faktor-faktor dilaksanakannya proses pencitraan imaging di rSud Kota

71 Savitri Citra Budi nya. Namun, selama ini hanya dicetakkan rekam medis baru seperti pasien baru tetapi dengan nomor rekam medis lama.

2. faktor-faktor dilaksanakannya proses pencitraan imaging di rSud Kota

Yogyakarta a. Man Sumber Daya Manusia Berdasarkan wawancara dengan petugas rekam medis serta observasi yang dilakukan peneliti, bahwa terdapat petugas khusus pada bagian iling yang sekaligus sebagai petugas pelaksana proses pencitraan imaging. Hal ini merupakan salah satu faktor dilaksanakannya proses pencitraan imaging di RSUD Kota Yogyakarta. Menurut Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 1999 Pasal 6 ayat 3 menyebutkan bahwa pimpinan perusahaan dapat menetapkan pejabat di lingkungan perusahaan yang bersangkutan yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk meneliti dan menetapkan dokumen perusahaan yang akan dialihkan. Menurut Permenkes No. 55 Tahun 2013 Pasal 13 menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pekerjaannya, Perekam Medis mempunyai kewenangan sesuai dengan kualifikasi pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yaitu Ahli Madya Rekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan rekam medis dan informasi kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, mempunyai salah satu kewenangan merancang struktur isi dan standar kesehatan, untuk pengelolaan informasi kesehatan. b. Money Berdasarkan wawancara dengan petugas rekam medis, bahwa RSUD Kota Yogyakarta memiliki dana yang dibutuhkan untuk membeli peralatan yang mendukung dalam proses pencitraan imaging. Hal ini dikarenakan alat utama dalam proses pencitraan imaging ini yaitu printer scanner memakan biaya yang tidak sedikit. Namun, dana tersebut hanya dapat membeli alat pencitraan imaging untuk ukuran kertas lembar rekam medis A4 dan F4. Program yang sudah disusun harus disertai anggaran yang dibutuhkan. Anggaran digitalisasi harus disesuaikan dengan analisis kebutuhan sistem, ketersediaan peralatan dan media penyimpanan. Peralatan menjadi sangat penting karena menjadi faktor utama penyedot terbanyak alokasi anggaran Sugiharto, 2010. c. Machine Berdasarkan wawancara dengan petugas rekam medis dan observasi yang dilakukan peneliti, bahwa alat-alat yang diperlukan sudah cukup untuk medukung proses pencitraan imaging. Ada print scanner yang dapat melakukan scanning pada lembar rekam medis dalam jumlah banyak dalam satu kali scan, komputer dengan spek yang cukup untuk mendukung proses pencitraan imaging dan juga sebagai penyimpanan, serta hardisk eksternal untuk back up data dengan kapsitas 1 tera. Dahulu RSUD Kota Yogyakarta belum memiliki komputer yang banyak seperti sekarang, sedangkan dalam melaksanakan proses pencitraan imaging membutuhkan komputer dengan spek khusus dan RSUD Kota Yogyakarta sudah memiliki komputer khusus untuk melakukan proses pencitraan imaging. Hal ini juga menjadi salah satu faktor disetujuinya anggaran untuk alat scanner. Menurut Sugiarto dan Wahyono 2005, kemampuan hardware yang dianalisa menyangkut kecepatan proses, kapasitas penyimpanan storage, mutu keluaran output, kemudahan melakukan input, dan lain-lain. Sedangkan kapasitas yang dimaksud, diukur berdasarkan jumlah transaksi yang dapat diproses dalam suatu periode tertentu. Untuk memudahkan efektifitas maksimum dari electronic Filing System, pengguna harus mengetahui berapa besar volume arsip yang dihasilkan dan juga secara umum telah mempunyai alur sistem pengarsipan. Hal ini akan memudahkan pemindahan menuju sistem konvensional menuju era Imaging Document. Menurut Peraturan Pemerintah 88 Tahun 1999 Pasal 10 ayat 1 menyebutkan bahwa pengalihan dokumen perusahaan 72 dilakukan dengan menggunakan peralatan dan teknologi yang memenuhi standar ketetapan dan kelengkapan sehingga dapat menjamin hasil pengalihan sesuai dengan naskah asli dokumen yang dialihkan. d. Method Berdasarkan wawancara dengan petugas rekam medis, bahwa Sistem penyimpanan berkas inaktif di RSUD Kota Yogyakarta menggunakan sistem pencitraan imaging, sebab lebih mudah didapatkan untuk alat-alat yang mendukung proses tersebut dibandingkan dengan menggunakan mikrofilm.RSUD Kota Yogyakarta tidak menggunakan mikrofilm untuk sisitem penyimpanannya karena tidak tahu media mikrofilm itu seperti apa dan tidak tahu apa saja alat-alat yang digunakan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 1999 Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap perusahaan dapat mengalihkan dokumen yang buat atau diterima baik di atas kertas maupun dalam mikrofilm atau media lainnya. Mikrofilm adalah film yang memuat rekaman bahan tertulis, dan atau tergambar dalam ukuran yang sangat kecil. Menurut Amsyah 2005, mikrofilm adalah suatu proses mengubah lembaran rekam medis kertas menjadi negatif film yang lebih kecil dari kuku kelingking orang dewasa dan disebut mikrofis microiche. Mikrofilm dapat berbentuk gulungan kecil film roll yang menghimpun ribuan gambar atau ratusan berkas rekam kesehatan. versi ini baik untuk rekaman inaktif. Jenis mikrofilm yang lain disebut jaket. Satu lembar jaket mikrofilm memuat beberapa puluh mikrofis yang terhimpun dalam satu jaket mikrofilm. Biasanya tahapan pelaksanaan mikrofilm sebagai berikut: 1 Penyusutanretensi berkas inaktif atau jarang digunakan. 2 Penilaian berkas yang akan diretensi. 3 Pemberian jaket mikrofilm,dan 4 Penjajaran bentuk mikrofilm dengan sistem penyimpanan disesuaikan dengan sistem yang dipilih, misalnya sistem penjajaran kelompok angka tepi SKAT atau jenis lainnya. Sedangkan proses pencitraan imaging menurut Amsyah 2005 adalah suatu proses mengubah atau mentransfer gambar dalam bentuk kertas atau film radiolog ataupun gambar medis radiology ataupun gambar medis EKG, EEG, CTG, USG, Echo dan lain-lain ke dalam software melalui data digital seperti scannerpencitraan. Dalam berkas rekam medis manual paper based record film radiolog disimpan tersendiri di unit radiolog, sedangkan untuk gambar USG, Echo, EKG, dan ECG biasanya ditempatkan pada berkas rekam medis. e. Material Berdasarkan wawancara dengan petugas rekam medis, bahwa Tempat penyimpanan berkas rekam medis inaktif di RSUD Kota Yogyakarta yang tidak memadai yaitu gudang penyimpanan yang didalamnya tidak hanya berisi berkas rekam medis tetapi barang-barang yang tidak terpakai serta tidak adanya rak khusus inaktif, maka sistem penyimpanan dengan pencitraan imaging menjadi alternatif yang dapat menyelamatkan lembar rekam medis yang masih bernilai guna. Jika hanya disimpan hard file nya saja kemungkinan untuk rusak sangat besar. Selain itu, proses pencitraan imaging ini digunakan untuk arsip dokumentasi dan juga sebagai syarat akreditasi di RSUD Kota Yogyakarta. Upaya penyelamatan dokumenarsip bisa melalui berbagai cara diantaranya dengan upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif dilakukan dalam bentuk penyediaan ruang penyimpanan yang memadai dan memenuhi syaratstandar gedung penyimpanan. Upaya ini merupakan perlindungn fisik dan nilai informasi dokumenarsip terhadap bahaya dan gangguan. Artinya, upaya preventif dilakukan terhadap dokumen arsip melalui pencegahan dan pelaksanaan standar penyimpanan yang efektif. Adapun penyelamatan dokumenarsip secara kuratif dilaksanakan jika terdapat unsur perusak terhadap dokumenarsip, misalnya dengan restorasi, duplikasi atau digitalisasi Sugiharto, 2010. Dalam berbagai seminar dan wokshop yang diselenggarakan organisasi kearsipan 73 Savitri Citra Budi nasional dan internasional sering disinggung upaya digitalisasi transfer dari media analog ke media digital sebagai salah satu soluasi yang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan salah satunya karena keusangan peringkat media analog akan menjadikan penyimpanan dan perawatan dokumenarsip lebih mahal. Preservasi dokumenarsip akan lebih ringan jika dilakukan transfer ke bentuk digital dan orisinalnya tetap disimpan dalam format aslinya Sugiharto, 2010. Dan menurut AHIMA 2009, pengaturan retensi harus termasuk pedoman merinci informasi apa yang harus dijaga lama waktu pemeliharaannya dan media penyimpanannya kertas, mikrofilm, optical disk, magnetic tape, atau yang lainnya.

