25
Temuan Penelitian dan Pembahasan 1.
Keberhasilan model PBL dalam meningkatkan keterampilan
proses pemecahan masalah matematika
Data pada tabel keterampilan proses pemecahan masalah mate-
matika kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan temuan rerata
keterampilan proses pemecahan masalah matematika pada kondisi
awal 23,62 pada siklus 1 28,54 dan siklus 2 35.46. Temuan ini mengin-
dikasikan adanya peningkatan ting- kat keterampilan proses pemecahan
masalah
matematika. Besaran
peningkatan 20,83 pada siklus 1 dan 23,556 pada siklus 2. Jika
dibandingkan dengan indikator kinerja 20 ternyata temuan siklus
1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan.
Keberhasilan penelitian ini bermakna bahwa siswa mampu
mengamati, mengukur, mengklasi- fikasi, menemukan hubungan, mem-
buat prediksi, melaksanakan peneli- tian, mengumpulkan dan mengana-
lisis data, menginterprestasikan data, mengkomunikasikan hasil Temuan
ini sejalan dengan penelitian Siswan- tara, Manuaba Meter 2013,
Wulandari, Budi Suryandari 2013, Apriani, Riska 2013 dan
Lohman Finkelstein 2002.
2. Keberhasilan model PBL dalam
meningkatkan hasil belajar siswa
Data pada grafik 1 hasil belajar siswa kondisi awal, siklus 1 dan
siklus 2 menunjukkan temuan kondisi awal, mean 40, pada siklus
1 mean 62,31, pada siklus 2 mean 75,38. Temuan ini mengindikasikan
adanya peningkatan hasil belajar siswa. Besaran peningkatan 53,84
pada siklus 1 dan 84,61 pada siklus 2. Jika dibandingkan dengan
indikator kinerja 50 untuk siklus 1, 75 untuk siklus 2 ternyata
temu- an siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan.
Hasil Temuan ini sejalan de- ngan penelitian Siswantara, Manu-
aba Meter 2013, Budi Sur- yandari 2013, Apriani, Riska
2013.
Keampuhan model PBL mampu meningkatkan keterampilan pemeca-
han masalah matematika dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini terbukti-
nya dalam sintaklangkah pembela- jaran, 1 sintak satu memberikan orien-
tasi permasalahan pada siswa terbukti siswa mampu mengamati. 2 sintak
kedua Mengorganisir siswa untuk meneliti terbukti siswa mampu menga-
mati. 3 sintak ketiga melakukan penyelidikan terbukti siswa meng-
hitung, mengukur, mengklasifikasi, menemukan hubungan, memprediksi,
melaksanakan penelitian, mengumpul- kan dan menganalisis data, mengin-
terpertasikan data. 4 sintak keempat mempresentasikan hasil pemecahan
26 terbukti siswa mampu mengkomunika-
sikan hasil. 5 sintak kelima meng- evaluasi proses pemecahan masalah
terbukti siswa mampu mengkomuni- kasikan hasil.
Temuan ini sejalan dengan penelitian Siswantara, Manuaba
Meter 2013, Wulandari, Budi Suryandari 2013, Apriani, Riska
2013 dan Lohman Finkelstein 2002.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
Model Pembelajaran PBL dan penilai- an autentik dapat:
1.
Meningkakan keterampilan proses pemecahan masalah Matematika
siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten
Boyolali sebesar 28,54 pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar
35.46. 2.
Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle
Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali 53,84 pada siklus 1 dan
pada siklus 2 sebesar 84,61.
Saran
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah, para guru
hendaknya: a menggunakan model pembelajaran PBL dalam pembelajaran
matematika, b melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
di kelas dan c mengembangkan kete- rampilan proses pemecahan masalah
matematika.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, 2011. Perbedaan Problem Based Learning dan Problem Solving.
http:susantojk.blogspot.com201107problem-based-learning-dan- problem.html. Diakses tanggal 11 Agustus 2014.
Apriani Riska 2013. Peningkatan Pembelajaran Perubahan Lingkungan Melaui Model Problem Based Learning pada Siswa Kelas IV Sekolah
Dasar Negeri Randugunting 3 Kota Tegal. Skripsi UNNES Semarang Tidak diterbitkan.
Depdiknas. 2006. Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum SDMI tahun 2006. Jakarta: Depdiknas.
27 Heruman. 2007. Model pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad
21. Bogor: Ghalia Indonesia. Kemendikbud, 2014. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Lohman Finkelstein. 2002. Designing Cased in Problem Learning to Foster Problem-Solving Skill. Research in Dental Education Jurnal, 6 1:121–
127. Muslich, M. 2009. KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: Bumi Aksara. Nyimas Aisyah. 2008. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.. Siswantara, Manuaba Meter 2013. Penerapan Model Problem Based Learning
PBL Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 8 Kesiman. Jurnal Garuda Portal,1:1
-
10. Slameto 2011. Sertifikasi Guru Bahan Ajar. Semarang: Universitas Negeri
Semarang. Wahyudi Kriswandani. 2010. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.
Salatiga: UKSW Wahyudi. 2012. Matematika realistik dan implementasinya dalam proses
pembelajaran matematika. Salatiga: UKSW. Wulandari, Budi Suryandari. 2013. Penerapan Model PBL Problem Based
Learning Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD. Jurnal Kalam Cendekiawan PGSD Kebumen, 1:13-17.
28
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN
TWO STAY TWO STRAY
BERBASIS
CTL
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGREJO 2
DEMPET, DEMAK.
Hartatik
SD N Karangrejo 2 Dempet-Demak
ABSTRAK
SD Negeri Karangrejo 2 terletak di Kecamatan Dempet Kabupaten Demak sangat jauh dari pusat Kecamatan. SD Negeri Karangrejo 2 termasuk SD dalam
kategori ranking 10 besar di Kecamatan Dempet. Oleh karena itu potensi peserta didik SDN Karangrejo 2 termasuk cukup baik. Potensi tersebut perlu
ditumbuhkembangkan. Berdasarkan data nilai guru, rata –rata nilai peserta didik
kelas IV masih rendah, yaitu 6,5. Berdasarkan kondisi awal, peneliti menerapkan Model Pembelajaran
Two Stay Two Stray
pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya dalam materi pokok Rangka Manusia. Rumusan masalahnya, bagaimana
meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia? Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik Kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada materi pokok Rangka Manusia.
2 Untuk meningkatkan aktifitas belajar peserta didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran IPA khususnya pada materi pokok Rangka Manusia. Setelah
PTK dilaksanakan, maka hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: 1 Rata
– rata hasil belajar peserata didik kelas IV SDN Karangrejo 2 dalam mata pelajaran IPA
khususnya pada meteri pokok Rangka Manusia dapat ditingkatkan, yaitu 7,2. 2 Aktifitas belajar peserata didik setelah diterapkan model pembelajaran
Two Stay Two Stray
dapat meningkat, solid, dan terkoordinasi. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1 Perlu dilakukan PTK
lanjutan untuk materi pokok yang lain pada pelajaran IPA. 2 Model pembelajaran
Two Stay Two Stray
dapat diterapkan untuk kelas –kelas yang lain di SDN
Karangrejo 2 Kecamatan Dempet.
Kata kunci
: Two Stay Two Stray
,
CT
L, IPA. PENDAHULUAN
Mata pelajaran Ilmu Pengeta- huan Alam SD merupakan salah satu
disiplin ilmu yang sangat penting dalam hal pembekalan untuk melanjut-
kan sekolah di tingkat yang lebih tinggi dan untuk diterapkan pada kehidupan
sehari-hari di masyarakat. IPA juga merupakan salah satu mata pelajaran
UASBN sejak tahun pelajaran 2007- 2008.
29 SD Negeri Karangrejo 2 adalah
sebuah SD yang terletak di desa yang masyarakatnya
belum sepenuhnya
menyadari akan pentingnya pendi- dikan. Mereka sekolah hanya apa
adanya, sekedar mengikuti arus. Minat belajar peserta didik juga sangat
rendah. Selama ini banyak siswa penulis
yang menganggap
mata pelajaran IPA sebagai momok, bahkan
dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan,
membosankan, dan
menjemukan. Keadaan ini berdampak pada aktivitas siswa yang sangat
memprihatinkan. Masalah nyata, jelas dan mendesak untuk diselesaikan
adalah sebagai berikut.a. Ada 3 peserta didik kelas IV yang nilai Akhir
Semester tidak tuntas. Kompetensi para peserta didik untuk mengerjakan
soal akhir semester belum baik dan perlu ditingkatkan. b. Berdasarkan
data nilai guru, rata-rata nilai peserta didik kelas IV untuk materi pokok
Rangka Manusia masih rendah yaitu 6,5.
Rata-rata ini
masih bisa
ditingkatkan agar menjadi lebih besar dari 6,5. c.Aktivitas belajar peserta
didik kurang berkembang. Dalam belajar kelompok, masih ada beberapa
kelompok yang pasif. Keberanian peserta didik untuk bertanya kepada
guru dan yang berani maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas tak
lebih dari
2 anak.
Penyebab masalahnya sangat jelas, yaitu: a. tidak
semua peserta didik yang masuk ke SD Negeri Karangrejo 2, memiliki minat di
bidang IPA;
b. guru
belum memperoleh cara mengajar yang efektif
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran IPA.
Dari uraian di atas dipandang perlu untuk mencari model pembela-
jaran yang tepat dan menarik, agar proses pembelajaran semakin efektif
dan kompetensi dasar peserta didik dapat secepatnya tercapai. Secara
kolaburatif, penulis memilih model pembelajaran
Two Stay Two Stray
berbasis
CTL Contextual Teaching
and Learning
untuk meningkatkan prestasi peserta didik kelas IV SD
Negeri Karangrejo 2 pada materi pokok Rangka Manusia. Diharapkan
dengan diterapkanya model pembela- jaran
Two Stay Two Stray
Dua Tinggal Dua Tamu berbasis
CTL
ini, maka hasil belajar peserta didik dapat
meningkat. Adapun
permasalahan dalam penelitian ini adalah “
Bagaimana meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri
Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia?” Tujuan penelitian
yang ingin dicapai adalah menigkatnya
hasil dan aktifitas belajar peserta didik dalam
mempelajari materi
pokok rangka manusia dengan menggunakan
model pembelajaran
Two Stay Two Stray.
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat bagi
siswa, guru dan sekolah. Bagi siswa diharapkan hasil belajar dan aktifitas
siswa dapat meningkat. Bagi guru
30 diharapkan adanya inovasi model
pembelajaran yang
merupakan sumbangan pemikiran dan pengabdian
guru dalam turut serta mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Selain itu
bermanfaat pula bagi SD Negeri Karangrejo 2 diantaranya diperoleh
panduan inovasi model pembelajaran
Two Stay Two Stray
yang diharapkan dapat dipakai untuk kelas
– kelas lainnya di SD Negeri Karangrejo 2,
dapat mengurangi jumlah peserta didik yang nilainya tidak tuntas, dapat
meningkatkan perolehan nilai pada Ujian Sekolah, dapat meningkatkan
peringkat SD Negeri Karangrejo 2
ditingkat Kecamatan. KAJIAN PUSTAKA
KTSP dan Pendekatan Kontekstual
Saat ini sedang aktif dilaksakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP sebagai
kurikulum 2004
KBK. KTSP ini juga berbasis pada kompetensi yang harus dicapai peserta
didik. Puskur Balitbang Depdiknas 2002:1 mendefinisikan kompetensi
sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam berpikir dan bertindak. KTSP merupakan kurikulum yang dirancang
dan dikembangkan berdasarkan sepe- rangkat kompetensi tertentu yang harus
dipelajari dan ditampilkan peserta didik. Kompetensi dasar yang harus
dicapai peserta didik melalui indikator hasil belajarnya telah disusun oleh
pemerintah pusat
melalui Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas. a.
Menekankan pada keter- capaian kompetensi da-
sar oleh peserta didik. b.
Berorientasi pada hasil belajar
learning out- comes
dan keberagam- an.
c. Mengaitkan materi pela-
jaran dengan kehidupan nyata.
d. Sumber belajar tak
hanya dari guru, tetapi tetap harus edukatif.
e. Penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar
dalam upaya
mencapai kompetensi
yang diharapkan. Agar kompetensi yang diharapkan
dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
IPA dapat
dicapai dan
ditingkatkan, peserta
didik harus
merasakan bahwa IPA berguna bagi kehidupannya. Di lain pihak, IPA amat
terkait dalam kehidupan sehari-hari. Di lingkungan sekitar peserta didik banyak
dijumpai dari segala aspek kehidupan hampir semua berkaitan dengan IPA.
Misal dalam perdagangan, pembang- unan rumah, bahkan dalam membuat
kalender, inipun tidak terlepas dari Ilmu
Pengetahuan Alam.
Dirjen Dikdasmen 2002:1 menulis bahwa
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang mengaitkan bahan ajarnya dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik
31 disebut sebagai pembelajaran IPA
dengan pendekatan kontekstual. Hal ini sangat diperlukan agar para peserta
didik termotivasi untuk belajar. Peserta didik perlu dilatih
secara dini untuk menghubungkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan kehidupan
sehari-hari dan tahu manfaat Ilmu Pengetahuan Alam dalam kehidupan
bermasyarakat. Para peserta didik tak harus memperoleh wawasan manfaat
Ilmu Pengetahuan Alam dari guru saja, melainkan dari sumber lain secara
mandiri, seperti dari majalah, koran, TV, atau internet.
Dalam sebuah jurnal, Uri Zoller 1991:593 menuliskan bahwa
Science, Technology, Enviroment, and Society STES
mempunyai hubungan dominasi yang setara. Ini berarti,
pembelajaran dengan pendekatan kon- tekstual
sudah menjadi
issue
internasional. Di sinilah Ilmu Pege- tahuan Alam yang kontekstual perlu
diterapkan agar bersesuaian dengan
Environmen
tlingkungan dan
Society
masyarakat. Keterlibatan
peserta didik
untuk turut belajar secara aktif melalui implementasi KTSP yang berbasis
kontekstual ini merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Peserta
didik tidak hanya menerima saja materi pengajaran
yang diberikan
guru, melainkan peserta didik juga berusaha
menggali dan mengembangkan sendiri. Dengan demikian, hasil pengajaran
tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan
ketrampilan berpikir. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Eggen dan Kauchak
1988:1 yang menulis bahwa ”
Effective learning occurs when students are actively involved in organizing and
finding relationships in the information
by themselves.” Lambas dkk 2004:16 dalam
materi Pelatihan Terintegrasi menulis bahwa belajar aktif adalah belajar yang
melibatkan keaktifan mental intelek- tual
emosional walaupun
dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik.
Kadar keaktifan siswa antara
teacher- centered
lawan
Student-centered
. Kadar keaktifan siswa atau kadar
CBSA Cara Belajar Siswa Aktif menurut Mc Keachie ditentukan oleh
tujuh dimensi atau factor sebagai berikut.
a. Partisipasi siswa dalam
menetapkan tujuan ke- giatan pembelajaran.
b. Tekanan pada upaya
mencapai tujuan afek- tif
dalam pembela-
jaran. c.
Partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran terutama dalam inter-
aksi antar siswa. d.
Penerimaan guru terha- dap perbuatan ataupun
kontribusi siswa yang kurang relevan bahkan
salah sama sekali.
32 e.
Kekohesifan kelas se- bagai kelompok
f. Kesempatan yang di-
berikan kepada siswa untuk mengambil ke-
putusa-keputusan penting dalam kehi-
dupan sekolah. g.
Jumlah waktu yang di- pergunakan untuk
menanggulangi masalah pribadi siswa
baik yang berhubungan ataupun tidak
berhubungan dengan mata pelajaran.
