Rancang bangun instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler

(1)

RANCANG BANGUN INSTRUMEN PENDETEKSI KADAR

AIR RUMPUT LAUT BERBASIS MIKROKONTROLER

ARIF RAHMAN HAKIM

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENEGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

RANCANG BANGUN INSTRUMEN PENDETEKSI KADAR AIR RUMPUT LAUT BERBASIS MIKROKONTROLER

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

ARIF RAHMAN HAKIM C54054191


(3)

RINGKASAN

ARIF RAHMAN HAKIM. Rancang Bangun Instrumen Pendeteksi Kadar Air Rumput Laut Berbasis Mikrokontroler. Dibimbing oleh INDRA JAYA.

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga September 2010. Pembuatan alat dan perancangan instrumen serta kalibrasi alat pendeteksi kadar air rumput laut dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kalibrasi dan pengujian instrumen dilakukan dalam uji skala Laboratorium, sedangkan untuk uji lapang dilakukan di Stasiun Lapang Kelautan (SLK) Pelabuhan Ratu, Sukabumi.

Dalam pembuatan alat perangkat keras terdiri dari 5 bagian utama, yaitu: modulasi mikrokontroler ATmega32, modulasi sensor SHT11, modulasi LCD, modulasi DS1307, serta modulasi catu daya. Perancangan desain instrumen mempergunakan software Google SketchUp pro 7. Seluruh komponen yang sudah terangkai dimasukkan ke dalam casing dengan jenis bahan akrilik, dimana fungsi casing berguna untuk melindungi seluruh komponen. Alat pendeteksi ini bekerja menggunakan catu daya adaptor dengan tegangan 12 volt. Perancangan firmware dilakukan menggunakan bahasa pemrograman BASIC yang dibuat menggunakan perangkat lunak BASCOM-AVR 1.11.9.0. Firmware tersebut diunduh ke mikrokontroler Atmega32 menggunakan konektor AVROSPII. Dalam pengujian instrumen skala laboratorium dilakukan selama 2 jam untuk mengetahui kinerja dari intrumen dan interval pengambilan data per menit. Selanjutnya penelitian ini, dilakukan pengujian skala lapangan untuk pengukuran parameter dengan metode pengeringan rumput laut serta membandingkan hasil pengovenan laboratorium dengan instrumen yang sedang dikembangkan.

Hasil pengujian instrumen dalam skala laboratorium dibuat sebuah grafik. Pengolahan data dilakukan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Hasil dari menganalisisa data menunjukan bahwa kinerja dan sensitivitas alat pendeteksi dapat dikatakan bekerja dengan baik.

Pada uji coba skala lapang data yang diperoleh dibuat dalam grafik dengan perbandingan terhadap waktu. Grafik data hasil pengukuran akan dibandingkan terhadap data hasil pengovenan di laboratorium, nilai dari kedua pengukuran tersebut dapat dilihat dalam grafik model pendugaan korelasi kadar air dan kelembaban relatif (RH) dari alat dengan tiga perlakuan pengeringan. Selisih terbesar RH dari semua hari pengamatan adalah sebesar 2,4%, sedangkan selisih suhu udara terbesar sebesar 2,0°C. Dalam mencari model pendugaan korelasi antara kadar air dan kelembaban relatif (RH) dengan berbagai pendekatan, baik secara linear, eksponensial, dan logaritmik sehingga yang memiliki pendekatan lebih baik diperoleh persamaan Y=2,325x-84,17 dan nilai koefisien determinasi 0,176 hal ini dapat dijelaskan bahwa korelasi antara kedua parameter tersebut dapat bersifat linear.


(4)

© Hak cipta milik Arif Rahman Hakim, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya


(5)

RANCANG BANGUN INSTRUMEN PENDETEKSI KADAR

AIR RUMPUT LAUT BERBASIS MIKROKONTROLER

Oleh :

ARIF RAHMAN HAKIM

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Judul Penelitian : RANCANG BANGUN INSTRUMEN PENDETEKSI KADAR AIR RUMPUT LAUT BERBASIS

MIKROKONTROLER

Nama Mahasiswa : Arif Rahman Hakim Nomor Pokok : C54054191

Menyetujui,

Mengetahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003

Tanggal Lulus :

Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya , M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat, hidayah, dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Instrumen Pendeteksi Kadar Air Rumput Laut Berbasis Mikrokontroler”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai prasyarat kelulusan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga diucapkan kepada ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan bapak Dr. Ir. Henry Manik, MT selaku Komisi Pendidikan Departemen ITK. Penulis juga berterima kasih kepada keluarga, khususnya ibunda, ayah, kakak dan semua sanak saudara serta kepada keluarga besar (Alm) Hj. Aas Hadjariah Syamsudin, S.Sos yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan kepada penulis.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh Keluarga Besar ITK, khususnya rekan-rekan ITK Angkatan 42 serta ucapan terima kasih khusus diberikan kepada Retno Asriyani yang telah memberi warna baru dalam kehidupan penulis. Penulis juga berterima kasih kepada Laboratorium Proling (MSP), dan Stasiun Lapang Kelautan (SLK) Pelabuhan Ratu, Sukabumi atas izin penggunaan stasiun lapang serta data yang dibutuhkan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk menuju suatu yang lebih baik.

Bogor, Juli 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

1. PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar belakang………. 1

1.2. Tujuan penelitian………. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA……….. 3

2.1. Rumput laut………... 3

2.2. Kadar air……… 3

2.2.1. Kadar air keseimbangan……… 4

2.2.2. Kadar air bahan pangan……… 5

2.3. Kelembaban udara……… 6

2.4. Suhu udara……… 8

2.5. Korelasi kandungan air setimbang dan kelembaban relatif... 8

2.6. Konsep umum alat pengukura………. 9

2.7. Mikrokontroler……… 11

2.8. Sensor……….. 12

2.8.1. Pengembangan sensor kelembaban………. 14

2.8.2. Sensor kelembaban relatif Sensorion SHT11……….. 17

2.9. Time clock DS1307 dengan antarmuka I2C……….. 21

2.10. Catu daya……… 23

2.10.1. Adaptor……….. 23

3. BAHAN DAN METODE………. 25

3.1. Waktu dan tempat………. 25

3.2. Alat dan bahan………. 25

3.3. Perencanaan penelitian………. 26

3.4. Rancang bangun perangkat keras………. 29

3.4.1. Sirkuit dasar mikrokontroler ATmega32………. 30

3.4.2. Rangkaian dasar Sensorion SHT11 dan ATmega32…………... 31

3.4.3. Rangkaian dasar LCD dan ATmega32……… 32

3.4.4. Rangkaian dasar DS1370 dan ATmega32……….. 34

3.4.5. Catu daya………. 35

3.5. Casing alat pengukuran……… 36

3.6. Rancang bangun perangkat lunak………. 37

3.6.1. Diagram alir program……….. 38


(9)

x

3.7. Pengujian alat pengukuran menyeluruh………... 41

3.8. Uji coba instrumen………... 41

3.8.1. Pengujian instrumen skala laboratorium………... 41

3.8.2. Pengujian instrumen skala lapangan………... 42

3.8.2. Pengukuran kadar air di laboratorium………. 43

4. HASIL DAN PEMBAHASAAN………. 44

4.1. Hasil penelitian………... 44

4.1.1. Rancangan instrumen pendeteksi kadar air rumput laut………. 44

4.1.2. Uji coba instrumen skala laboratorium……….. 45

4.1.3. Uji coba instruemn skala lapang……… 47

4.1.4. Hasil pengukuran instrumen pada perlakuan rumput laut…………. 50

4.1.5. Hasil uji kadar air rumput laut pada laboratorium……… 52

4.2. Pembahasan ……….. 53

4.1.1. Model pendugaan korelasi kadar air dan kelembaban relatif……... 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN……… 61

5.1. Kesimpulan……….... 61

5.2. Saran………. 61

DAFTAR PUSTAKA……….. 62

LAMPIRAN……… 64


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Perintah pada Sensirion SHT11……….. 19

Tabel 2. Daftar alat yang digunakan dalam penelitian………. 25 Tabel 3. Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian………... 26 Tabel 4. Nilai perbandingan kadar air (%) laboratorium dan kelembaban pada


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir sistem pengukuran……… 10

Gambar 2. Konstruksi sensor kelembaban kapasitif dengan 3 lapisan………... 16

Gambar 3. Hubungan antara kelembaban relatif dengan resistansi……… 16

Gambar 4. Blok diagram kelembaban relatif Sensirion SHT 11………. 18

Gambar 5. Skema antarmuka sensor SHT11 dan Mikrokontroller……… 18

Gambar 6. Urutan sinyal untuk memulai transmisi……….... 19

Gambar 7. Urutan sinyal untuk mengukur kelembaban relatif……… 20

Gambar 8. Blok diagram DS1307……… 22

Gambar 9. Skematik rangkaian dasar adaptor……….. ………24

Gambar 10. Diagram alir perencanaan penelitian……….27

Gambar 11. Diagram alir perancangan perangkat keras dan perangkat lunak…..28

Gambar 12. Blok diagram hubungan antara komponen-komponen perancangan fungsional………29

Gambar 13. Modul Mikrokontroler DT-AVR Low Cost Micro System……… 30

Gambar 14. Skematik rangkaian dasar SHT11 dan ATmega32……… 31

Gambar 15. Modul Sensorion DT-Sense SHT11……….. 32

Gambar 16. Skematik rangkaian LCD 2x16 karakter………... 33

Gambar 17. Modul LCD dengan 2x16 karakter………... 33

Gambar 18. Skematik rangkaian dasar DS1307 dengan ATmega32……….. 34

Gambar 19. Modul DS1307 Real Time Clock……… 34

Gambar 20. Perangkat catu daya berupa adaptor……… 35

Gambar 21. Casing alat pengukur tampak samping dan depan………….. …. 36


(12)

Gambar 23. Diagram alir firmware dalam perangkat lunak………. 39 Gambar 24. Desain instruemen pendeteksi dan media penyimpanan bahan… 45 Gambar 25. Grafik pengukuran parameter RH oleh sensor (1) dan (2)

hasil uji coba skala laboratorium ………. 46 Gambar 26. Grafik pengukuran parameter suhu oleh sensor (1) dan (2)

hasil uji coba skala laboratorium ………. 47 Gambar 27. Grafik pengukuran parameter RH oleh sensor (1) dan (2)

hasil uji coba skala lapang……… 48 Gambar 28. Grafik pengukuran parameter suhu oleh sensor (1) dan (2)

hasil uji coba skala lapang……… 49 Gambar 29. Grafik pengukuran parameter RH oleh sensor (2)

hasil uji coba skala lapang dari klasifikasi perlakuan…………. 50 Gambar 30. Grafik pengukuran parameter suhu oleh sensor (2)

hasil uji coba skala lapang dari klasifikasi perlakuan………… 51 Gambar 31. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

linear pada klasifikasi perlakuan terbuka ……… 54 Gambar 32. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

eksponensial pada klasifikasi perlakuan terbuka ……… 55 Gambar 33. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

logaritmik pada klasifikasi perlakuan terbuka ……… 55 Gambar 34. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

linear pada klasifikasi perlakuan semi vakum………... 56 Gambar 35. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

eksponensial pada klasifikasi perlakuan semi vakum……… 57 Gambar 36. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

logaritmik pada perlakuan semi vakum………. 57 Gambar 37. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

linear pada klasifikasi perlakuan vakum……… 58 Gambar 38. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan

eksponensial pada klasifikasi perlakuan vakum………. 59 Gambar 39. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Contoh perhitungan konversi nilai digital menjadi besaran fisik… 65 Lampiran 2. Kode pemograman instalasi Mikrokontroler ATmega32………. 66 Lampiran 3. Kode pemograman instalasi variable, konstanta,

dan deklarasi sub program………... 67 Lampiran 4. Kode pemograman instalasi SD card dan membaca file

Konfigurasi pengguna………... 68 Lampiran 5. Kode pemograman membuat nama file acak berdasarkan

tanggal dan waktu……… 70 Lampiran 6. Kode pemograman looping utama……….. 71 Lampiran 7. Lokasi pengambilan data skala lapang……… 72 Lampiran 8. Dokumentasi klasifikasi tiga perlakuan pengeringan rumput laut.. 72


(14)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis tinggi. Rumput laut digunakan secara umum oleh masyarakat nelayan dan petani rumput laut sebagai bahan makanan, obat-obatan tradisional, dan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Namun seiring dengan berkembangnya IPTEK dewasa ini, komoditas rumput laut dapat dikembangkan dalam berbagai macam industri misalnya tekstil, kosmetik, serta kefarmasian.

