inter-Regional
Cooperation Institutions in Improving Regional Economies of Scale: A Study of
Institutional Aspects A Case Study of Inter-Regional Cooperation of Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap and Kebumen. Supervised by DEDI BUDIMAN
HAKIM,
KOMARSA
GANDASASMITA,
and
AKHMAD
FAUZI.
Cooperation between regions is an issue that needs attention from the government

because of its role in helping to solve socio-political and economical problems in the
region as a result of the negative effects of regional autonomy. For this reason, this
study is focused on the study of the role of inter-regional cooperation in solving the
economic problem, i.e. a low scale of local economy. By taking the case of the interregional cooperation institutions of BARLINGMASCAKEB, this study aimed to: (1)
identify the factors that trigger the formation of inter-regional cooperation, (2) evaluate
the performance of inter-regional cooperation, (3) determine whether the formation of
inter-regional cooperation is an appropriate strategy for strengthening the scale of
regional economy, and (4) formulate an appropriate form of inter-regional cooperation
in order to perform its functions optimally. The data analyzed in this study are of
primary and secondary data. The primary data were taken from the respondents by a
purposive sampling while the secondary data were collected from the documents of
various institutions such as regencies in figures, the report of SKPD activities, and the
reports of BARLINGMASCAKEB Regional Management. By using a descriptive
analysis, game analysis, transaction cost analysis and AHP (Analytical Hierarchy
Process), this study obtained the following results: (1) the motivation to form the interregional cooperation institution was to conduct a joint marketing of the economic
potential at the regional level and make cooperation and synergy among the regions to
enhance regional economic development; (2) the resulted performance in terms of
output or outcome is still at a very low level; (3) based on the game analysis and
transaction cost analysis, the establishment of inter-regional cooperation institutions was
effective and efficient to improve the regional economic scale; and (4) the autonomous

form of inter-regional cooperation institution was the strategy selected by expert
respondents in an effort to improve the functions of inter-regional cooperation
institutions.
Key words: inter-regional cooperation, regional economies of scale, autonomous interregional cooperation institutions

RINGKASAN
BAMBANG TRI HARSANTO. Analisis Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah: Kajian Aspek Kelembagaan Studi Kasus
Kerjasama Antar Daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap Dan Kebumen.
Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM, KOMARSA GANDASASMITA, dan
AKHMAD FAUZI.
Kerjasama antar daerah mulai dikembangkan di Indonesia sejak kebijakan
otonomi daerah diterapkan. Otonomi diberikan kepada pemerintah daerah dengan tujuan
untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, hasil
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia masih jauh dari harapan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kegagalan pelaksanaan otonomi daerah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat disebabkan oleh dua hal. Pertama, munculnya permasalahan sosial politik
sebagai akibat dari ekses negatif pelaksanaan otonomi daerah. Kedua, hampir setiap
daerah menghadapi persoalan ekonomi berupa rendahnya skala ekonomi yang dimiliki

oleh masing-masing daerah sehingga setiap daerah menjadi sangat sulit untuk
mengembangkan kegiatan perekonomian daerahnya. Untuk mengatasi dua persoalan
tersebut kegiatan kerjasama antar daerah dapat dijadikan solusi.
Melihat pentingnya manfaat kerjasama antar daerah bagi peningkatan
pembangunan ekonomi daerah dan pelayanan publik kepada masyarakat maka telah
banyak pemerintah kabupaten/kota di Indonesia yang melakukan kerjasama antar
daerah. Namun demikian, pelaksanaan fungsi dari forum-forum kerjasama antar daerah
tersebut masih jauh dari ideal. Dalam konteks ini menjadi penting untuk melihat
bagaimana prinsip-prinsip dasar pengelolaan kerjasama antar daerah dijalankan
sehingga dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Atas dasar hal tersebut, dengan
mengambil kasus pada lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB,
penelitian ini tertarik untuk mengkaji bagaimana kinerja lembaga kerjasama antar
daerah dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai tujuan sebagaimana yang
diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mendorong terbentuknya kerjasama a nt a r daerah; ( 2 ) Mengevaluasi kinerja lembaga
kerjasama antar daerah; (3) Menganalisis kebijakan pembentukan kerjasama antar
daerah sebagai strategi penguatan skala ekonomi daerah; dan (4) Merumuskan format
kelembagaan yang tepat bagi lembaga kerjasama antar daerah agar dapat menjalankan
fungsinya secara optimal.

Penelitian ini dilakukan di lima kabupaten yang ter gabung dalam lembaga

kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB yang meliputi Kabupaten
Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen Provinsi Jawa Tengah.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data
primer diambil dari responden dengan cara purposive sampling. Sedangkan data
sekunder diambil dari dokumen dari berbagai instansi terkait seperti kabupaten dalam
angka, laporan kegiatan SKPD, dan laporan Kegiatan Regional Management
BARLINGMASCAKEB. Sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik analisis deskriptif, analisis permainan (game analysis), analisis biaya
transaksi dan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process).

Dari berbagai teknik analisis yang digunakan, hasil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut; (1) Lembaga kerjasama antar daerah BARLINGMASCAKEB dibentuk
dengan motif untuk melakukan kegiatan pemasaran bersama potensi ekonomi di tingkat
regional dan melakukan kerjasama dan sinergi antar daerah untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi wilayah; (2) Capaian kinerja dari sisi output maupun outcome
masih menunjukkan tingkatan yang sangat rendah; (3) Berdasarkan analisis permainan
(game analysis) dan analisis biaya transaksi pembentukan lembaga kerjasama antar
daerah efektif dan efisien untuk meningkatkan skala ekonomi daerah; dan (4) Format

kelembagaan dalam bentuk lembaga otonom kerjasama antar daerah merupakan strategi
yang dipilih responden expert dalam upaya meningkatkan fungsi kelembagaan
kerjasama antar daerah.
Kata kunci: kerjasama antar daerah, skala ekonomi daerah, lembaga otonom kerjasama
antar daerah

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a.
Mengutip hanya untk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ANALISIS KINERJA LEMBAGA KERJASAMA ANTAR DAERAH
DALAM MENINGKATKAN SKALA EKONOMI DAERAH:

KAJIAN ASPEK KELEMBAGAAN
Studi Kasus Kerjasama Antar Daerah Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen

BAMBANG TRI HARSANTO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc.

