Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)

(1)

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA

ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

IMAM TAUFIK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

ABSTRAK

IMAM TAUFIK.

Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap

Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas

(Cyprinus carpio)

. Dibawah bimbingan

Dr. Ir. Eddy Supriyono, MSc.; Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc.; dan Dr. Santosa

Koesoemadinata, MSc.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut dari bioakumulasi

insektisida endosulfan (C

6

H

6

Cl

6

O

3

S) terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis

ikan mas. Penelitian dilakukan dalam enam taha p, yaitu: Uji stabilitas bahan aktif; Uji

penentuan kisaran konsentrasi lehal; Uji definitif; Uji biokonsentrasi; Uji bioeliminasi; dan

Uji subletal. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan

wadah berupa akuarium kaca.

Bahan uji yang digunakan adalah formulasi insektisida dengan bahan aktif

endosulfan yang berbentuk cairan berwarna kuning bening yang dapat larut dalam aseton.

Hewan uji berupa ikan mas

(Cyprinus carpio)

stadia juvenil dengan ukuran bobot 0,81

±

0,098 g/ekor yang diperoleh dari hasil pemijahan secara terkontrol. Sebelum digunakan

hewan uji diadaptasikan selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan diberi pakan pellet

dengan kandungan protein

±

43,96%.

Pada uji stabilitas diaplikasikan endosulfan dengan konsentrasi 2,42 µg/l dalam air,

kemudian diambil sample air pada jam ke 0, 24, 48, 72, dan 96 jam. Sample yang diperoleh

selanjutnya di ekstraksi dan diidentifikasi menggunakan gas kromatografi (GC). Pada uji

penentuan kisaran konsentrasi letal diaplikasikan 4 deret konsentrasi uji, yaitu: 0 (kontrol);

0,1; 1,0; 10,0 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor/wadah dengan pengamatan mortalitas pada

jam ke: 0, 24, dan 48 jam setelah aplikasi. Pada uji definitif diaplikasikan 7 deret

konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l. Ikan uji sebanyak 10

ekor per wadah dengan waktu pengamatan pada jam ke: 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96

jam setelah aplikasi.

Pada uji bioakumulasi diaplikasikan 3 konsentrasi endosulfan sebesar 10, 30, dan

50% dari nilai LC

50

-96 jam dengan nilai konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 0,24; 0,72; dan 1,20

µg/l dalam air. Ikan mas dipelihara dengan kepadatan 0,5 ekor/liter air atau 20 ekor dalam

40 liter air. Selama pemaparan ikan uji diberi pakan secara

at satiation

serta dilakukan

pergantian air setiap 24 jam dengan konsentrasi bahan uji yang sama. Parameter yang

diukur adalah: laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan kondisi hematologis. Untuk

kebutuhan analisa residu, sample ikan dan air diambil pada jam ke: 0, 4, 12, 24, 48, 96,

144, 192, 264 pemaparan. Sample selanjutnya diekstraksi dan dipekatkan dalam 10 ml

aceton p.a untuk selanjutnya diidentifikasi menggunakan GC.

Uji bioeliminasi dimulai setelah proses absorpsi dan akumulasi endosulfan ke dalam

tubuh ikan mas mencapai kondisi stabil

(steady state)

. Ikan yang telah terpapar dan

mengakumulasi endosulfan sebesar 3,58

±

0,1345 µg/kg selanjutnya dipindahkan ke dalam


(3)

air bersih tanpa bahan uji

(clean water)

. Pengambilan ikan uji dilakukan pada hari ke 0, 5,

10 dan 15 pemeliharaan untuk selanjutnya diekstraksi dan diidentifikasi menggunakan GC

dengan prosedur yang standar. Pada semua tahapan penelitian dilakukan pengukuran sifat

fisika-kimia air yang meliputi: suhu, pH, O

2

terlarut, CO

2

dan amonia, untuk mengetahui

kelayakannya sebagai media uji.

