Hukum Acara Perdata 003

Hukum Acara Perdata : Surat Kuasa

BAB I
A.

LATAR BELAKANG

Kuasa merupakan suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan
kekuasaan kepada seseorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan (Pasal 1792 KUHPerdata). Dengan kata lain,
pemberian
kuasa
adalah
suatu
persetujuan
mengenai
pemberian
kekuasaan/wewenang (lastgeving) dari satu orang atau lebih kepada orang lain
yang menerimanya (penerima kuasa) guna menyelenggarakan/melaksanakan
sesuatu pekerjaan/urusan (perbuatan hukum) untuk dan atas nama
(mewakili/mengatasnamakan) orang yang memberikan kuasa (pemberi kuasa).

Pada pokoknya, pemberian kuasa merupakan suatu persetujuan “perwakilan”
melaksanakan perbuatan hukum tertentu. Dalam praktek, pemberian kekuasaan
tidak terbatas hanya dapat dilakukan dari seseorang kepada seseorang lain
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1792 KUHPerdata tersebut di atas. Tapi,
dapat dilakukan dari satu orang atau lebih pemberi kuasa kepada satu orang
atau lebih penerima kuasa. Tidak semua perbuatan hukum dapat dikuasakan
atau diwakilkan kepada orang lain. Misalnya, mengangkat anak/adopsi, membuat
wasiat/testament (Pasal 932 KUHPerdata), melangsungkan perkawinan kecuali
ada alasan kuat/penting (Pasal 79 KUHPerdata). Pasal 1793 KUHPerdata
menyebutkan beberapa bentuk pemberian kuasa, yakni : pemberian kuasa
otentik (akta otentik), pemberian kuasa dibawah tangan (akta dibawah tangan),
pemberian kuasa dengan sepucuk surat biasa, pemberian kuasa lisan dan
pemberian kuasa diam-diam. Pemberian kuasa otentik (akta otentik) adalah
pemberian kuasa yang dibuat oleh dan/atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang (Notaris) dan kuasa seperti ini kekuatan pembuktian formil yang
sempurna.
B.

TINJAUAN PUSTAKA


1.

Definisi Tentang Surat Kuasa;

2.

Jenis Surat Kuasa;

3.

Isi Surat Kuasa;

4.

Hak dan Kewajiban Para Pihak (Pemberi dan Penerima Kuasa);

5.

Berakhirnya Surat Kuasa;


6.

Bentuk Kuasa Didepan Pengadilan.

BAB II
C.

PEMBAHASAN

1.

Definisi Surat Kuasa

Surat Kuasa adalah surat yang berisi pelimpahan wewenang dari seseorang atau
pejabat tertentu kepada seseorang atau pejabat lain. Pelimpahan wewenang
dapat mewakili pihak yang memberi wewenang.
2.

Jenis Surat Kuasa


Pemberian kuasa terbagi atas 2 (dua) jenis, yakni: pemberian kuasa secara
umum dan pemberian kuasa secara khusus (Pasal 1795 KUHPerdata).
·

Surat Kuasa Umum

Pemberian kuasa yang meliputi pelaksanaan segala kepentingan dari pemberi
kuasa, kecuali perbuatan hukum yang hanya dapat dilakukan oleh seorang
pemilik (Pasal 1796 KUHPerdata). Kuasa diberikan seluas-luasnya sehingga
nyaris tanpa ada pengecualian, termasuk terhadap hal-hal yang tidak disebutkan
dalam surat kuasa.
Contohnya :
“Kuasa pengurusan dan pemeliharaan/perawatan penghunian rumah”.
·

Surat Kuasa Khusus

Pemberian kuasa yang hanya meliputi pelaksanaan satu/lebih kepentingan
tertentu dari pemberi kuasa. Perbuatan hukum/kepentingan dimaksud harus
disebutkan/dirumuskan secara tegas dan detail/terperinci (Pasal 1975

KUHPerdata).
Contohnya :
“Kuasa memasang hipotek atau membebankan hak tanggungan, kuasa untuk
melakukan perdamaian, kuasa bagi Advokat untuk mewakili perkara kliennya di
pengadilan”.
3.