Proses pengolahan komoditas rumput laut, baik secara tradisional maupun modern tidak lepas dari adanya kandungan kadar air di dalamnya. Kadar air yang cukup tinggi pada rumput laut cenderung mempercepat kerusakan dari sisi bentuk, tekstur, cita rasa serta mengurangi nilai jual di pasar. Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui proses pengeringan. Pengeringan rumput laut yang dilakukan oleh para petani masih mempergunakan pengolahan secara tradisional dengan cara penjemuran di atas para-para, dengan tujuan mengurangi kandungan airnya. Namun kendala yang dihadapi oleh pengolah rumput laut adalah belum adanya alat yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kadar air dengan cara yang sederhana dan hemat biaya.

Kegiatan penelitian ini adalah merancang bangun instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler. Adapun salah satu bentuk inovasi dalam pengembangan teknologi yang berkaitan dengan kadar air adalah instrumen pengukur kelembaban relatif udara lingkungan.


(15)

1.2. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, diharapkan instrumen ini memiliki akurasi yang cukup baik, dimensi sederhana, mudah digunakan dan hemat akan daya.


(16)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput laut

Rumput laut (Seaweed) merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Rumput laut tersebut merupakan anggota dari kelompok vegetasi yang dikenal sebagai alga (Chapman dan Chapman, 1980). Sumberdaya ini biasanya ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang.

Pembudidayaan rumput laut sangat baik untuk dikembangkan di wilayah pesisir Indonesia. Salah satu spesies rumput laut yang mempunyai potensi untuk dikembangkan yaitu rumput laut spesies Euchema cotonnii sp. Pada kenyataannya untuk rumput laut spesies Euchema cottonni sp. mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional yaitu sebagai penghasil ekstrak karaginan sehingga mempunyai nilai ekonomis tinggi (Istini dan Suhaemi, 1998).

Secara umumnya rumput laut dapat tumbuh di daerah pantai bersubtrat pasir dan karang mati. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari habitat rumput laut, antara lain : (a) dasar pasir yang tidak tercampur lumpur, (b) arus yang cukup kuat, (c) suhu dan salinitas yang cukup tinggi, (d) rumput laut tumbuh pada kedalaman laut berkisar antara 20-30 meter (Mubarak, 1999).

2.2. Kadar air

Air dalam suatu bahan berdasarkan keadaannya dapat dibedakan menjadi air bebas dan terikat. Air bebas adalah air yang terdapat pada permukaan bahan, sedangkan untuk air yang terikat adalah air yang terdapat di dalam bahan tersebut.


(17)

Air merupakan kandungan penting pada bahan makanan dan semua bahan makanan yang mengandung air memiliki jumlah yang berbeda-beda. Banyaknya air dalam suatu bahan akan menentukan kesegaran dan daya awet bahan sehingga air dalam bahan menentukan komposisi yang menentukan kualitas bahan tersebut.

Menurut Henderson dan Perry (1976), menyarankan agar kadar air bahan bisa dinyatakan dalam basis basah atau basis kering. Kadar air basis basah adalah perbandingan antara bobot air dalam bahan terhadap bobot bahan, sedangkan kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air bahan terhadap berat keringnya yaitu berat bahan dikurangi berat airnya.

Bahan yang disimpan dalam suatu media akan menyerap air bila berada di lingkungan yang kelembabannya tinggi dan akan melepaskan kandungan air bila RH lingkungannya rendah (Hall dan Davis, 1979), sehingga kadar air bahan akan ditentukan oleh RH lingkungannya.

Proses penentuan kadar air bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (kromotografi nuclear magnetic reconance/NMR).

2.2.1. Kadar air keseimbangan

Kadar air keseimbangan di definisikan sebagai kadar air pada saat tekanan uap air dalam bahan seimbang dengan tekanan parsial uap air yang berada dalam lingkungan (Heldman et al, 1981), sedangkan RH pada saat tercapainya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan. Oleh sebab itu kadar air keseimbangan bisa dipengaruhi oleh RH dan suhu lingkungan. Hal tersebut yang akan menjadi suatu acuan untuk tercapainya tujuan penelitian ini sebagai mana untuk membantu pencarian korelasi antara kadar air dengan RH.


(18)

Konsep dari kadar air keseimbangan sangat diperlukan dalam menganalisis sistem penyimpanan dan pengeringan, karena kadar air keseimbangan merupakan faktor yang menentukan tingkat kadar air minimum dari tercapainya suatu kondisi pengeringan tertentu. Dengan demikian kadar air keseimbangan dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) dan suhu lingkungan.

Menurut Broker et al, (1981) bahwa ada dua cara atau metode untuk dapat menentukan kadar air keseimbangan yaitu metode statis dan dinamis. Dalam uji metode statis biasanya mempergunakan larutan kimia untuk menjaga kemantapan RH lingkungannya. Sedangkan metode dinamis mempergunakan dari pergerakan udara karena lebih cepat tapi kendalanya adalah untuk pengendalian RHnya. Pada umumnya metode dinamis dipakai untuk analisis sistem pengeringan.

2.2.2. Kadar air bahan pangan

Kadar air bahan merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air termasuk salah satu karakteristik penting pada bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citra rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan termasuk yang menentukan kesegaran daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas pangan dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Bahwa dalam penentuan kadar air dari bahan pangan sangat penting dalam proses pengolahan maupun produksi sehingga harus mendapatkan penanganan yang tepat. Secara umum untuk penentuan kadar air bahan dapat diperoleh dengan metode pengovenan, dimana terdapat perbedaan


(19)

antara berat bahan contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Kegiatan penelitian ini yang termasuk mempergunakan salah satu cara dengan metode pengovenan yang dilakukan laboratorium, untuk memperoleh nilai kadar air sebenarnya.

Prosedur metode pengovenan pada laboratorium adalah sebagai berikut, cawan porselin sebagai tempat bahan contoh (sample), pada awalnya dikeringkan terlebih dahulu diperkirakan ± 5 jam pada suhu 105˚C, kemudian di dinginkan dalam wadah desikator selama ± 30 menit dan ditimbang hingga beratnya tetap. Bahan contoh ditimbang terlebih dahulu sebesar ± 2 g (Wc) dan disimpan kembali dalam cawan, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 100-105˚C selama ± 5 jam atau beratnya tetap (Wb). Cawan yang berisi bahan contoh di dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit kemudian ditimbang hingga beratnya tetap (Wa), perumusan kadar air dapat dihitung dengan persamaan :

Kadar air (%) = X100% .……(1)

dimana :

Kadar air (%) : Kandungan air dalam bentuk persen %, Wa : Berat sampel akhir,

Wb : Berat sampel pengeringan, Wc : Berat sampel awal.

2.3. Kelembaban udara

Brock and Richardson (2001) menyatakan bahwa RH merupakan rasio yang digambarkan sebagai persentase antara tekanan uap air aktual e terhadap tekanan uap jenuh es pada suhu udara T tertentu, sementara menurut Zamacona (2004)

menyatakan bahwa RH adalah nilai persentase tekanan uap air jenuh yang dapat menggambarkan tekanan uap sebenarnya, dengan pengertian lain bahwa rasio


(20)

kelembaban udara di atmosfer pada saat ini dengan kelembaban maksimum yang mampu ditampung oleh atmosfer. Kelembaban relatif (RH) menggunakan satuan persen (%) dan dihitung dengan cara persamaan berikut :

RH (%) = …….(2)

dimana :

RH (%) : Kelembaban relatif campuran udara-air (%), p(H2O) : Tekanan parsial uap air dalam campuran,

p*(H2O) : Tekanan uap jenuh air pada temperature tersebut dalam campuran.

Menurut Wexler (1970) dalam Brock dan Richardson (2001), ada 6 cara mengukur kelembaban berdasarkan prinsip-prinsip fisika, yaitu : (1) penghilangan uap air dari udara basah, (2) penambahan uap air kedalam udara basah, (3) RH kesetimbangan penyerapan dari uap air, (4) pencapaian kesetimbangan dari uap menjadi cairan atau uap benda padat, (5) pengukuran parameter fisika dari uap air, dan (6) melalui reaksi kimia. Sehingga untuk mempermudah dalam pengukuran dirancang suatu alat kelembaban biasa yang disebut hydrometer, alat pengukur ini sering dipergunakan dalam pengukuran kelembaban udara di lingkungan. Dimana Hydrometer tersebut dikembangkan melalui metode kesetimbangan penyerapan dari uap air, dimana kandungan uap air yang diserap menyebabkan perubahan nilai parameter elektris seperti hambatan atau kapasitansi.

Konsep dari alat hydrometer akan dipergunakan dalam penelitian ini dengan memodifikasi dari bentuk aplikasi sebelumnya dan perumusan masalah yang telah direncanakan akan menjadi persoalan yang perlu dipecahkan. Sehingga harapan dari kegiatan penelitian ini untuk dapat mengurangi kekurangannya.


(21)

2.4. Suhu udara

Menurut Blundell dan Blundell (2006), menyatakan bahwa suhu merupakan ukuran panas atau dinginnya benda. Dapat dikatakan bahwa suatu benda lebih panas apabila memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan benda lain yang lebih dingin. Bahang dari suatu benda akan selalu mengalir ke benda yang lebih dingin. Dari sudut pandang pergerakan elektron, suhu merupakan salah satu unsur dengan perpindahan elektron. Dalam keadaan ideal, atom dalam suatu materi memiliki elektron yang berorbit pada orbit tertentu. Jika ada unsur energi dari luar yang mempengaruhi atom, maka elektron akan berpindah level ke orbit lain (eksitasi).

Akan tetapi keadaan tersebut tidak akan bertahan lama, karena elektron akan kembali ke orbitnya dan akan memberikan kembali energi dalam bentuk yang lain seperti panas, cahaya, dan radiasi lain.

Suhu udara adalah jumlah bahang yang terkandung di udara (Ritter, 2007). Suhu atmosfer merupakan hubungan yang kompleks antara biosfer, litosfer serta atmosfer. Energi secara konstan berpindah dari permukaan ke udara diatasnya.

