Keberhasilan model PBL dalam

25 Temuan Penelitian dan Pembahasan 1. Keberhasilan model PBL dalam meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah matematika Data pada tabel keterampilan proses pemecahan masalah mate- matika kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pemecahan masalah matematika pada kondisi awal 23,62 pada siklus 1 28,54 dan siklus 2 35.46. Temuan ini mengin- dikasikan adanya peningkatan ting- kat keterampilan proses pemecahan masalah matematika. Besaran peningkatan 20,83 pada siklus 1 dan 23,556 pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 20 ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Keberhasilan penelitian ini bermakna bahwa siswa mampu mengamati, mengukur, mengklasi- fikasi, menemukan hubungan, mem- buat prediksi, melaksanakan peneli- tian, mengumpulkan dan mengana- lisis data, menginterprestasikan data, mengkomunikasikan hasil Temuan ini sejalan dengan penelitian Siswan- tara, Manuaba Meter 2013, Wulandari, Budi Suryandari 2013, Apriani, Riska 2013 dan Lohman Finkelstein 2002.

2. Keberhasilan model PBL dalam

meningkatkan hasil belajar siswa Data pada grafik 1 hasil belajar siswa kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan kondisi awal, mean 40, pada siklus 1 mean 62,31, pada siklus 2 mean 75,38. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Besaran peningkatan 53,84 pada siklus 1 dan 84,61 pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 50 untuk siklus 1, 75 untuk siklus 2 ternyata temu- an siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Hasil Temuan ini sejalan de- ngan penelitian Siswantara, Manu- aba Meter 2013, Budi Sur- yandari 2013, Apriani, Riska 2013. Keampuhan model PBL mampu meningkatkan keterampilan pemeca- han masalah matematika dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini terbukti- nya dalam sintaklangkah pembela- jaran, 1 sintak satu memberikan orien- tasi permasalahan pada siswa terbukti siswa mampu mengamati. 2 sintak kedua Mengorganisir siswa untuk meneliti terbukti siswa mampu menga- mati. 3 sintak ketiga melakukan penyelidikan terbukti siswa meng- hitung, mengukur, mengklasifikasi, menemukan hubungan, memprediksi, melaksanakan penelitian, mengumpul- kan dan menganalisis data, mengin- terpertasikan data. 4 sintak keempat mempresentasikan hasil pemecahan 26 terbukti siswa mampu mengkomunika- sikan hasil. 5 sintak kelima meng- evaluasi proses pemecahan masalah terbukti siswa mampu mengkomuni- kasikan hasil. Temuan ini sejalan dengan penelitian Siswantara, Manuaba Meter 2013, Wulandari, Budi Suryandari 2013, Apriani, Riska 2013 dan Lohman Finkelstein 2002. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran PBL dan penilai- an autentik dapat: 1. Meningkakan keterampilan proses pemecahan masalah Matematika siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali sebesar 28,54 pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 35.46. 2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali 53,84 pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 84,61. Saran Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah, para guru hendaknya: a menggunakan model pembelajaran PBL dalam pembelajaran matematika, b melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas dan c mengembangkan kete- rampilan proses pemecahan masalah matematika. DAFTAR PUSTAKA Aisyah, 2011. Perbedaan Problem Based Learning dan Problem Solving. http:susantojk.blogspot.com201107problem-based-learning-dan- problem.html. Diakses tanggal 11 Agustus 2014. Apriani Riska 2013. Peningkatan Pembelajaran Perubahan Lingkungan Melaui Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Randugunting 3 Kota Tegal. Skripsi UNNES Semarang Tidak diterbitkan. Depdiknas. 2006. Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum SDMI tahun 2006. Jakarta: Depdiknas. 27 Heruman. 2007. Model pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. Kemendikbud, 2014. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lohman Finkelstein. 2002. Designing Cased in Problem Learning to Foster Problem-Solving Skill. Research in Dental Education Jurnal, 6 1:121– 127. Muslich, M. 2009. KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Nyimas Aisyah. 2008. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.. Siswantara, Manuaba Meter 2013. Penerapan Model Problem Based Learning PBL Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 8 Kesiman. Jurnal Garuda Portal,1:1 - 10. Slameto 2011. Sertifikasi Guru Bahan Ajar. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Wahyudi Kriswandani. 2010. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Salatiga: UKSW Wahyudi. 2012. Matematika realistik dan implementasinya dalam proses pembelajaran matematika. Salatiga: UKSW. Wulandari, Budi Suryandari. 2013. Penerapan Model PBL Problem Based Learning Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD. Jurnal Kalam Cendekiawan PGSD Kebumen, 1:13-17. 28 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY BERBASIS CTL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGREJO 2 DEMPET, DEMAK. Hartatik SD N Karangrejo 2 Dempet-Demak ABSTRAK SD Negeri Karangrejo 2 terletak di Kecamatan Dempet Kabupaten Demak sangat jauh dari pusat Kecamatan. SD Negeri Karangrejo 2 termasuk SD dalam kategori ranking 10 besar di Kecamatan Dempet. Oleh karena itu potensi peserta didik SDN Karangrejo 2 termasuk cukup baik. Potensi tersebut perlu ditumbuhkembangkan. Berdasarkan data nilai guru, rata –rata nilai peserta didik kelas IV masih rendah, yaitu 6,5. Berdasarkan kondisi awal, peneliti menerapkan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya dalam materi pokok Rangka Manusia. Rumusan masalahnya, bagaimana meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia? Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik Kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. 2 Untuk meningkatkan aktifitas belajar peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran IPA khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. Setelah PTK dilaksanakan, maka hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: 1 Rata – rata hasil belajar peserata didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran IPA khususnya pada meteri pokok Rangka Manusia dapat ditingkatkan, yaitu 7,2. 2 Aktifitas belajar peserata didik setelah diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkat, solid, dan terkoordinasi. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1 Perlu dilakukan PTK lanjutan untuk materi pokok yang lain pada pelajaran IPA. 2 Model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat diterapkan untuk kelas –kelas yang lain di SDN Karangrejo 2 Kecamatan Dempet. Kata kunci : Two Stay Two Stray , CT L, IPA. PENDAHULUAN Mata pelajaran Ilmu Pengeta- huan Alam SD merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam hal pembekalan untuk melanjut- kan sekolah di tingkat yang lebih tinggi dan untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari di masyarakat. IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran UASBN sejak tahun pelajaran 2007- 2008. 29 SD Negeri Karangrejo 2 adalah sebuah SD yang terletak di desa yang masyarakatnya belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya pendi- dikan. Mereka sekolah hanya apa adanya, sekedar mengikuti arus. Minat belajar peserta didik juga sangat rendah. Selama ini banyak siswa penulis yang menganggap mata pelajaran IPA sebagai momok, bahkan dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan, membosankan, dan menjemukan. Keadaan ini berdampak pada aktivitas siswa yang sangat memprihatinkan. Masalah nyata, jelas dan mendesak untuk diselesaikan adalah sebagai berikut.a. Ada 3 peserta didik kelas IV yang nilai Akhir Semester tidak tuntas. Kompetensi para peserta didik untuk mengerjakan soal akhir semester belum baik dan perlu ditingkatkan. b. Berdasarkan data nilai guru, rata-rata nilai peserta didik kelas IV untuk materi pokok Rangka Manusia masih rendah yaitu 6,5. Rata-rata ini masih bisa ditingkatkan agar menjadi lebih besar dari 6,5. c.Aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang. Dalam belajar kelompok, masih ada beberapa kelompok yang pasif. Keberanian peserta didik untuk bertanya kepada guru dan yang berani maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas tak lebih dari 2 anak. Penyebab masalahnya sangat jelas, yaitu: a. tidak semua peserta didik yang masuk ke SD Negeri Karangrejo 2, memiliki minat di bidang IPA; b. guru belum memperoleh cara mengajar yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran IPA. Dari uraian di atas dipandang perlu untuk mencari model pembela- jaran yang tepat dan menarik, agar proses pembelajaran semakin efektif dan kompetensi dasar peserta didik dapat secepatnya tercapai. Secara kolaburatif, penulis memilih model pembelajaran Two Stay Two Stray berbasis CTL Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan prestasi peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 pada materi pokok Rangka Manusia. Diharapkan dengan diterapkanya model pembela- jaran Two Stay Two Stray Dua Tinggal Dua Tamu berbasis CTL ini, maka hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia?” Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah menigkatnya hasil dan aktifitas belajar peserta didik dalam mempelajari materi pokok rangka manusia dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, guru dan sekolah. Bagi siswa diharapkan hasil belajar dan aktifitas siswa dapat meningkat. Bagi guru 30 diharapkan adanya inovasi model pembelajaran yang merupakan sumbangan pemikiran dan pengabdian guru dalam turut serta mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Selain itu bermanfaat pula bagi SD Negeri Karangrejo 2 diantaranya diperoleh panduan inovasi model pembelajaran Two Stay Two Stray yang diharapkan dapat dipakai untuk kelas – kelas lainnya di SD Negeri Karangrejo 2, dapat mengurangi jumlah peserta didik yang nilainya tidak tuntas, dapat meningkatkan perolehan nilai pada Ujian Sekolah, dapat meningkatkan peringkat SD Negeri Karangrejo 2 ditingkat Kecamatan. KAJIAN PUSTAKA KTSP dan Pendekatan Kontekstual Saat ini sedang aktif dilaksakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sebagai kurikulum 2004 KBK. KTSP ini juga berbasis pada kompetensi yang harus dicapai peserta didik. Puskur Balitbang Depdiknas 2002:1 mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. KTSP merupakan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan berdasarkan sepe- rangkat kompetensi tertentu yang harus dipelajari dan ditampilkan peserta didik. Kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik melalui indikator hasil belajarnya telah disusun oleh pemerintah pusat melalui Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. a. Menekankan pada keter- capaian kompetensi da- sar oleh peserta didik. b. Berorientasi pada hasil belajar learning out- comes dan keberagam- an. c. Mengaitkan materi pela- jaran dengan kehidupan nyata. d. Sumber belajar tak hanya dari guru, tetapi tetap harus edukatif. e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya mencapai kompetensi yang diharapkan. Agar kompetensi yang diharapkan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam IPA dapat dicapai dan ditingkatkan, peserta didik harus merasakan bahwa IPA berguna bagi kehidupannya. Di lain pihak, IPA amat terkait dalam kehidupan sehari-hari. Di lingkungan sekitar peserta didik banyak dijumpai dari segala aspek kehidupan hampir semua berkaitan dengan IPA. Misal dalam perdagangan, pembang- unan rumah, bahkan dalam membuat kalender, inipun tidak terlepas dari Ilmu Pengetahuan Alam. Dirjen Dikdasmen 2002:1 menulis bahwa Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang mengaitkan bahan ajarnya dengan kehidupan sehari-hari peserta didik 31 disebut sebagai pembelajaran IPA dengan pendekatan kontekstual. Hal ini sangat diperlukan agar para peserta didik termotivasi untuk belajar. Peserta didik perlu dilatih secara dini untuk menghubungkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan kehidupan sehari-hari dan tahu manfaat Ilmu Pengetahuan Alam dalam kehidupan bermasyarakat. Para peserta didik tak harus memperoleh wawasan manfaat Ilmu Pengetahuan Alam dari guru saja, melainkan dari sumber lain secara mandiri, seperti dari majalah, koran, TV, atau internet. Dalam sebuah jurnal, Uri Zoller 1991:593 menuliskan bahwa Science, Technology, Enviroment, and Society STES mempunyai hubungan dominasi yang setara. Ini berarti, pembelajaran dengan pendekatan kon- tekstual sudah menjadi issue internasional. Di sinilah Ilmu Pege- tahuan Alam yang kontekstual perlu diterapkan agar bersesuaian dengan Environmen tlingkungan dan Society masyarakat. Keterlibatan peserta didik untuk turut belajar secara aktif melalui implementasi KTSP yang berbasis kontekstual ini merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Peserta didik tidak hanya menerima saja materi pengajaran yang diberikan guru, melainkan peserta didik juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Dengan demikian, hasil pengajaran tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan ketrampilan berpikir. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Eggen dan Kauchak 1988:1 yang menulis bahwa ” Effective learning occurs when students are actively involved in organizing and finding relationships in the information by themselves.” Lambas dkk 2004:16 dalam materi Pelatihan Terintegrasi menulis bahwa belajar aktif adalah belajar yang melibatkan keaktifan mental intelek- tual emosional walaupun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik. Kadar keaktifan siswa antara teacher- centered lawan Student-centered . Kadar keaktifan siswa atau kadar CBSA Cara Belajar Siswa Aktif menurut Mc Keachie ditentukan oleh tujuh dimensi atau factor sebagai berikut. a. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan ke- giatan pembelajaran. b. Tekanan pada upaya mencapai tujuan afek- tif dalam pembela- jaran. c. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam inter- aksi antar siswa. d. Penerimaan guru terha- dap perbuatan ataupun kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan salah sama sekali. 