Isi Surat Kuasa

Isi dari surat kuasa secara umum yaitu berisi tentang pemberian kuasa kepada
seseorang untuk mengurus suatu kepentingan, dan bahasa yang digunakan
singkat, lugas, efektif, dan tidak terbelit-belit. Maka apabila dikategorikan
pembedaan antara isi dari jenis surat kuasa yaitu :

Surat Kuasa Umum
Surat Kuasa Khusus
Isi :
“Meliputi 1 kepentingan atau lebih dari pemberi kuasa yang diperinci mengenai
hal-hal yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa”.
Isi :


“Meiputi pengurusan segala kepentingan pemberian kuasa”.
4.

Hak dan Kewajiban Para Pihak (Pemberi dan Penerima Kuasa)

KUHPerdata tidak memerinci hak-hak pemberi kuasa dan penerima kuasa, hanya
mengenai kewajiban-kewajiban penerima kuasa dan pemberi kuasa (Pasal 18001803, Pasal 1805 dan Pasal 1807-1811 KUHPerdata). Namun demikian, dari
ketentuan-ketentuan mengenai kewajiban-kewajiban tersebut, mengandung
pemahaman sebaliknya mengenai hak-hak pemberi kuasa dan penerima kuasa.
Khusus untuk hak penerima kuasa sebagai berikut :
·
Penerima kuasa berhak untuk memperhitungkan/memperoleh upah
meskipun hakekat pemberian kuasa terjadi secara cuma-cuma/gratis (Pasal 1794
KUHPerdata). Jika diperjanjikan, besarnya upah sesuai dengan yang disebutkan
dalam perjanjian antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Sebaliknya, jika
tidak diperjanjikan, maka berlaku Pasal 411 KUHPerdata, yang berbunyi “Semua
wali, kecuali bapak atau ibu dan kawan wali, diperbolehkan memperhitungkan
sebagai upah tiga perseratus dari segala pendapatan, dan dua perseratus dari
segala pengeluaran dan satu setengah perseratus dari jumlah-jumlah uang

modal yang mereka terima, kecuali mereka lebih suka menerim upah yang
kiranya disajikan bagi mereka dengan surat wasiat, atau dengan akta otentik
tersebut dalam Pasal 355; dalam hal demikian mereka tidak boleh
memperhitungkan upah yang lebih”.
·
Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang
berada ditangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat
dituntutnya akibat pemberian kuasa (Pasal 1812 KUHPerdata). Hak ini disebut
dengan hak retensi.
Adapun kewajiban-kewajiban penerima kuasa dan pemberi kuasa berdasarkan
Pasal 1800-1803, Pasal 1805 dan Pasal 1807-1811 KUHPerdata, sebagai berikut:
Kewajiban Penerima Kuasa
·
Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian
dan bunga yang timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa serta wajib
menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi
kuasa meninggal dunia dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera
diselesaikannya.
·
Bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja dan atas kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan
kuasanya.
·
Memberi laporan kepada penerima kuasa tentang apa yang telah dilakukan
serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya
berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayar
kepada penerima kuasa.

·
Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya
dalam melaksanakan kuasanya bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang
lain sebagai penggantinya dan bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan
orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak
cakap atau tidak mampu.
·
Membayar bunga atas uang pokok yang dipakainya untuk keperluannya
sendiri, terhitung dari saat ia mulai memakai uang itu, begitu pula bunga atas
uang yang harus diserahkan pada penutupan perhitungan, terhitung dari saat ia
dinyatakan lalai melakukan kuasa.
Kewajiban Pemberi Kuasa

·
Memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut
kekuasaan yang telah diberikannya kepada penerima kuasa. Jika sebaliknya
(kecuali disetujuinya), maka pemenuhan beserta segala sebab dan akibat dari
perikatan-perikatan tersebut menjadi tanggung jawab penerima kuasa
sepenuhnya.
·
Mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima
kuasa untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula membayar upahnya bila
tentang hal ini telah diadakan perjanjian, sekali pun penerima kuasa tidak
berhasil dalam urusannya, kecuali jika penerima kuasa melakukan suatu
kelalaian.
·
Memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian-kerugian yang
dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu penerima kuasa
tidak bertindak kurang hati-hati.
·
Membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa,
terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot itu.
·

Bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung renteng/tanggung
menanggung) mengenai segala akibat dari pemberian kuasa terhadap penerima
kuasa yang diangkat oleh beberapa orang pemberi kuasa untuk
menyelenggarakan suatu urusan yang harus mereka selesaikan secara bersama.
5.