2.5. Korelasi kandungan air setimbang dan kelembaban relatif

Pada suatu bahan padat yang basah dibiarkan berhubungan terhadap udara kering di sekitarnya, maka air akan berpindah dari bahan tersebut ke fase udara. Hal ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih kecil daripada tekanan uap air cairan di dalam bahan padatan. Jika tekanan parsial uap air di udara sama dengan tekanan parsial uap air cairan di padatan, maka dikatakan bahwa kandungan air bahan tersebut merupakan kandungan air kesetimbangan atau disebut equilibrium moisture content (EMC). Perbandingan antara tekanan uap air kesetimbangan


(22)

dengan tekanan uap air jenuhnya disebut kelembaban relatif kesetimbangan atau equilibrium relative humidity (ERH) yang lebih dikenal dengan sebutan aktivitas air (Sokhansanj dan Jayas, 1995)

Hubungan antara kandungan air kesetimbangan dengan aktivitas air yang di sesuaikan pada temperatur tertentu dinamakan isoterm sorpsi air (water sorption isotherm). Parameter ini sangat menentukan sifat-sifat bahan kaitannya dengan proses penyimpanan bahan padatan. Penurunan kadar air suatu bahan bila mana diletakan di dalam suatu ruang dengan kelembaban relatif rendah dan suhu yang tinggi disebut desorpsi. Sebaliknya bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi dan suhu rendah, dikatakan bahwa bahan tersebut mencapai kadar air keseimbangannya melalui adsorpsi. Dimana untuk melihat plot antara parameter kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai grafik kadar air kesetimbangan pada suhu tetap atau sorpsi isotermis. Jika dilihat dari produk pertanian yang termasuk biji-bijian grafiknya adalah berbentuk sigmoid (berbentuk S).

2.6. Konsep umum alat pengukuran

Menurut Warsito (1987), menyatakan bahwa piranti alat ukur adalah sistem pengolahan informasi atau besaran yang akan diukur yaitu suatu informasi. Secara umum menunjukan bahwa sistem informasi dibagi dalam beberapa bagian yaitu unit sensor, pengolahan informasi, dan piranti keluaran (output). Pada Gambar 1, merupakan bentuk alur dari sistem pengukuran.

Merancang instrumentasi alat ukur tidak lepas dari suatu metode, kegiatan penelitian ini mempergunakan metode pengukuran secara tidak langsung. Bahwa


(23)

pengukuran dikatakan tidak langsung bila pembandingnya adalah suatu yang telah dikalibrasikan terhadap besaran standard, misalnya sensor RH.

(Sumber : Warsito, 1987)

Gambar 1. Diagram alir sistem pengukuran.

Dalam perancangan instrumentasi yang baik tanpa mengetahui arti dari bentuk karakteristik pada alat tersebut, maka akan kesulitan dalam memperoleh hasil yang ingin dicapai. Ada beberapa karakteristik penting bila akan merancang alat pengukuran, adalah sebagai berikut :

(1) Ketelitian dan keseksamaan (Accuracy)

Ketelitian atau Accuracy dapat definisikan sebagai ukuran seberapa jauh hasil pengukuran mendekati nilai sebenarnya. Ukuran ketelitian biasanya sering dinyatakan dengan dua cara, atas dasar perbedaan dan kesalahan (error) terhadap nilai yang sebenarnya. Nilai suatu kesalahan biasanya dinyatakan dalam lingkup nilai sesungguhnya dari kuantitas yang diukur sebagai persentase.

Besaran yang akan diukur

Unit sensor

Pengolahan informasi


(24)

(2) Kecermatan atau keterulangan

Menyatakan seberapa jauh alat pengukuran dapat mengulangi hasilnya bila untuk nilai yang sama. Perkataan lain bahwa alat pengukuran belum tentu akan dapat memberikan hasil yang sama jika diulang, meskipun nilai besaran yang diukur tidak berubah. Hal diatas berarti bahwa jika suatu alat pengukur hydrometer menghasilkan angka 75,26% , dan hasil yang sama akan diperoleh kembali melalui pengukuran ulang, dapat dikatakan bahwa hydrometer tersebut sangat cermat.

(3) Resolusi

Resolusi adalah nilai perubahan terkecil yang dapat dirasakan oleh alat ukur. Sebagai perumpamaan suatu timbangan pada jarum penunjuk yang bisa menunjukan perubahan 0,1 gram (terkecil yang dapat dilihat) maka dapat dikatakan bahwa resolusi dari timbangan tersebut adalah 0,1 gram. Nilai resolusi sering dinyatakan dalam bentuk persen (%) skala penuh.

(4) Sensivitas (Sensivity)

Sensivitas adalah rasio antara perubahan pada output terhadap perubahan pada input. Pada alat ukur yang linear, sensivitas adalah tetap. Dalam beberapa hal nilai sensivitas yang besar menyatakan pula keunggulan dari alat pengukuran yang bersangkutan. Alat yang terlalu sensitif tergolong instrumen sangat mahal, sementara belum tentu sepadan untuk maksud yang kita inginkan.


(25)

2.7. Mikrokontroler

Mikrokontroler merupakan suatu bentuk rangkaian elektronik atau chip yang sangat terintregrasi untuk membuat sebuah alat kontrol otomatis. Fitur yang terdapat di dalamnya terdiri dari CPU (Central Prosessing Unit), RAM (Random Access Memory), sebagian bentuk ROM (Read Only Memory), I/O (Input/Output) port, dan Timers.

Mikrokontroler dapat dipergunakan dalam hal melakukan tugas yang sangat spesifik. Salah satu mikrokontroler yang banyak dipergunakan adalah produksi Atmel keluarga AVR seri ATmega32. Karakteristik dari ATmega32 tersebut memiliki mikrokontroler 8-bit yang di dalamnya terdapat arsitektur RISC yaitu Reduce Intruction Set Computer, frekuensi kerja hingga 16 Mhz, 32K Byte In-SystemProgramable flash, memori 1024 Byte EEPROM (Electrically Erasable ProgramableRead-Only Memory), 2 Kilobyte SRAM internal, empat port I/O 8-bit, Master/Slave SPI Serial Interface, tegangan operasi 4,5 Volt- 5,5 Volt, yang termasuk konsumsi daya rendah.

2.8. Sensor

Sensor merupakan suatu perangkat yang mengubah fenomena fisik menjadi sinyal elektronik (Kenny, 2005). Sensor dapat menerima suatu rangsangan dan meresponnya dengan perubahan sinyal listrik. Sensor tidak dapat melakukan aksi kerja secara individu, biasanya sensor merupakan bagian dari satu sistem yang lebih besar yang memiliki rangkaian pengkondisi sinyal dan bermacam-macam pemrosesan sinyal analog atau digital.


(26)

Berdasarkan rangkaian pengkondisi sinyal, sensor dapat dibagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Sensor aktif memerlukan pemicu eksternal yang berupa rangkaian penyangga sensor, sehingga selalu ada arus yang akan melewati sensor. Contoh sensor aktif adalah termistor, RTD (Resistance Temperature Detector), dan strain gages. Sensor pasif dapat menghasilkan sinyal keluaran sendiri tanpa memerlukan rangkaian dan arus tambahan. Sebagai contoh dari sensor pasif adalah thermocouple yang menghasilkan tegangan thermoelectric dan fotodioda yang dapat menghasilkan photocurrent.

Setiap sensor memiliki karakteristik tertentu, dimana karakter tersebut bisa menentukan baik buruknya sebuah sensor pada aplikasi tertentu. Karakter ini pula menentukan rangkaian yang digunakan sebagai penyangga sensor. Ada beberapa karakter penting yang perlu diperhatikan di dalam sensor tersebut, yaitu :

(1) Transferfunction

Hubungan fungsi antara sinyal masukan fisik dan sinyal keluaran elektris. Biasanya untuk hubungan ini digambarkan sebagai grafik antara sinyal masukan dan keluaran.

(2) Sensitivitas

Merupakan nilai rasio antara perubahan kecil dalam sinyal elektris terhadap perubahan kecil pada sinyal fisik, dan diekspresikan pula sebagai fungsi turunan TransferFunction terhadap sinyal fisik. Satuan ukur yang biasa digunakan adalah volt/Kelvin, milivolt/kilopascal, dsb. Sebagai contoh bila sebuah alat termometer akan memiliki sensitivitas tinggi apabila perubahan nilai suhu di lingkungan dan mengakibatkan perubahan tegangan yang


(27)

tinggi. Karena perubahan tegangan yang signifikan memudahkan dalam pengamatan terhadap bentuk sinyal elektris.

(3) Span atau Dynamic Range

Rentang masukan sinyal fisik yang bisa dikonversi ke dalam bentuk sinyal elektris. Sinyal fisik diluar rentang ini diperkirakan memiliki akurasi yang sangat rendah. Satuan yang digunakan yaitu kelvin, pascal, newton, dsb. (4) Accuracy atau Uncertainty

Merupakan perkiraan kesalahan terbesar antara sinyal keluaran sebenarnya dan sinyal keluaran ideal. Accuracy merupakan istilah kualitatif, berbeda dengan uncertainty yang bersifat kuantitatif. Sebagai contoh, sebuah sensor bisa memiliki akurasi yang lebih tinggi ketika uncertainty sebesar 1% dibandingkan dengan nilai uncertainty 3%.

(5) Hysteresis

Beberapa sensor tidak kembali ke nilai semula ketika terjadi ada rangsangan naik atau turun. Besarnya kesalahan yang diperkirakan dalam kuantitas pengukur merupakan Hysteresis.

(6) Nonlinearity

Nonlinearity merupakan penyimpangan maksimum dari TransferFunction linear terhadap Dynamic Range.

(7) Noise

Beberapa sensor menghasilkan noise, bersamaan dengan sinyal keluaran. Beberapa kasus menunjukan noise pada sensor lebih kecil dibandingkan dengan noise pada rangkaian elektronik selanjutnya.


(28)

2.8.1. Pengembangan sensor kelembaban

Pada awalnya pengukuran kelembaban dapat dilakukan dengan mengukur perubahan kelembaban pada kain sutera, rambut manusia dan kemudian nilon serta bahan sintetis. Pengembangan sensor semikonduktor yang sangat pesat menghasilkan sensor kelembaban yang berbasis polimer. Sensor semikonduktor ini memiliki akurasi tinggi, tahan lama dan efektif dari segi biaya. Ada tiga jenis sensor RH yang banyak di produksi diantaranya: sensor RH kapasitif, sensor RH resistif, serta sensor RH konduktivitas panas.

Sensor RH kapasitif ialah suatu sensor yang apabila terjadi perubahan nilai RH pada lingkungan, maka terjadi perubahan nilai kapasitansi. Pada sensor ini memiliki kemampuan rentang pengukuran RH dari 0% hingga 100%, berbeda dengan sensor berbasis resistansi yang tidak mampu mengukur RH dibawah 20%. Karena pengaruh suhu tidak dominan, sensor ini mampu digunakan pada rentang suhu yang lebar tanpa kompensasi suhu aktif. Perubahan konstanta di elektrik hampir proporsional terhadap RH pada lingkungan. Umumnya terjadi perubahan kapasitansi 0,2-0,5pF untuk setiap perubahan 1% RH.

