Respons secara konseptual Respons Terhadap Islam Nusantara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Sejumlah pihak menuding bahwa Islam Nusantara itu mengutamakan budaya lokal ketimbang nilai-nilai Islamnya sendiri. Menurut Prof. Dr. Kacung Marijan, tuduhan ini perlu diluruskan, karena rentan membuat Islam Nusantara seolah-seolah tercerabut dari nilai-nilai dasar Islam dan hanya mementingkan identitas kebudayaannya. Pertama, kekeliruan yang menilai keberadaan Islam Nusantara berarti menyalahi prinsip Islam yang satu. Padahal, Islam Nusantara adalah Islam yang satu itu sendiri, sebagaimana Islam di Arab yang dibawa oleh Nabi. Hanya, ketika ia dibawa ke Indonesia, budaya Arab yang melingkupinya digantikan dengan budaya Indonesia yang menjadi konteks barunya di sini. Hal itu bukan karena kita anti-Arab, melainkan agar Islam bisa sesuai dengan konteks Indonesia, sebagaimana Nabi Muhammad SAW menyesuaikan Islam dengan budaya Arab saat pertama kali turun dulu. Kedua, kesalahpahaman bahwa Islam Nusantara keluar dari konsep Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan dipraktikkan Nabi. Jika yang dimaksud “Islam murni” adalah sebagaimana yang dipahami pelaku kesalahpahaman itu, maka Islam murni merupakan gagasan yang bukan hanya utopis, tapi juga salah kaprah. Karena, hal itu bertentangan dengan sunnatullah dan prinsip dasar Islam yang bisa ditemui dalam Al-Quran, surat Al Hujurat: 13. “Dan kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling memahamisaling belajar” digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Islam Nusantara menjaga prinsip Islam dari sumber Al-Quran dan Hadist, yang menjadi fondasi dan substansi Islam Nusantara. Namun, ada kreasi atau ijtihad dilakukan pada tataran yang memang dibolehkan, bahkan diwajibkan. Yakni, pada tatanan syariat ijtihadiyyat atau syariat yang sejatinya dinamis, dan memang seharusnya dikontekstualisasi dengan ruang dan waktu wilayah geografis dan zaman, untuk menjunjung prinsip Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. 20 Saat ini istilah Islam Nusantara telah menimbulkan polemik pro dan kontra. Bagi NU sebagai ormas Islam terbesar, Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara dengan cara pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras. Bahwa Islam di Nusantara didakwahkan dengan cara merangkul budaya, menyelaraskan budaya, menghormati budaya, dan tidak memberangus budaya. Dari pijakan sejarah itulah, NU akan bertekad mempertahankan karakter Islam Nusantara yaitu Islam yang ramah, damai, terbuka dan toleran. Pemahaman tentang formulasi Islam Nusantara menjadi penting untuk memetakan identitas Islam di negeri ini. Islam Nusantara dimaksudkan sebuah pemahaman keislaman yang bergumul, berdialog dan menyatu dengan kebudayaan Nusantara, dengan melalui proses seleksi, akulturasi dan adaptasi. Islam nusantara tidak hanya terbatas pada sejarah atau lokalitas Islam di tanah Jawa. Lebih dari itu, Islam Nusantara sebagai manhaj atau model beragama yang 20 Kacung Marijan, Wawancara, Surabaya, 29 November 2015. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id harus senantiasa diperjuangkan untuk masa depan peradaban Indonesia dan dunia. Islam Nusantara adalah Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan negara. Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub-kultur, dan agama yang beragam. Islam bukan hanya cocok diterima orang Nusantara, tetapi juga pantas mewarnai budaya Nusantara untuk mewujudkan sifat akomodatifnya yakni rahmatan lil ‘alamin. Menyimak wajah Islam di dunia saat ini, Islam Nusantara sangat dibutuhkan, karena ciri khasnya mengedepankan jalan tengah karena bersifat tawasut moderat, tidak ekstrim kanan dan kiri, selalu seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain, serta bisa menerima demokrasi dengan baik. Oleh karena itu, sudah selayaknya Islam Nusantara dijadikan alternatif untuk membangun peradaban dunia Islam yang damai dan penuh harmoni di negeri mana pun, namun tidak harus bernama dan berbentuk seperti Islam Nusantara karena dalam Islam Nusantara tidak mengenal menusantarakan Islam atau nusantarasasi budaya lain. Dalam konteks ini, budaya suatu daerah atau negara tertentu menempati posisi yang setara dengan budaya Arab dalam menyerap dan menjalankan ajaran Islam. Suatu tradisi Islam Nusantara menunjukkan suatu tradisi Islam dari berbagai daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut. Dengan demikian, corak Islam Nusantara tidaklah homogen karena satu daerah dengan daerah lainnya memiliki ciri khasnya masing-masing tetapi memiliki nafas yang sama. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kesamaan nafas merupakan saripati dan hikmah dari perjalanan panjang Islam berabad-abad di Nusantara yang telah menghasilkan suatu karakteristik Islam Nusantara yang lebih mengedepankan aspek esotoris hakikah ketimbang eksoteris syariat. Perlu ditegaskan disini bahwa Islam Nusantara tidaklah anti budaya Arab, akan tetapi untuk melindungi Islam dari Arabisasi dengan memahaminya secara kontekstual. Islam Nusantara tetaplah berpijak pada akidah tauhid sebagaimana esensi ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Arabisasi bukanlah esensi ajaran Islam. Karenanya, kehadiran karakteristik Islam Nusantara bukanlah respon dari upaya Arabisasi atau percampuran budaya arab dengan ajaran Islam, akan tetapi menegaskan pentingnya sebuah keselarasan dan kontekstualisasi terhadap budaya lokal sepanjang tidak melanggar esensi ajaran Islam. Tentu saja, Islam Nusantara tidak seekstrim apa yang terjadi di Turki era Mustafa Kemal Attaturk yang pernah mengumandakan adzan dengan bahasa Turki. Ada pokok- pokok ajaran Islam yang tidak bisa dibudayakan ataupun dilokalkan. Dalam hal ini, penggunaan tulisan Arab Pegon oleh ulama-ulama terdahulu adalah salah satu strategi jitu bagaimana budaya lokal bedialektika dengan budaya Arab dan telah menyatu manunggal. Pesan rahmatan lil alamin menjiwai karakteristik Islam Nusantara, sebuah wajah Islam yang moderat, toleran, cinta damai dan menghargai keberagaman. Islam yang merangkul bukan memukul, Islam yang membina bukan menghina, Islam yang memakai hati bukan memaki-maki, Islam digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang mengajak taubat bukan menghujat, dan Islam yang memberi pemahaman bukan memaksakan. 21

2. Respons Islam Nusantara Secara Aplikasinya

Selain mendapatkan respons secara konseptual, Islam Nusantara juga mendapat respons secara aplikasinya. Penerapan Islam Nusanatara mendapat respons tersendiri oleh para Intelektual Muslim di Indonesia sejak saat perbincangan Islam Nusantara menghangat. Pertama, para pengusung dan pendukung ide Islam Nusantara ini menggunakan berbagai argumentasi untuk meyakinkan masyarakat. Banyak media massa memberikan ruang yang cukup luas bagi mereka untuk menyampaikan idenya tersebut. Karena itu perlu ada sikap kritis terhadap argumentasi yang mereka kemukakan. Konsep Islam Nusantara dianggap sebagai wujud kearifan lokal Indonesia. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyatakan bahwa Islam Nusantara adalah gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat- istiadat di Tanah Air. Menurut Said, Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam di Arab atau Timur Tengah. Islam Nusantara, tegasnya, adalah Islam yang khas ala Indonesia. 22 Hal senada dikemukakan oleh Komaruddin Hidayat, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut dia, fikih atau paham keberagaman yang tumbuh dalam masyarakat padang pasir dan bangsa maritim 21 Prof. Dr. Kacung Marijan, Wawancara, Surabaya, 29 November 2015. 22 Pendapat atas respons penolakan gagasan Islam Nusantara tersebut dikemukakan oleh Dr. M. Kusman Sadik yang dimuat dalam media www.Kompasiana.com pada 11 Juli 2015 08:09:08 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id serta pertanian yang hidup damai, jauh dari suasana konflik dan perang, memerlukan tafsir ulang. Karena itu menurut Komaruddin, beberapa daerah di Nusantara ini para wanitanya sudah biasa aktif bertani di sawah untuk membantu ekonomi keluarga. Mereka sulit disuruh mengganti pakaian adatnya dengan pakaian model wanita Arab. Di Amerika, dia menambahkan, telah terjadi Amerikanisasi Islam dan di Eropa terjadi Eropanisasi Islam. 