Berakhirnya Surat Kuasa

Berdasarkan Pasal 1813 KUHPerdata, pemberian kuasa berakhir :
·

Dengan Penarikan Kembali Kuasa Penerima Kuasa;

Pemberi kuasa bukan hanya dapat menarik kembali kuasanya bila
dikehendakinya, tapi dapat pula memaksa pengembalian kuasa tersebut jika ada
alasan untuk itu. Terhadap pihak ketiga yang telah mengadakan persetujuan
dengan pihak penerima kuasa, penarikan kuasa tidak dapat diajukan kepadanya
jika penarikan kuasa tersebut hanya diberitahukan kepada penerima kuasa.
Pengangkatan penerima kuasa baru untuk menjalankan urusan yang sama
menyebabkan penarikan kembali kuasa atas penerima kuasa sebelumnya


terhitung sejak hari (tanggal) diberitahukannya pengangkatan penerima kuasa
baru tersebut.
·

Dengan Pemberitahuan Penghentian Kuasanya Oleh Penerima Kuasa;

Pemegang kuasa dapat membebaskan
diri dari kuasanya dengan
memberitahukan penghentian kuasanya kepada pemberi kuasa dan
pemberitahuan tersebut tidak mengesampingkan kerugian bagi pemberi kuasa
kecuali bila pemegang kuasa tidak mampu meneruskan kuasanya tersebut tanpa
mendatangkan kerugian yang berarti.
·
Dengan Meninggalnya, Pengampuan Atau Pailitnya, Baik Pemberi Kuasa
Maupun Penerima Kuasa;
Setiap perbuatan yang dilakukan pemegang kuasa karena ketidaktahuannya
tentang meninggalnya pemberi kuasa adalah sah dan segala perikatan yang
dilakukannya dengan pihak ketiga yang beritikad baik, harus dipenuhi
terhadapnya.
·
Dengan Kawinnya Perempuan Yang Memberikan Atau Menerima Kuasa
(sudah tidak berlaku lagi).
Selain karena alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata,
berakhirnya pemberikan kuasa dapat pula terjadi karena telah dilaksanakannya
kuasa tersebut dan karena berakhirnya masa berlaku atau jangka waktunya.
6.

Bentuk Kuasa Didepan Pengadilan

Sebelum mengetahui bentuk-bentuk pemberian kuasa, maka terlebih dahulu
perlu diketahui tentang syarat pemberian kuasa. Berdasarkan Pasal 147 ayat (1)
R.Bg., orang yang sah mewakili pihak berperkara di pengadilan hanyalah orang
yang kepadanya diberikan kuasa yang bersifat khusus oleh pemberi kuasa (pihak
materil), baik secara tertulis maupun secara lisan. Dengan demikian pemberian
kuasa yang sah di muka Pengadilan hanya terbatas pada pemberian kuasa yang
bersifat khusus. Yang dimaksud bersifat khusus dalam Pasal tersebut adalah
kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa hanya
khusus dan terbatas terhadap suatu tindakan-tindakan tertentu dalam perkara
tertentu. Dengan demikian maka pemberian kuasa ini harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
·

Menyebut dengan jelas identitas Pemberi Kuasa;

·

Menyebut dengan jelas identitas Penerima Kuasa;

·
Menyebut dengan jelas tindakan-tindakan/ kewenangan-kewenangan yang
dikuasakan.
Contohnya:

“Mengajukan gugatan, mengajukan bantahan, mengajukan replik, mengajukan
duplik, mengajukan alat-alat bukti, membantah alat bukti lawan, mengajukan
kesimpulan, dan sebagainya”.
·

Menyebut dengan jelas jenis dan objek perkara;

Contohnya:
“Dalam perkara harta bersama, dalam perkara hutang-piutang, dalam perkara
perceraian, dan sebagainya”.
·
perkara;
·

