Model Pengembangan Rantai Suplai Perikanan Tuna, Tongkol, Cakalang (TTC) di Indonesia
MODEL PENGEMBANGAN RANTAI SUPLAI
PERIKANAN TUNA TONGKOL CAKALANG (TTC)
DI INDONESIA
ATENG SUPRIATNA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
Disertasi
“MODEL
PENGEMBANGAN RANTAI SUPLAI PERIKANAN TUNA TONGKOL
CAKALANG (TTC) DI INDONESIA” adalah karya saya dengan arahan dari
Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan kepada Perguruan Tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian disertasi ini.
Bogor, Februari 2015
Ateng Supriatna
NRP : C 462110124
RINGKASAN
ATENG SUPRIATNA (C 462110124). Model Pengembangan Rantai Suplai
Perikanan Tuna, Tongkol, dan Cakalang (TTC) di Indonesia. Dibimbing oleh Dr,
Ir. Budhi H Iskandar, M.Si, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof. Dr. Ir.
Mulyono S Baskoro, M.Sc dan Dr, Ir. Victor PH Nikijuluw, M.Sc.
Ikan tuna, tongkol, dan cakalang yang selanjutnya disingkat TTC,
merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Daerah penyebaran TTC di
Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi, Utara
Irian Jaya, perairan utara Aceh, Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Utara
Sulawesi, Teluk Tomini, dan Halmahera. Volume produksi TTC tersebut
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pengembangan rantai supplai
diharapkan dapat membantu menjaga kontinyuitas dan meningkatkan produksi
perikanan TTC tersebut. Menurut Stringer (2009) analisis rantai suplai (supply
chain analysis) merupakan salah satu konsep pendekatan bagaimana menambah
aktivitas/jumlah produksi dan memperbesar nilai produk secara maksimal dalam
tatanan suplai ke pelanggan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik usaha perikanan
TTC, memetakan daerah potensi produksi dan daerah konsumen ikan TTC,
tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya, menganalisis tingkat peran stakholders
perikanan dalam produksi dan pemasaran ikan TTC dan kuantitas suplai optimum
produk perikanan, menyusun model pengembangan rantai suplai perikanan TTC
untuk menduga pola interaksi perantai pasok (supply chainers) perikanan terkait,
serta merumuskan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi
pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan
perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan. Penelitian ini dilaksanakan di
sentra perikanan TTC Indonesia, seperti Bitung (Prop. Sulawesi Utara), Ternate
(Prop. Maluku Utara), Ambon (Prop. Maluku), dan Sorong (Prop. Papua Barat).
Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan
September 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
pendekatan sistem, metode time line, analisis Location Quotient (LQ), bivariate
correlation, Economic Order Quantity (EOQ), analisis SWOT, dan analisis
Structural Equation Modelling (SEM).
Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha perikanan TTC yang banyak
berkembang di sentra perikanan TTC (Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong)
adalah usaha TTC segar, tuna kaleng, TTC beku, tongkol pindang, cakalang asap,
tuna loin dan sashimi, dan ikan kayu. Beberapa peristiwa penting yang
mendukung penguatan usaha perikanan TTC tersebut secara time lines adalah
pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (cikal bakal Kementerian Kelautan dan
Perikanan) tanggal 26 Oktober 1999. Rampungnya 33 laboratorium pengujian
mutu produk perikanan (di setiap propinsi) tahun 2007.
Terkait dengan daerah potensi, hasil analisis LQ menunjukkan Bitung
prospek menjadi daerah potensi produksi tuna loin, cakalang asap, ikan kayu, tuna
kaleng, dan sashimi, dan juga menjadi daerah konsumen TTC segar, ikan kayu,
TTC beku, dan sashimi. Ternate merupakan daerah potensi produksi TTC segar,
cakalang asap, TTC beku, dan tongkol pindang, serta daerah konsumen untuk ikan
kayu, tuna kaleng, dan tongkol pindang. Ambon menjadi daerah potensi produksi
tuna loin, ikan kayu, TTC beku, dan tongkol pindang, serta daerah konsumen tuna
loin, cakalang asap, tuna kaleng, dan sashimi. Sorong prospek menjadi daerah
potensi produksi TTC segar dan TTC beku, serta menjadi daerah konsumen
cakalang asap. Untuk tenaga kerja yang mendukung daerah potensi produksi dan
konsumen, pertumbuhan yang tinggi terjadi pada produksi cakalang asap Bitung
(370 orang/tahun), tuna kaleng Bitung (194 orang/tahun), TTC beku Ambon (106
orang/tahun), dan TTC segar Sorong (168 orang/tahun). Pertumbuhan konsumen
yang tinggi terjadi pada pemasaran TTC segar Bitung (16.707 orang/tahun) dan
tuna kaleng Ambon (9.382 orang/tahun). Perantai pasok (supply chainers) yang
tingkat perannya sangat kuat adalah nelayan pada produksi ikan TTC segar (pc=
0,785), konsumen pada pemasaran ikan TTC segar (pc = 0,763) dan pemasaran
tuna kaleng (pc = 0,845), serta pengolah pada produksi tongkol pindang (pc =
0,766).
Untuk mendukung rantai suplai perikanan TTC, kuantitas suplai optimum
TTC segar di Ternate dan Sorong dapat diarahkan masing-masing 36.000
kg/pesanan dan 40.000 kg/pesanan, 30.000 kg/pesanan dan 40.000 kg/pesanan,
serta 30.000 kg/pesanan dan 36.000 kg/pesanan. Kuantitas suplai optimum
cakalang asap sekitar 263 kg/pesanan (Bitung dan Ternate), tongkol pindang
sekitar 583 kg/pesanan (Ambon dan Sorong), tuna loin sekitar 26.667 kg/pesanan
(Bitung dan Ambon), ikan kayu 21.429 kg/pesanan (Bitung) dan 18.750
kg/pesanan (Ambon), sashimi sekitar 20.000 pack/pesanan (Bitung), tuna kaleng
sekitar 30.000 kaleng/pesanan (Bitung). Kuantitas suplai optimum TTC beku di
daerah potensi (Ambon dan Sorong) dapat diarahkan masing-masing 68.571
kg/pesanan dan 60.000 kg/pesanan. Kuantitas suplai optimum tersebut dapat
direalisasikan untuk mendukung pengembangan rantai suplai karena pengelolaan
usaha perikanan TTC saat ini berada dalam posisi pertumbuhan stabil (kuadran V
matriks IE, IFAS = 2,55, EFAS = 2,71).
Dengan menggunakan metode SEM, didapatkan model rantai suplai
perikanan TTC yang sesuai (fit) yang dibangun oleh interaksi nelayan (NEL),
pengolah ikan (PENG), pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB),
eksportir (EKS), dan konsumen (KONS) dengan pola interaksi unik untuk setiap
stakholders. Dari interaksi yang terjadi, hanya interaksi pengolah ikan dengan
konsumen cenderung negatif (C.E = -0,503). Hanya ada satu interaksi dengan
pengaruh signifikan, yaitu interaksi pedagang eceran dengan konsumen (P < 0,05,
yaitu 0,01). Pola interaksi nelayan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul,
dan eksportir dalam rantai suplai perikanan TTC dipengaruhi secara signifikan
oleh harga jual yang ditawarkan dan tingkat peran yang dimainkannya. Strategi
kebijakan rantai suplai perikanan TTC dengan dampak positif signifikan adalah
strategi pelibatan kelompok nelayan dalam penentuan harga jual, strategi
pelibatan kelompok pedagang dalam penentuan harga jual, strategi jaminan
keleluasan interaksi pedagang eceran dengan konsumen. Strategi dengan dampak
positif namun tidak signifikan adalah strategi pengaturan posisi stock produk
TTC pada setiap mata rantai pemasaran dan strategi pelibatan kelompok pengolah
ikan dalam pengaturan harga jual. Sedangkan strategi dengan dampak negatif bila
tidak terealisasi adalah strategi pengaturan produksi produk TTC olahan.
Kata kunci : daerah potensi, perikanan TTC, rantai suplai, dan suplai optimum
SUMMARY
ATENG SUPRIATNA (C 462110124). The model development of supply chain
of tuna and tuna like fisheries in Indonesia. Suppervised by : Dr. Ir. Budhi H
Iskandar, M.Si, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof. Dr. Mulyono S Baskoro,
M.Sc, dand Dr. Ir. Victor PH Nikijuluw, M.Sc.
Tuna and tuna like is one of the important fish for Indonesia. Tuna and
tuna like can be found almost in all around of Indonesia waters such as Banda
Sea, Maluku Sea, Flores Sea, Celebes Sea, Indian Ocean, Northern part of Papua,
Northern part of Aceh Waters, Western Part of Sumatera, Southern part of Java,
Northern part of Celebes, Tomini Bay, and Halmahera. Tuna and tuna like
production tend to increase annually. According to Indonesian fisheries statistic
year 2013, even though the production of tuna and tuna like decrease on year
2008 to 2010, for the rest of the year until 2013 significantly increased from
910,506 ton on 2010 to 1,229,823 ton on 2013. The supply chain system is
expecting can be maintain the continuity and increasing the fisheries production
of tuna and tuna like. According to Stringer (2009), supply chain analysis is one
of the concept approaches how to addition of activities/production volume and to
increase the value of the products maximum in supply chain to the consumers.
The series of this experiment is to analyze the characteristic of the
business of tuna and tuna fisheries, to mapping the potential production area and
consumers’ area of tuna and tuna like, the growth of workers that involved in
fisheries sector, to analyze the role level of fisheries stakeholders in production
and marketing of tuna and tuna like and optimum quantity supply of fisheries
products, modeling the development of supply chain of tuna and tuna like
fisheries in line with to assess the interaction of supply chainners, and finally is to
formulate its strategy how to minimize the synergy that occurred as a constraint in
development of supply chain of tuna and tuna like with the objective to develop
the business in fisheries sector and fishermen welfare. The experiment conducted
in fisheries area namely Bitung (North Celebes), Ternate (North Mollucas),
Ambon (Mollucas), and Sorong (West Papua) on October 2012 to September
2013. Several methods are applied in this experiment such as system approach,
time line method, Location Quotient analysis (LQ), bivariate correlation,
Economic Order Quantity (EOQ), SWOT analysis, and Structural Equation
Modelling analysis (SEM).
The result showed that tuna and tuna like fisheries dominated developed
on fresh tuna and tuna like, canned tuna, frozen tuna, boiled fish, smoke fish, tuna
loins and sashimi, and cold smoked fish. The important event that support of
strengthening of tuna and tuna like business in Indonesia according to the time
lines are the forming of Department of Marine Exploration on October 26th, 1999,
established the 33 laboratories of quality assurance of fisheries products in every
province in Indonesia on 2007.
On the potential area of tuna and tuna like fisheries, from LQ analysis
indicated that Bitung is the potential area for loins tuna, smoke fish, cold smoked
fish, canned tuna, and sashimi. Ternate is the area for fresh tuna and tuna like,
smoked fish, frozen, and boiled tuna and tuna like. Its area also as a basis of
consumers of cold smoked, canned tuna, and boiled fish. While Ambon as a
potential production area of loins tuna, katsuobushi, frozen and boiled fish, and as
a consumers area of loins tuna, smoked fish, canned tuna, and sashimi. On the
other hand, Sorong in the future as a production area of fresh and frozen tuna and
tuna like, and as a consumers area of smoked fish.
On the workers which is support and involve in the potential production and
consumers area, the assessment indicated that the high growth of worker appeared
on the production of smoked fish and canned tuna in Bitung (370 and 194
person/year), frozen tuna and tuna like in Ambon (106 person/year), fresh tuna
and tuna like in Sorong (168 person/year). On the consumers growth, the high
growth on the marketing of fresh tuna and tuna like in Bitung (9.382 person/year).
Furthermore, the supply chainers which is strong role level is fishermen on the
production of fresh tuna and tuna like (pc=0,785), while the consumers on the
marketing of fresh tuna and tuna like (pc=0,763) and canned tuna (pc=0,845), and
the last is the processors on boiled fish activity (0,766).
To support the supply chain of tuna and tuna like fisheries, optimum
quantity supply of fresh tuna and tuna like in Ternate and Sorong can be advised
respectivelly 36.000 kg/order and 40.000 kg/order, 40.000 kg/order, and 30.000
kg/order and 36.000 kg/order. The optimum quantity supply of smoked skipjack
is 263 kg/order (Bitung and Ternate), boiled fish 583 kg/order (Ambon and
Sorong), loins tuna 26.667 kg/order (Bitung and Ambon), cold smoked fish
21.429 kg/order (Bitung), canned tuna 30.000 canned/order (Bitung). The
optimum quantity supply of frozen tuna and tuna like in potential area (Ambon
and Sorong) respectivelly 68.571/order and 60.000 kg/order. Its optimum
quantity supply can be support to develop the supply chain due to the current
management of tuna and tuna like fisheries in the stable of growth (quadran V
matrix IE, IFAS = 2,55, EFAS = 2,71).