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2011 adalah implementasi kerjasama antar
pemerintah daerah dengan judul Analisis Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah: Kajian Aspek Kelembagaan (Studi Kasus
Kerjasama Antar Daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap Dan
Kebumen).
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman
Hakim, M.Ec., Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc., dan Bapak Prof. Dr. Ir.
Akhmad Fauzi, M.Sc. selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Drs. Budi Wibowo, M.Si., Bapak Ir. Setiyadi, M.Si., Bapak
Drs. Titho AW, M.Si, Bapak Drs. Nooryono, M.M, Bapak Drs. Prasetyo Murbulat,
M.M. dan Ibu Dra. Rohmah Hidayati selaku anggota Dewan Eksekutif RM
BARLINGMASCAKEB yang telah memberikan kemudahan dan membantu penulis
dalam mendapatkan data.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Rektor Universitas Jenderal
Soedirman, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta Ketua Program Studi

Ilmu Administrasi Negara yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi pada
program doktor Sekolah Pascasarjana Istitut Pertanian Bogor.
Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih kepada ayah, ibu, istri, dan anakanak tercinta atas segala doa, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012
Bambang Tri Harsanto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwodadi, Grobogan pada tanggal 5 Desember 1961
sebagai anak ketiga dari pasangan Suprat Kiswoto dan Karyatun. Pada tahun 1991
menikah dengan Dra. Suwiati, M.Si. dan dikaruniai dua orang putri Dyah Wahyu Nastiti
dan Dyah Anggita Rati. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada,
lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1994 penulis diterima di Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan
menamatkannya pada tahun 1997. Kesempatan melanjutkan ke program doktor pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaaan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia.
Sejak tahun 1987 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.

DAFTAR ISI

Halaman
v
DAFTAR TABEL ...................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
1
I
PENDAHULUAN .........................................................................
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................

10
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................
17
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................
17
1.5. Kebaruan Penelitian (Novelty) .................................................
17
19
II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
2.1. Kerjasama Antar Daerah ..........................................................
19
2.2. Teori Kerjasama Antar Daerah ................................................
19
2.2.1. Teori Model Kemitraan Antar Pemerintah Daerah ........
19
2.2.2. Game Theory ... ..............................................................
21
2.2.3. Teori Kemitraan Regional Untuk Pembangunan
Ekonomi ......................................................................
22
2.3. Teori Regionalisasi ..................................................................
26
2.4. Teori Tindakan Kolektif ..........................................................
29
2.5. Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah .................................
32
2.5.1. Pengertian Kelembagaan ............................................
32
2.5.2 Tingkatan Kelembagaan ..............................................
33
2.5.3. Teori Perubahan Kelembagaan ...................................
34
2.5.4. Intergovernmental Networks Sebagai Mekanisme
37
Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah ....................

III

2.5.5. Format Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah .........
2.5.5.1. Format Kerjasama ..........................................
2.5.5.2. Pengelolaan Kerjasama ..................................
2.5.5.3. Struktur Organisasi .......................................
2.5.5.4. Kerangka Regulasi .........................................
2.5.5.5. Sumber Pendanaan ........................................
2.6. Konsep Kinerja Organisasi .....................................................
2.6.1. Pengertian Kinerja Organisasi ..................................
2.6.2. Evaluasi Kinerja Organisasi .....................................
2.7. Penelitian Terdahulu ..............................................................
2.7.1. Penelitian Lembaga Kerjasama Antar Daerah di
Indonesia .....................................................................
2.7.2. Penelitian Lembaga Kerjasama Antar Daerah di
Negara Lain .................................................................
2.7.3. Penelitian Lembaga Kerjasama Antar Daerah di
Amerika Serikat .........................................................

38
38
44
45
46
48
49
49
49
50

METODE PENELITIAN ...........................................................
3.1. Kerangka Pemikiran ...............................................................
3.2. Hipotesis ................................................................................

