Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang Belerang (Studi pada Pekerja Tambang Belerang di Taman Wisata Alam Kawah Ijen) Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control in Sulfur Mining Occupation (Studi

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan
Tambang Belerang (Studi pada Pekerja Tambang Belerang di Taman Wisata Alam
Kawah Ijen)
Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control in Sulfur Mining
Occupation (Studies on Sulfur Mining in Crater Ijen Natural Park)
Khairul Anwar, Isa Ma’rufi, Anita Dewi Prahastuti S
Bagian Kesehatan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember
Jalan Kalimantan 37, Jember 68121
e-mail korespondensi: khairul.fkm@gmail.com

Abstract
Ijen Mountain is one of volcano in East Java which is still active and located in Bondowoso and
Banyuwangi district. Ijen Mountain has high degrees acidity and very high sulfur. This higher sulfur
made Ijen Mountain as mining region by traditional. The problem of mining workers in Ijen
Mountain are risk management such as workload, personal protective equipment which substandard, labor social security and health, psychological and climate work. The purpose of this
research is hazard identification, risk assessment and composed risk control of work processs. The
research used descriptive research through a qualitative approach used by modification of What-if
Method and Job Safety Analysis. The resulted of identification and risk assessment showed that the

highest risk was exposure of gas hydrogen sulfide (H2S) which in the process of taked sulfur on the
crater, taked sulphur in base crater, transported sulfur from crater to the top of Mount Ijen
Keywords: Ijen Mountain, sulfur mine, risk

Abstrak
Gunung Ijen merupakan salah satu dari rangkaian Gunung berapi di Jawa Timur yang masih aktif,
terletak di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi. Gunung Ijen mengandung derajat
keasaman dan kandungan belerang yang sangat tinggi, tingginya kandungan belerang menjadikan
kawasan tersebut sebagai wilayah pertambangan belerang yang dilakukan secara tradisional.
Permasalahan pekerja tambang di wilayah Gunung Ijen adalah manajemen risiko diantaranya beban
kerja, alat pelindung diri yang tidak standart, jaminan sosial tenaga kerja yang buruk, masalah
kesehatan kerja, psikologis pekerja dan iklim kerja. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
bahaya, menilai risiko dan menyusun pengendalian risiko dari proses kerja. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif. dengan modifikasi metode what-if dan Job Safety
Analysis. Hasil identifikasi dan analisis risiko diketahui risiko sangat tinggi (very high) adalah
paparan gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada proses penurunan ke dasar kawah, pengambilan belerang di
dasar kawah, pengangkutan belerang dari dasar kawah menuju puncak Gunung Ijen.
Keywords: Gunung Ijen, Tambang Belerang, Risiko

Pendahuluan

Gunung Ijen merupakan salah satu dari
rangkaian Gunung berapi di Jawa Timur, Gunung
tersebut masih aktif dan terletak di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi yaitu pada
wilayah Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi
dan Kecamatan Klobang, Kabupaten Bondowoso,
Provinsi Jawa Timur. Gunung Ijen telah mengalami
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015

12 kali erupsi [1]. Gunung Ijen memiliki ketinggian
2.386 meter di atas permukaan laut. Secara geografis
Gunung Ijen berada pada posisi 8º03’30” LS dan
114º14’30” BT, pada puncak Gunung terdapat Danau
Kawah Ijen dengan panjang dan lebar masing-masing
sebesar 800 meter dan 700 meter serta kedalaman
danau mencapai 180 meter [2]. Selain terkenal
sebagai obyek wisata juga memiliki kandungan

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…


belerang yang tinggi. Sedikitnya jumlah belerang
yang dihasilkan adalah sebanyak 14 ton per harinya.
Jumlah tersebut baru sekitar 20% dari potensi yang
sesungguhnya disediakan oleh alam [3].
Berdasarkan pengukuran gas belerang yang
dilakukan oleh tim Pusat Vulkanologi Mitigasi
Bencana dan Geologi (PVMBG) di wilayah Gunung
Ijen yang dilakukan pada tujuh titik pengukuran.
Hasil dari pengukuran tersebut yaitu kadar gas
belerang diketahui yang tertinggi yaitu sebesar 47
ppm (batas normal 10 ppm) [4]. Tingginya
kandungan belerang yang terdapat di kawah Ijen
menjadikan kawasan tersebut sebagai wilayah
pertambangan,
pada
umumnya
aktivitas
penambangan dilakukan secara tradisional oleh
pekerja, sehingga, kesehatan dan keselamatan pekerja
penambang belerang di Gunung Ijen berisiko