Tujuh dimensi di atas dapat diterapkan
di dalam
pengelolaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
dalam berbagai variasi metode dan model pembelajaran. Keaktifan siswa
dalam mengikuti pembelajaran dapat pula ditingkatkan dengan memberikan
motivasi. Motivasi
adalah daya
penggerak yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu
dengan tujuan tertentu. Motivasi terbaik adalah
motivasi instrinsik. Suatu motivasi yang tumbuh dari kesadaran diri
pribadi yang didorong oleh cita-cita ataupun harapan pribadi. Motivasi
ekstrinsik adalah motivasi yang tumbuh karena pengaruh dari luar. Untuk
memotivasi siswa
pada awal
pembelajaran dapat digunakan cerita menarik, masalah menantang, sejarah
para ilmuwan, gambar menarik, atau yang lainnya.
Adapun beberapa cara yang dapat meningkatkan minat belajar
siswa adalah: a.
mengaitkan topik yang dibahas dengan
kegunaannya di masyarakat;
b. memberi kesempatan
mendapatkan hasil yang baik
sense of succes;
c. menggunakan variasi
metodemodel dalam proses pembelajaran;
d. mengaitkan materi
baru dengan materi lama.
Saat ini kita berada dalam era globalisasi, informasi, dan komunikasi
yang terbuka. Peserta didik mulai mengenal dunia kemajuan tak hanya
lewat guru tapi juga lewat pencarian secara mandiri. Kemajuan sains dan
teknologi sangat transparan. Oleh karena
itu, pemahaman
melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
tidak bisa dilepaskan dari komuni- kasinya terhadap teknologi dan man-
faatnya bagi kehidupan bermasyarakat. Inilah esensi KTSP di era otonomi
bidang pendidikan. Dalam jurnal yang dikeluarkan oleh Balitbang Dikbud,
Budiono dan Ella Yulaewati 1999 menulis bahwa hidup di era informasi,
diperlukan pemahaman, komunikasi, dan perhitungan. Pemahaman diterje-
mahkan sebagai kemampuan mema- hami makna dan implikasinya. Ini akan
33 dicapai jika strategi yang diterapkan
guru tepat dan mengacu pada pene- muan dari peserta didik itu sendiri.
Penemuan ini bisa diperoleh melalui proses pembelajaran yang mengguna-
kan model
Two Stay Two Stray.
Pentingnya kontekstual sebagai penunjang aktivitas yang signifikan
dari peserta didik ini juga diungkapkan oleh Elaine B. Johson 2002:3 yang
menulis bahwa ”
Contexstual teaching and learning engages students in
significant activities that help them connect academic studies to their
contextin real-life situations
.” Berkait- an uraian di atas, maka peserta didik
kelas IV SDN Karangrejo 2 perlu dioptimalkan
aktivitas belajarnya
sehingga memiliki kompetensi yang diharapkan, sesuai dengan tuntutan
KTSP. Menurut Budiyono 2002:1
kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan
bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan sese-
orang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketram-
pilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Seharusnya dengan
suatu tindakan kelas, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
dimiliki peserta didik SDN Karangrejo 2 tentang Rangka Manusia dapat lebih
ditingkatkan pula.
Model Pembelajaran
Two Stay Two Stray
Dua Tinggal Dua Tamu
Amin Suyitno 2009 menulis bahwa pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat,
bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan peserta didik serta peserta didik dengan peserta
didik. Selanjutnya Trianto 2005:3 menulis bahwa model pembelajaran
adalah tindakan pembelajaran yang dilakukan guru di dalam atau di luar
kelas terhadap para peserta didiknya agar tujuan pembelajaran tercapai.
Tetapi tidak semua tindakan pem- belajaran dari guru terhadap peserta
didiknya dapat disebut sebagai model pembelajaran. Tindakan pembelajaran
guru baru dapat disebut sebagai model jika dipenuhi empat syarat sebagai
berikut. a Ada penemunya.
b Ada tujuan yang akan dicapai.
c Ada tingkah laku yang spesifik.
d Ada lingkungan yang perlu diciptakan.
Selanjutnya Spenser Kagan 1992 memaparkan bahwa
Two Stay Two
Stray
adalah sebuah model pembelajaran yang kegiatan intinya
meminta para siswa untuk meme- cahkan permasalahan, mencari alterna-
tif jawaban dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya dari
34 teman sebaya atau dari kelompok-
kelompok lain. Untuk selanjutnya disimpulkan
bersama anggota
kelompoknya sendiri.
Two Stay Two Stray
sangat baik jika digunakan untuk melatih
siswa dalam
berinteraksi dengan lingkungan sehingga peserta
didik dapat mendapatkan informasi seluas-luasnya
sebagai alternatif
jawaban. Langkah-langkah
model pembelajaran
Two Stay Two Stray
adalah sebagai berikut. a Guru membentuk
kelompok yang anggotanya 4-5 orang.
b Guru mengemukakan konseppermasalahan
yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok.
Contoh: 1. Sebutkan bagian-bagian dari rangka
manusia 2. Sebutkan fungsi dari
rangka manusia 3. Sebutkan 3 penyakit yang
berkaitan dengan rangka manusia
c Tiap kelompok mengiventarisasimencat
at alternatif jawaban bersama anggota
kelompoknya. d Setelah selesai dua orang
dari masing-masing menjadi
tamumengunjungi kelompok yang lain.
e Dua orang yang tinggal dalam kelompok
bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
kepada tamu mereka. f Tamu mohon diri dan
kembali ke kelompok mereka sendiridan
melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain. g Kelompok memecahkan
dan membahas hasil kerja mereka.
h Selanjutnya tiap kelompok melaporkan
hasil diskusinya ke depan kelas.
i Guru bersama siswa membuat kesimpulan
atau guru melengkapi jawaban siswa sampai
materi tuntas. j Guru memberikan
tugasPR secara individual kepada para
peserta didik tentang materi pokok yang baru
saja diajarkandipelajari. Model pembelajaran
Two Stay Two Stray
berbasis
Contectual Tea- ching
Learning CTL
sangat mudah diterapkan di dalam kelas. Secara garis
besar langkahnya meliputi: mengem- bangkan pemikiran bahwa belajar anak
akan lebih bermakna jika dengan cara bekerja sendiri, mengkonstruksikan
sendiri pengetahuan dan ketrampilan
35 barunya, melaksanakan kegiatan
in- quiri,
mengembangkan sifat ingin tahu dengan cara bertanya, menciptakan
masyarakat belajar kelompok belajar, menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, melakukan refleksi di akhir
pertemuan, dan
melakukan penilaian yang sebenarnya.
Berdasarkan pemasalahan dan kajian teoretik seperti telah diuraikan di
atas, maka disusun kerangka berpikir
PTK seperti uraian berikut. Peserta
didik SD
Negeri Karangrejo
2 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak
khususnya di kelas IV memiliki kemampuan cukup baik, tetapi jelas
tidak semuanya memiliki kemampuan dan
minat mempelajari
IPA. Kenyataannya masih ada 3 siswa yang
belum tuntas pada materi pokok Rangka Manusia. Kemapuan dan minat
peserta didik dalam IPA harus dimulai dan dibangun dari kelas bawah. Jadi
muncullah masalah mendesak untuk dipecahkan yaitu: 1. Bagaimana
mempercepat pencapaian kompetensi dasar peserta didik kelas IV SD Negeri
Karangrejo 2 Dempet di bidang pelajaran IPA materi rangka mausia?
2. Bagaimana meningkatkan hasil belajar dan aktifitas belajar peserta
didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam pelajaran IPA khususnya pada
materi pokok Rangka Manusia?. Hasil belajar peserta didik
kelas IV SD Negeri Karangrejo 2 di bidang pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam masih memungkinkan untuk ditingkatkan.
Karena itu
secara kolaburatif peneliti dan para guru di SD
Negeri Karangrejo
2 yang
lain bersepakat untuk menerapkan model
pembelajaran Two Stay Two Stray Dua Tinggal Dua Tamu, untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik dan aktifitas belajarnya, khu-
susnya dalam materi pokok Rangka Manusia.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka
hipotesis tindakan penelitian ini adalah melalui penerapan model pembelajaran
TwoStay Two Stray
maka hasil belajar dan aktifitas belajar peserta didikkelas
IV SD Negeri Karangrejo 2 dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
khususnya materi pokok Rangka Ma- nusia dapat ditingkatkan.
METODE PENELITIAN
Subyek penelitian
dalam penelitian ini adalah adalah peserta
didik kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, Kecamatan Dempet Kabupaten Demak
tahun pelajaran
20132014. Mata
pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan Alam pada materi pokok Rangka
Manusia. Jumlah peserta didik kelas IV sebanyak 10 siswa. Banyaknya peserta
didik putra ada 4 dan yang putri ada 6 siswa.
Lokasi penelitiannya di kelas IV SD Negeri Karangrejo 2, Desa
Karangrejo, Rt 0503 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Waktu
36 penelitian dimulai bulan Juli 2013
sampai Oktober 2013 pada semester I ganjil. Sumber data berasal dari
subyek penelitian, itu sendiri, yakni peserta didik kelas IV SD Negeri
Karangrejo 2,
melalui hasil
pengamatan, hasil refleksi oleh tim peneliti, dan dari hasil tes. Jenis
datanya adalah data kuantitatif yang berupa a penilaian kinerja kelompok,
b pengamatan terhadap peningkatan aktifitas peserta didik, c hasil tes, dan
d data hasil observasipengamatan terhadap efektiitas penerapan model
pembelajaran
Two Stay Two Stray
Dua Tinggal Dua Tamu.
Indikator keberhasilan dalam PTK ini adalah: a Tercapainya tujuan
ke I, yakni meningkatnya hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri
Karangrejo 2 dalam materi pokok Rangka Manusia, yang ditandai rata-
rata nilai hasil tes yang lebih dari 6,5. b Tercapainya tujuan ke 2 yakni ada
peningkatan aktifitas belajar peserta didik yang ditandai dengan:
a. Semua peserta didik ikut
terlibat aktif dalam kegiatan di kelompoknya.
b. Banyaknya peserta didik
yang berani bertanya lebih dari 2 orang.
c. Banyaknya peserta didik
yang berani maju ke depan mengerjakan
tugassoal, lebih dari 4 orang, dan
d. Tidak ada peserta didik
yang berbicara sendiri di luar
konteks materi
pelajaran, pada
saat pelajaran berlangsung.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan Siklus I
Hasil pengamatan
pada pelaksanaan pembelajaran pada Siklus
I dirangkum sebagai berikut: 1 Guru mitra sebagai pengamat mengamati
aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan
peserta didik
dalam melaksanakan
tugas. 2
Secara kolaboratif-partisipatif
mengamati jalannya proses pembelajaran. 3 Ada 1
kelompok yang pasif saat memecahkan tugassoal. Satu kelompok ternyata
berbicara sendiri gurau di luar konteks pelajaran. 4 Peserta didik saat
menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Wakil dari kelompok
3 suaranya terlalu lemah sehingga tidak bisa didengar oleh semua peserta didik.
5 Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas
secara individual, ternyata ada 4 peserta didik yang belum mengerjakan
tugasnya.6 Peserta yang aktif berani bertanya hanya ada dua. 7 Peserta
didik yang berani mengerjakan tugas di papan tulis juga hanya ada dua. Guru
sampai perlu memerintahkan kepada peserta
didik yang
lain untuk
mengerjakan tugas. 8 Kelompok II salah dalam menyebutkan bagian
rangka kepala, disebutkan diantaranya
37 tulang bahu. 9.Kelompok I hanya
dapat menjawab 1 soal, berarti ada 2 soal yang belum bisa dijawab dengan
benar.
Pengamatan Siklus II
Hasil pengamatan
pada pelaksanaan pembelajaran pada Siklus
I dirangkum sebagai berikut: 1 Guru mitra sebagai pengamat mengamati
aktivitas kelompok peserta didik dan keberhasilan
peserta didik
dalam melaksanakan tugas.2 Secara kola-
boratif-partisipatif mengamati jalannya proses
pembelajaran. 3
Ada 1
kelompok yang pasif saat memecahkan tugassoal. Satu kelompok ternyata
berbicara sendiri gurau di luar konteks pelajaran. 4 Peserta didik saat
menyampaikan hasil pemikirannya, tampak antusias. Semua kelompok
menyampaikan dengan baik, tidak ada lagi kelompok yang suaranya lemah. 5
Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas
secara individual, ternyata ada 1 peserta didik yang belum mengerjakan
tugasnya. 6 Peserta yang aktif berani bertanya kepada guru sudah meningkat
menjadi 40 dari jumlah peserta didik. 7
Peserta didik
yang berani
mengerjakan tugas di papan tulis juga sudah meningkat menjadi lebih dari 2
anak. 8 Kelompok III salah dalam menjawab tentang kegunaan rangka
tengkorak. 9 Kelompok II hanya dapat
menyebutkan 2 fungsi rangka. Pengamatan Siklus III
Pada Siklus
III, hasil
pengamatan dirinci sebagai berikut: 1 Guru
mitra sebagai
pengamat mengamati aktivitas kelompok peserta
didik dan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan tugas. 2 Secara
kolaboratif-partisipatif mengamati
jalannya proses
pembelajaran. 3
Semua kelompok
aktif saat
memecahkan tugassoal. Tidak ada yang berbicara sendiri gurau di luar
konteks pelajaran. 4 Peserta didik saat menyampaikan hasil pemikirannya,
tampak antusias. Semua kelompok menyampaikan dengan baik kepada
seluruh peserta didik. 5 Pengamatan terhadap hasil latihan soal setelah
peserta didik diberi tugas secara individual, ternyata semua peserta didik
mengerjakan tugasnya dengan lengkap. 6 Semua peserta didik aktif dan berani
bertanya kepada guru bila menemui kesulitan. 7 Semua peserta didik
berani mengerjakan tugas di papan tulis. 8 Tidak ada kelompok yang
salah dalam mengerjakan tugas. 9 Semua peserta didik mengerjakan test
formatif dengan semangat dan rasa senang. 10 Nilai rata-rata test formatif
adalah 7,2 Hasil
pengukuran skor
minimum, maksimum, rerata
mean
, serta data persentase siswa yang sudah
tuntas dan yang belum tuntas setiap siklus pembelajaran dirangkum dalam
tabel berikut. Tabel
39 Skor minimum, maksimum, rerata
mean
, serta data persentase siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas
KATEGORI PRA
SIKLUS SIKLUS
I SIKLUS
II SIKLUS
III
Min
5,5 6
6 6,5
Max
7 7
8 9
Mean
6,5 6,5
6,8 7,2
Tuntas 60
60 80
90 Belum Tuntas
40 40
20 10
Pembahasan
Hasil tes prasiklus menun- jukan bahwa dari 10 siswa yang
mendapatkan nilai diatassama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 6,5
hanya 6 siswa sehingga ketuntasan belajar hanya mencapai 60 dengan
nilai rata – rata 6,5.
Pada Siklus
I setelah
dilakukan tindakan penelitian yaitu menggunakan
Two Stay Tow Stray
pada proses pembelajaran khususnya materi rangka manusia, diperoleh hasil
ulangan harian dengan pencapaian nilai diatas KKM
sebanyak 7
siswa, sedangkan siswa yang harus melak-
sanakan remidial sebanyak 3 siswa. Rata
– rata nilai belum mengalami kenaikanpeningkatan. Pada siklus I
peserta didik baru mengenal model Pembelajaran
Two Stay Two Stray
sehingga pelaksanaanya belum maksi- mal, ini nampak pada waktu pem-
bentukan kelompok memakan waktu hingga 10 menit. Ada 2 kelompok yang
pasif saat memecahkan soaltugas, satu kelompok berbicara sendiri gurau
diluar konteks
pelajaran. Ketika
menyampaikan hasil
pemikiran kelompok, ada satu kelompok yang
suaranya terlalu lemah sehingga tidak bisa didengar oleh seluruh peserta
didik, saat diberi tugas individual ada 4 peserta didik yang tidak mengerjakan
tugasnya, peserta didik yang berani bertanya kepada guru saat menemui
kesulitan hanya ada 2 anak dan yang berani maju kedepan kelas untuk
mengerjakan tugas juga tak lebih dari 2 anak.
