ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI DKI JAKARTA

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI DKI JAKARTA

Oleh GERCHAD

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI DKI JAKARTA

Oleh GERCHAD

DKI Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi daerah pusat perekonomian dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Bertambahnya masyarakat yang ingin mencari pekerjaan di DKI Jakarta akan menjadi suatu permasalahan apabila tidak diiringi dengan perkembangan penciptaan lapangan pekerjaan. Untuk itu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di DKI Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di DKI Jakarta. Variabel yang digunakan untuk mengetahui hubungan terhadap kesempatan kerja dalam penelitian ini adalah variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi (I) dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) DKI Jakarta dengan runtun waktu tahun 2001-2011.

Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk keperluan estimasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB, I dan UMP secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta. Secara parsial hubungan variabel PDRB, I dan UMP sesuai dengan hipotesis yang digunakan dimana PDRB dan Investasi berpengaruh positif, dan UMP berpengaruh negatif. Hanya saja pengaruh investasi terhadap kesempatan kerja tidak signifikan.

Kata Kunci : Kesempatan Kerja, Produk Domestik Regional Bruto, Investasi ,Upah Minimum Provinsi dan Ordinary Least Square (OLS)


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ……….. 10

C. Tujuan Penelitian ……… 11

D. Manfaat Penelitian……… .... 11

E. Kerangka Pemikiran ……… 12

F. Hipotesis Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ………....……….………….. 14

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ………... 14

1.

Teori - teori Utama Pembangunan Ekonomi ... 14

1.1.Model Pertumbuhan Harrod-Domar ... 14

1.2.Model Pertumbuhan Neo-klasik (Robert Solow) ... 16

B. Definisi Ketenagakerjaan ... 19

C. Teori Ketenagakerjaan ………... 21


(7)

2. Teori Klasik J.B. Say ... 21

3. Teori Keynes ... 22

4. Teori Harrord-Domar ... 23

D. Keseimbangan Tenaga Kerja ... 24

E. Teori Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ... 26

F. Produk Domestik Regional Bruto.………... 28

1. Metode Perhitungan PDRB ... 28

1.1.Pendekatan Produksi ... 28

1.2.Pendekatan Pendapatan ... 29

1.3.Pendekatan Pengeluaran ... 30

2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan ... 30

G. Investasi ………... 30

1. PMA ………... 32

2. PMDN ...………... 33

H. Upah Minimum Provinsi………... 34

I. Penelitian Terdahulu ……….... 36

III. METODE PENELITIAN ……… 43

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 43

B. Jenis dan Sumber Data ……… 43

C. Definisi Variabel Operasional ………... 44

D. Metode Analisis ………... 45

E. Pengujian Asumsi Klasik ……… 47

1. Uji Multikolinieritas ………... 47


(8)

3. Uji Autokorelasi ... 49

4. Uji Normalitas ... 50

F. Pengujian Hipotesis ... 50

1. Uji parsial (Uji t) ... 50

2. Uji Serempak (Uji F) ... 52

3. Koefisien Determinasi (R2 ) ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 56

1.1.Hasil Uji Multikolinieritas ... 56

1.2.Hasil uji Heterosekdastisitas ... 57

1.3.Hasil Uji Autokorelasi ... 58

1.4.Hasil Uji Normalitas ... 59

2. Hasil Uji Hipotesis ... 60

1.1.Hasil Uji Parsial (Uji t) ... 60

1.2.Hasil Uji Serempak (Uji F) ... 62

1.3.Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 63

B. Pembahasan ... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata dirasakan oleh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan kemampuan antar daerah, serta struktur perekonomian yang seimbang. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan dari pembangunan ekonomi suatu negara adalah dilihat dari

kesempatan kerja yang diciptakan dari pembangunan ekonomi (Suharsono Sagir, 2000).

Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengurus secara komprehensif mengenai keadaan dan permasalahan daerah yang dihadapi dalam proses pembangunan. Implikasi otonomi daerah diharapkan dapat menjadi lebih baik dalam hal pembangunan yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dibandingkan dengan masa sebelum otonomi daerah.


(10)

Salah satu implikasi dari pemberlakuan otonomi daerah dalam pembangunan ekonomi yakni adanya kemampuan daerah untuk meningkatkan penciptaan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan masyarakat yang merata sehingga menjadi indikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam pelaksanaan

pembangunan wilayah di Indonesia tidak terkecuali provinsi DKI Jakarta. Oleh karenanya, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah pada khususnya, semenjak diberlakukannya otonomi daerah pada awal tahun 2001, provinsi DKI Jakarta merencanakan prioritas pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Kesempatan kerja tergantung pada beberapa faktor, di antaranya : pertumbuhan output, tingkat upah dan harga harga dari faktor produksi lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara pertumbuhan output dengan peningkatan jumlah kesempatan kerja dapat digambarkan lewat hubungan antara pasar barang dengan pasar tenaga kerja. Apabila di semua pasar terjadi peningkatan output, maka secara agregat terjadi pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi akan mendorong adanya pertumbuhan kesempatan kerja. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan kesempatan kerja

(Tambunan 2001).

Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per kapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor


(11)

penentu lainnya yang mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia.

Sumber :BPS Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012.

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Ekonomi (%) DKI Jakarta dan Nasional.

DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia masih menjadi wilayah pusat perekonomian Indonesia. Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat dari laju pertumbuhannya, DKI Jakarta lebih besar dari rata-rata laju pertumbuhan

ekonomi nasional. Selama tahun 2007 – 2011 terlihat pertumbuhan ekonomi yang bergerak secara fluktuatif, pada tahun 2007 laju pertumbuhan DKI Jakarta sebesar 6,44% kemudian mengalami penurunan selama 2 tahun berturut-turut, setelah itu pada tahun 2010 dan 2011 mengalami peningkatan kembali bersama-sama dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta berada pada angka 6,71persen sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional berada pada angka 6,5 persen.

6.44

6.23

5.02

6.5 6.71

6.28 6.06 4.5 6.1 6.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8

2007 2008 2009 2010 2011

DKI Jakarta


(12)

Pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja (Arsyad, 1999).

Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 DKI Jakarta Tahun 2001-2011.

Tahun PDRB Pertumbuhan

(Jutaan Rupiah) (%)

2001 238.656.138 4,74

2002 250.331.157 4,89

2003 263.624.242 5,31

2004 278.524.822 5,65

2005 295.270.544 6,01

2006 312.826.713 5,95

2007 332.971.255 6,44

2008 353.723.391 6,23

2009 371.469.499 5,02

2010 395.633.575 6,50

2011 422.162.571 6,71

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta,berbagai tahun (diolah).

Berdasarkan data yang dapat dilihat di Tabel 1.1, PDRB DKI Jakarta mengalami peningkatan sepanjang tahun 2001-2011. Peningkatan tersebut bergerak secara fluktuatif dan menunjukkan pertumbuhan dan kemajuan dalam perekonomian. Pada tahun 2001 PDRB DKI Jakarta sebesar Rp. 238.656.138.000.000 dan meningkat secara signifikan sampai tahun 2005 serta menghasilkan pertumbuhan yang terus bergerak naik. Peningkatan secara drastis dapat dilihat pada tahun 2010 dan 2011 yaitu sebesar 395.633.575.000.000 dan 422.162.571.000.000.


(13)

Meningkatnya perekonomian di DKI Jakarta tentunya tidak terlepas peranan investasi dan stok modal yang tersedia. Karena kegiatan investasi memungkinkan masyarakat suatu daerah untuk terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesempatan kerja serta meningkatkan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000).

Tumbuhnya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran, dengan demikian terjadi penambahan output dan pendapatan baru pada faktor produksi tersebut akan menambah output nasional sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi.

Hal serupa juga disampaikan oleh Tambunan (2001) yang menjelaskan bahwa investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi (sustainable development), atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kegiatan produksi menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar.

Penanaman modal yang dilakukan pihak swasta baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri, diharapkan dapat memacu ekonomi dan akan menciptakan multiplier effect, di mana kegiatan tersebut akan merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan memperluas kesempatan kerja dan meringankan masyarakat.