For development model of tuna and tuna like fisheries, after analyzed by
SEM method, the appropriate model (fit) of tuna and tuna fisheries constructed by
the fishermen (NEL), processors (PENG), retailers (PE), whole collector (PB),
exporters (EKS), and consumers (KONS) by the unique interaction pattern in
every stakeholder. From its interaction that occurred, only the interaction
between processors and consumers tend to negative (C.E = -0.503). The result of
the experiment indicated that only one interaction with significant different appear
on the retailers between consumers (P 0,01). The interaction pattern of fishermen,
retailers, whole collectors, and exporters in supply chain of tuna and tuna like
fisheries affected significantly by sales price that offer and the role level of the
players. The strategic policy of supply chain of tuna and tuna like with
significantly positive impact is the strategy of involving the group of fishermen
and seller on pricing, the strategy on facilitation interaction assurance of retailers
and consumers. The strategy with positive impact but not significant is
arrangement strategy of stock tuna and tuna like products in every marketing
chain and the strategy on involving the group of fish processors in pricing. While
the strategy with the negative impact if not arrange in the system is the strategy on
production arrangement processed products of tuna and tuna like.
Key Words : potential area, tuna and tuna like fisheries, supply chain, and
optimum supply
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan
memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa
ijin IPB.
MODEL PENGEMBANGAN RANTAI SUPLAI
PERIKANAN TUNA TONGKOL CAKALANG (TTC)
DI INDONESIA
ATENG SUPRIATNA
NRP : C 462110124
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :
1. Prof. Dr. Ir. Jhon Haluan, M.Sc
2. Dr. Mustarudin, STP
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :
1. Dr. Ir. Andin H. Taryoto, M.Sc
2. Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc
Judul Disertasi : Model Pengembangan Rantai Suplai Perikanan Tuna, Tongkol,
Cakalang (TTC) di Indonesia
Nama
: Ateng Supriatna
NRP
: C 462110124
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi H Iskandar, M.Si
Ketua
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si
Anggota
Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Victor PH Nikijuluw, M.Sc
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sistem dan
Pemodelan Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 23 Februari 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan disertasi
ini. Ungkapan syukur kehadirat Allah SWT tercurah atas terselesaikannya
penyusunan disertasi ini yang dimulai dari awal sampai tahap akhir sebagai salah
satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Doktor dalam program studi
Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) di Institut Pertanian Bogor.
Judul yang diangkat pada disertasi ini adalah Model Pengembangan Rantai
Suplai Perikanan Tuna Tongkol Cakalang (TTC) di Indonesia, merupakan
rangkaian penelitian pada beberapa aspek usaha perikanan TTC di sentra produksi
(Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong). Judul tersebut diangkat sebagai upaya
untuk meningkatkan peran perikanan TTC di Indonesia dalam pembangunan
ekonomi nasional dan daerah karena usaha tersebut cenderung mengalami
peningkatan dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Judul tersebut
juga diilhami dari masukan Dr. Victor PH Nikijuluw yang sangat memberikan
perhatian terhadap rantai nilai dan rantai suplai produk perikanan di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian disertasi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
perorangan maupun lembaga yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian penyusunan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ungkapan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak dan
semoga seluruh dukungan mendapatkan imbalan yang lebih layak.
Pada kesempatan ini, penulis secara langsung mengucapkan terimakasih
yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Budhi H Iskandar, M.Sc selaku Ketua
Komisi Pembimbing. Kemudian secara berturut-turut kepada Dr. Ir. Sugeng Hari
Wisudo, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc, dan Dr. Ir. Victor PH
Nikijuluw, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. Ungkapan terimakasih
disampaikan secara khusus kepada istri dan keluarga yang telah memberikan
dukungan moril dan doa yang secara tulus disampaikan. Kepada rekan satu kelas
dan rekan sejawat disampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga atas segala
dukungan dan bantuannya selama penulis menjalankan proses belajar sampai pada
penulisan disertasi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan disertasi ini masih jauh dari
sempurna dan mengharapkan ketulusan dari pemanfaat dari disertasi ini berupa
kritik dan saran yang membangun dalam rangka penelitian dan penulisan
berikutnya.
Jakarta, Februari 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
Kerangka Pemikiran
Novelti
2 KARAKTERISTIK USAHA PERIKANAN TUNA, TONGKOL, DAN
CAKALANG (TTC)
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
3 DAERAH POTENSI DAN TINGKAT PERAN PERANTAI PASOK (SUPPLY
CHAINERS) DALAM PRODUKSI DAN PEMASARAN IKAN TTC
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
4 KUANTITAS SUPLAI OPTIMUM PRODUK PERIKANAN TTC DAN
POSISI PENGELOLAANNYA DI DAERAH POTENSI
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
5 PENGEMBANGAN MODEL RANTAI SUPLAI PERIKANAN TUNA,
TONGKOL, DAN CAKALANG (TTC)
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
6 PEMBAHASAN UMUM
7 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
ix
x
1
4
4
5
5
5
7
8
8
9
11
21
22
23
25
35
36
37
39
53
54
55
57
67
69
73
75
80
112
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Volume produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan, 2009-2013
Jenis kegiatan usaha perikanan TTC yang berkembang di sentra perikanan
Provinsi Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, dan Papua Barat
Kebutuhan perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC
Sarana dan prasarana pendukung perikanan TTC
Balai pengawas dan jaminan mutu
Time lines pengembangan usaha perikanan TTC
Hasil analisis LQ daerah potensi produksi ikan TTC
Nilai pengganda basis (K) daerah potensi produksi ikan TTC
Hasil analisis LQ daerah konsumen ikan TTC
Nilai pengganda basis (K) daerah konsumen ikan TTC
Pertumbuhan tenaga kerja (Delta N) di daerah potensi produksi ikan TTC
Pertumbuhan konsumen (Delta N) di daerah potensi konsumen ikan TTC
Hasil analisis korelasi peran perantai pasok (supply chainers) dalam produksi
dan pemasaran ikan TTC
Faktor internal yang mempengaruhi pengelolaan usaha perikanan TTC
Faktor internal yang mempengaruhi pengelolaan perikanan TTC
Kriteria goodness of fit dan nilai standarnya
Hasil evaluasi kesesuaian model persamaan struktural terhadap kriteria
goodness-of-fit yang dipersyaratkan
Interaksi perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC
Nilai produk pada setiap mata rantai perikanan TTC
Interaksi internal perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC
Keuntungan/Margin yang didapat oleh setiap perantai pasok (supply chainers)
perikanan TTC
Strategi minimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan
TTC
2
11
12
15
16
17
25
26
27
27
28
28
30
46
47
57
59
60
61
62
63
65
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Halaman
Kerangka pemikiran penelitian
6
Diagram input-output kegiatan produksi dan pemasaran perikanan TTC
13
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
40
suplai optimum produk TTC segar
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
41
suplai optimum produk cakalang asap dan tongkol pindang
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
43
suplai optimum produk tuna loin, ikan kayu, tuna kaleng, dan sashimi
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
44
suplai optimum produk TTC beku
Matriks internal-eksternal (IE) posisi pengelolaan usaha perikanan TTC
48
Model rantai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC)
58
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Data interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam produksi dan pemasaran
ikan TTC
Data interaksi produk perikanan TTC
Hasil analisis SPSS tentang peran perantai pasok (supply chainers) dalam
produksi dan pemasaran ikan TTC
Hasil analisis SPSS tentang keterkaitan produk dalam produksi dan pemasaran
ikan TTC
Hasil analisis SPSS tentang keterkaitan perantai pasok (supply chainers)
dalam produksi dan pemasaran ikan TTC
Kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di Propinsi Sulawesi
Utara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat
Hasil analisis EOQ produk TTC segar di Ternate
Hasil analisis EOQ produk TTC segar di Sorong
Hasil analisis EOQ produk tuna loin di Sorong
Hasil analisis EOQ produk tuna loin di Ambon
Hasil analisis EOQ produk cakalang asap di Ambon
Hasil analisis EOQ produk cakalang asap di Ternate
Hasil analisis EOQ produk ikan kayu di Bitung
Hasil analisis EOQ produk ikan kayu di Ambon
Hasil analisis EOQ produk TTC beku di Ambon
Hasil analisis EOQ produk TTC beku di Sorong
Hasil analisis EOQ produk tuna kaleng di Bitung
Hasil analisis EOQ produk sashimi di Bitung
Hasil analisis EOQ produk tongkol pindang di Ternate
Hasil analisis EOQ produk tongkol pindang di Ambon
81
82
83
87
91
94
96
98
100
101
102
102
103
104
105
107
109
110
111
111
PENDAHULUAN
Latar Bekalang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya
perikanan laut yang relatif tinggi yaitu sebesar US$ 82 Milyar. Potensi tersebut
atas dasar luas laut Indonesia sekitar dua per tiga bagian dari luas total wilayah
negara Republik Indonesia. Menurut KKP (2010) dan Bakosurtanal (2006), luas
laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 dengan panjang garis pantai (104 ribu km)
terpanjang kedua didunia setelah Kanada. Selain itu, Indonesia memiliki jumlah
pulau terbanyak di dunia, yaitu 17.504 pulau yang tersebar di setiap wilayah
perairan laut, sehingga memungkinkan dikembangkannya sentra-sentra perikanan
di berbagai lokasi. Namun potensi strategis tersebut sampai saat ini belum
memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional dan peningkatan
kesejahteraan rakyat terutama di daerah pesisir. Menurut Kompas (2010),
kontribusi sektor perikanan belum terlihat secara signifikan pada pendapatan
nasional dibandingkan dengan sektor industri, perdagangan, pertambangan, dan
pertanian. Disamping itu, posisi Indonesia dalam perdagangan perikanan dunia
hanya peringkat 7 (3,85 milyar USD), meskipun produksi perikanannya peringkat
2 setelah Cina (FAO, 2012).
Potensi sumberdaya perikanan Indonesia terutama yang bersumber dari
laut diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Dari jumlah tersebut,
potensi perikanan tangkap diperkirakan mencapai US$ 15,1 miliar per tahun, dan
potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun (KKP, 2011). Potensi
yang besar tersebut seyogyanya memberikan kontribusi yang nyata bagi
pembangunan nasional. Dalam konteks kontribusi ekonomi dan kesejahteraan,
kegiatan perikanan perlu diarahkan, sehingga lebih efisien, komersial, dan
terjamin pasar produknya. Kegiatan perikanan yang berkembang di Indonesia
termasuk kompleks. Kompleksitas ini sangat terlihat pada kegiatan perikanan
yang memanfaatkan sumberdaya ikan secara langsung di perairan laut.
Kegiatan perikanan tersebut dimulai dari kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh nelayan dengan berbagai jenis alat tangkap, ukuran kapal, dan ikan
sasaran yang ditangkap, kemudian kegiatan yang dilakukan oleh pengolah dengan
beragam jenis produk perikanan yang dihasilkannya, usaha perdagangan yang
dilakukan oleh pedagaang kecil dan pedagang besar, serta kegiatan eksportir
produk hasil perikanan. Kegiatan-kegiatan perikanan tersebut telah menciptakan
dinamika tersendiri yang melibatkan banyak anggota masyarakat di seluruh
wilayah pesisir Indonesia.
Menurut KKP (2012), sektor perikanan Indonesia mampu menyerap
tenaga kerja langsung sebanyak 5,35 juta orang, dimana yang basis kegiatan pada
sumberdaya ikan laut mencapai 4,16 juta orang. Sedangkan orang yang
bergantung (tenaga kerja tidak langsung) pada sektor perikanan mencapai 10,7
juta. Kegiatan perikanan yang melibatkan banyak tenaga kerja tersebut perlu
dijaga eksistensinya dan perlu ditingkat kontribusinya, sehingga kemajuan
perekonomian nasional dari sektor perikanan terjadi di seluruh wilayah tanah air.
Namun demikian, keberlanjutan kedua jenis kegiatan perikanan tersebut sangat
ditentukan oleh pola pemanfaatan dan sistem rantai pemasaran terutama untuk
produk ikan unggulan (ikan tuna, tongkol, dan cakalang) yang dikembangkan oleh
para pelaku perikanan di setiap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.