Pada Siklus II berdasarkan pengamatan dari 10 siswa yang
mendapatkan nilai diatas
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal
KKM ada 8 siswa sehingga ketuntasan belajar mencapai 80
dengan nilai rata – rata 6,8. Siswa
yang berani
bertanya juga
meningkat sebesar 40. Meskipun demikian masih ada 1 peserta didik
yang belum
selesai dalam
mengerjakan tugas. Siswa yang
40 berani maju mengerjakan tugas di
papan tulis juga sudah lebih dari dua anak.
Pada siklus III setelah dila- kukan perbaikan berdasarkan deskripsi
pada hasil tindakan siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada siklus
III telah terjadi adaptasi terhadap perlakuan, baik metode maupun media
yang digunakan, sehingga terdapat kenaikan rata
– rata nilai maupun tingkat pemahaman terhadap materi
pembelajaran. Berdasarkan rekapitulasi ketuntasan belajar pada siklus III dapat
digambarkan sebagai berikut: Rata –
rata hasil tes adalah 7,2, sedangkan siswa yang tuntas sebanyak 9 siswa,
sedangkan yang harus remidi ada 1 siswa, berarti mengalami peningkatan
10 dari 80 menjadi 90 . Perubahan tingkah laku juga
sangat signifikan. Semua peserta didik aktif saat mengerjakan tugassoal, tidak
ada lagi yang bicara sendiri diluar konteks pelajaran, saat menmpilkan
hasil pemikirannya tampak antusias, semua peserta didik mengerjakan tugas
individu secara lengkap, semua aktif dan berani bertanya kepada guru saat
menemui kesulitan,
berani maju
kedepan kelas untuk mengerjakan tugas, tidak ada kelompok yang salah
dalam mengerjakan tugassoal, semua peserta didik mengerjaka tes formatif
dengan penuh semangat dan percaya diri.
Dari uraian di atas mulai dari Siklus I sampai dengan Siklus III
nampak sekali perubahan yang terjadi pada peserta didik. Ini membuktikan
bahwa model pembelajaran
Two Stay Two Stray
Dua Tinggal Dua Tamu berbasis
CTL Contextual Teaching and Learning
sangat tepat diterapkan untuk
meningkatkan prestasi
dan aktivitas belajar para peserta didik
dalam mata pelajaran Ilmu Penge- tahuan Alam khususnya pada materi
pokok Rangka Manusia.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Dari hasil pengamatan dan pem- bahasan dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut 1.
Setelah diterapkan model pembelajaran
Two Stay Two Stray
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya
materi pokok Rangka Manusia nilai rata-rata hasil belajar
peserta didik meningkat dari 6,5 menjadi 7,2.
2. Dengan diterapkannya Model
Pembelajaran
Two Stay Two Stray,
aktivitas belajar peserta didik juga meningkat.
Saran
Berdasarkan hasil dari peneli- tian ini, maka dapat disarankan sebagai
berikut: 1 Perlu dilakukan PTK lanjutan untuk materi pokok yang lain
pada pelajaran
IPA. 2
Model pembelajaran
Two Stay Two Stray
dapat diterapkan untuk kelas –kelas
yang lain di SDN Karangrejo 2 Kecamatan Dempet.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, CA and Jennings, DL. 1980. When Experiences of Failure Promote Expectations of Succes : The Impact of Attributing Failure to Ineffective
Strategies.
Journal of Personality,
1 48: 393 – 407.
Ansori M, Subagyo Bambag dan Masthoha. 2004
. Ilmu Pegetahuan Alam kelas IV
. Pemeritah Kabupaten Demak
Boediono dan Yulaewati, Ella. 1999. Penyusunan Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Dikbud
. 5 19: 20 - 35.
Boediono. 2002.
Kurikulum Berbasis Kompeensi
. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang - Depdiknas.
Dirjen Dikdasmen. 2002.
Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning
. Jakarta: Depdiknas. Eggen and Kauchack. 1988.
Strategiea for Teachers. Teachung Content and Tingking Skills
. New Jersey: Prentice Hall. Heckhause, H. 1974.
How to Improve poor Motivation in Students
. Paper presented at the 18-th International Conggres of Applied Psychology, Montreal,
August. Johnson, Elaine B. 2002.
Contextual Teaching and Learning
. California: Corwin Press, Inc.
Praselyono, dkk. 2005.
Matematika Kelas IV. Demak
: Pemerintah Kabupaten Demak.
Puskur Balitbang Depdiknas. 2002.
Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK
. Jakarta: Depdiknas.
Schwank, Inge. 1993. On the Analysis of Cognitive Structures in Agorithmic Thingking.
The Jurnal of Mathematical Behavior.
12 2. New Jersey. Abbex Publishing Corporation.
Schiefele dan Csikzentmihalyi. 1995. Motivation and Ability as Factors in Mathematics
Experience and Achievement.
Journal of Research in Mathematics Educations
. 25 2: 163-181. Sugiharti, Endang. 2009.
Tata Tulis Karya Ilmiah. Makalah di sajikan dalam Pelatihan IHT Modl
–
model Pembelajaran Inovatif dan Penulisan Karya Ilmiah
. Semarang. 18 – 21 Januari.
Zoller, Uri. 1991. Teaching Learning Styles, performance, and student’s Teaching
Evaluation in STES.
Journal of Research in Science Teaching
. 28 7: 593-697.
42
PENGEMBANGAN
HANDOUT
PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS III
Retno Ningtyas dan Tri Nova Hasti Yunianta
Program Studi Pendidikan Matematika-FKIP – UKSW Salatiga
e-mail
: 202010022student.uksw.edu
Wahyudi
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar-FKIP – UKSW Salatiga
ABSTRAK
Bahan ajar yang sering digunakan siswa di sekolah adalah Lembar Kerja Siswa LKS karena harganya yang ekonomis dan relatif terjangkau. Banyak
sekolah yang hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa LKS saja tanpa adanya handout atau buku penunjang sebagai pegangan siswa sehingga bahan ajar yang
dapat digunakan anak belajar secara mandiri kurang dalam proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar berupa handout
pembelajaran tematik gambar seri untuk siswa sekolah dasar kelas III pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang yang valid, efektif dan praktis.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
RD Research and Development.
Penelitian ini mengacu pada model desain sistem pembelajaran
ADDIE
, yaitu: analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Instrumen yang
digunakan untuk memperoleh data pembuatan dan kualitas
handout,
yaitu: lembar penilaian
handout
, lembar pendapat siswa, wawancara guru, dan
pretest-postest
. Keberhasilan pembuatan produk ini ditinjau dari segi valid, efekif, dan praktis.
Hasil penelitian menyatakan: 1 valid yang ditunjukkan dalam dua aspek yaitu a aspek materi yang memperoleh persentase penilaian 78,66 menunjukkan kategori
kualitatif baik B, b aspek tampilan memperoleh persentase penilaian 80 menunjukkan kategori kualitatif sangat baik SB; 2 Efektif yang dinilai
berdasarkan a uji ketuntasan klasikal yang menunjukkan t
hitung
= 5,148 dengan taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t
tabel
= 1, 697, maka t
hitung
t
tabel
sehingga dapat disimpulkan rata-rata hasil belajar siswa melampaui KKM b persentase ketuntasan postest banyak siswa yang lulus KKM sekolah yaitu
79,412 siswa; 3 Praktis yang ditentukan oleh a penilaian observer memperoleh persentase penilaian 87 menunjukkan kategori kualitatif sangat baik SB, b
handout memperoleh respon positif siswa dalam penggunaannya pada pembelajaran matematika. Pembelajaran dengan menggunakan produk ini menjadi lebih
menyenangkan dan membuat siswa menjadi aktif. Produk ini selain berisi gambar- gambar yang sesuai dengan dan tema yang berkaitan dengan lingkungan rumah juga
di dalam materi yang disajikan diberikan proses terbentuknya suatu rumus sehingga siswa dapat belajar secara runtut tentang rumus yang diperoleh.
Kata kunci:
handout, pembelajaran tematik, gambar seri
43
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran di sekolah selain guru yang memegang peranan
penting, keberadaan bahan ajar juga sangat menunjang proses pembelajaran
agar terlaksana dengan baik Prastowo, 2012.
Bahan ajar
yang sering
digunakan siswa di sekolah adalah Lembar Kerja Siswa LKS karena
harganya yang ekonomis dan relatif terjangkau. Banyak sekolah yang hanya
menggunakan Lembar Kerja Siswa LKS saja tanpa adanya
handout
atau buku penunjang sebagai pegangan
siswa sehingga bahan ajar yang dapat digunakan anak belajar secara mandiri
kurang dalam proses pembelajaran. Guru-guru di Sekolah Dasar banyak
mengandalkan penggunaan LKS dalam pembelajaran
matematika yang
penyusunannya pun masih abstrak terutama untuk anak usia Sekolah
Dasar kelas III sehingga kurang efektif dalam
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hal
tersebut dalam
penelitian ini akan menghasilkan bahan ajar yang dapat digunakan sebagai
pegangan siswa, bahan ajar yang dipilih adalah
handout
.
Handout
merupakan salah satu bahan ajar yang sangat ringkas.
Handout
bersumber dari beberapa literatur
yang relevan
terhadap kompetensi dasar dan materi pokok
yang diajarkan
serta dapat
memudahkan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran Prastowo, 2012.
Penggunaan
handout
sebagai salah satu bahan ajar yang digunakan guru
memberikan dampak cukup besar bagi siswa dalam memahami materi yang
diberikan oleh guru apalagi jika
handout
tersebut dibuat oleh guru itu sendiri karena sesuai dengan kondisi
siswa di dalam kelas. Hal tersebut karena
handout
merupakan salah satu bahan ajar yang dapat dimanfaatkan
dalam pembelajaran Setiawan, 2007. Raharjo 2011 menyatakan fungsi
handout
adalah sebagai alat bantu sehingga siswa lebih memahami materi
yang diajarkan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan Ibu Ike Damayanti di SD Negeri Kutowinangun 07 pada tanggal
13 Januari 2014 dapat disimpulkan bahwa siswa sebenarnya lebih menyu-
kai adanya bahan ajar dalam pembe- lajaran yang bergambar dibandingkan
Lembar Kerja Siswa LKS karena hanya berisikan latihan-latihan saja
tanpa adanya kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang proses pembelajaran
di dalam kelas. Guru mereka hanya memberikan penjelasan sebentar, ke-
mudian siswa diminta untuk menger- jakan soal-soal di Lembar Kerja Siswa
LKS dan diminta mencocokkan jawaban dengan temannya. LKS yang
digunakan sebagai pegangan utama siswa berisikan pemberian rumus
langsung tanpa adanya proses yang menghasilkan rumus-rumus tersebut
sehingga diperlukan bahan ajar yang dapat membantu siswa untuk lebih
memahami materi yang diajarkan.
44 Siswa cenderung menyukai bahan ajar
yang berisikan contoh-contoh langsung dalam
kehidupan nyata
sehingga mereka dapat lebih paham dengan apa
yang sedang mereka pelajari.
Salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan dan pegangan siswa adalah
handout
pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembela-
jaran yang menggunakan tema dalam menyatukan beberapa mata pelajaran
sehingga diharapakan dapat memberi- kan pengalaman yang bermakna pada
siswa. Model pembelajaran tematik melibatkan beberapa mata pelajaran
menjadi satu tema dan menggunakan konsep-konsep yang sudah diperoleh
peserta didik melalui pengalaman langsung serta menghubungkannya de-
ngan konsep lain yang telah dipa- haminya. Pembelajaran tematik berfo-
kus pada pada tahapan yang harus ditempuh siswa dalam memahami
materi yang disampaikan serta proses pengembangannya dalam keterampilan
Musclich, 2011.
Handout
yang akan dikem- bangkan dalam penelitian ini adalah
handout
yang mempunyai ciri khusus berseri dan bergambar yang membe-
dakan dengan
handout
yang ada selama ini. Media gambar merupakan media
yang paling umum dipakai dalam media pendidikan serta dapat dime-
ngerti dan dinikmati dimana-mana
Sadiman, 2011. Gambar seri merupa-
kan media grafis yang digunakan untuk menerangkan suatu rangkaian perkem-
bangan. Setiap seri media gambar bersambung dan selalu terdiri atas
sejumlah gambar Rohani, 1997.
Handout
Pembelajaran Tema- tik Gambar Seri merupakan
handout
yang disusun dengan menerapkan model pembelajaran tematik serta
gambar yang alur ceritanya saling berurutan gambar seri. Pemberian
gambar pada
handout
bertujuan agar siswa lebih mudah memahami materi
yang disampaikan serta dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang
diajarkan. Proses pemberian materi di dalam
handout
ini disusun berdasarkan proses sehingga siswa dapat menge-
tahui proses menghasilkan rumus tersebut, hal ini yang membedakan
dengan bahan ajar yang digunakan siswa selama ini yang berisikan
pemberian rumus
langsung tanpa
adanya proses. Fitriani 2013 menemukan
bahwa pembelajaran dengan menggu- nakan media gambar seri menunjukkan
hasil yang positif dari siswa. Izzati 2013 menemukan bahwa pembe-
lajaran dengan menggunakan bahan ajar tematik mendapatkan hasil yang
positif dan dapat meningkatkan akti- vitas siswa. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui kevalidan, keefektifan dan kepraktisan
handout
pembelajaran tematik gambar seri.
45
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian RD adalah metode pene-
litian yang untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan pro-
duk tersebut Sugiyono, 2010. Produk yang akan dihasilkan dalam penelitian
ini berupa
handout
pembelajaran tematik gambar seri pada materi
keliling dan luas persegi dan persegi panjang untuk siswa SD kelas III.
Subjek yang dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas III SDN
Kutowinangun 07 Salatiga. Model desain sistem pembela-
jaran untuk menghasilkan
handout
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
ADDIE.
Model ini sesuai dengan namanya, terdiri dari lima fase atau tahap utama,
yaitu A
nalysis, Design, Development, Implementation,
dan
Evaluation
Pribadi, 2012. Data dikumpulkan berdasarkan
lembar penilaian
handout
dan tes. Lembar penilaian
handout
terdiri dari lembar kevalidan dan kepraktisan
handout
. Tes
dilakukan untuk
mengetahui keefektifan penggunaan
handout
dalam proses pembelajaran.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh handout pembela-
jaran tematik gambar seri dengan menggunakan model desain sistem
pembelajaran
ADDIE
yang terdiri dari lima tahap.
Tahap
analysis
, pada tahap ini dilakukan analisis kurikulum, materi
dan situasi. Pada analisis kurikulum dan materi dipilih kompetensi dasar
menghitung keliling dan luas persegi dan persegi panjang. Pada analisis
situasi berdasarkan hasil wawancara dengan guru ditemukan masalah pem-
belajaran matematika masih terbaatas pada: 1 peran aktif siswa yang belum
maksimal; 2 ketergantungan siswa terhadap guru dalam memahami materi
matematika, 3 belum ada bahan ajar matematika untuk siswa yang menarik
dan menyenangkan. Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan dengan
menggunakan
handout
pembelajaran
tematik gambar seri sebagai tambahan suplemen bahan ajar siswa dalam
mempelajari matematika disamping penggunaan
LKS Lembar
Kerja Siswa.
46 Tahap
design
, pada tahap ini dilakukan beberapa hal yaitu: 1
mengumpulkan referensi materi; 2 menyusun kerangkan
handout
; 3 merancang pembelajaran sesuai tujuan
handout
; 4 menyusun
handout
sesuai kerangka dan alur pembelajaran; 5
melengkapi unsur-unsur
handout
sesuai kerangka; 6 merancang tampilan
layout handout
matematika. Tahap
development
, pada tahap ini dilakukan pembuatan
handout
awal, valiadasi ahli dan revisi
handout
sebelum akhirnya diimplementasikan ke siswa. Pembuatan
handout
awal meliputi: 1 berbentuk media cetak;
2 komponen-komponen
dalam
handout
pembelajaran tematik gambar seri.
