BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan A latar belakang dan masalah, B tujuan dan manfaat penelitian, C ruang lingkup penelitian, D metode dan
langkah kerja penelitian, E landasan teori, F definisi operasional, dan G sistematika penulisan laporan.
A. Latar Belakang dan Masalah
Bagi masyarakat Jawa pasar tradisional memiliki makna yang sangat penting. Pasar dianggap sebagai pusat referensi point of reference atau kiblat,
pusat pertemuan meeting point, pusat dan standar ekonomi rakyat, pusat informasi, pusat rekreasi, dan pusat kegiatan sosial budaya. Bahkan, pasar dapat
dianggap sebagai pusat kehidupan orang Jawa Supanggah dalam Setyoasih, 2004.
Kelebihan dan kekhasan pasar tradisional adalah adanya nyang-nyangan tawar-menawar harga dan suasana yang memungkinkan penjual selanjutnya di-
singkat Pj dan pembeli selanjutnya disingkat Pb menjalin komunikasi dan kede- katan. Dalam tawar-menawar harga tersebut, di dalamnya terkandung kekuasaan
power sekaligus kekuatan untuk mempertahankan argumennya masing-masing melalui media bahasa. Pj di satu sisi ingin mendapatkan keuntungan yang tinggi
dengan menjual barang yang tinggi, sedangkan Pb di sisi yang lain ingin menda- patkan harga terendah dengan menawar serendah-rendahnya.
Meskipun demikian, adanya komunikasi secara langsung itulah yang men- jadikan peran dan fungsi pasar tradisional sangat penting karena pada era keseja-
gatan ini komunikasi yang demikian dirasakan begitu ”mahal”. Pola komunikasi saat ini dianggap sudah tergantikan oleh peralatan teknologi modern dengan me-
dia seperti handphone lewat telepon atau sms short message service, internet le- wat jejaring sosial facebook, twitter, dll., atau media komunikasi lain. Yang ber-
beda dengan komunikasi di pasar tradisional, di pasar modern jarang terjadi ko- munikasi yang ”wajar”. Di pusat perbelanjaan modern, seperti minimarket, super-
market, dan hypermarket, dengan berbekal kereta belanja, pembeli memilih, mengambil, dan membayar di kasir, bisa saja tanpa melalui percakapan apa pun.
Dengan demikian, pasar tradisional juga bisa berfungsi menjadi perekat masyara- kat.
Dengan fenomena seperti itu, ramalan Jayabaya yang mengatakan bahwa suatu saat nanti pasar ilang kumandhange pasar kehilangan gemanya seolah
menjadi kenyataan. Dengan kehadiran pasar modern, nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya, juga bahasa yang ada di pasar tradisional seolah tergantikan oleh dunia
kompetisi yang semuanya diukur dengan materi. Di sinilah pentingnya pasar tradisional bagi masyarakat yang berbudaya karena mengandung kearifan lokal
yang menjunjung tinggi adat-istiadat dan kebudayaan warisan masa lalu. 2
Pada dasarnya manusia dan bahasa merupakan dua entitas yang tidak dapat terpisahkan. Tidak dapat dibayangkan apa yang akan terjadi apabila
manusia tidak memiliki bahasa. Interaksi antara manusia satu dan manusia yang lain dalam suatu masyarakat tak akan berjalan. Akan terjadi kebuntuan
komunikasi. Keinginan untuk selalu mengadakan hubungan dengan manusia yang lain itu menyebabkan bahasa tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Demikian
juga manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi atau berinteraksi, baik antarindividu maupun
antarkelompok. Dalam kaitan tersebut, bahasa didefinisikan sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh masyarakat untuk
berhubungan, bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri Kridalaksana, 2008:24.
Seiring dengan perkembangan manusia, perilaku sosial, dan budaya masyarakat, bahasa juga akan selalu hidup, tumbuh, dan berkembang mengikuti
perubahan zaman. Sapir 1921 seperti dikutip Alwasilah 1986:7 mendefinisikan bahasa sebagai a purely human and non-instinctive method of communicating
ideas, emotions, and desires, by means of a system of voluntarily produced symbols. Dari definisi Sapir tersebut, dapat dikemukakan bahwa terdapat lima hal
penting berkaitan dengan bahasa dan masyarakat, yaitu bahasa itu manusiawi human, dipelajari non-instinctive, sistem system, arbitrer voluntarily
produced, dan simbol symbol. 3
Bahasa juga merupakan perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang peserta. Berbagai
faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi, seperti hubungan peran, tempat, tujuan, situasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin peserta
komunikasi tentu berpengaruh dalam penggunaan bahasa. Bahasa juga menjadi sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya penuturnya. Pemahaman
terhadap unsur-unsur sosial dan budaya merupakan hal yang penting dalam mempelajari suatu bahasa. Oleh karena itu, mempelajari bahasa Indonesia atau
bahasa Jawa atau bahasa apa pun berarti pula mempelajari, menghayati perilaku, dan tata nilai sosial budayanya.