Data uji stabilitas dianalisis secara regresi dan deskriptif, data uji penentuan kisaran

konsentrasi letal dianalisis secara deskriptif, sedangkan data uji definitif dianalisis dengan

bantuan program “probit analysis”. Residu endosulfan dalam ikan dan air dianalisis

menurut petunjuk Komisi Pestisida (1977), laju penyerapan dan eliminasi ditentukan

menurut petunjuk Specie dan Hamelink (1995), biokonsentrasi faktor dihitung menurut

persamaan Montanes dan Hattum (1995). Untuk menghitung pertumbuhan digunakan

persamaan Ricker (1975), sedangkan penentuan efisiensi pakan dihitung berdasarkan

persamaan NRC (1983). Data yang diperoleh dari uji subletal dianalisis ragam dengan

bantuan program statistik RPSS 10.0 for Window.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju peluruhan endosulfan dalam air

adalah sebesar 0,81% per jam. Kisaran konsentrasi endosulfan terhadap ikan mas antara 1

µg/l (ambang bawah) dan 10 µg/l (ambang atas) dengan nilai LC

50

-96 jam sebesar 2,42

(2,206 – 2,652)

µg/l pada limit kepercayaan 95%. Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh

ikan mas yang dipaparkan pada konsentrasi 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l secara berurutan

sebesar 2,04; 3,58 dan 4,24 µg/kg dengan laju penyerapan sebesar 0,79; 0,71; dan 0,43 µg/l

per jam, serta nilai biokonsentrasi faktor (BCF) sebesar 8,56; 7,74 dan 4,69. Melalui

analisis statistik terhadap data tersebut diketahui bahwa bioakumulasi endosulfan secara

nyata berpengaruh terhadap laju penyerapan dan nilai BCF dalam tubuh ikan mas.

Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas sebesar 2,04 µg/kg secara nyata

menurunkan jumlah eritrosit; bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg mengurangi jumlah leukosit

dan mereduksi pertumbuhan; dan pada konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/kg secara nyata

meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas.

Kata kunci: bioakumulasi, biokonsentrasi faktor, eliminasi, endosulfan, hematologi,

ikan mas.


(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS

IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

Imam Taufik

C 051020101


(5)

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA

ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

IMAM TAUFIK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Tesis : Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas

(Cyprinus carpio).

Nama : Imam Taufik NRP : C 051020101 Program Studi : Ilmu Perairan (AIR)

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Chairul Muluk, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juli 1967 sebagai putera ke lima dari pasanga n H. Ali Muchtar (Alm) dan Yuhana (Almh). Jenjang pendidikan sampai dengan tingkat menengah atas, berturut -turut diselesaikan pada SD Negeri 1 Kotabatu, SMP Negeri 2, dan SMA Negeri 1 di Bogor. Pendidikan Strata 1 (S1) ditempuh pada Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin – Ujung Pandang dan lulus pada tahun 1992.

Tahun 1994 sampai 1997 penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Loka Penelitian Perikanan Pantai, Pusat Penelitian Perikanan Budidaya, di Gondol – Bali dan tergabung dalam kelompok peneliti Penyakit Ikan. Tahun 1997 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Pusat Riset Perikanan Budidaya, di Bogor dan tergabung dalam kelompok peneliti Lingkungan Budidaya & Toksikologi. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2 pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis masih diberi kekuatan untuk melakukan segala aktivitas yang Insya Allah senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho-Nya.

Tesis dengan judul “Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)” merupakan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat yang dibebankan kepada penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi dan sumbangsih bagi kepentingan pengelolaan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan pencemaran pestisida pada sumberdaya perikanan.

Selama menjalani masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima kasih. Secara khusus ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada:

1. Istriku tercinta Fetty Fatimah serta kedua putri-permata hatiku Iffi Rizkiya dan Fitta Fairuz Rahmani, atas segenap cinta dan ketulusan hati nan ikhlas yang telah dengan setia mendampingi penulis selama melaksanakan kuliah hingga selesai dan Insya Allah untuk selamanya.

2. Yang mulia: Apih (alm), Bapak dan Ummi yang telah memberikan do’a tulus sehingga penulis mendapat kekuatan lahir dan keteguhan bathin selama menjalani proses perkuliahan.

3. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. dan Bapak Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran bahkan materi untuk membantu, mengarahkan dan membimbing penulis mulai dari perkuliahan, penelitian hingga pembuatan tesis ini.


(9)

4. Bapak Dr. Chairul Muluk, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perairan beserta seluruh Staf Dosen PPs-IPB yang telah memberikan arahan, materi kuliah serta bantuan administrasi selama penulis mengikuti perkuliahan. 5. Bapak Dr. S. Djokosetyanto, M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing

yang telah memberi pengarahan, masukan dan saran guna perbaikan tesis ini. 6. Bapak Drs. Sutrisno yang tak henti-hentinya memberi dukungan moril serta

bantuan materil yang sangat besar sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan kuliah.

7. Bapak Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si, Bapak Eman Sulaeman dan Bapak Aji M. Tohir yang telah membantu menganalisis sample penelitian di Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor.