Revisi
handout
berdasarkan masukan para ahli meliputi tampilan
handout
,
overview
materi, tata tulis penggunaan EYD, penggunaan kalimat
yang efektif dan perbaikan beberapa soal dalam latihan soal. Berikut
over- view
materi pada pembuatan
handout
tahap awal. Saran dan kritik juga diberikan
validator sampai
handout
dapat diimplementasikan.
Berikut daftar
saran dan kritik serta tindak lanjut.
Saran dan Kritik Tindak Lanjut
Gambar
cover
atau sampul sebaiknya lebih diperjelas.
Gambar cover atau sampul lebih diperjelas dalam proses
pembuatannya. Judul lebih dibuat simpel
dengan judul “Lingkungan Rumahku”.
Mengganti judul “Lingkungan Rumah dan Sekitarnya” dengan judul
“Lingkungan Rumah”.
Perbaiki pemilihan kata pada halaman tertentu, masih ada
penggunaan kata “kau”. Memperbaiki penggunaan kata “kau”
pada halaman 7 dan 8.
Perbaiki beberapa gambar yang terlihat tidak
proporsional gambar terlihat gemuk.
Memperbaiki letak beberapa gambar yang tidak proporsional.
Tata tulis penggunaan EYD masih banyak yang perlu
disempurnakan. Memperbaiki beberapa kalimat yang
penulisannya tidak sesuai dengan EYD.
Saran dan Kritik Tindak Lanjut
Penggunaan rumus keliling dan luas persegi dan persegi
panjang tidak ditemukan, masih diberikan. Munculkan
Memperbaiki penanaman konsep keliling dan luas persegi dan persegi
panjang dengan menggunakan ilustrasi, serta merancang alur
47 penanaman konsep keliling
dan luas oleh tokoh cerita penemuan rumus keliling dan luas
persegi dan persegi panjang dengan melibatkan percakapan antar tokoh.
Pergunakan kalimat yang efektif, bahasa resmi dan
perhatikan tanda baca. Memperbaiki penggunaan kalimat
yang tidak efektif serta memperbaikinya dengan bahasa
resmi, memperbaiki tanda baca di dalam penggunaan kalimat.
Penggunaan gambar yang tidak efektif sebaiknya
dikurangi. Mengurangi penggunaan gambar yang
tidak efektif di dalam handout. Perbaiki beberapa soal dalam
cek pemahaman yang kurang jelas sehingga bisa
dikerjakan. Memperbaiki beberapa soal dalam
cek pemahaman agar lebih jelas sehingga dapat dikerjakan.
Handout
yang sudah divali- dasi selanjutnya direvisi sesuai saran
validator. Berikut beberapa revisi sesuai saran validator.
Sebelum Revisi Sesudah Revisi
Sebelum Revisi Sesudah Revisi
48 Tahap
implementation
, pada tahap ini dilakukan proses penerapan
handout
akhir berdasarkan
hasil beberapa kali revisi
yang sudah disetujui
oleh para
validator. Implementasi
handout
ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan. Pada awal
proses implementasi ini siswa belum terbiasa dengan bahan ajar yang baru,
siswa masih
kesulitan dalam
memahami alur
handout
akan tetapi pada pertemuan selanjutnya siswa
sudah paham dan aktif dalam proses pembelajaran.
Tahap
evaluation
, pada tahap ini dilakukan evaluasi penggunaan
handout
yang telah disusun dan diujicobakan. Hasil evaluasi handout
terdiri dari analisis kevalidan, keefek- tifan dan kepraktisan. Berdasarkan
analisis data kevalidan ang terdiri dari aspek materi dan aspek tampilan, pada
aspek materi diperoleh skor rata-rata adalah 59 dengan persentase 78,66
menunjukkan kategori baik sedangkan
pada aspek tampilan diperoleh skor rata-rata adalah 36 dengan persentase
80 menunjukkan kategori sangat baik sehingga dapat disimpulkan
h
andout
yang dikembangkan dapat disimpulkan
valid. Analisis
data keefektifan terdiri dari uji ketuntasan
klasikal dan persentase ketuntasan siswa pada
posttest
. Berdasarkan uji ketuntasan klasikal diperoleh nilai t
hitung
= 5,134. Taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t
tabel
= 1, 697, maka t
hitung
t
tabel
, berarti H ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata-
rata hasil belajar siswa melampaui
49 KKM. Persentase ketuntasan
posttest
siswa diperoleh 79,412 menunjukkan
keefektifan hasil belajar tinggi atau
dapat dikatakan
handout
efektif untuk
pembelajaran matematika.
Analisis data kepraktisan yang terdiri dari
penilaian observer dan respon siswa. Berdasarkan
penilaian observer
diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87 menunjukkan kategori
sangat baik. Respon siswa terhadap
handout
yang dihasilkan berdasarkan lembar pendapat siswa secara keselu-
ruhan memperoleh respon positif, dapat disimpulkan
handout
praktis.
PEMBAHASAN
Handout
yang baik adalah
handout
yang dapat digunakan sebagai pendamping bahan ajar yang digunakan
guru, ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dime-
ngerti, disajikan secara menarik bila perlu dilengkapi dengan gambar, isi
handout juga
dapat membantu
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Revisi pada
handout
meliputi revisi
materi, penulisan
kata,tata tulis, penggunaan kalimat efektif, tanda baca dan gambar sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu
handout
pembelajaran tematik gambar seri. Revisi
handout
terkait dengan aspek materi. Pada revisi ini dimulai
dengan perubahan
handout
yang semula terlihat kaku dan masih terlihat
seperti LKS pada umumnya.
Handout
kemudian dirubah sesuai dengan saran validator yaitu dibuat
overview
materi yang tidak diberikan rumus secara
langsung seperti bahan ajar pada umumnya dengan harapan anak dapat
menemukan rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang secara
mandiri sesuai dengan alur cerita. Pada alur cerita dalam setiap gambar direvisi
dengan penggabungan beberapa mata pelajaran
sesuai dengan
konsep pembelajaran tematik serta diberikan
sisipan pendidikan karakter pada siswa. Perubahan
kegiatan belajar
yang direncanakan semula hanya 4 kegiatan belajar dirubah menjadi 6
kegiatan belajar karena siswa akan kesulitan jika materi antara keliling
atau luas persegi dan persegi panjang dimasukkan menjadi 1 kegiatan belajar.
Kegiatan belajar disusun menjadi 2 macam
yaitu kegiatan
belajar kelompok dan mandiri dengan harapan
siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran. Revisi perbaikan pemi-
lihan kata dan penggunaan kalimat yang efektif juga dilakukan dalam
pembuatan
handout
karena kalimat yang kurang efektif akan membuat
siswa bingung dalam memahami alur cerita di dalam
handout
. Berdasarkan hasil beberapa kali revisi materi
sehingga diperoleh hasil penilaian pada aspek materi dengan skor rata-rata
adalah 59 dengan persentase 78,66 dan termasuk kategori baik.
Revisi
handout
terkait dengan aspek tampilan. Pada revisi pada aspek
ini dimulai dengan perubahan judul
50 tampilan
handout
yang semula
“lingkungan rumah dan sekitarnya” dipersingkat
menjadi” lingkungan rumah”.
Layout
sampul depan juga diperbaiki agar terlihat lebih jelas.
Perbaikan gambar juga dilakukan pada gambar yang terlihat tidak proposional
terlihat gemuk. Pengurangan gambar yang tidak memiliki fungsi juga
dilakukan agar tampilan
handout
lebih efektif. Berdasarkan hasil beberapa kali
revisi tampilan sehingga diperoleh hasil penilaian pada aspek tampilan
dengan skor rata-rata adalah 36 dengan persentase 80 dan termasuk kategori
sangat baik.
Secara keseluruhan
berdasarkan aspek materi dan tampilan handout pembelajaran tematik gambar
seri valid. Berdasarkan hasil uji ketuntas-
an klasikal dapat dinyatakan bahwa handout pembelajaran tematik gambar
seri efektif, hal tersebut dibuktikan dengan perhitungan yang memperoleh
nilai t
hitung
= 5,134. Taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai
t
tabel
= 1, 697, maka t
hitung
t
tabel
, berarti H
ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata-rata hasil belajar pada siswa dalam
kelas uji coba produk melampaui KKM. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi keberhasilan penggunaan
hand- out
pembelajaran tematik gambar seri di dalam pembelajaran matematika
untuk siswa Sekolah Dasar kelas III pada materi keliling dan luas persegi
dan persegi panjang. Keberhasilan penggunaan produk ini di dalam proses
pembelajaran karena dapat menarik minat belajar siswa dalam mempelajari
matematika khususnya dalam materi keliling persegi dan persegi panjang.
Produk ini selain terdiri dari gambar- gambar yang berwarna-warni, juga
terdiri dari alur cerita yang mudah dipahami oleh anak-anak usia Sekolah
Dasar kelas III. Tema dan tokoh-tokoh yang digunakan juga dekat dengan
keseharian siswa berupa lingkungan rumah serta kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di dalam rumah dapat memberikan
pemahaman lebih
mendalam pada siswa. Materi di dalam
handout
ini juga disusun sesuai dengan pembelajaran
tematik yaitu mengaitkan beberapa matapelajaran menjadi satu di dalam
sebuah bahan ajar, mata pelajaran yang dikaitkan adalah Bahasa Indonesia,
Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Penge-
tahuan Sosial.
Handout
pembelajaran tematik gambar seri ini juga dapat
membantu guru menanamkan karakter- karakter
yang diharapkan
dapat tertanam di dalam diri siswa. Karakter
yang ingin ditanamkan kepada siswa melalui
handout
ini adalah rasa percaya diri, mandiri, kerjasama, cinta ling-
kungan, kebersihan, dan patuh kepada orangtua. Kegiatan-kegiatan belajar di
dalam
handout
ini juga disusun dengan mengaplikasikan beberapa model pem-
belajaran kooperatif. Model pembe- lajaran kooperatif yang digunakan
adalah
Numbered Heads Together
dan
51
Talking Stick.
Kegiatan belajar dengan mengaplikasikan
beberapa model
pembelajaran tersebut dapat membuat mereka antusias dalam mengikuti
proses pembelajaran. Pada bagian refleksi
diri bermanfaat
untuk meringkas materi yang sudah dipelajari
siswa.
Handout
pembelajaran tematik gambar seri dapat digunakan sebagai
suplemen bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika karena
telah efektif dalam proses uji coba penggunaannya.
Persentase ketuntasan 79,412 menunjukkan keefektifan hasil belajar
tinggi. Sebanyak 27 siswa tuntas serta
7 siswa tidak tuntas dalam
posttest.
Jumlah ini meningkat dibandingkan pada saat melihat kondisi awal yaitu
dengan pemberian
pretest
yang hanya 16 siswa tuntas. Hal ini membuktikan
bahwa pada
saat kondisi
awal kemudian diberikan perlakuan dengan
handout
pembelajaran tematik gambar seri menjadikan peningkatan pemaham-
an siswa. Pengaruh dari kondisi awal kemudian dilakukan
posttest
untuk mengukur hasil belajar dan mengalami
peningkatan menunjukkan
bahwa
handout
pembelajaran tematik gambar seri efektif digunakan dalam proses
pembelajaran. Berdasarkan penilaian observer
diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan persentase 87 dan menunjukkan
kategori sangat baik. Hal ini karena guru
dapat menerapkan
handout
dengan baik
dalam proses
pembelajaran. Guru memberikan siswa kesempatan untuk aktif dalam proses
pembelajaran serta dapat mengelola kelas dengan baik dalam kegiatan
kelompok maupun mandiri.
Handout
juga dinilai oleh observer sudah baik dan
pembelajaran tematik
sudah tercermin di dalam
handout
. Kegiatan kelompok
dan individu
dapat terlaksana
dengan baik
serta memberikan hal baru pada siswa yang
sebelumnya belum
pernah dalam
proses pembelajaran
menggunakan model-model pembelajaran kooperatif.
Observer mengatakan bahwa
handout
yang dibuat dapat membantu siswa dalam memahami materi, gambar yang
berwarna-warni yang membuat siswa lebih senang mempelajarinya, dan
dapat membuat siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran.
Dari hasil lembar pendapat siswa menunjukkan
bahwa
handout
mempunyai tampilan yang menarik dan menarik minat belajar matematika.
Handout
juga mudah dipahami dalam penggunaannya
serta siswa
juga berharap
dapat disusun
handout
pembelajaran tematik gambar seri untuk materi selanjutnya. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa respon siswa positif.
Berdasarkan observasi penelitan penggunaan
handout
pembelajaran tematik
gambar seri
yang telah
dilakukan peneliti
mendapatkan beberapa hal yang dapat dijadikan
temuan penelitian antara lain: 1
52 beberapa siswa pada saat pembagian
kelompok tidak mau bergabung dengan temannya akhirnya dapat bekerja sama
menyelesaikan kegiatan yang ada di dalam
handout
; 2 respon siswa terhadap model pembelajaran yang
diterapkan sangat antusias karena sebelumnya siswa belum mendapatkan
model pembelajaran yang diterapkan di dalam
handout
; 3 siswa menyukai tampilan dan gambar yang ada di
dalam
handout
pembelajaran tematik gambar seri yang berwarna-warni
karena sebelumnya mereka hanya menggunakan bahan ajar berupa LKS
yang hanya berupa latihan soal dengan kertas
buram; 4
siswa dapat
memahami rumus keliling dan luas persegi dan persegi panjang melalui
proses penemuan alur cerita sehingga siswa tidak diberi rumus secara
langsung.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1 produk
berupa
Handout
Pembelajaran Tematik Gambar Seri yang dihasilkan dalam
penelitian berdasarkan
penilaian validator pada aspek materi diperoleh
skor rata-rata adalah 59 dengan persentase
78,66 menunjukkan
kategori baik.
Aspek tampilan
diperoleh dengan skor rata-rata adalah 36
dengan persentase
80, menunjukkan kategori sangat baik,
sehingga dapat disimpulkan
handout
yang dikembangkan
valid; 2
Keefektifan pembelajaran matematika pada materi keliling dan luas persegi
dan persegi
panjang dengan
menggunakan
Handout
Pembelajaran Tematik Gambar Seri memenuhi 2
indikator efektif, yaitu:
Handout
Pembelajaran Tematik Gambar Seri berdasarkan hasil perhitungan uji
ketuntasan klasikal diperoleh nilai t
hitung
= 5,134. Taraf signifikan 5 dan dk = n-1 = 33 diperoleh nilai t
tabel
= 1, 697, maka t
hitung
t
tabel
, berarti H ditolak, hal ini berarti juga bahwa rata-
rata hasil belajar siswa melampaui KKM
dan menunjukkan
handout
efektif digunakan
dalam proses
pembelajaran. Persentase ketuntasan
79,412 menunjukkan
keefektifan
hasil belajar tinggi atau dapat dikatakan
handout
efektif untuk pembelajaran
matematika. 3 Kepraktisan penggu-
naan
Handout
Pembelajaran Tematik Gambar Seri di dalam proses pembe-
lajaran berdasarkan penilaian observer diperoleh skor rata-rata 43,5 dengan
persentase 87, menunjukkan kategori sangat baik. Respon siswa juga positif
di dalam penggunaan
handout
dalam proses
pembelajaran matematika,
secara keseluruhan
handout
praktis dalam penggunaannya untuk pembe-
lajaran matematika.
53
DAFTAR PUSTAKA
Fitriani, Dian. 2012. Peningkatan Keterampilan Bercerita dengan Media Gambar Seri pada Siswa Kelas VII Mts Padureso
.
ejournal.umpwr.ac.id
. Diunduh 16 Januari 2014. Pukul 08.50.
Izzati, N. 2013.
Pengembangan Modul Tematik dan Inovatif Berkarakter pada Tema
Pencemaran Lingkungan
untuk Siswa
Kelas VII
SMP.
http:journal.unnes.ac.id
vol 2 No 2 2013
. Diunduh 12 Januari 2014. Pukul 09.15
Musclich, Mansur. 2011.
KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual
. Jakarta: Bumi Aksara Prastowo, Andi. 2012.
Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar
. Yogyakarta: Diva Press
Pribadi, Benny A. 2011.