Ikan tuna, tongkol, dan cakalang yang selanjutnya disingkat TTC,
merupakan salah satu ikan ekonomis penting bagi Indonesia. Daerah penyebaran
TTC di Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi,
Samudera Hindia, utara Irian Jaya, perairan utara Aceh, Utara Sulawesi, Teluk
Tomini, dan Halmahera. Volume TTC hasil tangkapan tersebut mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Menurut statistik perikanan tahun 2014, meskipun
produksi TTC Indonesia mengalami penurunan pada rentang tahun 2009-2010,
untuk tahun selanjutnya di tahun 2011 mengalami peningkatan yang relatif
signifikan dari tahun sebelumnya. Dari data tersebut menunjukkan bahwa TTC
masih menjadi produk perikanan yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan
perekonomian Indonesia.
Dilihat dari produksi dan pemasaran produk TTC, pada umumnya TTC
dipasarkan dalam bentuk segar atau beku. Kondisi demikian diakibatkan dari pola
konsumen yang lebih menyukai mengkonsumsi ikan TTC dalam bentuk segar.
Disamping dalam bentuk segar dan beku, pemasaran ikan TTC, khususnya ikan
cakalang dan tongkol, dipasarkan dalam bentuk olahan seperti ikan asap dan
pindang yang umumnya untuk konsumsi di dalam negeri. Sementara dalam
bentuk ikan kaleng dan setengah matang untuk bahan baku ikan kaleng
dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar di luar negeri dan dalam
negeri.
Tabel 1 Volume produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan, 2009-2013
No
1
2
Jenis Ikan
Lisong/Bullet tuna
Tongkol krai/Frigate tuna
Tongkol komo/Eastern
little tuna
Cakalang/Skipjack tuna
Albakora/Albacore
Madidihang/Yellowfin tuna
Tuna sirip biru
selatan/Southern bluefin
tuna
Tuna mata besar/Big eye
tuna
Tongkol abu-abu/Longtail
tuna
Jumlah
3
4
5
6
7
8
9
2009
5,369
148,663
2010
3,670
132,690
2011
7,434
143,541
Satuan: Ton
2012
2013
14,722
32,491
158,001
192,943
154,487
140,151
145,778
172,740
153,193
338,034
25,621
114,163
330,879
30,134
130,421
318,111
11,444
176,793
429,024
11,028
190,238
481,014
6,-95
219,816
641
474
700
900
1,382
62,844
52,766
52,427
73,603
78,142
95,299
89,321
117,783
84,022
70,842
945,121
910,506
974,011
1,134,278
1,229,823
(Sumber: KKP, 2014)
Persaingan bisnis yang semakin ketat pada usaha perikanan dampak
globalisasi sejak diberlakukanya era perdagangan bebas telah menggeser
paradigma bisnis dari Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage,
yang memaksa kegiatan bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Strategi
yang dimaksud adalah dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Hal ini berlaku prinsip going
concern yang secara umum merupakan tujuan didirikanya suatu entitas bisnis
(Wandarson, 2012). Tingginya persaingan usaha tersebut saat ini, mengharuskan
2
setiap perusahaan memberikan perhatian pada setiap rantai suplai yang terjadi
pada masing-masing tahapan produksinya.
Analisis rantai suplai (supply chain) memandang dengan perusahaan atau
pelaku perikanan sebagai salah satu bagian dari rantai suplai produk, yang
kemudian dikenal dengan istilah perantai suplai (supply chainers). Rantai suplai
produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan
penanganan purna jual. Rantai suplai memberikan wahana mengidentifikasi cara
untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan pasokan (Raras, 2009).
Aktivitas rantai suplai dikategorikan menjadi dua jenis; yaitu aktvitas primer
(logistic in- bound, operasi, logistic out-bound, pemasaran, penjualan, dan jasa)
dan aktivitas pendukung (infrastruktur, manajemen sumberdaya manusia,
pengembangan teknologi dan pengadaan). Rantai suplai diupayakan berjalan baik
di daerah/wilayah, baik yang menjadi wilayah basis produksi maupun wilayah
basis pemasaran karena berperan signifikan dalam menentukan keberhasilan
kegiatan ekonomi di suatu daerah yang berdampak langsung pada kesejahteraan
masyarakat. Terkait dengan ini, maka model pengembangan rantai suplai harus
dapat menyatukan fungsi-fungsi yang melintasi aktivitas primer yang beraneka
ragam serta juga bermanfaat untuk membagi lebih lanjut aktivitas primer spesifik
di dalam rantai suplai.
Dalam rangka pengembangan rantai suplai yang efektif, maka perlu
diketahui pola interaksi yang terjadi di antara perantai suplai (supply chainers)
memungkinkan produk ikan TTC dapat sampai ke pasar tujuan / tangan konsumen
secara cepat dan kontinyu dengan kualitas yang baik. Sebagai ilustrasi, dengan
diketahuinya kebutuhan produk di pasar tujuan serta keinginan konsumen, maka
suplai produk akan selalu diterima, aktivitas perantai suplai (supply chainers)
berlangsung efektif, dan nilai tambah produk selalu didapat.
Analisis rantai suplai (supply chain) merupakan salah satu konsep
pendekatan bagaimana mengefektifkan kegiatan suplai sehingga biaya total
menjadi minimum dengan menambah kuantitas pasokan dan memperbesar nilai
tambah (value added) dalam tatanan pasokan ke pelanggan (Stringer, 2009).
Kondisi kuantitas pasokan optimum diupayakan terjadi pada setiap usaha dengan
cara meyusun rencana produksi dengan menjadikan kuantitas pasokan yang
optimum agar nilai pada setiap perantai pasok meningkat. Sementara untuk
perspektif organisasi, rantai suplai merupakan tambahan aktivitas organisasi
(Andri, 2009).
Di sisi lain, kuantitas pasokan sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan
eksternal usaha perikanan TTC yang terjadi saat ini. Hal ini karena usaha
produksi dan pemasaran merupakan aktivitas utama dalam mendukung
pengembangan rantai suplai dan menjamin aliran barang/material pada setiap
mata rantai produk hingga sampai ke pasar tujuan. Pengembangan rantai suplai
adalah menambah kegiatan pada setiap chanel/organisasi serta kolaborasi melalui
perjanjian atau contract farming sehingga tercipta nilai tambah (value added) dan
terbuka lapangan kerja. Produsen/nelayan/pengolah tidak lagi memasok apa yang
mereka inginkan atau produksi, melainkan harus memasok apa yang para
konsumen inginkan (Kindangen dan Bachtiar, 2012). Ditegaskan oleh Stringer
(2009) bahwa pengembangan rantai suplai merupakan upaya berpikir untuk
mengurangi biaya dalam rangka menambah nilai produk dan keuntungan usaha
dengan melakukan koordinasi vertikal dan kolaborasi. Untuk mewujudkan hal
3
ini, maka diperlukan strategi-strategi yang tepat untuk dapat minimalisir
hambatan terjadinya sinergi dalam pengembangan rantai suplai perikanan TTC
tersebut.
Perumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
empirik untuk mengkaji Model Pengembangan Rantai nilai Perikanan Tuna,
Tongkol, dan Cakalang (TTC) di Indonesia dari kondisi yang saat ini telah
berlangsung di kalangan pelaku usaha yang memuat informasi karakteristik
pengusahaan perikanan TTC, rantai suplai, pola distribusi, wilayah basis untuk
pengembangan sistem rantai pemasaran, peran perantai suplai (supply chainers),
serta pola pengembangan model rantai suplai TTC yang bersinergi dengan tujuan
pembangunan perikanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk
mendukung maksud ini, maka diajukan enam permasalahan yang diharapkan
dapat dipecahkan melalui serangkaian penelitian, yaitu :
1. Bagaimana karakteristik usaha perikanan TTC di Indonesia, terutama dilihat
dari jenis produk TTC yang dikembangkan, kebutuhan pelaku usaha, dan
dukungan sarana dan prasarana, serta time line peristiwa yang mendukung
penguatan usaha perikanan TTC ?
2. Dimana lokasi-lokasi yang dapat dijadikan sebagai wilayah basis untuk
pengembangan produksi (daerah potensi produksi) dan wilayah basis untuk
pengembangan pemasaran (daerah konsumen ) dari ikan TTC sehingga rantai
suplai yang dikembangkan berfungsi dengan baik ?
3. Bagaimana tingkat peran perantai suplai (supply chainers) perikanan dalam
mendukung pengembangan model rantai suplai ikan TTC tersebut, dan
perantai suplai mana yang paling signifikan perannya dalam rantai suplai
tersebut ?
4. Berapa kuantitas suplai yang optimum dari setiap produk perikanan TTC di
wilayah basis sehingga menjamin stabilitas usaha dan memberi ruang untuk
pertumbuhan kegiatan perikanan TTC di masa mendatang ?
5. Bagaimana kondisi internal dan eksternal usaha perikanan TTC sehingga
mendukung penguatan posisinya dalam mendukung pengembangan rantai
suplai perikanan TTC ?
6. Bagaimana pola model pengembangan rantai suplai perikanan TTC di
Indonesia? Apa strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi
pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan
perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan ?
Tujuan Penelitian
Dari beberapa perumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis karakteristik usaha perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC)
dan time line pengembangannya.
2. Memetakan daerah potensi produksi dan daerah konsumen ikan TTC, serta
tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya.
3. Menganalisis tingkat peran perantai suplai (supply chainers) pada kegiatan
4
produksi dan pemasaran ikan TTC
4. Menganalisis kuantitas suplai optimum produk perikanan dan posisi
pengelolaannya dalam mendukung pengembangan rantai suplai perikanan
TTC.
5. Menyusun model pengembangan rantai suplai perikanan TTC untuk menduga
pola interaksi perantai suplai (supply chainers) terkait.
6. Merumuskan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi
pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan
perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian Model Pengembangan Rantai
Suplai Perikanan TTC di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan komoditas utama produk
perikanan Indonesia yang mampu memberikan kontribusi terhadap penggerak
perekonomian nasional di sentra perikanan TTC;
2. Sebagai acuan bagi pelaku bisnis ikan TTC dalam perencanaan investasi dan
pengembangan kegiatan pemasaran perikanan TTC di Indonesia;
3. Sebagai salah satu referensi dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan di
bidang perikanan dan kelautan;
4. Berguna bagi peningkatan kapasitas diri mahasiswa dengan berbagai
keilmuan dalam perencanaan dan pengembangan pemasaran produk unggulan
sektor perikanan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian Model Pengembangan Rantai
Suplai Ikan TTC di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Kuantitas suplai yang optimum untuk setiap jenis produk perikanan TTC
belum diketahui pasti termasuk di wilayah-wilayah yang dianggap sebagai
wilayah basis (daerah potensi), dan posisi pengelolaan usaha perikanan TTC
juga kurang mendukung pengembangan produk perikanan TTC terutama dari
aspek rantai suplainya;
2. Perantai suplai (supply chainers) perikanan di Indonesia belum ada yang
nyata/signifikan perannya dalam mendukung pengembangan pemasaran ikan
TTC;
3. Interaksi yang terjadi pada rantai suplai ikan TTC di Indonesia masih
cenderung negatif dan belum memberikan manfaat yang siginfikan bagi setiap
tahapan rantai pemasarannya.
Pada kegiatan operasionalnnya, belum
diketahui strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi rantai suplai
tersebut dengan tujuan pembangunan perikanan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Tuna, tongkol, cakalang (TTC) adalah kelompok jenis ikan hasil
tangkapan di laut yang menjadi komoditas unggulan, baik untuk konsumsi dalam
negeri dan memenuhi pangsa pasar internasional. Di dalam negeri, dominasi
5
konsumen TTC umumnya di wilayah Timur Indonesia dan kota-kota besar yang
disajikan di restoran atau hotel. Pola konsumsi TTC oleh masyarakat domestik
sampai saat ini mengalami penambahan keanekaragaman karena terjadinya
diversifikasi teknologi pengolahan di setiap wilayah seperti berkembangnya
pengolahan ikan asap, pindang, dan lain-lain. Kerangka pemikiran penelitian
tentang rantai suplai ikan TTC ini diilustrasikan seperti pada Gambar 1.
