Pada penelitian ini penulis menggunakan jaringan saraf tiruan dengan metode propagasibalik. Dengan menggunakan jaringan saraf tiruan metode propagasibalik
backpropagation diharapkan dapat dibuat sebuah sistem komputer yang mampu menganalisis dan mengenali tanda tangan seseorang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana mengimplementasikan jaringan saraf tiruan untuk pengenalan tanda
tangan dengan menggunakan metode propagasibalik.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Arsitektur jaringan saraf tiruan menggunakan 1 lapisan tersembunyi. 2.
Fungsi aktivasi yang dipakai adalah fungsi sigmoid biner. 3.
Batas toleransi error adalah 0,05 4.
Laju pembelajaran adalah 0,5 5.
Maksimum iterasi epoch adalah 1000 6.
Bahasa pemrograman yang digunakan adalah matlab.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan jaringan saraf tiruan model propagasibalik backpropagation untuk pengenalan tanda tangan seseorang
dan pembuatan perangkat lunak software.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah terciptanya perangkat lunak pengenalan pola tanda tangan diharapkan dapat mengatasi kelemahan sistem manual dalam mengenali tanda
tangan seseorang di berbagai bidang seperti perbankan, pertahanan, dan keimigrasian.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini akan dikerjakan dengan metodologi sebagai berikut:
1. Studi Literatur
Metode ini dilaksanakan dengan melakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian lainnya yang relevan maupun artikel-artikel yang didapatkan
melalui internet, serta mempelajari lebih dalam teori-teori tentang pengolahan citra, jaringan saraf tiruan, dan metode propagasibalik.
2. Analisis dan Perancangan
Tahap ini meliputi analisis kebutuhan untuk merancang sistem jaringan saraf tiruan dengan model propagasibalik. Desain perancangan akan dibentuk dalam
DFD Data Flow Diagram.
3. Implementasi
Tahap ini meliputi pembangunan perangkat lunak yang telah dirancang pada tahap sebelumnya.
4. Pengujian
Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap perangkat lunak yang telah dibangun dan sekaligus melakukan analisis terhadap hasil perangkat lunak.
5. Penulisan Laporan Skripsi
Metode ini akan dilaksanakan dengan melakukan pendokumentasian hasil dari analisis dan implementasi secara tertulis dalam bentuk laporan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagaai berikut:
BAB 1 Pendahuluan
Pada bab ini dibahas tentang perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB 2 Landasan Teori
Bab ini akan menjelaskan mengenai landasan-landasan teori mengenai pengolahan citra, jaringan saraf tiruan, metode propagasibalik dan lainnya yang berhubungan
dengan masalah yang akan dibahas.
BAB 3 Analisis dan Perancangan
Pada bab ini diuraikan analisis kebutuhan untuk merancang sistem jaringan saraf tiruan metode propagasibalik untuk pengenalan tanda tangan. Desain perancangan
akan dibentuk dalam DFD Data Flow Diagram.
BAB 4 Implementasi dan Pengujian
Bab ini berisi teknik implementasi dari perancangan yang telah dibuat dan pengujian terhadap implementasi. Pengujian dilakukan untuk membuktikan perangkat lunak
dapat berjalan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan di tahapan analisis.
BAB 5 Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari laporan tugas akhir.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengolahan Citra
2.1.1 Citra
“Secara harfiah, citra image adalah gambar pada bidang dwimatra dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi
menerus continue dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas
cahaya. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan pemindai scanner, sehingga bayangan objek
yang disebut citra tersebut terekam” Munir; 2004:2.
Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat: 1.
Optik berupa foto. 2.
Analog berupa sinyal video, seperti gambar pada monitor televisi. 3.
Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.
2.1.2 Digitalisasi Citra
Citra ada dua macam yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan
kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga
mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut juga citra digital.
Universitas Sumatera Utara
Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari
fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital digital image. Pada umumnya citra digital
berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar atau lebar x tinggi.
Citra digital yang berukuran N X M lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut:
− −
− −
≈ 1
, 1
1 ,
1 ,
1 ,
1 1
, 1
, 1
, 1
, ,
, M
N f
N f
N f
M f
f f
M f
f f
y x
f
Indeks baris i dan indeks kolom j menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan fi,j merupakan intensitas derajat keabuan pada titik i,j.