Model Desain Sistem Pembelajaran
. Jakarta: Dian Rakyat Raharjo. 2011.
Pengembangan Bahan Ajar Handout Sistem Penerima TV di SMK Piri 1 Yogyakarta.
http:eprints.uny.ac.id10269
. Diunduh 10 Januari 2014. Pukul 10.25.
Rohani, Ahmad. 1997.
Media Intruksional Edukatif
. Jakarta: Rineka Cipta Sadiman, Arief S dkk. 2008.
Media Pendidikan
. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Setiawan, Denny. 2007 .
Pengembangan Bahan Ajar
. Jakarta: Universitas Terbuka Sugiyono. 2010.
Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RD
. Bandung: Alfabeta
54
PENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN
GROUP INVESTIGATION
PADA SUBTEMA MANUSIA DAN PERISTIWA ALAM KELAS 5 SD NEGERI 1
BANYUSRI
Evi Nur Aini
eviaini89gmail.com SDN 1 Banyusri
– Wonosegoro - Boyolali
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengidentifikasi langkah- langkah pembelajaran model
Group Investigation GI
serta untuk meingkatkan keterampilan proses serta hasil belajar pada siswa kelasV SDN 1 Banyusri pada sub
tema Manusia dan Peristiwa Alam. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pengumpulan data menggunakan rubrik penilaian keterampilan proses yang meliputi mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpul-kan
data, menganalis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan sedangkan untuk hasil belajar muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dengan soal tes.
Analisis data yang digunakan mengguanakan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan membandingkan kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model pembelajaran
GI
dilakukan dengan langkah-langkah: 1 identifikasi siswa danmengatur mendalam bentuk kelompok, 2merencanakan tugas
belajar, 3 Melasanakan tugas investigasi, 4 menyiapkan laporan, 5 presentasi, 6 evaluasi. Dari hasil penelitian model pembelajaran GI dapat meningkatkan
keterampilan proses mencapai 17,73. Sedangkan peningkatan dalam hasil belajar pada muatan Bahasa Indonesia besaran peningkatan 15 untuk siklus 1, 6 pada
siklus 2. Pada muatan Matematika besaran peningkatan 17 pada siklus 1, dan 3 pada siklus 2. Proses pembelajaran dengan model
GI
terbukti dapat meninagkatkan keterampilan proses dan hasil belajar pada sub tema Manusia dan Peristiwa Alam di
SDN 1 Banyusri.
Kata kunci: keterampilan proses, hasil belajar, pendekatan saintifik, model
pembelajaran
GI
PENDAHULUAN
Pada saat ini kurikulum yang diberlakukan di Indonesia adalah kur-
ikulum 2013 yang merupakan pengem- bangan
dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Ting-
kat Satuan Pendidikan 2006. Dalam kurikulum tahun 2013, pendekat-
55 an dalam mengorganisasikan pembela-
jaran yang
digunakan adalah
Pembelajaran Tematik Terpadu PTP atau
Integrated Thematic Instrumen ITI
. Pembelajaran Tematik Terpadu menuntut siswa untuk aktif terlibat
dalam pembelajaran.
Namun kenyataannya di SD Negeri 1 Banyusri
guru masih menggunakan model yang konvensional yang bersifat satu arah,
cenderung kering dan membosankan. Hal ini berakibat pada kurangnya siswa
dalam ketrampilan proses dan hasil belajar di SD Negeri 1 Banyusri.
Keterampilan proses
di SDN
1 Banyusri masih rendah dengan rata-rata
17,73 dari
nilai maksimal
28. Sedangkan, untuk hasil belajar pada
muatan Bahasa Indonesia siswa yang mencapai ketuntasan 48,15, untuk
muatan Matematika
siswa yang
mencapai ketuntasan 44,44. Upaya yang harus dilakukan
untuk meningkatkan hasil belajar salah satunya adalah menyelaraskan kegiatan
pembelajaran dengan
nuansa Kurikulum 2013 yang menekankan
pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran
yaitu dengan
menggunakan pendekatan
ilmiah
scientific approach.
Pendekatan Saintifik meliputi kegiatan mengamati,
menanya, mengumpulkan infirmasi, mengasosiasi,
menalar, mengolah
informasi, menyajikan
serta mengkomunikasikan. Sehingga dalam
kurikulun 2013 ini siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Usaha yang harus dilakukan oleh guru agar siswa terlibat aktif salah
satunya dengan
memilih model
pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai
pusat belajar.
Model pembelajaran yang menempatkan siswa
sebagai pusat
belajar diantaranya
adalah model
cooperative learning
.
Cooperative learning
merupakan strategipembelajaran
yang menitikberatkan pada pengelompokan
siswa dengan
tingkatkemampuan akademik
yang berbeda
kedalam kelompok-kelompok
kecil Saptono,2003:32.
Dari berbagai
alasan di atas penulis memutuskan untuk membuat Penelitian Tindakan
Kelas PTK. Model Pembelajaran yang dipilh oleh peneliti
adalah Tipe Group Investigation GI
Berdasarkan latar
belakang tersebut penulis membuat PTK ini
bertujuan untuk:
1meningkatkan Ketrampilan proses pada sub tema
Manusia dan Peristiwa Alam bagi siswa kelas 5 SD Negeri 1 Banyusri
Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali Semester I Tahun Pelajaran
20142015 dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation
GI
2meningkatkan hasil belajar Sub Tema Manusia dan Peristiwa Alam
siswa kelas V SD Negeri 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro Kabupaten
Boyolali Semester I Tahun Pelajaran 20142015
dengan menggunakan
56 model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation GI.
KAJIAN PUSTAKA Hakikat Pembelajaran Tematik
Terpadu
Dalam Materi
Pelatihan Implementasi
Kurikulum 2013
Kemdikbud, 2014 dijelaskan bahwa Pembelajaran Tematik Terpadu atau
Intregrated Thematic
Instruction ITI
dikembangkan pertama kali pada tahun
1970-an. Belakangan
PTP diyakini
sebagai salah
satu pembelajaran yang efektif karena
mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosional,
fisik, dan akademik peserta didik di dalam
kelas. PTP
awalnya dikembangkan
untuk anak-anak
berbakat danbertalenta, anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan
peserta didik yang belajar cepat. PTP ini pun sudah terbukti secara empirik
berhasil memacu
percepatan dan
meningkatkan kapasitas
memori peserta didik untuk waktu yang
panjang. Premis utama PTP adalah
bahwa peserta
didik memerlukan
peluang-peluang tambahan
untuk menggunakan talentanya, menyediakan
waktu bersama yang lain untuk secara mengkonseptualisasi dan mensintesis.
Pada sisi lain, PTP relevan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan
kualitatif lingkungan belajar. PTP memiliki perbedaan kualitatif
dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya
memandu peserta
didik mencapai kemampuan berfikir tingkat
tinggi atau
keterampilan berpikir
dengann mengoptimalisasi kecerdasan ganda, sebuah proses inovatif bagi
pengembangan dimensi
sikap, ketrampilan dan pengetahuan.
Dalam pembelajaran tematik, tema berperan sebagai pemersatu
kegiatan pembelajaran
dengan memadukan
beberapa pelajaran
sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dikembangkan adalah muatan
pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya dan
Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan.
Dalam kurikulum 2013, tema sudah disiapkan
oleh pemerintah dan dikembangkan menjadi
sub tema
dan satuan
pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti
akan menggunakan
Pembelajaran Tematik Terpadu pada kelas V SD pada tema 2 sub tema 3
Pembelajaran Tematik Terpadu diajarkan berdasarkan tahapan-tahapan
tertentu. Menurut Materi Pelatihan Implementasi
Kurikulum 2013
Kemdikbud, 2014 disebutkan ada beberapa tahapan dalam pembelajaran
Tematik Terpadu yaitu: 1 Guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu
berbagai muatan dalam satu tahun. 2 Guru
melakukan analisis
Standar Kompeten Lulusan SKL, Kompetensi
Inti KI, Kompetensi Dasar KD dan
57 membuat indikator. 3 Guru membuat
hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema.
4 Membuat jaringan KD, Indikator. 5 Menyusun
silabus tematik.
6 Menyusun
Rencana Pembelajaran
Tematik Terpadu dengan menerapkan pekatan saintifik.
Sebelum membuat Rencana Pembelajaran guru terlebih dahulu
mengetahui cakupan KD yang ada pada setiap muatan pelajaran. Cakupan KD
pada sub tema Manusia dan Peristiwa alam adalah sebagai berikut:
1 Cakupan KD pada muatan Bahasa Indonesia
3.2 Menguraikan isi teks penjelasan tentang proses daur air, rangkaian
listrik, sifat magnet, anggota tubuh manusia, hewan, tumbuhan dan
fungsinya, serta sistem pernapasan dengan bantuan guru dan teman
dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah
kosa kata baku 4.2 Menggali informasi dari teks
pantun dan syair tentang bencana alam serta kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan bantuan guru dan teman dalam Bahasa Indonesia lisan
dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku
4.4Melantunkan dan menyajikan teks pantun dan syair tentang
bencana alam serta kehidupan berbangsa dan bernegara secara
mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan
memilah kosakata baku 2
Cakupan KD
pada Muatan
Matematika 3.3 Memilih prosedur pemecahan
masalah dengan
menganalisis hubungan antar simbol, informasi
yang relevan, dan mengamati pola 4.3
Menunjukkan kesetaraan
menggunakan perkalian
atau pembagian dengan jumlah nilai
yang tidak diketahui pada kedua sisi
Hakikat Pendekatan Pembelajaran Saintifik
M.Hosnan 2014:34
mengemukakan bahwa Implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan- tahapan
mengamati, merumuskan
masalah, mengajukan
atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan
berbagai tehnik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Kondisi pembelajaran yang
diharapkan dari pendekatan saintik adalah mendorong peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, bukan hanya diberi
tahu. Pemilihan pendekatan Saintifik pada penelitian ini sejalan dengan
keterampilan proses pembelajaran yang
58 digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan siswa dalam mengamati, merumuskan
masalah, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan
data, menganalis data, menarik kesimpulan,
dan mengkomunikasikan.
Keterampilan Proses dan Hasil Belajar
Hasil Belajar
dalam Pembelajaran saintifik berupa penilaian
autentik. Kemendikbud 2014 : 34 penilaian autentik merupakan suatu
istilahterminologi yang
diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode
penilaian alternatif
yang memungkinkan
siswa dapat
mendemonstrasikan kemampuannya
dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan
masalah. Sekaligus,
mengekspresikan pengetahuan
dan keterampilannya
dengan cara
mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar
lingkungan sekolah Hymes, 1991. Dalam hal ini adalah simulasi yang
dapat mengekspresikan
prestasi
performance
siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata. Untuk
mengukur prestasi tersebut dilakukan dengan penilaian autentik.
Penilaian autentik mencoba menggabungkan
kegiatan guru
mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik,
serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari
proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang
kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi
untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas
yang harus
mereka lakukan.
Penilaian autentik
sering digambarkan sebagai penilaian atas
perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka
berkembang untuk belajar bagaimana belajar
tentang subjek.
Penilaian autentik harus mampu menggambarkan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki
oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam
hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar,
dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang
sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus
dilakukan. Penilaian autentik terdiri dari
berbagai teknik penilaian.
Pertama
, pengukuran
langsung keterampilan
peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti
kesuksesan di tempat kerja.
Kedua
, penilaian
atas tugas-tugas
yang memerlukan keterlibatan yang luas dan
kinerja yang kompleks.
Ketiga,
analisis proses
yang digunakan
untuk menghasilkan respon peserta didik atas
perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
59 Jenis-jenis penilaian autentik
terdiri dari: Penilaian sikap, penilaian dan
pengetahuan, dan
penilaian ketrampilan.
Sedangkan dalam
penelitian ini
peneliti akan
memfokuskan pada
penilaian pengetahuan
dan pengetahuan
ketrampilan. Menurut
Wahyudi Kriswandani 2010 :53 Keterampilan
Proses merupakan kegiatan belajar mengajar
yang berfokus
pada penelitian siswa secara aktif dan kreatif
dalam memperoleh hasil belajar. Hasil belajar tidak terbatas pada aspek
pengetahuan saja melainkan bagaimana proses mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan dapat terpenuhi. Nyimas
Aisiyah 2008:5
menyebutkan prinsip-prinsip
keterampilan proses
matematika meliputi : 1mengamati, 2menghitung,
3mengukur, 4Mengklasifikasi,
5menemukan hubungan, 6membuat prediksi, 7 melaksanakan peneliian,
9menginterprestasikan data,
10 mengkomunikasikan hasil.
Menurut modul Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Rendah
Keterampilan proses pada Bahasa Indonesia meliputi : 1 Mengamati,
2Menggolongkan, 3Menafsirkan,
4Menerapkan, 5Mengkomunikasikan. Dari kedua keterampilan proses pada
muatan Matematika
dan Bahasa
Indonesia Peneliti
mengambil Keterampilan
proses yang
sesuai dengan materi pada pembelajaran sub
tema Manusia dan Peristiwa alam yaitu:
mengamati, menghitung,
mengklasifikasi, mengumpulkan data, membuat
prediksi, menyimpulkan,
mengkomunikasikan.
Model Pembelajaran
Group Investigation
Hosnan 2014:258
mengemukakan bahwa
Model pembelajaran
Group Investigation GI
diperoleh dari Thelen. Model ini merupakan
pembelajaran yang
membimbing siswa untuk memecahkan masalah secara kritis dan ilmiah.
GI
merupakan model
pembelajaran kooperatif yang memfasilitasi siswa
untuk belajar
dalam kelompok-
kelompok kecil yang heterogen untuk mendiskusikan
dan menyelesaikan
suatu masalah yang ditugaskan kepada mereka.
Model
GI
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dari seleksi
topik maupun cara mempelajarinya melalui
proses investigasi
yang mendalam. Model ini menuntut siswa
untuk berkomunikasi yang baik dengan kelompok.
Tipe
GI
dapat digunakan dalam membimbing
siswa agar
mampu berpikir sistematis, kritis, analitik,
berpartisipasi aktif dalam belajar dan berbudaya kreatif melalui kegiatan
pemecahan masalah. Dalam proses belajar melalui
GI
siswa akan belajar aktif dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk berpikir sendiri. Dengan jalan itulah siswa dapat menyadari
60 potensi dirinya. Berdasarkan uraian di
atas peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran
GI
merupakan salah satu
Trianto, 2007:
59 menjelaskan
para guru
yang menggunakan
metode GI
pada umumnya membagi kelas menjadi
beberapa kelompok
yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa
dengan karakteristik yang heterogen. Menurut Slavin 2012 :70
langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe
GI
adalah sebagai berikut : a Identifikasi topik dan
mengatur siswa dalam kelompok, proses identifikasi topik dilakukan oleh
guru dengan memilih topik-topik yang bisa
didiskusikan siswa
tapi membutuhkan
pemikiran dan
mengandung unsur yang bisa jadi penemuan. Pengaturan kelompok juga
dilakukan oleh
guru dengan
mempertimbangkan kemampuan
akademik masing-masing siswa. b Merencanakan tugas belajar. Tugas
yang diberikan dirancang sedemikian rupa sehinga mendorong siswa untuk
menemukan sesuatu. c Melaksanakan tugas investigasi. Investigasi dilakukan
dengan mendiskusikan
dalam kelompok. c Mempersiapkan laporan
akhir. Setelah menemukan hal yang harus dipecahkan siswa harus membuat
laporan akhir secara tertulis dan dilaporkan
di depan
kelas.dMenyajikan laporan
akhir. eevaluasi
Dari uraian
yang telah
dipaparkan penulis
menyimpulkan tentang model pembelajaran
GI
. Model pembelajaran
GI
adalah model
kooperatif yang
dilakukan dalam
kelompok dengan menggunakan teknik memecahkan
masalah. Langkah-
langkah dalam pembelajaran
GI
adalah siswa berkelompok 5-6 anak yang
heterogen. Siswa memilih topik sesuai dengan materi yang akan dibahas.