terganggu.
Berdasarkan studi pendahuluan ke Gunung
Ijen pada tanggal 21 Maret 2015, diketahui upah
yang didapatkan oleh pekerja tambang belerang di
Kawah Gunung Ijen yaitu setiap kilo dihargai
Rp.925/kg untuk angkutan pertama dan Rp. 1.025/kg
untuk angkatan kedua dan pekerja tiap angkut
mampu membawa belerang 50- 80kg dengan dua kali
angkut jadi jumlah perhari bisa mengangkut belerang
sebanyak 100kg – 160 kg.
Masalah utama pada pekerja penambangan
belerang Ijen adalah masalah keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang tidak mendapatkan
perlindungan secara maksimal, baik dari perusahaan
maupun dari pemerintah. diketahui terdapat beberapa
masalah keselamatan dan kesehatan yaitu pekerja
terpapar langsung dengan bahan kimia yang
dikeluarkan seperti gas sulfatara (S, SO 2, SO3, H2S),
uap fumarol (uap air panas (H2O), gas nitrogen), gas
asam arang, CO, hidrogen klorida, hidrogen fluorida

dapat mengancam para pekerja setiap saat, beban
kerja, tidak standarnya alat pelindung diri (APD)
yang dipakai. pemberian jaminan sosial tenaga kerja
yang buruk, iklim kerja dan psikologis pekerja selain
itu, masalah kesehatan seperti tulang keropos, batuk,
sakit gigi, nyeri persendian, dan sesak napas [5].
Segala bentuk permasalahan diatas diketahui pula
bahaya yang sangat besar dan risiko kecelakaan kerja
yang sangat tinggi, dan sebuah rekomendasi atau
pengendalian risiko dalam proses manajemen risiko
guna mengurangi risiko pada pekerjaan tambang
belerang di Kawah Ijen.
Frekuensi penambang belerang untuk
melakukan penambangan tergantung dari kekuatan
fisik masing-masing penambang. Dampak ergonomi
atau sikap kerja yang salah dan paparan gas H2S yang
terus menerus tentunya berdampak negatif bagi
keselamatan dan kesehatan penambang belerang.
Oleh karena itu sebagai upaya tindakan preventif dan
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015


promotif akibat adanya bahaya dan risiko kerja maka
perlu dilakukan penelitian tentang manajemen risiko
pada pekerjaan tambang belerang di Kawah Gunung
Ijen.
Manajemen risiko adalah proses identifikasi
bahaya, penilaian risiko serta pengembangan strategi
pengelolaannya. Penerapan manajemen risiko
memiliki manfaat diantaranya dapat menjamin
kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari
setiap kegiatan yang mengandung bahaya, menekan
biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak di
inginkan, menjadikan rasa aman, meningkatkan
pemahaman dan kesadaran, dan memenuhi
persyaratan perundangan yang berlaku [5].
Sedangkan
tujuan
penelitian
ini
adalah

mengidentifikasi bahaya, menilai risiko dan
menyusun upaya pengendalian dari langkah kerja,
proses kerja dan risiko kecelakaan kerja pada pekerja
tambang belerang di Taman Wisata Alam Kawah Ijen
Kabupaten Banyuwangi.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan mix methods, fokus penelitian adalah
identifikasi sumber bahaya pada alat kerja, bahan dan
proses pekerjaan. Tempat penelitian dilakukan di
Gunung Ijen Kecamatan Licin Kabupaten
Banyuwangi dan waktu penelitian mulai Juli sampai
September 2015. Metode identifikasi bahaya dan
analisis risiko mengunakan checklist hazard
identification and risk assessment (HIRA) dengan
modifikasi What If (What If Analysis/ETA) dan JSA
(Job Safety Analisys). Metode yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian menggunakan metode
wawancara dan observasi yang dilengkapi dengan

instrumen wawancara dan lembar observasi.