59
59
61

i

50
52
56

IV

V

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
3.4. Unit Analisis .........................................................................
3.5. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data .......................
3.6 Teknik Pengambilan Sampel ................................................
3.7. Metode Analisis Data ............................................................
3.7.1. Identifikasi Faktor Pendorong Terbentuknya Lembaga
Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB .....
3.7.2. Evaluasi Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB ............................................
3.7.3. Analisis Kebijakan Pembentukan Lembaga Kerjasama
Antar Daerah Sebagai Strategi Penguatan Skala
Ekonomi Daerah ..........................................................
3.7.4. Merumuskan Format Kelembagaan yang Tepat Bagi
Lembaga KSAD BARLINGMASCAKEB .................
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ...................
4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kabupaten di
Wilayah BARLINGMASCAKEB ...........................................
4.2. Indikator Kependudukan ........................................................
4.3. Indikator Pengembangan Sumberdaya Manusia .....................
4.4. Indikator Perekonomian ..........................................................
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………….
5.1. Indentifikasi Faktor Pendorong Terbentuknya Lembaga
Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB ................
5.1.1. Proses Pembentukan Lembaga Kerjasama Antar
Daerah BARLINGMASCAKEB .............................
5.1.2. Motif Pembentukan Lembaga Kerjasama Antar
Daerah BARLINGMASCAKEB ............................
5.1.3. Skala Ekonomi Daerah Sebelum Terbentuknya
Lembaga Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB .........................................
5.1.4. Kondisi Tipologi dan Hirarkhi Wilayah ...................
5.2. Evaluasi Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB .........................................................
5.2.1. Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB ...........................................
5.2.2. Evaluasi Kinerja Lembaga Kerja Sama Antar
Daerah Dari Sisi Output .........................................
5.2.3. Evaluasi Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
Dari Sisi Outcome ...................................................
5.2.4. Identifikasi Penyebab Rendahnya Kinerja Lembaga
Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB ..
5.2.5. Analisis Kritis Dimensi Kelembagaan Sebagai
Pengaruh Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB ...........................................
5.3. Analisis Kebijakan Pembentukan Lembaga Kerjasama Antar
Daerah Sebagai Strategi Penguatan Skala Ekonomi Daerah. ..
5.3.1. Analisis Efektivitas Kelembagaan Kerjasama Antar
Daerah .......................................................................

ii

62
62
63
63
64
64
68

73
79
85
85
87
91
95
99
99
99
103
107
120
129
130
144
158
163

170
181
181

5.3.2. Analisis Efisiensi Kelembagaan Kerjasama Antar
Daerah ......................................................................
5.4. Format Kelembagaan Yang Tepat Bagi Lembaga Kerjasama
Antar Daerah BARLINGMASCAKEB ................................
5.4.1. Tahap Dekomposisi .....................................................
5.4.2. Tahap Comparative Judgement ..................................
5.4.3. Tahap Synthesis of Priority ........................................
VI SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
6.1. SIMPULAN ............................................................................
6.2. SARAN ...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
LAMPIRAN …………………………………………………………...

iii

189
199
199
200
204
215
215
215
217
223

iv

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16
17
18
19
20
21
22

23
24
25

26

Halaman
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran
di Indonesia Tahun 1996 – 2011 ......................................................
2
Nama Lembaga dan Pola Kerjasama Antar Daerah di Indonesia .....
7
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen
Tahun 1999 – 2003 ...........................................................................
11
Inisiasi Kegiatan Investasi di BARLINGMASCAKEB ....................
15
Perbedaan Proses Regionalisasi Sentralistik dan Desentralistik ……
28
Kelompok Sampel dan Jumlah Responden ………………………… 64
Pengukuran Skala Ekonomi Daerah ..................................................
65
Indikator Hirarkhi Wilayah Pertanian serta Perdagangan dan
Industri Kabupaten di wilayah BARLINGMASCAKEB tahun 2002.
66
Kriteria Penentuan Hirarkhi Wilayah Berdasarkan Kelengkapan
Sarana dan Prasarana Sosial dan Ekonomi Wilayah ......................... 67
Pengukuran Kinerja Dari Sisi output berdasar perbandingan realisasi
capaian terhadap target capaian program kerja lembaga KSAD ........
69
Pengukuran Kinerja Dari Sisi output berdasar penghitungan
efisiensi biaya (cost-efficiency) ......................................................... 70
Pengukuran Capaian Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
Dilihat Dari Sisi outcome .................................................................
70
Panduan Analisis Faktor Pengaruh Kinerja Lembaga KSAD
72
Matriks Pay off Kerjasama Antar Daerah dalam Meningkatkan
Skala
75
Ekonomi Daerah ................................................................................
Perhitungan Nilai Pay Off Untuk Analisis Game Theory ………….
76
Aktivitas Biaya Transaksi Pada Kegiatan Peningkatan Skala
Ekonomi Daerah ..............................................................................
78
Skala Banding Secara Berpasangan ..................................................
81
Nilai RI pada ordo bermatriks n ........................................................
82
Matriks Pendapat Individu ................................................................
82
Ketinggian Wilayah BARLINGMASCAKEB .................................
85
Perkembangan IPM Kabupaten Di Wilayah
BARLINGMASCAKEB dan Provinsi Jawa Tengah ......................
93
Jumlah Investasi Yang Masuk di Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB dan Kabupaten Lain di Provinsi Jawa
108
Tengah (Rupiah) ..............................................................................
Jumlah Penduduk Bekerja, Pencari Kerja dan Angkatan Kerja di
Wilayah BARLINGMASCAKEB dan di Provinsi Jawa Tengah ...... 110
Proporsi Jumlah Pendududk Bekerja Terhadap Angkatan Kerja di
Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB (%) ....................... 112
Banyaknya Obyek Wisata Yang Telah Memberikan Nilai Ekonomi
di Wilayah BARLINGMASCAKEB dan Kabupaten lain di Jawa
Tengah Tahun 2000 – 2003 .............................................................
114
Banyaknya Potensi dan Obyek Wisata Yang Telah Memberikan
Nilai Ekonomi di Wilayah BARLINGMASCAKEB