Kebijakan
Pembangunan
Perikanan
Karakteristik Usaha Perikanan TTC
(kajian pendekatan sistem, time line, dan
dukungan sarana dan prasarana)
Wilayah Basis untuk Pengembangan Produksi dan Pemasaran Ikan
TTC (analisis LQ, pengganda basis, pertumbuhan tenaga kerja)
Tingkat Peran Supply Chainers (analisis korelasi)
Nelayan
Pedagang
Pengolah
sinergi
Kuantitas suplai
Optimum Produk
Ikan TTC & Posisi
pengelolaan saha
untuk mendukung
rantai suplai
(EOQ, TC, OC, HC,
IFAS, EFAS, IE)
Eksportir
Pengumpul
Konsumen
& Lainnya
Perancangan Pola Interaksi Supply
Chainers dalam Rantai Suplai
perbaikan
kesejahteraan
Pengembangan Model Rantai Suplai Ikan TTC di Indonesia
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Di sisi lain, untuk pangsa pasar luar negeri, keanekaragaman produk
olahan TTC mengalami perkembangan dari yang biasanya dikonsumsi dalam
bentuk segar dan ikan kaleng, sejalan dengan berkembangnya teknologi
pengolahan di masing-masing negara importir ikan TTC.
Berkembangnya
keanekaragaman bentuk olahan ikan TTC di beberapa negara dan pesatnya
pertumbuhan ekonomi masyarakat global, mengakibatkan peningkatan kebutuhan
6
produk TTC dikarenakan terjadinya pola konsumsi masyarakat yang lebih
dominan memilih produk ikan dibandingkan produk lainnya. Sejalan dengan ini,
maka dirasakan perlu untuk dikembangkan model rantai suplai yang dapat
mendukung kegiatan produksi dan pemasaran produk perikanan TTC oleh setiap
perantai suplai (supply chainers) hingga sampai ke pasar potensial baik di dalam
negeri (domestik) maupun luar negeri (internasional).
Kondisi lain yang menjadikan landasan dijadikannya pengembangan
model rantai suplai perikanan TTC sebagai topik penelitian antara lain terjadinya
fenomena penurunan jumlah produksi pada rentang tahun 2008 sampai dengan
tahun 2010 yang selanjutnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan di
tahun 2011. Fenomena tersebut perlu dicermati mengingat pangsa pasar ikan
TTC di pasar domestik dan internasional cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Disamping itu, diversifikasi produk olahan yang semakin
berkembang harus disertai dengan pengembangan kuantitas suplai yang memadai
(optimum) sehingga terjadinya peningkatan nilai dari produk tersebut sejalan
dengan ketersediaan stock produk di pasar. Secara tidak langsung hal ini akan
menjadikan usaha TTC menarik bagi pelaku usaha dan rantai suplai produk TTC
stabil. Dengan pengembangan rantai suplai ikan TTC diharapkan mampu
memberikan kontribusi terhadap pengembangan produk tersebut yang pada
akhirnya berkontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional.
Novelti
Novelti merupakan sesuatu yang baru dari sebuah penelitian yang belum
ada sebelumnya. Kebaruan (novelty) atau kekinian merupakan tolok ukur dalam
penilaian proses penelitian. Titik capaian penemuan kebaruan tidak serta merta
didapatkan begitu saja, namun melalui serangkaian tahapan yang boleh dibilang
tidak berjalan secara serial. Seringkali bahkan harus melalui proses melingkar,
memutar, dan mencoba alternatif jalan yang mungkin tampak secercah harapan
akan kebaruan itu di ujung jalan. Setelah melalui serangkaian penelitian terhadap
perikanan tuna tongkol dan cakalang (TTC) di Indonesia, kebaruan dari penelitian
ini adalah: Strategi kebijakan pelibatan nelayan, pedagang eceran, pedagang
besar/pengumpul, dan eksportir dalam penentuan harga jual produk tuna tongkol
dan cakalang (TTC) di Indonesia.
7
KARAKTERISTIK USAHA PERIKANAN TUNA, TONGKOL, DAN
CAKALANG (TTC)
Latar Belakang
Potensi sumberdaya ikan Indonesia terutama yang bersumber dari laut
diperkirakan mencapai 6,2 juta ton per tahun dengan nilai sekitar US$ 82 miliar
per tahun. Potensi tersebut memberi ruang untuk berkembangnya kegiatan usaha
perikanan yang bergerak pada kegiatan produksi maupuan pemasaran, yang
menghasilkan produk ikan segar maupun produk olahan. Hal ini juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Menurut Putra
(2011), keberadaan usaha perikanan tersebut, mendukung peningkatan kontribusi
sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB nasional yang rata-rata mencapai
2,77 %.
Sedikit berbeda dengan potensi perikanan lainnya, pemanfaatan potensi
ikan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) juga diatur cukup ketat secara
internasional melalui Regional Fisheries Management Organization (RFMO).
Menurut Leadbitter dan Ward (2007), terdapat tiga RFMO yang mengatur
kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan TTC di Indonesia, yaitu Indian
Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna (CCSBT), dan Western and Central Pacific Fisheries Commission
(WPCFC). Sedangkan untuk menjaga mutu produk di pasar internasional, pelaku
usaha perikanan TTC harus memperhatikan aspek-aspek (1) sanitary dan
phytosanitary, (2) ecolabelling, (3) anti-dumping, dan (4) traceability, (GMP
SSOP, dan (6) HACCP. Hal ini harus menjadi perhatian penting perantai pasok
(supply chainers) perikanan, aparat pemerintah, dan masyarakat.
Seiring dengan berubahnya waktu, regulasi internasional tersebut
mendorong perubahan positif pada tataran kebijakan dan teknis terkait pemanfatan
sumberdaya ikan TTC di Indonesia, baik yang dilakukan oleh aparat pemerintah
maupun pelaku usaha dalam rangka penguatan posisi usaha perikanan TTC
hingga menjadi kegiatan ekonomi penting di tanah air. Hendriwan, et. al (2008)
menyatakan bahwa kebijakan yang mengakomodir pengembangan perikanan TTC
telah dilakukan sejak zaman orde baru baik dalam bentuk undang-undang,
keputusan menteri, maupun peraturan dirjen, sedangkan pada tataran teknis
ditunjukkan dengan berbagai program aksi yang melibatkan pelaku usaha
perikanan, serta pembangunanan sarana dan prasarana perikanan. Hal ini juga
sejalan dengan trend produksi perikanan TTC yang cenderung meningkat setiap
tahunnya, dimana pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing mencapai 910.506
ton dan 974.011 ton. Penelitian ini akan mencoba mengungkap lebih jauh tentang
karakterisk usaha perikanan TTC termasuk time line peristiwa yang mendukung
pengembangannya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik umum usaha
perikanan tuna, tongkol dan cakalang (TTC) mencakup karakteristik usaha dan
dukungan sarana dan prasarana, serta time line penguatan usaha perikanan TTC.
Metodologi
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan
September 2013. Sedangkan tempat penelitian adalah sentra perikanan yang
selama ini banyak kegiatan produksi dan pemasaran perikanan TTC-nya, seperti
Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dari nelayan, pengolah ikan, pedagang
eceran, pedagang besar/pengumpul, eskportir, mencakup jenis kegiatan usaha
perikanan yang dilakukan, data kebutuhan untuk menjalankan usaha perikanan
TTC, sarana dan prasarana pendukung usaha, serta informasi terkait
perkembangan kegiatan perikanan TTC yang diketahui.
Masing masing
responden sebanyak 5-10 % dari total populasi responden di masing-masing
lokasi penelitian (Gaspersz, 1992). Sedangkan data sekunder mencakup data
statistik perikanan TTC, sejarah pengembangan perikanan TTC, data statistik
sarana dan prasarana pendukung, dan lainnya.
Data primer dikumpulkan dengan teknis wawancara dan pengamatan
langsung. Wawancara dilakukan kepada perwakilan perantai pasok perikanan
(nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, dan
eksportir). Pengamatan langsung dilakukan dengan cara melihat dan mengamati
langsung kegiatan usaha perikanan TTC yang ada, sarana dan prasarana
perikanan, dan lainnya yang mendukung kegiatan perikanan TTC. Sedangkan
data sekunder dikumpulkan dengan menelaah hasil studi dan laporan kegiatan
yang tersedia pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan dan
Kelautan, Pelabuhan Perikanan, UPT Ditjen P2HP, dan perguruan tinggi.
Analisis data
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem digunakan untuk menganalisis karakteristik usaha
perikanan TTC sebagai sebuah sistem perikanan. Dengan pendekatan ini, akan
diidentifikasi jenis usaha perikanan yang berkembang di sentra perikanan TTC
terpilih, dianalisis kebutuhan pelaku usaha untuk menjalankan usaha perikanan
TTC, kondisi kegiatan produksi dan pemasaran, serta sarana dan prasarana
pendukung usaha.
Menurut Gaspersz (1992), pendekatan sistem merupakan suatu
metodologi analisis untuk pemecahan masalah yang dimulai dari identifikasi
serangkaian kebutuhan untuk melaksanakan suatu proyek (kegiatan produksi dan
pemasaran) guna menghasilkan output yang diinginkan, memformulasikan
masalah yang ada, hingga mengembangkan konsep sistem untuk melihat pola
interaksi dan keterkaitan di antara perantai pasok (supply chainers) dan
komponen perikanan TTC lainnya sehingga dapat dilakukan perbaikan. Dalam
pendekatan sistem ini, karakteristik usaha perikanan TTC yang ada tidak hanya
9
didekati dari satu dimensi namun dari beberapa dimensi yang dipandang penting
untuk mendapatkan gambaran karakteristik utuh usaha perikanan TTC. Dimensi
tersebut terkait dengan jenis usaha perikanan TTC yang berkembang, kebutuhan
perantai pasok (supply chainers) yang menjadi penyusun mata rantai perikanan
TTC di hulu, tengah (middle) dan hilir, sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk mendukung operasi fisik, serta sarana pengawasan dan jaminan mutu
produk perikanan TTC hingga sampai ke tangan konsumen. Pendekatan multi
dimensi ini akan meminimalisir bias dalam menggambarkan karakteristik utuh
usaha perikanan TTC yang ada di sentra perikanan terpilih.
Pendekatan sistem yang bersifat integratif ini dapat membantu
menggambarkan kondisi usaha dan produk perikanan TTC diantara produk
perikanan lainnya, menentukan pelaku utama pada setiap level kegiatan perikanan
serta dominansi sebarannya, menemukan permasalahan yang terjadi, dan
menemukan pola tindakan yang bisa dilakukan dalam pemecahan permasalahan
yang ada. Analisis karakteristik usaha perikanan TTC menggunakan pendekatan
sistem ini dilakukan dengan tiga tahapan (Manetsch and Park 1977), yaitu :
(1) Menganalisis kebutuhan dari perantai pasok (supply chainers) seperti
nelayan, pengolah, pedagang eceran, pengumpul/pedagang besar, eksportir,
dan konsumen yang terkait dengan kegiatan usaha perikanan TTC.
(2) Memformulasikan masalah-masalah yang dihadapi perantai pasok (supply
chainers) perikanan TTC, baik yang berkaitan dengan jenis produk TTC
yang diusahakan, jenis input terkendali dan tidak terkendali dalam kegiatan
usaha, serta sarana dan prasarana pendukung untuk operasi fisik.
(3) Mengembangkan konsep sistem untuk melihat pola interaksi dan keterkaitan
di antara perantai pasok (supply chainers) dan komponen perikanan lainnya.
Konsep sistem tersebut disusun dalam bentuk diagram input-output, serta
tabulasi keterkaitan diantara perantai pasok (supply chainers) dan komponen
perikanan lainnya.
Time Line
Time line digunakan untuk memperdalam rangkaian peristiwa baik pada
tataran kebijiakan maupun teknis yang mendukung penguatan keberadaan usaha
perikanan TTC. Time line merupakan salah satu pendekatan dari empat jenis
pendekatan Particaptory Institutional Survey and Conflict Evaluation Exercise
(PISCES Approach) yang dikembangkan oleh Bennett (2003).
Analisis dengan metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data
kebijakan, operasi teknis, pelaksanaan program, serta kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan kegiatan perikanan TTC dalam kurun waktu tertentu. Informasi
yang diberikan dalam time line dapat berupa informasi baku yang tersedia dalam
bentuk laporan kegiatan, salinan kebijakan, informasi media, hasil penelitian, serta
informasi tidak baku yang disampaikan secara lisan oleh pelaku perikanan TTC,
praktisi, dan pakar. Secara lebih luas, time line juga dapat memberikan informasi
tentang sejarah/perkembangan kegiatan terkait perikanan TTC dari waktu ke
waktu, serta kejadian-kejadian unik yang mendukung penguat
PERIKANAN TUNA TONGKOL CAKALANG (TTC)
DI INDONESIA
ATENG SUPRIATNA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
Disertasi
“MODEL
PENGEMBANGAN RANTAI SUPLAI PERIKANAN TUNA TONGKOL
CAKALANG (TTC) DI INDONESIA” adalah karya saya dengan arahan dari
Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan kepada Perguruan Tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian disertasi ini.