Menyebut dengan jelas identitas dan kedudukan para pihak dalam

Menyebut dengan jelas pengadilan tempat perkara diajukan

Contohnya:
“Untuk berperkara di Pengadilan Agama Kota Malang, untuk berperkara di
Pengadilan Negeri Surabaya, dan sebagainya”.
Berdasarkan semua Pasal 147 ayat (1) R.Bg., pemberian kuasa secara garis
besar dikategorikan dalam beberapa bentuk sebagai berikut
A. BENTUK PEMBERIAN KUASA KHUSUS DITINJAU DARI CARA PEMBERIANNYA
Pemberian Kuasa secara lisan.
Pemberian Kuasa secara lisan ini dari segi waktu pemberian kuasa, terdiri dari
dua bagian yaitu:
A.

Pemberian Kuasa yang dinyatakan di depan Ketua Pengadilan.

Bentuk ini hanya berlaku bagi Penggugat yang buta huruf, yaitu ketika
Penggugat mengajukan gugatan secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan,
Penggugat sekaligus menunjuk kuasa untuk mewakilinya. Yaitu Penggugat
menyampaikan kepada Ketua Pengadilan mengenai identitas penerima kuasa
dan menyampaikan kewenangan-kewenangan yang dikuasakan oleh Penggugat
kepada penerima kuasa itu.
Selanjutnya peristiwa pemberian kuasa itu, dicatat oleh Ketua Pengadilan ke
dalam gugatan yang yang dibuatnya.
Dalam bentuk yang seperti ini, pemberian kuasa sudah dianggap memenuhi
syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana yang tersebut di muka, karena
mengenai identitas pihak-pihak yang berperkara dan objek perkara, telah jelas
disebutkan dalam gugatan yang disampaikan secara lisan itu. Terlebih mengenai
di Pengadilan mana diajukan, secara nyata Penggugat telah menghadap secara
langsung kepada Ketua Pengadilan di mana perkara tersebut diajukan.

B.

Pemberian Kuasa yang dinyatakan di muka persidangan.

Bentuk ini berlaku bagi semua pihak, baik Penggugat, Tergugat, maupun turut
Tergugat, asalkan pemberian kuasa itu dinyatakan di depan Majelis Hakim
dengan kata-kata yang tegas (expressis verbis) di persidangan. Yaitu dengan
cara menyampaikan kepada Ketua Pengadilan mengenai identitas penerima
kuasa dan menyampaikan kewenangan-kewenangan yang dikuasakannya
kepada penerima kuasa itu.
Selanjutnya peristiwa pemberian kuasa itu dicatat dalam BAP.
Dalam bentuk yang seperti ini, pemberian kuasa sudah dianggap memenuhi
syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana yang tersebut di muka, karena
dengan cara ini berarti pemberian kuasa dilakukan pada saat perkara telah
didaftarkan/ surat gugatan telah terdaftar, sehingga mengenai identitas pihakpihak yang berperkara, objek perkara, dan di pengadilan mana perkara diajukan,
telah jelas sebagaimana yang dimaksud dalam perkara yang bersangkutan.
Pemberian Kuasa secara Tertulis.
Pemberian Kuasa secara tertulis ini dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu :
A.

Dengan surat kuasa khusus

Syarat-syarat Surat Kuasa Khusus ini telah dijelaskan dalam beberapa Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI. Di antaranya:
1.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 2 Tahun 1959 tanggal 19
Januari 1959
2.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 5 Tahun 1962 tanggal 30
Juli 1959
3.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 1 Tahun 1971 tanggal 23
Januari 1971, dan
4.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14
Oktober 1994.

Berdasarkan Semua Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI tersebut di muka,
maka Surat Kuasa Khusus pada prinsipnya harus
Memuat dan Memenuhi syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana telah
disebutkan di muka.
Di samping syarat-syarat tersebut, oleh karena Surat Kuasa Khusus ini berbentuk
akta, maka pembuatannya pun harus memenuhi syarat-syarat suatu akta, yaitu:
-