v

27
28
29

30
31

32
33
34
35
36
37

38
39
40

41

42
43

44
45
46

Tahun 2000 -2003 ...............................................................................
Pendapatan Sektor Pariwisata Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB (Rupiah) ....................................................
Persentase Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Wilayah BARLINGMASCAKEB (%) ........................
Proporsi Pemanfaatan Sumberdaya Tambang di Kabupaten di
Wilayah BARLINGMASCAKEB dan Provinsi Jawa Tengah
Sampai Dengan Tahun 2003 .............................................................
Banyaknya Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Yang
Dikeluarkan Pemerintah Daerah tahun 2000 – 2003 ........................
Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Migas di Wilayah
BARLINGMASCAKEB Tahun 2002 (Persen) ...............................
Besarnya Nilai PAD Kabupaten Di Wilayah
BARLINGMASCAKEB ……………………………………………
Indikator Hirarkhi Wilayah Pertanian Kabupaten di wilayah
BARLINGMASCAKEB tahun 2002 ………………………………
Indikator Hirarkhi Wilayah Perdagangan dan Industri Kabupaten di
Wilayah BARLINGMASCAKEB tahun 2002 …………………….
Rekapitulasi Transaksi Pasar Lelang BARLINGMASCAKEB .......
Daftar Kegiatan dan Hasil yang Dicapai Oleh Regional
Management BARLINGMASCAKEB ...........................................
Indikator Kinerja Lembaga Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB Berdasar Perbandingan Target
Dan Realisasi Program Kerja ............................................................
Alokasi Anggaran Kegiatan Lembaga KSAD
BARLINGMASCAKEB Tahun 2003 -2009 ...................................
Investasi Baru yang Masuk di Kabupaten di Wilayah
Barlingmascakeb ...............................................................................
Pengukuran Kinerja Dari Sisi Output Berdasarkan Penghitungan
Efisiensi Biaya (Cost-Efficiency) Untuk Kegiatan Fasilitasi
Investasi Daerah ..............................................................................
Pengukuran Kinerja Dari Sisi Output Berdasarkan Penghitungan
Efisiensi Biaya (Cost-Efficiency) Untuk Kegiatan Perdagangan
Produk Daerah .................................................................................
Retribusi Pariwisata Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB .................................................................
Pengukuran Kinerja Dari Sisi Output Berdasarkan Penghitungan
Efisiensi Biaya (Cost-Efficiency) Untuk Kegiatan Pengembangan
Pariwisata Regional .........................................................................
Nilai Investasi yang Masuk di Kabupaten Sebelum dan Sesudah
adanya Lembaga KSAD di Wilayah Barlingmascakeb ...............
Kontribusi Besarnya Investasi Yang Masuk di Kabupaten Yang
Difasilitasi Oleh Lembaga KSAD BARLINGMASCAKEB ..........
Kontribusi Tenaga Kerja Yang Bekerja di Perusahaan di Kabupaten
Yang Keberadaannya Di Fasilitasi Lembaga KSAD
BARLINGMASCAKEB .................................................................

vi

115
116
117

118
120

121
122
123
125
138
142

146
148
150

150

155
157

157
160
161

162

47

48

49
50

51

52

53

54

55
56
57
58
59

60

61

62

63
64
65

Kontribusi Pengelolaan Perusahaan Pertambangan dan Penggalian
di Kabupaten Yang Keberadaannya Di Fasilitasi Oleh Lembaga
KSAD BARLINGMASCAKEB ....................................................
Kontribusi Jumlah Obyek Wisata Yang Telah memberikan Manfaat
Ekonomi di Kabupaten Yang Keberadaannya Di Fasilitasi Oleh
Lembaga KSAD BARLINGMASCAKEB ......................................
Pay off dari Masing-Masing Pelaku KSAD BARLINGMASCAKEB
Th 2009 ............................................................................................
Matriks Pay off Game Interaksi Kabupaten Banjarnegara dan
Empat Kabupaten Lain Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi
Daerah (dalam milyar rupiah) ..........................................................
Matriks Pay off Game Interaksi Kabupaten Purbalingga dan Empat
Kabupaten Lain Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah
(dalam milyar rupiah) .......................................................................
Matriks Pay off Game Interaksi Kabupaten Banyumas dan Empat
Kabupaten Lain Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah
(dalam milyar rupiah) .......................................................................
Matriks Pay off Game Interaksi Kabupaten Cilacap dan Empat
Kabupaten Lain Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah
(dalam milyar rupiah) .......................................................................
Matriks Pay off Game Interaksi Kabupaten Kebumen dan Empat
Kabupaten Lain Dalam Meningkatkan Skala Ekonomi Daerah
(dalam milyar rupiah) .......................................................................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Pelaku Berdasarkan
Fungsi Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah ...............................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Berdasarkan
Pelaku Birokrasi .................................................................................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Berdasarkan
Pelaku Tenaga Profesional ................................................................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Berdasarkan
Pelaku Campuran Antara Birokrasi dan Tenaga Profesional ……….
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Strategi Pembentukan
Lembaga Kerjasama Antar Daerah Berdasarkan Kriteria
Mengurangi Terjadinya Ekternalitas ................................................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Strategi Pembentukan
Lembaga Kerjasama Antar Daerah Berdasarkan Kriteria
Peningkatan Efisiensi .......................................................................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Strategi Pembentukan
Lembaga Kerjasama Antar Daerah Berdasarkan Kriteria
Peningkatan Pelayanan Publik ........................................................
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Strategi Pembentukan
Lembaga Kerjasama Antar Daerah Berdasarkan Kriteria
Kepentingan Politik ...........................................................................
Skala Prioritas Pelaku ......................................................................
Penghitungan Nilai Bobot Kriteria dan Skala Prioritas Kriteria ......
Skala Prioritas Strategi …………………………………………….