32 e. Kekohesifan kelas se- bagai kelompok f. Kesempatan yang di- berikan kepada siswa untuk mengambil ke- putusa-keputusan penting dalam kehi- dupan sekolah. g. Jumlah waktu yang di- pergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik yang berhubungan ataupun tidak berhubungan dengan mata pelajaran. Tujuh dimensi di atas dapat diterapkan di dalam pengelolaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam berbagai variasi metode dan model pembelajaran. Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dapat pula ditingkatkan dengan memberikan motivasi. Motivasi adalah daya penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu. Motivasi terbaik adalah motivasi instrinsik. Suatu motivasi yang tumbuh dari kesadaran diri pribadi yang didorong oleh cita-cita ataupun harapan pribadi. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tumbuh karena pengaruh dari luar. Untuk memotivasi siswa pada awal pembelajaran dapat digunakan cerita menarik, masalah menantang, sejarah para ilmuwan, gambar menarik, atau yang lainnya. Adapun beberapa cara yang dapat meningkatkan minat belajar siswa adalah: a. mengaitkan topik yang dibahas dengan kegunaannya di masyarakat; b. memberi kesempatan mendapatkan hasil yang baik sense of succes; c. menggunakan variasi metodemodel dalam proses pembelajaran; d. mengaitkan materi baru dengan materi lama. Saat ini kita berada dalam era globalisasi, informasi, dan komunikasi yang terbuka. Peserta didik mulai mengenal dunia kemajuan tak hanya lewat guru tapi juga lewat pencarian secara mandiri. Kemajuan sains dan teknologi sangat transparan. Oleh karena itu, pemahaman melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tidak bisa dilepaskan dari komuni- kasinya terhadap teknologi dan man- faatnya bagi kehidupan bermasyarakat. Inilah esensi KTSP di era otonomi bidang pendidikan. Dalam jurnal yang dikeluarkan oleh Balitbang Dikbud, Budiono dan Ella Yulaewati 1999 menulis bahwa hidup di era informasi, diperlukan pemahaman, komunikasi, dan perhitungan. Pemahaman diterje- mahkan sebagai kemampuan mema- hami makna dan implikasinya. Ini akan 33 dicapai jika strategi yang diterapkan guru tepat dan mengacu pada pene- muan dari peserta didik itu sendiri. Penemuan ini bisa diperoleh melalui proses pembelajaran yang mengguna- kan model Two Stay Two Stray. Pentingnya kontekstual sebagai penunjang aktivitas yang signifikan dari peserta didik ini juga diungkapkan oleh Elaine B. Johson 2002:3 yang menulis bahwa ” Contexstual teaching and learning engages students in significant activities that help them connect academic studies to their contextin real-life situations .” Berkait- an uraian di atas, maka peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 perlu dioptimalkan aktivitas belajarnya sehingga memiliki kompetensi yang diharapkan, sesuai dengan tuntutan KTSP. Menurut Budiyono 2002:1 kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan sese- orang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketram- pilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Seharusnya dengan suatu tindakan kelas, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang dimiliki peserta didik SDN Karangrejo 2 tentang Rangka Manusia dapat lebih ditingkatkan pula. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Dua Tinggal Dua Tamu Amin Suyitno 2009 menulis bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik. Selanjutnya Trianto 2005:3 menulis bahwa model pembelajaran adalah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru di dalam atau di luar kelas terhadap para peserta didiknya agar tujuan pembelajaran tercapai. Tetapi tidak semua tindakan pem- belajaran dari guru terhadap peserta didiknya dapat disebut sebagai model pembelajaran. Tindakan pembelajaran guru baru dapat disebut sebagai model jika dipenuhi empat syarat sebagai berikut. a Ada penemunya. b Ada tujuan yang akan dicapai. c Ada tingkah laku yang spesifik. d Ada lingkungan yang perlu diciptakan. Selanjutnya Spenser Kagan 1992 memaparkan bahwa Two Stay Two Stray adalah sebuah model pembelajaran yang kegiatan intinya meminta para siswa untuk meme- cahkan permasalahan, mencari alterna- tif jawaban dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya dari 34 teman sebaya atau dari kelompok- kelompok lain. Untuk selanjutnya disimpulkan bersama anggota kelompoknya sendiri. Two Stay Two Stray sangat baik jika digunakan untuk melatih siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga peserta didik dapat mendapatkan informasi seluas-luasnya sebagai alternatif jawaban. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut. a Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang. b Guru mengemukakan konseppermasalahan yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok. Contoh: 1. Sebutkan bagian-bagian dari rangka manusia 2. Sebutkan fungsi dari rangka manusia 3. Sebutkan 3 penyakit yang berkaitan dengan rangka manusia c Tiap kelompok mengiventarisasimencat at alternatif jawaban bersama anggota kelompoknya. d Setelah selesai dua orang dari masing-masing menjadi tamumengunjungi kelompok yang lain. e Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu mereka. f Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiridan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. g Kelompok memecahkan dan membahas hasil kerja mereka. h Selanjutnya tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya ke depan kelas. i Guru bersama siswa membuat kesimpulan atau guru melengkapi jawaban siswa sampai materi tuntas. j Guru memberikan tugasPR secara individual kepada para peserta didik tentang materi pokok yang baru saja diajarkandipelajari. Model pembelajaran Two Stay Two Stray berbasis Contectual Tea- ching Learning CTL sangat mudah diterapkan di dalam kelas. Secara garis besar langkahnya meliputi: mengem- bangkan pemikiran bahwa belajar anak akan lebih bermakna jika dengan cara bekerja sendiri, mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan 35 barunya, melaksanakan kegiatan in- quiri, mengembangkan sifat ingin tahu dengan cara bertanya, menciptakan masyarakat belajar kelompok belajar, menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, melakukan refleksi di akhir pertemuan, dan melakukan penilaian yang sebenarnya. Berdasarkan pemasalahan dan kajian teoretik seperti telah diuraikan di atas, maka disusun kerangka berpikir PTK seperti uraian berikut. Peserta didik SD Negeri Karangrejo 2 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak khususnya di kelas IV memiliki kemampuan cukup baik, tetapi jelas tidak semuanya memiliki kemampuan dan minat mempelajari IPA. Kenyataannya masih ada 3 siswa yang belum tuntas pada materi pokok Rangka Manusia. Kemapuan dan minat peserta didik dalam IPA harus dimulai dan dibangun dari kelas bawah. Jadi muncullah masalah mendesak untuk dipecahkan yaitu: 1. Bagaimana mempercepat pencapaian kompetensi dasar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 Dempet di bidang pelajaran IPA materi rangka mausia? 2. Bagaimana meningkatkan hasil belajar dan aktifitas belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam pelajaran IPA khususnya pada materi pokok Rangka Manusia?. Hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 di bidang pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Karena itu secara kolaburatif peneliti dan para guru di SD Negeri Karangrejo 2 yang lain bersepakat untuk menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray Dua Tinggal Dua Tamu, untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dan aktifitas belajarnya, khu- susnya dalam materi pokok Rangka Manusia. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui penerapan model pembelajaran TwoStay Two Stray maka hasil belajar dan aktifitas belajar peserta didikkelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya materi pokok Rangka Ma- nusia dapat ditingkatkan. METODE PENELITIAN Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah adalah peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, Kecamatan Dempet Kabupaten Demak tahun pelajaran 20132014. Mata pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan Alam pada materi pokok Rangka Manusia. Jumlah peserta didik kelas IV sebanyak 10 siswa. Banyaknya peserta didik putra ada 4 dan yang putri ada 6 siswa. Lokasi penelitiannya di kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, Desa Karangrejo, Rt 0503 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Waktu 36 penelitian dimulai bulan Juli 2013 sampai Oktober 2013 pada semester I ganjil. Sumber data berasal dari subyek penelitian, itu sendiri, yakni peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, melalui hasil pengamatan, hasil refleksi oleh tim peneliti, dan dari hasil tes. Jenis datanya adalah data kuantitatif yang berupa a penilaian kinerja kelompok, b pengamatan terhadap peningkatan aktifitas peserta didik, c hasil tes, dan d data hasil observasipengamatan terhadap efektiitas penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray Dua Tinggal Dua Tamu. Indikator keberhasilan dalam PTK ini adalah: a Tercapainya tujuan ke I, yakni meningkatnya hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia, yang ditandai rata- rata nilai hasil tes yang lebih dari 6,5. b Tercapainya tujuan ke 2 yakni ada peningkatan aktifitas belajar peserta didik yang ditandai dengan: a. Semua peserta didik ikut terlibat aktif dalam kegiatan di kelompoknya. b. Banyaknya peserta didik yang berani bertanya lebih dari 2 orang. c. Banyaknya peserta didik yang berani maju ke depan mengerjakan tugassoal, lebih dari 4 orang, dan d. Tidak ada peserta didik yang berbicara sendiri di luar konteks materi pelajaran, pada saat pelajaran berlangsung. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Siklus I Hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I dirangkum sebagai berikut: 1 Guru mitra sebagai pengamat mengamati aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas. 2 Secara kolaboratif-partisipatif mengamati jalannya proses pembelajaran. 3 Ada 1 kelompok yang pasif saat memecahkan tugassoal. Satu kelompok ternyata berbicara sendiri gurau di luar konteks pelajaran. 4 Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Wakil dari kelompok 3 suaranya terlalu lemah sehingga tidak bisa didengar oleh semua peserta didik. 5 Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata ada 4 peserta didik yang belum mengerjakan tugasnya.6 Peserta yang aktif berani bertanya hanya ada dua. 7 Peserta didik yang berani mengerjakan tugas di papan tulis juga hanya ada dua. Guru sampai perlu memerintahkan kepada peserta didik yang lain untuk mengerjakan tugas. 8 Kelompok II salah dalam menyebutkan bagian rangka kepala, disebutkan diantaranya 37 tulang bahu. 9.Kelompok I hanya dapat menjawab 1 soal, berarti ada 2 soal yang belum bisa dijawab dengan benar. Pengamatan Siklus II Hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I dirangkum sebagai berikut: 1 Guru mitra sebagai pengamat mengamati aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas.2 Secara kola- boratif-partisipatif mengamati jalannya proses pembelajaran. 3 Ada 1 kelompok yang pasif saat memecahkan tugassoal. Satu kelompok ternyata berbicara sendiri gurau di luar konteks pelajaran. 4 Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Semua kelompok menyampaikan dengan baik, tidak ada lagi kelompok yang suaranya lemah. 5 Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata ada 1 peserta didik yang belum mengerjakan tugasnya. 6 Peserta yang aktif berani bertanya kepada guru sudah meningkat menjadi 40 dari jumlah peserta didik. 7 Peserta didik yang berani mengerjakan tugas di papan tulis juga sudah meningkat menjadi lebih dari 2 anak. 8 Kelompok III salah dalam menjawab tentang kegunaan rangka tengkorak. 9 Kelompok II hanya dapat menyebutkan 2 fungsi rangka. Pengamatan Siklus III Pada Siklus III, hasil pengamatan dirinci sebagai berikut: 1 Guru mitra sebagai pengamat mengamati aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas. 2 Secara kolaboratif-partisipatif mengamati jalannya proses pembelajaran. 3 Semua kelompok aktif saat memecahkan tugassoal. Tidak ada yang berbicara sendiri gurau di luar konteks pelajaran. 4 Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Semua kelompok menyampaikan dengan baik kepada seluruh peserta didik. 5 Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata semua peserta didik mengerjakan tugasnya dengan lengkap. 6 Semua peserta didik aktif dan berani bertanya kepada guru bila menemui kesulitan. 7 Semua peserta didik berani mengerjakan tugas di papan tulis. 8 Tidak ada kelompok yang salah dalam mengerjakan tugas. 9 Semua peserta didik mengerjakan test formatif dengan semangat dan rasa senang. 