Bogor, Februari 2015
Ateng Supriatna
NRP : C 462110124
RINGKASAN
ATENG SUPRIATNA (C 462110124). Model Pengembangan Rantai Suplai
Perikanan Tuna, Tongkol, dan Cakalang (TTC) di Indonesia. Dibimbing oleh Dr,
Ir. Budhi H Iskandar, M.Si, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof. Dr. Ir.
Mulyono S Baskoro, M.Sc dan Dr, Ir. Victor PH Nikijuluw, M.Sc.
Ikan tuna, tongkol, dan cakalang yang selanjutnya disingkat TTC,
merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Daerah penyebaran TTC di
Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi, Utara
Irian Jaya, perairan utara Aceh, Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Utara
Sulawesi, Teluk Tomini, dan Halmahera. Volume produksi TTC tersebut
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pengembangan rantai supplai
diharapkan dapat membantu menjaga kontinyuitas dan meningkatkan produksi
perikanan TTC tersebut. Menurut Stringer (2009) analisis rantai suplai (supply
chain analysis) merupakan salah satu konsep pendekatan bagaimana menambah
aktivitas/jumlah produksi dan memperbesar nilai produk secara maksimal dalam
tatanan suplai ke pelanggan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik usaha perikanan
TTC, memetakan daerah potensi produksi dan daerah konsumen ikan TTC,
tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya, menganalisis tingkat peran stakholders
perikanan dalam produksi dan pemasaran ikan TTC dan kuantitas suplai optimum
produk perikanan, menyusun model pengembangan rantai suplai perikanan TTC
untuk menduga pola interaksi perantai pasok (supply chainers) perikanan terkait,
serta merumuskan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi
pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan
perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan. Penelitian ini dilaksanakan di
sentra perikanan TTC Indonesia, seperti Bitung (Prop. Sulawesi Utara), Ternate
(Prop. Maluku Utara), Ambon (Prop. Maluku), dan Sorong (Prop. Papua Barat).
Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan
September 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
pendekatan sistem, metode time line, analisis Location Quotient (LQ), bivariate
correlation, Economic Order Quantity (EOQ), analisis SWOT, dan analisis
Structural Equation Modelling (SEM).
Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha perikanan TTC yang banyak
berkembang di sentra perikanan TTC (Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong)
adalah usaha TTC segar, tuna kaleng, TTC beku, tongkol pindang, cakalang asap,
tuna loin dan sashimi, dan ikan kayu. Beberapa peristiwa penting yang
mendukung penguatan usaha perikanan TTC tersebut secara time lines adalah
pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (cikal bakal Kementerian Kelautan dan
Perikanan) tanggal 26 Oktober 1999. Rampungnya 33 laboratorium pengujian
mutu produk perikanan (di setiap propinsi) tahun 2007.
Terkait dengan daerah potensi, hasil analisis LQ menunjukkan Bitung
prospek menjadi daerah potensi produksi tuna loin, cakalang asap, ikan kayu, tuna
kaleng, dan sashimi, dan juga menjadi daerah konsumen TTC segar, ikan kayu,
TTC beku, dan sashimi. Ternate merupakan daerah potensi produksi TTC segar,
cakalang asap, TTC beku, dan tongkol pindang, serta daerah konsumen untuk ikan
kayu, tuna kaleng, dan tongkol pindang. Ambon menjadi daerah potensi produksi
tuna loin, ikan kayu, TTC beku, dan tongkol pindang, serta daerah konsumen tuna
loin, cakalang asap, tuna kaleng, dan sashimi. Sorong prospek menjadi daerah
potensi produksi TTC segar dan TTC beku, serta menjadi daerah konsumen
cakalang asap. Untuk tenaga kerja yang mendukung daerah potensi produksi dan
konsumen, pertumbuhan yang tinggi terjadi pada produksi cakalang asap Bitung
(370 orang/tahun), tuna kaleng Bitung (194 orang/tahun), TTC beku Ambon (106
orang/tahun), dan TTC segar Sorong (168 orang/tahun). Pertumbuhan konsumen
yang tinggi terjadi pada pemasaran TTC segar Bitung (16.707 orang/tahun) dan
tuna kaleng Ambon (9.382 orang/tahun). Perantai pasok (supply chainers) yang
tingkat perannya sangat kuat adalah nelayan pada produksi ikan TTC segar (pc=
0,785), konsumen pada pemasaran ikan TTC segar (pc = 0,763) dan pemasaran
tuna kaleng (pc = 0,845), serta pengolah pada produksi tongkol pindang (pc =
0,766).
Untuk mendukung rantai suplai perikanan TTC, kuantitas suplai optimum
TTC segar di Ternate dan Sorong dapat diarahkan masing-masing 36.000
kg/pesanan dan 40.000 kg/pesanan, 30.000 kg/pesanan dan 40.000 kg/pesanan,
serta 30.000 kg/pesanan dan 36.000 kg/pesanan. Kuantitas suplai optimum
cakalang asap sekitar 263 kg/pesanan (Bitung dan Ternate), tongkol pindang
sekitar 583 kg/pesanan (Ambon dan Sorong), tuna loin sekitar 26.667 kg/pesanan
(Bitung dan Ambon), ikan kayu 21.429 kg/pesanan (Bitung) dan 18.750
kg/pesanan (Ambon), sashimi sekitar 20.000 pack/pesanan (Bitung), tuna kaleng
sekitar 30.000 kaleng/pesanan (Bitung). Kuantitas suplai optimum TTC beku di
daerah potensi (Ambon dan Sorong) dapat diarahkan masing-masing 68.571
kg/pesanan dan 60.000 kg/pesanan. Kuantitas suplai optimum tersebut dapat
direalisasikan untuk mendukung pengembangan rantai suplai karena pengelolaan
usaha perikanan TTC saat ini berada dalam posisi pertumbuhan stabil (kuadran V
matriks IE, IFAS = 2,55, EFAS = 2,71).
Dengan menggunakan metode SEM, didapatkan model rantai suplai
perikanan TTC yang sesuai (fit) yang dibangun oleh interaksi nelayan (NEL),
pengolah ikan (PENG), pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB),
eksportir (EKS), dan konsumen (KONS) dengan pola interaksi unik untuk setiap
stakholders. Dari interaksi yang terjadi, hanya interaksi pengolah ikan dengan
konsumen cenderung negatif (C.E = -0,503). Hanya ada satu interaksi dengan
pengaruh signifikan, yaitu interaksi pedagang eceran dengan konsumen (P < 0,05,
yaitu 0,01). Pola interaksi nelayan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul,
dan eksportir dalam rantai suplai perikanan TTC dipengaruhi secara signifikan
oleh harga jual yang ditawarkan dan tingkat peran yang dimainkannya. Strategi
kebijakan rantai suplai perikanan TTC dengan dampak positif signifikan adalah
strategi pelibatan kelompok nelayan dalam penentuan harga jual, strategi
pelibatan kelompok pedagang dalam penentuan harga jual, strategi jaminan
keleluasan interaksi pedagang eceran dengan konsumen. Strategi dengan dampak
positif namun tidak signifikan adalah strategi pengaturan posisi stock produk
TTC pada setiap mata rantai pemasaran dan strategi pelibatan kelompok pengolah
ikan dalam pengaturan harga jual. Sedangkan strategi dengan dampak negatif bila
tidak terealisasi adalah strategi pengaturan produksi produk TTC olahan.
Kata kunci : daerah potensi, perikanan TTC, rantai suplai, dan suplai optimum
SUMMARY
ATENG SUPRIATNA (C 462110124). The model development of supply chain
of tuna and tuna like fisheries in Indonesia. Suppervised by : Dr. Ir. Budhi H
Iskandar, M.Si, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, Prof. Dr. Mulyono S Baskoro,
M.Sc, dand Dr. Ir. Victor PH Nikijuluw, M.Sc.
Tuna and tuna like is one of the important fish for Indonesia. Tuna and
tuna like can be found almost in all around of Indonesia waters such as Banda
Sea, Maluku Sea, Flores Sea, Celebes Sea, Indian Ocean, Northern part of Papua,
Northern part of Aceh Waters, Western Part of Sumatera, Southern part of Java,
Northern part of Celebes, Tomini Bay, and Halmahera. Tuna and tuna like
production tend to increase annually. According to Indonesian fisheries statistic
year 2013, even though the production of tuna and tuna like decrease on year
2008 to 2010, for the rest of the year until 2013 significantly increased from
910,506 ton on 2010 to 1,229,823 ton on 2013. The supply chain system is
expecting can be maintain the continuity and increasing the fisheries production
of tuna and tuna like. According to Stringer (2009), supply chain analysis is one
of the concept approaches how to addition of activities/production volume and to
increase the value of the products maximum in supply chain to the consumers.
The series of this experiment is to analyze the characteristic of the
business of tuna and tuna fisheries, to mapping the potential production area and
consumers’ area of tuna and tuna like, the growth of workers that involved in
fisheries sector, to analyze the role level of fisheries stakeholders in production
and marketing of tuna and tuna like and optimum quantity supply of fisheries
products, modeling the development of supply chain of tuna and tuna like
fisheries in line with to assess the interaction of supply chainners, and finally is to
formulate its strategy how to minimize the synergy that occurred as a constraint in
development of supply chain of tuna and tuna like with the objective to develop
the business in fisheries sector and fishermen welfare. The experiment conducted
in fisheries area namely Bitung (North Celebes), Ternate (North Mollucas),
Ambon (Mollucas), and Sorong (West Papua) on October 2012 to September
2013. Several methods are applied in this experiment such as system approach,
time line method, Location Quotient analysis (LQ), bivariate correlation,
Economic Order Quantity (EOQ), SWOT analysis, and Structural Equation
Modelling analysis (SEM).
The result showed that tuna and tuna like fisheries dominated developed
on fresh tuna and tuna like, canned tuna, frozen tuna, boiled fish, smoke fish, tuna
loins and sashimi, and cold smoked fish. The important event that support of
strengthening of tuna and tuna like business in Indonesia according to the time
lines are the forming of Department of Marine Exploration on October 26th, 1999,
established the 33 laboratories of quality assurance of fisheries products in every
province in Indonesia on 2007.
On the potential area of tuna and tuna like fisheries, from LQ analysis
indicated that Bitung is the potential area for loins tuna, smoke fish, cold smoked
fish, canned tuna, and sashimi. Ternate is the area for fresh tuna and tuna like,
smoked fish, frozen, and boiled tuna and tuna like. Its area also as a basis of
consumers of cold smoked, canned tuna, and boiled fish. While Ambon as a
potential production area of loins tuna, katsuobushi, frozen and boiled fish, and as
a consumers area of loins tuna, smoked fish, canned tuna, and sashimi. On the
other hand, Sorong in the future as a production area of fresh and frozen tuna and
tuna like, and as a consumers area of smoked fish.
On the workers which is support and involve in the potential production and
consumers area, the assessment indicated that the high growth of worker appeared
on the production of smoked fish and canned tuna in Bitung (370 and 194
person/year), frozen tuna and tuna like in Ambon (106 person/year), fresh tuna
and tuna like in Sorong (168 person/year). On the consumers growth, the high
growth on the marketing of fresh tuna and tuna like in Bitung (9.382 person/year).
Furthermore, the supply chainers which is strong role level is fishermen on the
production of fresh tuna and tuna like (pc=0,785), while the consumers on the
marketing of fresh tuna and tuna like (pc=0,763) and canned tuna (pc=0,845), and
the last is the processors on boiled fish activity (0,766).
To support the supply chain of tuna and tuna like fisheries, optimum
quantity supply of fresh tuna and tuna like in Ternate and Sorong can be advised
respectivelly 36.000 kg/order and 40.000 kg/order, 40.000 kg/order, and 30.000
kg/order and 36.000 kg/order. The optimum quantity supply of smoked skipjack
is 263 kg/order (Bitung and Ternate), boiled fish 583 kg/order (Ambon and
Sorong), loins tuna 26.667 kg/order (Bitung and Ambon), cold smoked fish
21.429 kg/order (Bitung), canned tuna 30.000 canned/order (Bitung). The
optimum quantity supply of frozen tuna and tuna like in potential area (Ambon
and Sorong) respectivelly 68.571/order and 60.000 kg/order. Its optimum
quantity supply can be support to develop the supply chain due to the current
management of tuna and tuna like fisheries in the stable of growth (quadran V
matrix IE, IFAS = 2,55, EFAS = 2,71).