Setiap kelompok mendapat materi yang berbeda-beda.
Bersama dengan
kelompoknya siswa berdiskusi tentang materi terebut. Setelah itu perwakilan
kelompok mempresentasikan hasilnya didepan kelas dan kelompok yang lain
menanggapi. Sehingga dengan cara itu siswa akan lebih memahami materi
pelajaran. Setiap
model pembelajaran
memiiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelebihan dari model
pembelajaran
GI
sebagai berikut : a Peningkatan
belajar terjadi
tidak tergantung pada usia siswa, mata
pelajaran dan aktivitas belajar. b Pembelajaran
kooperatif dapat
menyebabkan unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif
karena adanya komunikasi. c Saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa
menjadi lebih aktif, lebih bersemangat dan berani mengemukakan pendapat. d
Dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi. e
Dapat membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar belakang teman
61 sekelas mereka. f Dapat menjadi
motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. g Melatih
siswa menyelesaikan masalah dengan cara investigasi kelompok.
Sedangkan kekurangan dari
GI
meliputi: a Pembelajaran ini hanya sesuai diterapkan dikelas tinggi karena
memerlukan tingkatan kognitif yang lebih tinggi.
b Kontribusi siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang
memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan
oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan. c Adanya
pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi dengan
kelompok dengan nilai yang rendah. d Memakan waktu yang lama. e Guru
membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat
menerapkan model ini. Berdasarkan
beberapa kelebihan dari model pembelajaran
Group Investigation
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
GI
dapat dijadikan
salah satu
model pembelajaran di SD. Implementasi
model pembelajaran GI di SD secara teoritik dapat meningkatkan keaktifan
siswa yang akan berdampak pada meningkatnya
keterampilan proses
sehingga akan meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam model GI
siswa lebih giat dan bekerja keras. Berbagai
penelitian membuktikan
potensi GI tersebut secara empirik. Sugiyanto 2012, meneliti tentang
penerapan Model Pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil
belajar pada Siswa Kelas V SD Negeri 3
Rejosari Kecamatan
Grobogan Kabupaten
Groboganpenelitian ini
menunjukkan bahwa
model pembelajaran GI dapat meningkatkan
hasil belajar hingga 92. Vera Sandria 2012 melakukan penelitian terhadap
peningkatan hasil belajar Matematika kelas IV SDN 147 Palembang. Dalam
penelitiannya menunjukkan
keberhasilan peningkatan hasil belajar sebesar 92,5. Rutinah 2013 dalam
penelitiannya menunjukkan
bahwa pengunaan
metode pembelajaran
Group Investigation
dapat meningkatkan
motivasi dan
hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian
tentang pendekatan
saintifik, keterampilan
proses, dan model pembelajaran
GI
, sebenarnya ada keterkaitan antara
ketiganya. Sintaks
melaksanakan investigasi pada model pembelajaran
GI
sepadan dengan
kegiatan mengamati
dan menanya
pada pendekatan saintifik serta kegiatan
mengajukan pertanyaan pada rubrik keterampilan
proses. Sintaks
pembelajaran
GI
mengumpulkan laporan merupakan kegiatan yang
relavan dengan
kegiatan mengumpulkan data dan mengasosiasi
pada pendekatan
saintifik dan
mengolah data, menghitung, serta menyimpulkan
pada rubrik
62 keterampilan proses. Sedangkan sintaks
GI
presentasi berhubungan dengan kegiatan
mengkomunikasikan pada
pendekatan saintifik dan kegiatan mempresentasikan
pada rubrik
keterampilan proses.
Kerangka Pikir
Hasil Belajar kelas V SDN 1 Banyusri tergolong masih rendah hal
ini terbukti dari kebanyakan siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Selain
itu ketrampilan siswa juga masih rendah seperti dijelaskan pada tabel
1.1. Hal ini disebabkan karena guru masih
meyampaikan pembelajaran
dengan cara konvensional. Sehingga kurang mampu merangsang siswa
untuk melakukan
aktifitas dalam
pembelajaran.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan
ketrampilan proses dan hasil belajar adalah dengan menggunakan model
pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran yang dibutuhkan dalam
pembelajaran tematik adalah model pembelajaran
yang mampu
mengaktifkan siswanya, salah satunya adalah model pembelajaraan kooperatif
tipe Group Investigation. Dengan menggunakan model
pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.
Sehingga tercipta suasana interaktif antara guru dengan siswa, dan siswa
dengan siswa. Sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa,dengan
adanya suasana interaktifdiharapkan ketrampilan proses dan hasil belajar
siswa dapat meningkat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Banyusri Kecamatan Wonosegoro,
Kabupaten Boyolali pada Sub Tema Manusia dan Peristiwa alam Kelas V
SD semester 1 Tahun Pelajaran 20142015.
Pelaksanaan siklus
1 dilaksanakan pada September minggu
kedua sedangkan siklus 2 dilaksanakan pada September minggu ketiga.Dengan
jumlah siswa 12 laki-laki dan 15 perempuan. Teknik pengumpulan data
kan teknik tes dan non tes. Teknik tes digunakan
untuk mengukur
hasil belajar sedangkan teknik non tes untuk
mengukur keterampilan
proses. Analisis validitas data digunakan untuk
mengukur instrumen yang valid. Hasil dari
instrumen dari
7 item
menunjukkan
corrected item
≥ 0,3. Ini menunjukkan bahwa instrumen untuk
keterampilan proses sudah valid. Data hasil tes dianalisis secara
deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan hasil tes antar siklus.
Data yang dianalisis adalah hasil tes sebelum
dan sesudah
mengalami tindakan tergantung berapa banyak
siklusnya. Selanjutnya data hasil tes antar siklus dibandingkan sehingga
dapat mencapai batas ketuntasan yang diharapkan. Tolok ukur keberhasilan
dalam penelitian ini dapat diukur dengan indikator sebagai berikut : 1
Presentase jumlah
siswa yang
63 mencapai KKM 70; 2 meningkatnya
ketrampilan proses
pemecahan pemecahan masalah sebesar 15 pada
setiap siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan
analisa terhadap data yang diperoleh dari dua
siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
GI
pada Sub Tema Manusia dan peristiwa
alam menunjukkan
peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar. Berikut komparasi tingkat
keterampilan proses dari kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2:
Tabel 1.1 Komparasi Tingkat Keterampilan Proses
Dari tabel di atas diperoleh temuan: a pada kondisi awal, rata-rata tingkat
pencapaian keterampilan proses hanya mencapai 17,21 skor maksimal 40; b
pada siklus 1 rata-rata keterampilan proses mencapai 19,85. Capaian ini
menunjukkan peningkatan
keterampilan proses sebesar 15,34.; c pada siklus 2, rata-rata keterampilan
proses Dari tabel di atas diperoleh
temuan: a pada kondisi awal, rata-rata tingkat pencapaian keterampilan proses
hanya mencapai 17,21 skor maksimal 28; b pada siklus 1 rata-rata
keterampilan proses mencapai 19,85. Capaian ini menunjukkan peningkatan
keterampilan proses sebesar 15,34.; c pada siklus 2, rata-rata keterampilan
proses mencapai 23,37. Data ini menunjukkan
peningkatan keterampilan proses sebesar 17,73.
Komparasi tingkat pencapaian hasil belajar pada sub tema Manusia
dan Peristiwa Alam muatan Bahasa Indonesia dan muatan Matematika
dapat dijelaskan pada tabel berikut : Pembelajaran
Tingkat keterampilan proses mean
kenaikan Kondisi Awal
17,21 -
Siklus 1 19,85
15,34 Siklus 2
23,37 17,73
64
Tabel 1.2 Komparasi Hasil Belajar Antar Siklus
Kategori Muatan B.Indonesia
Kenaikan Muatan Matematika
Kenaikan pra
si- klus
f siklus
1 f siklus
2 f p
r a
Si- klus
1 Si-
klus 2
pra si-
klus f
Sikls 1 f
Si- klus
2 f p
r a
Si- kls 1
Si- klus
2
Tinggi ≥68 13
15 20
- 15
33 12
15 19
- 25
27 Sedang
50-67 6
9 6
- 50
-33 10
9 6
- -10
-33 Rendah
50 8
3 1
- -63
-67 5
3 2
- -40
-33 rerata mean
58 67
71 15
6 59
69 71
17 3
Max 75
80 90
7 13
70 80
85 14
6 Min
38 40
45 5
13 36
40 45
11 13
Dari tabel di atas diperoleh data sebagai berikut : a pada kondisi awal,
rerata hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia mencapai 58,00
48,15 mencapai KKM, sedangkan
rerata
untuk muatan
Matematika mencapai 59.01 44,44 mencapai
KKM,; b pada siklus 1,
mean
hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia
menjadi 67
dengan peningkatan
presentase sebesar 15. Sedangkan untuk
muatan Matematika
mean
menjadi 69
dengan peningkatan
presentase sebesar 17 ; c pada siklus 2,
mean
hasil belajar untuk muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi
71 dengan peningkatan presentase 6 .Sedangkan untuk Muatan Matematika
mean meningkat menjadi 71 dengan peningkatan presentase sebesar 3.
Keberhasilan model
GI
dalam meninggkatkan keterampilan Proses
Pada tabel
komparasi keterampilan proses kondisi awal,
siklus 1, siklus 2 menunjukkan temuan rerata keterampilan proses pada kondisi
awal 17,81, pada siklus 1 19,85, sedangkan pada siklus 2 23,37. Temuan
ini mengidikasikan adanya peningkatan pada keterampilan proses. Besaran
peningkatan 15,3 untuk siklus 1 dan 17,73
untuk siklus
2. Jika
dibandingkan dengan indikator kinerja 15 maka temuan tersebut telah
mencapai keberhasilan. Ini bermakna bahwa siswa
mampu mengamati,
menghitung, mengklasifikasi, mengumpulkan data,
membuat prediksi,
menyimpulkan, mengkomunikasikan
penelitian ini
65 sejalan dengan penelitian Rutinah
2013.
Keberhasilan model
GI dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada tabel komparasi hasil belajar
siklus 1
dan siklus
2 menunjukkan temuan kondisi awal
pada muatan Bahasa Indonesia mean 58,00, pada siklus 1 rerata hasil belajar
mencapai 67, sedangkan pada siklus 2 mencapai
71. Temuan
ini mengindikasikan adanya peningkatan
hasil belajar siswa pada Mapel Bahasa Indonesia. Besaran peningkatan 15
untuk siklus 1, 6 pada siklus 2. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang
tuntas mencapai 74,07 Pada
muatan Matematika
kondisi awal, ,mean 59,01, pada siklus 1 mean 69, sedangkan pada siklus 2
mean mencapai 71. Dengan presentase peningkatan hasil belajar 17 pada
siklus 1 dan 3 pada siklus 2 dengan siswa
yang tuntas
mencapai 70,37.Jika
dibandingkan dengan
indikator kinerja sebesar 70, maka PTK ini dikatakan berhasil karena
melampaui 70. Keampuhan model GI mampu
meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Keampuhan ini
terbukti dalam sintak pembelajaran; 1 siswa sintak kedua merencanakan tugas
terbukti siswa mampu mengamati. 3 Sintak ketiga melakukan investigasi
terbukti siswa mampu mengklasifikasi, memprediksi,
melaksanakan pengamatan, mengumpulkan data, 4
sintak keempat menyiapkan laporan terbukti siswa mampu menuliskan
laporan dari pengamatan. 5 sintak kelima
presentasi terbukti
siswa mampu mempresentasikan hasil di
depan kelas. 6 sintak keenam evaluasi terbukti
siswa mampu
memberi masukan
kepada hasil
presentasi kelompok lain. Temuan ini sejalan
dengan penelitian Sugiyanto 2012, Vera Sandria 2012, Rutinah 2013
yang menyatakan
bahwa model
pembelajaran
GI
dapat meningkatkan hasil belajar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran
GI
dapat meningkatkan
keterampilan proses
pada pembelajaran tematik siswa SD kelas V SDN 1 Banyusri, Kecamatan
Wonosegoro, Kabupaten
Boyolali mencapai rerata sebesar 19 ,85 pada
siklus 1 dan 23,37 pada siklus 2 dengan peningkatan presentase 17,73. Selain
meningkatkan keterampilan
proses model
pembelajaran GI
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
V SD Negeri 1 Banyusri. Pada muatan Bahasa Indonesia. besaran peningkatan
15 untuk siklus 1, 6 pada siklus 2. Pada muatan Matematika besaran
peningkatan 17 pada siklus 1, dan 3 pada siklus 2.
66
Saran
Saran dalam penelitian ini meliputi
: 1
Guru hendaknya
menggunakan model
pembelajaran dalam
pembelajaran yang
menggunakan kelompok belajar agar siswa terlibat aktif. 2 Guru hendaknya
mengembangkan keterampilan proses dalam
pembelajaran agar
dapat meningkatkan hasil belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. P
rosedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek
. Jakarta: RinekaCipta.
Endarini, Ratih S. 2009 . “
Peningkatan Aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V Melalui Penerapan Metode Group Investigation pada Pembelajaran IPA di
SD Sidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 20092010
”. Skripsi.Jurnal digital library.
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia
Kemdikbud.2014.
Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014
. Jakarta : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Nyimas Aisiyah. 2008.
Pengembangan Pembelajaran Matematika SD
. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Rutinah. 2013.
Upaya Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dengan Metode P embelajaran Group Investigation pada Mata
Pelajaran IPA Kelas 5 SDN 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran 2012203
. Repository.library.uksw Saptono, Sigit. 2003.
Strategi Belajar Mengajar Biologi. Semarang
: Universitas Negeri Semarang
67
Slavin, R.E. 2005.
Cooperative Learnig teori, Riset dan Praktik
. Bandung : Nusa Media
Sugiyanto. 2012.
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 20112012
. Repository.library.uksw
Trianto.2007.
Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktif
. Jakarta : Prestasi Pustaka
Vera Sandria.
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation pada Mata Pelajaran
IPA di SDN 147 Palembang
. Skripsi Universitas Sriwijaya Tidak diterbitkan.
Wahyudi Kriswandani.2010.
Pengembangan Pembelajaran Matematika SD
. Salatiga : UKSW
68
PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SUBTEMA TUGASKU SEHARI-HARI DI RUMAH MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN
SAVI
PADA SISWA KELAS II SDN 1 BOLO Eka Ning Tyas
ekaningtyas99gmail.com SD Negeri 1 Bolo
– Wonosegoro - Boyolali
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajara
SAVI Somatik, Auditori, Visual, Intelektual
pada sub tema tugasku sehari-hari di rumah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas,
yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Instrumen
pengumpulan data menggunakan penilaian rubrik keterampilan proses dalam melakukan pengamatan proses perbaikan pembelajaran, dan untuk mengukur
hasil belajar muatan Bahasa Indonesia dan Matematika dengan menggunakan soal tes. Analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif komparatif
yaitu membandingkan kondisi awal, hasil siklus 1, dan hasil siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model pembelajaran SAVI: a
meningkakan keterampilan proses pembelajaran sub tema Tugasku sehari-hari siswa kelas II SD Negeri 1 Bolo, Wonosegoro
–Boyolali Persentase kenaikan keterampilan proses pembelajaran sebesar 22,96 pada siklus 1 dan pada siklus
2 sebesar 21,22. b Meningkatkan persentase jumlah hasil belajar siswa yang mencapai KKM muatan Bahasa Indonesia pada kondisi awal 31,82 7 Siswa,
Siklus 1 meningkat menjadi 50 11 siswa, dan siklus 2 menjadi 86,36 19 Siswa. Hasil belajar muatan Matematika pada kondisi awal 27,27 6 Siswa,
meningkat menjadi 45,45 10 Siswa pada siklus 1 dan meningkat menjadi 81,82 18 Siswa siklus 2.
Kata kunci : Keterampilan proses, hasil belajar, model pembelajaran
SAVI
. PENDAHULUAN
Lampiran Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang standar proses
pendidikan menerangkan bahwa, Pen- didikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengem- bangkan potensi dirinya untuk memi-
liki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak
mulia, keterampilan yang diperlukan
69 dirinya,
masyarakat, bangsa,
dan negara.