10 Nilai rata-rata test formatif adalah 7,2 Hasil pengukuran skor minimum, maksimum, rerata mean , serta data persentase siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas setiap siklus pembelajaran dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 39 Skor minimum, maksimum, rerata mean , serta data persentase siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas KATEGORI PRA SIKLUS SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III Min 5,5 6 6 6,5 Max 7 7 8 9 Mean 6,5 6,5 6,8 7,2 Tuntas 60 60 80 90 Belum Tuntas 40 40 20 10 Pembahasan Hasil tes prasiklus menun- jukan bahwa dari 10 siswa yang mendapatkan nilai diatassama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 6,5 hanya 6 siswa sehingga ketuntasan belajar hanya mencapai 60 dengan nilai rata – rata 6,5. Pada Siklus I setelah dilakukan tindakan penelitian yaitu menggunakan Two Stay Tow Stray pada proses pembelajaran khususnya materi rangka manusia, diperoleh hasil ulangan harian dengan pencapaian nilai diatas KKM sebanyak 7 siswa, sedangkan siswa yang harus melak- sanakan remidial sebanyak 3 siswa. Rata – rata nilai belum mengalami kenaikanpeningkatan. Pada siklus I peserta didik baru mengenal model Pembelajaran Two Stay Two Stray sehingga pelaksanaanya belum maksi- mal, ini nampak pada waktu pem- bentukan kelompok memakan waktu hingga 10 menit. Ada 2 kelompok yang pasif saat memecahkan soaltugas, satu kelompok berbicara sendiri gurau diluar konteks pelajaran. Ketika menyampaikan hasil pemikiran kelompok, ada satu kelompok yang suaranya terlalu lemah sehingga tidak bisa didengar oleh seluruh peserta didik, saat diberi tugas individual ada 4 peserta didik yang tidak mengerjakan tugasnya, peserta didik yang berani bertanya kepada guru saat menemui kesulitan hanya ada 2 anak dan yang berani maju kedepan kelas untuk mengerjakan tugas juga tak lebih dari 2 anak. Pada Siklus II berdasarkan pengamatan dari 10 siswa yang mendapatkan nilai diatas nilai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM ada 8 siswa sehingga ketuntasan belajar mencapai 80 dengan nilai rata – rata 6,8. Siswa yang berani bertanya juga meningkat sebesar 40. Meskipun demikian masih ada 1 peserta didik yang belum selesai dalam mengerjakan tugas. Siswa yang 40 berani maju mengerjakan tugas di papan tulis juga sudah lebih dari dua anak. Pada siklus III setelah dila- kukan perbaikan berdasarkan deskripsi pada hasil tindakan siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada siklus III telah terjadi adaptasi terhadap perlakuan, baik metode maupun media yang digunakan, sehingga terdapat kenaikan rata – rata nilai maupun tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran. Berdasarkan rekapitulasi ketuntasan belajar pada siklus III dapat digambarkan sebagai berikut: Rata – rata hasil tes adalah 7,2, sedangkan siswa yang tuntas sebanyak 9 siswa, sedangkan yang harus remidi ada 1 siswa, berarti mengalami peningkatan 10 dari 80 menjadi 90 . Perubahan tingkah laku juga sangat signifikan. Semua peserta didik aktif saat mengerjakan tugassoal, tidak ada lagi yang bicara sendiri diluar konteks pelajaran, saat menmpilkan hasil pemikirannya tampak antusias, semua peserta didik mengerjakan tugas individu secara lengkap, semua aktif dan berani bertanya kepada guru saat menemui kesulitan, berani maju kedepan kelas untuk mengerjakan tugas, tidak ada kelompok yang salah dalam mengerjakan tugassoal, semua peserta didik mengerjaka tes formatif dengan penuh semangat dan percaya diri. Dari uraian di atas mulai dari Siklus I sampai dengan Siklus III nampak sekali perubahan yang terjadi pada peserta didik. Ini membuktikan bahwa model pembelajaran Two Stay Two Stray Dua Tinggal Dua Tamu berbasis CTL Contextual Teaching and Learning sangat tepat diterapkan untuk meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar para peserta didik dalam mata pelajaran Ilmu Penge- tahuan Alam khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil pengamatan dan pem- bahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut 1. Setelah diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya materi pokok Rangka Manusia nilai rata-rata hasil belajar peserta didik meningkat dari 6,5 menjadi 7,2. 2. Dengan diterapkannya Model Pembelajaran Two Stay Two Stray, aktivitas belajar peserta didik juga meningkat. Saran Berdasarkan hasil dari peneli- tian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1 Perlu dilakukan PTK lanjutan untuk materi pokok yang lain pada pelajaran IPA. 2 Model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat diterapkan untuk kelas –kelas yang lain di SDN Karangrejo 2 Kecamatan Dempet. 41 DAFTAR PUSTAKA Anderson, CA and Jennings, DL. 1980. When Experiences of Failure Promote Expectations of Succes : The Impact of Attributing Failure to Ineffective Strategies. Journal of Personality, 1 48: 393 – 407. Ansori M, Subagyo Bambag dan Masthoha. 2004 . Ilmu Pegetahuan Alam kelas IV . Pemeritah Kabupaten Demak Boediono dan Yulaewati, Ella. 1999. Penyusunan Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Dikbud . 5 19: 20 - 35. Boediono. 2002. Kurikulum Berbasis Kompeensi . Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang - Depdiknas. Dirjen Dikdasmen. 2002. Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning . Jakarta: Depdiknas. Eggen and Kauchack. 1988. Strategiea for Teachers. Teachung Content and Tingking Skills . New Jersey: Prentice Hall. Heckhause, H. 1974. How to Improve poor Motivation in Students . Paper presented at the 18-th International Conggres of Applied Psychology, Montreal, August. Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning . California: Corwin Press, Inc. Praselyono, dkk. 2005. Matematika Kelas IV. Demak : Pemerintah Kabupaten Demak. Puskur Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK . Jakarta: Depdiknas. Schwank, Inge. 1993. On the Analysis of Cognitive Structures in Agorithmic Thingking. The Jurnal of Mathematical Behavior. 12 2. New Jersey. Abbex Publishing Corporation. Schiefele dan Csikzentmihalyi. 1995. Motivation and Ability as Factors in Mathematics Experience and Achievement. Journal of Research in Mathematics Educations . 25 2: 163-181. Sugiharti, Endang. 2009. Tata Tulis Karya Ilmiah. Makalah di sajikan dalam Pelatihan IHT Modl – model Pembelajaran Inovatif dan Penulisan Karya Ilmiah . Semarang. 18 – 21 Januari. Zoller, Uri. 1991. Teaching Learning Styles, performance, and student’s Teaching Evaluation in STES. Journal of Research in Science Teaching . 28 7: 593-697. 42 PENGEMBANGAN HANDOUT PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS III Retno Ningtyas dan Tri Nova Hasti Yunianta Program Studi Pendidikan Matematika-FKIP – UKSW Salatiga e-mail : 202010022student.uksw.edu Wahyudi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar-FKIP – UKSW Salatiga ABSTRAK Bahan ajar yang sering digunakan siswa di sekolah adalah Lembar Kerja Siswa LKS karena harganya yang ekonomis dan relatif terjangkau. Banyak sekolah yang hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa LKS saja tanpa adanya handout atau buku penunjang sebagai pegangan siswa sehingga bahan ajar yang dapat digunakan anak belajar secara mandiri kurang dalam proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar berupa handout pembelajaran tematik gambar seri untuk siswa sekolah dasar kelas III pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang yang valid, efektif dan praktis. Penelitian ini merupakan jenis penelitian RD Research and Development. Penelitian ini mengacu pada model desain sistem pembelajaran ADDIE , yaitu: analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pembuatan dan kualitas handout, yaitu: lembar penilaian handout , lembar pendapat siswa, wawancara guru, dan pretest-postest . Keberhasilan pembuatan produk ini ditinjau dari segi valid, efekif, dan praktis. Hasil penelitian menyatakan: 1 valid yang ditunjukkan dalam dua aspek yaitu a aspek materi yang memperoleh persentase penilaian 78,66 menunjukkan kategori kualitatif baik B, b aspek tampilan memperoleh persentase penilaian 80 menunjukkan kategori kualitatif sangat baik SB; 2 Efektif yang dinilai berdasarkan a uji ketuntasan klasikal yang menunjukkan t hitung = 5,148 dengan taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t tabel = 1, 697, maka t hitung t tabel sehingga dapat disimpulkan rata-rata hasil belajar siswa melampaui KKM b persentase ketuntasan postest banyak siswa yang lulus KKM sekolah yaitu 79,412 siswa; 3 Praktis yang ditentukan oleh a penilaian observer memperoleh persentase penilaian 87 menunjukkan kategori kualitatif sangat baik SB, b handout memperoleh respon positif siswa dalam penggunaannya pada pembelajaran matematika. Pembelajaran dengan menggunakan produk ini menjadi lebih menyenangkan dan membuat siswa menjadi aktif. Produk ini selain berisi gambar- gambar yang sesuai dengan dan tema yang berkaitan dengan lingkungan rumah juga di dalam materi yang disajikan diberikan proses terbentuknya suatu rumus sehingga siswa dapat belajar secara runtut tentang rumus yang diperoleh. Kata kunci: handout, pembelajaran tematik, gambar seri 43 PENDAHULUAN Proses pembelajaran di sekolah selain guru yang memegang peranan penting, keberadaan bahan ajar juga sangat menunjang proses pembelajaran agar terlaksana dengan baik Prastowo, 2012. Bahan ajar yang sering digunakan siswa di sekolah adalah Lembar Kerja Siswa LKS karena harganya yang ekonomis dan relatif terjangkau. Banyak sekolah yang hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa LKS saja tanpa adanya handout atau buku penunjang sebagai pegangan siswa sehingga bahan ajar yang dapat digunakan anak belajar secara mandiri kurang dalam proses pembelajaran. Guru-guru di Sekolah Dasar banyak mengandalkan penggunaan LKS dalam pembelajaran matematika yang penyusunannya pun masih abstrak terutama untuk anak usia Sekolah Dasar kelas III sehingga kurang efektif dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini akan menghasilkan bahan ajar yang dapat digunakan sebagai pegangan siswa, bahan ajar yang dipilih adalah handout . Handout merupakan salah satu bahan ajar yang sangat ringkas. Handout bersumber dari beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang diajarkan serta dapat memudahkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran Prastowo, 2012. Penggunaan handout sebagai salah satu bahan ajar yang digunakan guru memberikan dampak cukup besar bagi siswa dalam memahami materi yang diberikan oleh guru apalagi jika handout tersebut dibuat oleh guru itu sendiri karena sesuai dengan kondisi siswa di dalam kelas. Hal tersebut karena handout merupakan salah satu bahan ajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Setiawan, 2007. Raharjo 2011 menyatakan fungsi handout adalah sebagai alat bantu sehingga siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ike Damayanti di SD Negeri Kutowinangun 07 pada tanggal 13 Januari 2014 dapat disimpulkan bahwa siswa sebenarnya lebih menyu- kai adanya bahan ajar dalam pembe- lajaran yang bergambar dibandingkan Lembar Kerja Siswa LKS karena hanya berisikan latihan-latihan saja tanpa adanya kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang proses pembelajaran di dalam kelas. Guru mereka hanya memberikan penjelasan sebentar, ke- mudian siswa diminta untuk menger- jakan soal-soal di Lembar Kerja Siswa LKS dan diminta mencocokkan jawaban dengan temannya. LKS yang digunakan sebagai pegangan utama siswa berisikan pemberian rumus langsung tanpa adanya proses yang menghasilkan rumus-rumus tersebut sehingga diperlukan bahan ajar yang dapat membantu siswa untuk lebih memahami materi yang diajarkan. 44 Siswa cenderung menyukai bahan ajar yang berisikan contoh-contoh langsung dalam kehidupan nyata sehingga mereka dapat lebih paham dengan apa yang sedang mereka pelajari. Salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pegangan siswa adalah handout pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembela- jaran yang menggunakan tema dalam menyatukan beberapa mata pelajaran sehingga diharapakan dapat memberi- kan pengalaman yang bermakna pada siswa. Model pembelajaran tematik melibatkan beberapa mata pelajaran menjadi satu tema dan menggunakan konsep-konsep yang sudah diperoleh peserta didik melalui pengalaman langsung serta menghubungkannya de- ngan konsep lain yang telah dipa- haminya. Pembelajaran tematik berfo- kus pada pada tahapan yang harus ditempuh siswa dalam memahami materi yang disampaikan serta proses pengembangannya dalam keterampilan Musclich, 2011. Handout yang akan dikem- bangkan dalam penelitian ini adalah handout yang mempunyai ciri khusus berseri dan bergambar yang membe- dakan dengan handout yang ada selama ini. Media gambar merupakan media yang paling umum dipakai dalam media pendidikan serta dapat dime- ngerti dan dinikmati dimana-mana Sadiman, 2011. Gambar seri merupa- kan media grafis yang digunakan untuk menerangkan suatu rangkaian perkem- bangan. Setiap seri media gambar bersambung dan selalu terdiri atas sejumlah gambar Rohani, 1997. Handout Pembelajaran Tema- tik Gambar Seri merupakan handout yang disusun dengan menerapkan model pembelajaran tematik serta gambar yang alur ceritanya saling berurutan gambar seri. Pemberian gambar pada handout bertujuan agar siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan serta dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang diajarkan. Proses pemberian materi di dalam handout ini disusun berdasarkan proses sehingga siswa dapat menge- tahui proses menghasilkan rumus tersebut, hal ini yang membedakan dengan bahan ajar yang digunakan siswa selama ini yang berisikan pemberian rumus langsung tanpa adanya proses. Fitriani 2013 menemukan bahwa pembelajaran dengan menggu- nakan media gambar seri menunjukkan hasil yang positif dari siswa. Izzati 2013 menemukan bahwa pembe- lajaran dengan menggunakan bahan ajar tematik mendapatkan hasil yang positif dan dapat meningkatkan akti- vitas siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kevalidan, keefektifan dan kepraktisan handout pembelajaran tematik gambar seri. 45 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian RD adalah metode pene- litian yang untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan pro- duk tersebut Sugiyono, 2010. Produk yang akan dihasilkan dalam penelitian ini berupa handout pembelajaran tematik gambar seri pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang untuk siswa SD kelas III. Subjek yang dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas III SDN Kutowinangun 07 Salatiga. Model desain sistem pembela- jaran untuk menghasilkan handout pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ADDIE. Model ini sesuai dengan namanya, terdiri dari lima fase atau tahap utama, yaitu A nalysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation Pribadi, 2012. Data dikumpulkan berdasarkan lembar penilaian handout dan tes. Lembar penilaian handout terdiri dari lembar kevalidan dan kepraktisan handout . Tes dilakukan untuk mengetahui keefektifan penggunaan handout dalam proses pembelajaran. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh handout pembela- jaran tematik gambar seri dengan menggunakan model desain sistem pembelajaran ADDIE yang terdiri dari lima tahap. Tahap analysis , pada tahap ini dilakukan analisis kurikulum, materi dan situasi. Pada analisis kurikulum dan materi dipilih kompetensi dasar menghitung keliling dan luas persegi dan persegi panjang. Pada analisis situasi berdasarkan hasil wawancara dengan guru ditemukan masalah pem- belajaran matematika masih terbaatas pada: 1 peran aktif siswa yang belum maksimal; 2 ketergantungan siswa terhadap guru dalam memahami materi matematika, 3 belum ada bahan ajar matematika untuk siswa yang menarik dan menyenangkan. Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan dengan menggunakan handout pembelajaran tematik gambar seri sebagai tambahan suplemen bahan ajar siswa dalam mempelajari matematika disamping penggunaan LKS Lembar Kerja Siswa. 