Memuat tanggal pembuatan (tanggal pemberian kuasa), dan

Memuat tandatangan, dalam hal ini tandatangan pemberi kuasa
(tandatangan penerima kuasa bukanlah syarat sahnya surat kuasa, namun bila
tandatangan penerima kuasa dicantumkan, hal itu tidaklah mengurangi
keabsahan surat kuasa tersebut).
Tidak disyaratkannya tandatangan penerima kuasa ini karena pemberian kuasa
ini bukanlah perjanjian timbal balik (wederkerige overeenkomst) melainkan
perbuatan hukum sepihak (eenzaidige overeenkomst) sehingga surat kuasa
khusus dapat dicabut secara sepihak oleh pemberi kuasa tanpa persetujuan
penerima kuasa. (lihat Pasal 1814 B.W.).
Di samping itu pula, agar jangan sampai pemeriksaan perkara berjalan macet
karena berhalangannya penerima kuasa, maka disyaratkan pula agar surat kuasa
khusus tersebut :
-

Memuat hak subtitusi

agar apabila penerima kuasa berhalangan, ia dapat melimpahkan kuasa itu
kepada pihak lain.
B.

Dengan mencantumkan dalam surat gugatan

Yaitu dengan cara: kuasa yang akan mewakili Penggugat dalam proses
persidangan, langsung ditunjuk oleh Penggugat dalam surat gugatan yang
dibuatnya. Dengan syarat identitas penerima kuasa dan kewenangankewenangan yang diberikan kepada penerima kuasa harus jelas disebutkan
dalam surat gugatan itu.
Dalam bentuk yang seperti ini, pemberian kuasa sudah dianggap memenuhi
syarat-syarat pemberian kuasa sebagaimana yang tersebut di muka, karena
mengenai identitas pihak-pihak yang berperkara, objek perkara, dan di
pengadilan mana perkara diajukan, telah jelas disebutkan dalam surat gugatan.
B. BENTUK PEMBERIAN KUASA DITINJAU DARI STATUS PENERIMA KUASA
Ditinjau dari penerima kuasa, kuasa dibedakan dalam dua bagian, yaitu :
1.

Kuasa Advokat

Syarat Kuasa Advokat adalah Penerima kuasa harus berprofesi sebagai advokat
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang 18/2003 tentang Advokat
yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota Advokat
2.

Kuasa Insidentil

Syarat Kuasa Insidentil adalah pemberian kuasa tersebut telah mendapat izin
dari Ketua Pengadilan dan Ketua Pengadilan hanya memberi izin hanya jika
Penerima Kuasa memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
-

Penerima Kuasa tidak berprofesi sebagai advokat/ pengacara

Penerima Kuasa adalah orang yang mempunyai hubungan keluarga
sedarah atau semenda dengan pemberi kuasa sampai derajat ketiga yang
dibuktikan dengan surat keterangan hubungan keluarga yang dikeluarkan oleh
Lurah/ Kepala Desa. (pengertian ”derajat ketiga” mencakup hubungan garis lurus
ke atas, ke bawah, dan ke samping).
-

Tidak menerima imbalan jasa atau upah

Sepanjang tahun berjalan belum pernah bertindak sebagai kuasa
insidentil pada perkara yang lain
BAB III
SURAT GUGATAN/PERMOHONAN

SURAT GUGATAN/PERMOHONAN

A.

Pengertian Gugatan dan Permohonan

Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua
pengadilan agama yang erwenag, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan
perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.

Permohonan adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan
hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang
tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat
dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.
Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu
tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara
sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap
tergugat yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu
perkara. Alam gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang
sesungguhnya dan produk hokum yang dihasilkan adalah putusan hukum.
Perbedaan Perkara Voluntair dan Contentieus Sebelum saya membahas apa itu
perkara voluntair dan contentious saya akan menjelaskan apa itu yang disebut
voluntair dan contentious.
Voluntair juga disebut juga dengan permohonan, yaitu permasalahan perdata
yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani oleh pemohon
atau kuasanya yang ditunjukan kepada ketua pengadilan. Permohonan ini
merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung
sengketa dengan pihak lain. Ciri dari voluntair ini diantaranya:

1. Masalah yang diajukan berisi kepentingan sepihak
2.
Permasalah yang diselesaikan di pengadilan biasanya tidak mengandung
sengketa.
3. Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang dijadikan lawan
Sedangkan contentious adalah perdata yang mengandung sengketa diantara
pihak yang berpekara yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan dan diajukan
kepada pengadilan, dimana pihak yang mengajukan gugatan disebut dan
bertindak sebagia tergugat. Ciri – ciri dari contentieus ini diantaranya:
a.

