Ahmad Musyafiq Spiritualitas Kaum Fundamentalis
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012
56
A. Pendahuluan
Salah satu fenomena penting yang menandai awal abad XXI ini adalah maraknya kegiatan-kegiatan yang berusaha membangkitkan spiritualitas. Se-
cara garis besar, ada dua model spiritualitas yang berkembang di tanah air. Pertama, model spiritualitas kelembagaan. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai
jenis tarekat, yakni model spiritualitas yang memiliki pilar utama seorang murshid dengan sejumlah teknik dan tata-cara yang cukup ketat. Model ini
menjadi pilihan bagi mereka yang ingin lebih mendisiplinkan diri dalam hal meningkatkan kualitas spiritual di bawah bimbingan seorang guru.
Model ini secara garis besar juga bisa dipilah menjadi dua bagian. Pertama, tarekat yang diyakini memiliki silsilah geneologi spiritualitas
resmi, mulai dari murshid sampai kepada Rasulullah SAW. Tarekat-tarekat ini biasanya dikenal dengan istilah al-ṭarīqah al-mu‘tabarah tarekat standar.
1
Contoh dari tarekat jenis ini antara lain, Tarekat Qadiriyyah, Tarekat Naqsya- bandiyyah, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan lain-lain. Yang
paling popular adalah tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Kedua, ta- rekat yang tidak memiliki silsilah resmi yang diakui. Contoh dari tarekat ini
antara lain tarekat Wahidiyyah, tarekat al-Rasuli dan lain-lain Pemilahan se- perti ini sebenarnya dimaksudkan untuk memagari tarekat agar tidak keluar
dari norma-norma syariah dan untuk membedakannya dari gerakan-gerakan kebatinan.
Untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari masyarakat, sebuah tarekat memang tidak selamanya mengandalkan statusnya sebagai al-
mu‘tabarah. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit tarekat mu’tabarah yang tidak begitu dikenal di masyarakat. Sebaliknya ada juga tarekat tidak
mu‘tabarah yang diterima luas oleh masyarakat. Sebagai contoh, tarekat al- Rasuli yang dipelopori oleh Syeikh Syakir di Desa Keji Kecamatan Ungaran
Kabupaten Semarang yang kini mulai mendapat perhatian luas dari masya- rakat. Masyarakat berduyun-duyun datang untuk mengurangi dahaga spiritual
mereka. Posisi Syeikh Syakir yang sekaligus menjadi lurah desa tersebut menjadikannya semakin diperhitungkan.
______________
1
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1996, h. 71.
Spiritualitas Kaum Fundamentalis Ahmad Musyafiq
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012
57
Bahkan Pemerintah Kota Semarang ingin mengembangkannya sebagai Desa Spiritual spiritual village.
2
Padahal, dan tanpa terlalu dipedulikan oleh masyarakat, kontroversi seputar keabsahan tarekat tersebut dan bahkan
latar belakang geneologi spiritualitas silsilah Syeikh Syakir sendiri terus bermunculan. Gaung tarekat ini semakin meluas ketika MURI Museum
Rekor Indonesia mencatat salah satu kegiatannya, yakni sujud syukur de- ngan peserta terpanjang.
3
Memang sebagai sebuah lembaga spiritualitas, tarekat memiliki banyak faktor untuk dapat diterima di tengah-tengah
masyarakat. Kedua, model spiritualitas yang tidak mengambil bentuk kelembagaan.
Inilah yang oleh Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF disebut sebagai gerakan dakwah sufistik.
4
Contoh dari model ini antara lain Majelis Zikir Ustadz Arifin Ilham, Majelis Zikir Ustadz Haryono dan Manajemen Qolbu
Darut Tauhid.
5
Yang disebut terakhir ini kini mulai memudar seiring dengan tindakan poligami yang dilakukan oleh Aa Gym. Memang perlu dilakukan
kajian mendalam tentang fenomena memudarnya MQ-DT Manajemen Qolbu Darut Tauhid akibat tindakan poligami itu. Tetapi yang sementara bisa
dikemukakan adalah bahwa loyalitas jamaah terhadap model spiritualitas non-kelembagaan ini, termasuk di dalamnya MQ, memang tidak seketat
loyalitas para jamaah terhadap model spiritual kelembagaan, khususnya kepada seorang murshid.