Pada tipe sensor RH kapasitif juga mampu pulih secara penuh dari efek kondensasi dan tahan terhadap debu yang menempel di permukaan sensor RH. Karena kelebihan - kelebihan tersebut sensor ini banyak digunakan dalam uji tes pengukuran atmosferik. Salah satu bahan yang digunakan oleh sensor kapasitif adalah polimer termoset. Sensor langsung mendeteksi perubahan RH lingkungan sebagai perubahan kapasitansi sensor dengan respon yang cepat, linearitas tinggi, hysteresis rendah, serta stabilitas jangka panjang yang baik. Pada Gambar 2, telah menunjukan bahwa sensor RH kapasitif dengan tiga buah lapisan permukaan.


(29)

Pada lapisan kapasitor di elektrik aktif dari bahan elektroda platinum dapat menyeimbangkan diri dengan gas disekitarnya, sedangkan untuk Porous platinum yaitu mencegah terjadinya respon di elektrik akibat pengaruh eksternal sementara lapisan polimer diatasnya melindungi dari kontaminan seperti debu, minyak, dan kotoran. Jika dari lapisan kontaminan atas terpengaruh maka akan menyebabkan lambatnya waktu untuk merespon dari kinerja sensor.

(Sumber : Fontes, 2005)

Gambar 2. Konstruksi sensor kelembaban kapasitif dengan 3 lapisan.

Sensor RH resistif merupakan sensor yang apabila terjadi suatu perubahan nilai RH di lingkungan, maka terjadi perubahan impedansi. Biasanya hubungan antara RH dan impedansi bersifat eksponensial terbalik seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Pada umumnya bahan pada lapisan sensor menggunakan bahan polimer konduktif dan garam, serta dikembangkan menjadi berbahan keramik.

(Sumber : Roveti, 2001)


(30)

Sensor kelembaban konduktivitas panas atau biasa disebut dengan sensor kelembaban absolut. Sensor ini mengukur perbedaan konduktivitas panas dari udara kering ke udara yang memiliki uap air. Sensor ini terdiri dari dua termistor NTC (Negative Temperature Coefficient) pada rangkaian jembatan DC. Bahan di kedua buah termistor dibungkus oleh nitrogen kering, untuk letak kedua termistor jelas berbeda, di dalam sensor sedangkan satunya lagi berada permukaan sensor. 2.8.2. Sensor kelembaban relatif Sensorion SHT11

Modul SHT11 merupakan modul sensor kelembaban relatif dan suhu dari Sensirion serta memiliki keluaran data digital. Modul ini yang akan digunakan sebagai alat pengindra suhu dan kelembaban dalam aplikasi pengendali suhu dan kelembaban ruangan maupun aplikasi pemantau suhu dan kelembaban relatif pada ruangan. Prinsip kerja yang digunakan pada modul SHT11 adalah sensor berbasis kapasitif. Sensor ini sudah terkalibrasi dan memiliki rangkaian pengondisi sinyal serta 14-bit ADC yang terintegrasi. Data suhu yang diperoleh dapat digunakan juga sebagai parameter kompensasi RH serta menentukan titik embun (dewpoint). Modul SHT11 terdapat pula pemanas internal untuk mengkalibrasi sensor RH dan pemulihan sensor ketika RH mencapai 100%, yang berarti terbentuk dari adanya butiran-butiran embun pada permukaan sensor.

Jenis komunikasi sensor RH ini menggunakan antarmuka two-wire serial, ukuran dimensi kecil dan konsumsi daya rendah menjadikan sensor RH ini pilihan yang tepat untuk digunakan pada sistem kompak. Pada Gambar 4, menunjukan blok diagram dari sensor RH Sensirion SHT11. Nilai koefisien pengkalibrasi dari sensor RH telah diprogramkan kedalam OTP memory. Koefisien tersebut akan digunakan untuk mengkalibrasi keluaran dari sensor selama proses pengukuran.


(31)

(Sumber : Sensirion, 2007)

Gambar 4. Blok diagram kelembaban relatif Sensirion SHT11.

Ada 4 pin yang digunakan pada sensor RH Sensirion SHT11, yaitu : VDD, GND, DATA, SCK. VDD dan GND merupakan pin catu daya pada sensor RH. Catu daya yang dapat digunakan 2,4 V hingga 5,5V. Pin SCK dan DATA adalah untuk antarmuka dengan perangkat lain. Komunikasi pada jalur SCK sebagai sumber clock. Pada Gambar 5, menunjukan skematik antarmuka dari sensor RH dengan mikrokontroler.

(Sumber : Sensirion, 2007)

Gambar 5. Skema antarmuka sensor SHT11 dan Mikrokontroler.

Sistem sensor ini mempunyai 1 jalur data yang digunakan untuk perintah pengalamatan dan pembacaan data. Ketika memulai transmisi dilakukan suatu pengalamatan data dengan membuat LOW di jalur DATA ketika SCK di kondisi HIGH, lalu membuat jalur DATA menjadi HIGH ketika SCK tetap HIGH. Pada Gambar 6, merupakan gambaran sinyal sensor yang ditunjukan dengan urutan sinyal DATA dan SCK ketika memulai transmisi.


(32)

(Sumber : Sensirion, 2007)

Gambar 6. Urutan sinyal untuk memulai transmisi.

Setelah memulai transmisi dilanjutkan kembali dengan mengirimkan data atau perintah menuju sensor RH. Terdapat 3 (tiga) bit pengalamatan dan 5 (lima) bit untuk pengintruksian. Dimana ketiga bit pengalamatan yang bisa digunakan hanya ‘000’, berikut ini lima bit perintah yang ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perintah pada Sensirion SHT11

Perintah Kode

Mengukur Suhu 00011

Mengukur Kelembaban 00101

Membaca Register Status 00111

Menulis Register Status 00110

Soft Reset, me-reset antarmuka,

mengembalikan nilai status register ke awal 11110 (Sumber: Sensirion, 2007)

Setelah mengirimkan perintah mengukur suhu dan kelembaban, maka unit mikrokontroler harus menunggu hasil pengukuran. Waktu maksimum yang dibutuhkan adalah sebesar 20/80/320ms untuk pengukuran 8/12/14bit. Kaki serial Data yang terhubung dengan mikrokontroler memberikan perintah pengalamatan pada pin Data SHT11 “00000101” untuk mengukur kelembaban dan “00000011” untuk pengukuran suhu. Urutan sinyal saat mengukur RH tanpa ada kompensasi suhu dapat dicontohkan pada Gambar 7.


(33)

(Sumber : Sensirion, 2007)

Gambar 7. Urutan sinyal untuk mengukur kelembaban relatif.

Urutan sinyal diatas menunjukan bahwa hasil dari pengukuran yang di dapatkan nilai digital kelembaban sebebesar “1001’0011’0001”. Nilai digital ini dikonversi menjadi bilangan desimal. Ketika mengonversi nilai desimal sensor RH menjadi besaran fisik diperlukan persamaan :

RHlinear = C1 + (C2 x SORH) + (C3 x SORH2) …….(3)

dimana :

RHLINEAR : Kelembaban relatif tanpa kompensasi suhu.

SORH : Sensor Output, nilai desimal dari sensor yang didapat.

C1 = -4 ; C2= 0,0405 ; C3=-2,8*10-6

Hasil dari RHLINEAR ini harus di kompensasi terhadap suhu agar hasilnya

lebih akurat. Kompensasi suhu dikenal dengan sebutan Automatic Temperature Compensation (ATC). Fungsi dari ATC ini adalah agar sensor dapat mengukur kelembaban relatif (RH) lebih akurat pada rentang suhu yang lebar.


(34)

Dalam mengkonversi nilai desimal sensor RH dengan kompensasi nilai suhu menjadi besaran fisik diperoleh dengan persamaan:

RHtrue = (Tc – 25) x (t1 + t2 x SORH) + RH LINEAR ...(4)

dimana :

RHTrue : Nilai RH terkompensasi suhu

RHLINEAR : Nilai RH tanpa dikompensasi suhu

Tc : Suhu lingkungan dalam derajat Celsius

t1 = 0,01 ; t2 = 0,00008.

2.9. Time Clock DS1307 dengan Antarmuka I2C

Komponen DS1307 merupakan Real-Time Clock (RTC) buatan dari Dallas-Maxim Semiconductor®. Dapat dikatakan bahwa DS1307 mempunyai fungsi sebagai kalender dan jam digital. Fitur utama DS1307 adalah mampu menghitung detik, menit, jam, tanggal, tahun dengan koreksi tahun kabisat hingga tahun 2100, dan data bisa disimpan dengan bantuan catu daya, dan antarmuka I2C. Terlihat pada Gambar 8, merupakan suatu blok diagram yang ada dalam DS1307 (RTC).

Proses pengiriman sinyal perintah sama halnya dengan pengkodean pada sensor RH. Adapun RTC tersebut memiliki suatu sistem tersendiri yang akan melakukan instruksi pengiriman perintah kepada mikrokontroler. Control logic merupakan pusat pengalamatan dan pengiriman perintah oleh DS1307. Demikian pula dari kegiatan penelitian ini membutuhkan fitur yang tersedia dalam DS1307. Lembar panduan dalam perangkaian alat dan kinerja dari DS1307 ada pada suatu lembar data produsen yang telah diberikan oleh pabrik pembuatannya.


(35)

(Sumber : Dallas-Maxim Semiconductor, 2008) Gambar 8. Blok diagram DS1307.

DS1307 yang digunakan memiliki paket DIL8 (Dual In Line 8). Dalam data produsen DS1307 membutuhkan catu daya 5 volt, untuk dihubungkan pada kaki Vcc serta GND. Rangkaian utamanya hanya membutuhkan kristal eksternal sebesar 32,768KHz yang dihubungkan pada di kaki X1 dan X2 dan sebuah baterai dengan voltase 3V untuk menyimpan data di NVRAM (Non-Volatile Random Access Memory) pada VBAT dan GND.

Ketika membaca maupun menulis register pengalamatan di atas diperlukan tempat penyimpanan sementara pada mikrokontroler untuk mencegah kesalahan register internal. Tempat penyimpanan atau secondarybuffer ini berupa alokasi memori yang terdapat pada mikrokontroler.

Fungsi dari unit DS1307 ini adalah pencatatan waktu, jam, dan tahun yang telah disesuaikan, sehingga dalam penelitian ini membutuhkan dalam pengamatan terhadap waktu maka unit DS1307 telah diatur suatu penginstruksian di dalam alat agar dapat terkontrol selama proses kegiatan pengukuran.


(36)

2.10. Catu daya

Setiap komponen elektronik memerlukan sumber tenaga untuk bekerja. Sumber tenaga pada umumnya berupa tegangan searah (DC). Sumber tegangan yang biasa digunakan ada dua macam, konverter AC/DC dan konverter DC/DC. Konverter AC/DC mengubah sumber tegangan bolak-balik AC (misal : Adaptor) menjadi tegangan DC sesuai kebutuhan komponen elektronik. Konverter DC/DC mengubah tegangan dari sumber DC menjadi tegangan yang dibutuhkan oleh komponen elektronik. Dikarenakan sistem yang dirancang bersifat portabel, maka sumber tenaga yang digunakan adalah adaptor dengan tipe konversi AC/DC.