(14)

Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah, sedangkan penurunan nilai investasi akan berdampak terhadap berkurangnya aktivitas usaha dari pelaku bisnis. Berkurangnya aktivitas usaha ini sekaligus juga akan berdampak terhadap berkurangnya penggunaan tenaga kerja dan

menurunkan kesempatan kerja.

Pentingnya peranan investasi dalam meningkatkan perekonomian dan kesempatan kerja mendorong pemerintah dan swasta berupaya untuk menghimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan mendorong terciptanya penanaman modal, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) karena pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta.

Tabel 2. Perkembangan Investasi PMDN dan PMA di DKI Jakarta Tahun 2001-2011.

Tahun PMDN (Juta Rp) PMA (Ribu US $) Proyek Investasi Proyek Investasi

2001 45 5.752.926 487 313.475

2002 44 2.225.941 561 1.234.429

2003 44 3.343.950 514 5.395.705

2004 35 4.173.915 592 1.867.972

2005 24 2.546.000 364 3.267.000

2006 29 3.088.000 330 1.472.000

2007 34 4.218.000 365 4.680.000

2008 34 1.837.000 434 9.928.000

2009 35 9.694.000 433 5.511.000

2010 86 4.598.517 886 6.428.732

2011 89 9.256.404 1.148 4.824.000


(15)

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat perkembangan investasi yang mencakup PMA dan PMDN di DKI Jakarta tahun 2001-2011 sangat berfluktuatif. Peningkatan PMDN yang signifikan terjadi pada tahun 2009 dari jumlah 35 proyek yang ditanam investor dalam negeri bernilai 9.694.000 (dalam jutaan rupiah), pada tahun yang sama dari jumlah 433 proyek yang ditanam investor asing bernilai 5.511.000 (dalam US $). Sedangkan peningkatan signifikan di PMA terjadi pada tahun 2008 dari jumlah 434 proyek yang ditanam investor asing bernilai 9.928.000 (dalam US $), pada tahun yang sama dari jumlah 34 proyek yang ditanam investor dalam negeri bernilai 1.837.000 (dalam jutaan rupiah).

Kebijakan upah minimum merupakan sistem pengupahan yang telah banyak diterapkan di beberapa negara, yang pada dasarnya bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, upah minimum merupakan alat proteksi bagi pekerja untuk

mempertahankan agar nilai upah yang diterima tidak menurun dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, sebagai alat proteksi bagi perusahaan untuk mempertahankan produktivitas pekerja (Gianie, 2009).

Tabel 3 Perkembangan UMP Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2011. Tahun Upah Minimum Provinsi (UMP) Peningkatan (%)

2001 Rp 426.257 -

2002 Rp 591.266 0,28

2003 Rp 631.554 0,06

2004 Rp 671.550 0,06

2005 Rp 771.843 0,13

2006 Rp 819.100 0,06

2007 Rp 900.560 0,09

2008 Rp 972.604 0,07

2009 Rp 1.069.865 0,09

2010 Rp 1.118.009 0,04

2011 Rp 1.290.000 0,13


(16)

UMP DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun 2001-2011, rata-rata tingkat peningkatan UMP selama 2001-2011 adalah sebesar 10,22 setiap tahunnya. Peningkatan UMP yang terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp.591.266 yang naik sebanyak 28 dari tahun 2011. Pada tahun 2011 UMP di DKI Jakarta sebesar Rp 1.290.000 yang naik sebanyak 13 dari tahun 2010.

Tenaga kerja merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah satu sasaran utama

pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Upaya pembangunan pada setiap negara selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan berusaha agar setiap penduduknya dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan).

Tabel 4. Penduduk DKI Jakarta Berusia 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Tahun 2006-2011.

Tahun

Jenis Kegiatan Persentase

% Bekerja

Mencari Pekerjaan

Bukan Angkatan

Kerja Total

2006 3.531.799 590.022 2.449.913 6.571.734 53,74 2007 3.842.944 552.380 2.371.599 6.766.923 56,79 2008 4.191.966 580.511 2.176.604 6.949.081 60,32 2009 4.118.390 569.337 2.351.354 7.039.081 58,50 2010 4.689.761 582.843 2.500.208 7.772.812 60,33 2011 4.588.418 555.408 2.271.861 7.415.687 61,87

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta 2012.

Dari Tabel 1.4 terlihat bahwa jumlah Penduduk DKI Jakarta yang berada dalam usia kerja (usia 15 tahun keatas) mengalami peningkatan yang cukup signifikan


(17)

sejak tahun 2006. Sedangkan penduduk usia kerja yang terhitung sebagai bukan angkatan kerja mengalami perubahan yang fluktuatif sejak tahun 2006-2011. Penduduk usia kerja yang bekerja (kesempatan kerja) sejak tahun 2006-2008 mengalami peningkatan yang cukup drastis dan kesempatan kerja terbanyak pada tahun 2010.

Pada kurun waktu yang sama kita lihat di Gambar 1.2 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (perbandingan antara jumlah pengangguran terbuka dengan jumlah angkatan kerja) yang terus menurun. Penurunan tingkat pengangguran terbuka yang sangat drastis terlihat pada tahun 2007. Namun sampai saat ini tingkat pengangguran terbuka DKI Jakarta masih berada pada angka diatas 10.

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta 2012 (data diolah).

Gambar 2. Diagram Tingkat Pengangguran Terbuka DKI Jakarta 2006-2011

DKI Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi daerah pusat perekonomian dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Bertambahnya masyarakat yang ingin mencari pekerjaan di DKI Jakarta akan menjadi suatu permasalahan apabila tidak diiringi dengan perkembangan penciptaan lapangan pekerjaan.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

2006 2007 2008 2009 2010 2011

14,31%

12,57% 12,16% 12,14%


(18)

Berdasarkan fenomena perekonomian yang telah dijelaskan, maka dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah di DKI Jakarta yang berkesinambungan dan sinergis serta mencapai Visi Pembangunan DKI Jakarta 2007-2012

“JAKARTA YANG NYAMAN DAN SEJAHTERA UNTUK SEMUA”

diperlukan upaya yang maksimal dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.

Upaya meningkatkan kesempatan kerja dalam mendorong peningkatan aktivitas perekonomian melalui perkembangan investasi dan PDRB serta ketetapan upah yang mendorong terjadinya keseimbangan di pasar tenaga kerja merupakan upaya yang dapat dilakukan guna menyelesaikan permasalahan perekonomian yang menghambat keberhasilan pembangunan DKI Jakarta. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI DKI JAKARTA”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011?

2. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011?

3. Bagaimana pengaruh Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011?


(19)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011. 2. Menganalisis pengaruh Investasi terhadap Kesempatan Kerja di DKI

Jakarta pada tahun 2001-2011.

3. Menganalisis pengaruh Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai :

1. Dapat dijadikan sebagai pelatihan intelektual yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta meningkatkan kompetensi dalam disiplin ilmu yang dipelajari.

2. Dapat digunakan oleh pemerintah dalam pertimbangan perencanaan strategi pembangunan ekonomi di DKI Jakarta serta membantu

pemerintah dalam melakukan kajian untuk menciptakan kesempatan kerja. 3. Dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi peneliti lainnya agar dapat

memberikan konstribusi yang positif bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(20)

E. Kerangka Pemikiran

Tenaga kerja merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Hubungan antara pertumbuhan output dengan peningkatan jumlah kesempatan kerja dapat digambarkan lewat hubungan antara pasar barang dengan pasar tenaga kerja. Apabila di semua pasar terjadi peningkatan output, maka secara agregat terjadi pertumbuhan ekonomi. pertumbuhan ekonomi akan mendorong adanya pertumbuhan kesempatan kerja. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang digambarkan melalui peningkatan PDRB, maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan kesempatan kerja.

Teori Harrord-Domar menyatakan bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar tersebut membutuhkan jumlah tenaga kerja yang besar pula, di mana dalam kondisi seperti ini diasumsikan bahwa tenaga kerja meningkat secara geometris dan selalu full employment.