Masing-masing elemen pada citra digital berarti elemen matriks disebut image element, picture element atau piksel atau pel. Jadi, citra yang berukuran N X M
mempunyai NM buah piksel. Sebagai contoh, misalkan sebuah citra berukuran 256 x 256 piksel dan direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang
terdiri dari 256 buah baris di-indeks dari 0 sampai 255 dan 256 buah kolom di- indeks dari 0 sampai 255 seperti contoh berikut:
Piksel pertama pada koordinat 0,0 mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna piksel tersebut hitam, piksel kedua pada koordinat 0,1 mempunyai
intensitas 134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya. Munir, 2004
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Citra Grayscale
Untuk mendapatkan citra grayscale keabuan digunakan rumus: Ix,y = α.R + β.G + γ.B
2.1
dengan Ix,y adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur komposisi warna R merah, G hijau, B biru yang ditunjukkan oleh
nilai parameter α, β, dan γ. Secara umum nilai α, β, dan γ adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga parameter tersebut asalkan total
keseluruhan nilainya adalah 1. Putra, 2009
2.1.4 Citra Biner
Citra biner binary image adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan: hitam dan putih. Piksel-piksel objek bernilai 1 dan piksel-piksel latar
belakang bernilai 0. Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan 1 adalah hitam.
Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih kaya daripada citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada
beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalnya citra logo instansi yang hanya terdiri atas warna hitam dan putih, citra kode barang bar code yang
tertera pada label barang, dan citra hasil pemindaian dokumen teks. Munir, 2004
2.1.5 Definisi Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra bertujuan
memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin dalam hal ini komputer. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan
citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra,
Universitas Sumatera Utara
namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra image
compression. Pengubahan kontras citra adalah contoh operasi pengolahan citra. Contoh pengolahan citra lainnya adalah penghilangan derau noise.
Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:
1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yag lain. Munir, 2004
2.1.6 Operasi Pengolahan Citra
Operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra secara umum dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:
1. Perbaikan kualitas citra image enhancement
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri
khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan. Beberapa operasi perbaikan citra antara lain: perbaikan kontras gelapterang, perbaikan
tepian objek edge enhancement, penajaman sharpening, pemberian warna semu pseudocoloring, penapisan derau noise filtering.
2. Pemugaran citra image restoration
Operasi ini bertujuan menghilangkanmeminimumkan cacat pada citra. Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra.
Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra, yaitu: penghilangan kesamaran
deblurring, dan penghilangan derau noise.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemampatan citra image compression
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.
Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG.
4. Segmentasi citra image segmentation
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat
dengan pengenalan pola.
5. Analisis citra image analysis
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstraksi ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari
sekalilingnya. Contoh-contoh operasi analisis citra, yaitu: pendeteksian tepi objek edge detection, ekstraksi batas boundary, dan representasi
daerah region.
6. Rekonstrusi citra image reconstruction
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam
bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar-X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh. Munir, 2004
Universitas Sumatera Utara
1 if fx,y T
2.1.7 Pengambangan
Proses pengambangan thresholding akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum
proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut Munir, 2004 Putra, 2009:
gx,y = 2.2
dengan gx,y citra biner dari citra grayscale fx,y, dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peran sangat penting dalam proses pengambangan.
Kualitas hasil citra biner sangat bergantung pada nilai T yang digunakan. Dengan operasi pengambangan tersebut, objek dibuat berwarna gelap 1 atau hitam
sedangkan latar belakang berwarna terang 0 atau putih.
Dua pendekatan yang digunakan dalam operasi pengambangan, yaitu: 1.
Pengambangan global global thresholding Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversi menjadi
hitam atau putih dengan satu nilai ambang T. Cara yang umum menentukan nilai T adalah dengan membuat histogram citra. Jika citra
mengandung satu buah objek dan latar belakang mempunyai nilai intensitas yang homogen, maka citra tersebut umumnya mempunyai
histogram bimodal mempunyai dua puncak atau dua buah maksimum lokal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Nilai T dipilih pada nilai
minimum lokal yang terdapat di antara dua puncak. Dengan cara seperti ini, kita tidak hanya mengkonversi citra grayscale ke citra biner, tetapi
sekaligus melakukan segmentasi objek dari latar belakangnya. 1 if fx,y
≥ T
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Penentuan Nilai Ambang T
Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel.
Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara lokal adaptif.
2. Pengambangan lokal locally adaptive thresholding
Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal atas setiap blok itu dengan nilai
T yang berbeda. Sebagai contoh, pengambangan dilakukan terhadap daerah citra yang berukuran 3 x 3 atau 5 x 5 piksel. Nilai ambangnya
ditentukan sebagai fungsi rata-rata derajat keabuan di dalam daerah citra tersebut. Intensitas piksel yang berbeda secara signifikan dari nilai rata-
rata tersebut dianggap mengandung informasi kontras dan ini harus dipertahankan di dalam citra biner.
Dengan pengambangan secara lokal adaptif, secara subjektif citra biner yang dihasilkan terlihat lebih menyenangkan dan sedikit informasi yang
hilang. T
Kelas 0 Pr
Kelas 1
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pengenalan Pola