Hasil Penelitian
Identifikasi Bahaya
Berdasarkan
hasil
penelitian
pada
penambangan belerang di kawah Gunung Ijen
diketahui alat yang digunakan untuk penambangan
belerang yaitu keranjang yang terbuat dari bambu,
karung, troli, alat pengungkit (linggis), alat
penimbangan berupa neraca gantung dan neraca
duduk, mesin pompa air dan handuk sebagai masker.
Peralatan yang digunakan oleh penambang belerang
memiliki risiko masing-masing seperti keranjang dan
karung yang digunakan sebagai alat angkut memiliki
risiko tersandung, terkilir dan nyeri sendi/encok, alat
pengungkit dan neraca gantung memiliki risiko
tergores, mesin pompa air memiliki risiko kebisingan,

dan handuk memiliki risiko keracunan gas berbahaya
yang bisa mengakibatkan cidera ataupun meninggal.

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

Sedangkan bahan yang digunakan dalam
proses penambangan adalah sulfatara dan solar
sebagai pembangkit mesin pompa air pada proses
sublimasi. Adapun hasil dari identifikasi bahaya pada
proses penambangan belerang dijelaskan pada empat
tahapan yaitu tahap persiapan, tahap eksploitasi,
tahap pengangkutan dan tahap penimbangan.
Tahap persiapan

alat pengungkit (linggis), terkilir, iritasi mata nyeri
sendi pada punggung. Sumber bahaya yang diketahui
dari faktor unsafe condition yaitu kondisi gelap
akibat tidak ada penerangan, paparan gas CO, SO2,
SO4, HCl, dan gas H2S. Sedangkan dari faktor unsafe
action yaitu tidak mengunakan APD (safety shoes,

safety helmet, safety goggle, marks respiratory) risiko
pada tahap ini bisa berdampak cidera, penyakit
pernafasan, pingsan atau bahkan meninggal dunia.
Tahap Pengangkutan

Gambar 1. Proses pendakian dan penurunan ke dasar
kawah Ijen.
Tahap persiapan terdiri dari proses
mempersiapkan peralatan dan perbekalan, proses
pendakian ke puncak Gunung Ijen dan proses
penurunan menuju dasar kawah Gunung Ijen. Pada
tahap ini terindentifikasi risiko yaitu terjatuh dari
motor saat perjalanan ke Paltuding dan serangan
hewan buas seperti macan tutul dan babi hutan,
tersandung, terkilir, gigitan hewan berbisa seperti ular
atau kalajengking, iritasi mata, terhirup gas H2S dan
nyeri sendi/encok. Sedangkan sumber bahaya
diketahui dari faktor unsafe condition yaitu kondisi
jalan yang berlubang, licin, dan menanjak, jarak
tempuh yang sangat jauh, terjadi hujan, kabut tebal,

kondisi gelap akibat tidak ada penerangan, paparan
gas CO2, SO2, SO4, dan gas hidrogen sulfida (H2S),
dari faktor unsafe action yaitu mengantuk dan tidak
mengunakan APD (safety shoes, marks respiratory)
sedangkan dampak risiko bisa terjadi cidera, memar,
pendarahan atau meninggal
Tahap Eksploitasi

Gambar 3. Proses pengangkutan belerang dari dasar
kawah Ijen.
Tahap pengangkutan terdiri dari dua proses
yaitu proses pengangkutan belerang dari dasar kawah
menuju puncak Gunung Ijen dan proses
pengangkutan dari puncak Gunung Ijen menuju
Paltuding (Tempat penimbangan akhir). Pada tahap
ini terindentifikasi beberapa risiko yaitu terhirup atau
keracunan gas H2S, tertimpa bebatuan dari atas
tebing, tersandung, kaki terkilir, iritasi mata, nyeri
sendi/encok pada persendian dan tergores alat angkut.
Sumber bahaya dari faktor unsafe condition yaitu
paparan gas CO, SO2, SO4, HCl, gas hidrogen sulfida
(H2S), kondisi jalan sempit, curam, menanjak, jarak
tempuh, jalan berbatu dan jalan menuju Paltuding
berpasir dan berdebu, beban angkut yang sangat berat
(>40kg) dari faktor unsafe action yaitu kelelahan
kerja, riwayat penyakit, usia dan tidak mengunakan
APD (safety shoes, marks respiratory). Dampak
risiko pada tahap ini bisa terjadi cidera, memar,
pendarahan ataupun meninggal dunia.
Tahap Penimbangan