For development model of tuna and tuna like fisheries, after analyzed by
SEM method, the appropriate model (fit) of tuna and tuna fisheries constructed by
the fishermen (NEL), processors (PENG), retailers (PE), whole collector (PB),
exporters (EKS), and consumers (KONS) by the unique interaction pattern in
every stakeholder. From its interaction that occurred, only the interaction
between processors and consumers tend to negative (C.E = -0.503). The result of
the experiment indicated that only one interaction with significant different appear
on the retailers between consumers (P 0,01). The interaction pattern of fishermen,
retailers, whole collectors, and exporters in supply chain of tuna and tuna like
fisheries affected significantly by sales price that offer and the role level of the
players. The strategic policy of supply chain of tuna and tuna like with
significantly positive impact is the strategy of involving the group of fishermen
and seller on pricing, the strategy on facilitation interaction assurance of retailers
and consumers. The strategy with positive impact but not significant is
arrangement strategy of stock tuna and tuna like products in every marketing
chain and the strategy on involving the group of fish processors in pricing. While
the strategy with the negative impact if not arrange in the system is the strategy on
production arrangement processed products of tuna and tuna like.
Key Words : potential area, tuna and tuna like fisheries, supply chain, and
optimum supply
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan
memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa
ijin IPB.
MODEL PENGEMBANGAN RANTAI SUPLAI
PERIKANAN TUNA TONGKOL CAKALANG (TTC)
DI INDONESIA
ATENG SUPRIATNA
NRP : C 462110124
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :
1. Prof. Dr. Ir. Jhon Haluan, M.Sc
2. Dr. Mustarudin, STP
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :
1. Dr. Ir. Andin H. Taryoto, M.Sc
2. Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc
Judul Disertasi : Model Pengembangan Rantai Suplai Perikanan Tuna, Tongkol,
Cakalang (TTC) di Indonesia
Nama
: Ateng Supriatna
NRP
: C 462110124
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi H Iskandar, M.Si
Ketua
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si
Anggota
Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Victor PH Nikijuluw, M.Sc
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sistem dan
Pemodelan Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 23 Februari 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan disertasi
ini. Ungkapan syukur kehadirat Allah SWT tercurah atas terselesaikannya
penyusunan disertasi ini yang dimulai dari awal sampai tahap akhir sebagai salah
satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Doktor dalam program studi
Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) di Institut Pertanian Bogor.
Judul yang diangkat pada disertasi ini adalah Model Pengembangan Rantai
Suplai Perikanan Tuna Tongkol Cakalang (TTC) di Indonesia, merupakan
rangkaian penelitian pada beberapa aspek usaha perikanan TTC di sentra produksi
(Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong). Judul tersebut diangkat sebagai upaya
untuk meningkatkan peran perikanan TTC di Indonesia dalam pembangunan
ekonomi nasional dan daerah karena usaha tersebut cenderung mengalami
peningkatan dan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Judul tersebut
juga diilhami dari masukan Dr. Victor PH Nikijuluw yang sangat memberikan
perhatian terhadap rantai nilai dan rantai suplai produk perikanan di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian disertasi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
perorangan maupun lembaga yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian penyusunan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ungkapan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak dan
semoga seluruh dukungan mendapatkan imbalan yang lebih layak.
Pada kesempatan ini, penulis secara langsung mengucapkan terimakasih
yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Budhi H Iskandar, M.Sc selaku Ketua
Komisi Pembimbing. Kemudian secara berturut-turut kepada Dr. Ir. Sugeng Hari
Wisudo, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc, dan Dr. Ir. Victor PH
Nikijuluw, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. Ungkapan terimakasih
disampaikan secara khusus kepada istri dan keluarga yang telah memberikan
dukungan moril dan doa yang secara tulus disampaikan. Kepada rekan satu kelas
dan rekan sejawat disampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga atas segala
dukungan dan bantuannya selama penulis menjalankan proses belajar sampai pada
penulisan disertasi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan disertasi ini masih jauh dari
sempurna dan mengharapkan ketulusan dari pemanfaat dari disertasi ini berupa
kritik dan saran yang membangun dalam rangka penelitian dan penulisan
berikutnya.
Jakarta, Februari 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
Kerangka Pemikiran
Novelti
2 KARAKTERISTIK USAHA PERIKANAN TUNA, TONGKOL, DAN
CAKALANG (TTC)
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
3 DAERAH POTENSI DAN TINGKAT PERAN PERANTAI PASOK (SUPPLY
CHAINERS) DALAM PRODUKSI DAN PEMASARAN IKAN TTC
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
4 KUANTITAS SUPLAI OPTIMUM PRODUK PERIKANAN TTC DAN
POSISI PENGELOLAANNYA DI DAERAH POTENSI
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
5 PENGEMBANGAN MODEL RANTAI SUPLAI PERIKANAN TUNA,
TONGKOL, DAN CAKALANG (TTC)
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
6 PEMBAHASAN UMUM
7 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
ix
x
1
4
4
5
5
5
7
8
8
9
11
21
22
23
25
35
36
37
39
53
54
55
57
67
69
73
75
80
112
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Volume produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan, 2009-2013
Jenis kegiatan usaha perikanan TTC yang berkembang di sentra perikanan
Provinsi Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, dan Papua Barat
Kebutuhan perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC
Sarana dan prasarana pendukung perikanan TTC
Balai pengawas dan jaminan mutu
Time lines pengembangan usaha perikanan TTC
Hasil analisis LQ daerah potensi produksi ikan TTC
Nilai pengganda basis (K) daerah potensi produksi ikan TTC
Hasil analisis LQ daerah konsumen ikan TTC
Nilai pengganda basis (K) daerah konsumen ikan TTC
Pertumbuhan tenaga kerja (Delta N) di daerah potensi produksi ikan TTC
Pertumbuhan konsumen (Delta N) di daerah potensi konsumen ikan TTC
Hasil analisis korelasi peran perantai pasok (supply chainers) dalam produksi
dan pemasaran ikan TTC
Faktor internal yang mempengaruhi pengelolaan usaha perikanan TTC
Faktor internal yang mempengaruhi pengelolaan perikanan TTC
Kriteria goodness of fit dan nilai standarnya
Hasil evaluasi kesesuaian model persamaan struktural terhadap kriteria
goodness-of-fit yang dipersyaratkan
Interaksi perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC
Nilai produk pada setiap mata rantai perikanan TTC
Interaksi internal perantai pasok (supply chainers) perikanan TTC
Keuntungan/Margin yang didapat oleh setiap perantai pasok (supply chainers)
perikanan TTC
Strategi minimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan
TTC
2
11
12
15
16
17
25
26
27
27
28
28
30
46
47
57
59
60
61
62
63
65
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Halaman
Kerangka pemikiran penelitian
6
Diagram input-output kegiatan produksi dan pemasaran perikanan TTC
13
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
40
suplai optimum produk TTC segar
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
41
suplai optimum produk cakalang asap dan tongkol pindang
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
43
suplai optimum produk tuna loin, ikan kayu, tuna kaleng, dan sashimi
Hubungan frekuensi pesanan dengan biaya dalam mempengaruhi kuantitas
44
suplai optimum produk TTC beku
Matriks internal-eksternal (IE) posisi pengelolaan usaha perikanan TTC
48
Model rantai perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC)
58
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Data interaksi perantai pasok (supply chainers) dalam produksi dan pemasaran
ikan TTC
Data interaksi produk perikanan TTC
Hasil analisis SPSS tentang peran perantai pasok (supply chainers) dalam
produksi dan pemasaran ikan TTC
Hasil analisis SPSS tentang keterkaitan produk dalam produksi dan pemasaran
ikan TTC
Hasil analisis SPSS tentang keterkaitan perantai pasok (supply chainers)
dalam produksi dan pemasaran ikan TTC
Kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di Propinsi Sulawesi
Utara, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat
Hasil analisis EOQ produk TTC segar di Ternate
Hasil analisis EOQ produk TTC segar di Sorong
Hasil analisis EOQ produk tuna loin di Sorong
Hasil analisis EOQ produk tuna loin di Ambon
Hasil analisis EOQ produk cakalang asap di Ambon
Hasil analisis EOQ produk cakalang asap di Ternate
Hasil analisis EOQ produk ikan kayu di Bitung
Hasil analisis EOQ produk ikan kayu di Ambon
Hasil analisis EOQ produk TTC beku di Ambon
Hasil analisis EOQ produk TTC beku di Sorong
Hasil analisis EOQ produk tuna kaleng di Bitung
Hasil analisis EOQ produk sashimi di Bitung
Hasil analisis EOQ produk tongkol pindang di Ternate
Hasil analisis EOQ produk tongkol pindang di Ambon
81
82
83
87
91
94
96
98
100
101
102
102
103
104
105
107
109
110
111
111
PENDAHULUAN
Latar Bekalang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya
perikanan laut yang relatif tinggi yaitu sebesar US$ 82 Milyar. Potensi tersebut
atas dasar luas laut Indonesia sekitar dua per tiga bagian dari luas total wilayah
negara Republik Indonesia. Menurut KKP (2010) dan Bakosurtanal (2006), luas
laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 dengan panjang garis pantai (104 ribu km)
terpanjang kedua didunia setelah Kanada. Selain itu, Indonesia memiliki jumlah
pulau terbanyak di dunia, yaitu 17.504 pulau yang tersebar di setiap wilayah
perairan laut, sehingga memungkinkan dikembangkannya sentra-sentra perikanan
di berbagai lokasi. Namun potensi strategis tersebut sampai saat ini belum
memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional dan peningkatan
kesejahteraan rakyat terutama di daerah pesisir. Menurut Kompas (2010),
kontribusi sektor perikanan belum terlihat secara signifikan pada pendapatan
nasional dibandingkan dengan sektor industri, perdagangan, pertambangan, dan
pertanian. Disamping itu, posisi Indonesia dalam perdagangan perikanan dunia
hanya peringkat 7 (3,85 milyar USD), meskipun produksi perikanannya peringkat
2 setelah Cina (FAO, 2012).
Potensi sumberdaya perikanan Indonesia terutama yang bersumber dari
laut diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Dari jumlah tersebut,
potensi perikanan tangkap diperkirakan mencapai US$ 15,1 miliar per tahun, dan
potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun (KKP, 2011). Potensi
yang besar tersebut seyogyanya memberikan kontribusi yang nyata bagi
pembangunan nasional. Dalam konteks kontribusi ekonomi dan kesejahteraan,
kegiatan perikanan perlu diarahkan, sehingga lebih efisien, komersial, dan
terjamin pasar produknya. Kegiatan perikanan yang berkembang di Indonesia
termasuk kompleks. Kompleksitas ini sangat terlihat pada kegiatan perikanan
yang memanfaatkan sumberdaya ikan secara langsung di perairan laut.
Kegiatan perikanan tersebut dimulai dari kegiatan penangkapan ikan yang
dilakukan oleh nelayan dengan berbagai jenis alat tangkap, ukuran kapal, dan ikan
sasaran yang ditangkap, kemudian kegiatan yang dilakukan oleh pengolah dengan
beragam jenis produk perikanan yang dihasilkannya, usaha perdagangan yang
dilakukan oleh pedagaang kecil dan pedagang besar, serta kegiatan eksportir
produk hasil perikanan. Kegiatan-kegiatan perikanan tersebut telah menciptakan
dinamika tersendiri yang melibatkan banyak anggota masyarakat di seluruh
wilayah pesisir Indonesia.
Menurut KKP (2012), sektor perikanan Indonesia mampu menyerap
tenaga kerja langsung sebanyak 5,35 juta orang, dimana yang basis kegiatan pada
sumberdaya ikan laut mencapai 4,16 juta orang. Sedangkan orang yang
bergantung (tenaga kerja tidak langsung) pada sektor perikanan mencapai 10,7
juta. Kegiatan perikanan yang melibatkan banyak tenaga kerja tersebut perlu
dijaga eksistensinya dan perlu ditingkat kontribusinya, sehingga kemajuan
perekonomian nasional dari sektor perikanan terjadi di seluruh wilayah tanah air.
Namun demikian, keberlanjutan kedua jenis kegiatan perikanan tersebut sangat
ditentukan oleh pola pemanfaatan dan sistem rantai pemasaran terutama untuk
produk ikan unggulan (ikan tuna, tongkol, dan cakalang) yang dikembangkan oleh
para pelaku perikanan di setiap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.