Ada pihak yang bertindak sebagai penggugat dan tergugat.

b. Pokok permasalahan hokum yang diajukan mengandung sengketa diantara
para pihak.

Perbedaan Antara Voluntair dan Contentieus :
1. Contentieus
a.

Para pihak terdiri dari penggugat dan tergugat.

b. Aktifitas hakim yang memeriksa hanya terbatas pada apa yang diperkerakan
untuk diputuskan.
c.
Hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah di tentukan
undang-undang dan tidak berada dalam tekanan atau pengaruh siapapun.
d. Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai kekuaan men gikat
kepada para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi yang diperiksa atau
didengarkan keterangannya.
2. Voluntair
a.

Pihak yang mengajukan hanya terdiri dari satu pihak saja.

b. Aktifitas hakim lebih dari apa yang dimihinkan oleh pihak yang bermohon
karena hanya bersifat administrative.
c.
Hakim mempunyai kebebasan atau kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu
hal.
d. Keputusan hakim mengikat terhadap semua orang.

Setelah kita membicarakan perbedaan antara voluntair dan contetieus maka
selanjutnya saya akan menjelaskan tatacara bagaimana mengajukan gugatan
atau permohonan. Tahapan –tahapan tersebut yaitu:
1)

Tahap Persiapan

Sebelum mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan perlu diperhatika
hal-hal sebagai berikut:
a.
Pihak yang berpekara : Setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat
menjadi pihak dalam berpekara di pengadilan.
b.
Kuasa : Pihak yang berpekara di pengadilan dapat menghadapi dan
menghadiri pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakilkan kepada orang lain
untuk menghadiri persidangan di pengadilan.
c.
Kewenangan Pengadilan : Kewenangan relative dan kewenangan absolut
harus diperhatikan sebelum me,buat permomohan atau gugatan yang di ajukan
ke pengadilan.
2)

Tahap pembuatan permohonan atau Gugatan

Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR) namun
para pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf) permohonan atau gugatan dapat
dilimpahkan kepada hakim untuk disusun permohonan gugatan keudian
dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak kemudian
ditandatangani oleh ketua pengadilan agama hakim yang ditunjuk berdasarkan
pasal 120 HIR. Membuat permohonan pada dasarnya berisi :
·

Identitas pemohon

·

Urain kejadian

·

Permohonan

Isi gugatan secara garis besar memuat hal-hal sebagai berikut :
Mengenai isi gugatan atau permohonan UU. NO 7 Tahun 1989 maupun dalam HIR
atau Rbg idak mengatur, karena itu diambil dari ketentuan pasal 8 NO. 3 RV yang
mengatakan bahwa isi gugatan pada pokoknya memuat tiga hal yaitu:
a) Identitas para pihak : Identitas para phak meliputi nama, umur, pekerjaan,
agama, kewarganegaraan.
b) Posita : Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya
sengketa yang terjadi dan hubungan hokum yang menjadi dasar gugatan.
c) Petitium atau tuntutan berisi rincian apa saja yag diminta dan diharapkan
penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan para kepada para
pih.ak terutama pihak tergughat dalam putusan perkara.
3)

Tahap pendaftaran pemohon atau gugatan

Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan
pengadilan agam yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar
perkara. Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau
pemohon mendapatkan nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan siding.

Perkara yang telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan
kepada ketua pengadilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang
memeriksa, memutus, dan mengadili perkara dengan suatu penetapan ya g
disebut penetapan majelis hokum (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai
ketua majelis dan dua orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera siding.
Apabila belum ditetapkan panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat menunjuk
panitera siding sendiri.
4)

Tahap Pemeriksaan Permohonan atau Gugatan

Pada hari sidang telah ditentukan apabila satu pihak atai kedua belah pihak tidak
hadir maka persidangan ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya kepada
yang hadir diperintahkan menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil dan
yang tidak hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek pemanggilan
pihak yang tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila :
·