Gambar 2. Proses pengambilan dan penataan
bongkahan belerang di dasar kawah Ijen.
Tahap eksploitasi terdiri dari dua proses yaitu
pengambilan bongkahan belerang di dasar kawah
Ijen, proses penataan bongkahan belerang ke atas
keranjang. Pada tahap ini teridentifikasi beberapa
risiko yaitu terhirup atau keracunan gas berbahaya
(H2S), tertimpa bebatuan dari atas tebing, tergores
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015

Gambar 4. Proses penimbangan belerang di
pondokan dan Paltuding.
Tahap ini terdiri dari dua proses yaitu proses
penimbangan di tempat peristirahatan pertama
(pondokan) dan Proses penimbangan akhir di

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

Paltuding. Pada tahap ini terindentifikasi jenis risiko
yaitu terkilir, terjatuh, nyeri sendi pada pungung.
Sumber bahaya dari faktor unsafe condition yaitu
tempat licin, berdebu, beban angkut yang berat
(>40kg), beban kerja tinggi, sedangkan faktor unsafe
action yaitu tidak mengunakan APD (safety shoes)
risiko pada tahap ini bisa berdampak kelelahan kerja
dan cidera.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko merupakan salah satu proses
dari analisiss risiko, penilaian risiko dalam penelitian
ini mengunakan metode semi kuantitatif yaitu dengan
mengkalikan tingkat kemungkinan (Probability),
konsekuensi (Consequences) dan paparan (Exposure)
berdasarkan standart dari AS/NZS 4360 melalui
wawancara kepada informan utaman dan informan
kunci. bertujuan untuk mengetahui nilai risiko dan
level risiko. Hasil penilaian risiko pada proses
penambangan belerang di wilayah Gunung Ijen
dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 1. Penilaian risiko pada seluruh proses
penambangan belerangan Gunung Ijen
Nilai
Proses
Level
Jenis Risiko
Risik
kerja
Risiko
o
Mempersia Terjatuh
75
Substansi
pkan
al
peralatan
Serangan hewan
15
Acceptabl
e
Proses
Tersandung
300
Priority 1
pendakian
Terkilir
300
Priority 1
gunung
terigit hewan
75
Substansi
Ijen
berbisa
al
Proses
Tertimpa
150
Substansi
penurunan bebatuan
al
menuju
Tersandung
300
Priority 1
bibir
Terkilir
300
Priority 1
kawah
Iritasi mata
100
Substansi
gunung
al
Ijen
Terhirup gas H2S 6000 Very High
Nyeri
100
Substansi
sendi/encok
al
Proses
Terhirup gas H2S 6000 Very High
pengambil Tertimpa
150
Substansi
an endapan bebatuan
al
belerang di Tergores
300
Priority 1
bibir
Terkilir
300
Priority 1
kawah Ijen Iritasi mata
100
Substansi
al
Nyeri
100
Substansi
sendi/encok
al
terkena cairan
1500 Very High
belerang
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015

Proses
kerja
Proses
penataan
bongkahan
belerang
ke
alat
angkut

Proses
pengangku
tan
belerang
menuju
puncak
gunung

Proses
pengangku
tan menuju
paltuding

Proses

Proses
penimbang
an
di
paltuding

Jenis Risiko
Terhirup gas H2S
Tertimpa
bebatuan
Tangan terkilir
Iritasi mata
Nyeri
sendi/encok
Terhirup gas H2S
Tertimpa
bebatuan
Terjatuh
Kaki terkilir
Iritasi mata

Nilai
Risik
o
6000
150
300
100
100
6000
150
450
300
100

Nyeri
sendi/encok
Kaki terkilir
Terpleset
Nyeri
sendi/encok
Tergores alat
angkut
Terkilir
Nyeri
sendi/encok

100

Terjatuh

150

300
900
100
150
300
100

Level
Risiko
Very High
Substansi
al
Priority 1
Substansi
al
Substansi
al
Very High
Substansi
al
Very High
Priority 1
Substansi
al
Substansi
al
Priority 1
Very High
Substansi
al
Substansi
al
Priority 1
Substansi
al