Secara teoritis permintaan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat upah. Undang-undang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja di DKI Jakarta. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesempatan kerja dalam penelitian ini antara lain PDRB, Investasi dan UMP. Alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut :


(21)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka dan berbagai hasil kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

a. Diduga PDRB berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

b. Diduga Investasi berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

c. Diduga UMP berpengaruh negatif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

Investasi (I)

Upah Minimum Provinsi (UMP)

Kesempatan Kerja Produk Domestik Regional


(22)

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Para ahli ekonomi mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai

pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur corak kegiatan ekonomi. Sedangkan istilah pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai

perkembangan fisik produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara (Sukirno 2006).

1. Teori Utama Pembangunan Ekonomi

1.1.Model Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Alasan mengapa Harrod dan Domar menetapkan investasi sebagai kunci pertumbuhan ekonomi adalah karena investasi memiliki sifat ganda sebagai berikut (Jhingan, 1990) : Pertama, ia menciptakan pendapatan, dan kedua, ia memperbesar kapasitas produksi

perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Bila kita asumsikan bahwa ada hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok modal secara keseluruhan, atau K, dengan GDP, atau Y. Maka hal itu berarti bahwa setiap tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk dalam bentuk investasi baru akan


(23)

menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GNP (P. Todaro, 2000). Hubungan tersebut dikenal dengan rasio modal-output.

Melalui penetapan k sebagai rasio modal output, s sebagai rasio tabungan nasional yang menjadi bagian dari output nasional, dan bahwa jumlah investasi (I) baru yang besarnya ditentukan oleh jumlah tabungan total (S). Maka dapat disusun model pertumbuhan ekonomi sebagai berikut (P. Todaro, 2000) :

1) Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y). Oleh karena itu, kita pun dapat menuliskan hubungan tersebut dalam bentuk persamaan yang sederhana : S = sY ... (2.1)

2) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang dapat diwakili oleh ΔK, sehingga kita dapat menuliskan persamaan sederhana kedua sebagai berikut :

I = ΔK ...... (2.2)

Akan tetapi, karena jumlah stok modal K mempunyai hubungan

langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka :

= k atau

= k ... (2.3) atau, akhirnya

ΔK = k. ΔY ... (2.4)

3) Terakhir, mengingat jumlah keseluruhan dari tabungan nasional (S) harus sama dengan keseluruhan investasi (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut :


(24)

Jadi, jika persamaan-persamaan di atas diringkas akan menjadi : S = I ... (2.6)

s.Y = k. ΔY ...... (2.7) = ... (2.8)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan nasional yang ditunjukkan oleh besarnya GNP (ΔY/Y) ditentukan oleh rasio tabungan nasional (s) dan rasio modal-output nasional (k) secara bersamaan.

Apabila lingkupnya adalah suatu region atau daerah, maka GNP digantikan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang besarnya ditentukan oleh rasio tabungan daerah (s) dan rasio modal-output daerah (k) secara bersamaan.

1.2.Model Pertumbuhan Neo-klasik (Robert Solow)

Liberalisasi pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal. Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan GNP, hal tersebut sama dengan penambahan tingkat tabungan domestik, yang pada

gilirannya akan meningkatkan rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal. Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan neo-klasik Solow memakai fungsi agregat standar (P. Todaro dan Stephen C. Smith, 2003) :


(25)

Dimana :

Y = Produk Domestik Bruto;

K = stok modal fisik dan modal manusia; L = adalah tenaga kerja

A = produktivitas tenaga kerja;

α = elastisitas output terhadap modal (persentase kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal manusia)

Menurut teori pertumbuhan neo-klasik tradisional (traditional neoclasiccal growth theory), pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor : kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi), serta penyempurnaan teknologi (P. Todaro dan Stephen C. Smith, 2003). Suatu negara atau wilayah yang mengadakan hubungan perdagangan dan kerjasama investasi dengan negara-negara lain pasti akan mengalami konvergensi dan

peningkatan pendapatan per kapita karena arus modal akan masuk dari negara atau wilayah yang kaya ke negara atau wilayah yang miskin.

B. Definisi Ketenagakerjaan

Secara umum tenaga kerja (manpower) atau penduduk usia kerja (UK) diartikan sebagai penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun keatas) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Menurut Dumairy tenaga kerja adalah penduduk yang berumur


(26)

pada batas usia kerja, dimana batas usia kerja setiap negara berbeda-beda (Dumairy, 1996).

Hal serupa juga dinyatakan Simanjuntak (2001) yang menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga dengan batasan umur 15 tahun. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Sitanggang dan Nachrowi (2004) yang menyatakan bahwa tenaga kerja adalah sebagian dari keseluruhan penduduk yang secara potensial dapat menghasilkan barang dan jasa.

Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang memiliki tunjangan di hari tua yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai perusahaan swasta. Untuk golongan inipun, pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Oleh sebab itu mereka yang telah mencapai usaha pensiun biasanya tetap masih harus bekerja sehingga mereka tetap digolongkan sebagai tenaga kerja (Payaman Simanjuntak, 2001).

Pada statistik Indonesia sejak tahun 1971 batas usia kerja adalah seseorang yang sudah berumur 10 tahun atau lebih, namun sesuai dengan Konversi ILO

(International Labor Organization) semenjak dilaksanakan Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) tahun 2001 batas usia kerja yang semula 10 tahun atau lebih dirubah menjadi 15 tahun atau lebih. Konsep tersebut membagi penduduk menjadi dua kelompok yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja.


(27)

Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang belum bekerja namun siap untuk berkerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku (Suparmoko, 2002). Dalam hal ini adalah penduduk yang kegiatan utamanya selama seminggu yang lalu bekerja (K), atau sedang mencari pekerjaan (MP). Untuk kategori bekerja apabila minimum bekerjaselama 1 jam selama seminggu yang lalu untuk kegiatan produktif sebelum pencacahan dilakukan. Sedangkan mencari pekerjaan adalah seseorang yang kegiatan utamanya sedang mencari pekerjaan, atau sementara sedang mencari pekerjaan dan belum bekerja minimal 1 jam selama seminggu yang lalu.

Jadi angkatan kerja dapat diformulasikan melalui persamaan identitas sebagai berikut: AK = K + MP. Penjumlahan angka-angka angkatan kerja dalam bahasa ekonomi disebut sebagai penawaran angkatan kerja (labour supply). Sedangkan penduduk yang berstatus sebagai pekerja atau tenaga kerja termasuk ke dalam sisi permintaan (labour demand).

Bukan Angkatan Kerja (unlabour force), adalah penduduk yang berusia kerja (15 tahun ke atas) yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan sedang mencari kerja, yaitu : orang-orang yang kegiatannya sekolah (pelajar,mahasiswa), mengurus rumah tangga serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan

imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan,penderita cacat yang independen). Jadi jumlah usia kerja (UK) apabila dilihat melalui persamaan identitas adalah sebagai berikut:


(28)

Tingkat pengangguran (unemployment rate), adalah angka yang menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja sedang aktif mencari pekerjaan, yaitu membandingkan jumlah orang yang mencari pekerjaan dengan jumlah angkatan kerja. Tingkat pengangguran (TP) dapat dirumuskan sebagai berikut: TP=MP/AK x 100%.

Tingkat Pengangguran Alamiah ( natural rate of unemployment ) adalah keadaan yang menunjukkan adanya tingkat pengangguran rata-rata yang berfluktasi. Tingkat Pengangguran alamiah bisa dipandang sebagai tingkat pengangguran yang mempengaruhi gravitasi perekonomian dalam jangka panjang, dengan adanya ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja yang menyulitkan pekerja dari proses perolehan pekerjaaan dengan segera.

Kesempatan kerja secara umum diartikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut secara aktif dalam kegiatan perekonomian.

Kesempatan kerja menurut BPS adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja atau disebut pula pekerja. Bekerja yang dimaksud disini adalah paling sedikit satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu

Berikut beberapa definisi lain mengenai kesempatan kerja:

Esmara (1986), kesempatan kerja dapat diartikan sebagai jumlah penduduk yang bekerja atau orang yang sudah memperoleh pekerjaan, semakin banyak orang yang bekerja semakin luas kesempatan kerja.


