Dalam Persoalan Cerai di Luar Pengadilan

3. Dalam Persoalan Cerai di Luar Pengadilan

Persoalan lainnya yang dilihat dari sudut kemaslahatan dan kemudaratan adalah perceraian di luar pengadilan. Namun walaupun sama-sama menggunakan

28 Abu> Zahrah, Us}u>l al-Fiqh, 38.

metode kemaslahatan dan kemudaratan, ulama Banjar masih terbagi kepada dua kelompok. Mayoritas ulama Banjar menyepakati cerai di luar pengadilan sah tanpa harus melalui proses di pengadilan, sementara sebagian kecil lainnya lebih mengikuti aturan dalam hukum positif Islam Indonesia bahwa perceraian baru diakui apabila telah diputuskan oleh pengadilan.

Cerai di luar pengadilan atau cerai di dalam pengadilan adalah persoalan baru yang tidak ditemukan dalil nas yang secara tekstual membahasnya atau pun dapat dikaitkan pada salah satu dalil nas. Begitu juga istilah cerai di luar pengadilan atau di dalam pengadilan tidak ditemukan pula dalam kitab-kitab fikih yang ditulis para ulama terdahulu. Oleh karena itu metode kemaslahatan dan kemudaratan yang digunakan ulama Banjar pada persoalan ini lebih dekat dengan metode al-mas}lah}ah atau lebih khususnya al-mas}lah}ah al-mursalah.

Al-mas}lah}ah adalah metode yang digunakan untuk mengkaji suatu persoalan dilihat dari upaya mendatangkan kemaslahatan dan penolakan kemudaratan. Kemaslahatan yang dimaksud hanya berkaitan dengan pemeliharaan agama, akal, jiwa, keturunan dan harta. Artinya setiap kegiatan yang terdapat di dalamnya untuk memelihara kelima hal tersebut maka ia disebut al-mas}lah}ah tetapi apabila sebaliknya maka ia termasuk al-mafsadah.

Dilihat dari al-mas} lah}ah al-mursalah baik cerai di luar pengadilan atau pun di pengadilan sama-sama memiliki kemaslahatan, tetapi sama-sama pula mengandung kemudaratan. Kemaslahatan cerai di luar pengadilan adalah dapat diproses dengan cepat, penghitungan idah dihitung sejak pengucapan talak sehingga pihak perempuan tidak lama menunggu penuntasan masa idah dan agar Dilihat dari al-mas} lah}ah al-mursalah baik cerai di luar pengadilan atau pun di pengadilan sama-sama memiliki kemaslahatan, tetapi sama-sama pula mengandung kemudaratan. Kemaslahatan cerai di luar pengadilan adalah dapat diproses dengan cepat, penghitungan idah dihitung sejak pengucapan talak sehingga pihak perempuan tidak lama menunggu penuntasan masa idah dan agar

Kemudaratan cerai di luar pengadilan adalah tidak memiliki kekuatan hukum yang membuktikan terjadinya perceraian, sehingga apabila ingin menikah kembali secara tercatat ia harus membuktikan perceraiannya. Pihak mantan istri lebih banyak dirugikan karena mantan suami dapat dengan leluasa tidak melaksanakan kewajibannya selama istri masih dalam masa idah atau tidak melaksanakan perjanjian-perjanjian yang tidak bertentangan dengan hukum Islam yang telah disepakati sebelumnya.

Selanjutnya kemaslahatan yang diperoleh jika perceraian dilakukan melalui persidangan adalah kebalikan dari kemudaratan cerai di luar pengadilan. Kemudaratan yang timbul dari perceraian melalui pengadilan adalah memakan waktu yang cukup lama, mengeluarkan biaya, melibatkan orang lain sebagai saksi, menghadirkan bukti-bukti dan penghitungan idah biasanya mulai dihitung sejak ikrar talak dibacakan dan ditetapkan melalui putusan pengadilan agama sebagaimana pasal 146 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Kemudaratan yang lebih besar adalah kata-kata cerai sangat mungkin diucapkan beberapa kali ketika terjadi perselisihan antara suami istri di dalam rumah tangga. Lebih dari itu, seberapa pun banyaknya mengucapkan kata talak selama tidak di depan persidangan tidak dipandang jatuh, akhirnya kata cerai cenderung diucapkan sebagai bentuk pelampiasan emosi.