2.10.1. Adaptor

Adaptor merupakan perangkat yang dapat menyesuaikan jenis dan besar tegangan listrik terhadap alat lain, dimana adaptor tersebut dapat mengubah arus AC menjadi arus DC. Adaptor tersebut merupakan sebuah konektor yang dapat menyaring voltase yang tinggi menjadi lebih sederhana dari AC diubah jadi DC, seperti contoh tegangan energi berkisar 220 volt diubah menjadi voltase yang lebih rendah oleh transformator yang lebih dikenal dengan sebutan trafo.

Ada 2 fungsi trafo yang sering digunakan, pertama trafo step up untuk mengubah arus AC yang lebih rendah menjadi arus AC yang lebih tinggi, kedua trafo step down untuk mengubah arus AC yang tinggi menjadi arus AC yang lebih rendah. Secara umum adaptor ini sering dipergunakan oleh masyarakat untuk kehidupan sehari-hari diantaranya trafo tipe step down,dimana arus AC dapat diubah menjadi arus DC oleh unit serangkaian penyearah. Pada Gambar 9, merupakan gambar skematik rangkaian dasar adaptor dengan trafo tipe step down.


(37)

(Sumber : Electronics, 2010)

Gambar 9. Skematik rangkaian dasar adaptor.

Adaptor ini memiliki dua buah kumparan kawat, yang pertama kumparan yang berasal dari voltase input (primer), dan yang kedua kumparan yang berasal dari voltase output (sekunder). Kedua kumparan tersebut berfungsi sebagai daya pembanding antara voltase input dan voltase output, untuk memperoleh tegangan DC yang lebih rendah. Apabila kumparan primer diberikan tegangan sebesar 220 volt maka kumparan sekunder akan mengeluarkan tegangan berkisar 12 volt. Oleh karena itu catu daya berupa adaptor merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk memperlancar dalam kegiatan penelitian ini dan memiliki keunggulan dari segi penghematan biaya dan daya energi.


(38)

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan tempat

Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan April 2010 hingga pada bulan September 2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan alat dan uji coba alat. Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian lapang dilakukan di Stasiun Lapang Kelautan (SLK) Pelabuhan Ratu, Sukabumi.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Table 2 . Tabel 2. Daftar alat yang digunakan dalam penelitian.

No Alat Fungsi

1. Seperangkat komputer personal dengan sistem operasi Windows XP

Merancang perangkat keras dan lunak serta pengolahan data 2. Microsoft Excel 2007 Mengolah data hasil pengukuran 3. Klinik-Robot AVR USB ISP Memprogram ATmega32 4. Multimeter Digital Sanwa CD seri

800a

Mengukur voltase, hambatan, dan koneksi komponen.

5. Gerinda Listrik Memotong dan meratakan Acrylic

6. Cutter Memotong kabel

7. Pistol lem panas Melekatkan Acrylic (casing)

8. Obeng Membuka dan memasang baut

9. Bor Listrik Kecil Melubangi Acrylic

10. Mata bor Berukuran 1.5- 6.5mm

11. Solder goot 35Watt Menyolder antar komponen

12. Amplas Menghaluskan Acrylic


(39)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Tabel 3. Table 3. Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian.

No Bahan Tipe/Nilai Jumlah

1 Mikrokontroller ATmega32 TQFP 1 buah

2 Modul DT-Sense SHT11 2 buah

3 Real Time Clock DS1307 1 buah

5 Adaptor KENWOOD DCJ-1000P 1 buah

6 Box Plastik Generik 10cm x 6cm x 3cm 1 buah

7 Saklar kecil Ukuran 2x40 1 buah

8 Acrylic Ukuran tebal 2mm s/d 4mm 2 lembar

3.3. Perencanaan penelitian

Pada penelitian ini menggunakan suatu sistem single chip microcomputer, yang biasa dikenal sebagai mikrokontroler. Fungsi dari mikrokontroler tersebut adalah sebagai proses data dan pusat pengatur semua komponen rancang bagun, sehingga dalam perencanaan penelitian ini diharapkan terlihat susunan kerangka yang sistematik dalam mengembangkan suatu instrumen. Hubungan perangkat keras dan perangkat lunak sangat erat hubungan keduanya, karena pengisian dari fungsi elemen-elemen instrumen harus disesuaikan.

Diagram alir pada Gambar 10, merupakan perencanaan penelitian ini agar mempermudah dalam pembacaan dan pengkoreksian bila mana ada kesalahan pada perancangan instrumen, sedangkan untuk diagram alir dalam pembuatan perangkat keras dan perangkat lunak, dapat dilihat pada Gambar 11 .


(40)

tidak ya

Ya

Gambar 10. Diagram alir perencanaan penelitian. Mulai

Persiapan

Perumusan masalah

Penggabungan perangkat lunak dan perangkat keras

Perancangan model alat ukur

Perancangan perangkat lunak dan perangkat keras

Perangkat lunak Perangkat keras

Uji coba alat ukur

Selesai Pengambilan data

Pemrosesan data


(41)

tidak

tidak

tidak ya ya tidak

Gambar 11. Diagram alir perancangan perangkat keras dan perangkat lunak. Perancangan alat pengukur

Menganalisa sistem

Perakitan komponen dalam bentuk modul

Penulisan Diagram alir Perancangan awal perangkat lunak Pengujian Tulis program Periksa program Perancangan awal perangkat keras Sesuai Pengkalibrasian komponen Pengujian Perancanagan logika Sesuai

Alat pengukur siap dipakai Penyatuan sistem perancangan

Sesuai Perbaiki program Perbaiki


(42)

3.4. Rancang bangun perangkat keras

Dalam sistem perancangan perangkat keras dan lunak diharapkan dari hasil keluaran (output) untuk semua komponen bekerja sesuai dengan kinerjanya, serta penekanan biaya seminimum mungkin dalam pembuatannya.

Pada perancangan instrumen secara fungsional untuk penelitian ini, secara umum dibagi menjadi 5 bagian adalah sebagai berikut :

(1) Sirkut dasar mikrokontroler ATmega32,

(2) Rangkaian dasar Sensirion SHT11 dan ATmega32,

(3) Rangkaian dasar Liquid CrystalDisplay (LCD) dan Atmega 32, (4) Rangkaian dasar DS1307 dan ATmega32, serta

(5) Catu daya.

Pada Gambar 12, merupakan blok diagram hubungan antara komponen-komponen perangkat keras pada instrumen adalah sebagai berikut :

Gambar 12. Blok diagram hubungan antara komponen-komponen perancangan fungsional.

Komponen sensor (SHT11)

C A T U D A Y A K O M P L E K

Komponen pemroses sinyal (Mikrokontroler ATmega32) Komponen peraga digital (Display) Komponen pengkonversi analog to digital


(43)

3.4.1. Sirkuit dasar mikrokontroler ATmega32

Mikrokontroler memiliki sirkuit dasar yang telah ditetapkan oleh lembar data produsen. Sirkuit dasar yang dibutuhkan adalah sumber clock eksternal dan In-System Programming (ISP), ISP yang digunakan mengacu pada konektor STK 200 Atmel Starter Kit. ATmega32 yang digunakan penelitian ini sudah berupa modul Gambar 13, modul yang digunakan buatan Innovative Electronics DT-AVR Low Cost Micro System. Modul ini sudah memiliki ADC hingga 8 channel single-ended A/D converter dengan resolusi 10 bit.

(Sumber : Innovative Electronic, 2010)

Gambar 13. Modul mikrokontroler DT-AVR LowCost Micro System.

Mikrokontroler ATmega32 memiliki SPI konektor antarmuka berjumlah 5 pin dengan 2 baris (2x5) jarak antara pin sejauh 2,54mm. Pada ATmega32 juga sudah terdapat 35 pin jalur input/output, tegangan operasi 2.7V - 5.5V, sedangkan untuk komunikasi serial standar USART dengan kecepatan maksimal 2.5Mbps. Modulasi ATmega32 tersebut sudah dapat dikatakan memiliki spesifikasi yang dibutuhkan instrumen ini.


(44)

3.4.2. Rangkaian dasar Sensorion SHT11 dan ATmega32

Dalam menghubungkan unit sensor Sensirion SHT11 dan mikrokontroler ATmega32, digunakan jenis komunikasi Two-wire Serial Interface. Komunikasi ini membutuhkan 2 (dua) pin dari salah satu port mikrokontroler ATmega32. Port yang akan digunakan kali ini adalah PortB pin 0 untuk jalur SCK dari pin SHT11, dan PortB pin 1 dan PortB pin 3 untuk jalur DATA dari SHT11. Terlihat pada Gambar 14, di bawah ini merupakan rangkaian dasar unit sensor SHT11 yang menghubungkan dengan mikrokontroler ATmega32.

Gambar 14. Skematik rangkaian dasar SHT11 dan ATmega32.

Fitur yang ada pada unit sensor SHT11 diantaranya akurasi absolut untuk nilai RH dan suhu, yaitu ± 3,5%RH dan ± 0,5˚C pada suhu 25˚C, catudaya 5VDC, dan nilai konsumsi daya 30µW. Komunikasi antara unit sensor SHT11 dan unit mikrokontroler ATmega32 diperlukan juga Pull-up resistor pada R1 dan Pull-down resistor pada R3. Fungsi untuk Pull-up resistor adalah membuat keadaan logika pada jalur DATA, dan sebalikannya Pull-down resistor untuk membuat keadaan logika pada jalur CLK. Sedangkan R2 berfungsi sebagai pengamanan apabila terjadi pengiriman sinyal dari ATmega32 dan SHT11 secara bersamaan.


(45)

Unit sensor SHT11 yang digunakan penelitian ini sudah berupa modulasi yang terlihat pada Gambar 15. Modul DT-Sense SHT11 adalah sebuah modul sensor yang dirancang untuk dapat mengukur kelembaban udara dan suhu udara. Dalam sensor ini sudah memiliki keluaran digital dan sudah terkalibrasi, jadi tidak perlu lagi untuk melakukan konversi A/D atau pun kalibrasi data sensor. Modul yang akan digunakan buatan pabrik Innovative Electronics DT-Sense. Modul ini sudah memiliki spesifikasi pull-upresistor dan pull-down resistor.

(Sumber : Innovative Electronic, 2010)

Gambar 15. Modul Sensorion DT-Sense SHT11.

3.4.3. Rangkaian dasar LCD dan ATmega32

Modulasi Liquid CrystalDisplay (LCD) yang terdapat pada Gambar 17, sudah dilengkapi dengan sebuah konektor yang memiliki dua register 8 bit yaitu instruksi register (IR) dan data register (DR). Dalam IR dapat menyimpan kode instruksi seperti display clear, cursor shift dan informasi address untuk display data RAM (DDRAM), serta character generator (CGRAM).

Ada beberapa pin yang digunakan dalam perancangan pada LCD, yaitu pin 1 (Vss), pin 5 (RW), dan pin 16 (K) sebagai ground , pin 2 (Vcc) dan pin 15 (A) sebagai Input, sedangkan untuk jalur data terletak pada pin 11 (DB4), pin 12 (DB5), pin 13 (DB6), dan pin 14 (DB7). Busy flag (BF) merupakan salah satu pembaca instuksi dari mikrokontroler, apabila busy flag bernilai 1 maka instuksi


(46)

sedang dikerjakan. Selama instruksi tersebut belum selesai dikerjakan, kontroler belum bisa menerima instruksi apapun. Kertika RS=0 dan R/W=1, busy flag mengeluarkan logika 1 pada DB7. Instruksi berikutnya akan siap diterima ketika busy flag bernilai 0. Terlihat pada Gambar 16, yang merupakan rangkaian dasar LCD dengan 2x16 karakter.