vii

163

163
183

183

185

186

187

188
201
201
202
202

202

203

203

203
204
206
208

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perkembangan Kontribusi PAD Terhadap APBD Kabupaten di
Wilayah BARLINGMASCAKEB .....................................................
12
2 Transaksi Pasar Lelang BARLINGMASCAKEB
Tahun 2004 – 2009 ………………………………………………….
14
3 Teori Kemitraan Regional Untuk Pembangunan Ekonomi ...............
25
4 Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 61
5 Lokasi Penelitian Menurut Pembagian Wilayah Administratif
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah ..........................................
62
6 Hierarki Peningkatan Fungsi Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah
BARLINGMASCAKEB ...................................................................
80
7 Jumlah Penduduk Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB
Tahun 2009 .......................................................................................
88
8 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB Tahun 2009 ..............................................
89
9 Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB Tahun 2009 ...............................................
90
10 Perkembangan IPM Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB
dan Provinsi Jawa Tengah ………………………………………….
92
11 Persentase Pendududk Miskin Di BARLINGMASCAKEB
dan Jawa Tengah ................................................................................ 95
12 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB ...................................................................
98
13 Bagan Struktur Organisasi Regional Management
BARLINGMASCAKEB .................................................................... 103
14 Proporsi Penduduk Bekerja Terhadap Angkatan Kerja Kabupaten
di Wilayah BARLINGMASCAKEB ................................................ 111
15 Persentase Pemanfaatan Sumberdaya Tambang Kabupaten
di Wilayah BARLINGMASCAKEB ................................................ 119
16 Hirarkhi Wilayah Pertanian Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB TAHUN 2002 ………………………….
124
17 Hirarkhi Wilayah Perdagangan dan Industri Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB TAHUN 2002 .........................................
126
18 Peta Infrastruktur Kabupaten di Wilayah
BARLINGMASCAKEB .................................................................. 127
19 Biaya Transaksi Promosi Potensi Daerah Untuk Mendatangkan
Investasi ............................................................................................ 190
20 Biaya Transaksi Pembuatan Rencana Program Mendatangkan
Investasi di Daerah .......................................................................... 191
21 Biaya Transaksi Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan
Mendatangkan Investasi di Daerah ................................................... 192
22 Biaya Transaksi Pembuatan Rencana Kegiatan Bidang
Ketenagakerjaan .............................................................................
194
23 Biaya Transaksi Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Ketenagakerjaan 195

ix

24 Biaya Transaksi Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pengolahan
Pertambangan ..................................................................................
25 Biaya Transaksi Kegiatan Promosi Potensi Pariwisata ....................
26 Biaya Transaksi Pembuatan Rencana Kegiatan Pengembangan
Pariwisata ........................................................................................
27 Bobot Prioritas dari Pencapaian Tujuan Peningkatan Fungsi
Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah BARLINGMASCAKEB ..

x

196
197
198
204

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8

9

Halaman
Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan
Penduduk di Wilayah BARLINGMASCAKEB Tahun 2009 ........... 223
Peta Kabupaten Banjarnegara ……………………………………
227
Peta Kabupaten Purbalingga ……………………………………….. 229
Peta Kabupaten Banyumas ………………………………………… 231
Peta Kabupaten Cilacap ……………………………………………. 233
Peta Kabupaten Kebumen .................................................................. 235
Kuesioner AHP .................................................................................. 237
Kesepakatan Bersama Bupati Dalam Rangka Pembentukan
Regional Management dan Regional Marketing
BARLINGMASCAKEB …………………................................... 245
Keputusan Bersama Bupati Tentang Pembentukan Lembaga
Kerjasama Regional Management dan Regional Marketing
BARLINGMASCAKEB .................................................................. 249

xi

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang
diperbaharui dengan

Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, telah membawa implikasi yang luas berupa perubahan
sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Sebelum diberlakukannya undangundang tersebut sistem pemerintahan lebih bersifat sentralistik, dimana setiap
keputusan yang menyangkut kepentingan daerah lebih banyak ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Kondisi ini mengakibatkan daerah kehilangan inisiatif termasuk
pula

tidak

adanya

penghormatan

terhadap

masyarakat

lokal.

Dengan

diberlakukannya undang-undang tersebut, sistem pemerintahan bergeser dari
sentralistik yang cenderung non partisipatif dan kurang demokratis menjadi
desentralistik yang memberikan ruang bagi pelaksanaan otonomi daerah yang
bersifat demokratis.
Otonomi daerah muncul karena adanya tuntutan pembagian kewenangan
yang lebih besar untuk mengelola pemerintahan di daerah dengan lebih baik.
Otonomi daerah juga diharapkan dapat menstimulan kemandirian dan kreativitas
dalam mengembangkan wilayah. Dengan diberikannya otonomi kepada daerah
berarti pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah
untuk mengatur rumah tangganya sendiri, kecuali beberapa kewenangan yang
memang menjadi urusan pemerintah pusat yang meliputi; urusan politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, fiskal dan moneter serta agama. Dengan
adanya perubahan paradigma pemerintahan ini diharapkan mampu mendorong
proses demokratisasi dimana rakyat termasuk masyarakat lokal mempunyai
kesempatan yang sama dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan adanya kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri,
membawa konsekuensi bahwa seharusnya pemerintah daerah tidak lagi
mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat dalam membiayai
program-program pembangunannya. Pemerintah daerah dituntut untuk berusaha
semaksimal mungkin mengelola kemampuan, kemauan dan sumber daya yang
dimiliki. Daerah perlu menginventarisir sumber-sumber kekayaan dan menggali

2

potensi sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan
tanpa harus membebani masyarakat. Hal ini perlu digarisbawahi, karena tujuan
dari pemberian kewenangan yang luas kepada daerah dalam bentuk otonomi
daerah dimaksudkan untuk lebih mempercepat peningkatan

kesejahteraan

masyarakat.
Hasil pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dalam kenyataannya masih
jauh dari harapan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Data
statistik menunjukkan bahwa meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami
kenaikan, namun persentase jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi dan
angka pengangguran di Indonesia tidak mengalami penurunan. Tabel berikut
menggambarkan kondisi hasil perekonomian tersebut.
Tabel 1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran di
Indonesia Tahun 1996 – 2011
Tahun