Bagi mereka yang tidak ingin terlalu terikat dengan berbagai aturan di dalam tarekat, model dakwah sufistik ala Arifin Ilham dan kawan-kawan
dapat menjadi alternatif. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya jamaah yang menghadiri setiap majlis zikir akbar yang mereka selenggarakan. Umumnya
mereka adalah masyarakat perkotaan, yang biasa dikenal dengan istilah komunitas urban sufisme.
Secara umum, kedua model spiritualitas itu sama-sama mendapat sam- butan luas di tengah masyarakat. Banyak faktor yang dikemukakan mengenai
fenomena ini, antara lain dampak negatif modernitas yang mengakibatkan
______________
2
Suara Merdeka, Jumat, 22 Pebruari 2007.
3
Suara Merdeka, Kamis, 1 Maret 2007.
4
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF ed., Islam, Negara dan Civil Society, Jakarta: Paramadina, 2005, h. 76.
5
Ibid.
Ahmad Musyafiq Spiritualitas Kaum Fundamentalis
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012
58
manusia kekeringan dimensi rohaniahnya dan membuat mereka merasa “terasing” dengan dirinya sendiri. Keterasingan ini pada gilirannya akan me-
nimbulkan berbagai dampak negatif, dan yang paling berbahaya adalah keperpecahan kepribadian split personality.
6
Dalam perspektif psikoterapi, keadaan inilah yang turut memberikan andil besar bagi munculnya sejumlah
penyakit akut. Di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang dengan tegas menolak
tasawuf, khususnya yang telah melembaga ke dalam bentuk tarekat. Dalam konteks kenegaraan, penolakan itu sebenarnya hanya dilakukan oleh Keraja-
an Arab Saudi dan Republik Turki. Alasan palarangan keduanya pun sangat berbeda. Saudi Arabia melarang tasawuf karena dinilai bertentangan dengan
ajaran-ajaran Islam murni puritanisme ortodoks, sedang Turki melarangnya karena bertentangan dengan paham hidup modern sekularisme. Suatu per-
temuan yang mungkin cukup ironis antara kedua ekstremitas gaya hidup yang menguasai kaum Muslim di dunia. Mungkin lebih tepat dikatakan
bahwa ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab di Saudi Arabia sangat anti-sufisme dan tarekat karena adanya praktek-praktek yang mengagung-
kan orang-orang saleh dan makam-makam mereka, meskipun bukan me- rupakan ajaran asketik dan esoterik pada tasawuf. Sedangkan kaum Kemalis
Turki lebih cenderung menilainya sebagai bentuk kekolotan saja, se- bagaimana juga gejala-gejala keagamaan lain, sampai-sampai soal pemakaian
huruf dan bahasa Arab.
7
Di Indonesia, pola-pola penolakan terhadap tasawuf dan tarekat lebih berkiblat pada model penolakan Saudi Arabia, yakni lebih dikarenakan pada
alasan kemurnian ajaran agama. Dari segi pandangan keagamaan, mereka ingin kembali kepada ajaran agama yang murni dan mendasar. Itulah sebab-
nya mereka sering diidentifikasi meski tidak sepenuhnya tepat dan mereka sendiri juga menolaknya sebagai fundamentalis. Dan dari segi gerakan,
mereka menyuarakan pembentukan negara Islam dan tidak jarang meng- gunakan pola kekerasan, sehingga mereka juga sering diidentifikasi sebagai
kaum radikal. Dalam konteks Indonesia, yang menjadi pelopor gerakan ini
______________
6
Uraian lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat pada Seyyed Hussein Nashr, Nestapa Manusia Modern, Bandung: Pustaka, 1995.
7
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan Jakarta: Paramadina, 1997, h. 54.
Spiritualitas Kaum Fundamentalis Ahmad Musyafiq
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012
59
antara lain Komite Islam untuk Solodiritas Dunia Islam KISDI, Majelis Mu- jahidin Indonesia MMI, Hizbut Tahrir Indonesia HTI, Front Pembela Islam
dan Furum Komunikasi Ahlussunnah wal-Jamaah yang lebih dikenal sebagai Laskar Jihad.
8
Hizbut Tahrir Indonesia yang mulai menampakkan diri di Indonesia pasca kejatuhan rezim Orde Baru memang merupakan sebuah gerakan
politik. Dengan tegas mereka menyatakan diri sebagai gerakan politik, bukan lembaga agama dan bukan pula lembaga pendidikan.