Penggugat tidak hadir maka gugatan gugur

Tergugat tidak hadir maka pemeriksaan dilanjutkan dengan putusan verstek
atau putusan tanpa hadirnya pihak tergugat.
·
Apabial terdapat beberapa tergugat yang hadir ada yang tidak hadir,
pemeriksaan tetap dilakukan dan kepada yang tidak hadir dianggap tidak
menggunakan haknya untuk membela diri.
·
Penggugta dan tergugat hadir, maka Pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan
hukum yang berlaku.
·
Dalam pemeriksaan perkara pengadilan akan disampaikan dalam ilustrasi
berikut ini :
ü Apabila penggugat dan tergugat hadir maka mula-mula majelis hakim
memasuki ruang persidangan diikuti panitera sidang. Majelis memanggil para
pihak untuk masuk ke persidangan dan ketua membuka persidangan dengan
menyatakan “sidang dibuka dan terbuka untuk umum (apabila sidang terbuka
untuk umum) dan jika sidang dibuka dan tertutup untuk umum (apabila sidang
terbuka itu tertutup untuk umum).
ü Hakim menanyakan identitas para pihak baik pihak penggugat atau tergugat.
ü Hakim mengupayakan perdamaian pada para pihak dan memberikan
kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan menetapkan hari sidang
berikutnya tanpa dipanggil.
ü Apabila kedua belah pihak berdamai, maka dibuat akta perdamaian yang
kekuatan hukumnya samutusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
sehingga dapat dilaksanakan esekusi.

ü Apabila tidak tercapai perdamaian maka dinyatakan kepada penggugat ada
perubahan gugatan atau tidak, kalau ada maka persidangan ditunda pada
persidangan berikutnya untuk perubahan atau perbaikan gugatan dengan
menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang hadir dalam sidang
berikutnya untuk hadir tanpa di panggil.
ü Apabila tidak ada perubahan atau sudah ada perubahan gugatan, maka sidang
dilanjutkan dengan pembacaan gugatan. Setelah pembacaan gugatan hakim
memberikan kesempatan kepada tergugat untuk mengajukan pertanyaan,
kemudian sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada tergugat
menyususn jawaban dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang
hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa pengadilan.
ü Dalam sidang selanjutnya jawaban dibacakan dan penggugat diberi
kesempatan untuk mengajukan replik, kemudian sidang ditunda untuk memberi
kesempatan kepada penggugat menyusun replik dengan menetapkan hari
sidang dan memerintahkan untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa
dipanggil.
ü Sidang selanjtnya replik dibacakan tergugat diberikan kesempatan untuk
mengajukan duplik, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menyususn
duplik dengan menetapkan hari sidang berikutnya dan memerintahkan utuk
hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
ü Sidang selanjutnya duplik dibacakan kemudian pihak penggugat diberi
kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat dalil-dalil
gugatannya, kemudian sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada
penggugat menyampaikan bukti-bukti dengan menetapkan hari sidang
berikutnya dan memerintahkan yang hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya
tanpa dipanggil.
ü Sidang selanjutnya setelah penggugat mengajukan bukti-bukti tergugat di beri
kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk menguatkan dalil-dalail
sanggahannya, kemudian sidang ditunda untuk memebri kesempatan kepada
tergugatuntuk pembuktian.
ü Sidang selanjutnya setelah pembuktian tergugat selesai kemudian sidang
ditunda untiuk memberi kesempatan kepada penggugat dan tergugat
menyususn kesimpulan.
ü Sidang selanjtnya penggugat dan tergugat menyampaikan kesimpulan,
kemudian sidang ditunda untuk musyawarah hakim untuk menjatuhkan putusan.
ü Dalam sidang selanjutnya, putusan dibacakan oleh ketua majelis hakim dan
kepada pihak yang tidak puas dapat mengajukan upaya hukum banding.

Contoh Surat Gugatan

SURAT GUGATAN PERKARA

Jakarta, ................, 15................