1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Tingkat Pertumbuhan
Ekonomi
(%)
7,8
4,7
-13,1
0,8
4,9
3,3
3,6
4,1
5,1
6,3
5,5
6,3
6,1
4,2
6,1
6,5

Tingkat
Kemiskinan
(%)
17,7
-*
24,2
23,4
19.1
18.4
18.2
17.4
16.7
16,0
17.7
16,6
15,4
14,2
13,3
12,5

Tingkat
Pengangguran
(%)
4,9
4,7
5,5
6,4
6,1
8,1
9,1
9,5
9,9
11,2
10,3
9,7
8,4
7,9
7,1
6,6

Sumber: BPS, 2011 Keterangan; * Data tidak tersedia
Catatan:
- Laju pertumbuhan ekonomi dinyatakan dalam persentase.
- Jumlah penduduk miskin dinyatakan dalam persentase jumlah penduduk
miskin terhadap total penduduk.
- Tingkat pengangguran dinyatakan dalam persentase jumlah penganggur
terbuka terhadap jumlah angkatan kerja,

Kegagalan pelaksanaan otonomi darah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat disebabkan oleh dua hal. Pertama, munculnya permasalahan sosial

3

politik sebagai akibat dari diberlakukannya otonomi daerah. Kedua, hampir setiap
daerah menghadapi persoalan ekonomi berupa rendahnya skala ekonomi yang
dimiliki oleh masing-masing daerah sehingga setiap daerah menjadi sangat sulit
untuk mengembangkan kegiatan perekonomian daerahnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua permasalahan tersebut saling
terkait karena timbulnya permasalahan sosial politik di daerah akan semakin
memperberat penyelesaian persoalan ekonomi bagi daerah tersebut.
Persoalan sosial politik muncul akibat dampak negatif dari pelaksanaan
otonomi daerah. Dalam banyak kasus, otonomi daerah telah dipersepsikan secara
beragam oleh beberapa pemerintah daerah. Diantaranya mereka menganggap
bahwa otonomi daerah sebagai momentum untuk memenuhi keinginan daerahnya
sendiri tanpa memperhatikan konteks yang lebih luas yaitu kepentingan
negara secara keseluruhan dan kepentingan daerah lain yang berdekatan.
Akibatnya, muncul beberapa gejala negatif yang meresahkan antara lain
berkembangnya sentimen primordial, konflik antar daerah, berkembangnya
proses

KKN,

konflik

antar penduduk, eksploitasi sumberdaya alam secara

berlebihan, dan munculnya sikap

“ego daerah” yang berlebihan. Pemerintah

kabupaten/kota cenderung memproteksi seluruh potensinya secara ketat demi
kepentingan daerahnya sendiri

dan

menutup diri terhadap kepentingan

kabupaten/kota lainnya. Bahkan dampak negatif kegiatan ekonomi di suatu
daerah pada daerah lain, seperti timbulnya eksternalitas t ida k lagi dihiraukan.
Rasa sentimen daerah juga mulai

timbul dengan adanya

kecenderungan

umum mengangkat “putra daerah” menjadi pegawai negeri sipil daerah (Keban,
2010).
Pemberian kewenangan melalui otonomi dimaknai sebagai upaya
mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dengan asumsi semakin
dekat pemerintah pada rakyatnya maka pemerintah akan semakin tahu apa
kebutuhan rakyatnya. Di samping itu, semakin dekat pemerintah kepada rakyat
maka akan semakin cepat pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada
rakyatnya. Namun demikian, persoalan ekonomi timbul karena pemberian
otonomi untuk mengatur rumah tangga sendiri tidak disertai dengan adanya
kemampuan keuangan secara mandiri dari tiap daerah untuk membiayai berbagai

4

program pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Rendahnya kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari sisi
pembiayaan pembangunan. Proses desentralisasi di Indonesia baru pada tahap
desentralisasi dari sisi pengeluaran pemerintah dan belum sampai pada tahap
desentralisasi dari sisi penerimaan. Sehingga sebagian besar pemerintah daerah
dalam membiayai pembangunannya yang tercermin dalam besaran Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) lebih mengandalkan subsidi dari
pemerintah pusat melalui dana perimbangan yang ditransfer dari pusat ke daerah
dalam beberapa skema (Brodjonegoro, 2008). Untuk mengatasi dua persoalan
tersebut, baik masalah sosial politik maupun ekonomi, agar pelaksanaan otonomi
daerah mampu menjadi instrumen pemerintah bagi upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat maka kegiatan kerjasama antar daerah dapat dijadikan
solusi (Keban, 2010, Brodjonegoro, 2008).
Dalam perspektif sosial politik, dikenal batas wilayah administratif
(sesuai peraturan perundangan), dan batas wilayah fungsional (sesuai hubungan
sosial ekonomi lintas batas
wilayah

administratif

administratif).

Setiap

daerah

memiliki

batas

yang ditentukan secara formal melalui peraturan

perundangan, akan tetapi dalam kenyataan berbagai masalah dan kepentingan
sering muncul sebagai akibat dari hubungan fungsional di bidang sosial
ekonomi yang melewati batas-batas wilayah administratif tersebut.