Ikan tuna, tongkol, dan cakalang yang selanjutnya disingkat TTC,
merupakan salah satu ikan ekonomis penting bagi Indonesia. Daerah penyebaran
TTC di Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi,
Samudera Hindia, utara Irian Jaya, perairan utara Aceh, Utara Sulawesi, Teluk
Tomini, dan Halmahera. Volume TTC hasil tangkapan tersebut mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Menurut statistik perikanan tahun 2014, meskipun
produksi TTC Indonesia mengalami penurunan pada rentang tahun 2009-2010,
untuk tahun selanjutnya di tahun 2011 mengalami peningkatan yang relatif
signifikan dari tahun sebelumnya. Dari data tersebut menunjukkan bahwa TTC
masih menjadi produk perikanan yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan
perekonomian Indonesia.
Dilihat dari produksi dan pemasaran produk TTC, pada umumnya TTC
dipasarkan dalam bentuk segar atau beku. Kondisi demikian diakibatkan dari pola
konsumen yang lebih menyukai mengkonsumsi ikan TTC dalam bentuk segar.
Disamping dalam bentuk segar dan beku, pemasaran ikan TTC, khususnya ikan
cakalang dan tongkol, dipasarkan dalam bentuk olahan seperti ikan asap dan
pindang yang umumnya untuk konsumsi di dalam negeri. Sementara dalam
bentuk ikan kaleng dan setengah matang untuk bahan baku ikan kaleng
dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar di luar negeri dan dalam
negeri.
Tabel 1 Volume produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan, 2009-2013
No
1
2
Jenis Ikan
Lisong/Bullet tuna
Tongkol krai/Frigate tuna
Tongkol komo/Eastern
little tuna
Cakalang/Skipjack tuna
Albakora/Albacore
Madidihang/Yellowfin tuna
Tuna sirip biru
selatan/Southern bluefin
tuna
Tuna mata besar/Big eye
tuna
Tongkol abu-abu/Longtail
tuna
Jumlah
3
4
5
6
7
8
9
2009
5,369
148,663
2010
3,670
132,690
2011
7,434
143,541
Satuan: Ton
2012
2013
14,722
32,491
158,001
192,943
154,487
140,151
145,778
172,740
153,193
338,034
25,621
114,163
330,879
30,134
130,421
318,111
11,444
176,793
429,024
11,028
190,238
481,014
6,-95
219,816
641
474
700
900
1,382
62,844
52,766
52,427
73,603
78,142
95,299
89,321
117,783
84,022
70,842
945,121
910,506
974,011
1,134,278
1,229,823
(Sumber: KKP, 2014)
Persaingan bisnis yang semakin ketat pada usaha perikanan dampak
globalisasi sejak diberlakukanya era perdagangan bebas telah menggeser
paradigma bisnis dari Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage,
yang memaksa kegiatan bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Strategi
yang dimaksud adalah dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Hal ini berlaku prinsip going
concern yang secara umum merupakan tujuan didirikanya suatu entitas bisnis
(Wandarson, 2012). Tingginya persaingan usaha tersebut saat ini, mengharuskan
2
setiap perusahaan memberikan perhatian pada setiap rantai suplai yang terjadi
pada masing-masing tahapan produksinya.
Analisis rantai suplai (supply chain) memandang dengan perusahaan atau
pelaku perikanan sebagai salah satu bagian dari rantai suplai produk, yang
kemudian dikenal dengan istilah perantai suplai (supply chainers). Rantai suplai
produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan
penanganan purna jual. Rantai suplai memberikan wahana mengidentifikasi cara
untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan pasokan (Raras, 2009).
Aktivitas rantai suplai dikategorikan menjadi dua jenis; yaitu aktvitas primer
(logistic in- bound, operasi, logistic out-bound, pemasaran, penjualan, dan jasa)
dan aktivitas pendukung (infrastruktur, manajemen sumberdaya manusia,
pengembangan teknologi dan pengadaan). Rantai suplai diupayakan berjalan baik
di daerah/wilayah, baik yang menjadi wilayah basis produksi maupun wilayah
basis pemasaran karena berperan signifikan dalam menentukan keberhasilan
kegiatan ekonomi di suatu daerah yang berdampak langsung pada kesejahteraan
masyarakat. Terkait dengan ini, maka model pengembangan rantai suplai harus
dapat menyatukan fungsi-fungsi yang melintasi aktivitas primer yang beraneka
ragam serta juga bermanfaat untuk membagi lebih lanjut aktivitas primer spesifik
di dalam rantai suplai.
Dalam rangka pengembangan rantai suplai yang efektif, maka perlu
diketahui pola interaksi yang terjadi di antara perantai suplai (supply chainers)
memungkinkan produk ikan TTC dapat sampai ke pasar tujuan / tangan konsumen
secara cepat dan kontinyu dengan kualitas yang baik. Sebagai ilustrasi, dengan
diketahuinya kebutuhan produk di pasar tujuan serta keinginan konsumen, maka
suplai produk akan selalu diterima, aktivitas perantai suplai (supply chainers)
berlangsung efektif, dan nilai tambah produk selalu didapat.
Analisis rantai suplai (supply chain) merupakan salah satu konsep
pendekatan bagaimana mengefektifkan kegiatan suplai sehingga biaya total
menjadi minimum dengan menambah kuantitas pasokan dan memperbesar nilai
tambah (value added) dalam tatanan pasokan ke pelanggan (Stringer, 2009).
Kondisi kuantitas pasokan optimum diupayakan terjadi pada setiap usaha dengan
cara meyusun rencana produksi dengan menjadikan kuantitas pasokan yang
optimum agar nilai pada setiap perantai pasok meningkat. Sementara untuk
perspektif organisasi, rantai suplai merupakan tambahan aktivitas organisasi
(Andri, 2009).
Di sisi lain, kuantitas pasokan sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan
eksternal usaha perikanan TTC yang terjadi saat ini. Hal ini karena usaha
produksi dan pemasaran merupakan aktivitas utama dalam mendukung
pengembangan rantai suplai dan menjamin aliran barang/material pada setiap
mata rantai produk hingga sampai ke pasar tujuan. Pengembangan rantai suplai
adalah menambah kegiatan pada setiap chanel/organisasi serta kolaborasi melalui
perjanjian atau contract farming sehingga tercipta nilai tambah (value added) dan
terbuka lapangan kerja. Produsen/nelayan/pengolah tidak lagi memasok apa yang
mereka inginkan atau produksi, melainkan harus memasok apa yang para
konsumen inginkan (Kindangen dan Bachtiar, 2012). Ditegaskan oleh Stringer
(2009) bahwa pengembangan rantai suplai merupakan upaya berpikir untuk
mengurangi biaya dalam rangka menambah nilai produk dan keuntungan usaha
dengan melakukan koordinasi vertikal dan kolaborasi. Untuk mewujudkan hal
3
ini, maka diperlukan strategi-strategi yang tepat untuk dapat minimalisir
hambatan terjadinya sinergi dalam pengembangan rantai suplai perikanan TTC
tersebut.
Perumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
empirik untuk mengkaji Model Pengembangan Rantai nilai Perikanan Tuna,
Tongkol, dan Cakalang (TTC) di Indonesia dari kondisi yang saat ini telah
berlangsung di kalangan pelaku usaha yang memuat informasi karakteristik
pengusahaan perikanan TTC, rantai suplai, pola distribusi, wilayah basis untuk
pengembangan sistem rantai pemasaran, peran perantai suplai (supply chainers),
serta pola pengembangan model rantai suplai TTC yang bersinergi dengan tujuan
pembangunan perikanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk
mendukung maksud ini, maka diajukan enam permasalahan yang diharapkan
dapat dipecahkan melalui serangkaian penelitian, yaitu :
1. Bagaimana karakteristik usaha perikanan TTC di Indonesia, terutama dilihat
dari jenis produk TTC yang dikembangkan, kebutuhan pelaku usaha, dan
dukungan sarana dan prasarana, serta time line peristiwa yang mendukung
penguatan usaha perikanan TTC ?
2. Dimana lokasi-lokasi yang dapat dijadikan sebagai wilayah basis untuk
pengembangan produksi (daerah potensi produksi) dan wilayah basis untuk
pengembangan pemasaran (daerah konsumen ) dari ikan TTC sehingga rantai
suplai yang dikembangkan berfungsi dengan baik ?
3. Bagaimana tingkat peran perantai suplai (supply chainers) perikanan dalam
mendukung pengembangan model rantai suplai ikan TTC tersebut, dan
perantai suplai mana yang paling signifikan perannya dalam rantai suplai
tersebut ?
4. Berapa kuantitas suplai yang optimum dari setiap produk perikanan TTC di
wilayah basis sehingga menjamin stabilitas usaha dan memberi ruang untuk
pertumbuhan kegiatan perikanan TTC di masa mendatang ?
5. Bagaimana kondisi internal dan eksternal usaha perikanan TTC sehingga
mendukung penguatan posisinya dalam mendukung pengembangan rantai
suplai perikanan TTC ?
6. Bagaimana pola model pengembangan rantai suplai perikanan TTC di
Indonesia? Apa strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi
pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan
perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan ?
Tujuan Penelitian
Dari beberapa perumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis karakteristik usaha perikanan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC)
dan time line pengembangannya.
2. Memetakan daerah potensi produksi dan daerah konsumen ikan TTC, serta
tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya.
3. Menganalisis tingkat peran perantai suplai (supply chainers) pada kegiatan
4
produksi dan pemasaran ikan TTC
4. Menganalisis kuantitas suplai optimum produk perikanan dan posisi
pengelolaannya dalam mendukung pengembangan rantai suplai perikanan
TTC.
5. Menyusun model pengembangan rantai suplai perikanan TTC untuk menduga
pola interaksi perantai suplai (supply chainers) terkait.
6. Merumuskan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi
pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan
perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian Model Pengembangan Rantai
Suplai Perikanan TTC di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan komoditas utama produk
perikanan Indonesia yang mampu memberikan kontribusi terhadap penggerak
perekonomian nasional di sentra perikanan TTC;
2. Sebagai acuan bagi pelaku bisnis ikan TTC dalam perencanaan investasi dan
pengembangan kegiatan pemasaran perikanan TTC di Indonesia;
3. Sebagai salah satu referensi dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan di
bidang perikanan dan kelautan;
4. Berguna bagi peningkatan kapasitas diri mahasiswa dengan berbagai
keilmuan dalam perencanaan dan pengembangan pemasaran produk unggulan
sektor perikanan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian Model Pengembangan Rantai
Suplai Ikan TTC di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Kuantitas suplai yang optimum untuk setiap jenis produk perikanan TTC
belum diketahui pasti termasuk di wilayah-wilayah yang dianggap sebagai
wilayah basis (daerah potensi), dan posisi pengelolaan usaha perikanan TTC
juga kurang mendukung pengembangan produk perikanan TTC terutama dari
aspek rantai suplainya;
2. Perantai suplai (supply chainers) perikanan di Indonesia belum ada yang
nyata/signifikan perannya dalam mendukung pengembangan pemasaran ikan
TTC;
3. Interaksi yang terjadi pada rantai suplai ikan TTC di Indonesia masih
cenderung negatif dan belum memberikan manfaat yang siginfikan bagi setiap
tahapan rantai pemasarannya.
Pada kegiatan operasionalnnya, belum
diketahui strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi rantai suplai
tersebut dengan tujuan pembangunan perikanan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Tuna, tongkol, cakalang (TTC) adalah kelompok jenis ikan hasil
tangkapan di laut yang menjadi komoditas unggulan, baik untuk konsumsi dalam
negeri dan memenuhi pangsa pasar internasional. Di dalam negeri, dominasi
5
konsumen TTC umumnya di wilayah Timur Indonesia dan kota-kota besar yang
disajikan di restoran atau hotel. Pola konsumsi TTC oleh masyarakat domestik
sampai saat ini mengalami penambahan keanekaragaman karena terjadinya
diversifikasi teknologi pengolahan di setiap wilayah seperti berkembangnya
pengolahan ikan asap, pindang, dan lain-lain. Kerangka pemikiran penelitian
tentang rantai suplai ikan TTC ini diilustrasikan seperti pada Gambar 1.