Proses pembelajaran pada sa- tuan pendidikan diselenggarakan se-
cara interaktif, inspiratif, menyenang- kan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan per-
kembangan fisik serta psikologis pe- serta didik.
Berdasarkan hal tersebut, ter- dapat dua hal yang perlu diperhatikan
dalam dunia pendidikan. Pertama, ada- nya tuntutan penyelenggaraan pem-
belajaran secara menyenangkan. Ke- dua, pendidikan hendaknya dikem-
bangkan selaras dengan minat siswa. Perwujudan kedua hal tersebut, siswa
diharapkan akan memiliki kreativitas dan kemandirian, sebagai salah satu
tujuan pembelajaran di Indonesia, se- hingga keberhasilan pembelajaran akan
meningkat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan proses pem-
belajaran secara interaktif dan menye- nangkan bagi siswa.
Keberhasilan pembelajaran da- lam arti tercapainya standar kompeten-
si sangat tergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang da-
pat menciptakan situasi yang memung- kinkan siswa belajar sehingga meru-
pakan titik awal berhasilnya pem- belajaran.
Namun pada kenyataannya di SDN 1 Bolo guru belum mampu me-
ngolah pembelajaran, model yang di- gunakan masih kontekstual atau cera-
mah, pembelajaran hanya berpusat pa- da guru, siswa hanya mendengarkan
saja dan guru lebih mendominasi pem- belajaran, hal ini berpengaruh terhadap
rendahnya tingkat keterampilan proses dan hasil belajar siswa.
Data hasil pengamatan awal terhadap proses pembelajaran pada sub
tema bermain di lingkungan rumah, menunjukkan keterampilan proses me-
ngamati, menanya, mencoba, mengum- pulkan informasi, mengasosiasi, meng-
komunikasi masih sangat rendah rata- rata hanya 11,50 dan skor maksimal
hanya 15 dari skor maksimal 24. Rendahnya keterampilan pro-
ses pembelajaran tersebut berdampak pada hasil belajar siswa. Data awal
pembelajaran pada sub tema bermain di lingkungan rumah tingkat kompe-
tensi hasil belajar siswa dengan KKM 67 ternyata kondisi awal pada muatan
Bahasa Indonesia hanya ada 7 siswa 31,82 dari 22 siswa yang telah
mencapai KKM. Sedangkan pada muatan Matematika hanya ada 6 dari
22 siswa 27,27 yang telah men- capai KKM.
Hosnan 2014:208 mengemu- kakan ada model-model pembelajaran
yang dapat melibatkan peserta didk secara aktif, sehingga pembelajaran
lebih menyenangkan, dan materi yang disampaikan mudah dimengerti. Model
pembelajaran
SAVI
salah satu model alternatif yang dapat melibatkan siswa
70 secara aktif dan menyenangkan mela-
lui panca indra sehingga meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti perlu
untuk memperbaiki keterampilan pro- ses dan hasil belajar tersebut melalui
model pembelajaran
SAVI,
dengan tujuan untuk meningkatkan keteram-
pilan proses pembelajaran, mening- katkan hasil belajar siswa, dan mencari
cara yang paling efektif dalam pem- belajaran pada subtema tugasku se-
hari –hari di rumah pada siswa kelas II
SD Negeri 1 Bolo Kecamatan Wono- segoro, Kabupaten Boyolali.
KAJIAN PUSTAKA
Pada kurikulum 2013 semua kelas pada sekolah dasar menggunakan
pendekatan tematik terpadu PTP, atau tematik integratif. Penerapan
model PTP tidak meninggalkan model dan metode pembelajaran yang lain.
PTP merupakan model payung. Stra- tegi pembelajaran lain yang bertujuan
untuk meningkatkan kecakapan terten- tu tetap dilaksanakan dengan PTP.
Pembelajaran Tematik Ter- padu memiliki perbedaan kualitatif
dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik men-
capai kemampuan berfikir tingkat ting- gi atau keterampilan berpikir dengan
mengoptimalisasi kecerdasan ganda, sebuah proses inovatif bagi pengem-
bangan dimensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan.
Dalam pembelajaran tematik, tema berperan sebagai pemersatu ke-
giatan pembelajaran dengan memadu- kan beberapa pelajaran sekaligus. Ada-
pun muatan pelajaran yang dikem- bangkan adalah muatan pelajaran
PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Matematika, Seni Budaya dan Pra-
karya, serta Pendidikan Jasmani Olah- raga dan Kesehatan. Dalam kurikulum
2013, tema sudah disiapkan oleh pe- merintah dan dikembangkan menjadi
sub tema dan satuan pembelajaran. Dalam Materi Pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013 Kem- dikbud, 2014 juga disebutkan fungsi
dari Pembelajaran Tematik Terpadu adalah untuk memberikan kemudahan
bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang
tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena
materi yang dipelajari merupakan materi nyata kontekstual dan ber-
makna bagi peserta didik.
Adapun tujuan pembelajaran dalam tematik terpadu antara lain:
Mudah memusatkan perhatian pada satu
tema atau
topik tertentu,
mempelajari pengetahuan dan me- ngembangkan berbagai kompetensi
muatan pelajaran dalam tema yang sama, memiliki pemahaman terhadap
materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, mengembangkan kompetensi
berbahasa lebih baik dengan mengait- kan berbagai muatan pelajaran lain
dengan pengalaman pribadi peserta
71 didik, lebih bergairah belajar karena
mereka dapat berkomunikasi pada si- tuasi nyata, seperti bercerita, bertanya,
menuis sekaligus mempelajari pelaja- ran yang lain, lebih merasakan manfaat
dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang
jelas, guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan
secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3
pertemuan bahkan lebih, dan budi pekerti dan moral peserta didik dapat
ditumbuh kembangkan dengan me- ngangkat sejumlah nilai budi pekerti
sesuai dengan situasi dan kondisi. Menurut permendikbud 2013,
pembelajaran tematik integratif meru- pakan
pembelajaran yang
meng- gunakan pendekatan saintifik untuk
mengukur keterampilan proses. Dalam penelitian ini pendekatan saintifik yang
diintegrasikan dengan model pembe- lajaran
SAVI
dengan keterampilan proses.
Hosnan 2014:34 mengemu- kakan bahwa implementasi kurikulum
2013 dalam pembelajaran dengan pen- dekatan
saintifik adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemi-
kian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau
prinsip melalui tahapan-tahapan me- ngamati, merumuskan masalah, me-
ngajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
tehnik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Kondisi pembelajaran
yang diharapkan dari pendekatan sain-
tifik adalah mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai
sumber melalui observasi, bukan hanya diberi tahu.
Dengan menggunakan pen- dekatan saintifik yang diintegrasikan
dengan model pembelajaran
SAVI
maka pembelajaran akan menyenang- kan. Dengan pembelajaran yang me-
nyenangkan maka diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan
hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan tujuan
akhir dilaksanakannya kegiatan pem- belajaran di sekolah. Hasil belajar
dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis me-
ngarah kepada perubahan positif yang kemudian disebut dengan proses be-
lajar. Akhir dari proses belajar meru- pakan perolehan hasil belajar siswa.
semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Sedang dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak
proses belajar Dimyati dan Mujiono, 2009:3.
Menurut Sudjana 2010:22, hasil belajar merupakan kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Kemudian Wahid
murni, Arrifin mustikawan, dan Ali Ridho 2010:18 mengemukakan bah-
72 wa seorang dikatakann berhasil dalam
belajar jika ia mampu menunjukkan perubahan dalam dirinya. Baik dari
segi kemampuan berfikirnya, keteram- pilannya, atau sikapnya terhadap suatu
objek. Hasil belajar dapat tertuang
dalam taksonomi Bloom dikelom- pokkan dalam tiga ranah domain
yaitu berpikir kognitif, sikap afek- tif , keterampilan psikomotor.
Sehubungan dengan itu, Gagne dalam Sudjana, 2010:22 mengem-
bangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima, antara lain hasil belajar
intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik,
strategi kognitif mengatur cara belajar dan berpikir seseorang termasuk ke-
mampuan memecahkan masalah, sikap dan nilai intensitas emosional yang
dimiliki seseorang, informasi verbal pengetahuan dalam arti informasi dan
fakta, dan keterampilan motorik ber- fungsi untuk lingkungan hidup serta
memprestasikan konsep dan lambang. Dari beberapa pendapat ten-
tang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil
akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa
dalam mengikuti
pembelajaran dikelas, menerima suatu pelajaran
untuk men-capai kompetensi yang akan dicapai dengan menggunakan
alat penilaian yang di susun guru berupa tes yang ha-silnya adalah nilai
kemampuan sisiwa
setelah tes
diberikan sebagai per-wujudan dari upaya yang telah dila-kukan selama
proses belajar mengajar. Hasil belajar siswa dihitung berda-sarkan evaluasi,
pengukuran, dan assesment. Menurut Wahid Murni, Arrifin
Mustikawan, dan Ali Ridho 2010:15 ada tujuh tujuan penilaian, yaitu untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap ma-teri yang telah
diberikan, untuk mengetahui kecakap- an, motivasi, bakat, minat dan sikap
peserta didik
terhadap program
pembelajaran, untuk
menge-tahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil
belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan, untuk mendiag-nosis keunggulan dan kelemahan peserta
didik dalam
mengikuti kegiatan
pembelajaran, untuk seleksi yaitu untuk memilih dan menentukan peserta
didik yang sesuai dengan jenis pen- didikan tertentu, untuk menentukan ke-
naikan kelas, untuk menempatkan pe- serta didik sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar sangat bergantung dari proses pembelajaran
itu sendiri. Proses pembelajaran yang bermakna, dan menyenangkan akan
sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa.
SAVI
merupakan salah satu model pembelajaran alternatif yang
dapat melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan melalui panca
indera sehingga meningkatkan kete-
73 rampilan proses dan hasil belajar.
Berikut uraian secara mendalam ten- tang pembelajaran
SAVI
. Pembelajaran
SAVI
merupakan pembelajaran yang menekankan bahwa
belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki peserta didik.
Pembelajaran
SAVI
menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyata-
kan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh,
semua indra dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati
gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan
cara yang berbeda. Meier 2002:91 menyatakan
bahwa
SAVI
merupakan suatu model pembelajaran dengan cara mengga-
bungkan gerakan
fisik dengan
aktivitas, intelektual, dan penggunaan semua alat indra. Unsur-unsur yang
terdapat da-lam SAVI antara lain: Somatik berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba,
kinetesis, praktis melibat-kan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar
secara berkala. Meier juga menguatkan pendapatnya dengan menyampaikan
hasil penelitian
neuro-logis yang
menemukan bahwa pikiran tersebut di seluruh tubuh. Jadi dari temuan
tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan
menghalangi pembe-lajar
somatis menggunakan tubuh me-reka sepenuhnya.
Somatik berarti bangkit dari tempat duduk dan bertindak aktif se-
cara fisik selama proses belajar. Berdiri dan bergerak kesana kemari
meningkatkan sirkulasi dalam tubuh dan oleh karena itu mendatangkan
energi segar ke dalam otak. Belajar somatis merupakan belajar dengan in-
dra peraba, kinestetis, praktis dengan melibatkan fisik dan menggunakan
serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Belajar somatis ini bisa terha-
dap tubuh dimana anak-anak yang bersifat somatis, yang tidak dapat
duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat pikiran
mereka tetap hidup. Dalam belajar somatis ini tubuh dan pikiran itu satu
dimana penelitian neurologis telah menemukan bahwa pikiran tersebar
diseluruh tubuh. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Jadi dengan
menghalangi pembelajar somatis me- nggunakan tubuh dalam belajar maka
menghalangi fungsi pikiran sepenuh- nya. Melibatkan tubuh, untuk merang-
sang hubungan pikiran dan tubuh maka harus tercipta suasana belajar yang
dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif
secara fisik dari waktu ke waktu. Auditori, pikiran auditori lebih
kuat dari apa yang di sadari. Telinga bekerja terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori. Dan ketika membuat suara sendiri dengan
berbicara, maka beberapa area penting di otak pun menjadi aktif. Dalam me-
74 rancang pelajaran yang menarik bagi
saluran auditori yang kuat dalam diri pembelajar, maka dengan cara mendo-
rong pembelajar untuk mengungkap- kan dengan suara. Pembelajaran audi-
tori merupakan belajar paling baik jika mendengar dan mengungkapkan kata-
kata. Menurut Meier 2004: 95, be-
lajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang sejak awal
sejarah. Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis banyak
informasi yang disampaikan dari ge- nerasi ke generasi secara lisan misal-
nya mitos, dongeng-dongeng, cerita- cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga
mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi
mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicara-
lah tanpa henti”.
Visual, Ketajaman penglihatan setiap orang itu kuat, disebabkan oleh
fikiran manusia lebih merupakan prosesor citra dari prosesor kata. Citra
karena konkret mudah untuk diingat dan kata, karena abstrak sehingga sulit
untuk disimpan. Didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk mem-
proses informasi visual daripada semua indra yang lain. Pembelajar visual be-
lajar paling baik jika dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta
gagasan, ikon, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika sedang
belajar. Dengan membuat yang visual paling tidak sejajar dengan yang verbal
sehingga dapat membantu pebelajar untuk belajar lebih cepat dan baik.
Menurut Meier 2004: 97, setiap orang memiliki ketajaman visual
yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan didalam otak terdapat lebih banyak
perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang
lainnya. Lebih lanjut meier me- ngungkapkan bahwa beberapa siswa
terutama pembelajar visual akan le- bih mudah belajar jika dapat melihat
apa yang dibicarakan guru atau sebuah buku.
Intelektual merupakan bagian diri yang merenung, mencipta, meme-
cahkan masalah dan membangun mak- na. Intelektual adalah pencipta makna
dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untulk berfikir, meyatukan
pengalaman, menciptakan jaringan sa- raf baru dan belajar. Pada intelektual
identik dengan melibatkan pikiran untuk menciptakan pembelajarannya
sendiri. Belajar bukanlah menyimpan informasi tetapi menciptakan makna,
pengetahuan dan nilai yang dapat dipraktekkan oleh pikiran pebelajar.
Menurut Meier 2004:99, kata intelektual menunjukkan apa yang di-
lakukan siswa dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan
kecerdasan mereka untuk merenung- kan suatu pengalaman dan mencipta-
kan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Lebih
lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai pencipta makna dalam pikiran,
75 sarana yang digunakan manusia untk
berfikir, menyatukan
pengalaman, menghubungkan pengalaman mental,
fisik, emosional dan unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian
dirinya sendiri. Menurut
Warta 2010:40,
“model pembelajaran
SAVI
merupakan suatu model pembelajaran yang mene-
kankan bahwa belajar haruslah me- manfaatkan semua alat indera yang
dimiliki oleh siswa”. Dari pengertian ini,
jelas bahwa
model
SAVI
merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik de-
ngan aktivitas intelektual dan peng- gunaan semua inderanya dalam proses
pembelajaran. Meier Sidjabat, 2009 menga-
jukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar dengan menggunakan model
SAVI
, yaitu pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh, pembela-
jaran berarti berkreasi bukan mengkon- sumsi, kerjasama membantu proses
pembelajaran, pembelajaran berlang- sung pada banyak tingkatan secara si-
multan, belajar berasal dari menger- jakan pekerjaan itu sendiri dengan
umpan balik, emosi positif sangat membantu pembelajaran, otak citra
menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Jadi pada dasarnya pembela- jaran
SAVI
ini lebih menonjolkan bagaimana siswa menciptakan kreati-
fitasnya sendiri. Hal ini akan berpe- ngaruh pada cara berpikir siswa men-
jadi lebih terbuka dan mencoba untuk menggali kemampuannya dalam mem-
peroleh kemampuan yang baru. Namun dalam pembelajaran
dengan model
SAVI
selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan.