Dalam

konteks ini, maka alasan utama diperlukan kerjasama antar pemerintah daerah
adalah agar berbagai masalah lintas wilayah administratif dapat diselesaikan
bersama dan sebaliknya agar banyak potensi yang mereka miliki dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan bersama (Keban, 2010). Melalui kerjasama
antar daerah, ego daerah yang merugikan masyarakat dalam pelayanan publik dan
pembangunan ekonomi bisa diminimalisir. Melalui kerjasama antar daerah
inovasi-inovasi dari masing-masing daerah bisa saling dipertularkan dan
dikerjakan bersama-sama (Pratikno, 2007).
Dari perspektif ekonomi, apabila menginginkan pelaksanaan otonomi
daerah dapat berjalan dengan baik maka proses desentralisasi tidak cukup hanya
pada tataran desentralisasi administratif namun harus sampai pada tataran

5

desentralisasi ekonomi. Implementasi desentralisasi ekonomi hanya dapat terjadi
apabila pemerintah daerah melaksanakan dengan baik lima kewajiban dasarnya,
yaitu; (1) mendorong pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya berdasarkan
potensi yang dimiliki serta sebanyak mungkin melibatkan peran serta pelaku
ekonomi lokal, (2) mengupayakan perbaikan pendapatan masyarakat dengan
mengutamakan prinsip keadilan. Kelompok yang mampu diberi kemudahan untuk
terus memperbaiki pendapatannya yang tidak mampu diberi subsidi terarah yang
mendidik, (3) menciptakan lapangan kerja baru sebanyak mungkin dengan
mengundang sebanyak-banyaknya investasi baru di daerah, terutama yang
berpotensi menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, (4) ikut menjaga laju
inflasi di daerah dengan memperbaiki jaringan distribusi serta kepastian pasokan
bahan pokok, (5) memberikan pelayanan publik dasar kepada masyarakat,
terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar dengan standar setara atau
di atas standar minimum nasional (Brodjonegoro, 2008).
Kelima kewajiban dasar tersebut akan dapat terwujud apabila pemerintah
daerah dapat memperkuat skala ekonomi daerahnya. Dengan skala ekonomi
daerah yang kuat aktivitas perekonomian akan menjadi meningkat. Meningkatnya
aktivitas perekonomian akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Sedangkan untuk memperkuat skala ekonomi bagi daerah yang
perekonomiannya kecil dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan daerah lain
(Brodjonegoro, 2008). Dengan demikian, kerjasama antar daerah dapat dipandang
sebagai ”perahu penyelamat” pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu,
dimasa depan, kerjasama antar daerah haruslah dilihat sebagai suatu kebutuhan
penting yang tidak terelakkan sehingga harus ada upaya yang sistimatis dan
berkesinambungan dari pihak pemerintah untuk

memperkenalkan, mendorong

dan menginstitusionalisasikan kerjasama antar daerah agar pemerintah daerah
terbiasa melakukannya dan dapat mengambil manfaatnya (Keban, 2010).
Kerjasama antar daerah dapat terbentuk dan berjalan dengan baik
diperlukan suatu prasarat tertentu, yaitu; Pertama, kerjasama antar daerah harus
dilandasi adanya suatu kebutuhan bersama diantara para anggota. Dianggap
sebagai kebutuhan bersama apabila masing-masing pemerintah daerah tidak
mampu menyelesaikan permasalahan pembangunan yang dihadapainya seperti

6

pengentasan kemiskinan, efisiensi pelayanan publik, konflik antar penduduk, dan
lain-lainnya, kalau mereka tidak bekerjasama. Oleh karena itu, identifikasi untuk
menemukan kesamaan isu dan permasalahan pembangunan diantara anggota
menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Kedua, adanya komitmen
bersama dari masing-masing pemerintah daerah dalam menangani isu-isu yang
telah disepakati, dan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibanding
kepentingan

masing-masing

menguntungkan

bagi

semua

daerah.
fihak

Ketiga,
yang

adanya

bekerjasama.

prinsip
Prinsip

saling
saling

meguntungkan menggambarkan bahwa dalam bekerjasama setiap anggota harus
dapat menarik manfaat dari adanya kerjasama tersebut. Namun demikian, tidak
berarti bahwa setiap daerah harus mendapatkan bentuk keuntungan yang seragam.
Kerjasama tidak dimaksudkan untuk membuat keseragaman antar daerah,
melainkan melakukan pengembangan daerah sesuai dengan potensi dan kondisi
wilayah masing-masing. Keempat, adanya dukungan dari pemerintah (baik
pusat maupun provinsi) terhadap kerjasama antar daerah yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota. Dukungan dapat berupa bantuan pendanaan maupun
penyediaan aturan perundangan sebagai dasar hukum untuk melakukan kerjasama
antar daerah.
Saat ini telah banyak terbentuk lembaga kerjasama antar daerah dengan
berbagai ragam seperti dalam bentuk asosiasi maupun dalam bentuk kerjasama
regional. Bermunculannya berbagai lembaga kerjasama antar daerah ini
dikarenakan kebijakan desentralisasi di Indonesia telah membuka peluang bagi
terbentuknya kerjasama antar daerah. Di samping itu, adanya kebutuhan bagi
daerah untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan karena adanya
keterbatasan sumberdaya baik alam maupun manusia, sehingga harus diselesaikan
secara bersama dengan daerah lain telah pula mempersubur munculnya berbagai
bentuk lembaga kerjasama antar daerah di Indonesia. Banyaknya jumlah lembaga
kerjasama antar daerah tersebut dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

7

Tabel 2 Nama Lembaga dan Pola Kerjasama Antar Daerah di Indonesia
No.
1.

2.