(29)

Sagir (2000), memberi pengertian kesempatan kerja sebagai lapangan usaha atau kesempatan kerja yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi, dengan demikian kesempatan kerja mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan kesempatan kerja juga dapat diartikan sebagai partisipasi dalam pembangunan.

C. Teori Ketenagakerjaan 1. Teori Klasik Adam Smith

Adam Smith (1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

2. Teori Klasik J.B. Say

Jean Baptise Say (1767-1832) mengatakan bahwa setiap penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri (supply creates its own demand). Pendapat Say ini disebut Hukum Say (Say’s Law). Hukum Say didasarkan pada asumsi bahwa nilai produksi selalu sama dengan pendapatan. Tiap ada produksi akan ada pendapatan, yang besarnya sama dengan nilai produksi tadi. Dengan demikian dalam keadaan keseimbangan, produksi cenderung menciptakan permintaannya sendiri akan produksi barang yang bersangkutan.


(30)

Berdasarkan asumsi seperti ini ia menganggap bahwa peningkatan produksi akan selalu diiringi oleh peningkatan pendapatan, yang akhirnya akan diiringi pula oleh peningkatan permintaan.

3. Teori Keynes

John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.

Menurut Keynes, kegiatan perekonomian tergantung pada segi permintaan, yaitu tergantung kepada perbelanjaan atau pengeluaran agregat yang dilakukan

perekonomian pada suatu waktu tertentu. Diartikan dengan pengeluaran agregat adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membeli barang dan jasa yang

dihasilkan oleh sesuatu perekonomian dalam suatu periode tertentu, dan hanya bisa diukur untuk suatu tahun tertentu.

Semakin besar pembelanjaan agregat (permintaan agregat) yang dilakukan dalam perekonomian, semakin tinggi tingkat kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja yang dicapai. Permintaan agregat yang wujudnya tidak selalu mencapai tingkat permintaan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Oleh sebab itu, pengangguran akan selalu berlaku. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu memengaruhi permintaan agregat.

Dalam hal ini, diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara output nasional dan kesempatan kerja nasional. Apabila pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan


(31)

maka kesempatan kerja mengalami kenaikan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan maka kesempatan kerja pun akan mengalami penurunan.

Pandangan mainstream economy terhadap permintaan tenaga kerja adalah sebagaimana permintaan terhadap faktor produksinya, dianggap sebagai permintaan turunan (derived demand), yaitu penurunan dari fungsi perusahaan. Meskipun fungsi perusahaan cukup bervariasi, meliputi memaksimumkan keuntungan, memaksimumkan penjualan atau perilaku untuk memberikan kepuasan kepada konsumen, namun maksimisasi keuntungan sering dijadikan dasar analisis dalam menentukan penggunaan tenaga kerja.

Mempertimbangkan hal tersebut (maksimisasi keuntungan), dan dengan asumsi perusaha beroperasi dalam sistem pasar persaingan, maka perusahaan cenderung untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja (ValueMarginal Product of Labor, VMPL). VMPL

menunjukkan tingkat upah maskimum yang mau dibayarkan oleh perusahaan agar keuntungan perusahaan maksimum.

4. Teori Harrord-Domar

Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul


(32)

D. Keseimbangan Tenaga Kerja

Penentuan jumlah pekerja yang akan digunakan dalam kegiatan ekonomi

diperlukan analisis mengenai pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja tercipta karena adanya proses penempatan atau hubungan kerja yang meliputi permintaan dan penyediaan tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja menjelaskan berapa banyak perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja Permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah pada periode tertentu. Permintaan tenaga kerja ini bertujuan untuk membantu proses produksi. Jadi besarnya permintaan tenaga kerja tergantung dari output yang dihasilkan. Permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan (Simanjuntak, 2001).

Penawaran tenaga kerja tergantung dari jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memilih masuk angkatan kerja, jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja dan upah pasar. Bagi pekerja upah adalah salah satu alat untuk meningkatkan daya beli dan meningkatkan kesejahteraan. Namun, bagi perusahaan upah mempengaruhi biaya produksi dan tingkat harga yang pada akhirnya berakibat pada pertumbuhan produksi, perluasan pasar, dan kesempatan kerja.

Teori ekonomi Neoklasik dijelaskan sifat penyediaan atau penawaran tenaga kerja dalam perekonomian yaitu :

a. Penawaran terhadap tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah meningkat.

b. Permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Ini dilukiskan dengan garis


(33)

We W1

W2

ND NS

Kelebihan Permintaan Tenaga Kerja

Kelebihan Penawaran Tenaga Kerja

Tingkat Upah

Tenaga Kerja

E

Le

Berdasarkan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neoklasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan.

Gambar 4. Keseimbangan Tenaga Kerja.

Gambar 4 kurva ND menggambarkan permintaan tenaga kerja dalam

perekonomian dan kurva NS menggambarkan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian.

Keseimbangan di pasar tenaga kerja tercapai ketika permintaan tenaga kerja di pasar adalah sama dengan penawarannya. Keadaan tersebut dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Titik E tersebut menentukan besarnya penempatan atau jumlah orang yang bekerja (L) dan tingkat upah (W). Jika terjadi


(34)

GDP riil

Pengangguran

ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja maka akan timbul masalah dalam pasar tenaga kerja.

Keseimbangan yang tercapai dapat terlihat jelas apabila kita membandingkannya dengan keadaan yang berlaku pada tingkat upah yang lain misal pada W1 atau W2. Apabila tingkat upah adalah W1 akan berlaku kelebihan penawaran kerja (berarti sebagian tenaga kerja menganggur). Apabila tingkat upah adalah W2 akan berlaku kelebihan permintaan tenaga kerja. Keadaanya menyebabkan kenaikan upah, yang seterusnya menyebabkan penawaran tenaga kerja bertambah dan permintaan tenaga kerja berkurang.

E. Teori Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Mankiw (2000), Okun seorang ahli ekonomi, memperkenalkan Hukum Okun dan menyatakan bahwa terdapat kaitan yang erat antara tingkat

pengangguran dengan GDP (Gross Domestic Product) riil, di mana terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengangguran dengan GDP riil. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesempatan kerja dengan GDP riil.

Sumber : Mankiw 2000.


(35)

Kurva Hukum Okun pada Gambar 5 menjelaskan hubungan negatif (bila satu naik, yang lain turun) antara pengangguran dan GDP riil. Secara ringkas, ini didefinisikan sebagai :

Persentase GDP Riil = 3,5% - ( 2  Tingkat Pengangguran)

Jika tingkat pengangguran tetap sama, GDP riil tumbuh sekitar 3,5 persen. Untuk setiap poin persentase tingkat pengangguran meningkat, pertumbuhan GDP riil biasanya turun sekitar 2 persen.

Sementara itu dalam Todaro 2000, dijelaskan bahwa dalam teori pertumbuhan Harrord-Domar dinyatakan bahwa secara definitif tingkat pertumbuhan output (Y) dikurangi dengan tingkat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja (Y/L) kurang lebih sama dengan pertumbuhan kesempatan kerja (L). Secara matematis hubungan-hubungantersebut dapat disajikan sebagai berikut:

=

Todaro menggunakan teori Harrod-Domar,menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya

dengan lebih mengutamakan perkembangan sektor-sektor ekonomi yang padat karya seperti sektor pertanian dan industri-industri berskala kecil. Apabila pertumbuhan ekonomi dilihat dari pertambahan output dalam bentuk GDP konstan, maka akan menghilangkan unsur inflasi di dalamnya.

Sementara itu di sisi lain inflasi ini sebenarnya dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan dapat menciptakan kesempatan kerja. Secara umum pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik


(36)

Regional Bruto (PDRB), hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah yang ditentukan oleh perubahan PDRB dengan tahun dasar tertentu secara langsung ataupun tidak langsung akan meningkatkan kesempatan kerja.

F. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Perkembangan pembangunan ekonomi secara makro dapat digambarkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang timbul dari seluruh sektor perekonomian dalam suatu wilayah.