Kelebihan model
SAVI
diantaranya membangkitkan kecerdasan terpadu
siswa secara penuh melalui peng- gabungan gerak fisik dengan aktivitas
intelektual, Siswa tidak mudah lupa karena siswa membangun sendiri pe-
ngetahuannya, suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena
siswa merasa diperhatikan sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar,
memupuk kerjasama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat
membantu yang kurang pandai, me- munculkan suasana belajar yang lebih
baik, menarik dan efektif, mampu membangkitkan kreatifitas dan me-
ningkatkan kemampuan psikomotor siswa, memaksimalkan ketajaman kon-
sentrasi siswa, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik,
melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan
berani menjelaskan jawabannya, meru- pakan variasi yang cocok untuk semua
gaya belajar. Sedangkan kelemahan dalam
model pembelajara
SAVI
antara lain model ini menuntut adanya guru yang
sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam
SAVI
secara utuh, penerapan model ini membutuh-
kan kelengkapan sarana dan prasarana
76 pembelajaran yang menyeluruh dan
disesuaikan dengan kebutuhannya, se- hingga memerlukan biaya pendidikan
yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang
canggih dan menarik. Ini dapat ter- penuhi pada sekolah-sekolah maju.
Meier, 2005:91-99 dalam http: goez
17.wordpress.com , karena siswa ter-
biasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga
siswa kesulitan
dalam menemukan jawaban ataupun gaga-
sannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama bila siswa yang
lemah, membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran
saat itu, belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam
evaluasi atau memberi nilai, model
SAVI
masih tergolong baru, sehingga banyak pengajar guru yang belum
mengetahui model
SAVI
tersebut, mo- del
SAVI
ini cenderung kepada keak- tifan siswa, sehingga untuk siswa yang
memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa itu minder.
Sintak Model Pembelajaran
SAVI
merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan seba-
gai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau dalam
tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang
akan digunakan termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap dalam ke-
giatan pembelajaran, lingkungan pem- belajaran dan pengelolaan kelas.
Sintak Model Pembelajaran
SAVI
melalui beberapa tahap. Adapun tahapan-tahapan itu meliputi 1. Mem-
bangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman
belajar yang akan datang, dan me- nempatkan mereka dalamsituasi opti-
mal untuk belajar, 2. Membantu siswa menemukan materi belajar yang baru
dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra,dan
cocok untuk semua gaya belajar, 3. Mengintegrasikan dan menyerap pe-
ngetahuan dan keterampilan baru de- ngan berbagai cara, 4. Membantu sis-
wa menerapkan dan memperluas pe- ngetahuan atau keterampilan baru
mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan terus meningkat.
Suasana belajar dikatakan baik apabila didukung dengan keadaan yang
positif dan adanya minat dalam diri pembelajar sehingga dapat mengop-
timalkan pembelajaran. Menurut Dave Meier 2002:33-34 ada beberapa ala-
san yang melandasi perlunya diterap- kan model
SAVI
dalam kegiatan belajar sehari-hari khususnya pada tugasku
sehari-hari yaitu dapat terciptanya ling- kungan yang positif, keterlibatan
pembelajar sepenuhnya, adanya kerja- sama diantara pembelajar, menggu-
nakan metode yang bervariasi tergan- tung dari pokok bahasan yang dipela-
jari, dapat menggunakan belajar kon- tekstual, dapat menggunakan alat
peraga
77 Belajar bisa menjadi optimal
jika keempat unsur
SAVI
ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pembe-
lajaran pada tema tugasku sehari –hari
dengan model
SAVI
yaitu cara belajar yang melibatkan seluruh indra, belajar
dengan bergerak aktif secar fisik dan membuat seluruh tubuh atau pikiran
ikut terlibat dalam proses belajar. Unsur
–unsur pendekatan safi adalah belajar sumstic, Auditori, Visual, dan
intelektual. Tindakan guru yang dila- kukan dalam meningkatkan aktifitas
dan hasil belajar siswa dalam pem- belajaran tugasku sehari
–hari melalui model pembelajaran
SAVI
merupakan penyatuan keempat unsur
SAVI
dalam satu pembelajaran pada tema Tugasku
sehari –hari.
Berdasarkan hakikat pembela- jaran tematik terpadu, keterampilan
proses pendekatan saintifik, dan hasil belajar seperti yang telah diuraikan di
atas, maka model pembelajaran
SAVI
dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajara tematik di SD.
Implementasi model
pembelajaran
SAVI
secara teoritik dapat mening- katkan kompetensi keterampilan proses
dan hasil belajar siswa. Berbagai penelitian
tindakan membuktikan
potensi
SAVI
tersebut secara empirik. Johar Wahyudi, Cicillia Novi Primiani,
Yayuk wahyuni 2011 menemukan bahwa model
SAVI
dapat mening- katkan kemampuan berfikir tingkat
tinggi pada mata pelajaran Biologi. Sri Wahyuni Kusumawati 2013 meneliti
tentang penerapan model pembelajar
SAVI
untuk meningkatkan keteram- pilan pemecahan masalah di Sekolah
Dasar. Suswadi 2010 tentang pening- katan keterampilan membaca pemaha-
man dengan pendekatan
SAVI
pada sis- wa kelas VI SDN Kutawaru 04 Keca-
matan silacap
tengah Kabupaten
Cilacap. Purwanti Silvianawati, 2012 melakukan PTK dan menemukan hasil
model pembelajaran SAVI
berpengaruh terhadap hasil belajar pada pembe-
lajaran tematik pada tema hewan dan tumbuhan kelas II SD Negeri Mangun-
sari 04 Salatiga. Krisnawati, Ony. 2011 melakukan PTK dan menyimpulkan
bahwa hasil penerapan
model SAVI
dapat mengubah miskonsepsi siswa, meningkatkan aktivitas dan hasil be-
lajar siswa pada siswa kelas IV SDN Talangagung 01 Kecamatan Panjen
Kabupaten Malang. Uraian tentang hakikat pembe-
lajaran
SAVI
dan temuan berbagai penelitian di atas berimplikasi pada
desain model pembelajaran dan pene- litian pembelajaran. Model pembelaja-
ran merupakan penunjang guru dalam proses pembelajaran, agar proses pem-
belajarannya berjalan dengan baik dan diterima baik oleh siswa. Oleh karena
itu, guru harus betul-betul memper- hatikan dan harus kreatif dalam memi-
lih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.
Mencermati uraian
tentang sintak
SAVI
di atas, sebenarnya dapat disepadankan dengan keterampilan
78 proses ilmiah dalam pendekatan sainti-
fik. Langkah membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka
dalam situasi optimal untuk belajar dilakukan dengan cara mengamati
dalam pembelajaran. Mnemukan mate- ri belajar baru dengan cara menarik,
menyenangkan, relevan, dan cocok untuk semua gaya belajar sejalan
dengan aktivitas
mengamati, mennanya, mencoba, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi, dan mengko- munikasikan. Kegiatan pembelajaran
dengan mengintegrasikan, menyerap pengetahuan dan keterampilan baru de-
ngan berbagai cara dalam sintak
SAVI
juga relevan dengan mengumpulkan informasi dan mengasosiasikan. Ke-
giatan siswa menerapkan dan memper- luas pengetahuan atau keterampilan
baru mereka pada pekerjaan sehingga belajar akan terus meningkat merupa-
kan kegiatan yang relevan dengan kegiatan mengumpulkan informasi dan
mengkomunikasikan dalam pendeka- tan saintifik.
Berdasarkan uraian di atas dalam pembelajaran pada subtema tu-
gasku sehari –hari di rumah, bisa
ditangkap bahwa dalam proses pembe- lajaran perlu dipilih model pembe-
lajaran yang tepat agar dapat mem- bangkitkan keaktifan dan mening-
katkan hasil belajar siswa. Dengan memilih model pembelajaran
SAVI
da- lam proses pembelajaran maka diduga
dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada sub tema
tugasku sehari –hari di rumah.
METODE PENELITIAN
PTK dilakukan di SDN 1 Bolo Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten
Boyolali semester 1 tahun pelajaran 20142015, pada Subtema tugasku
sehari-hari di rumah Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah
siswa kelas II dengan jumlah siswa dalam satu kelas 22 orang, 6 siswa
perempuan, dan 16 Siswa laki-laki. Variabel yang diteliti dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah Variabel tindakan dalam proses pem-
belajaran variabel X: implementasi model pembelajaran
SAVI
pada sub tema tugasku sehari-hari di rumah.
Variabel Y: Peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar siswa.
Teknik pengumpulan data di- lakukan dengan observasi untuk me-
ngumpulkan data aktivitas guru dan siswa. Tes, untuk mengukur kompe-
tensi hasil belajar siswa untuk seluruh muatan pembelajaran. Non tes berupa
rubrik penilaian keterampiilan proses untuk mengukur keterampilan proses
dalam pembelajaran. Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam Penelitian
Tindakan Kelas
ini ditetapkan
indikator kinerja sebagai berikut: 1 Pembelajaran dikatakan berhasil jika
Presentase jumlah siswa yang men- capai KKM sebesar 40 untuk siklus
79 1, dan 60 untuk siklus 2. 2. Mening-
katnya keterampilan proses sebesar 20 pada setiap siklus.
Analisi data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggu-
nakan analisis diskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar
dari kondisi awal dan setiap siklus pembelajaran. Analisis data kualitatif
merupakan hasil pengamatan yang menggunakan analisis diskriptif kuali-
tatif. Selanjutnya dilakukan komparasi data setiap siklus untuk memastikan
adanya peningkatan keterampilan pro- ses dan hasil belajar siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan
analisa terhadap data yang diperoleh dari dua
siklus yang dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran SAVI pada subtema tugasku sehari-hari di rumah menun-
jukkan peningkatan Keterampilan pro- ses dan hasil belajar siswa. Tabel 1
merangkum komparasi tingkat Kete- rampilan Proses kondisi awal, siklus 1
sampai siklus 2.
Tabel 1 komparasi tingkat keterampilan proses
Dari Tabel 1 diatas, diperoleh temuan: a pada kondisi awal, rata-rata
tingkat keterampilan proses dalam pembelajaran baru mencapai 11,50; b
pada siklus 1 rata-rata tingkat keteram- pilan proses dalam pembelajaran men-
capai 14,14; c pada siklus 2 rata-rata tingkat keterampilan proses dalam
pem-belajaran mencapai 17,14. Ca- paian ini menunjukkan peningkatan
keterampilan proses sebesar 22,96 pada siklus 1, dan 21,22 pada siklus
2. Kenaikan
mean
hasil belajar dan persentase jumlah ketuntasan bela-
jar siswa pada muatan Bahasa Indo- nesia dan Matematika dirangkum da-
lam Gambar 1. Dari Gambar 1 diper- oleh data berikut: 1 muatan Bahasa
Indonesia diperoleh: a pada kondisi awal,
mean
hasil belajar baru 58, se- dangkan persentase jumlah siswa yang
mencapai KKM hanya 31,82 7 sis- wa; b pada siklus 1,
mean
hasil bela- jar menjadi 60,32 dan persentase
meningkat menjadi 50 11 siswa; c pada siklus 2,
mean
hasil belajar me- ningkat menjadi 76,14 dan persentase
jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 86,63 19 siswa.
Pembelajaran TingkatKeterampilan Proses
Mean Kenaikan
Kondisi Awal 11,50
- Siklus 1
14,14 22,96
Siklus 2 17,14
21,22
80 2 muatan Matematika diperoleh: a
pada kondisi awal,
mean
hasil belajar baru 53, sedangkan persentase jumlah
siswa yang mencapai KKM hanya 27,27 6 siswa; b pada siklus 1,
mean
hasil belajar menjadi 59.09 dan persentase meningkat menjadi 45,45
10 siswa; c pada siklus 2,
mean
hasil belajar meningkat menjadi 72,5 dan
persentase jumlah siswa yang men- capai
KKM meningkat
menjadi 81,82 18 siswa.
Gambar 1 Komparasi Mean dan Ketuntasan Belajar Siswa 2.
Keberhasilan model SAVI dalam meningkatkan keterampilan proses
Data pada tabel keterampilan proses pembelajran kondisi awal,
siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan te- muan rerata keterampilan proses peme-
cahan masalah matematika pada kon- disi awal 11,50 pada siklus 1 14,14 dan
siklus 2 17,14. Temuan ini mengin- dikasikan adanya peningkatan tingkat
keterampilan proses pembelajaran. Be- saran peningkatan 22,96 pada siklus
1 dan 21,22 pada siklus 2. Jika di- bandingkan dengan indikator kinerja
20 ternyata temuan siklus 1 dan 2 tersebut telah mencapai keberhasilan.
Keberhasilan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa mampu
mengamati, menanya, mencoba, me- ngumpulkan informasi, mengasosiasi,
dan mengkomunikasikan. Temuan ini sejalan dengan
penelitian Kusumawati Sri Wahyuni 2013, Suswadi 2010 dan Krisna-
wati, Ony 2011.
3. Keberhasilan model
SAVI
dalam meningkatkan hasil belajar siswa
Data pada grafik 1 hasil belajar siswa pada muatan Bahasa Indonesia
dan muatan Matematika kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 menunjukkan
temuan 1 muatan Bahasa Indonesia, kondisi awal,
mean
58, pada siklus 1
mean
60,32 pada siklus 2
mean
76,14. 2 muatan Matematika, kondisi awal,
mean
53, pada siklus 1
mean
59,09 pada siklus 2
mean
72,5. Temuan ini mengindikasikan adanya peningkatan
hasil belajar siswa yang telah mencapai KKM. Besaran peningkatan muatan
Bahasa Indonesia pada kondisi awal 31,82 7 Siswa, menjadi 50 11
Siswa pada siklus 1 dan 86,63 19
81 Siswa pada siklus 2. Sedangkan
besaran peningkatan muatan matema- tika pada kondisi awal hanya 27,27
6 Siswa, menjadi 45,45 10 Siswa pada siklus 1, dan pada siklus 2 me-
ningkat menjadi 81,82 18 Siswa. Jika dibandingkan dengan indikator
kinerja 40 untuk siklus 1, 60 untuk siklus 2 ternyata temuan siklus 1 dan 2
tersebut telah mencapai keberhasilan. Temuan ini sejalan dengan
penelitian Suswadi 2010, Silviana- wati Purwanti 2012, Krisnawati, Ony
2011.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
Model Pembelajaran SAVI: 1.
Meningkakan keterampilan proses pembelajaran siswa kelas II SD
Negeri 1 Bolo, Kecamatan Wono- segoro, Kabupaten Boyolali sebe-
sar 22,96 pada siklus 1 dan pada siklus 2 sebesar 21,22.
2. Meningkatkan hasil belajar siswa
yang telah mencapai KKM pada muatan Bahasa Indonesia dari
kondisi awal yang hanya 31,82 7 Siswa, meningkat menjadi 50
11 Siswa, pada siklus 1 dan siklus 2 meningkat menjadi
86,36 19 Siswa. Dan hasil belajar pencapaian KKM muatan
Matematika pada kondisi awal 27,27 6 Siswa, pada siklus 1
meningkat menjadi 45,45 10 Siswa, dan meningkat menjadi
81,82 18 Siswa pada siklus 2.
Saran
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah, para guru
hendaknya: 1 berusaha mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, 2
Penerapan model pembelajaran
SAVI
pada sub tema tugasku sehari –hari di
rumah seperti diuraikan di atas, hendakanya dijadikan salah satu alter-
natif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dari kelas I sampai dengan kelas
VI Sekolah Dasar, 3 Untuk mening- katkan profesionalisme, seorang guru
hendaknya berusaha untuk selalu me- ningkatkan dan memperbaiki proses
pembelajara
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2013.
Lampiran Permendiknas Nomer 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah
. Jakarta : depdiknas. Dimyati dan Mujiono. 2009.
Belajar dan Pembelajaran
. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hosnan. 2014.
Pendekatan saintifik dan konteks tual dalam pembelajaran abad 21
. Bogor: Ghalia Indonesia.