Format
Nama Lembaga
Kelembagaan
Asosiasi
1. APKASI ( Asosiasi
Antar Daerah
Pemerintah Kabupaten
Seluruh Indonsia)
2. APEKSI (Asosiasi
Pemerintah Kota Seluruh
Indonesia)
3. ADKASI (Asosiasi
DPRD Kabupaten
Seluruh Indonesia)
4. ADEKSI (Asosiasi DPRD
Kota Seluruh Indonesia)
5. APPSI (Asisiasi
Pemerintah Provinsi
Seluruh Indonesia)
6. ADEPSI (Asosiasi DPRD
Provinsi Seluruh
Indonesia)
Kerjasama
1. BKSAD Jabodetabek
Regional dan
Sektoral
2. BARLINGMASCAKEB

3. Kartamantul
4. Subosukawonosraten

5. Sampan

6. Java Promo

7. Gerbangkertosusilo

8. Lake Toba

Lingkup Wilayah dan Keanggotaan
Daerah
Seluruh Pemerintah Kabupaten di
Indonesia
Seluruh Pemerintah Kota di Indonesia

Seluruh DPRD Kabupaten di Indonesia

Seluruh DPRD Kota di Indonesia
Seluruh Pemerintah Provinsi di Indonesia

Seluruh DPRD Provinsi di Indonesia

Prov. DKI Jakarta; Prov. Jabar meliputi:
Kabupaten & Kota Bogor; Kabupaten &
Kota Bekasi, Kota Depok; Prov. Banten
meliputi: Kabupaten & Kota Tangerang
Prov. Jateng meliputi; Kabupaten
Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas,
Cilacap, dan Kebumen
Prov. DIY meliputi: Kota Yogyakarta,
Kabupaten Sleman dan Bantul
Prov. Jateng meliputi: Kota Surakarta,
Kabupaten Boyolali, Sukokarjo,
Wonogiri, Sragen, dan Klaten
Prov. Jateng meliputi: Kabupaten Brebes,
Kota & Kabupaten Tegal, Kabupaten
Pemalang, Kota & Kabupaten
Pekalongan, dan Kabupaten Batang
Prov. DIY meliputi: Kota Yogyakarta,
Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon
Progo, Gunung Kidul; Prov. Jateng
meliputi: Kabupaten Klaten, Boyolali,
Kota & Kabupaten Magelang, Kabupaten
Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan
Kebumen
Prov. Jatim meliputi: Kabupaten Gresik,
Bangkalan, Mojokerto, Kota Surabaya &
Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, dan
Lamongan
Prov. Sumut meliputi: Kabupaten
Samosir, Tapanuli Utara, Simalungun,
Karo, Dairi, Toba Samosir, dan
Humbang Hasundutan.

Sumber: Pratikno, (2007), dan Abdurahman, (2009)

8

Tabel 2. Lanjutan
No.
2.

Format
Kelembagaan
Kerjasama
Regional dan
Sektoral

Nama Lembaga
9.

10.

11.

12.
13.

14.

15.

16.
17.

18.

19.

20.

21.

Lingkup Wilayah dan Keanggotaan
Daerah
Jonjok Batur
Prov. NTB meliputi: Kabupaten Lombok
Barat, Lombok Tengah, dan Lombok
Timur
Pawonsari
Prov. Jatim meliputi Kabupaten Pacitan
Prov. Jateng meliputi Kab.Wonogiri
Prov. DIY meliputi Kab. Gunung Kidul
(Wonosari)
Kedungsepur
Prov. Jateng meliputi Kabupaten Kendal,
Demak, Ungaran (Kab. Semarang), Kota
Semarang, dan Purwodadi (Kab.
Grobogan)
Janhiangbong
Prov. Bengkulu meliputi: Kabupaten
Kepahiang, Lebong, dan Rejang Lebong
Kaukus Setara Kuat
Prov. Bengkulu meliputi: Kab. Kaur,
Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara;
Prov. Sumsel meliputi: Kab.OKU
Selatan;
Prov. Lampung meliputi: Kabupaten
Lampung Barat.
Prov. Sulsel meliputi: Kab. Bantaeng,
Andalan Kawasan
Bulukumba, Jeneponto, Selayar, dan
Selatan Sulawesi
Sinjai
Selatan
Wanua Mappatuo
Prov. Sulsel meliputi: Kab. Luwu, Luwu
Utara, Luwu Timur, Tana Toraja, Toraja
Utara, dan Kota Palopo
Pulau Sumbawa
Prov. NTB meliputi: Kab.& Kota Bima,
Kab.Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat
Kawasan Terpadu
Prov. Sulteng meliputi: Kab.Banggai
Teluk Tomini
Kepulauan, Banggai, Tojo Una Una,
Poso, dan Parigi Moutong;
Prov. Gorontalo meliputi: Kab.Phuwato,
Boalemo, Bone Bolango, Kab.& Kota
Gorontalo;
Prov. Sulut meliputi: Kab.Bolang
Mangondow dan Minahasa Tenggara.
Kawasan Terpadu
Prov. Sulsel meliputi: Kabupaten Selayar,
Teluk Bone
Bulukumba, Sinjai, Bone, Wajo, Luwu,
Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota
Palopo
Prov. Sulrameliputi: Kabupaten Kolaka
Utara, Kolaka, Bombana, Buton, Muna,
dan
Kota Bau Bau
Kawasan Perbatasan
Prov. Kalbar meliputi: Kab.Sintang,
Provinsi Kalimantan
Kapuas Hulu, Sanggau, Sambas, dan
Barat
Bengkayang
Perbatasan Kawasan
Prov. NTT meliputi: Kab.imor Tengah
Nusa Tenggara Timur
Utara, Timor Tengah Selatan, Belu, dan
Rotendau
Kawasan Teluk Papua Prov. Papua Barat meliputi: Kab.Fakfak,
Barat
Sorong Selatan, Kaimana, Teluk Bintuni,
dan Teluk Wondama

Sumber: Pratikno, (2007), dan Abdurahman, (2009)

9

Meskipun tidak semua pemerintah kabupaten/kota di Indonesia telah
membentuk kerjasama diantara mereka. Namun, fakta menunjukkan bahwa
pemerintah kabupaten/kota yang telah melakukan kerjasama anta