PDRB merupakan penjumlahan dari semua barang dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Dalam hal ini PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan faktor-faktor produksi. PDRB juga merupakan jumlah dari nilai tambah yang diciptakan dari seluruh aktivitas ekonomi suatu daerah atau sebagai nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah.

PDRB digunakan untuk berbagai tujuan, tetapi yang terpenting adalah sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian (Mankiw,2007).

1. Metode Perhitungan PDRB

1.1.Pendekatan Produksi

Pendekatan dengan cara ini dimaksudkan untuk menghitung netto barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh sektor ekonomi selama setahun disemua wilayah. Barang dan jasa yang di produksi ini dimulai dari harga produsen yaitu harga yang belum termasuk biaya transport dan pemasaran karena biaya transport akan


(37)

dihitung sebagai pendapatan sektor transport, sedang biaya pemasaran akan dihitung sebagai pendapatan sektor perdagangan.

Nilai barang dan jasa pada harga produsen ini merupakan nilai produksi bruto (NPB), sebab masih termasuk didalamnya biaya-biaya barang dan jasa-jasa yang dipakai dan dibeli dari sektor lain. Untuk menghindari perhitungan dua kali (double account), maka biaya-biaya barang dan jasa-jasa harus dikeluarkan sehingga diperoleh nilai produksi netto atau disebut juga nilai tambah bruto (termasuk penyusutan dan pajak tidak langsung).

1.2.Pendekatan Pendapatan

PDRB dirumuskan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi (berupa gaji dan upah, bunga, sewa dan laba) yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun, berdasarkan pengertian diatas, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, anak keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya.

1.3.Pendekatan Pengeluaran

PDRB dihitung jumlah seluruh komponen pengeluaran akhir, meliputi

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan swasta yang tidak mencari keuntungan, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto serta ekspor netto (yaitu ekspor dikurangi impor) didalam suatu wilayah/region dengan jangka tertentu/setahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dan barang dan jasa yang diproduksi.


(38)

2. PDRB Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan

Pendapatan regional suatu propinsi dapat dipakai untuk mengukur kenaikan

tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan itu dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu: a. Kenaikan pendapatan yang benar-benar dapat menaikkan daya beli

penduduk (kenaikan riil).

b. Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, kenaikan pendapatan yang disertai kenaikan harga pasar tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan semacam ini merupakan kenaikan pendapatan yang semu (tidak riil).

Oleh karena itu berdasarkan kenyataan diatas, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (riil) maka faktor inflasi harus dieliminir. Pendapatan regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi belum dihilangkan) merupakan pendapatan regional dengan harga yang berlaku. Sedangkan pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan disebut dengan pendapatan regional atas harga konstan.

G. Investasi

Investasi merupakan pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Ketika pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi tersebut diperkirakan akan mendatangkan keuntungan berupa hasil penjualan yang lebih besar dari pengeluaran yang untuk


(39)

investasi, maka investor akan memutuskan untuk melakukan investasi atau penanaman modal (Sukirno, 2005).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, adapun tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara lain adalah untuk :

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. b. Menciptakan lapangan kerja.

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan. d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional. e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional. f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan.

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ada tiga bentuk pengeluaran investasi, yakni :

a. Investasi Tetap Bisnis (Business Fixed Investment) mencakup peralatan dan struktur yang perusahaan beli untuk proses produksi.

b. Investasi Residensial (Residential Investment) mencakup perumahan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan.


(40)

c. Investasi Persediaan (Inventory Investment) mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan di gudang termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi (Mankiw, 2000).

Menurut definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS), pembentukan modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru (bukan barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik).

Berdasarkan dari sumber kepemilikan modal, maka investasi dapat dibagi menjadi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN).

1. Penanaman Modal Asing (PMA)

PMA adalah penanaman modal asing yang dilakukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dan menanggung segala resiko penanaman modal tersebut secara langsung. Modal asing itu sendiri adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak berasal dari kekayaan devisa Indonesia.

Dalam Salvatore (1997), dijelaskan bahwa PMA terdiri atas:

a. Investasi portofolio (portfolio investment), yakni investasi yang melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya


(41)

berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya.

b. Investasi asing langsung (foreign direct investment), merupakan PMA yang meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata berupa

pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, dan sebagainya.

2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

PMDN adalah penggunaan modal dalam negeri baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha. Modal dalam negeri adalah modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional, atau swasta asing.

Upaya dalam mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi dalam negeri, meliputi pengeluaran atau pembelanjaan untuk:

a. Seluruh nilai pembelian para pengusaha dalam negeri atas barang modal dan membelanjakan untuk mendirikan industri-industri. b. Pengeluaran masyarakat untuk mendirikan tempat tinggal.

c. Pertambahan dalam nilai stok barang-barang perusahaan yang sumber pengadaannya berasal dari modal domestik berupa bahan mentah, barang yang belum diproses dan barang jadi.


(42)

H. Upah Minimum Provinsi

Upah Minimum Provinsi adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai,

karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum.

Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).

Pemerintah Indonesia berusaha untuk menetapkan upah minimum yang sesuai dengan standar kelayakan hidup melalui suatu kebijakan pengupahan. Upah minimum yang ditetapkan pada masa lalu didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum, dan selanjutnya didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). KHM ini adalah 20 persen lebih tinggi dalam hitungan rupiah jika dibandingkan dengan Kebutuhan Fisik Minimum.


(43)

Peraturan UU No. 13/2003, menyatakan bahwa upah minimum harus didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak, akan tetapi perundangan ini belum sepenuhnya diterapkan, sehingga penetapan upah minimum tetap didasarkan pada KHM.

Menurut Sulistiawati (2012), Kelayakan suatu standar upah minimum didasarkan pada kebutuhan para pekerja sesuai dengan kriteria di bawah ini:

a. Kebutuhan hidup minimum (KHM). b. Index Harga Konsumen (IHK).

c. Kemampuan perusahaan, pertumbuhannya dan kelangsungannya. d. Standar upah minimum di daerah sekitar.

e. Kondisi pasar kerja.

f. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita.

Munculnya ketentuan upah minimum akan mendorong terjadinya distorsi dalam pasar tenaga kerja. Artinya dengan ketentuan upah minimum, maka buruh mempunyai kekuatan monopoli yang cenderung melindungi buruh yang telah bekerja dalam industri itu. Kekuatan serikat buruh yang cenderung

memaksimumkan pendapatan dari buruh yang ada akan mendiskriminasi

pendatang baru dalam pasar tenaga kerja. Pandangan serupa valid dalam kondisi di mana perusahaan tidak mempunyai kekuatan monopsoni untuk menekan buruh. Model lain yang sejalan dengan model neoklasik adalah model dual economy yang mengasumsikan perekonomian (pasar tenaga kerja) tersegmentasi menjadi sektor formal dan sektor informal. Penetapan upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal atau dalam model yang dinamis, minimal akan mengurangi tingkat penciptaan lapangan kerja (Ikhsan, 2010).


(44)

Teori upah efisiensi (efficiency-wage) merupakan teori yang menghubungkan antara produktivitas atau efisiensi pekerja dengan upah yang mereka terima. Teori ini menyatakan bahwa upah tinggi membuat pekerja lebih produktif. Jadi,

meskipun pengurangan upah akan menurunkan tagihan upah perusahaan, itu akan juga menurunkan produktivitas pekerja dan laba perusahaan. Teori upah efisiensi pertama menyatakan upah mempengaruhi kesehatan. Teori upah efisiensi kedua menyatakan upah tinggi mengurangi perputaran tenaga kerja. Teori upah efisiensi ketiga menyatakan kualitas rata-rata tenaga kerja perusahaan bergantung pada upah yang dibayar ke karyawannya. Teori upah efisiensi keempat menyatakan upah tinggi memperbaiki upaya pekerja (Mankiw, 2007).