Apabila mempelajari kembali kemaslahatan dan kemudaratan antara yang mengucapkan cerai di luar pengadilan dan melalui proses pengadilan, tampaknya Apabila mempelajari kembali kemaslahatan dan kemudaratan antara yang mengucapkan cerai di luar pengadilan dan melalui proses pengadilan, tampaknya

Untuk menyelesaikan dua kubu kemaslahatan ini tentu yang diambil adalah kemaslahatan yang lebih kuat. Hal ini sesuai dengan kaidah “ ﺖﺿرﺎﻌﺗ اذإ ﺖﻣّﺪﻗ ﺎﻤھاﺪﺣإ نﺎﺤﺟر ﻢﻠﻋ نﺈﻓ ﺎﻤﮭﻌﻤﺟ رّ ﺬﻌﺗو نﺎﺘﺤﻠﺼﻣ” 29 bahwa dua kemaslahatan yang

bertentangan dan sulit dikompromikan maka dicari yang lebih kuat di antara keduanya. Begitu juga dalam kaidah lain “ﺔﺤﺟاﺮﻟا ﺔﺤﻠﺼﻤﻟا ﻊﺒﺘﯾ ﻢﻜﺤﻟا” 30 yaitu suatu

hukum mesti ditetapkan berdasarkan kemaslahatan yang lebih kuat. Kemaslahatan yang lebih kuat menurut hemat penulis adalah jatuhnya cerai walaupun diucapkan di luar pengadilan, sebab dengan demikian pasangan suami istri pun lebih dapat menyadari agar sama-sama menahan diri supaya kata cerai tidak terucap dengan murah atau bahkan menjadi makanan setiap terjadinya perselisihan.

Berbeda halnya apabila memandang bahwa perceraian hanya terjadi jika diucapkan di depan persidangan, kecenderungan untuk mengucapkan kata cerai sangat terbuka. Hal ini menimbulkan kemudaratan karena lembaga perkawinan cenderung tidak terpelihara dengan baik dan pola komunikasi yang dibangun pun

29 Al-Sala>m, Qawa>‘id al-Ah}ka>m, Vol. I, 43. 30 Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqih (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 71.

cenderung menganggap biasa apabila kata cerai tersebut selalu terucap dalam kehidupan rumah tangga. Dampaknya hubungan suami istri pun cenderung dianggap lebih murah. Kemudaratan seperti ini sebagaimana dalam kaidah fikih

“نﺎﻜﻣﻹا رﺪﻘﺑ ﻊﻓﺪﯾ رﺮﻀﻟا” 31 secara semaksimal mungkin harus dihindari yaitu menetapkan jatuhnya talak di luar pengadilan.

Diakui, di sisi lain sangat mungkin terjadi yaitu tidak kuatnya status perceraian dan kurang terjaminnya hak-hak anak pasca perceraian di luar pengadilan. Namun lebih memudaratkan lagi apabila perceraian baru dipandang jatuh setelah adanya putusan pengadilan agama. Oleh karena itu berdasarkan

kaidah fikih “ﺎﻤﮭّ ﻔﺧأ بﺎﻜﺗرﺎﺑ ارﺮﺿ ﺎﻤﮭﻤﻈﻋأ ﻲﻋور نﺎﺗﺪﺴﻔﻤﻟا ضرﺎﻌﺗ اذإ” 32 bahwa apabila ada dua kemudaratan yang bertentangan maka yang dilaksanakan kemudaratan

yang lebih ringan. Dalam kasus ini tampaknya yang tidak memiliki kekuatan hukum terhadap perceraian yang dilakukan adalah lebih ringan kemudaratannya daripada kata-kata cerai lebih murah diucapkan, karena akan dipandang sebagai hal yang merendahkan martabat institusi rumah tangga.