Kebijakan
Pembangunan
Perikanan
Karakteristik Usaha Perikanan TTC
(kajian pendekatan sistem, time line, dan
dukungan sarana dan prasarana)
Wilayah Basis untuk Pengembangan Produksi dan Pemasaran Ikan
TTC (analisis LQ, pengganda basis, pertumbuhan tenaga kerja)
Tingkat Peran Supply Chainers (analisis korelasi)
Nelayan
Pedagang
Pengolah
sinergi
Kuantitas suplai
Optimum Produk
Ikan TTC & Posisi
pengelolaan saha
untuk mendukung
rantai suplai
(EOQ, TC, OC, HC,
IFAS, EFAS, IE)
Eksportir
Pengumpul
Konsumen
& Lainnya
Perancangan Pola Interaksi Supply
Chainers dalam Rantai Suplai
perbaikan
kesejahteraan
Pengembangan Model Rantai Suplai Ikan TTC di Indonesia
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Di sisi lain, untuk pangsa pasar luar negeri, keanekaragaman produk
olahan TTC mengalami perkembangan dari yang biasanya dikonsumsi dalam
bentuk segar dan ikan kaleng, sejalan dengan berkembangnya teknologi
pengolahan di masing-masing negara importir ikan TTC.
Berkembangnya
keanekaragaman bentuk olahan ikan TTC di beberapa negara dan pesatnya
pertumbuhan ekonomi masyarakat global, mengakibatkan peningkatan kebutuhan
6
produk TTC dikarenakan terjadinya pola konsumsi masyarakat yang lebih
dominan memilih produk ikan dibandingkan produk lainnya. Sejalan dengan ini,
maka dirasakan perlu untuk dikembangkan model rantai suplai yang dapat
mendukung kegiatan produksi dan pemasaran produk perikanan TTC oleh setiap
perantai suplai (supply chainers) hingga sampai ke pasar potensial baik di dalam
negeri (domestik) maupun luar negeri (internasional).
Kondisi lain yang menjadikan landasan dijadikannya pengembangan
model rantai suplai perikanan TTC sebagai topik penelitian antara lain terjadinya
fenomena penurunan jumlah produksi pada rentang tahun 2008 sampai dengan
tahun 2010 yang selanjutnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan di
tahun 2011. Fenomena tersebut perlu dicermati mengingat pangsa pasar ikan
TTC di pasar domestik dan internasional cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Disamping itu, diversifikasi produk olahan yang semakin
berkembang harus disertai dengan pengembangan kuantitas suplai yang memadai
(optimum) sehingga terjadinya peningkatan nilai dari produk tersebut sejalan
dengan ketersediaan stock produk di pasar. Secara tidak langsung hal ini akan
menjadikan usaha TTC menarik bagi pelaku usaha dan rantai suplai produk TTC
stabil. Dengan pengembangan rantai suplai ikan TTC diharapkan mampu
memberikan kontribusi terhadap pengembangan produk tersebut yang pada
akhirnya berkontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional.
Novelti
Novelti merupakan sesuatu yang baru dari sebuah penelitian yang belum
ada sebelumnya. Kebaruan (novelty) atau kekinian merupakan tolok ukur dalam
penilaian proses penelitian. Titik capaian penemuan kebaruan tidak serta merta
didapatkan begitu saja, namun melalui serangkaian tahapan yang boleh dibilang
tidak berjalan secara serial. Seringkali bahkan harus melalui proses melingkar,
memutar, dan mencoba alternatif jalan yang mungkin tampak secercah harapan
akan kebaruan itu di ujung jalan. Setelah melalui serangkaian penelitian terhadap
perikanan tuna tongkol dan cakalang (TTC) di Indonesia, kebaruan dari penelitian
ini adalah: Strategi kebijakan pelibatan nelayan, pedagang eceran, pedagang
besar/pengumpul, dan eksportir dalam penentuan harga jual produk tuna tongkol
dan cakalang (TTC) di Indonesia.
7
KARAKTERISTIK USAHA PERIKANAN TUNA, TONGKOL, DAN
CAKALANG (TTC)
Latar Belakang
Potensi sumberdaya ikan Indonesia terutama yang bersumber dari laut
diperkirakan mencapai 6,2 juta ton per tahun dengan nilai sekitar US$ 82 miliar
per tahun. Potensi tersebut memberi ruang untuk berkembangnya kegiatan usaha
perikanan yang bergerak pada kegiatan produksi maupuan pemasaran, yang
menghasilkan produk ikan segar maupun produk olahan. Hal ini juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Menurut Putra
(2011), keberadaan usaha perikanan tersebut, mendukung peningkatan kontribusi
sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB nasional yang rata-rata mencapai
2,77 %.
Sedikit berbeda dengan potensi perikanan lainnya, pemanfaatan potensi
ikan tuna, tongkol, dan cakalang (TTC) juga diatur cukup ketat secara
internasional melalui Regional Fisheries Management Organization (RFMO).
Menurut Leadbitter dan Ward (2007), terdapat tiga RFMO yang mengatur
kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan TTC di Indonesia, yaitu Indian
Ocean Tuna Commission (IOTC), Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna (CCSBT), dan Western and Central Pacific Fisheries Commission
(WPCFC). Sedangkan untuk menjaga mutu produk di pasar internasional, pelaku
usaha perikanan TTC harus memperhatikan aspek-aspek (1) sanitary dan
phytosanitary, (2) ecolabelling, (3) anti-dumping, dan (4) traceability, (GMP
SSOP, dan (6) HACCP. Hal ini harus menjadi perhatian penting perantai pasok
(supply chainers) perikanan, aparat pemerintah, dan masyarakat.
Seiring dengan berubahnya waktu, regulasi internasional tersebut
mendorong perubahan positif pada tataran kebijakan dan teknis terkait pemanfatan
sumberdaya ikan TTC di Indonesia, baik yang dilakukan oleh aparat pemerintah
maupun pelaku usaha dalam rangka penguatan posisi usaha perikanan TTC
hingga menjadi kegiatan ekonomi penting di tanah air. Hendriwan, et. al (2008)
menyatakan bahwa kebijakan yang mengakomodir pengembangan perikanan TTC
telah dilakukan sejak zaman orde baru baik dalam bentuk undang-undang,
keputusan menteri, maupun peraturan dirjen, sedangkan pada tataran teknis
ditunjukkan dengan berbagai program aksi yang melibatkan pelaku usaha
perikanan, serta pembangunanan sarana dan prasarana perikanan. Hal ini juga
sejalan dengan trend produksi perikanan TTC yang cenderung meningkat setiap
tahunnya, dimana pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing mencapai 910.506
ton dan 974.011 ton. Penelitian ini akan mencoba mengungkap lebih jauh tentang
karakterisk usaha perikanan TTC termasuk time line peristiwa yang mendukung
pengembangannya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik umum usaha
perikanan tuna, tongkol dan cakalang (TTC) mencakup karakteristik usaha dan
dukungan sarana dan prasarana, serta time line penguatan usaha perikanan TTC.
Metodologi
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan
September 2013. Sedangkan tempat penelitian adalah sentra perikanan yang
selama ini banyak kegiatan produksi dan pemasaran perikanan TTC-nya, seperti
Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dari nelayan, pengolah ikan, pedagang
eceran, pedagang besar/pengumpul, eskportir, mencakup jenis kegiatan usaha
perikanan yang dilakukan, data kebutuhan untuk menjalankan usaha perikanan
TTC, sarana dan prasarana pendukung usaha, serta informasi terkait
perkembangan kegiatan perikanan TTC yang diketahui.
Masing masing
responden sebanyak 5-10 % dari total populasi responden di masing-masing
lokasi penelitian (Gaspersz, 1992). Sedangkan data sekunder mencakup data
statistik perikanan TTC, sejarah pengembangan perikanan TTC, data statistik
sarana dan prasarana pendukung, dan lainnya.
Data primer dikumpulkan dengan teknis wawancara dan pengamatan
langsung. Wawancara dilakukan kepada perwakilan perantai pasok perikanan
(nelayan, pengolah ikan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, dan
eksportir). Pengamatan langsung dilakukan dengan cara melihat dan mengamati
langsung kegiatan usaha perikanan TTC yang ada, sarana dan prasarana
perikanan, dan lainnya yang mendukung kegiatan perikanan TTC. Sedangkan
data sekunder dikumpulkan dengan menelaah hasil studi dan laporan kegiatan
yang tersedia pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan dan
Kelautan, Pelabuhan Perikanan, UPT Ditjen P2HP, dan perguruan tinggi.
Analisis data
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem digunakan untuk menganalisis karakteristik usaha
perikanan TTC sebagai sebuah sistem perikanan. Dengan pendekatan ini, akan
diidentifikasi jenis usaha perikanan yang berkembang di sentra perikanan TTC
terpilih, dianalisis kebutuhan pelaku usaha untuk menjalankan usaha perikanan
TTC, kondisi kegiatan produksi dan pemasaran, serta sarana dan prasarana
pendukung usaha.
Menurut Gaspersz (1992), pendekatan sistem merupakan suatu
metodologi analisis untuk pemecahan masalah yang dimulai dari identifikasi
serangkaian kebutuhan untuk melaksanakan suatu proyek (kegiatan produksi dan
pemasaran) guna menghasilkan output yang diinginkan, memformulasikan
masalah yang ada, hingga mengembangkan konsep sistem untuk melihat pola
interaksi dan keterkaitan di antara perantai pasok (supply chainers) dan
komponen perikanan TTC lainnya sehingga dapat dilakukan perbaikan. Dalam
pendekatan sistem ini, karakteristik usaha perikanan TTC yang ada tidak hanya
9
didekati dari satu dimensi namun dari beberapa dimensi yang dipandang penting
untuk mendapatkan gambaran karakteristik utuh usaha perikanan TTC. Dimensi
tersebut terkait dengan jenis usaha perikanan TTC yang berkembang, kebutuhan
perantai pasok (supply chainers) yang menjadi penyusun mata rantai perikanan
TTC di hulu, tengah (middle) dan hilir, sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk mendukung operasi fisik, serta sarana pengawasan dan jaminan mutu
produk perikanan TTC hingga sampai ke tangan konsumen. Pendekatan multi
dimensi ini akan meminimalisir bias dalam menggambarkan karakteristik utuh
usaha perikanan TTC yang ada di sentra perikanan terpilih.
Pendekatan sistem yang bersifat integratif ini dapat membantu
menggambarkan kondisi usaha dan produk perikanan TTC diantara produk
perikanan lainnya, menentukan pelaku utama pada setiap level kegiatan perikanan
serta dominansi sebarannya, menemukan permasalahan yang terjadi, dan
menemukan pola tindakan yang bisa dilakukan dalam pemecahan permasalahan
yang ada. Analisis karakteristik usaha perikanan TTC menggunakan pendekatan
sistem ini dilakukan dengan tiga tahapan (Manetsch and Park 1977), yaitu :
(1) Menganalisis kebutuhan dari perantai pasok (supply chainers) seperti
nelayan, pengolah, pedagang eceran, pengumpul/pedagang besar, eksportir,
dan konsumen yang terkait dengan kegiatan usaha perikanan TTC.
(2) Memformulasikan masalah-masalah yang dihadapi perantai pasok (supply
chainers) perikanan TTC, baik yang berkaitan dengan jenis produk TTC
yang diusahakan, jenis input terkendali dan tidak terkendali dalam kegiatan
usaha, serta sarana dan prasarana pendukung untuk operasi fisik.
(3) Mengembangkan konsep sistem untuk melihat pola interaksi dan keterkaitan
di antara perantai pasok (supply chainers) dan komponen perikanan lainnya.
Konsep sistem tersebut disusun dalam bentuk diagram input-output, serta
tabulasi keterkaitan diantara perantai pasok (supply chainers) dan komponen
perikanan lainnya.
Time Line
Time line digunakan untuk memperdalam rangkaian peristiwa baik pada
tataran kebijiakan maupun teknis yang mendukung penguatan keberadaan usaha
perikanan TTC. Time line merupakan salah satu pendekatan dari empat jenis
pendekatan Particaptory Institutional Survey and Conflict Evaluation Exercise
(PISCES Approach) yang dikembangkan oleh Bennett (2003).
Analisis dengan metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data
kebijakan, operasi teknis, pelaksanaan program, serta kejadian-kejadian yang
berkaitan dengan kegiatan perikanan TTC dalam kurun waktu tertentu. Informasi
yang diberikan dalam time line dapat berupa informasi baku yang tersedia dalam
bentuk laporan kegiatan, salinan kebijakan, informasi media, hasil penelitian, serta
informasi tidak baku yang disampaikan secara lisan oleh pelaku perikanan TTC,
praktisi, dan pakar. Secara lebih luas, time line juga dapat memberikan informasi
tentang sejarah/perkembangan kegiatan terkait perikanan TTC dari waktu ke
waktu, serta kejadian-kejadian unik yang mendukung penguat