Dari perspektif sosiolinguistik, variasi bahasa dalam masyarakat yang dwibahasa bilingual atau multibahasa multilingual merupakan gejala yang
menarik untuk dikaji. Fasold 1984:180 mengemukakan bahwa sosiolinguistik dapat menjadi bidang studi karena adanya pilihan pemakaian bahasa. Dalam
masyarakat Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan budaya, dengan sendirinya terdapat pula bermacam-macam bahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi antaranggota masyarakat. Dalam kaitannya dengan situasi kebahasaan di Indonesia, kajian pemilihan
bahasa dalam masyarakat di Indonesia sangat berkait dengan permasalahan pemakaian bahasa pada masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Hal ini
disebabkan situasi kebahasaan di dalam masyarakat Indonesia sekurang- kurangnya ditandai oleh pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai
4
bahasa ibu bahasa pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahkan, pemakaian bahasa asing kini juga tidak terelakkan. Salah satu kekayaan
bahasa daerah di Indonesia adalah bahasa Jawa. Situasi kebahasaan pada masyarakat tutur Jawa diwarnai oleh pemakaian bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia dengan segala kemungkinan variasinya. Pada umumnya masyarakat tutur Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa ibu selain mengenal juga bahasa Indonesia. Menurut Poedjosoedarmo 1979:1, sebagai bahasa ibu bagi masyarakat suku Jawa, bahasa Jawa telah
menjadi bahasa pengantar suatu peradaban besar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tradisi tulis dalam bidang sastra telah ada dan terus-menerus terpelihara dalam
bahasa tersebut paling tidak sejak abad X. Kemudian, di dalam masyarakat tutur Jawa terdapat bermacam-macam bahasa atau dialek yang digunakan oleh
penuturya. Berdasarkan daerah geografis pemakainya, bahasa Jawa mempunyai sejumlah dialek. Di antara pemakaian bahasa Jawa yang ada di wilayah Jawa
Tengah adalah pemakaian bahasa Jawa di wilayah Kabupaten Pati. Saussure 1916 seperti dikutip Rokhman 2005:1 menyebutkan bahwa
bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan—yang sama dengan lembaga kemasyarakatan yang lain, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan—
yang telah memberi isyarat akan pentingnya perhatian terhadap dimensi sosial bahasa. Para ahli bahasa mulai sadar bahwa pengkajian bahasa tanpa
mengaitkannya dengan masyarakat akan mengesampingkan beberapa aspek penting dan menarik. Bahkan, pengesampingan itu dapat pula menyempitkan
5
pandangan terhadap disiplin bahasa itu sendiri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kajian bahasa tanpa mengaitkan dengan masyarakat pemakainya berarti juga
menyingkirkan kemungkinan ditemukannya penjelasan sosial bagi bahasa tersebut. Sebagai alat komunikasi, bahasa tidak dapat dipisahkan dengan
masyarakat pemakainya karena bahasa mempunyai fungsi sosial sebagai alat komunikasi dan sekaligus berfungsi sebagai cara untuk mengidentifikasi
kelompok sosial tertentu. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana bahasa digunakan oleh
masyarakat karena setiap anggota masyarakat memiliki kekhasan tersendiri dalam penggunaan bahasa. Beberapa masalah yang berkaitan dengan bahasa, antara lain,
pemakaiannya dihubungkan dengan masyarakat pemakai bahasa sebagai anggota masyarakat tertentu dan sebagai individu. Manusia dalam hidup bermasyarakat
telah terikat oleh bangsa, suku, budaya, serta suasana tertentu. Tiap-tiap masyarakat itu menggunakan bahasa yang berbeda. Hal tersebut akan
memunculkan ragam bahasa yang bermacam-macam. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, jelas bahwa bahasa sangat dipengaruhi
oleh latar belakang struktur kegiatan sosial suatu masyarakat. Untuk itu, diperlukan penelitian mengenai pemilihan bahasa tersebut agar diperoleh
gambaran fakta sosial terhadap penggunaan bahasa di masyarakat. Pada penelitian ini, fenomena yang diangkat adalah penggunaan bahasa oleh penjual dan pembeli
di pasar tradisional Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, yang lebih dikenal dengan Pasar Winong. Hal tersebut berangkat dari asumsi bahwa bahasa yang
6
digunakan oleh masyarakat tutur dialek Pati dalam ranah pendidikan, misalnya, akan berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat tutur dialek Pati
dalam ranah transaksi. Tiap-tiap ranah mempunyai bentuk bahasa yang khas yang berbeda dengan jenis dan ranah lainnya.