Substansi
al
Terkilir
300
Priority 1
Nyeri
100
Substansi
sendi/encok
al
Berdasarkan tabel di atas, dari hasil observasi
dan wawancara dengan pekerja tambang diketahui
risiko pada proses penambangan belerang secara
keseluruhan yang tertinggi adalah terhirup gas
berbahaya Hidrogen Sulfida (H2S), dengan nilai risiko
6000 dan level risiko sangat tinggi (Very High) yang
terdapat pada lima proses kerja yaitu Proses
penurunan menuju bibir kawah gunung Ijen, proses
pengambilan endapan belerang di bibir kawah Ijen,
proses penataan bongkahan belerang ke alat angkut,
proses pengangkutan belerang menuju puncak
gunung, proses pengangkutan menuju paltuding
Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko pada risiko yang memiliki
level sangat berbahaya (very high) yaitu terhirup atau
keracunan gas berbahaya Hidrogen Sulfida (H2S),
tertimpa bebatuan dari atas tebing dan terkena cairan
belerang yang panas dan tinggi asam dijelaskan pada
tabel berikut:

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

Tabel 2. Pengendalian jenis risiko yang memiliki
level sangat berbahaya (very high)
Jenis
Hierarki
Pengendalian
Risiko
of
(rekomendasi)
Control
Tertimpa
Engineeri
bebatuan
ng
dari atas Administr Memberi rambu-rambu
tebing
ative
bahaya sebgai tempat yang
rawan longsor
Membuat Standart
Operasional Prosedur
(SOP)
Training
Memberikan sosialisasi
dan pengarahan kepada
pekerja tentang potensi
bahaya dan cara
pengendalianya
PPE/APD Safety shoes, safety helmet
Terhirup
Engineeri Terdapat alat pendeteksi
atau
ng
adanya gas berbahaya H2S
keracunan
yang terintegrasi dengan
gas
alarm atau sirine
berbahaya Administr Membuat Standart
Hidrogen ative
Operasional Prosedur bagi
Sulfida
pekerja yang melakukan
(H2S)
pekerjaan di dapur
belerang
Melakukan inspeksi dan
pengukuran secara berkala
terkait paparan gas H2S
Pembatasan izin memasuki
area dabur belerang dan
dasar kawah
Melakukan pemeriksaan
kesehatan awal, berkala
dan khusus kepada pekerja
Menyediakan klinik
kesehatan sebagai tindakan
emergency
Training
Safety Talks sebelum
memasuki area,
Melatih penangungjawab
area dapur belerang
PPE/APD Chemical Catrige
Respiratory, Gas Mask,
Self Consumed Breathing
Apparatus (SCBA)
Terkena
Engineeri Membuat pagar pembatas
cairan
ng
(barrier) antara dapur
belerang
belerang dengan tepi
yang
danau kawah
panas dan Administr Memberi rambu-rambu
tinggi
ative
bahaya dari kandungan air
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015

Jenis
Risiko

Hierarki
of
Control

asam

Pengendalian
(rekomendasi)
kawah (HCl)