Gambar 16. Skematik rangkaian LCD 2x16 karakter.

Pada Gambar 17 di bawah ini, merupakan modul display LCD yang akan digunakan dalam penelitian ini. Modulsi LCD yang dipergunakan penelitian ini buatan Xiamen Elane Electronics Company Ltd. Modul ini sudah ada spesifikasi yang dibutuhkan, dan hubungan antar komponen instrumen saling mendukung.

(Sumber : Xiamen Elane Electronics Grup, 2010) Gambar 17. Modul LCD dengan 2x16 karakter.


(47)

3.4.4. Rancangan dasar DS1307 dan ATmega32

Jenis komunikasi DALLAS-MAXIM DS1307 Real-Time Clock (RTC) adalah I2C. Dimana ATmega32 memiliki hardware I2C pada PortC pin 1 sebagai SDA dan Port C pin 0 sebagai SCL terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Skematik rangkaian dasar DS1307 dengan ATmega32.

DS1307 pada Gambar 19, yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah berupa modul konsumen, dimana saat perakitan tidak mengalami kesulitan. RTC membutuhkan 2 (dua) buah pull-upresistor pada kaki SDA dan SCL. Resistor ini digunakan saat membuat kondisi logika pada jalur SDA dan SCL menjadi HIGH ketika tidak ada sinyal dari mikrokontroler. XTAL yang digunakan memiliki nilai 32,768KHz, sesuai dengan lembar data DS1307.

(Sumber : Innovative Electronic, 2010) Gambar 19. Modul DS1307 Real Time Clock.


(48)

Spesifikasi modul ini sudah dikatakan lengkap dan mendukung komponen lain, dalam pengoprasian perangkat keras maupun lunak. Fitur DS1307 memiliki jenis komunikasi I2C, SDA (DataSerial), SCL (SerialClock), VCC (Power Suplay Primer), Ground, X1 dan X2 (Crystal koneksi 32,768 kHz), dan V bat (batrai input 3 volt). Ada beberapa fungsi yang perlu diperhatikan dalam pengkomunikasian, bila salah satunya SCL dan SDA yang terhubung dengan mikrokontroler.

3.4.5. Catu daya

Catu daya merupakan perangkat sederhana yang berfungsi sebagai sumber tenaga komponen lain. Bilamana adanya tegangan dari perangkat ini maka alat ukur memiliki dimensi kompak dan hemat daya. Sumber catu daya yang akan digunakan adalah adaptor jenis KENWOOD DCJ-1000P. Adaptor ini memiliki kestabilan daya dengan voltase sebesar 12 Volt. Mikrokontroler ATmega32, DS1307, dan sensor RH membutuhkan catu daya sebesar 5 Volt. Sehingga untuk keseluruhan komponen instrumen dapat stabil pada kisaran voltase 9 volt. Pada Gambar 20, salah satu jenis catu daya komplek. Adaptor termasuk pilihan yang tepat sebagai penggerak instrumen ini, karena nilai input adaptor telah mendukung terhadap keseluruhan unit komponen instrumen yang lebih efisien dan efektif serta kinerja perangkat catu daya berfungsi dengan baik.

(Sumber :Wikipedia, 2010)


(49)

3.5. Casing alat pengukuran

Casing atau selubung merupakan tempat semua komponen diletakan dan disimpan, dapat dilihat pada Gambar 21. Jenis bahan casing bisa mempengaruhi aktivitas dari kinerja sensor RH. Banyak bahan material mampu untuk menyerap kelembaban udara sehingga mempengaruhi waktu respon serta nilai hysteresis. Dalam datasheet SHT11 material yang bisa digunakan adalah semua jenis metal, LCP, POM (Delrin), dan PVF , termoplastik yang meliputi PTFE , PE, PEEK, PP, PB, PPS, PSU, PVDF.

Beberapa bidang pada casing perlu direkatkan oleh lem agar memperkuat konstruksinya. Bahan untuk merekatkan semua bidang dapat mempengaruhi daya kerja unit sensor RH. Beberapa bahan perekat bisa menghasilkan gas saat proses pengeringan. Gas yang dihasilkan dapat mengkontaminasi sensor RH, apabila menggunakan bahan seperti epoxy dan silikon, setelah kering sebaiknya sensor diletakan pada tempat yang berventilasi atau dipanggang pada suhu 50°C selama 24 jam. Peletakan komponen untuk unit sensor RH yang pertama berada dalam instrumen, dan sebaliknya sensor RH kedua berada di luar casing.


(50)

(b) Casing instrumen tampak depan.

Gambar 21. Casing alat pengukur tampak samping dan depan.

3.6. Rancang bangun perangkat lunak

Kinerja perangkat lunak dapat mempengaruhi daya kerja perangkat keras. Pembuatan perangkat lunak lebih dikenal dengan suatu pemrograman, ketika dalam penginstruksian perangkat lunak perlu ada penulisan program yang disebut firmware. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa BASIC, dimana kompiler yang sederhana adalah BASCOM-AVR 1.11.9.0. Firmware yang telah dituliskan akan diuduh menuju mikrokontroler menggunakan AVROSPII dan kabel data STK 200 AVR ISP Programmer.

Penelitian ini mempergunakan software BASCOM AVR seri 1.11.9.8. Pada penulisan kode program instrumen, instruksi akan sesuai dengan diagram alir. Setelah pengecekan ulang tanpa ada kesalahan, kode program akan dikompilasi (mengubah kode program dalam format*.hex) agar mudah diuduh menuju unit komponen mikrokontroler. Pada Gambar 22, merupakan salah satu bentuk contoh dari tampilan penulisan firmware.


(51)

Gambar 22. Tampilan pemrograman pada software BASCOM-AVR.

Setelah selesai penulisan firmware yang sudah dirancang akan diuduh ke dalam mikrokontroler dengan menguhubungkan kabel AVROSPII dan AVR ISP Programmer , kemudian hasil akhir akan ditampilkanpada unit perangkat keras instrumen yaitu unit komponen display (LCD).

3.6.1. Diagram alir program

Diagram alir yang telah dibuat dapat mempermudah pembacaan instruksi dan pencarian kesalahan dalam firmware. Pada Gambar 23, merupakan bentuk diagram alir instrumen, dimana dari awal pengiriman kode instruksi dari unit mikrokontroler hingga kode instruksi untuk pengukuran nilai kelembaban udara dan suhu.


(52)

(53)

(54)

3.6.2. Memprogram mikrokontroler

Setelah semua penulisan pemrograman dalam bentuk firmware, maka siap untuk diprogram ke dalam mikrokontroler ATmega32. Proses pemrograman ini juga biasa disebut Flashing. Penelitian ini mempergunakan software BASCOM-AVR dengan seri 1.11.9.8. Pemrograman ini saat proses Flashing dihubungkan ke unit mikrokontroler menggunakan kabel STK 200 ISP Programmer .

3.7. Pengujian alat pengukuran menyeluruh

Pada pengujian instrumen di tahap akhir dilakukan pengujian terintegrasi dari semua komponen yang telah disatukan. Pengujian ini menggambarkan suatu kelayakan dan keakuratan instrumentasi yang telah dibuat.

Pengujian secara menyeluruh dilakukan dengan referensi yang ada, tetapi diusahakan alat referensi yang dipakai merupakan alat yang memiliki ketelitian yang tinggi serta digital. Hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan data dari alat referensi, selanjutnya untuk menguji kelayakan instrumentasi dilakukan uji statistik dengan cara mencari persamaan regresi serta derajat korelasinya.

3.8. Uji coba instrumen

3.8.1. Pengujian instrumen skala laboratorium

Uji coba instrumen dilakukan di laboratorium bertujuan untuk melihat cara kerja alat dan kinerja komponen. Pada pengujian dilakukan dengan waktu selama ± 2 jam per menit tanpa menggunakan bahan sampel. Perolehan data hasil uji coba akan dibuat suatu grafik menggunakan software Exel 2007. Tujuan dibuat suatu grafik untuk menganalisa faktor dari permasalahan dan meminimalisir derau yang terjadi sehingga tampilan pada grafik mudah untuk dibaca.


(55)

3.8.2. Pengujian instrumen skala lapangan

Uji coba instrumen skala lapang meliputi kinerja instrumen di lapang dan menganalisa dari data instrumen. Dimana dalam uji coba instrumen dilakukan di lingkungan yang terbuka, saat pelaksanaan pengukuran dilakukan di Stasiun Lapang Kelautan (SLK) Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Sebelum uji coba instrumen dalam skala lapang, dibuat terlebih dahulu prosedur pengambilan data, bertujuan agar aturan pengukuran dilakukan secara sistematik. Berikut ini klasifikasi tiga pelakuan proses pengeringan rumput laut, yaitu :

(1) Pengeringan rumput laut secara kontak langsung (terbuka).

Menggunakan udara panas sebagai medium pengering alami dengan tekanan atmosferik. Proses ini uap yang terbentuk terbawa oleh udara. (2) Pengeringan rumput laut secara semi vakum.

Menggunakan jaring benang sebagai alas penyimpanan bahan sampel dan mika sebagai pengontak panas atau menggunakan efek radiasi matahari. Dalam proses ini air berlangsung sedikit lebih cepat pada tekanan rendah. (3) Pengeringan rumput laut secara vakum.

Menggunakan logam sebagai alas penyimpanan bahan sampel dan mika sebagai pengontak panas atau menggunakan efek radiasi matahari. Proses ini air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah.

Gambar klasifikasi dari ketiga perlakuan proses pengeringan rumput laut akan ditampilkan di lembar lampiran. Tujuan dari ketiga perlakuan adalah untuk membantu mereduksi adanya pengaruh faktor luar terhadap kadar air bahan, dan melihat interaksi antara kedua faktor kelembaban (RH) dan pengeringan telah memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar air bahan.


(56)

3.8.3. Pengukuran kadar air rumput laut di laboratorium

Proses pengukuran kadar air rumput laut dengan menggunakan metode pengovenan dilakukan dalam standar laboratorium untuk mendapatkan nilai kadar air sebenarnya. Metode pengovenan kadar air meliputi proses sebagai berikut, pada awalnya sampel bahan rumput laut ditimbang terlebih dahulu sebesar 2 gram dan simpan dalam cawan, kemudian dikeringkan di oven pada suhu 100-105˚C selama ± 5 jam hingga beratnya tetap. Pada cawan yang berisi contoh bahan rumput laut di dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit, kemudian timbang kembali untuk mengetahui perbedaan berat cawan dan berat bahan sampel rumput laut kering. Setelah itu untuk tahapan terakhir memasukan nilai pengukuran ke dalam suatu persamaan sesuai dengan referensi dan metode.


(57)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler, dengan penampil data informasi sistem digital. Pada rancang bangun ini mempergunakan dua buah unit sensor SHT11 berfungsi sebagai pendeteksian parameter kelembaban relatif (Relative Humidity) dan suhu (Temparature) dalam proses pengukuran.