23 Argumentasi seperti ini sangat lemah. Pasalnya, al-Quran diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, tidak ada kekhususan bagi orang Arab, Eropa, Asia, dan sebagainya. Tentu kesalahan sangat fatal jika Islam disejajarkan dengan adat istiadat dan budaya sehingga menganggap ajaran Islam dapat disesuaikan dengan budaya lokal. Untuk hal yang sifatnya mubah tentu saja Islam bisa mengakomodasi budaya daerah selama tidak menyalahi syariah. Misalnya, memakai kopiah pada saat shalat dibolehkan sebagaimana sorban, karena hal tersebut hukumnya mubah. Namun, memakai jilbab milhafah baju kurungabaya merupakan kewajiban bagi setiap Muslimah yang akil balig lihat: QS al-Ahzab [33]: 59. 24 Karena itu jilbab tidak boleh diganti dengan sarung dan kebaya karena pertimbangan budaya lokal di daerah maritim dan agraris, seperti yang diargumentasikan oleh Komaruddin. 23 www.republika.co.idberitakolomresonansi150617nq3f9n-islam-nusantara-1 24 Q.S. Al-Ahzab 33: 59 tentang Jilbab “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu meraka tidak diganggu. Dan Allah adalah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kedua: Wacana Islam Nusantara yang belum lama ini mendapat sorotan dari ketua Majlis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia MIUMI Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi. “Pada dasarnya jika Islam dimaknai dengan hal partikular, maka justru akan mereduksi makna Islam itu sendiri. Problem Aqidah misalnya. Jika Islam Nusantara itu berkompromi dengan budaya lokal yang terindikasi syirik, maka Islam Nusantara telah melanggar Aqidah. Karena dalam masalah Aqidah tidak ada ijtihad. Dalam masalah Aqidah Islam tidak ada toleransi sedikit pun.” 25 Beberapa fakta kajian akademis yang justru menunjang kajian bahwa telah terjadi islamisasi di Nusantara. Ini menyebutkan salah satu indikasi yang paling nampak adalah banyaknya kosa kata kunci dalam Islam yang dipakai dalam kehidupan sosial, politik, dan kemasyarakatan di Nusantara. Ketiga, menurut Ustadz Abu Qotadah, Islam Nusantara adalah bentuk ketidak berhasilan kaum liberal dalam menerapkan istilah Islam liberal di Indonesia. Seperti yang diungkapkan jelas bahwa: “Islam Nusantara adalah bentuk ketidak berhasilan kaum liberal dalam menerapkan istilah Islam liberal di Indonesia. Terlepas dari itu semua latar belakang dan alasan yang ada pengistilaaan Islam Nusantara.” 26 Keempat: Islam Nusantara dianggap sebagai bentuk alternatif untuk menampilkan wajah Islam yang lebih moderat dan toleran. Hal ini sebagai reaksi terhadap kondisi Timur Tengah yang saat ini diwarnai konflik berkepanjangan. Karena itu menurut mereka, Timur Tengah tidak layak dijadikan acuan 25 http:m.voa-islam.comvivovideo-news20150714118dr-hamid-fahmy-zarkasyi-kesalahan-dasar- konsep-jin-jemaat-islam-nusantara 26 http:wapwon.comvideoustadz-Abu-Qotadah--polemik-islam-nusantarai9cr8yos0gs digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id keberislaman kaum Muslim. Justru Indonesialah, menurut mereka, yang semestinya menjadi kiblat peradaban Islam karena Islam di Indonesia dianggap lebih moderat dan bisa diterima oleh banyak pihak. Argumentasi seperti itu tidak tepat. Pasalnya, kondisi Timur Tengah yang terus bergolak sesungguhnya bukan karena faktor Islam. Wilayah ini terus memanas karena strategi penjajah Barat. Timur Tengah selama ini telah menjadi arena pertarungan kepentingan antara Inggris, Amerika, Rusia dan Prancis. Sebagai contoh, konflik yang sedang terjadi di Yaman sekarang ini. Konflik tersebut sebenarnya bukanlah konflik Syiah-Sunni, tetapi pertarungan Amerika dengan Inggris untuk merebut kekuasaan di Yaman. Karena itu mengaitkan konflik Timur Tengah dengan sikap keberislaman kaum Muslim di sana merupakan tindakan naif dan diskriminatif. Tindakan ini telah menutup mata terhadap apa yang telah dilakukan negara-negara penjajah di wilayah tersebut. 27 Seperti dalam firman Allah, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus” Q.S. Al Isra’ : 9. Jadi jelas bahwa sumber Islam bukan pada produk budaya. Juga dalam ayat lain dijelaskan tentang larangan mencampur adukkan kebenaran dan kebathilan. Apa-apa yang ada pada kehidupan kita sudah ada aturannya dalam Al-Qur’an, termasuk tentang Islam dan kehidupan, dalam firman Allah dalam Surat Al- Baqoroh ayat 42. 28 27 Pendapat atas respons penolakan gagasan Islam Nusantara tersebut dikemukakan oleh Dr. M. Kusman Sadik yang dimuat dalam media www.Kompasiana.com pada 11 Juli 2015 08:09:08 28 Q.S. Al-Baqoroh 42 “Janganlah kamu campur adukkan antara kebenaran dan kebathilan, dan kamu sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”