Training
PPE/APD

Safety shoes, sarung
tangan/safety gloves

Pembahasan
Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan kerja pada BAB V pasa 9 menyatakan
bahwa pengurus diwajibkan menunjukan dan
menjelaskan tiap tenaga kerja tentang : 1) kondisikondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul dalam
tempat kerja. 2) semua pengamanan dan alat-alat
perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja. 3)
alat-alat perlindungan bagi tenaga kerja dan 4) caracara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaan [12]. Diketahui pengurus dalam
penambangan belerang di Kawah Ijen adalah PT
Candi Ngrimbi, namun sebagai kewajiban dalam
undang-undang yang berlaku perusahaan belum
melaksanankan empat point tersebut salah satunya
mengidentifikasi sumber bahaya yang dapat
menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja.
Hasil identifikasi bahaya dalam penelitian ini,
ditemukan risiko yang memiliki level risiko sangat
tinggi (very high) sehingga dapat mengakibatkan
kecelakaaan kerja penyakit akibat kerja yaitu adalah
risiko terhirup atau keracunan gas Hidrogen Sulfida
(H2S). Bahaya paparan gas H2S tidak hanya
teridentifikasi pada proses penurunan belerang
namun juga terdapat pada proses pengambilan
belerang didasar kawah, proses penataan belerang
didasar kawan dan pengangkutan belerang dari dasar
kawah menuju puncak Gunung Ijen artinya bahaya
ini setiap saat akan selalu mengintai para pekerja
kapanpun dan disetiap proses kerja saat
penambangan belerang, sehingga hal ini perlu adanya
tindakan khusus dalam upaya preventif dan promotif
yang dilakukan oleh pihak stakeholder baik
perusahaan, pemerintah setempat atau para pekerja
tambang itu sendiri.
Penelitian ini berhubungan dengan temuan
dari penelitian sebelumnya yaitu: diketahui hasil
penelitian Ma’rufi dkk. (2014) menyatakan bahwa
terdapat keluhan pernafasan, sebagian besar
penambang belerang di Gunung Ijen berupa
mengeluh batuk berdahak yaitu sebesar 74%, keluhan
pada mata, berupa mata berair ketika menambang
sebesar 94%. keluhan pada gigi, berupa gigi linu
sebesar 68% [5]. dan hasil penelitian Dyah Pranani
(2008) menyatakan bahwa paparan uap belerang

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

merupakan faktor risiko untuk terjadinya erosi gigi
sedang/berat, subjek penelitian yang terpapar uap
belerang mempunyai risiko untuk mengalami erosi
gigi sedang/berat sebesar 42,25 kali lebih besar
dibandingkan dengan subjek yang tidak terpapar uap
belerang [10]. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Taufiq (2012) menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan antara faal paru pekerja tambang belerang
di Gunung Ijen dengan bukan penambang belerang di
lingkungan sekitar Gunung Ijen [11]. pekerjaan
tambang di Kawah Ijen memiliki risiko yang sangat
komplek terutama di bidang kesehatan pekerja.
Risiko yang paling tinggi dari proses penambangan
belerang adalah terhirup gas berbahaya H2S.
Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan suatu gas
tidak berwarna, sangat beracun, mudah terbakar dan
memiliki karakteristik bau seperti telur busuk.
Hydrogen sulfida dikenal juga dengan sebutan
sebagai gas rawa atau asam sulfide [7]. Gas ini dapat
menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan,
hydrogen sulfide mempunyai efek anoksit dan
merusak secara langsung sel-sel sistem syaraf pusat.
Jika kadar di atas 50 ppm akan menyebabkan sakit
kepala, tidak dapat tidur, mual, batuk, badan lemah,
mengantuk, edema paru dan kojungtivitas yang
disertai rasa sakit. Sedangkan jika kadar gas H 2S di
atas 500 ppm dapat menyebabkan tidak sadar dengan
segera depresi pernapasan dan kematian dalam waktu
30-60 menit [8]. Risiko paparan gas H2S
kemungkinan terjadi kontak dengan pekerja, saat
turun hujan di siang atau sore hari. Ketika gas H 2S di
atas air danau gas ini mampu di bawa permukaan
akibat hembusan angin, jika gas ini terpapar lasung
oleh pekerja maka dapat mengakibatkan cidera
bahkan meninggal dunia.
Bahan kimia beracun seperti gas H2S dapat
masuk kedalam tubuh kemudian masuk melalui
aliran darah ke dalam tubuh melalui: saluran
pernafasan, penyerapan melalui kulit (absorbsi) dan
saluran pencernaan, saluran pernafasan terdiri dari
dua yaitu bagian atas (hidung, tengorokan, trachea,
dan sebagaian besar pipa bronchial yang membawa
ke cuping dan paru-paru) dan alveoli dimana dapat
terjadi pemindahan gas yang menembus dinding sel
yang tipis. Gas dan uap dengan daya larut yang
rendah, namun berdaya larut tinggi didalam lemak
melewati lapisan alveoli kemudian masuk kedalam
aliran daran dan dibawa (disebarkan) ke organ-organ
yang memiliki afinitas khusus [9].
Menurut Undang Undang No. 1 tahun 1970
menyatakan bahwa setiap pekerja berhak untuk
mendapatkan perlindungan atas keselamatan secara
aman dalam melakukan setiap pekerjaan untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produktifitas kerja.
Dari pada itu maka perlu dilakukan dengan segala
daya dan upaya untuk membina norma perlindungan
Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015