9
Namun dalam praktek- nya mereka juga memiliki salah satu divisi dakwah yang melakukan pen-
dalaman terhadap ajaran-ajaran Islam. Secara umum, seperti dikemukakan oleh Ustadz Ainul Yaqin yang menjadi Ketua Lajnah Tarbiyyah Hizbut Tahrir
Indonesia HTI Jawa Tengah, dalam mengkaji Islam mereka ingin kembali kepada ajaran Islam yang murni, yakni Islam seperti yang ada di dalam al-
Qur’an dan al-Sunnah.
10
Dengan kata lain, Hizbut Tahrir ini juga menganut paham puritanisme ortodoks, paham yang sebagaimana dikemukakan di
atas sangat menolak keras tasawuf dan tarekat. Namun demikian, menarik untuk dicermati bahwa dalam kajian-kajian
yang diselenggarakan oleh HTI Jawa Tengah ini juga banyak disinggung soal- soal yang selama ini menjadi tema-tema utama kajian tasawuf, seperti
pembersihan hati, tawakkal, ikhlas, sabar dan lain-lain. Barangkali, hal ini dapat dianalogkan dengan kecaman Ibn Taimiyyah terhadap tasawuf. Di satu
sisi, banyak orang yang menganggap bahwa Ibn Taimiyyah adalah orang yang anti-tasawuf, bahkan menjadikannya sebagai rujukan ketika melakukan
penolakan terhadap tasawuf. Tetapi di sisi lain, ia sendiri sesungguhnya ber- tasawuf dan banyak pula pemikiran tasawufnya. Dalam Majmū’ Fatāwā-nya,
ia mengkhususkan dua jilid untuk membahas tasawuf, satu jilid khusus tentang tasawuf dan satu jilid tentang suluk.
11
Para pemerhati tasawuf menjelaskan bahwa sebenarnya yang dikecam oleh Ibn Taimiyyah sesungguhnya bukan tasawuf secara keseluruhan, me-
lainkan jenis tasawuf tertentu, semisal model tasawuf Imam al-Ghazali.
______________
8
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Islam, Negara dan Civil Society, h. 76.
9
http:www.spr.gov.myparti
10
Wawancra dengan Ustadz Ainul Yaqin, 25 Pebruari 2007.
11
Ibn Taimiyyah, Majmū’ Fatāwā Ibn Taimiyyah, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., Jil. IX dan X
Ahmad Musyafiq Spiritualitas Kaum Fundamentalis
Walisongo Walisongo
Walisongo Walisongo
, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012
60
Karena itu Nurcholish Madjid menyimpulkan bahwa Dunia Islam sekarang ini terbagi menjadi dua sikap terhadap tasawuf. Yakni, ada yang lebih ber-
orientasi kepada Imam al-Ghazali dan ada yang lebih berorientasi kepada Ibn Taimiyyah. Mungkin agak sulit dibuat garis pemisah, tetapi perbedaan
tekanan orientasi itu sangat jelas terasa. Di Indonesia, Hamka misalnya adalah seorang pengikut Ibn Taimiyyah, sedang para kiai di pesantren sebagian
besar adalah para pengikut al-Ghazali.
12
Dengan demikian, mereka yang menolak tasawuf, termasuk HTI Jawa Tengah sebenarnya bukannya tidak bertasawuf. Yang mereka tolak sebenar-
nya jenis tasawuf tertentu. Atau setidaknya, yang mereka tolak adalah tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu. Tetapi hakikatnya mereka tidak akan
pernah terhindar dari nilai-nilai tasawuf itu. Di samping itu, sebagai manusia mereka tidak akan pernah terlepas dari tuntutan rohaniahnya. Disadari atau
tidak, mereka tetap memiliki menakisme untuk memenuhi kebutuhan rohaniahnya. Apalagi dewasa ini telah banyak ditemukan, bahwa spiritualitas
adalah sesuatu yang built-in dalam diri manusia. Karena di dalam dirinya ter- dapat perangkatnya, yang biasa disebut sebagai God Spot.
13
Tetapi karena secara verbal mereka menolak term tasawuf, maka di sini digunakan istilah
spiritualitas. Penelitian ini hendak mengkaji lebih jauh bagaimana HTI Jawa Tengah mengekpresikan spiritualitas mereka dalam bingkai keberagamaan
mereka baik secara teoretis maupun praktis.
B. Genealogi Spiritualitas