Kendati demikian kedua kondisi di atas tetap disebut kemudaratan yang memerlukan sebuah solusi sehingga dapat menjadi kemaslahatan. Kemaslahatan yang diinginkan adalah tidak mudahnya setiap pasangan suami istri mengucapkan kata cerai dan apabila terjadi perceraian mesti memiliki kekuatan hukum serta hak dan kewajiban masing-masing terlindungi. Untuk mewujudkan solusi yang dimaksud tampaknya dapat dimulai melalui kaidah “ ﺬﺧﻷاو ﺢﻟﺎﺼﻟا ﻢﯾﺪﻘﻟا ﻰﻠﻋ ﺔﻈﻓ ﺎﺤﻤﻟا

31 Shibi>r, al-Qawa>‘id al-Kulli>yah, 184. 32 S}a>lih} ibn Gha>nim al-Sadla>n, al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah al-Kubra> wama> Tafarra‘ ‘anha> (Riya>d}:

Da>r Balansiah, 1417), 527.

ﺢﻠﺻﻷا ﺪﯾﺪﺠﻟﺎﺑ” 33 yaitu hal-hal yang telah ada sebelumnya yang baik tetap dilestarikan dan mengambil yang baru yang paling baik.

Berdasarkan kaidah di atas maka solusi yang terbaik adalah perceraian mesti dilalui dengan proses persidangan sehingga setiap pasangan yang ingin bercerai mesti mendaftarkan perkaranya ke pengadilan Agama. Namun jika perceraian tersebut terjadi sebelum masuk ke pengadilan (cerai di luar pengadilan), hukumnya sah dan dapat diakui asalkan sesuai dengan ketentuan dalam proses perceraian serta dapat dibuktikan di depan persidangan. Selanjutnya demi kemaslahatan istri idah dihitung sejak terjadinya ucapan cerai. Hasil rangkuman ini tampaknya lebih dapat mengayomi kepentingan masyarakat Islam secara umum 34 sebagaimana dalam salah satu kaidah “ ﻰﻠﻋ ﺔﻣّﺪﻘﻣ ﺔّﻣﺎﻌﻟا ﺔﺤﻠﺼﻤﻟا ﺔّﺻﺎﺨﻟا ﺔﺤﻠﺼﻤﻟا” yakni kemaslahatan umum mesti didahulukan daripada kemaslahatan khusus.

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengukuran di Kelas X Semester I MA Miftahul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 30

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengukuran di Kelas X Semester I MA Miftahul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka

0 1 10

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengukuran di Kelas X Semester I MA Miftahul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 29

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengukuran di Kelas X Semester I MA Miftahul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 30

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan pengukuran di Kelas X Semester I MA Miftahul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 60

Pemikiran Hukum Ulama Banjar terhadap Perkawinan Islam di Kalimantan Selatan - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pemikiran Hukum Ulama Banjar terhadap Perkawinan Islam di Kalimantan Selatan - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 33

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN PERKAWINAN DAN BEBERAPA TEORI PENETAPAN HUKUM ISLAM A. Beberapa Aturan dalam Hukum Perkawinan Islam 1. Akad Nikah a. Pengertian Akad Nikah - Pemikiran Hukum Ulama Banjar terhadap Perkawinan Islam di Kalimantan Selatan - Digital

0 0 74

BAB III KALIMANTAN SELATAN DAN GENEALOGI KEILMUAN SERTA KEBUDAYAAN URANG BANJAR A. Sekilas tentang Kalimantan Selatan 1. Geografis - Pemikiran Hukum Ulama Banjar terhadap Perkawinan Islam di Kalimantan Selatan - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 35

BAB IV PENDAPAT ULAMA BANJAR TERHADAP PERSOALAN-PERSOALAN PERKAWINAN ISLAM DI KALIMANTAN SELATAN A. Akad Nikah tidak Tercatat secara Resmi di Hadapan Pegawai Pencatat Nikah 1. Hukum Akad Nikah tidak Tercatat - Pemikiran Hukum Ulama Banjar terhadap Perkawi

0 0 60