I. Penelitian Terdahulu

a. Penelitian Elnopembri (2007), dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kecil Di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat Tahun 1990-2004. Metode analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dalam bentuk semi-log. Variabel yang digunakan berupa variabel terikat jumlah tenaga kerja industri kecil, dan variabel bebas Upah Minimum Regional (UMR), tingkat suku bunga investasi kredit Bank Pemerintah Daerah, tingkat suku bunga kredit investasi bank persero pemerintah di daerah, dan nilai produksi industri kecil di kabupaten Tanah Datar. Data yang digunakan adalah data sekunder runtut waktu (time series) dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2004.


(45)

Hasil analisis regresi menunjukan bahwa upah minimum regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil. Tingkat suku bunga kredit investasi Bank

Pemerintah Daerah dan Bank Persero Pemerintah di daerah sama-sama memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil artinya peningkatan suku bunga kredit hanya akan mengakibatkan turunnya permintaan tenaga kerja industri kecil. Nilai produksi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil. Ekspansi yang dilakukan industri kecil dengan menciptakan akses pasar akan mendorong peningkatan produksi sehingga berdampak terciptanya lapangan kerja baru.

b. Penelitian Wicaksono (2009), dengan judul Analisis Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah Riil, Suku Bunga Riil, dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga kerja Pada Industri Pengolahan Sedang Dan Besar Di Indonesia Tahun 1990-2008. Metode Penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dalam bentuk semi-log. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini berupa variabel terikat jumlah tenaga kerja yang bekerja industri pengolahan dan variabel bebas PDB industri pengolahan, suku bunga riil, upah riil, dan jumlah unit usaha. Data dengan runtun waktu tahun 1990-2008.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel PDB industri dan upah rill berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga


(46)

kerja industri pengolahan. Variabel suku bunga riil dan jumlah unit usaha tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri

pengolahan.

c. Penelitian Nainggolan (2009), dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan adalah Metode Generalized Least Square (GLS) dengan Random Effek Model (REM). Variabel yang digunakan berupa variabel bebas Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota, Tingkat Bunga Kredit, Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi (UMK) dan variabel terikat kesempatan kerja. Data dengan runtun waktu tahun 2002-2007.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota berpengaruh positif sebesar 76,38 persen dan signifikan, Tingkat Bunga Kredit berpengaruh negatif sebesar 7,29 persen dan tidak signifikan, Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) berpengaruh negatif sebesar 53,06 persen dan signifikan, terhadap kesempatan bekerja pada kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.

d. Penelitian Dimas dan Woyanti (2009) dengan judul Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta. Metode analisis yang dipakai adalah metode analisis metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS).


(47)

dan PDRB. Variabel terikat adalah jumlah tenaga kerja. Dengan kurun waktu tahun 1990-2004.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB, tingkat upah dan investasi riil secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. Sedangkan secara parsial, PDRB berpengaruh positif dan siginfikan, tingkat upah dan investasi riil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta.

e. Edyan Rachman (2005) dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di DKI Jakarta. Metode analisis yang dipakai adalah metode analisis metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square OLS). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini berupa variabel terikat yaitu tenaga kerja dan variabel bebas yaitu Produk Domestik Regional Bruto, Investasi, Upah Minimum Provinsi (UMP) serta Jumlah Angkatan Kerja di DKI Jakarta. Dengan data runtun waktu tahun 1982-2003.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama PDRB, investasi, UMP, dan angkatan kerja berpengaruh terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta. Secara parsial, investasi berpengaruh negatif, PDRB dan angkatan kerja berpengaruh positif, dan UMP berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja.


(48)

Tabel 5. Penelitian Terdahulu.

No Peneliti Judul Metode Hasil

1. Elnopembri Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kecil di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat Tahun 1990-2004. Regresi OLS

UMR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil.

Tingkat suku bunga kredit investasi Bank Pemerintah Daerah dan Bank Persero Pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil.

Nilai produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri kecil.

2. Rezal Wicaksono

Analisis Pengaruh PDB Sektor Indutri, Upah Riil, Suku Bunga Riil, Dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Regresi OLS

Variabel PDB industri dan upah rill berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri pengolahan. Variabel suku bunga riil dan jumlah unit usaha tidak mempengaruhi penyerapan tenaga kerja industri pengolahan.


(49)

Sedang Dan Besar Di

Indonesia Tahun 1990-2008.

3. Indra Oloan Nainggolan Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara GLS dengan Random Effek Model (REM) PDRB Kabupaten/Kota berpengaruh positif 76,38% dan signifikan. UMK

berpengaruh negatif 53,06% dan signifikan. Tingkat Bunga Kredit berpengaruh negatif 7,29% dan tidak signifikan terhadap kesempatan bekerja pada kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara

4. Dimas dan Nenik Woyanti

Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta

Regresi OLS

Secara bersama-sama PDRB, upah riil dan investasi riil berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. Secara parsial, PDRB berpengaruh positif, upah riil dan investasi riil berpengaruh negatif

terhadap penyerapan tenaga kerja.


(50)

5 Edyan Rachman

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di DKI Jakarta

Regresi OLS

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara bersama-sama PDRB, investasi, UMP, dan

angkatan kerja berpengaruh terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta.

Secara parsial, investasi berpengaruh negatif, PDRB dan angkatan kerja

berpengaruh positif, dan UMP berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja.


(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif. Definisi dari penelitian deskriptif adalah penelitian yang

menggambarkan secara mendalam tentang situasi, atau proses yang diteliti (Idrus, 2007).Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi Kesempatan Kerja dengan menggunakan pendekatan permintaan (demand). Dalam hal ini mencakup tentang pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Investasi (I) serta Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Kesempatan Kerja (KK) di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

B. Jenis dan Sumber Data

Menurut pengukurannya, penelitian ini menggunakan data kuantitatif yaitu data yang didominasi oleh angka dan mempresentasikan kuantitas dari objek yang diteliti, sedangkan menurut derajat sumbernya, penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan yang pertama) yang memiliki informasi atau data tersebut.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS)


(52)

Provinsi DKI Jakarta, Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Provinsi DKI Jakarta, dan sumber-sumber lain yang menyajikan informasi-informasi lainnya serta mendukung penelitian ini.

Data yang digunakan merupakan data runtut waktu (time series) yaitu sekumpulan observasi dalam rentang waktu tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan data kurun waktu tahun 2001-2011.

C. Definisi Variabel Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut:

a. Variabel terikat (Dependen) merupakan variabel yang nilainya tergantung pada nilai variabel lain yang merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kesempatan Kerja di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2011. Kesempatan Kerja didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang dibayar dan bekerja. Dalam satuan jiwa.

b. Variabel bebas (Independen) merupakan variabel yang nilainya

berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari :

1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Merupakan penjumlahan dari semua barang dan jasa akhir atau semua nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu

tertentu (1 tahun). Dalam penelitian ini mencakup PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2011.


(53)

Dalam satuan jutaan rupiah. 2) Investasi (I)

Merupakan pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Dalam

penelitian ini mencakup Investasi DKI Jakarta Tahun 2001-2011. Dalam satuan jutaan rupiah.

3) Upah Minimum Provinsi (UMP)

Merupakan standar upah minimum yang ditetapkan di Provinsi DKI Jakarta. Dalam penelitian ini mencakup UMP Provinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2011. Dalam satuan Rupiah.

D. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode statistika untuk keperluan estimasi. Metode yang dipakai adalah metode Ordinary Least Square (OLS), yang merupakan teknik analisa regresi yang bertujuan untuk meminimumkan kuadrat kesalahan ei sehingga nilai regresinya akan mendekati nilai yang sesungguhnya.

Alasan penggunaan metode OLS adalah karena metode ini mempunyai sifat dan karakteristik yang optimal, sederhana dalam perhitungan. Beberapa asumsi OLS adalah (Idrus) :

a. Hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas) adalah linier dalam parameter.


(54)

b. Variabel X adalah variabel tidak stokastik yang nilainya tetap. Nilai X adalah tetap untuk berbagai observasi yang berulang-ulang.

c. Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel gangguan ei adalah nol.

d. Varian dari variabel gangguan ei adalah sama (homoskedastisitas). e. Tidak ada serial korelasi antara gangguan ei atau gangguan ei atau

gangguan ei tidak saling berhubungan dengan ei yang lain. f. Variabel gangguan ei berdistribusi normal.