kerja melalui penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja [12].
Pengendalian risiko merupakan langkah
penting dan menentukan dalam keseluruhan
manajemen risiko [6]. Risiko yang telah diketahui
besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan
tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan
kondisi lokasi penambangan belerang di Gunung
Ijen. Menurut OHSAS 18001 pengendalian risiko
yang lebih spesifik untuk bahaya K3 adalah 1)
Eliminasi, 2) Subtitusi, 3) Pengendalian Teknis, 4)
Pengendalian Administratif 5) Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD).
Pengendalian risiko pada tingkat risiko sangat
tinggi diketahui yaitu penyediaan alat deteksi gas
berbahaya (H2S, CO, SO4) yang terintegrasi dengan
alarm, membuat standar operasional prosedur (SOP)
bagi pekerja yang melakukan pekerjaan di dapur
belerang, melakukan inspeksi dan pengukuran secara
rutin, pembatasan izin memasuki area dapur
belerang, melakukan pemeriksaan kesehatan dan
menyediakan klinik kesehatan di lingkungan
pertambangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
nomer : PER-04 MEN 1987 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan serta tatacara
penunjukan Ahli K3, dan Peraturan Meteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi nomor : 03 MEN 1982
tentang pelayanan kesehatan kerja dan Peraturan
Meteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomer :
PER.15 MEN VIII 2008 tentang pertolongan pertama
pada kecelakaan ditempat kerja menyatakan bahwa
setiap tempat kerja yang memperkerjakan 100 orang
pekerja atau lebih dan memiliki potensi bahaya wajib
memiliki pertama Pelayanan Kesehatan Kerja (PK2),
kedua Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja
(P3K) ketiga Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) [13] [14] [15]. Oleh sebab
itu, perusahaan bersama pemerintah setempat
diwajibkan untuk melaksanakan sesuai aturan
perundang-undangan yang berlaku salah satunya
melakukan upaya pengendalian risiko dengan
membentuk tiga bidang tersebut yaitu PK2, P3K dan
P2K3 dalam proses penambangan belerang di
Wilayah Gunung Ijen.
Mananjemen risiko pada proses penambangan
belerang di Kawah Ijen kabupaten Banyuwangi
secara keseluruhan belum dikelola secara maksimal
baik oleh perusahaan PT. Candi Ngrimbi ataupun
pemerintah setempat. Menurut OHSAS 18001
manajemen risiko adalah suatu proses untuk
mengelola risiko yang ada dalam setiap kegiatan
untuk mengurangi kemungkinan terjadi bahaya atau
paparan dan dampak yang disebabkan oleh kejadian
suatu kegiatan kerja. Oleh sebab itu agar setiap
langkah dan proses kerja penambangan dapat

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

berjalan aman, sehat dan produktif maka seharusnya
dilakukan sebuah manajemen risiko secara terencana
dan komprehensif.

Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian pada pekerjaan
tambang belerang di kawah Gunung Ijen diketahui
risiko yang ditemukan adalah terjatuh saat
mengendarai sepeda, diterkam hewan buas,
tersandung atau terjatuh, terkilir, terkena gigitan
hewan berbisa, tertimpa bebatuan dari atas tebing,
iritasi mata, terhirup atau keracunan gas berbahaya
Hidrogen Sulfida (H2S), nyeri sendi/encok, tergores
alat pengungkit, terkena air kawah. Alat yang
digunakan oleh penambang belerang di Kawah
Gunung Ijen yaitu keranjang, karung, troli, alat
pengungkit (linggis), alat timbangan, mesin pompa
air sedangkan bahan yang digunakan adalah bahan
bakar solar, air kawah sebagai proses sublimasi dan
sulfatara.
Jenis risiko yang paling tinggi pada tahap
persiapan, tahap ekploitasi dan tahap pengangkutan
adalah terhirup atau keracunan gas H2S dengan nilai
risiko 6.000 level risiko sangat tinggi (very high),
upaya pengendalian berupa rekomendasi adanya gas
detector untuk identifikasi adanya gas H2S yang
dilakukan secara berkala, safety talk, klinik
emergency dan APD berupa Chemical Catrige
Respiratory, atau Gas Mask. Sedangkan risiko yang
paling tinggi pada tahap persiapan adalah terkilir
dengan nilai risiko 300 memiliki level risiko sangat
tinggi (Priority 1), dengan upaya pengendalian
berupa Perbaikan jalan dari Paltuding menuju puncak
Gunung Ijen yaitu dengan diberi tangga yang terbuat
dari
paving/batu bata, Memisahkan jalan bagi
pekerja tambang dengan wisatawan dan menganti
alat angkut yang ergonomis serta mengurangi beban
angku < 40 kg.
Saran atau rekomendasi yang dapat diberikan
dari peneliti adalah diharapkan perusahaan bersinergi
dengan pemerintah daerah untuk segera melakukan
upaya pencegahan, pengendalian risiko pada proses
penambangan belerang di Kawah Gunung Ijen
berupa melaksanakan program tentang keselamatan
dan kesehatan kerja diantaranya memasangan safety
sign rambu-rambu bahaya, melakukan sosialisasi
tentang K3 secara rutin, menyediakan APD (Alat
Pelindung Diri), membuat prosedur kerja,
memberikan bantuan alat angkut yang ergonomis,
membangun layangan kesehatan sebagai upaya
tidakan emergency jika terjadi kecelakaan kerja.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015