Pada uji coba instrumen yang telah dilakukan, menunjukan kemampuan alat pendeteksi berfungsi dengan baik. Adapun untuk proses pengiriman data dari unit sensor RH ke unit display berjalan dengan cepat, sehingga instrumen yang sedang bekerja dapat langsung diamati pada komponen LCD berupa modulasi. Hasil dari perolehan data instrumen, akan dilanjutkan dengan pemrosesan data dan analisa suatu grafik bertujuan untuk pencarian model-model korelasi parameter kadar air terhadap parameter kelembaban relatif (RH) dan suhu udara pada instrumen.

4.1.1. Rancangan instrumen pendeteksi kadar air rumput laut

Desain yang dibuat dipergunakan sebagai gambaran untuk pembuatan alat. Pada desain instrumen dirancang dalam cetak biru (blueprint) mempergunakan software Google SketchUp pro 7. Peletakan antar komponen elektronik alat ukur ditutup oleh casing akrilik yang berbahan material thermoplastik. Bahan dasar casing dapat mempengaruhi aktivasi dari kinerja sensor RH, dikarenakan akrilik mampu menyerap kelembaban udara yang bisa mempengaruhi waktu respon dan hysteresis. Adapun dalam peletakan kedua unit sensor RH dibatasi oleh media yang berbeda dengan harapan bisa melihat nilai rentang antar parameter secara


(58)

signifikan. Berikut hasil gambaran rancang bangun instrumen secara teknis, yang terlihat pada Gambar 24, dimana untuk desain instrumen tampak keseluruhan dan media penyimpanan bahan contoh rumput laut sebagai pendeteksian.

(a) Tampilan instrumen pendeteksi (b) Media penyimpanan bahan Gambar 24. Desain instrumen pendeteksi dan media penyimpanan bahan.

Pada bagian media yang tertutup rapat di rancang berbentuk kotak berfungsi sebagai penyimpanan bahan rumput laut selama pengukuran parameter, kemudian dilengkapi juga dengan unit sensor RH. Media penyimpanan bahan ini terhubung dengan unit fungsional lainnya menggunakan konektor kabel. Hasil perancangan untuk perangkat keras instrumen berdasarkan letaknya telah dilengkapi dengan penampil data informasi sistem digital pada unit LiquidCrystal Display (LCD).

4.1.2. Uji coba instrumen skala laboratorium

Pengujian instrumen selama mendeteksi parameter kelembaban relatif dan suhu, berjalan terus menerus selama alat ukur di aktifkan. Proses uji coba alat dilakukan dalam dua bentuk pendeteksian, yaitu pertama adalah sensor RH mendeteksi parameter kelembaban dan suhu dalam instrumen yang terpasang di media penyimpanan dengan kondisi tertutup, dan yang kedua adalah pendeteksian


(59)

parameter kelembaban dan suhu dalam kondisi yang terbuka dimana sensor RH diletakan terhadap lingkungan sekitarnya. Data hasil uji coba skala laboratorium ini akan ditampilkan berupa grafik dengan perbandingan terhadap waktu, berikut contoh grafik pengukuran RH pada uji coba skala laboratorium, seperti yang terlihat pada Gambar 25.

Uji coba instrumen skala laboratorium dilakukan selama kurang lebih 1 jam dengan interval pengambilan data per menit dan percobaan tanpa menggunakan bahan contoh rumput laut. Pada hasil uji coba instrumen skala laboratorium telah menunjukan kemampuan alat ukur bekerja dengan baik dan sensor RH bekerja sesuai sensifitas pendeteksian parameter.

Gambar 25. Grafik pengukuran parameter RH oleh sensor (1) dan (2) hasil uji coba skala laboratorium.

Grafik di atas merupakan hasil pengukuran skala laboratorium, menunjukan pengukuran kelembaban relatif (RH) terhadap waktu mengalami penurunan secara bertahap. Dimana rentang nilai RH dari pendeteksian kedua unit sensor terlihat sedikit perbedaan, diduga bahwa RH lingkungan tertutup lebih rendah dibanding


(60)

RH lingkungan dengan medium yang terbuka. Berikut contoh grafik pengukuran suhu dalam uji coba skala laboratorium, terlihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Grafik pengukuran parameter suhu oleh sensor (1) dan (2) hasil uji coba skala laboratorium.

Grafik di atas merupakan hasil pendeteksian suhu pada instrumen, terlihat dengan adanya perbedaan nilai rentang suhu dari pendeteksian kedua sensor RH yang berbeda. Nilai suhu di media tertutup mengalami proses adsorpsi dan tidak mengikuti trend dari lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat bahwa sensor RH memiliki keunggulan saat mendeteksi parameter dan daya sensitivitas lebih baik.

4.1.3. Uji coba instrumen skala lapangan

Pada proses pengukuran parameter RH dan suhu oleh instrumen dari skala lapang, dapat dikatakan masih berjalan dengan baik. Dilihat bagaimana cara kerja instrumen dari unit mekanik sampai menampilkan data pendeteksian kelembaban relatif (RH) dan suhu di unit display, serta pengambilan data secara manual.

Dalam uji coba instrumen skala lapang terlihat perbedaan nilai yang cukup signifikan, dimana nilai RH kedua media mengalami fluktuasi selama pengukuran


(61)

oleh alat. Media perantara telah membuktikan adanya suatu pengaruh terhadap parameter kelembaban dan suhu, sebagai contoh untuk grafik pengukuran skala lapang ditunjukan pada Gambar 27.

Gambar 27. Grafik pengukuran parameter RH oleh sensor (1) dan (2) hasil uji coba skala lapang.

Setelah instrumen melakukan pengukuran RH terhadap rumput laut kering dari medium yang berbeda, maka hasil pengukuran mengalami fluktuasi. Hal ini dapat diduga bahwa dengan semakin besar nilai RH maka kadar air dari rumput laut mengalami peningkatan. Keadaan tersebut diduga karena RH lingkungan lebih tinggi dari bahan dan lingkungan terus menyerap air dari bahan. Adapun adanya pengaruh dari lingkungan luar (misalnya kondisi angin, cuaca) selama pengukuran maka nilai dari parameter RH terjadi fluktuasi. Oleh karena itu hubungan antara kadar air dan RH tidak lepas dari peranan suhu lingkungan.

Menurut Henderson dan Perry (1976), bahwa hasil pertanian baik sebelum dan sesudah menyerap air dari udara atau sebaliknya melepaskan sebagian air yang di kandungnya ke udara. Suatu bahan yang disimpan akan menyerap air jika apabila berada di lingkungan yang mempunyai RH tinggi dan sebaliknya akan


(62)

melepas air apabila RH rendah, karena adanya proses kesetimbangan antara kadar air yang terkandung dalam bahan dan kadar air yang berada di udara sekitarnya, maka untuk menuju proses kesetimbangan dibutuhkan waktu. Berikut ini yang merupakan salah satu contoh pengukuran suhu pada instrumen dalam uji coba skala lapang, yang terlihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Grafik pengukuran parameter suhu oleh sensor (1) dan (2) hasil uji coba skala lapang.

Hasil pengukuran suhu oleh instrumen pada uji coba skala lapang terlihat adanya faktor suhu lingkungan yang mempengaruhi proses pengeringan rumput laut asin. Sehingga dari grafik di atas garis suhu 2 terlihat mengikuti trend yang terjadi pada suhu 1, dikarenakan bahan contoh masih terpengaruh dari faktor lingkungan luar. Setelah melihat kembali petunjuk dari buku panduan ilmiah, dimana seharusnya bahan pangan yang disimpan dalam media yang tertutup akan menyerap air bila lingkungan mempunyai RH tinggi dan suhu rendah, maka untuk proses ini mencapai kadar air keseimbangan melalui proses adsopsi. Hal ini pun sesuai dengan apa yang dikemukakan Henderson and Perry (1976) di atas.


(63)

4.1.3. Hasil pengukuran instrumen pada perlakuan rumput laut

Hasil pengukuran parameter oleh intrumen untuk perlakuan pengeringan rumput laut, dapat dilihat pada Gambar 29. Setelah melakukan pengukuran dari ketiga perlakuan pengeringan rumput laut, terlihat nilai parameter RH dan suhu mengalami fluktuasi dimana garis RH2 semi vakum termasuk katagori hasil yang lebih baik. Perbedaan nilai parameter untuk ketiga perlakuan, ada kemungkinan yang terjadi rumput laut masih dipengaruhi oleh faktor lingkungan luar. Dimana perlakuan ini dibuat bertujuan untuk membantu mereduksi adanya faktor-faktor luar terhadap rumput laut saat proses pengeringan secara terbuka, maka dibuat suatu perlakuan berbeda-beda.

Gambar 29. Grafik pengukuran parameter RH oleh sensor (2) hasil uji coba skala lapang dari klsifikasi perlakuan.

Bila ditinjau kembali pada grafik Gambar 29 untuk perlakuan terbuka cenderung memiliki nilai RH lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan lainnya. Ada kemungkinan yang terjadi untuk perlakuan secara terbuka, bahwa bahan masih terdapat material luar atau adanya organisme yang menempel pada contoh bahan rumput laut. Sehingga dapat mengganggu konduktifitas dari sensor RH


(64)

saat pengukuran dan hasil pengukuran terjadi adanya derau. Disamping itu juga terlihat dari perlakuan semi vakum yang telah mendukung dalam mereduksi proses pengeringan rumput laut. Suhu mempunyai pengaruh penting ketika dalam proses pengeringan. Jika bahan rumput laut dicoba pada suhu yang makin besar maka kandungan air akan tetap, sehingga aktivasi air bahan akan ikut meningkat seiring dengan kenaikan suhu, terlihat pada grafik suhu Gambar 30.

Gambar 30. Grafik pengukuran parameter suhu oleh sensor (2) hasil uji coba skala lapang dari klsifikasi perlakuan.

Pada grafik di atas terlihat adanya pergerakan suhu untuk ketiga perlakuan, mengalami perbedaan yang signifikan. Peningkatan untuk nilai parameter suhu pada perlakuan terbuka, diduga mengalami salah satu bentuk dari proses isoterm sorpsi. Artinya penurunan kadar air suatu bahan yang disimpan dalam suatu ruang dengan RH rendah dan suhu tinggi disebut desorpsi. Berbeda untuk nilai parameter suhu dari kedua perlakuan lainnya mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan perlakuan semi vakum dan vakum mengalami suatu proses adsorpsi, sehingga sedikit kemungkinan adanya pengaruh dari faktor lingkungan luar.


(65)

4.1.4. Hasil uji kadar air rumput laut pada laboratorium

Bahan contoh rumput laut kering yang disimpan dalam plastik kedap udara dimana hasil proses pengeringan pada skala lapang akan di uji coba dengan salah satu metode pengovenen di laboratorium. Dalam penentuan nilai kadar air rumput laut bertujuan untuk memperoleh nilai kadar air sebenarnya.

Hasil nilai kadar air rumput laut di laboratorium,ditunjukan pada Tabel 4. Interaksi antara parameter kelembaban dan ketiga perlakuan pengeringan bahan telah memberikan pengaruh terhadap kadar air bahan rumput laut.

Tabel 4. Nilai perbandingan kadar air (%) laboratorium dan kelembaban pada instrumen dengan perlakuan pengeringan rumput laut.

