26
BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA PRAKTEK
3.1 Bidang Pelaksanaan Kuliah Kerja Praktek
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktek pada PT Dirgantara Indonesia Persero pada Departemen Pajak dan Asuransi. Pada departemen tersebut penulis
melaksanakan tugas mengenai verifikasi dokumen pajak pada jenis Pajak Pertambahan Nilai PPN. Diantaranya adalah memverifikasi kebenaran dari
penggunaan kode dan nomor seri faktur pajak oleh supplier.
3.1.1 Kodefikasi Faktur Pajak oleh Supplier pada PT Dirgantara Indonesia
Persero
Dalam melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha Kena Pajak harus menggunakan Faktur Pajak. Faktur Pajak tersebut digunakan sebagai
bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai dan Dasar Hukumnya Pengertian Pajak Pertambahan Nilai menurut B. Ilyas dan Suhartono
2007:115 adalah sebagai berikut :
“Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan terhadap nilai tambahan suatu barang atau jasa dari kegiatan ekonomi di suatu negara,
yang didalamnya Undang- undang disebut daerah pabean”.
Sedangkan menurut Mardiasmo 2008:270 Pajak Pertambahan Nilai
adalah : “Pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa
dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, Pajak Pertambahan Nilai PPN disebut Value Added Tax VAT atau
Goods and Services Tax GST”. Dalam perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh
Pengusaha Kena Pajak, dikenal dengan istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ketika
Pengusaha Kena Pajak melakukan transaksi penjualan, sedangkan Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar ketika Pengusaha Kena Pajak
melakukan transaksi pembelian.
Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai menurut Pandiangan 2003:86
merupakan pajak tidak langsung di Indonesia yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan, mulai berlaku sejak 1 April 1985. Dasar hukum
pengenaannya didasarkan kepada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983. Telah dilakukan dua kali perubahan yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 dan
terakhir Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. Serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-24 PJ 2012
Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Terdapat pula Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 38
PMK.001 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 PMK.03 2010 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85 PMK.03 2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk
Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Sujek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai
Subjek Pajak Pertambahan Nilai Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dan versi terakhir Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 3A
sebagai berikut :
Pasal 3A ayat 1 : Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat 1 huruf a,huruf c, huruf f, huruf g dan huruf h, kecuai pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh menteri keuangan, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang. Pasal 3 Ayat 1a :
Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 3 Ayat 2 : Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pasa ayat 1. Pasal 3 ayat 3 :
Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar usaha Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
ayat 1 huruf d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf e wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang perhitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Serta dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85 PMK.03 2012 yang Menunjukan Badan Usaha Milik Negara untuk melakukan
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai.
Sedangkan Objek Pajak Pertambahan Nilai menurut Herlina, R 2008:24
adalah : “Objek atau sasaran dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai PPN
adalah „Penyerahan‟, yang biasanya dikatakan penjualan, namun tidak semua proses penjualan dikenakan pajak”.
Dalam rangka pembenahan sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai, pada akhir tahun 2012, Direktorat Jenderal Pajak Ditjen Pajak menerbitkan
peraturan baru tentang ketentuan dan format Faktur Pajak. Peraturan tersebut adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-24 PJ 2012 Tentang
Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak Tim Pajak ORTax, 2013. PER-24 PJ 2012 merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya, yaitu
PER-13 PJ 2010 dan perubahannya PER-65 PJ 2010. Sebagaimana diketahui
bersama, Faktur Pajak merupakan sarana bagi Pengusaha Kena Pajak dalam menjalankan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai. Fungsi Faktur
Pajak dapat dirasakan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual sebagai bukti Pajak Pertambahan Nilai telah dipungut dan untuk Pengusaha Kena Pajak Pembeli
sebagai bukti bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang telah dibayar Tim Pajak ORTax, 2013.
Secara sederhana, penerbitan Faktur Pajak harus memenuhi 2 syarat yang berlaku umum yaitu sebagai berikut :
1 Syarat formal. Terkait dengan Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar serta
ditanda-tangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya.
2 Syarat material. Terkait dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Brang Kena Pajak, pemanfaatan Jasa Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, impor Barang Kena Pajak.
Ketentuan material dan formal dalam pembuatan Faktur Pajak ini disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pihak yang
menerbitkan atau menerima Faktur Pajak harus terus mengikuti ketentuan, dari peraturan perundang-undangan yang baru, agar mekanisme kredit pajak dapat
dilakukan oleh PKP dan terhindar dari sanksi perpajakan. Oleh karena itu, para
PKP perlu pemahaman yang mendalam terhadap isi PER-24PJ2012. Hal tersebut bertujuan agar dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Pajak
Pertambahan Nilai dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku Tim Pajak ORTax, 2013.
3.1.2 Nomor Seri Faktur Pajak oleh Supplier pada PT Dirgantara