46 Tahap design , pada tahap ini dilakukan beberapa hal yaitu: 1 mengumpulkan referensi materi; 2 menyusun kerangkan handout ; 3 merancang pembelajaran sesuai tujuan handout ; 4 menyusun handout sesuai kerangka dan alur pembelajaran; 5 melengkapi unsur-unsur handout sesuai kerangka; 6 merancang tampilan layout handout matematika. Tahap development , pada tahap ini dilakukan pembuatan handout awal, valiadasi ahli dan revisi handout sebelum akhirnya diimplementasikan ke siswa. Pembuatan handout awal meliputi: 1 berbentuk media cetak; 2 komponen-komponen dalam handout pembelajaran tematik gambar seri. Revisi handout berdasarkan masukan para ahli meliputi tampilan handout , overview materi, tata tulis penggunaan EYD, penggunaan kalimat yang efektif dan perbaikan beberapa soal dalam latihan soal. Berikut over- view materi pada pembuatan handout tahap awal. Saran dan kritik juga diberikan validator sampai handout dapat diimplementasikan. Berikut daftar saran dan kritik serta tindak lanjut. Saran dan Kritik Tindak Lanjut Gambar cover atau sampul sebaiknya lebih diperjelas. Gambar cover atau sampul lebih diperjelas dalam proses pembuatannya. Judul lebih dibuat simpel dengan judul “Lingkungan Rumahku”. Mengganti judul “Lingkungan Rumah dan Sekitarnya” dengan judul “Lingkungan Rumah”. Perbaiki pemilihan kata pada halaman tertentu, masih ada penggunaan kata “kau”. Memperbaiki penggunaan kata “kau” pada halaman 7 dan 8. Perbaiki beberapa gambar yang terlihat tidak proporsional gambar terlihat gemuk. Memperbaiki letak beberapa gambar yang tidak proporsional. Tata tulis penggunaan EYD masih banyak yang perlu disempurnakan. Memperbaiki beberapa kalimat yang penulisannya tidak sesuai dengan EYD. Saran dan Kritik Tindak Lanjut Penggunaan rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang tidak ditemukan, masih diberikan. Munculkan Memperbaiki penanaman konsep keliling dan luas persegi dan persegi panjang dengan menggunakan ilustrasi, serta merancang alur 47 penanaman konsep keliling dan luas oleh tokoh cerita penemuan rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang dengan melibatkan percakapan antar tokoh. Pergunakan kalimat yang efektif, bahasa resmi dan perhatikan tanda baca. Memperbaiki penggunaan kalimat yang tidak efektif serta memperbaikinya dengan bahasa resmi, memperbaiki tanda baca di dalam penggunaan kalimat. Penggunaan gambar yang tidak efektif sebaiknya dikurangi. Mengurangi penggunaan gambar yang tidak efektif di dalam handout. Perbaiki beberapa soal dalam cek pemahaman yang kurang jelas sehingga bisa dikerjakan. Memperbaiki beberapa soal dalam cek pemahaman agar lebih jelas sehingga dapat dikerjakan. Handout yang sudah divali- dasi selanjutnya direvisi sesuai saran validator. Berikut beberapa revisi sesuai saran validator. Sebelum Revisi Sesudah Revisi Sebelum Revisi Sesudah Revisi 48 Tahap implementation , pada tahap ini dilakukan proses penerapan handout akhir berdasarkan hasil beberapa kali revisi yang sudah disetujui oleh para validator. Implementasi handout ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan. Pada awal proses implementasi ini siswa belum terbiasa dengan bahan ajar yang baru, siswa masih kesulitan dalam memahami alur handout akan tetapi pada pertemuan selanjutnya siswa sudah paham dan aktif dalam proses pembelajaran. Tahap evaluation , pada tahap ini dilakukan evaluasi penggunaan handout yang telah disusun dan diujicobakan. Hasil evaluasi handout terdiri dari analisis kevalidan, keefek- tifan dan kepraktisan. Berdasarkan analisis data kevalidan ang terdiri dari aspek materi dan aspek tampilan, pada aspek materi diperoleh skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66 menunjukkan kategori baik sedangkan pada aspek tampilan diperoleh skor rata-rata adalah 36 dengan persentase 80 menunjukkan kategori sangat baik sehingga dapat disimpulkan h andout yang dikembangkan dapat disimpulkan valid. Analisis data keefektifan terdiri dari uji ketuntasan klasikal dan persentase ketuntasan siswa pada posttest . Berdasarkan uji ketuntasan klasikal diperoleh nilai t hitung = 5,134. Taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t tabel = 1, 697, maka t hitung t tabel , berarti H ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata- rata hasil belajar siswa melampaui 49 KKM. Persentase ketuntasan posttest siswa diperoleh 79,412 menunjukkan keefektifan hasil belajar tinggi atau dapat dikatakan handout efektif untuk pembelajaran matematika. Analisis data kepraktisan yang terdiri dari penilaian observer dan respon siswa. Berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87 menunjukkan kategori sangat baik. Respon siswa terhadap handout yang dihasilkan berdasarkan lembar pendapat siswa secara keselu- ruhan memperoleh respon positif, dapat disimpulkan handout praktis. PEMBAHASAN Handout yang baik adalah handout yang dapat digunakan sebagai pendamping bahan ajar yang digunakan guru, ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dime- ngerti, disajikan secara menarik bila perlu dilengkapi dengan gambar, isi handout juga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Revisi pada handout meliputi revisi materi, penulisan kata,tata tulis, penggunaan kalimat efektif, tanda baca dan gambar sesuai dengan tujuan penelitian yaitu handout pembelajaran tematik gambar seri. Revisi handout terkait dengan aspek materi. Pada revisi ini dimulai dengan perubahan handout yang semula terlihat kaku dan masih terlihat seperti LKS pada umumnya. Handout kemudian dirubah sesuai dengan saran validator yaitu dibuat overview materi yang tidak diberikan rumus secara langsung seperti bahan ajar pada umumnya dengan harapan anak dapat menemukan rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang secara mandiri sesuai dengan alur cerita. Pada alur cerita dalam setiap gambar direvisi dengan penggabungan beberapa mata pelajaran sesuai dengan konsep pembelajaran tematik serta diberikan sisipan pendidikan karakter pada siswa. Perubahan kegiatan belajar yang direncanakan semula hanya 4 kegiatan belajar dirubah menjadi 6 kegiatan belajar karena siswa akan kesulitan jika materi antara keliling atau luas persegi dan persegi panjang dimasukkan menjadi 1 kegiatan belajar. Kegiatan belajar disusun menjadi 2 macam yaitu kegiatan belajar kelompok dan mandiri dengan harapan siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran. Revisi perbaikan pemi- lihan kata dan penggunaan kalimat yang efektif juga dilakukan dalam pembuatan handout karena kalimat yang kurang efektif akan membuat siswa bingung dalam memahami alur cerita di dalam handout . Berdasarkan hasil beberapa kali revisi materi sehingga diperoleh hasil penilaian pada aspek materi dengan skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66 dan termasuk kategori baik. Revisi handout terkait dengan aspek tampilan. Pada revisi pada aspek ini dimulai dengan perubahan judul 50 tampilan handout yang semula “lingkungan rumah dan sekitarnya” dipersingkat menjadi” lingkungan rumah”. Layout sampul depan juga diperbaiki agar terlihat lebih jelas. Perbaikan gambar juga dilakukan pada gambar yang terlihat tidak proposional terlihat gemuk. Pengurangan gambar yang tidak memiliki fungsi juga dilakukan agar tampilan handout lebih efektif. Berdasarkan hasil beberapa kali revisi tampilan sehingga diperoleh hasil penilaian pada aspek tampilan dengan skor rata-rata adalah 36 dengan persentase 80 dan termasuk kategori sangat baik. Secara keseluruhan berdasarkan aspek materi dan tampilan handout pembelajaran tematik gambar seri valid. Berdasarkan hasil uji ketuntas- an klasikal dapat dinyatakan bahwa handout pembelajaran tematik gambar seri efektif, hal tersebut dibuktikan dengan perhitungan yang memperoleh nilai t hitung = 5,134. Taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t tabel = 1, 697, maka t hitung t tabel , berarti H ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata-rata hasil belajar pada siswa dalam kelas uji coba produk melampaui KKM. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi keberhasilan penggunaan hand- out pembelajaran tematik gambar seri di dalam pembelajaran matematika untuk siswa Sekolah Dasar kelas III pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang. Keberhasilan penggunaan produk ini di dalam proses pembelajaran karena dapat menarik minat belajar siswa dalam mempelajari matematika khususnya dalam materi keliling persegi dan persegi panjang. Produk ini selain terdiri dari gambar- gambar yang berwarna-warni, juga terdiri dari alur cerita yang mudah dipahami oleh anak-anak usia Sekolah Dasar kelas III. Tema dan tokoh-tokoh yang digunakan juga dekat dengan keseharian siswa berupa lingkungan rumah serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam rumah dapat memberikan pemahaman lebih mendalam pada siswa. Materi di dalam handout ini juga disusun sesuai dengan pembelajaran tematik yaitu mengaitkan beberapa matapelajaran menjadi satu di dalam sebuah bahan ajar, mata pelajaran yang dikaitkan adalah Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Penge- tahuan Sosial. Handout pembelajaran tematik gambar seri ini juga dapat membantu guru menanamkan karakter- karakter yang diharapkan dapat tertanam di dalam diri siswa. Karakter yang ingin ditanamkan kepada siswa melalui handout ini adalah rasa percaya diri, mandiri, kerjasama, cinta ling- kungan, kebersihan, dan patuh kepada orangtua. Kegiatan-kegiatan belajar di dalam handout ini juga disusun dengan mengaplikasikan beberapa model pem- belajaran kooperatif. Model pembe- lajaran kooperatif yang digunakan adalah Numbered Heads Together dan 51 Talking Stick. Kegiatan belajar dengan mengaplikasikan beberapa model pembelajaran tersebut dapat membuat mereka antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada bagian refleksi diri bermanfaat untuk meringkas materi yang sudah dipelajari siswa. Handout pembelajaran tematik gambar seri dapat digunakan sebagai suplemen bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika karena telah efektif dalam proses uji coba penggunaannya. Persentase ketuntasan 79,412 menunjukkan keefektifan hasil belajar tinggi. Sebanyak 27 siswa tuntas serta 7 siswa tidak tuntas dalam posttest. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada saat melihat kondisi awal yaitu dengan pemberian pretest yang hanya 16 siswa tuntas. Hal ini membuktikan bahwa pada saat kondisi awal kemudian diberikan perlakuan dengan handout pembelajaran tematik gambar seri menjadikan peningkatan pemaham- an siswa. Pengaruh dari kondisi awal kemudian dilakukan posttest untuk mengukur hasil belajar dan mengalami peningkatan menunjukkan bahwa handout pembelajaran tematik gambar seri efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87 dan menunjukkan kategori sangat baik. Hal ini karena guru dapat menerapkan handout dengan baik dalam proses pembelajaran. Guru memberikan siswa kesempatan untuk aktif dalam proses pembelajaran serta dapat mengelola kelas dengan baik dalam kegiatan kelompok maupun mandiri. Handout juga dinilai oleh observer sudah baik dan pembelajaran tematik sudah tercermin di dalam handout . Kegiatan kelompok dan individu dapat terlaksana dengan baik serta memberikan hal baru pada siswa yang sebelumnya belum pernah dalam proses pembelajaran menggunakan model-model pembelajaran kooperatif. Observer mengatakan bahwa handout yang dibuat dapat membantu siswa dalam memahami materi, gambar yang berwarna-warni yang membuat siswa lebih senang mempelajarinya, dan dapat membuat siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran. Dari hasil lembar pendapat siswa menunjukkan bahwa handout mempunyai tampilan yang menarik dan menarik minat belajar matematika. Handout juga mudah dipahami dalam penggunaannya serta siswa juga berharap dapat disusun handout pembelajaran tematik gambar seri untuk materi selanjutnya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif. Berdasarkan observasi penelitan penggunaan handout pembelajaran tematik gambar seri yang telah dilakukan peneliti mendapatkan beberapa hal yang dapat dijadikan temuan penelitian antara lain: 1 52 beberapa siswa pada saat pembagian kelompok tidak mau bergabung dengan temannya akhirnya dapat bekerja sama menyelesaikan kegiatan yang ada di dalam handout ; 2 respon siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan sangat antusias karena sebelumnya siswa belum mendapatkan model pembelajaran yang diterapkan di dalam handout ; 3 siswa menyukai tampilan dan gambar yang ada di dalam handout pembelajaran tematik gambar seri yang berwarna-warni karena sebelumnya mereka hanya menggunakan bahan ajar berupa LKS yang hanya berupa latihan soal dengan kertas buram; 4 siswa dapat memahami rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang melalui proses penemuan alur cerita sehingga siswa tidak diberi rumus secara langsung. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1 produk berupa Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri yang dihasilkan dalam penelitian berdasarkan penilaian validator pada aspek materi diperoleh skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66 menunjukkan kategori baik. Aspek tampilan diperoleh dengan skor rata-rata adalah 36 dengan persentase 80, menunjukkan kategori sangat baik, sehingga dapat disimpulkan handout yang dikembangkan valid; 2 Keefektifan pembelajaran matematika pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang dengan menggunakan Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri memenuhi 2 indikator efektif, yaitu: Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri berdasarkan hasil perhitungan uji ketuntasan klasikal diperoleh nilai t hitung = 5,134. Taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t tabel = 1, 697, maka t hitung t tabel , berarti H ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata- rata hasil belajar siswa melampaui KKM dan menunjukkan handout efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Persentase ketuntasan 79,412 menunjukkan keefektifan hasil belajar tinggi atau dapat dikatakan handout efektif untuk pembelajaran matematika. 3 Kepraktisan penggu- naan Handout Pembelajaran Tematik Gambar Seri di dalam proses pembe- lajaran berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87, menunjukkan kategori sangat baik. Respon siswa juga positif di dalam penggunaan handout dalam proses pembelajaran matematika, secara keseluruhan handout praktis dalam penggunaannya untuk pembe- lajaran matematika. 53 DAFTAR PUSTAKA Fitriani, Dian. 2012. Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Media Gambar Seri pada Siswa Kelas VII Mts Padureso . ejournal.umpwr.ac.id . Diunduh 16 Januari 2014. Pukul 08.50. Izzati, N. 2013. Pengembangan Modul Tematik dan Inovatif Berkarakter pada Tema Pencemaran Lingkungan untuk Siswa Kelas VII SMP. http:journal.unnes.ac.id vol 2 No 2 2013 . Diunduh 12 Januari 2014. Pukul 09.15 Musclich, Mansur. 2011. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual . Jakarta: Bumi Aksara Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar . Yogyakarta: Diva Press Pribadi, Benny A. 2011. Model Desain Sistem Pembelajaran . Jakarta: Dian Rakyat Raharjo. 2011. Pengembangan Bahan Ajar Handout Sistem Penerima TV di SMK Piri 1 Yogyakarta. http:eprints.uny.ac.id10269 . Diunduh 10 Januari 2014. Pukul 10.25. Rohani, Ahmad. 1997. Media Intruksional Edukatif . Jakarta: Rineka Cipta Sadiman, Arief S dkk. 2008. Media Pendidikan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Setiawan, Denny. 2007 . Pengembangan Bahan Ajar . Jakarta: Universitas Terbuka Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD . Bandung: Alfabeta 54 PENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA SUBTEMA MANUSIA DAN PERISTIWA ALAM KELAS 5 SD NEGERI 1 BANYUSRI Evi Nur Aini eviaini89gmail.com SDN 1 Banyusri – Wonosegoro - Boyolali ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengidentifikasi langkah- langkah pembelajaran model Group Investigation GI serta untuk meingkatkan keterampilan proses serta hasil belajar pada siswa kelasV SDN 1 Banyusri pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian keterampilan proses yang meliputi mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpul-kan data, menganalis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan sedangkan untuk hasil belajar muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dengan soal tes. Analisis data yang digunakan mengguanakan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan membandingkan kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran GI dilakukan dengan langkah-langkah: 1 identifikasi siswa danmengatur mendalam bentuk kelompok, 2merencanakan tugas belajar, 3 Melasanakan tugas investigasi, 4 menyiapkan laporan, 5 presentasi, 6 evaluasi. Dari hasil penelitian model pembelajaran GI dapat meningkatkan keterampilan proses mencapai 17,73. Sedangkan peningkatan dalam hasil belajar pada muatan Bahasa Indonesia besaran peningkatan 15 untuk siklus 1, 6 pada siklus 2. Pada muatan Matematika besaran peningkatan 17 pada siklus 1, dan 3 pada siklus 2. Proses pembelajaran dengan model GI terbukti dapat meninagkatkan keterampilan proses dan hasil belajar pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam di SDN 1 Banyusri. Kata kunci: keterampilan proses, hasil belajar, pendekatan saintifik, model pembelajaran GI PENDAHULUAN Pada saat ini kurikulum yang diberlakukan di Indonesia adalah kur- ikulum 2013 yang merupakan pengem- bangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Ting- kat Satuan Pendidikan 2006. Dalam kurikulum tahun 2013, pendekat- 55 an dalam mengorganisasikan pembela- jaran yang digunakan adalah Pembelajaran Tematik Terpadu PTP atau Integrated Thematic Instrumen ITI . Pembelajaran Tematik Terpadu menuntut siswa untuk aktif terlibat dalam pembelajaran. Namun kenyataannya di SD Negeri 1 Banyusri guru masih menggunakan model yang konvensional yang bersifat satu arah, cenderung kering dan membosankan. Hal ini berakibat pada kurangnya siswa dalam ketrampilan proses dan hasil belajar di SD Negeri 1 Banyusri. Keterampilan proses di SDN 1 Banyusri masih rendah dengan rata-rata 17,73 dari nilai maksimal 28. Sedangkan, untuk hasil belajar pada muatan Bahasa Indonesia siswa yang mencapai ketuntasan 48,15, untuk muatan Matematika siswa yang mencapai ketuntasan 44,44. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar salah satunya adalah menyelaraskan kegiatan pembelajaran dengan nuansa Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan pendekatan ilmiah scientific approach. Pendekatan Saintifik meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan infirmasi, mengasosiasi, menalar, mengolah informasi, menyajikan serta mengkomunikasikan. Sehingga dalam kurikulun 2013 ini siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Usaha yang harus dilakukan oleh guru agar siswa terlibat aktif salah satunya dengan memilih model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar. Model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat belajar diantaranya adalah model cooperative learning . Cooperative learning merupakan strategipembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkatkemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil Saptono,2003:32. Dari berbagai alasan di atas penulis memutuskan untuk membuat Penelitian Tindakan Kelas PTK. Model Pembelajaran yang dipilh oleh peneliti adalah Tipe Group Investigation GI Berdasarkan latar belakang tersebut penulis membuat PTK ini bertujuan untuk: 1meningkatkan Ketrampilan proses pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam bagi siswa kelas 5 SD Negeri 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Semester I Tahun Pelajaran 20142015 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation GI 2meningkatkan hasil belajar Sub Tema Manusia dan Peristiwa Alam siswa kelas V SD Negeri 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Semester I Tahun Pelajaran 20142015 dengan menggunakan 56 model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation GI. KAJIAN PUSTAKA Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu Dalam Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Kemdikbud, 2014 dijelaskan bahwa Pembelajaran Tematik Terpadu atau Intregrated Thematic Instruction ITI dikembangkan pertama kali pada tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini sebagai salah satu pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosional, fisik, dan akademik peserta didik di dalam kelas. PTP awalnya dikembangkan untuk anak-anak berbakat danbertalenta, anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik untuk waktu yang panjang. Premis utama PTP adalah bahwa peserta didik memerlukan peluang-peluang tambahan untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, PTP relevan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar. PTP memiliki perbedaan kualitatif dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berfikir tingkat tinggi atau keterampilan berpikir dengann mengoptimalisasi kecerdasan ganda, sebuah proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Dalam pembelajaran tematik, tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dikembangkan adalah muatan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dalam kurikulum 2013, tema sudah disiapkan oleh pemerintah dan dikembangkan menjadi sub tema dan satuan pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan Pembelajaran Tematik Terpadu pada kelas V SD pada tema 2 sub tema 3 Pembelajaran Tematik Terpadu diajarkan berdasarkan tahapan-tahapan tertentu. Menurut Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Kemdikbud, 2014 disebutkan ada beberapa tahapan dalam pembelajaran Tematik Terpadu yaitu: 1 Guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai muatan dalam satu tahun. 2 Guru melakukan analisis Standar Kompeten Lulusan SKL, Kompetensi Inti KI, Kompetensi Dasar KD dan 57 membuat indikator. 3 Guru membuat hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema. 4 Membuat jaringan KD, Indikator. 5 Menyusun silabus tematik. 6 Menyusun Rencana Pembelajaran Tematik Terpadu dengan menerapkan pekatan saintifik. Sebelum membuat Rencana Pembelajaran guru terlebih dahulu mengetahui cakupan KD yang ada pada setiap muatan pelajaran. Cakupan KD pada sub tema Manusia dan Peristiwa alam adalah sebagai berikut: 1 Cakupan KD pada muatan Bahasa Indonesia 3.2 Menguraikan isi teks penjelasan tentang proses daur air, rangkaian listrik, sifat magnet, anggota tubuh manusia, hewan, tumbuhan dan fungsinya, serta sistem pernapasan dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosa kata baku 4.2 Menggali informasi dari teks pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara dengan bantuan guru dan teman dalam Bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku 4.4Melantunkan dan menyajikan teks pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara secara mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku 2 Cakupan KD pada Muatan Matematika 3.3 Memilih prosedur pemecahan masalah dengan menganalisis hubungan antar simbol, informasi yang relevan, dan mengamati pola 4.3 Menunjukkan kesetaraan menggunakan perkalian atau pembagian dengan jumlah nilai yang tidak diketahui pada kedua sisi Hakikat Pendekatan Pembelajaran Saintifik M.Hosnan 2014:34 mengemukakan bahwa Implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan- tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai tehnik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Kondisi pembelajaran yang diharapkan dari pendekatan saintik adalah mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, bukan hanya diberi tahu. Pemilihan pendekatan Saintifik pada penelitian ini sejalan dengan keterampilan proses pembelajaran yang 58 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan. Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Hasil Belajar dalam Pembelajaran saintifik berupa penilaian autentik. Kemendikbud 2014 : 34 penilaian autentik merupakan suatu istilahterminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah Hymes, 1991. Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi performance siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata. Untuk mengukur prestasi tersebut dilakukan dengan penilaian autentik. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan. Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan. Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama , pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua , penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada. 59 Jenis-jenis penilaian autentik terdiri dari: Penilaian sikap, penilaian dan pengetahuan, dan penilaian ketrampilan. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan pada penilaian pengetahuan dan pengetahuan ketrampilan. Menurut Wahyudi Kriswandani 2010 :53 Keterampilan Proses merupakan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada penelitian siswa secara aktif dan kreatif dalam memperoleh hasil belajar. Hasil belajar tidak terbatas pada aspek pengetahuan saja melainkan bagaimana proses mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat terpenuhi. Nyimas Aisiyah 2008:5 menyebutkan prinsip-prinsip keterampilan proses matematika meliputi : 1mengamati, 2menghitung, 3mengukur, 4Mengklasifikasi, 5menemukan hubungan, 6membuat prediksi, 7 melaksanakan peneliian, 9menginterprestasikan data, 10 mengkomunikasikan hasil. Menurut modul Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Rendah Keterampilan proses pada Bahasa Indonesia meliputi : 1 Mengamati, 2Menggolongkan, 3Menafsirkan, 4Menerapkan, 5Mengkomunikasikan. Dari kedua keterampilan proses pada muatan Matematika dan Bahasa Indonesia Peneliti mengambil Keterampilan proses yang sesuai dengan materi pada pembelajaran sub tema Manusia dan Peristiwa alam yaitu: mengamati, menghitung, mengklasifikasi, mengumpulkan data, membuat prediksi, menyimpulkan, mengkomunikasikan. Model Pembelajaran Group Investigation Hosnan 2014:258 mengemukakan bahwa Model pembelajaran Group Investigation GI diperoleh dari Thelen. Model ini merupakan pembelajaran yang membimbing siswa untuk memecahkan masalah secara kritis dan ilmiah. GI merupakan model pembelajaran kooperatif yang memfasilitasi siswa untuk belajar dalam kelompok- kelompok kecil yang heterogen untuk mendiskusikan dan menyelesaikan suatu masalah yang ditugaskan kepada mereka. Model GI melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dari seleksi topik maupun cara mempelajarinya melalui proses investigasi yang mendalam. Model ini menuntut siswa untuk berkomunikasi yang baik dengan kelompok. Tipe GI dapat digunakan dalam membimbing siswa agar mampu berpikir sistematis, kritis, analitik, berpartisipasi aktif dalam belajar dan berbudaya kreatif melalui kegiatan pemecahan masalah. Dalam proses belajar melalui GI siswa akan belajar aktif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir sendiri. Dengan jalan itulah siswa dapat menyadari 60 potensi dirinya. Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran GI merupakan salah satu Trianto, 2007: 59 menjelaskan para guru yang menggunakan metode GI pada umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Menurut Slavin 2012 :70 langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe GI adalah sebagai berikut : a Identifikasi topik dan mengatur siswa dalam kelompok, proses identifikasi topik dilakukan oleh guru dengan memilih topik-topik yang bisa didiskusikan siswa tapi membutuhkan pemikiran dan mengandung unsur yang bisa jadi penemuan. Pengaturan kelompok juga dilakukan oleh guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik masing-masing siswa. b Merencanakan tugas belajar. Tugas yang diberikan dirancang sedemikian rupa sehinga mendorong siswa untuk menemukan sesuatu. c Melaksanakan tugas investigasi. Investigasi dilakukan dengan mendiskusikan dalam kelompok. c Mempersiapkan laporan akhir. Setelah menemukan hal yang harus dipecahkan siswa harus membuat laporan akhir secara tertulis dan dilaporkan di depan kelas.dMenyajikan laporan akhir. eevaluasi Dari uraian yang telah dipaparkan penulis menyimpulkan tentang model pembelajaran GI . Model pembelajaran GI adalah model kooperatif yang dilakukan dalam kelompok dengan menggunakan teknik memecahkan masalah. Langkah- langkah dalam pembelajaran GI adalah siswa berkelompok 5-6 anak yang heterogen. Siswa memilih topik sesuai dengan materi yang akan dibahas. Setiap kelompok mendapat materi yang berbeda-beda. Bersama dengan kelompoknya siswa berdiskusi tentang materi terebut. Setelah itu perwakilan kelompok mempresentasikan hasilnya didepan kelas dan kelompok yang lain menanggapi. Sehingga dengan cara itu siswa akan lebih memahami materi pelajaran. Setiap model pembelajaran memiiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelebihan dari model pembelajaran GI sebagai berikut : a Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran dan aktivitas belajar. b Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif karena adanya komunikasi. c Saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat dan berani mengemukakan pendapat. d Dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi. e Dapat membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar belakang teman 61 sekelas mereka. f Dapat menjadi motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. g Melatih siswa menyelesaikan masalah dengan cara investigasi kelompok. Sedangkan kekurangan dari GI meliputi: a Pembelajaran ini hanya sesuai diterapkan dikelas tinggi karena memerlukan tingkatan kognitif yang lebih tinggi. b Kontribusi siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan. c Adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi dengan kelompok dengan nilai yang rendah. d Memakan waktu yang lama. e Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan model ini. Berdasarkan beberapa kelebihan dari model pembelajaran Group Investigation dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI dapat dijadikan salah satu model pembelajaran di SD. Implementasi model pembelajaran GI di SD secara teoritik dapat meningkatkan keaktifan siswa yang akan berdampak pada meningkatnya keterampilan proses sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam model GI siswa lebih giat dan bekerja keras. Berbagai penelitian membuktikan potensi GI tersebut secara empirik. Sugiyanto 2012, meneliti tentang penerapan Model Pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Groboganpenelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar hingga 92. Vera Sandria 2012 melakukan penelitian terhadap peningkatan hasil belajar Matematika kelas IV SDN 147 Palembang. Dalam penelitiannya menunjukkan keberhasilan peningkatan hasil belajar sebesar 92,5. Rutinah 2013 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengunaan metode pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian tentang pendekatan saintifik, keterampilan proses, dan model pembelajaran GI , sebenarnya ada keterkaitan antara ketiganya. Sintaks melaksanakan investigasi pada model pembelajaran GI sepadan dengan kegiatan mengamati dan menanya pada pendekatan saintifik serta kegiatan mengajukan pertanyaan pada rubrik keterampilan proses. Sintaks pembelajaran GI mengumpulkan laporan merupakan kegiatan yang relavan dengan kegiatan mengumpulkan data dan mengasosiasi pada pendekatan saintifik dan mengolah data, menghitung, serta menyimpulkan pada rubrik 62 keterampilan proses. Sedangkan sintaks GI presentasi berhubungan dengan kegiatan mengkomunikasikan pada pendekatan saintifik dan kegiatan mempresentasikan pada rubrik keterampilan proses. Kerangka Pikir Hasil Belajar kelas V SDN 1 Banyusri tergolong masih rendah hal ini terbukti dari kebanyakan siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Selain itu ketrampilan siswa juga masih rendah seperti dijelaskan pada tabel 1.1. Hal ini disebabkan karena guru masih meyampaikan pembelajaran dengan cara konvensional. Sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk melakukan aktifitas dalam pembelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan ketrampilan proses dan hasil belajar adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran yang dibutuhkan dalam pembelajaran tematik adalah model pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswanya, salah satunya adalah model pembelajaraan kooperatif tipe Group Investigation. Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sehingga tercipta suasana interaktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa,dengan adanya suasana interaktifdiharapkan ketrampilan proses dan hasil belajar siswa dapat meningkat. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali pada Sub Tema Manusia dan Peristiwa alam Kelas V SD semester 1 Tahun Pelajaran 20142015. Pelaksanaan siklus 1 dilaksanakan pada September minggu kedua sedangkan siklus 2 dilaksanakan pada September minggu ketiga.Dengan jumlah siswa 12 laki-laki dan 15 perempuan. Teknik pengumpulan data kan teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil belajar sedangkan teknik non tes untuk mengukur keterampilan proses. Analisis validitas data digunakan untuk mengukur instrumen yang valid. Hasil dari instrumen dari 7 item menunjukkan corrected item ≥ 0,3. Ini menunjukkan bahwa instrumen untuk keterampilan proses sudah valid. Data hasil tes dianalisis secara deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan hasil tes antar siklus. Data yang dianalisis adalah hasil tes sebelum dan sesudah mengalami tindakan tergantung berapa banyak siklusnya. Selanjutnya data hasil tes antar siklus dibandingkan sehingga dapat mencapai batas ketuntasan yang diharapkan. Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini dapat diukur dengan indikator sebagai berikut : 1 Presentase jumlah siswa yang 63 mencapai KKM 70; 2 meningkatnya ketrampilan proses pemecahan pemecahan masalah sebesar 15 pada setiap siklus. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari dua siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model GI pada Sub Tema Manusia dan peristiwa alam menunjukkan peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar. Berikut komparasi tingkat keterampilan proses dari kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2: Tabel 1.1 Komparasi Tingkat Keterampilan Proses Dari tabel di atas diperoleh temuan: a pada kondisi awal, rata-rata tingkat pencapaian keterampilan proses hanya mencapai 17,21 skor maksimal 40; b pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 19,85. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 15,34.; c pada siklus 2, rata-rata keterampilan proses Dari tabel di atas diperoleh temuan: a pada kondisi awal, rata-rata tingkat pencapaian keterampilan proses hanya mencapai 17,21 skor maksimal 28; b pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 19,85. Capaian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 15,34.; c pada siklus 2, rata-rata keterampilan proses mencapai 23,37. Data ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 17,73. Komparasi tingkat pencapaian hasil belajar pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam muatan Bahasa Indonesia dan muatan Matematika dapat dijelaskan pada tabel berikut : Pembelajaran Tingkat keterampilan proses mean kenaikan Kondisi Awal 17,21 - Siklus 1 19,85 15,34 Siklus 2 23,37 17,73 64 Tabel 1.2 Komparasi Hasil Belajar Antar Siklus Kategori Muatan B.Indonesia Kenaikan Muatan Matematika Kenaikan pra si- klus f siklus 1 f siklus 2 f p r a Si- klus 1 Si- klus 2 pra si- klus f Sikls 1 f Si- klus 2 f p r a Si- kls 1 Si- klus 2 Tinggi ≥68 13 15 20 - 15 33 12 15 19 - 25 27 Sedang 50-67 6 9 6 - 50 -33 10 9 6 - -10 -33 Rendah 50 8 3 1 - -63 -67 5 3 2 - -40 -33 rerata mean 58 67 71 15 6 59 69 71 17 3 Max 75 80 90 7 13 70 80 85 14 6 Min 38 40 45 5 13 36 40 45 11 13 Dari tabel di atas diperoleh data sebagai berikut : a pada kondisi awal, rerata hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia mencapai 58,00 48,15 mencapai KKM, sedangkan rerata untuk muatan Matematika mencapai 59.01 44,44 mencapai KKM,; b pada siklus 1, mean hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia menjadi 67 dengan peningkatan presentase sebesar 15. Sedangkan untuk muatan Matematika mean menjadi 69 dengan peningkatan presentase sebesar 17 ; c pada siklus 2, mean hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi 71 dengan peningkatan presentase 6 .Sedangkan untuk Muatan Matematika mean meningkat menjadi 71 dengan peningkatan presentase sebesar 3. Keberhasilan model GI dalam meninggkatkan keterampilan Proses Pada tabel komparasi keterampilan proses kondisi awal, siklus 1, siklus 2 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pada kondisi awal 17,81, pada siklus 1 19,85, sedangkan pada siklus 2 23,37. Temuan ini mengidikasikan adanya peningkatan pada keterampilan proses. Besaran peningkatan 15,3 untuk siklus 1 dan 17,73 untuk siklus 2. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 15 maka temuan tersebut telah mencapai keberhasilan. Ini bermakna bahwa siswa mampu mengamati, menghitung, mengklasifikasi, mengumpulkan data, membuat prediksi, menyimpulkan, mengkomunikasikan penelitian ini 65 sejalan dengan penelitian Rutinah 2013. Keberhasilan model GI dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Pada tabel komparasi hasil belajar siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan kondisi awal pada muatan Bahasa Indonesia mean 58,00, pada siklus 1 rerata hasil belajar mencapai 67, sedangkan pada siklus 2 mencapai 71. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada Mapel Bahasa Indonesia. Besaran peningkatan 15 untuk siklus 1, 6 pada siklus 2. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang tuntas mencapai 74,07 Pada muatan Matematika kondisi awal, ,mean 59,01, pada siklus 1 mean 69, sedangkan pada siklus 2 mean mencapai 71. Dengan presentase peningkatan hasil belajar 17 pada siklus 1 dan 3 pada siklus 2 dengan siswa yang tuntas mencapai 70,37.Jika dibandingkan dengan indikator kinerja sebesar 70, maka PTK ini dikatakan berhasil karena melampaui 70. Keampuhan model GI mampu meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini terbukti dalam sintak pembelajaran; 1 siswa sintak kedua merencanakan tugas terbukti siswa mampu mengamati. 3 Sintak ketiga melakukan investigasi terbukti siswa mampu mengklasifikasi, memprediksi, melaksanakan pengamatan, mengumpulkan data, 4 sintak keempat menyiapkan laporan terbukti siswa mampu menuliskan laporan dari pengamatan. 5 sintak kelima presentasi terbukti siswa mampu mempresentasikan hasil di depan kelas. 6 sintak keenam evaluasi terbukti siswa mampu memberi masukan kepada hasil presentasi kelompok lain. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sugiyanto 2012, Vera Sandria 2012, Rutinah 2013 yang menyatakan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI dapat meningkatkan keterampilan proses pada pembelajaran tematik siswa SD kelas V SDN 1 Banyusri, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali mencapai rerata sebesar 19 ,85 pada siklus 1 dan 23,37 pada siklus 2 dengan peningkatan presentase 17,73. Selain meningkatkan keterampilan proses model pembelajaran GI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Banyusri. Pada muatan Bahasa Indonesia. besaran peningkatan 15 untuk siklus 1, 6 pada siklus 2. Pada muatan Matematika besaran peningkatan 17 pada siklus 1, dan 3 pada siklus 2. 66 Saran Saran dalam penelitian ini meliputi : 1 Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran dalam pembelajaran yang menggunakan kelompok belajar agar siswa terlibat aktif. 2 Guru hendaknya mengembangkan keterampilan proses dalam pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1998. P rosedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek . Jakarta: RinekaCipta. Endarini, Ratih S. 2009 . “ Peningkatan Aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V Melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 20092010 ”. Skripsi.Jurnal digital library. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia Kemdikbud.2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 . Jakarta : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nyimas Aisiyah. 2008. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD . Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Rutinah. 2013. Upaya Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dengan Metode P embelajaran Group Investigation pada Mata Pelajaran IPA Kelas 5 SDN 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran 2012203 . Repository.library.uksw Saptono, Sigit. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Semarang : Universitas Negeri Semarang 67 Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learnig teori, Riset dan Praktik . Bandung : Nusa Media Sugiyanto. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 20112012 . Repository.library.uksw Trianto.2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktif . Jakarta : Prestasi Pustaka Vera Sandria. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Mata Pelajaran IPA di SDN 147 Palembang . Skripsi Universitas Sriwijaya Tidak diterbitkan. Wahyudi Kriswandani.2010. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD . Salatiga : UKSW 68 PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SUBTEMA TUGASKU SEHARI-HARI DI RUMAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI PADA SISWA KELAS II SDN 1 BOLO Eka Ning Tyas ekaningtyas99gmail.com SD Negeri 1 Bolo – Wonosegoro - Boyolali ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajara SAVI Somatik, Auditori, Visual, Intelektual pada sub tema tugasku sehari-hari di rumah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen pengumpulan data menggunakan penilaian rubrik keterampilan proses dalam melakukan pengamatan proses perbaikan pembelajaran, dan untuk mengukur hasil belajar muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dengan menggunakan soal tes. Analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan kondisi awal, hasil siklus 1, dan hasil siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model pembelajaran SAVI: a meningkakan keterampilan proses pembelajaran sub tema Tugasku sehari-hari siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo, Wonosegoro –Boyolali Persentase kenaikan keterampilan proses pembelajaran sebesar 22,96 pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 21,22. b Meningkatkan persentase jumlah hasil belajar siswa yang mencapai KKM muatan Bahasa Indonesia pada kondisi awal 31,82 7 Siswa, Siklus 1 meningkat menjadi 50 11 siswa, dan siklus 2 menjadi 86,36 19 Siswa. Hasil belajar muatan Matematika pada kondisi awal 27,27 6 Siswa, meningkat menjadi 45,45 10 Siswa pada siklus 1 dan meningkat menjadi 81,82 18 Siswa siklus 2. Kata kunci : Keterampilan proses, hasil belajar, model pembelajaran SAVI . PENDAHULUAN Lampiran Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan menerangkan bahwa, Pen- didikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem- bangkan potensi dirinya untuk memi- liki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan 69 dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses pembelajaran pada sa- tuan pendidikan diselenggarakan se- cara interaktif, inspiratif, menyenang- kan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan per- kembangan fisik serta psikologis pe- serta didik. Berdasarkan hal tersebut, ter- dapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan. Pertama, ada- nya tuntutan penyelenggaraan pem- belajaran secara menyenangkan. Ke- dua, pendidikan hendaknya dikem- bangkan selaras dengan minat siswa. Perwujudan kedua hal tersebut, siswa diharapkan akan memiliki kreativitas dan kemandirian, sebagai salah satu tujuan pembelajaran di Indonesia, se- hingga keberhasilan pembelajaran akan meningkat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan proses pem- belajaran secara interaktif dan menye- nangkan bagi siswa. Keberhasilan pembelajaran da- lam arti tercapainya standar kompeten- si sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang da- pat menciptakan situasi yang memung- kinkan siswa belajar sehingga meru- pakan titik awal berhasilnya pem- belajaran. Namun pada kenyataannya di SDN 1 Bolo guru belum mampu me- ngolah pembelajaran, model yang di- gunakan masih kontekstual atau cera- mah, pembelajaran hanya berpusat pa- da guru, siswa hanya mendengarkan saja dan guru lebih mendominasi pem- belajaran, hal ini berpengaruh terhadap rendahnya tingkat keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Data hasil pengamatan awal terhadap proses pembelajaran pada sub tema bermain di lingkungan rumah, menunjukkan keterampilan proses me- ngamati, menanya, mencoba, mengum- pulkan informasi, mengasosiasi, meng- komunikasi masih sangat rendah rata- rata hanya 11,50 dan skor maksimal hanya 15 dari skor maksimal 24. Rendahnya keterampilan pro- ses pembelajaran tersebut berdampak pada hasil belajar siswa. Data awal pembelajaran pada sub tema bermain di lingkungan rumah tingkat kompe- tensi hasil belajar siswa dengan KKM 67 ternyata kondisi awal pada muatan Bahasa Indonesia hanya ada 7 siswa 31,82 dari 22 siswa yang telah mencapai KKM. Sedangkan pada muatan Matematika hanya ada 6 dari 22 siswa 27,27 yang telah men- capai KKM. Hosnan 2014:208 mengemu- kakan ada model-model pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didk secara aktif, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan, dan materi yang disampaikan mudah dimengerti. Model pembelajaran SAVI salah satu model alternatif yang dapat melibatkan siswa 70 secara aktif dan menyenangkan mela- lui panca indra sehingga meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti perlu untuk memperbaiki keterampilan pro- ses dan hasil belajar tersebut melalui model pembelajaran SAVI, dengan tujuan untuk meningkatkan keteram- pilan proses pembelajaran, mening- katkan hasil belajar siswa, dan mencari cara yang paling efektif dalam pem- belajaran pada subtema tugasku se- hari –hari di rumah pada siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo Kecamatan Wono- segoro, Kabupaten Boyolali. KAJIAN PUSTAKA Pada kurikulum 2013 semua kelas pada sekolah dasar menggunakan pendekatan tematik terpadu PTP, atau tematik integratif. Penerapan model PTP tidak meninggalkan model dan metode pembelajaran yang lain. PTP merupakan model payung. Stra- tegi pembelajaran lain yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan terten- tu tetap dilaksanakan dengan PTP. Pembelajaran Tematik Ter- padu memiliki perbedaan kualitatif dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik men- capai kemampuan berfikir tingkat ting- gi atau keterampilan berpikir dengan mengoptimalisasi kecerdasan ganda, sebuah proses inovatif bagi pengem- bangan dimensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Dalam pembelajaran tematik, tema berperan sebagai pemersatu ke- giatan pembelajaran dengan memadu- kan beberapa pelajaran sekaligus. Ada- pun muatan pelajaran yang dikem- bangkan adalah muatan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya dan Pra- karya, serta Pendidikan Jasmani Olah- raga dan Kesehatan. Dalam kurikulum 2013, tema sudah disiapkan oleh pe- merintah dan dikembangkan menjadi sub tema dan satuan pembelajaran. Dalam Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Kem- dikbud, 2014 juga disebutkan fungsi dari Pembelajaran Tematik Terpadu adalah untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi nyata kontekstual dan ber- makna bagi peserta didik. Adapun tujuan pembelajaran dalam tematik terpadu antara lain: Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu, mempelajari pengetahuan dan me- ngembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama, memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengait- kan berbagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta 71 didik, lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi pada si- tuasi nyata, seperti bercerita, bertanya, menuis sekaligus mempelajari pelaja- ran yang lain, lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas, guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih, dan budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan me- ngangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Menurut permendikbud 2013, pembelajaran tematik integratif meru- pakan pembelajaran yang meng- gunakan pendekatan saintifik untuk mengukur keterampilan proses. Dalam penelitian ini pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan model pembe- lajaran SAVI dengan keterampilan proses. Hosnan 2014:34 mengemu- kakan bahwa implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pen- dekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemi- kian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan me- ngamati, merumuskan masalah, me- ngajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai tehnik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Kondisi pembelajaran yang diharapkan dari pendekatan sain- tifik adalah mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, bukan hanya diberi tahu. Dengan menggunakan pen- dekatan saintifik yang diintegrasikan dengan model pembelajaran SAVI maka pembelajaran akan menyenang- kan. Dengan pembelajaran yang me- nyenangkan maka diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pem- belajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis me- ngarah kepada perubahan positif yang kemudian disebut dengan proses be- lajar. Akhir dari proses belajar meru- pakan perolehan hasil belajar siswa. semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Sedang dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar Dimyati dan Mujiono, 2009:3. Menurut Sudjana 2010:22, hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Kemudian Wahid murni, Arrifin mustikawan, dan Ali Ridho 2010:18 mengemukakan bah- 72 wa seorang dikatakann berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan perubahan dalam dirinya. Baik dari segi kemampuan berfikirnya, keteram- pilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek. Hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom dikelom- pokkan dalam tiga ranah domain yaitu berpikir kognitif, sikap afek- tif , keterampilan psikomotor. Sehubungan dengan itu, Gagne dalam Sudjana, 2010:22 mengem- bangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima, antara lain hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik, strategi kognitif mengatur cara belajar dan berpikir seseorang termasuk ke- mampuan memecahkan masalah, sikap dan nilai intensitas emosional yang dimiliki seseorang, informasi verbal pengetahuan dalam arti informasi dan fakta, dan keterampilan motorik ber- fungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang. Dari beberapa pendapat ten- tang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran dikelas, menerima suatu pelajaran untuk men-capai kompetensi yang akan dicapai dengan menggunakan alat penilaian yang di susun guru berupa tes yang ha-silnya adalah nilai kemampuan sisiwa setelah tes diberikan sebagai per-wujudan dari upaya yang telah dila-kukan selama proses belajar mengajar. Hasil belajar siswa dihitung berda-sarkan evaluasi, pengukuran, dan assesment. Menurut Wahid Murni, Arrifin Mustikawan, dan Ali Ridho 2010:15 ada tujuh tujuan penilaian, yaitu untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap ma-teri yang telah diberikan, untuk mengetahui kecakap- an, motivasi, bakat, minat dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran, untuk menge-tahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, untuk mendiag-nosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, untuk seleksi yaitu untuk memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pen- didikan tertentu, untuk menentukan ke- naikan kelas, untuk menempatkan pe- serta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sangat bergantung dari proses pembelajaran itu sendiri. Proses pembelajaran yang bermakna, dan menyenangkan akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. SAVI merupakan salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan melalui panca indera sehingga meningkatkan kete- 73 rampilan proses dan hasil belajar. Berikut uraian secara mendalam ten- tang pembelajaran SAVI . Pembelajaran SAVI merupakan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki peserta didik. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyata- kan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara yang berbeda. Meier 2002:91 menyatakan bahwa SAVI merupakan suatu model pembelajaran dengan cara mengga- bungkan gerakan fisik dengan aktivitas, intelektual, dan penggunaan semua alat indra. Unsur-unsur yang terdapat da-lam SAVI antara lain: Somatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinetesis, praktis melibat-kan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar secara berkala. Meier juga menguatkan pendapatnya dengan menyampaikan hasil penelitian neuro-logis yang menemukan bahwa pikiran tersebut di seluruh tubuh. Jadi dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menghalangi pembe-lajar somatis menggunakan tubuh me-reka sepenuhnya. Somatik berarti bangkit dari tempat duduk dan bertindak aktif se- cara fisik selama proses belajar. Berdiri dan bergerak kesana kemari meningkatkan sirkulasi dalam tubuh dan oleh karena itu mendatangkan energi segar ke dalam otak. Belajar somatis merupakan belajar dengan in- dra peraba, kinestetis, praktis dengan melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Belajar somatis ini bisa terha- dap tubuh dimana anak-anak yang bersifat somatis, yang tidak dapat duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat pikiran mereka tetap hidup. Dalam belajar somatis ini tubuh dan pikiran itu satu dimana penelitian neurologis telah menemukan bahwa pikiran tersebar diseluruh tubuh. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Jadi dengan menghalangi pembelajar somatis me- nggunakan tubuh dalam belajar maka menghalangi fungsi pikiran sepenuh- nya. Melibatkan tubuh, untuk merang- sang hubungan pikiran dan tubuh maka harus tercipta suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Auditori, pikiran auditori lebih kuat dari apa yang di sadari. Telinga bekerja terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori. Dan ketika membuat suara sendiri dengan berbicara, maka beberapa area penting di otak pun menjadi aktif. Dalam me- 74 rancang pelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri pembelajar, maka dengan cara mendo- rong pembelajar untuk mengungkap- kan dengan suara. Pembelajaran audi- tori merupakan belajar paling baik jika mendengar dan mengungkapkan kata- kata. Menurut Meier 2004: 95, be- lajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang sejak awal sejarah. Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis banyak informasi yang disampaikan dari ge- nerasi ke generasi secara lisan misal- nya mitos, dongeng-dongeng, cerita- cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicara- lah tanpa henti”. Visual, Ketajaman penglihatan setiap orang itu kuat, disebabkan oleh fikiran manusia lebih merupakan prosesor citra dari prosesor kata. Citra karena konkret mudah untuk diingat dan kata, karena abstrak sehingga sulit untuk disimpan. Didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk mem- proses informasi visual daripada semua indra yang lain. Pembelajar visual be- lajar paling baik jika dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika sedang belajar. Dengan membuat yang visual paling tidak sejajar dengan yang verbal sehingga dapat membantu pebelajar untuk belajar lebih cepat dan baik. Menurut Meier 2004: 97, setiap orang memiliki ketajaman visual yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lainnya. Lebih lanjut meier me- ngungkapkan bahwa beberapa siswa terutama pembelajar visual akan le- bih mudah belajar jika dapat melihat apa yang dibicarakan guru atau sebuah buku. Intelektual merupakan bagian diri yang merenung, mencipta, meme- cahkan masalah dan membangun mak- na. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untulk berfikir, meyatukan pengalaman, menciptakan jaringan sa- raf baru dan belajar. Pada intelektual identik dengan melibatkan pikiran untuk menciptakan pembelajarannya sendiri. Belajar bukanlah menyimpan informasi tetapi menciptakan makna, pengetahuan dan nilai yang dapat dipraktekkan oleh pikiran pebelajar. Menurut Meier 2004:99, kata intelektual menunjukkan apa yang di- lakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenung- kan suatu pengalaman dan mencipta- kan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai pencipta makna dalam pikiran, 75 sarana yang digunakan manusia untk berfikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri. Menurut Warta 2010:40, “model pembelajaran SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang mene- kankan bahwa belajar haruslah me- manfaatkan semua alat indera yang dimiliki oleh siswa”. Dari pengertian ini, jelas bahwa model SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik de- ngan aktivitas intelektual dan peng- gunaan semua inderanya dalam proses pembelajaran. Meier Sidjabat, 2009 menga- jukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar dengan menggunakan model SAVI , yaitu pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, pembela- jaran berarti berkreasi bukan mengkon- sumsi, kerjasama membantu proses pembelajaran, pembelajaran berlang- sung pada banyak tingkatan secara si- multan, belajar berasal dari menger- jakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik, emosi positif sangat membantu pembelajaran, otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Jadi pada dasarnya pembela- jaran SAVI ini lebih menonjolkan bagaimana siswa menciptakan kreati- fitasnya sendiri. Hal ini akan berpe- ngaruh pada cara berpikir siswa men- jadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali kemampuannya dalam mem- peroleh kemampuan yang baru. Namun dalam pembelajaran dengan model SAVI selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan. Kelebihan model SAVI diantaranya membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui peng- gabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual, Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pe- ngetahuannya, suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar, memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai, me- munculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif, mampu membangkitkan kreatifitas dan me- ningkatkan kemampuan psikomotor siswa, memaksimalkan ketajaman kon- sentrasi siswa, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya, meru- pakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. Sedangkan kelemahan dalam model pembelajara SAVI antara lain model ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh, penerapan model ini membutuh- kan kelengkapan sarana dan prasarana 76 pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya, se- hingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat ter- penuhi pada sekolah-sekolah maju. Meier, 2005:91-99 dalam http: goez 17.wordpress.com , karena siswa ter- biasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga siswa kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gaga- sannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang lemah, membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai, model SAVI masih tergolong baru, sehingga banyak pengajar guru yang belum mengetahui model SAVI tersebut, mo- del SAVI ini cenderung kepada keak- tifan siswa, sehingga untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa itu minder. Sintak Model Pembelajaran SAVI merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan seba- gai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap dalam ke- giatan pembelajaran, lingkungan pem- belajaran dan pengelolaan kelas. Sintak Model Pembelajaran SAVI melalui beberapa tahap. Adapun tahapan-tahapan itu meliputi 1. Mem- bangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan me- nempatkan mereka dalamsituasi opti- mal untuk belajar, 2. Membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra,dan cocok untuk semua gaya belajar, 3. Mengintegrasikan dan menyerap pe- ngetahuan dan keterampilan baru de- ngan berbagai cara, 4. Membantu sis- wa menerapkan dan memperluas pe- ngetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan terus meningkat. Suasana belajar dikatakan baik apabila didukung dengan keadaan yang positif dan adanya minat dalam diri pembelajar sehingga dapat mengop- timalkan pembelajaran. Menurut Dave Meier 2002:33-34 ada beberapa ala- san yang melandasi perlunya diterap- kan model SAVI dalam kegiatan belajar sehari-hari khususnya pada tugasku sehari-hari yaitu dapat terciptanya ling- kungan yang positif, keterlibatan pembelajar sepenuhnya, adanya kerja- sama diantara pembelajar, menggu- nakan metode yang bervariasi tergan- tung dari pokok bahasan yang dipela- jari, dapat menggunakan belajar kon- tekstual, dapat menggunakan alat peraga 77 Belajar bisa menjadi optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pembe- lajaran pada tema tugasku sehari –hari dengan model SAVI yaitu cara belajar yang melibatkan seluruh indra, belajar dengan bergerak aktif secar fisik dan membuat seluruh tubuh atau pikiran ikut terlibat dalam proses belajar. Unsur –unsur pendekatan safi adalah belajar sumstic, Auditori, Visual, dan intelektual. Tindakan guru yang dila- kukan dalam meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa dalam pem- belajaran tugasku sehari –hari melalui model pembelajaran SAVI merupakan penyatuan keempat unsur SAVI dalam satu pembelajaran pada tema Tugasku sehari –hari. Berdasarkan hakikat pembela- jaran tematik terpadu, keterampilan proses pendekatan saintifik, dan hasil belajar seperti yang telah diuraikan di atas, maka model pembelajaran SAVI dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajara tematik di SD. Implementasi model pembelajaran SAVI secara teoritik dapat mening- katkan kompetensi keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Berbagai penelitian tindakan membuktikan potensi SAVI tersebut secara empirik. Johar Wahyudi, Cicillia Novi Primiani, Yayuk wahyuni 2011 menemukan bahwa model SAVI dapat mening- katkan kemampuan berfikir tingkat tinggi pada mata pelajaran Biologi. Sri Wahyuni Kusumawati 2013 meneliti tentang penerapan model pembelajar SAVI untuk meningkatkan keteram- pilan pemecahan masalah di Sekolah Dasar. Suswadi 2010 tentang pening- katan keterampilan membaca pemaha- man dengan pendekatan SAVI pada sis- wa kelas VI SDN Kutawaru 04 Keca- matan silacap tengah Kabupaten Cilacap. Purwanti Silvianawati, 2012 melakukan PTK dan menemukan hasil model pembelajaran SAVI berpengaruh terhadap hasil belajar pada pembe- lajaran tematik pada tema hewan dan tumbuhan kelas II SD Negeri Mangun- sari 04 Salatiga. Krisnawati, Ony. 2011 melakukan PTK dan menyimpulkan bahwa hasil penerapan model SAVI dapat mengubah miskonsepsi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil be- lajar siswa pada siswa kelas IV SDN Talangagung 01 Kecamatan Panjen Kabupaten Malang. Uraian tentang hakikat pembe- lajaran SAVI dan temuan berbagai penelitian di atas berimplikasi pada desain model pembelajaran dan pene- litian pembelajaran. Model pembelaja- ran merupakan penunjang guru dalam proses pembelajaran, agar proses pem- belajarannya berjalan dengan baik dan diterima baik oleh siswa. Oleh karena itu, guru harus betul-betul memper- hatikan dan harus kreatif dalam memi- lih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Mencermati uraian tentang sintak SAVI di atas, sebenarnya dapat disepadankan dengan keterampilan 78 proses ilmiah dalam pendekatan sainti- fik. Langkah membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar dilakukan dengan cara mengamati dalam pembelajaran. Mnemukan mate- ri belajar baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, dan cocok untuk semua gaya belajar sejalan dengan aktivitas mengamati, mennanya, mencoba, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengko- munikasikan. Kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan, menyerap pengetahuan dan keterampilan baru de- ngan berbagai cara dalam sintak SAVI juga relevan dengan mengumpulkan informasi dan mengasosiasikan. Ke- giatan siswa menerapkan dan memper- luas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga belajar akan terus meningkat merupa- kan kegiatan yang relevan dengan kegiatan mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikan dalam pendeka- tan saintifik. Berdasarkan uraian di atas dalam pembelajaran pada subtema tu- gasku sehari –hari di rumah, bisa ditangkap bahwa dalam proses pembe- lajaran perlu dipilih model pembe- lajaran yang tepat agar dapat mem- bangkitkan keaktifan dan mening- katkan hasil belajar siswa. Dengan memilih model pembelajaran SAVI da- lam proses pembelajaran maka diduga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada sub tema tugasku sehari –hari di rumah. METODE PENELITIAN PTK dilakukan di SDN 1 Bolo Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali semester 1 tahun pelajaran 20142015, pada Subtema tugasku sehari-hari di rumah Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas II dengan jumlah siswa dalam satu kelas 22 orang, 6 siswa perempuan, dan 16 Siswa laki-laki. Variabel yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Variabel tindakan dalam proses pem- belajaran variabel X: implementasi model pembelajaran SAVI pada sub tema tugasku sehari-hari di rumah. Variabel Y: Peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan data di- lakukan dengan observasi untuk me- ngumpulkan data aktivitas guru dan siswa. Tes, untuk mengukur kompe- tensi hasil belajar siswa untuk seluruh muatan pembelajaran. Non tes berupa rubrik penilaian keterampiilan proses untuk mengukur keterampilan proses dalam pembelajaran. Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ditetapkan indikator kinerja sebagai berikut: 1 Pembelajaran dikatakan berhasil jika Presentase jumlah siswa yang men- capai KKM sebesar 40 untuk siklus 79 1, dan 60 untuk siklus 2. 2. Mening- katnya keterampilan proses sebesar 20 pada setiap siklus. Analisi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggu- nakan analisis diskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar dari kondisi awal dan setiap siklus pembelajaran. Analisis data kualitatif merupakan hasil pengamatan yang menggunakan analisis diskriptif kuali- tatif. Selanjutnya dilakukan komparasi data setiap siklus untuk memastikan adanya peningkatan keterampilan pro- ses dan hasil belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari dua siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran SAVI pada subtema tugasku sehari-hari di rumah menun- jukkan peningkatan Keterampilan pro- ses dan hasil belajar siswa. Tabel 1 merangkum komparasi tingkat Kete- rampilan Proses kondisi awal, siklus 1 sampai siklus 2. Tabel 1 komparasi tingkat keterampilan proses Dari Tabel 1 diatas, diperoleh temuan: a pada kondisi awal, rata-rata tingkat keterampilan proses dalam pembelajaran baru mencapai 11,50; b pada siklus 1 rata-rata tingkat keteram- pilan proses dalam pembelajaran men- capai 14,14; c pada siklus 2 rata-rata tingkat keterampilan proses dalam pem-belajaran mencapai 17,14. Ca- paian ini menunjukkan peningkatan keterampilan proses sebesar 22,96 pada siklus 1, dan 21,22 pada siklus 2. Kenaikan mean hasil belajar dan persentase jumlah ketuntasan bela- jar siswa pada muatan Bahasa Indo- nesia dan Matematika dirangkum da- lam Gambar 1. Dari Gambar 1 diper- oleh data berikut: 1 muatan Bahasa Indonesia diperoleh: a pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 58, se- dangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 31,82 7 sis- wa; b pada siklus 1, mean hasil bela- jar menjadi 60,32 dan persentase meningkat menjadi 50 11 siswa; c pada siklus 2, mean hasil belajar me- ningkat menjadi 76,14 dan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 86,63 19 siswa. Pembelajaran TingkatKeterampilan Proses Mean Kenaikan Kondisi Awal 11,50 - Siklus 1 14,14 22,96 Siklus 2 17,14 21,22 80 2 muatan Matematika diperoleh: a pada kondisi awal, mean hasil belajar baru 53, sedangkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM hanya 27,27 6 siswa; b pada siklus 1, mean hasil belajar menjadi 59.09 dan persentase meningkat menjadi 45,45 10 siswa; c pada siklus 2, mean hasil belajar meningkat menjadi 72,5 dan persentase jumlah siswa yang men- capai KKM meningkat menjadi 81,82 18 siswa. Gambar 1 Komparasi Mean dan Ketuntasan Belajar Siswa 2. Keberhasilan model SAVI dalam meningkatkan keterampilan proses Data pada tabel keterampilan proses pembelajran kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan te- muan rerata keterampilan proses peme- cahan masalah matematika pada kon- disi awal 11,50 pada siklus 1 14,14 dan siklus 2 17,14. Temuan ini mengin- dikasikan adanya peningkatan tingkat keterampilan proses pembelajaran. Be- saran peningkatan 22,96 pada siklus 1 dan 21,22 pada siklus 2. Jika di- bandingkan dengan indikator kinerja 20 ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Keberhasilan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa mampu mengamati, menanya, mencoba, me- ngumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Kusumawati Sri Wahyuni 2013, Suswadi 2010 dan Krisna- wati, Ony 2011.

3. Keberhasilan model

SAVI dalam meningkatkan hasil belajar siswa Data pada grafik 1 hasil belajar siswa pada muatan Bahasa Indonesia dan muatan Matematika kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan 1 muatan Bahasa Indonesia, kondisi awal, mean 58, pada siklus 1 mean 60,32 pada siklus 2 mean 76,14. 2 muatan Matematika, kondisi awal, mean 53, pada siklus 1 mean 59,09 pada siklus 2 mean 72,5. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM. Besaran peningkatan muatan Bahasa Indonesia pada kondisi awal 31,82 7 Siswa, menjadi 50 11 Siswa pada siklus 1 dan 86,63 19 81 Siswa pada siklus 2. Sedangkan besaran peningkatan muatan matema- tika pada kondisi awal hanya 27,27 6 Siswa, menjadi 45,45 10 Siswa pada siklus 1, dan pada siklus 2 me- ningkat menjadi 81,82 18 Siswa. Jika dibandingkan dengan indikator kinerja 40 untuk siklus 1, 60 untuk siklus 2 ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Suswadi 2010, Silviana- wati Purwanti 2012, Krisnawati, Ony 2011. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran SAVI: 1. Meningkakan keterampilan proses pembelajaran siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo, Kecamatan Wono- segoro, Kabupaten Boyolali sebe- sar 22,96 pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 21,22. 2. Meningkatkan hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM pada muatan Bahasa Indonesia dari kondisi awal yang hanya 31,82 7 Siswa, meningkat menjadi 50 11 Siswa, pada siklus 1 dan siklus 2 meningkat menjadi 86,36 19 Siswa. Dan hasil belajar pencapaian KKM muatan Matematika pada kondisi awal 27,27 6 Siswa, pada siklus 1 meningkat menjadi 45,45 10 Siswa, dan meningkat menjadi 81,82 18 Siswa pada siklus 2. Saran Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah, para guru hendaknya: 1 berusaha mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, 2 Penerapan model pembelajaran SAVI pada sub tema tugasku sehari –hari di rumah seperti diuraikan di atas, hendakanya dijadikan salah satu alter- natif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dari kelas I sampai dengan kelas VI Sekolah Dasar, 3 Untuk mening- katkan profesionalisme, seorang guru hendaknya berusaha untuk selalu me- ningkatkan dan memperbaiki proses pembelajara DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2013. Lampiran Permendiknas Nomer 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah . Jakarta : depdiknas. Dimyati dan Mujiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta : PT Rineka Cipta. Hosnan. 2014. Pendekatan saintifik dan konteks tual dalam pembelajaran abad 21 . Bogor: Ghalia Indonesia.