Pada Tabel di atas nilai kelembaban relatif (RH) pada instrumen diperoleh saat kelembaban instrumen menuju titik kesetimbangan dalam artian nilai RH dari media tertutup seimbang dengan nilai RH di lingkungan terbuka. Adapun nilai kadar air (%) laboratorium diperoleh dari metode pengovenan dan dibandingkan terhadap nilai RH dari instrumen. Ternyata adanya nilai derau (error) yang terjadi pada RH instrumen. Nilai derau (error) yang terlihat di perlakuan terbuka yaitu 57,23%, dan 69,89%, pada perlakuan semi vakum yaitu 62,22%, 65,70%, dan 65,74%, sedangkan untuk perlakuan vakum yaitu 60,40%, dan 58,63%. Hal ini menunjukan kestabilan dalam pengukuran oleh instrumen masih belum cukup

Waktu Label Kadar Air (%) Alat (RH 2)(%) Kadar Air (%) Alat (RH 2)(%) Kadar Air (%) Alat (RH 2)(%)

T = 0 A 86.22 74.02 84.99 70.65 86.61 70.40

T = 1 B 82.74 62.16 89.08 62.22 86.00 60.40

T = 2 C 78.32 57.23 82.74 65.70 83.24 58.63

T = 3 D 69.99 69.59 82.27 69.29 74.86 70.89

T = 4 E 46.66 65.05 55.86 65.12 53.36 61.73

T = 5 F 34.44 60.64 59.30 60.46 41.70 61.04

T = 6 G 18.33 61.85 42.43 61.90 39.78 61.71

T = 7 H 16.61 69.89 41.48 65.74 29.06 67.76

Terbuka Semi Vakum Vakum


(66)

memuaskan. Setelah melihat keadaan ini ada kemungkinan untuk bisa mencari kedekatan antara RH instrumen terhadap nilai kadar air (%) sebenarnya. Sehingga pencarian suatu persamaan dari kedua korelasi antara RH dan kadar air memicu untuk memperbaiki nilai derau (error) parameter RH yang diperoleh instrumen.

4.2. Pembahasan

Hasil rancang bangun instrumen pendeteksi kadar air rumput laut berbasis mikrokontroler memiliki kelebihan dan kekurangan bila dilihat dari segi desain instrumen. Dimana kelebihan instrumen terlihat pada ukuran yang sederhana dan mudah penggunaannya, efisien dari segi biaya dan instrumen mempergunakan sensor berbasis semikonduktor dengan keakuratan cukup baik. Instrumen ini di desain dengan ukuran kecil sehingga mudah dibawa, dengan tujuan agar para petani rumput laut berada di lapang bisa mengetahui secara langsung akan nilai kadar air rumput laut kering. Bila membahas dari segi kekurangan instrumen banyak hal yang perlu ditambahkan, diantaranya bahan dasar casing instrumen masih bisa terpengaruh faktor luar, kesulitan akan alat pembanding, dan perlu untuk pengkalibrasian ulang pada sensor RH.

Penggunaan dari sensor RH kapasitif ini sensor memiliki keunggulan dalam pengukuran dengan nilai rentang dari 0% hingga 100%, bila perubahan konstanta di elektrik hampir proposional terhadap RH pada lingkungan. Sensor bisa terjadi suatu perubahan kapasitansi 0,2 hingga 0,5 pF untuk setiap perubahan 1% RH.

Pencarian korelasi antara kadar air bahan terhadap kelembaban relatif (RH), perlu diperhatikan akan pengaruh sifat-sifat fisik (misalnya pengeringan), dan faktor lingkungan luar yang mempengaruhi kedua parameter dalam pengukuran.


(67)

4.2.1. Model pendugaan korelasi kadar air dan kelembaban relatif

Perolehan data hasil pengukuran baik dari skala laboratorium maupun dari skala lapang, diolah dengan perumusan dasar statistik untuk melihat kedekatan antara kedua parameter. Tujuan utama untuk pencarian model pendugaan korelasi adalah agar bisa pengkalibrasian ulang pada sensor RH instrumen. Pada grafik di bawah Gambar 31, merupakan hasil pencarian model-model pendugaan korelasi antara kadar air (%) sebenarnya terhadap nilai RH di instrumen, dimana dengan pendekatan secara linear, eksponensial, dan logaritmik.

Hasil pengukuran untuk ketiga perlakuan akan di korelasikan terhadap hasil kadar air (%) sebenarnya. Berikut ini pencarian model pendugaan korelasi pada perlakuan pengeringan terbuka, dengan pendekatan secara linear, logaritmik dan pendekatan secara logaritmik.

Gambar 31. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan linear pada klasifikasi perlakuan terbuka.


(68)

Gambar 32. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan eksponensial pada klasifikasi perlakuan terbuka.

Gambar 33. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan logaritmik pada klasifikasi perlakuan terbuka.

Grafik di atas merupakan hasil perbandingan antara kadar air (%) rumput laut sebenarnya dengan nilai RH instrumen. Dilihat dari kedekatan secara linear pada Gambar 31, diperoleh parsamaan Y= 0,482x+22,79 dengan nilai koefisien determinasi 0,008. Artinya kedekatan secara linear merupakan hasil yang terbaik selama pengukuran dan ada kemungkinan untuk membuktikan adanya korelasi antara kadar air dan kelembaban relatif (RH).


(69)

Bila pendekatan secara eksponensial pada Gambar 32, diperoleh suatu persamaan Y= 34,44e0,004x dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,001. Hal ini dapat diduga bahwa nilai determinasi secara eksponensial belum mewakili dari korelasi kedua parameter. Sedangkan pendekatan logaritmik pada Gambar 33, didapatkan persamaan Y=25,15ln(x)-50,78 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,005 sama halnya dengan pendekatan eksponensial masih belum cukup untuk pencarian model pendugaan korelasi dari kedua parameter.

Hasil dari ketiga model pendekatan diatas, dilihat dari perbedaan koefisien determinasi, ternyata hubungan antara kadar air dan RH menggunakan pendekatan secara linear lebih mewakili, terlihat bahwa koefisien determinasi cukup lebih tinggi dibanding lainnya yaitu sebesar 0,008. Hal ini dapat menjelaskan bahwa hubungan antara nilai parameter kadar air dengan parameter kelembaban relatif (RH) dapat dikatakan bersifat linear.

Berikut ini pada Gambar 34, 35, dan 36, merupakan grafik hasil pencarian model pendugaan korelasi dari perlakuan pengeringan semi vakum, baik dengan pendekatan secara linear, eksponensial dan logaritmik.

Gambar 34. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan linear pada klasifikasi perlakuan semi vakum.


(70)

Gambar 35. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan eksponensial pada klasifikasi perlakuan semi vakum.

Gambar 36. Grafik korelasi kadar air dan RH alat dengan pendekatan logaritmik pada klasifikasi perlakuan semi vakum.

Pada Gambar 34, merupakan grafik hasil pendekatan secara linear dimana diperoleh suatu persamaan Y=2,325x-84,17, dengan nilai koefisien determinasi 0,176, sedangakan untuk pendekatan ekponensial Gambar 35, diperoleh suatu persamaan Y=6,168e0,036xdan nilai koefisien determinasi yaitu 0,165. Pada Gambar 36, dengan pendekatan logaritmik didapatkan persamaan Y= 150,1ln(x )-559,6 dan nilai koefisien determinasinya yaitu 0,171.


(1)

End If Redled = 1

'membaca baris kedua

Line Input #2 , _buff

If _buff = "SETTIME" Then ' mengatur jam dan tanggal Print "Set Time and Date"

Line Input #2 , _buff ' Membaca baris waktu S = Mid(_buff , 8 , 2)

_hour = Val(s)

S = Mid(_buff , 11 , 2) _min = Val(s)

S = Mid(_buff , 14 , 2) _sec = Val(s)

Call Settime()

Line Input #2 , _buff ' Membaca baris tanggal S = Mid(_buff , 8 , 2)

_day = Val(s)

S = Mid(_buff , 11 , 2) _month = Val(s) S = Mid(_buff , 14 , 2) _year = Val(s)

Call Setdate() Call Getdatetime()

Print _day ; "/" ; _month ; "/" ; _year ; " " ; _hour ; ":" ; _min ; ":" ; _sec : Elseif _buff = "NOSETTIME" Then ' Membiarkan Waktu dan tanggal Print "Not set Time and Date"

Call Getdatetime()

Print _day ; "/" ; _month ; "/" ; _year ; " " ; _hour ; ":" ; _min ; ":" ; _sec : End If

Waitms 500 Close #2 Waitms 500

'menghapus file SETTING.INI Kill "SETTING.INI"

'membuat file SETTING.INI baru

Open "SETTING.INI" For Append As #2 Print #2 , "Interval : " ; Z

Print #2 , "NOSETTIME" Print #2 , "Time : hh:mm:ss" Print #2 , "Date : dd-mm-yy" Close #2

Print "SETTING.INI has been modified" Redled = 0


(2)

Lampiran 5. Kode pemrograman membuat nama file acak berdasarkan tanggal dan waktu.

Dim Filestr As String * 11 Call Getdatetime()

Filestr = Str(_day)

Filestr = Filestr + Str(_month) Filestr = Filestr + Str(_year) Filestr = Filestr + Str(_hour) Filestr = Filestr + Str(_min) Filestr = Filestr + ".txt"

Print "Logging to File : " ; Filestr

Print "Sampling Interval : " ; Z ; " Minutes": Waitms 10


(3)

Lampiran 6. Kode pemrograman looping utama.

'Rutin Utama Menulis ke SD card If Mmc_stat = 1 Then

Open Filestr For Append As #1 Print #1 , "; "Suhu(C)" ; " " ; "RH" ; Call Logging()

Call Getdatetime() A = _min

Y = A + Z V = _sec

'Looping utama menulis ke SD card Do

D = 59 - Y Call Getdatetime()

If _min = 59 And _sec = V Then Y = Z - D

Elseif _min = Y And _sec = V Then Call Getdatetime()

Call Logging() A = _min Y = A + Z End If Wait 1 Loop


(4)

Lampiran 7. Lokasi pengambilan data skala lapang.

(Stasiun Lapang Kelautan, Pelabuhan Ratu, Sukabumi)

Lampiran 8. Dokumentasi klasifikasi tiga perlakuan pengeringan rumput laut.

(a) Rumput laut sebelum dan sesudah pengeringan secara terbuka.


(5)

Lampiran 8. Lanjutan.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Garut, pada 7 November 1986 dari ayah yang bernama H. Apud Mahpudin dan ibunda bernama (Alm) Hj. Aas Hadjariah, S.Sos. Penulis merupakan anak kandung keenam dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis pada tahun 1998 di SD Negeri Kiansantang Garut. Penulis kemudian melanjutkan sekolah pendidikan tingkat menengah di SMP Negeri 2 Garut dan lulus pada tahun 2001. Pada pendidikan tingkat atas penulis melanjutkan di SMA Negeri 1 Tarogong Kidul Garut dan lulus pada tahun 2004. Semasa SMA penulis aktif di organisasi OSIS. Setelah lulus dari SMA penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah penulis tidak hanya aktif dalam bidang akademik namun juga organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2008/2009. Penulis juga pernah membantu dosen yang diamanahkan sebagai asisten laboratorium mata kuliah Dasar-dasar Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2008/2009.

Dalam menyelesaikan masa studi di Institut Pertanian Bogor, penulis juga membuat skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Instrumen Pendeteksi Kadar Air Rumput Laut Berbasis Mikrokontroler”.