Masyarakat tutur dialek Pati dalam transaksi di pasar tidak hanya berbicara dengan satu bahasa. Mereka berbicara dengan lebih dari satu bahasa atau satu
tingkat tutur, di antaranya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat tutur tersebut juga beragam. Dalam bahasa Jawa
dikenal unggah-ungguh atau undha-usuk atau tingkat tutur speech level. Poedjosoedarmo 1979:8 menyatakan bahwa tingkat tutur adalah suatu sistem
kode penyampai rasa kesopanan yang di dalamnya terdapat unsur kosakata tertentu, aturan sintaksis tertentu, serta aturan morfologi dan fonologi tertentu.
Selanjutnya, tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibedakan atas tingkat tutur krama sopan sekali, madya setengah-setengah, dan ngoko tingkat kesopanan rendah.
Adapun kosakata tingkat tutur bahasa Jawa dibagi atas kosakata ngoko tanpa sopan, madya sopan tetapi setengah-setengah, krama sopan, krama inggil dan
krama andhap sopan yang sangat tinggi, dan ngoko desa sopan, tetapi pemakainya kurang mengetahui bentuk krama yang standar.
Namun, kebanyakan masyarakat, khususnya masyarakat Pati, sebetulnya lebih mengenal tingkat tutur dalam dua bagian, yaitu tingkat tutur ora basa atau
ngoko dan tingkat tutur basa atau krama. Mereka sering mengingatkan kepada anaknya yang menggunakan bahasa Jawa ngoko kepada orang yang lebih tinggi
7
usianya dengan mengatakan, ”Karo wong tuwa kok ora basa.” Jika tidak menggunakan bahasa Jawa krama, anak tersebut dianggap ora basa atau
berbahasa Jawa ngoko. Adapun jika menggunakan bahasa Jawa krama, anak tersebut dianggap basa atau berbahasa Jawa krama.
Adanya tingkat tutur tersebut juga digunakan dalam masyarakat Pati di lingkungan penjual dan pembeli di pasar tradisional. Hal itu dapat dilihat dalam
ungkapan berikut. KONTEKS: PERCAKAPAN SEORANG PJ JENIS KELAMIN PRIA, UMUR
SEKITAR 35 TAHUN DENGAN PB JENIS KELAMIN WANITA, UMUR 30 TAHUN BERSAMA SUAMINYA JENIS KELAMIN
PRIA, UMUR 35 TAHUN DI KIOS SANDANG DENGAN TOPIK TAWAR-MENAWAR CELANA PENDEK.
Pj : Pados napa, Mbak? ’Cari apa, Mbak?’ Pb : Kathok pendek. Sing biasa. ’Celana pendek. Yang biasa’.
Pj : Nggo piyambak? ’Untuk dipakai sendiri?’ Pb : Nggo bojoku. ’Untuk dipakai suamiku.’
Pj : Iki limolasan, Mbak. Gari milih. ’Ini harga lima belasan, Mbak. Tinggal
memilih.’ Pb : Kurangi a. Sepuluh a, Mbak. ’Kurangi sih. Sepuluh sih, Mbak.’
Pj : Iku dawa-dawa e, Mbak. ‘Ini panjang-panjang sih, Mbak.’ Pb : Beranjak mau meninggalkan kios
Pj : Wis, rene, rene. ’Sudahlah, sini, sini.’
Peristiwa tuur tersebut dilakukan oleh Pj dan Pb yang sedang melakukan transaksi jual-beli di Pasar Winong. Topik tuturan tersebut adalah tawar-menawar
pakaian, yakni celana pendek pria. Dalam peristiwa tutur tersebut, penutur dan mitra tuturnya menggunakan bahasa Jawa, baik tingkat tutur ngoko maupun
tingkat tutur basa, bahkan diselingi juga penggunaan kosakata bahasa Indonesia. Bentuk tingkat tutur basa digunakan penutur untuk menghormati mitra tuturnya.
Tingkat tutur basa tersebut digunakan saat awal penjual menawarkan 8
dagangannya. Hal itu dilakukan agar pembeli merasa dihargai dan mau membeli barang dagangannya. Setelah terjadi komunikasi yang lebih akrab pun tingkat
tutur berubah menjadi bahasa Jawa ngoko. Menurut pengamatan peneliti, banyak tuturan verbal antara Pj dan Pb
yang menarik untuk diteliti dalam jual beli di pasar tradisional Kecamatan Winong, Kabupaten Pati biasa disebut Pasar Winong dan selanjutnya disingkat
PW. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apa saja wujud kode pilihan bahasa dalam jual beli di PW?
2. Apa saja variasi pilihan bahasa dalam jual beli di PW? 3. Bagaimana pola pilihan bahasa dalam jual beli di PW?
4. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pemilihan bahasa dalam jual beli di PW? 5. Apa saja fungsi bahasa yang dimanfaatkan dalam jual beli di PW?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian