Hubungan persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP

HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK
DALAM JOGET DANGOUT
DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP

Oleh:

HOLINDA

102070026002

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H/2006 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

,kripsi yang berjudul "HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK
IALAM JOGET DANGDUT DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP" telah
liujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
'yarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06 September 2006. Skripsi ini telah

iterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 06 September 2006

:etua Mer

セ ォ。ー

"

Sidang Munaqasyah
Anggota,

Sekretais Merangkap Anggota

/
!

M.Si

Anggota:

Penguji II

M.Si

Dra . F dhilah Surala
NIP. 150.215.283

Pembimbing II

I Gani Psi

Ikhwan Lutfi, M.Si

M.Si

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi
(B) Juli 2006


(C) Holinda
(D) HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG GERAKAN EROTIK

DALAM JOGET DANGDUT DENGAN SIKAP TERHADAP RUU APP
(E) xvi + 65 Halaman

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU
APP, adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari 2006. RUU yang
berisi 11 bab dan 93 pasal pada rancangan pertamanya ini mengatur
masalah pornografi dan pornoaksi di Indonesia. lsi pasal RUU APP ini
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada kelompok yang mendukung dan
kelompok yang menentang. Dari sisi substansi, RUU ini dianggap masih
mengandung sejumlah persoalan, antara lain RUU ini mengandung atau
memuat kata-kata atau kalimat yang ambigu, tidak jelas, atau bahkan tidak
bisa dirumuskan secara absolut.
Pornogarfi dan pornoaksi adalah masalah yang amat subjektif karena tak
ada batasan yang jelas dan pasti, maka sikap yang dimunculkan terhadap
RUU APP tak terlepas dari pandangan masing-masing tentang pornografi
dan pornoaksi, Joget dangdut era 2000-an menampilkan goyangan yang

yang erotis dan sensual yang juga menuai kontroversi, ada yang
menganggap hal tersebut bagian dari kreasi seni dan ada yang memandang
sebagai pornoaksi, oleh sebab itulah peneliti ingin melihat hubungan antara
persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap
RUU APP, guna melihat keeratan hubungan di antara kedua variable
tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di RT 11 dan RT 09 Menteng Dalam, Tebet,
Jakarta Selatan dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang., teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling dan
instrument yang digunakan adalah skala persepsi dan skala sikap model
Likert.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan nilai
r= - 0,75 pada taraf signifikansi 0,01, sehingga hipotesis alternatif yang
menyatakan adanya hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP dapat diterima, yang artinya
persepsi negatif terhadap gerakan erotik mengakibatkan sikap pro terhadap
RUU APP.
(F) Daftar Bacaan : 41 (1974-2006)


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Maha berkehendak dan Maha Kuasa atas
segala hal, hanya baginyalah segala pujian dan rasa syukur dipanjatkan.
Nikmatnya yang tak pernah putus bagi segenap makhluknya, termasuk
memberikan kekuatan bagi penulis untuk merampungkan skripsi ini, serta
berbagai nikmat lain yang tak terkira.

Shalawat serta Salam tak lupa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
teladan bagi seluruh alam. Penulisan skripsi ini memiliki makna tersendiri
bagi penulis, karena banyak perjuangan yang mesti dilakukan dalam proses
perampungan skripsi ini.

Selesainya skripsi ini dalam waktu singkat tak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak, penulis ingin menyampaikan ribuan rasa terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, yaitu kepada:

1. Ora. Netty Hartati, M.Psi, Dekan Fakultas Psikologi dan Ora.
Zahrotunnihayah, Msi, Pembantu Dekan I dan dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing dan mengajar saya selama ini.
2. Drs. Asep Haerul Gani, Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah

membuka pandangan penulis untuk mampu menjadi pribadi yang maju
dengan mendorong penulis untuk berpikir kreatif, berwawasan luas, cepat,
dan tepat waktu, serta bertanggung jawab, terima kasih untuk semua
inspirasi yang telah bapak berikan.
3. Drs. Ikhwan Lutfi, Msi, dosen pembimbing yang dengan sabar dalJ
pengertian membantu penulis merampungkan skripsi ini dalam tempo
yang singkat.

4. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mengajar, staf akademik
dan tata usaha yang telah membantu dan melayani dengan kesabaran.
5. Ayahku dan Ibuku yang banyak berperan dalam proses kehidupan dan
proses belajar penulis, semoga Allah selalu memberikan kasih sayang
dan perlindungannya, dan semoga rampungnya skripsi ini memudahkanku
membantu meringankan beban hidup kalian berdua.
6. Kakakku Holilah yang banyak mambantu dan telah memberikan suri
tauladan dan tanggungjawab yang baik untuk adikmu ini, semoga semua
asamu tercapai.
7. Adik-adikku, Adi, Dani, dan Anan terima kasih atas dukungan dan
bantuannya terlebih selama proses penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-temanku, Seha, Aas, Rita; Dwi, Yoga, Ratna, Yani, Dewa, Ana,

Jamal, Refi, Eye, dan semua teman-teman yang tak dapat kusebutkan
satu persatu di sini terima kasih untuk sebuah persahabatan yang kalian
berikan selama ini, semoga kita tetap bersama meraih sukses.
9. Teman-teman angkatan 2002 yang telah banyak membantu penulis
selama proses kuliah dan perampungan skripsi penelitian ini.
10. Teman-teman keluarga besar RW 10, khususnya untuk RT 11 dan RT 9
terima kasih telah membantu penulis dalam pengisian angket.
11.Mbah dan Ka Agus yang banyak bantu dalam editing dan printing tugastugas kuliah dan skripsi ini.
12.Juga untukAdi, Dede, Dudu, Ika, Iwan, Afat, Butet, Sari, terima kasih
telah menemani hari-hari penulis selama ini.
13. Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan
Perpustakaan Soemantri Bojonegoro (Nyi Ageng Serang).

Terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan baik moril maupun
materil, semoga Allah SWT, membalasnya berlipat ganda dari yang telah
kalian berikan, Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap yang
membacanya, Amin.

Jakarta, 23 Juli 2006


Penulis

(])emi masa) sesunggufinya manusia daCam
kgacfaan merugi) kgcuafi mereRg yang 6eriman
dan 6erama{sfioCefi) dan yang menyeru{an pada
kg6enaran dan kgsa6aran (af-JIsfiJr ayat: 1-3)

Skripsi ini aku persembahkan untuk :

1. Ayah dan Ibuku, terimakasih telah
merawatku

dengan

penuh

kasih

sayang.
2. Kakakku Holilah, semoga langkahmu

ke pelaminan menjadi mudah dengan
rampungnya skripsi ini.
3. Sahabat

sekaligus

kakakku

Eka

Dahlia, terima kasih telah memenuhi
hariku dengan perhatianmu.

DAFTAR lSI

ABSTRAK

.

KATA PENGANTAR


iii

MOTTO

vi

LEMBAR nahbmesセp

vii

DAFTAR lSI

viii

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR LAMPIRAN


xiii

BAB 1

PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang Masalah

1

1.2. Identifikasi Masalah

9

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

10

1.3.1. Pembatasan Masalah

10

1.3.3. Perumusan Masalah

11

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

11

1.4.1. Tujuan Penelitian

11

1.4.2. Manfaat Penelitian .

11

1.5. Kaidah dan Sistematika Penulisan

12

1.5.1. Kaidah Penulisan

12

1.5.2. Sistematika Penulisan

12

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA
2.1. Sikap

14

2.1.1. Pengertian Sikap .

14

2.1.2. Komponen Sikap

16

2.1.3. Obyek sikap

19

2.1.4. Fungsi sikap

20

2.1.5. Pembentukan sikap

20

2.1.6. Perubahan sikap

23

2.2. Pengertian Pornografi

24

2.3. Dampak Pornografi Terhadap Tindak Kriminal...............

29

2.4. RUU APP

32

2.5. Persepsi

35

2.5.1. Pengertian persepsi.

BAB 3

14

35

2.6. Pengertian Gerakan Erotik..............................................

40

2.7. Kerangka Berpikir

41

2.8. Hipotesis Penelitian

43

METODE PENELITIAN

44

3.1. Jenis Penelitian..................................................

44

3.1.1. Metode Penelitian

44

3.1.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel..........

45

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel

46

BAB 4

3.2.1. Populasi

46

3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel................

47

3.3. Instrumen Penelitian

48

3.4. Teknik Analisa Data

50

3.5. Prosedur penelitian ..

52

PRESENTASI DAN ANALISA DATA

53

4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian

53

4.1.1. Jenis Kelamin Responden

53

4.1.2. Usia Responden ........

54

4.1.3. Pekerjaan Responden

55

4.1.4. PendidikanResponden

55

4.2. Analisa Data

56

4.2.1. Skor Responden Secara Keseluruhan

56

4.2.2. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan Jenis
57

Kelamin
4.2.3.

Perbedaan

Skor

Responden

Berdasarkan
57

Pendidikan
4.2.4. Perbedaan Skor Responden Berdasarkan Usia..
4.2.5.

Perbedaan
Pekerjaan

4.3. Hasil Utama Penelitian

Skor

Responden

58

Berdasarkan
59
60

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

61

5.1. Kesimpulan

61

5.2. Diskusi .

62

5.3. Saran

64

DAFTAR PUSTAKA

.

DAFTAR TABEl

TabeI2.2. Respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap

18

TabeI2.2. Fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi

27

TabeI3.1. Bobot nilai

48

Tabel 3.2. Blue print skala persepsi tentang gerkan erotik dalam joget
dangdut

49

Tabel 3.3. Blue print skala sikap terhadap RUU APP

39

Tabel 4.1. Jenis kelamin responden

53

Tabel 4.2. Usia responden

54

TabeI4.3. Pekerjaan responden

55

Tabel 4.4. Pendidikan responden

55

TabeI4.5. Skor responden secara keseluruhan

56

TabeI4.6. Skor responden berdasarkan jenis kelamin

57

TabeI4.5. Skor responden berdasarkan pendidikan

,.57
\

Tabel 4.5. Skor responden berdasarkan usia

58

TabeI4.5. Skor responden berdasarkan pekerjaan

59

Oaftar lampiran

Validitas dan Reliabilitas penelitian

70

Korelasi Penelitian

83

Skala Penelitian

84

Tabulasi Data Penelitian

91

RUU APP dan Penjelasannya

95

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Permasalahan dalam dunia musik dangdut seolah tak pernah padam,
dangdut yang diklaim group musik 'Project P' sebagai musik bangsa
Indonesia (dalam lagu dangdut is music of my country) menjadi sorotan dunia
entartaiment terlebih setelah Inul dengan goyangan ngebornya muncul di
berbagai media massa pada awal tahun 2000-an. Setelah Inul bermunculan
penyanyi dangdut lain dengan goyangan khas masing-masing, seperti
goyang ngecor, patah-patah, goyang gergaji, dan goyangan vibrator.

Dangdut memang bukan lagu Melayu melainkan berasal dari lagu India, lagu
Melayu didominasi oleh akordion, biola dan gendang sedangkan lagu India
didominasi oleh gendang dan suling. Dikatakan dangdut karena gendangnya
dipukul demikian rupa sehingga berbunyi dang dang duut (tangan ditekankan
kegendang sehingga berbunyi duut). Beberapa tahun kemudian lagu-Iagu
irama India ini dilagukan dengan syair bahasa Melayu (Indonesia).
Terkenallah pelopor lagu dangdut Indonesia seperti Ellya M Haris yang
kemudian merubah namanya menjadi Ellya Agus kemudian Ellya Khadam
(www.sriwijaya.com).

2

Goyang ngebor Inul ternyata adalah fenomena yang belum juga berhenti.
Akhir-akhir ini fenomena itu seakan-akan menjadi sebuah antiklimaks yang
menghebohkan, pro dan kontra seputar goyangan erotis dalam dangdut
masih diperdebatkan, atas nama moral bangsa, Raden Haji Oma Irama
mengecam Inul. Bahkan, menurut Anisa Bahar, penyanyi dangdut yang juga
dikecam karena goyang patah-patahnya mengatakan bahwa Rhoma
mengharamkan lagu-Iagunya dinyanyikan oleh Inul atau Anisa Bahar
(www.pikiranrakyat.com).

Rhoma juga menyebut goyangan ngebor Inul telah merusak citra dangdut.
Lebih jauh lagi, tokoh kharismatik dangdut yang muncul pada tahun '70-an
yang menjadi idola ini, menyebut performance Inul telah merusak moralitas
bangsa. Dia pun mendesak SCTV untuk menghentikan program tayangan
"Duet Maut" yang menampilkan Inul (www.pikiranrakyat.com). Rhoma juga
lalu mengumpulkan sejumlah penyanyi-penyanyi dangdut senior dari mulai
Elvi Sukaesih, Camelia Malik hingga Meggy. Z untuk turut mengecam Inul.

Di lain pihak mantan Presiden RI Gus Our mengatakan apa yang dilakukan
oleh Rhoma Irama itu sebagai pemasungan kreativitas. Demikian pula Guruh
Soekarno Putra merasa perlu berkomentar, dia menganggap argumentasi
Rhoma bahwa Inul telah merendahkan derajat musik dangdutjustru balik
dipertanyakannya. H. Acep Zamzam Noor, grafikus seAior dan staf pengajar

3

FSRO ITS berpandangan, jika soalnya adalah moralitas karena goyangan
Inul dituduh erotis dan sensual, sepatutnya juga diamati realitas yang lebih
holistik dalam dunia entertaiment. Oi dalamnya erotisme dan sensualitas
adalah sebuah resiko, yang juga lebih jauh bisa dijenguk sebagai bagian dari
kreasi (www.pikiranrakyat.com).

Masing-masing individu memiliki pandangan yang berbeda tentang obyek
yang disikapinya, "beda kepala beda pendapat" mungkin kata itulah yang
cukup mewakili perseteruan dua kubu yang pro dan kontra terhadap
goyangan erotis dalam joget dangdut dan terhadap rancangan undangundang anti pornografi dan pornoaksi, semua ini tergantung dari bagaimana
mereka mempersepsikannya.

RUU APP sebagai undang-undang yang mengatur masalah pornografi dan
pornoaksi di Indonesia memunculkan beragam sikap masyarakat, hal ini
menjadikan proses pengesahan UU APP tersebut menjadi alot, perbedaan
pandangan hingga saat ini masih hangat dan seolah tak memiliki akhir. Oua
kubu yang dengan alasan dan pendirian masing-masing mencoba
menunjukkan sikap dengan beradu argumen di ruang sidang OPR hingga
mengadakan parade ke jalan-jalan utama di Jakarta.

4

Mereka yang pro RUU APP umumnya beranggapan bahwa bangsa ini perlu
dilindungi dari ancaman bahaya dekadensi moral yang diakibatkan oleh
pornografi dan pornoaksi. Bagi kelompok ini, melindungi kepentingan bangsa
dari dekadensi morallebih penting dibanding sekedar memberikan ruang
kebebasan berekspresi yang tidak berbatas (Setiawan, 2006).

Elemen masyarakat Islam, baik perseorangan maupun ormas-ormasnya
adalah pendukung utama RUU APP, adanya RUU APP bagi kelompok yang
pro justru akan mengarahkan setiap kreativitas menjadi bernilai positif,
bukan sekedar kebebasan dalam penyampaian aspirasi seni dan kreasi yang
nantinya membawa bahaya yang lebih besar dibandingkan manfaatnya.

Kelompok yang anti RUU APP khawatir terjadi penafsiran tunggal oleh
kelompok tertentu yang kuat terhadap si lemah mengenai apa yang dimaksud
dengan pornografi dan pornoaksi. Umumnya mereka mengusung isu tentang
hak kebebasan ekspresi melalui media apapun. Mereka khawatir kebebasan
berekspresi dipasung UU APP (Setiawan, 2006).

Menurut pihak yang kontra, RUU APP ini mendiskreditkan wanita yang
akhirnya membentuk satu pemahaman kalau wanita merupakan sumber
immoralisasi. Pihak ini juga mengatakan bahwa pornografi yang merupakan
bentuk eksploitasi berlebihan atas seksualitas, melalui majalah, buku, film

5

dan sebagainya, memang harus ditolak dengan tegas. Tapi tidak menyetujui
bahwa untuk mencegah dan menghentikan pornografi lewat sebuah undangundang yang hendak mengatur moral dan akhlak manusia Indonesia secara
pukul rata, seperti yang tertera dalam RUU APP (Nathanael, 2006). RUU ini
juga dianggap tidak mengakui kebhinnekaan masyarakat Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku, etnis dan agama.

Meski RUU APP banyak yang menentang namun tak bisa ditolak bahwa
pornografi dan pornoaksi dapat dikatakan sebagai salah satu faktor pemicu
tindak kriminal. Robert Peters (dalam www.ppuii.com). mengatakan dalam
artikelnya, The Link Between Pornography And Violent Sex Crimes, bahwa
ketika pendapat umum dan berbagai penelitian i1miah telah menyepakati
adanya hubungan antara pornografi dan 'kekerasan seksual', maka "the
burden of proof should shift to those who deny a connection" (beban
pembuktian harus dialihkan kepada mereka yang menolak adanya hubungan
tersebut). Dengan kata lain, apapun alasannya, pornografi jelas berbahaya
bagi masyarakat, dan kalau ada yang mengatakan tidak berbahaya, maka ia
harus membuktikan melalui riset.

Sementara itu, laporan Associated Press tahun 2002 (dalam kompas.com)
mengatakan bahwa Indonesia merupakan surga pornografi nomor dua di
dunia, sedikit banyak bisa memberikan gambaran mengenai bagaimana

6

perkembangan pornografi di negara kita. Pornografi juga merupakan faktor
signifikan bagi timbulnya kekerasan seksual. Meminjam ungkapan Blanchard
(dalam

www. ppuiLcom.), "pornografi berperan laksana 'bahan bakar' yang

menyalakan api (serves as fuel for the fire) bagi para penjahat seksual."

Penelitian yang dilakukan National Law Center for Children & Families
menunjukkan adanya hubungan antara bisnis seks dengan kejahatan, di
Iingkungan Phoenix, lokasi bisnis seks, angka kejahatan seksual 506% lebih
tinggi dibandingkan dengan di area yang tidak terdapat bisnis seks. Dr. Mary
Anne Layden, direktur pendidikan, University of Pennsylvania Health System,
menyatakan: "Saya telah memberikan per/akuan terhadap pelaku dan korban

kekerasan seksua/ selama 13 tahun. Saya be/um pernah menangani satu
kasus pun yang tidak diakibatkan oleh pornografi (Gov, Haven
Bradford,2000).

Pornografi tak hanya menarik perhatian orang dewasa, remaja dan mungkin
anak-anak baik sengaja ataupun tidak disengaja mengkonsumsinya.
Penelitian labolatorium Antropologi Universitas Indonesia pada tahun1990-an
menyebutkan bahwa selain menonton film seks di bioskop, sebagian remaja
pedesaan di Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan juga kerap menonton
film biru lewat video, lalu mereka juga (termasuk remaja Wanita) sudah

7
terbiasa dengan majalah dan buku gambar serta tulisan yang secara vulgar
memaparkan atau menggambarkan hubungan seksual (Rajab,2006).

Unit Eksploitasi Seksual Anak pada Departemen Kepolisian Los Angeles
menemukan bahwa pornografi dewasa dan anak-anak digunakan pada lebih dari
87% kasus penganiayaan anak-anak. Angka pemerkosaan di Amerika telah
meningkat lebih dari 500% dibandingkan dengan angka yang ada pada tahun
1960, 57% pelaku pemerkosaan (Iebih dari sekali) berturut-turut mengaku bahwa
mereka mencontoh adegan-adegan yang mereka dapatkan dari pornografi
(Nada,2006).

Pornografi dan pornoaksi adalah hal yang amat subjektif. Pandangan masingmasing orang berbeda antara yang satu dengan yang lain tentang batasan
keduanya, perbedaan pandangan baik individu ataupun masyarakat adalah hal
yang lumrah karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Penelitian yang
dilakukan oleh Milton Diamond dan Ayako Uchiyama tentang "Pornografi,
Perkosaan dan Kejahatan Seksual di Jepang" menunjukkan bahwa di Jepang
tindakan perkosaan sangat rendah dan bahwa wan ita Jepang merupakan wanita
paling aman di dunia meski Jepang masuk kategori produsen pornografi paling
banyak (Journal of Law and Psychiatry, 1999).

8

Khaerunnisa (2003) dalam penelitiannya tentang perbedaan sikap
mahasiswa UKM Kerohanian dengan UKM Kesenian terhadap Inul Daratista,
mendapatkan bahwa sikap tehadap Inul Daratista mahasiswa UKM
Kerohanian lebih rendah dari UKM Kesenian, kedua penelitian ini
menunjukkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi persepsi, sikap dan
perilaku seseorang atas obyek sikap, dalam hal ini adalah masalah
pornografi dan pornoaksi, kedua hal ini akan disikapi berbeda dengan cara
pandang yang berbeda pula, karena semuanya akan berpulang kembali pada
masing-masing individu, tergantung pada bagaimana dan apa yang menjadi
pertimbangan dalam dirinya. Maka pandangan tiap orang yang berbeda
tentang masalah pornografi dan pornoaksi juga akan berakibat pada
dukungan dan penolakan mereka terhadap RUU APP yang saat ini masih
diperdebatkan.

Sebagaimana diungkapkan oleh Saefuddin Azwar (1998) bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap dalam diri
seseorang diantaranya adalah: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan
serta emosi, itulah sebabnya kehidupan tak terlepas dari keanekaragaman,
termasuk keanekaragaman dalam mempersepsikan dan mengambil sikap.

9

Dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti korelasi antara persepsi
tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU
APP, guna melihat bagaimana hubungan antara keduanya.

1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1) Apakah ada hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti
pornografi dan pornoaksi?
2) Bagaimana hubungan antara persepsi tentang gerakan erotik dalam
joget dangdut dengan sikap terhadap rancangan undang-undang anti
pornografi dan pornoaksi?
3) Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap gerakan erotik dalam
joget dangdut?
4) Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap rancangan undang-undang
anti pornografi dan pornoaksi?

10

1.3. Pembatasan dan perumusan masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah masyarakat umum yang
bukan dari kalangan seni ataupun dewan perwakilan rakyat, yang berusia 17
tahun ke atas, memiliki latar belakang pendidikan manimum SLTP dan
mengetahui atau bersedia membaca RUU APP terlebih dahulu sebelum
pengisian skala, hal ini untuk menjamin keakuratan data dan mengetahui
bagaimana persepsi masyarakat umum tentang joget erotik dangdut serta sikap
mereka terhadap RUU APP, yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah
warga yang berdomisili di RT 11 dan RT 09, RW 10 Menteng Dalam, Tebet,
Jakarta Selatan.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud persepsi tentang gerakan erotik dalam joget
dangdut adalah skor yang diperoleh melalui penyebaran skala yang diberikan
kepada responden mengenai gerakan-gerakan erotik dalam joget dangdut,
yaitu: gerakan bibir yang sensual, gerakan menggetarkan buah dada, gerakan
pinggul yang bolak-balik seperti gerakan masturbasi, dan goyangan pantat,
sedangkan untuk sikap terhadap RUU APP adalah skor yang diperoleh melalui
penyebaran skala mencangkup aspek kognisi, afeksi dan perilaku tentang isi
RUU APP, dampak RUU APP terhadap wanita, serta dampak RUU APP
terhadap seni.

II

1.3.2. Perumusan masalah
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. "Apakah ada hubungan negatif yang signifikan antara persepsi tentang gerakan
erotik dalam joget dangdut dengan sikap terhadap RUU APP?"
2. "Bagaimana persepsi masyarakat umum tentang gerakan erotik dalam joget
dangdut dan bagaimana pula sikap mereka terhadap RUU APP?"
3. Bagaimana pandangan masyarakat tentang gerakan erotik dan sikap mereka
terhadap RUU APP berdasarkan karakteristik usia, latar belakang pendidikan,
pekerjaan, jenis kelamin dan pekerjaan?"

1.4. Tujuan dan manfaat penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menjawab permasalahan yang teridentifikasi dalam
penelitian hubungan persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut dengan
sikap terhadap rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.

1.4.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana baru bagi disiplin ilmu psikologi,
khususnya bidang psikologi sosial tentang peranan persepsi seseorang terhadap
sikap yang dimunculkan, khususnya persepsi tentang gerakan erotik dengan sikap
terhadap RUU APP. dan sebagai panduan bagi penelitian lanjutan yang terkait
dengan permasalahan ini.

Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi pedoman dalam pengambilan
sikap terhadap RUU APP bagi penulis sendiri dan bagi siapapun yang membaca
hasil karya tulis ini.

12

1.5. Kaidah Penulisan Dan Sistematika Penulisan
1.5.1. Kaidah Penulisan
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan kaidah American
Psychological Association (APA style).

1.5.2. Sistematika Penulisan
BAB 1. Pendahuluan
Pada bab pertama ini penulis menyampaikan latar belakang masalah
penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian baik manfaat akademik maupun manfaat praktis,
selanjutnya adalah kaidah dan sistematika penulisan.

BAB 2. Kajian Pustaka
Pada bab kedua ini penulis memaparkan beberapa definisi dan
penjabaran dari variabel - variabel penelitian yaitu sikap terhadap
rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang terdiri
dari pengertian sikap, komponen sikap dan karakteristik- karakteristik
dasarnya, karakteristik dalam struktur sikap, obyek sikap, fungsi sikap,
pembentukan sikap, perubahan sikap, sedangkan untuk variabel
persepsi tentang gerakan erotik dalam joget dangdut, terdiri dari
pengertian persepsi, faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi,
pengertian gerakan erotik, pengertian pornografi, dampak pornografi

13

terhadap tindak kriminal, pro dan kontra terhadap RUU APP, kerangka
berpikir, serta hipotesis dari penelitian ini.

BAB 3. Metode penelitian
Dalam bab ini penulis menjabarkan hal - hal yang berkaitan dengan
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah: jenis penelitian yang digunakan, populasi, sampel dan teknik
penarikan sampel, instrumen penelitian, blue print penelitian, teknik
analisa data, prosedur penelitian, dan lokasi penelitian.

BAB 4. Hasil penelitian
Pada bab ini dijelaskan dan dijabarkan data hasil penelitian yang telah
didapatkan berikut analisa data berdasarkan statistika.

BAB 5. Kesimpulan diskusi dan saran
Pada bab akhir ini penulis menyimpulkan seluruh data yang diperoleh
dari penelitian dan mendiskusikannya dengan teori-teori dan
penelitian-penelitian terkait dengan penelitian ini dan menyampaikan
saran berdasarkan atas proses dan hasH penelitian yang penulis
lakukan.

BAB2
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Sikap
2.1.1. Pengertian sikap
Konsep sikap merupakan konsep sentral dalam psikologi sosial, sikap sering
digunakan untuk meramalkan tingkah laku, baik tingkah laku perseorangan,
tingkah laku kelompok, bahkan tingkah laku suatu bangsa atau negara.
Secara terbalik dapat dikatakan bahwa tingkah laku sebagian merupakan
fungsi dari sikap. Pernyataan ini harus dimengerti secara hati-hatL Kata
sebagian di sini mengandung arti bahwa ada hal-hal lain selain sikap yang
ikut menentukan tingkah laku seseorang. Banyak sosiolog dan psikolog
memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk
merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam
Iingkungan sosial.

Sejumlah ahli telah mencoba memberikan definisi sikap. Definisi-definisi
tersebut berbeda satu dengan yang lain, lebih karena perbedaan tekanan
yang diberikan. Howard dan Kendler mengatakan (dalam Gerungan, 2000)
sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,

15

positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,
pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.

Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal
(internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap
beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Dua definisi sikap yang sangat
dominan pengaruhnya sampai saat ini adalah yang dikemukakan oleh
Gordon W. Allport dan David Krech beserta Richard S. Crutchfield
sebagaimana dikutip oleh Sears (1994).
Allport membatasi sikap sebagai:

"...a mental and neural state of readiness, organized through experience,
exerting a directive or dynamic influence upon the individual's response to a/l
objects and situations with which it is related" .

Dengan batasan ini tampak bahwa Allport menekankan pentingnya
pengalaman masa lalu dalam membentuk sikap.

Krech dan Crutchfield membatasi sikap sebagai "...... an enduring
organization of motivational, emotional, perceptual and cognitive processes
with respect to some aspect of individual's world".
Di sini tampak penekanan Krech dan Crutchfield pada pengalaman subyektif
seseorang pada masa sekarang. Mereka memandang individu sebagai
organisme yang aktif.

16

Sikap diartikan sebagai kesiapan, kesediaan dan kecenderungan untuk
bertindak terhadap suatu objek tertentu dalam hal ini adalah masalah
Iingkungan, sebagai hasil interaksi sosial (Dushkin, 1970, dalam Mar'at,
1981 ).

2.1.2. Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni:
kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech
dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000). Komponen
kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu
terhadap obyek atau sUbyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia,
melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru
yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah
ada di dalam otak manusia1. Nilai - nilai baru yang diyakini benar, baik,
indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau
komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat
dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek,
yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedangkan komponen
kecenderungan bertindak terhadap keinginan individu untuk melakukan
perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya.

17

Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau
negatif. Manifestasi sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia
menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau
sUbyek.

Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar
komponen sikap dan secara bersama-sama komponen kognitif, afektif, dan
kecenderungan bertindak menumbuhkan sikap individu. Dari manapun kita
memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan
satu sistem. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka.
Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap
seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten, sebagaimana
yang dikemukan oleh Krech (1962).

Komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu
kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga
komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi

Sikap seseorang seharusnya konsisten dengan perilaku. Seandainya sikap
tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia
yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah

18

sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya,
dan sebagainya.

Inferensi tau penyimpulan mengenai sikap harus didasarkan pada suatu
fenomena yang diamati dan dapat diukur. Fenomena ini berupa respon
terhadap objek sikap dalam berbagai bentuk. Rosenberg dan Hovland
melakukan analisis terhadap berbagai respon yang dapat dijadikan dasar
penyimpulan sikap dari perilaku, yang dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. respon yang digunakan untuk penyimpulan sikap
Tipe respon

Kategori respon

Verbal

Kognitif

Afektif

Konatif

Pernyataan

Pernyataan

Pernyataan

Keyakinan

Perasaan

Intensi

mengenai

terhadap

perilaku

objek sikap

objek sikap

Reaksi

Reaksi

Perilaku

Perseptual

Fisiologis

Tampak

Non-Verbal

terhadap objek terhadap
sikap

objek sikap

sehubungan
dengan objek
sikap

(Sumber : Rosenberg & Hovland 1960, dalam Azwar, 1995)

19

2.1.3. Obyek sikap
Obyek sikap dapat berupa apa saja yang ada bagi atau menurut individu.
Oleh karena itu seseorang memiliki sejumlah besar dan beraneka ragam
sikap terhadap obyek dalam dunia fisik di sekelilingnya. la mungkin memiliki
sikap terhadap orang lain dan kelompok-kelompok tertentu, terhadap
organisasi-organisasi sosial polotik, terhadap peristiwa yang sedang
berlangsung, ia juga mungkin memiliki sejumlah sikap terhadap seni, filsafat,
Tuhan, dan sebagainya, bahkan ia juga memiliki sejumlah sikap tertentu
terhadap dirinya sendiri.

Seseorang dapat memiliki sekian banyak sikap. Tetapi jumlah sikap yang
dimiliki seseorang mestilah terbatas. Batasnya adalah dunia psikologis
seseorang itu terbatas (oleh pengalaman hidupnya), maka aneka macam
sikap yang dapat dimiliki seseorang juga terbatas. Misalnya saja, tidak semua
orang Indonesia memiliki sikap terhadap Rancangan Undang-Undang Anti
Pornografi dan Pornoaksi, karena mungkin sebagian orang tidak mengetahui
dan memahami apa itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan
Pornoaksi.

Ungkapan "Tak kenai maka tak sayang" kiranya cukup dapat memberikan
gambaran bagaimana sikap itu bekerja. Hal ini mesti diperhatikan karena
seringkali dilupakan dalam upaya pengukuran sikap bahwa pengukuran sikap

20

baru berarti bila orang yang diukur sikapnya tersebut memang memiliki sikap
yang hendak diukur. Orang memang dapat memberikan jawaban atau respon
terhadap alat ukur sikap, akan tetapi hal ini tidak berarti mereka memiliki
sikap yang sedang diteliti.

2.1.4. Fungsi sikap
Sikap memiliki beberapa fungsi yang sangat penting dalam kehidupan
seseorang. Hollander (1976) mengatakan setidaknya ada dua fungsi penting
dari sikap, yaitu:
(1). Menyediakan dasar atau kerangka untuk menginterpretasi dunia dan
memproses informasi-informasi baru.
(2).merupakan cara untuk mendapatkan dan mempertahankan identitas
sosial.

2.1.5. Pembentukan sikap
Sikap manusia berkembang bersamaan dengan perkembangan dirinya.
Dalam kehidupan, seseorang selalu berkembang di tengah-tengah orang lain
dan berkembang pula bersama-sama dengan orang lain. Di tengah
hubungan antara individu dengan dunia sekitarnya; antara individu yang satu
dengan individu lainnya sebagai sesama anggota suatu kolektivitas.

21

Dalam interaksi sosial juga terjadi saling mempengaruhi antara individu yang
satu dengan individu lainnya, melalui interaksi inilah sikap seseorang
terbentuk.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Saefuddin
Azwar (1988) adalah sebagai berikut:
a. Pengalaman Pribadi
Pengalaman dengan obyek sikap akan memberikan kesempatan kepada
individu untuk memiliki pengetahuan dan tanggapan serta penghayatan
atas obyek tersebut. Pengetahuan dan tanggapan inilah yang kemudian
menjadi salah satu unsur dalam komponen sikap seseorang.
b. Kebudayaan
Kebudayaan masyarakat dimana seseorang hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap
orang yang bersangkutan. Nilai-nilai dan norma-normanya kebudayaan
telah memberikan arah bagi sikap yang sesuai terhadap berbagai
masalah dalam kehidupan.
c. Orang Lain yang dianggap penting
Seseorang yang dianggap penting, yang istimewa, yang tak ingin
dikecewakan, yang dibutuhkan persetujuannya, akan banyak
mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Orang yang
biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang

22

status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman
kerja, isteri atau suami, dan lain-lain.
d. Media massa
Informasi yang disampaikan oleh media massa, terselip pula pesan-pesan
yang dapat membentuk opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Sementara itu pesan-pesan sugestif yang
menyertainya, apabila cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif
dalam menilai hal tersebut.
e. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap karena keduanya adalah yang meletakkan dasar
pengertian konsep moral dalam diri individu. Konsep-konsep moral
menentukan sistem kepercayaan seseorang tentang segala sesuatu. Ini
merupakan unsur komponen kognitif yang sang at penting dalam sikap
seseorang.
f.

Emosi
Kadang-kadang suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan diri. Salah satu bentuk sikap
yang didasari emosi ini adalah prasangka.

23

2.1.6. Perubahan sikap
Sikap dapat berubah atau dapat diubah melalui banyak cara. Telah kita
ketahui bahwa sikap seseorang terdiri dari komponen kognitif, afektif dan
perilaku. Pada dasarnya perubahan sikap terjadi melalui perubahan
komponen-komponen ini. Sikap seseorang dapat saja berubah setelah ia
menerima informasi baru yang mengubah komponen kognitifnya mengenai
suatu obyek tertentu.

Selanjutnya oleh karena adanya pengalaman langsung dengan obyek sikap
yang berbeda dengan sikap terhadap obyek tersebut selama ini, contohnya
seseorang yang benci terhadap suku "X" dapat berubah pendapatnya setelah
suatu saat ia dalam kesulitan ia dibantu oleh seseorang yang berasal dari
suku"X" tersebut. Disini pengalaman yang menyenangkan atau positif dengan
seseorang dari suku "X" telah menimbulkan disonansi (disonance) di dalam
komponen kognitif orang tersebut. Ini akan meyebabkanterjadinya proses
reorganisasi anggapan mengenai suku "X".

Selanjutnya, sikap sesorang dapat berubah oleh karena adanya kekuatan

yang_memaksa orang tersebut berperilaku berlawanan dengan sikapnya. Hal
ini umumnya dilakukan dengan peraturan atau hukum. Seseorang juga dapat
berubah sikapnya karena mengikuti implikasi dari suatu peristiwa (setelah
peristiwa itu terjadi). Misalnya sikap seorang karyawan kepada temannya

24

akan berubah setelah teman kerjanya itu menempati pangkat atau
kedudukan yang lebih tinggi atau menjadi atasannya.

2.2. Pengertian pornografi
Terdapat beberapa pengertian yang berbeda yang diberikan atas apa yang
dimaksud dengan pornografi. Penulis dalarn hal ini memberikan beberapa
pendapat para ahli mengenai Istilah Pornografi, yaitu antara lain:
Menurut Hamzah (1987), pornografi berasal dari dua kata, yaitu Porno dan
Grafi. Porno berasal dari bahasa Yunani, Pome artinya pelacur, sedangkan
grafi berasal dari kata graphein yang artinya ungkapan atau ekspresi. Secara

harfiah pornografi berarti ungkapan tentang pelacur. Dengan demikian
pornografi berarti
a.

suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau
prostitusi.

b.

suatu pengungkapan dalam bentuk tUlisan atau lukisan tentang
kehidupan erotik, dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks
kepada yang membaca, atau yang yang melihatnya.

Sedangkan Webster Illustrated Dictionary (dalam www.mappi.com).
mengartikan Pornografi sebagai: "The expression or suggestion of obscene
or unchaste subject in literature or act (terjemahan bebas: ekspresi atau

25

sugesti atas sebuah subyek yang obscene (tidak senonoh) atau unchaste
dalam literatur atau perbuatan)"

Ensyclopedia Britannica (dalam www.mappLcom.) menyebutkan bahwa
pornografi adalah:
"The representation or erotic behaviour, as in book, picture or films, intended
to cause sexual excitement (terjemahan bebas: representasi atau tindakan
erotik dalam buku, gambar atau film yang ditujukan untuk membangkitkan
gairah seksual)."

Pornografi menurut Microsoft Encarta online ensyclopedia (dalam
www.mappLcom.) adalah:
"Written, graphic, or oral depictions of erotic subjects intended to arouse
sexual excitement in the audience (tulisan, gambar, atau oral depictions dari
subyek erotik yang ditujukan untuk membangkitkah gairah seksual banyak
orang)."

Selanjutnya seorang sastrawan Indonesia, HB Jassin (dalam
www.hukumonline.com) mengartikan pornografi sebagai suatu tulisan atau
gambar yang dianggap kotor, karena dapat menimbulkan perasaan nafsu
seks atau perbuatan immoral, seperti tulisan-tulisan yang sifatnya
merangsang, gambar-gambar orang telanjang dan sebagainya.

26

Departemen Penerangan RI (dalam www. mappLcom.) mengartikan
pornografi sebagai penyajian tulisan atau gambar-gambar:
1. Mempermainkan selera rendah masyarakat dengan semata-mata
menonjolkan masalah seks dan kemaksiatan,
2. Bertentangan dengan:
a. kaidah-kaidah moral dan tata susila serta kesopanan;
b. kode etik jurnalistik;
c. ajaran-ajaran agama yang merupakan prima causa di Indonesia;
d. kemanusiaan yang adil dan beradab.

Organisasi Pengarang memberi definisi pornografi sebagai suatu tulisan atau
gambar yang dapat melanggar perasaan kesopanan jika tulisan atau gambar
itu tak sedikit pun mengandung nilai, melainkan hanya mengandung
keinginan atau semangat untuk dengan sengaja membangkitkan nafsu birahi
belaka, sehingga menurut norma-norma yang berlaku dalam suatu zaman
dan dalam suatu masyarakat menimbulkan pikiran-pikiran negatif
(www.hukumonline.com).

Pada tahun 2001 MUI mengeluarkan fatwanya mengenai Pornografi dan
Pornoaksi (www.hukumonline.com). fatwa MUI mengenai pornografi dan
pornoaksi dijelaskan pada tabel berikut :

27

TabeI2.2.
Fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi
No.
1.

Kategori Perbuatan Haram
Menggambarkan, secara langsung maupun tidak langsung, tingkah
laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara
reklame, iklan, ucapan, baik melalui media cetak maupun media
elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.

2.

Membiarkan aurat terbuka dan/atau berpakaian ketat atau tembus
pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya baik untuk dicetak
maupun divisualisasikan adalah haram.

3.

Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2
adalah haram.

4.

Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang,
melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan
seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat
hubungan seksual atau adegan seksual tersebut adalah haram.

5.

Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau
memperlihatkan gambar orang, baik cetak maupun visual, yang
terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang
dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual
atau adegan seksual adalah haram.

6.

Berbuat intim atau berdua-duaan (kha/wat) antara laki-Iaki dan Wanita
yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang
mendekati dan/atau mendorong melakukan hUbungan seksual di luar
pernikahan adalah haram.

7.

Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi
laki-Iakidan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak
kaki bagi Wanita adalah harain, kecuali dalam hal-hal yang
dibenarkan secara syar'i.

8.

Memakai pakaian tembus18ndang atau ketat yang dapat
memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.

9.

Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan yang dapat
mendorong terjadinya hubungan seksual diluar pernikahan atau
perbuatan haram sebagaimana dimaksud angka enam adalah haram.

28

10.

Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa
pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah
haram.

11.

Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari perbuatanperbuatan yang diharamkan diatas adalah haram.

Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pornografi berasal dari kata pronos
yang berarti melanggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang berarti tulisan,
dan kini meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau
menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang
membaca atau melihatnya (www.mappLcom)

Melalui beberapa definisi yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian dari pornografi berbeda antara pendapat yang satu dengan yang
lain. Hal ini disebabkan sifatnya yang relalif, artinya tergantung pada waktu,
tempat, pribadi manusia serta kebudayaan suatu masyarakat yang berusaha
mendefinisikan islilah pornografi ilu sendirL
Namun lerdapat kesamaan unsur yang lermaksud dalam sualu hal yang
dikategorikan pornografi, yaitu:
1. Pornografi dapat berwujud gambar maupun tulisan.
2. Bersifat tidak senonoh (obscene).
3. Menimbulkan atau membangkilkan gairah seksual atau memiliki
unsur erotis.

29

4. Melanggar perasaan kesusilaan, kesopanan dan norma-norma
Masyarakat.

2.3. Dampak pornografi terhadap tindak kriminal
Pornografi tak dapat ditampik sebagai salah satu ancaman bagi kehidupan,
riset telah menunjukkan bahwa pornografi dan pesan di dalamnya
membentuk sikap dan mendorong terbentuknya perilaku yang dapat
merugikan individu pengguna dan keluarga mereka. Pornografi meningkatkan
dorongan perzinaan, prostitusi, dan harapan khayali yang dapat
mengakibatkan perilaku promiscuous yang berbahaya (melakukan sesuatu
tanpa memilih-milih mana yang baik mana yang buruk) (Nada, 2006).
Banyak studi menemukan bahwa pronografi sangat menimbulkan
kecanduan. The National Council on Sexual Addiction Compulsivity
memperkirakan bahwa 6-8 % orang Amerika kecanduan seks. Dr. Victor
Cline, (dalam Nada, 2006) seorang pakar kecanduan seks, menemukan
bahwa ada 4 tahap perkembangan kecanduan seksual di antara orang-orang
yang mengkonsumsi pornografi:

1.

Adiksi: tahap di mana pornografi memberikan rangsangan seksual yang
sangat kuat (aphrodisiac effect), diikuti dengan pelepasan, yang paling
seringnya dilakukan melalui masturbasi.

30

2.

Eska/asi: adiksi dalam waktu yang lama akan membutuhkan material
yang lebih eksplisit dan menyimpang untuk memenuhi kebutuhan
seksual mereka.

3.

Desensitisasi: apa yang sebelumnya dianggap kotor, mengguncang
Qiwa), dan mengganggu, pada tahap ini menjadi suatu hal yang biasa
dan bisa diterima.

4.

Tindakan seksua/: terjadi peningkatan kecenderungan untuk mencontoh
atau berperan sesuai dengan perilaku yang dilihat dalam pornografi.

Oi Indonesia, pornografi juga sudah mengakibatkan tindak kejahatan seksual
di berbagai penjuru negeri. Beberapa kejadian yang dilaporkan oleh media
massa seperti yang dikutip di bawah ini menunjukkan adanya bahaya
pornografi.
1.

Oi Lampung Utara, seorang kakek ditangkap Tim Buru Sergap Kepolisian
Resor Lampung Utara karena diduga memperkosa keponakannya.
Tersangka Zaini diringkus di rumah anaknya di kawasan Kedaton,
Bandar Lampung. Belum lama berselang, pria berusia 60 tahun ini purapura lupa mengingat peristiwa setahun lalu. Tersangka akhirnya
mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tidak kuasa
menahan berahi setelah menonton film porno (www.liputan6.com).

2.

Abdul Choir yang selama empat tahun memperkosa putrinya, sebut saja
Melati. Perbuatan bejad ini sampai melahirkan dua bayi, salah satu di
antaranya meninggal karena keguguran. Choir yang ditangkap Polisi

31

Sektor Jagakarsa di Depok, Jawa Barat, awal bulan ini, setelah
menonton VCD porno dan mabuk minuman keras (www.tv7.co.id. ).
3.

Gara-gara terangsang menyaksikan blue film, seorang pedagang krupuk,
Imr (20), warga Gang Rulita RT 1 RW 7 Kelurahan Harjasari Kec. Bogor
Selatan Kota Bogor diduga mencabuli gadis kecil, NH (8), warga
setempat, Kamis (20/2) (www.pikiran-rakyat.com).

4.

Kasus kekerasan terhadap Wanita dan anak-anak, seperti pemerkosaan
dan pencabulan, yang terjadi di Jakarta Timur tahun 2003 meningkat
dibandingkan dengan tahun 2002. Data mengenai dugaan peningkatan
kasus itu hanya berdasarkan pada kasus-kasus yang terpantau pihak
kepolisian lewat laporan korban. Data di unit Ruang Pelayanan Khusus
(RPK) Polres Jakarta Timur, Senin (6/1) menunjukkan, jumlah kasus
pemerkosaan yang terjadi antara Januari hingga akhir September lalu
mencapai 24 kasus. Jumlah itu meningkat tiga kali Iipat dibandingkan
dengan tahun 2002 yang hanya delapan kasus pada bulan yang sama.
Sementara itu, untuk pencabulan terhadap anak-anak, tercatat 28 kasus.
Dibandingkan dengan tahun 2002 pada bulan yang sama, jumlah itu
meningkat dua kali Iipat. Dari hasil pemeriksaan terhadap pelaku yang
sudah tertangkap, 75 persen kasus pemerkosaan dan pencabulan
dilakukan akibat menonton video compact disc (VCD) porno (Kompas,
28/01/2005).

32

5.

Di sebuah SD di Lombok Barat, misalnya, seorang anak kelas dua SD
coba diperkosa empat kawannya yang duduk di kelas empat. Di
kabupaten lain pun terdapat kasus anak kelas enam mau memperkosa
siswa kelas empat. "Kasus pemerkosaan yang melibatkan pelajar ini
sudah sangat memprihatinkan," kata Kerniasih. Dari kasus-kasus yang
terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat
pelaku menonton tayangan porno. Ada anak yang mengaku hal itu
dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan
seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas.

(www.Balipost.co.id/balipost cetak/2004).

2.4. RUU APP
Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU
APP adalah suatu rancangan produk hukum yang diusulkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 14 Februari 2006. RUU yang
berisi 11 bab dan 93 pasal pada rancangan pertamanya ini mengatur
masalah pornografi dan pornoaksi di Indonesia. RUU ini dimaksudkan
sebagai upaya mencegah berbagai bentuk kejahatan itu dalam kerangka
menciptakan kehidupan yang bermoral (www.wikipedia.com).

33

RUU APP disusun berdasarkan pasal29 ayat (1), pasal 5 ayat (1), dan pasal
20 ayat (1) UUO 1945, serta undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, undang-undang nomor 1 tahun 1946, undang-undang
nomor 73 tahun 1958, undang-undang tentang Pers, undang-undang tentang
Penyiaran, undang-undang tentang Ham, undang-undang tentang
Pendidikan, serta undang-undang tentang Kesehatan (Ojubaedah, 2003).

Pada rancangan kedua, beberapa pasal yang kontroversial dihapus sehingga
tersisa 82 pasal dan 8 bab. Oi antara pasal yang dihapus tersebut adalah
pasal mengenai sanksi pidana dan pembentukan badan antipornografi dan
pornoaksi nasional. Selain itu, rancangan kedua juga mengubah definisi
pornografi dan pornoaksi.

Pornografi dalam rancangan pertama didefinisikan sebagai "substansi dalam
media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasangagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan atau erotik"
sementara pornoaksi adalah "perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan,
dan atau erotik di muka umum". Karena definisi ini dipermasalahkan, maka
disetujui untuk menggunakan definisi pornografi yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos (gambar atau tulisan) sehingga
secara harafiah berarti "tulisan atau gambar tentang pelacur". Pornoaksi

34

adalah "upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau
mempertontonkan pornografi" (www.wikipedia.com.23/03/06).

lsi pasal RUU APP ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada kelompok
yang mendukung dan kelompok yang menentang. Dari sisi substansi, RUU
ini dianggap masih mengandung sejumlah persoalan, antara lain RUU ini
mengandung atau memuat kata-kata atau kalimat yang ambigu, tidak jelas,
atau bahkan tidak bisa dirumuskan secara absolut. Misalnya, eksploitasi
seksual, erotis, kecabulan, ketelanjangan, aurat, gerakan yang menyerupai
hubungan seksual, gerakan menyerupai masturbasi, dan lain-lain (Nathael,
2006) alam KUHP sendiri tidak dirumuskan pengertian pornografi. Pasal 281,
Pasal 282, Pasal 532, Pasal 534, dan Pasal 535, Demik

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA DALAM PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN (PUP) DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL

7 83 32

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG DISKON DENGAN SIKAP TERHADAP PRODUK

0 4 2

RUU Ormas Dalam Perspektif Gerakan Da’wah Islam

0 4 5

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DAN SIKAP TERHADAP OTORITAS GURU Hubungan Antara Persepsi Tentang Kesehatan Lingkungan Sekolah Dan Sikap Terhadap Otoritas Guru Dengan Minat Belajar Siswa.

0 3 18

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DAN SIKAP TERHADAP OTORITAS GURU Hubungan Antara Persepsi Tentang Kesehatan Lingkungan Sekolah Dan Sikap Terhadap Otoritas Guru Dengan Minat Belajar Siswa.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INSENTIF Hubungan Antara Persepsi Terhadap Insentif Dengan Sikap Kerja.

0 1 18

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP INSENTIF Hubungan Antara Persepsi Terhadap Insentif Dengan Sikap Kerja.

0 0 12

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA SKIZOFRENIA DI SURAKARTA Hubungan Persepsi Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia Di Surakarta.

0 2 14

Opini Penonton Terhadap Acara Stasiun Dangdut di JTV ( Studi Deskriptif Tentang Opini Penonton Terhadap Gerakan Erotis Pada Acara Stasiun Dangdut di JTV ).

2 25 85

HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TENTANG KEKERASAN DENGAN SIKAP TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA SISWI DI SMK NEGERI NANGGULAN KULON PROGO NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Persepsi Remaja tentang Kekerasan dengan Sikap Terhadap Kekerasan dalam Pacaran pada Siswi

0 0 16