Dari asumsi-asumsi di atas, metode OLS memilik sifat ideal yang dikenal dengan teorema Gauss-Markov. Metode OLS ini akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linier dan mempunyai varian yang minimum (Best Linier Unbiassed Estimators = BLUE).

Analisis regresi ini menggunakan model estimasi sebagai berikut :

LOG(KK) = β0+ β1LOG(PDRB) + β2LOG(I) + β3LOG(UMP) + e Dimana :

KK : Kesempatan Kerja (Orang)

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto (Jutaan Rupiah) I : Investasi (Jutaan)

UMP : Upah Minimum Provinsi (Rupiah) β0 : Konstanta

β1,β2,β3, : Koefisien regresi


(55)

Penelitian ini menggunakan Eviews 4.1 dalam melakukan regresi untuk melihat pengaruh antara vaeiabel-variabel bebas dengan variabel terikat.

E. Pengujian Asumsi Klasik

Ada beberapa masalah yang akan terjadi dalam model regresi linier dimana secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk , untuk itu perlu melakukan uji penyimpangan klasik yang terdiri dari :

1. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana.

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat ciri-ciri yaitu adanya R2yang tinggi. Klien mengatakan bahwa multikolineritas dapat menjadi masalah bila derajat multikolinieritasnya tinggi. Jika derajatnya rendah maka multikolinieritas yang terjadi tidak terlalu serius dan tidak membahayakan bagi interprestasi hasil regresi.

Melalui metode yang dikemukakan oleh Klien, derajat kolinieritas dapat dilihat melalui koefisien determinasi parsial dari regresi antara variabel independen dengan variabel independen yang lain dipergunakan dalam metode penelitian..


(56)

Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinier adalah dengan langkah pengujian terhadap masing –masing variabel independen untuk mengetahui seberapa jauh korelasinya (r2) kemudian dibandingkan dengan R2yang didapat dari hasil regresi secara bersama variabel independen dengan variabel dependen, jika ditemukan nilai r2 melebihi nilai R2 pada model penelitian, maka dari model persamaan tersebut terdapat multikolinieritas, dan sebaliknya jika R2 lebih besar dari semua r2 maka ini menunjukan tidak terdapatnya multikolinier pada model persamaan yang diuji.

2. Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas atau varians tak sama adalah kejadian dimana meskipun tingkat variabel dependen (Y) naik seiring dengan naiknya tingkat variabel independen (X), namun varians dari variabel dependen tidak tetap sama di semua tingkat variabel independen.

Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu ke

pengamatan lain. Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan metode White. Uji White menggunakan residual kuadrat sebagai variabel dependen, dan variabel independennya terdiri atas variabel independen yang sudah ada, ditambah dengan kuadrat variabel independen, ditambah lagi dengan perkalian variabel independen.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah dengan membandingkan besar nilai x2

- hitung (Obs*R-squared) dengan nilai x2


(57)

a. Jika nilai x2- hitung < nilai x2- tabel, maka dapat dikatakan tidak terdapat

masalah heteroskedestisitas.

b. Jika nilai x2- hitung > nilai x2- tabel, maka dapat dikatakan terdapat

masalah heteroskedastisitas.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya.

Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi hubungan korelasi kesalahan pengganggu antar periode waktu. Dalam penelitian ini digunakan metode Breusch- Godfrey atau yang biasa dikenal juga dengan metode LM (Langrange Multiplier). Kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Jika nilai Obs*R-squared > nilai X²- tabel atau nilai Probability Obs*Rsquared < 0.05, maka terjadi autokorelasi.

b. Jika nilai Obs*R-squared < nilai X²-tabel atau nilai Probability Obs*Rsquared > 0.05, maka tidak terjadi autokorelasi.


(58)

4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan eror term dan variabel-variabel baik variabel-variabel bebas maupun terikat, apakah data sudah menyebar secara normal.

Dalam penelitian ini menggunakan metode Jarque-Bera. Metode Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal.

Jika residual terdistribusi secara secara normal maka diharapkan nilai statistik JB akan sama dengan nol. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :

a. Jika nilai JB-hitung < X2 tabel, maka dapat dikatakan data berdistribusi normal.

b. Jika nilai JB-hitung > X2 tabel, maka dapat dikatakan data tidak mengikuti distribusi normal.

F. Pengujian Hipotesis

1. Uji Parsial (Uji-t)

Uji-t digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.

a. Uji t : Koefisien Regresi Parsial PDRB (X1) Ho : β1 = 0


(59)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen pertama nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t- hitung > t- tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa PDRB berpengaruh positif secara nyata (signifikan) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta. Nilai t- hitung diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

t-hitung =

Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05.

b. Uji t : Koefisien Regresi Parsial I (X2) Ho : β2 = 0

Ha : β2 > 0

Dimana b2 adalah koefisien variabel independen kedua nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X2 terhadap Y. Bila nilai t- hitung > t- tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa Investasi berpengaruh positif secara nyata (signifikan) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta. Nilai t- hitung diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

t-hitung =

Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05.


(60)

c. Uji t : Koefisien Regresi Parsial UMP (X3) Ho : β3 = 0

Ha : β3 < 0

Dimana b3 adalah koefisien variabel independen keempat nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X3 terhadap Y. Bila nilai t- hitung < t- tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa UMP berpengaruh negatif secara nyata (signifikan) terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta. Nilai t- hitung diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

t-hitung =

Kesalahan baku regresi/standar eror koefisien regresi dengan derajat kebebasan (df) = (n-k) dan tingkat keyakinan 95% atau α = 0,05.

2. Uji Serempak (Uji F)

Uji statistik F digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel independen secara serempak berpengaruh terhadap variabel dependen sehingga nantinya dapat ditentukan apakah model persamaan linear yang diajukan dapat diterima atau tidak.

Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut : H0: β1 = β2 = β3 = 0 diduga tidak ada pengaruh

Ha : β1 ≠ β2 ≠β3≠0 diduga secara bersama-sama X1, X2 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.


(61)

Nilai F- hitung diperoleh dengan rumus :

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel independen n = jumlah sampel

Kriteria pengujiannya H0: β1 = β2 = β3 = 0

Ho diterima (F hitung < F tabel) artinya variabel independen secara bersama- sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3≠0

Ha diterima (F hitung > F tabel) artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) nilainya berkisar antara 0 dan 1. semakin besar R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen.

Formula untuk mencari nilai R2adalah sebagai berikut : R2=

atau: R

2 = 1 -


(62)

Keterangan: R2

= Koefisien determinansi berganda.

SSR = Sum of Square Regression, atau jumlah kuadrat regresi, yaitu merupakan total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. SST = Sum of Square Total, atau jumlah kuadrat total, yaitu merupakan

total variasi Y.

SSE = Sum of Square Error, atau jumlah kuadrat error, yaitu merupakan total variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi.

Bila R2 = 0 artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y 100 persen dapat diterangkan oleh X. Jadi, baik atau tidaknya suatu model ditentukan oleh nilai yang memenuhi 0 < R R2 < 1.


(63)

V. KESMIPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dijelaskan di Bab IV mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kesempatan Kerja di DKI Jakarta maka dapat ditarik kesimpulan terkait tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji koefisien parsial, Produk Domestik Regional Bruto

berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

2. Berdasarkan uji koefisien parsial, Investasi berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011. Hanya saja pengaruhnya tidak dirasakan secara nyata atau tidak signifikan, hal ini disebabkan karena beberapa fenomena yang terjadi di DKI Jakarta seperti meningkatnya penggunaan teknik padat modal khususnya di sektor industri perkotaan sehingga membuat penyerapan tenaga kerja menjadi rendah dan menghambat upaya penciptaan lapangan kerja baru.

3. Berdasarkan uji koefisien parsial, Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.


(64)

4. Berdasarkan Uji Serempak. Variabel independen yaitu PDRB, I dan UMP secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011 dengan tingkat kepercayaan 95%.