Kepada Yth,
Bpk. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
diJakarta
Perihal : Gugatan

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Ali Hufam, S.H.,M.H
2. Yoga Pratama ,S.H
Sebagai Advokat, berkantor di Jl. Kucing No. 120 A Jakarta Timur. Berdasarkan
Surat Kuasa (SK) per tanggal 21 Maret 2013, bertindak untuk dan atas
nama
:
..............................................................
Hasan
Huda ................................................ Pengusaha, beralamat di Jl. Cilacap No. 209
Jakarta Timur, selanjutnya disebut sebagai pihak PENGGUGAT, mohon
menyampaikan gugatan terhadap: Yaya Ali .............................................
pedagang, beralamat di Jl. Gatot Kaca No. 99 Jakarta Pusat, selanjutnya disebuat
sebagai pihak TERGUGAT.
Bahwa gugatan Penggugat tersebut sebagai berikut :
Bahwasannya pada tanggal 15 Fabruari 2013 antara pihak penggugat dan pihak
tergugat sudah mengadakan perjanjian melalui Notaris Johan Ali, S.H
sebagaimana tercantum pada Akta Notaris 12 yang isinya penggugat akan
mengerjakan mendirikan sebuah bangunan di atas tanah milik Tergugat dengan
ukuran panjang 20 mater, lebar 8 meter. Semua bangunan tersebut harus selesai
dan diserahkan oleh Penggugat kepada Tergugat dalam waktu 2 (satu) bulan,
yakni 15 Fabruari 2013.
Harga bangunan tersebut sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
kepada penggugat, sementara sisanya sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dilunasi Tergugat pada saat bangunan toko tersebut sudah selesai
dan diserahkan Penggugat kepadanya.

........................................................... Bahwasannya bangunan toko tersebut
sudah Penggugat selesaikan dan diserahkan kepada Tergugat tepat pada
waktunya, yaitu tanggal 15 Fabruari 2013, dan ternyata Tergugat belum
melunasi sisa harga bangunan toko sebesar Rp.50.000.000,00 (limapuluh juta
rupiah) kepada pihak Penggugat dengan alasan masih belum memiliki uang dan
yang bbersangkutan meminta waktu 1 (satu) minggu mendatang. Permintaan
Tergugat
tersebut
disetujui
oleh
Penggugat. ............................................................. Bahwa sesudah tiba waktu 1
(satu) minggu sesuai yang dijanjikan, ternyata tergugat tidak menepati janji.
Oleh yang demikian, wajar apabila Penggugat menuntutnya lewat Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat; ......................................................................... Bahwa
dikarenakan Penggugat khawatir Tergugat memberikan bangunan toko tersebut
kepada orang lain, maka Penggugat mohon agar diletakkan sita jaminan
atasnya; .......................... Bahwasannya supaya Tergugat bersedia melaksanakan
putusan perkara ini nantinya, dimohon supaya tergugat dihukum membayar
uang paksa kepada penggugat sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
sehari, setiap yang yang bersangkutan lalai memenuhi isi putusan terhitung
sejak
putusan
dibacakan
sampai
dilaksanakan; ......................................................... Bahwasannya mengingat
gugatan Penggugat cukup beralasan dan dikuatkan oleh bukti-bukti yang sah,
maka penggugat memohon putusan bijvoorrad;.................................................
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Penggugat mohon kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat berkenan memutuskan sebagai berikut: PRIMAIR
1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;.............................................
2. Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan penggugat
dalam perkara ini;..............................................................
3. Menyatakan sah menurut hukum Akta Notaris Nomor 15 tertanggal 15
Februari 2013 antara penggugat dan tergugat yang dibuat dimuka Notaris Johan
Ali, S.H.; ...........................................
4. Menyatakan tergugat tidak menepati janji (wanprestasi) tidak melunasi sisa
pembayaran pembangunan toko sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) kepada penggugat; ...............................................................
5. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat sisa pembayaran
pembangunan toko sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) secara
tunai;..................................................
6.
Menyatakan
sah
dan
berharga
ini; ..............................................

sita

jaminan

dalam

perkara

7. Menghukum Tergugat membayar uang paksa kepada Penggugat sebesar
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sehari, setiap yang bersangkutan lalai
memenuhi isi putusan, terhitung sejak putusan dibacakan hingga
dilaksanakannya; ..........................................

8. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada
perlawanan, banding, atau kasasi;...........................................................
9. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam
perkara ini;..................................................................... SUBSIDAIR Memohon
agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat memberikan putusan yang adil dan
bijaksana.

Terimakasih

Hormat kuasa penggugat,

Ali Hufam, S.H.,M.H

Yoga Pratama, S.H