Daftar Pustaka
[1] Zaennudin A, Wahyudin D, Sumaryadi M,
Kusdinar E. 2012. Prakiraan Bahaya Letusan
Gunung Api Ijen Jawa Timur. Bandung: Jurnal
Lingkungan dan Bencana Geologi, 3 (2)
Agustus 2012: 109-132.
[2] Badan Geologi. Peningkatan Kegiatan Gunung
Ijen dari Waspada Menjadi Siaga. [internet]
2012 Apr [cited 23 September 2014] Available
from: http://www.vsi.esdm.go.id.
[3] Wittiri S. Artikel Gunung Ijen Penghasil Belerang Terbesar. [internet] 2010 [cited 24 Februari
2015] Available from http://www.esdm.go.id/.
[4] BPPD Bondowoso. 2013. Awas Kadar Gas
Gunung Ijen Berbahaya. [internet] 2013 [cited
23
Februari
2010]
Available
from
http://www.bpbd.bondowosokab.go.id/
[5] Ma’rufi I, Dewi A, Ismi R, 2014. Identifikasi
Keluhan Kesehatan Akibat Paparan Bahan
Pencemarn Belerang (Studi Kasus pada Pekerja
di Kawasan Pegunungan Ijen Kabupaten
Banyuwangi). Proceding Jurnal 12-13 Sept
2014 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Bali.
[6] Ramli S. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian
Rakyat; 2010.
[7] Soemarat J. Kesehatan Lingkungan. Gamah
Mada University Press. Yogyakarta. 1999.
[8] Irianto K. Pencegahan dan Penaggulangan
Keracunan Bahan Kimia Berbahaya. Yrama
Widya. Bandung. 2013.
[9] Soeripto M. Higiene Industri. Jakarta. Balai
Penerbit FKM UI Depok. 2008.
[10] Pranani D. Pengaruh Paparan Uap Belerang
terhadap Kejadian Erosi Gigi (Studi pada
Pekerja Tambang Belerang di Gunung Ijen
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur): Semarang
2008 Aug: 28. 4-6.
[11] Taufiq. Perbedaan Faal Paru antara Pekerja
Penambang Belerang dan Bukan Penambang
Belerang di Desa Tamansari Kecamatan Licin
Kabupaten Banyuwangi: Jember 2012 Aug; 03.
47-66
[12] Indonesia. Undang-undang nomor 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja. Jakarta: Himpunan
Perundang-Undangan
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja. Republik Indonesia. 2015
[13] Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
nomer : PER-04 MEN 1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan serta
tatacara penunjukan Ahli K3. Jakarta:
Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia;
2015

Anwar, et al,Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Tambang…

[14] Indonesia. Peraturan Meteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 03 MEN 1982 tentang
pelayanan
kesehatan
kerja.
Jakarta:
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia; 2015
[15] Indonesia. Peraturan Meteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomer : PER.15 MEN VIII 2008
tentang pertolongan pertama pada kecelakaan
ditempat kerja. Jakarta: Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;
2015

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2015