3. hambatan-hambatan dalam pelaksa- naan proses pencitraan imaging di

Dokumen yang terkait

Audit Rekam Kesehatan Elektronik | Budi | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 59 198 1 PB

0 0 16

KESESUAIAN DIAGNOSIS PADA BERKAS REKAM MEDIS DAN EHR PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT | Lestari | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 21 52 1 PB

0 0 5

HUBUNGAN KECEPATA N PENYEDIAAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT JALAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN | Sudrajat | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 73 250 1 PB

0 4 7

ANALISA PENGOLAHAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DALAM UPAYA PENINGKATA N PELAYANAN RSUD KANJURUHAN KEPANJEN | Suhartatik | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 70 238 1 PB

0 0 4

TINJAUAN PENYEDIAAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI RSUD Dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA | Andria | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 85 296 2 PB

0 0 7

PENCAPAIAN STANDAR PENGOLAHAN REKAM MEDIS SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN DI RSUD PACITAN | Werdani | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 98 344 1 PB

0 0 5

Tata Kelola Dokumen Rekam Medis Sebagai Upaya Menjaga Rahasia Medis di Pelayanan Kesehatan | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 158 526 1 PB

0 0 7

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KOTA YOGYAKARTA | Pratama | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 148 489 1 PB

0 1 12

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG NILAI GUNA REKAM MEDIS DENGAN PERILAKU PENGISIAN DOKUMEN REKAM MEDIS OLEH TENAGA KESEHATAN DI RSUD LARANTUKA | G | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 126 412 1 PB

2 10 10

STUDI DESKRIPTIF KELENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP PADA KASUS BEDAH ORTHOPEDY DI RSUD KOTA SEMARANG | Susanto | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 176 590 1 PB

0 0 6