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan Kesempatan Kerja di DKI Jakarta antara lain:

1. Produk Domestik Regional Bruto memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta, maka untuk meningkatkan Kesempatan Kerja pemerintah daerah diharapkan mengupayakan kinerja perekonomiannya dan mampu mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto. 2. Investasi memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap

Kesempatan Kerja di Jakarta. Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam hal kegiatan produksi barang dan jasa. Untuk itu pemerintah daerah perlu mengoptimalkan sumber daya yang ada di DKI Jakarta agar mampu menarik investor domestik dan asing. Berdasarkan beberapa fenomena yang terjadi terkait investasi dan pengaruhnya terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta tahun 2001-2011 maka pemerintah daerah perlu lebih selektif dalam memberikan izin bagi investor terkait dengan kebutuhan penyerapan tenaga kerja serta menciptakan iklim investasi yang baik.


(65)

3. Upah Minimum Provinsi memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta maka dalam hal menciptakan kesempatan kerja hendaknya pemerintah daerah terus melakukan pengawasan dan memantau implementasi upah minimum provinsi sehingga kesempatan kerja dapat ditingkatkan secara berkesinambungan.


(66)

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BP STIE YKPN.

Dimas dan Nenik Woyanti. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja Di DKI Jakarta. Semarang: Jurnal Bisnis dan Ekonomi.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Esmara, H. 1986. Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja Dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Gianie. 2009. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga kerja Berpendidikan Rendah Di Sektor Industri dan Perdagangan. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia. Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Imu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif &

Kuantitatif).Yogyakarta: UII Press.

Ikhsan, Mohammad. 2010. Upah Minimum Regional mencari jalan Tengah. Jakarta. Irawan, & M. Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Kaufman, Bruce E; Julie L. Hotchkiss. 2003. The Economics of Labor Markets. Canada: Thomson South-Western.

Jhingan, M. L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press. Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada.

Nainggolan, Indra Oloan. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana USU.

Rakhman, Taufiqur Rakhman. 2011. Analisis Struktur Perekonomian dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja DI DKI Jakarta. Bogor.

Rietvield, Piet dan Lasmono Tri Sunaryanto. 1994. 87 Masalah Pokok Dalam Regresi Berganda. Yogyakarta : Andi Offset.

Sagir, Soeharsono. 1985. Kesempatan Kerja, Ketahanan Nasional Dan Pembangunan Manusia Seutuhnya. Alumni Bandung.


(67)

Simanjuntak, P. J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta : LPFEUI. Sitanggang, Ignatia R, dan Nachrowi, Nachrowi D. 2004. 9 Sektor Pengaruh Struktur

Ekonomi Pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral : Analisis Model Demometrik di 30 Provinsi di Indonesia. Jurnal Pembangunan, Volume 5 Nomor 130-133 Juli. Jakarta: FEUI.

Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Ekonomi Modern. Edisi 2. Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suparmoko, M. 2002. Ekonomika Pembangunan. Jakarta: BPFE.

Swasono dan Sulistyaningsih.1993. Pengembangan Sumberdaya Manusia: Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di Indonesia. Jakarta: Izufa Gempita.

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Todaro, M. P., C. S. Stephen. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid 2. H.

Munandar [penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(1)

54

Keterangan: R2

= Koefisien determinansi berganda.

SSR = Sum of Square Regression, atau jumlah kuadrat regresi, yaitu merupakan total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. SST = Sum of Square Total, atau jumlah kuadrat total, yaitu merupakan

total variasi Y.

SSE = Sum of Square Error, atau jumlah kuadrat error, yaitu merupakan total variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi.

Bila R2= 0 artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2= 1, artinya variasi dari Y 100 persen dapat diterangkan oleh X. Jadi, baik atau tidaknya suatu model ditentukan oleh nilai yang memenuhi 0 < R R2< 1.


(2)

V. KESMIPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dijelaskan di Bab IV mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kesempatan Kerja di DKI Jakarta maka dapat ditarik kesimpulan terkait tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji koefisien parsial, Produk Domestik Regional Bruto

berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.

2. Berdasarkan uji koefisien parsial, Investasi berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011. Hanya saja pengaruhnya tidak dirasakan secara nyata atau tidak signifikan, hal ini disebabkan karena beberapa fenomena yang terjadi di DKI Jakarta seperti meningkatnya penggunaan teknik padat modal khususnya di sektor industri perkotaan sehingga membuat penyerapan tenaga kerja menjadi rendah dan menghambat upaya penciptaan lapangan kerja baru.

3. Berdasarkan uji koefisien parsial, Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011.


(3)

71

4. Berdasarkan Uji Serempak. Variabel independen yaitu PDRB, I dan UMP secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu Kesempatan Kerja di DKI Jakarta pada tahun 2001-2011 dengan tingkat kepercayaan 95%.

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan Kesempatan Kerja di DKI Jakarta antara lain:

1. Produk Domestik Regional Bruto memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta, maka untuk meningkatkan Kesempatan Kerja pemerintah daerah diharapkan mengupayakan kinerja perekonomiannya dan mampu mendorong dan memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto. 2. Investasi memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap

Kesempatan Kerja di Jakarta. Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam hal kegiatan produksi barang dan jasa. Untuk itu pemerintah daerah perlu mengoptimalkan sumber daya yang ada di DKI Jakarta agar mampu menarik investor domestik dan asing. Berdasarkan beberapa fenomena yang terjadi terkait investasi dan pengaruhnya terhadap kesempatan kerja di DKI Jakarta tahun 2001-2011 maka pemerintah daerah perlu lebih selektif dalam memberikan izin bagi investor terkait dengan kebutuhan penyerapan tenaga kerja serta menciptakan iklim investasi yang baik.


(4)

72

3. Upah Minimum Provinsi memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap Kesempatan Kerja di DKI Jakarta maka dalam hal menciptakan kesempatan kerja hendaknya pemerintah daerah terus melakukan pengawasan dan memantau implementasi upah minimum provinsi sehingga kesempatan kerja dapat ditingkatkan secara berkesinambungan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BP STIE YKPN.

Dimas dan Nenik Woyanti. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja Di DKI Jakarta. Semarang: Jurnal Bisnis dan Ekonomi.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Esmara, H. 1986. Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja Dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Gianie. 2009. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga kerja Berpendidikan Rendah Di Sektor Industri dan Perdagangan. Tesis.Jakarta: Universitas Indonesia. Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Imu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif &

Kuantitatif).Yogyakarta: UII Press.

Ikhsan, Mohammad. 2010. Upah Minimum Regional mencari jalan Tengah. Jakarta. Irawan, & M. Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Kaufman, Bruce E; Julie L. Hotchkiss. 2003. The Economics of Labor Markets. Canada: Thomson South-Western.

Jhingan, M. L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press. Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta :

PT. Raja Grafindo Persada.

Nainggolan, Indra Oloan. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana USU.

Rakhman, Taufiqur Rakhman. 2011. Analisis Struktur Perekonomian dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja DI DKI Jakarta. Bogor.

Rietvield, Piet dan Lasmono Tri Sunaryanto. 1994. 87 Masalah Pokok Dalam Regresi Berganda. Yogyakarta : Andi Offset.

Sagir, Soeharsono. 1985. Kesempatan Kerja, Ketahanan Nasional Dan Pembangunan Manusia Seutuhnya.Alumni Bandung.


(6)

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar dan Sumiharti [penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

Simanjuntak, P. J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta : LPFEUI.

Sitanggang, Ignatia R, dan Nachrowi, Nachrowi D. 2004. 9 Sektor Pengaruh Struktur Ekonomi Pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral : Analisis Model Demometrik di 30 Provinsi di Indonesia. Jurnal Pembangunan, Volume 5 Nomor 130-133 Juli. Jakarta: FEUI.

Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Ekonomi Modern. Edisi 2. Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suparmoko, M. 2002. Ekonomika Pembangunan. Jakarta: BPFE.

Swasono dan Sulistyaningsih.1993. Pengembangan Sumberdaya Manusia: Konsepsi Makro untuk Pelaksanaan di Indonesia. Jakarta: Izufa Gempita.

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Todaro, M. P., C. S. Stephen. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid 2. H.

Munandar [penerjemah]. Jakarta: Erlangga.

Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.