8. Teman-teman Program Studi Ilmu Perairan PPs-IPB: Ahmad Jauhari, Amrulla, Wahidah, Desi, Esti, Ricky serta yang lainnya, atas kerjasama, spirit dan kekompakannya.

9. Berbagai pihak yang belum disebutkan di atas dan telah membantu.

Akhir kata, Wabillahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Bogor, Desember 2005


(10)

DAFTAR ISI

halaman.

HALAMAN PENGESAHAN ……… i.

RIWAYAT HIDUP ……… ii.

PRAKATA ……… iii.

DAFTAR ISI ……… v.

DAFTAR TABEL ………. vii.

DAFTAR GAMBAR ………. viii.

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix.

PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1.

Pendekatan Masalah ……… 4.

Hipotesis ……… 5.

Tujuan Penelitian ……… 5.

Manfaat Penelitian ……… 5.

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida ……… 6.

Keberadaan Pestisida di Lingkungan Perairan ……… 7.

Insektisida Organoklorin ……… 12.

Endosulfan ……… 12.

Penyerapan dan Eliminasi ……… 15.

Pertumbuhan ……… 16.

Darah Ikan ……… 17.

Hematokrit ……… 17.

Hemoglobin ……… 18.

Sel darah merah (eritrosit) ……… 19.

Sel darah putih (leukosit) ……… 19.

Kualitas Air ……… 20.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ……… 22.

Bahan dan Alat ……… 22.

Persiapan Penelitian Wadah dan media …….……….. 23.

Ikan uji ……… 23.

Media uji ……… 24.

Pelaksanaan Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam a ir ……… 24.


(11)

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA

ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

IMAM TAUFIK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(12)

ABSTRAK

IMAM TAUFIK.

Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap

Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas

(Cyprinus carpio)

. Dibawah bimbingan

Dr. Ir. Eddy Supriyono, MSc.; Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc.; dan Dr. Santosa

Koesoemadinata, MSc.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut dari bioakumulasi

insektisida endosulfan (C

6

H

6

Cl

6

O

3

S) terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis

ikan mas. Penelitian dilakukan dalam enam taha p, yaitu: Uji stabilitas bahan aktif; Uji

penentuan kisaran konsentrasi lehal; Uji definitif; Uji biokonsentrasi; Uji bioeliminasi; dan

Uji subletal. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan

wadah berupa akuarium kaca.

Bahan uji yang digunakan adalah formulasi insektisida dengan bahan aktif

endosulfan yang berbentuk cairan berwarna kuning bening yang dapat larut dalam aseton.

Hewan uji berupa ikan mas

(Cyprinus carpio)

stadia juvenil dengan ukuran bobot 0,81

±

0,098 g/ekor yang diperoleh dari hasil pemijahan secara terkontrol. Sebelum digunakan

hewan uji diadaptasikan selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan diberi pakan pellet

dengan kandungan protein

±

43,96%.

Pada uji stabilitas diaplikasikan endosulfan dengan konsentrasi 2,42 µg/l dalam air,

kemudian diambil sample air pada jam ke 0, 24, 48, 72, dan 96 jam. Sample yang diperoleh

selanjutnya di ekstraksi dan diidentifikasi menggunakan gas kromatografi (GC). Pada uji

penentuan kisaran konsentrasi letal diaplikasikan 4 deret konsentrasi uji, yaitu: 0 (kontrol);

0,1; 1,0; 10,0 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor/wadah dengan pengamatan mortalitas pada

jam ke: 0, 24, dan 48 jam setelah aplikasi. Pada uji definitif diaplikasikan 7 deret

konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l. Ikan uji sebanyak 10

ekor per wadah dengan waktu pengamatan pada jam ke: 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96

jam setelah aplikasi.

Pada uji bioakumulasi diaplikasikan 3 konsentrasi endosulfan sebesar 10, 30, dan

50% dari nilai LC

50

-96 jam dengan nilai konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 0,24; 0,72; dan 1,20

µg/l dalam air. Ikan mas dipelihara dengan kepadatan 0,5 ekor/liter air atau 20 ekor dalam

40 liter air. Selama pemaparan ikan uji diberi pakan secara

at satiation

serta dilakukan

pergantian air setiap 24 jam dengan konsentrasi bahan uji yang sama. Parameter yang

diukur adalah: laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan kondisi hematologis. Untuk

kebutuhan analisa residu, sample ikan dan air diambil pada jam ke: 0, 4, 12, 24, 48, 96,

144, 192, 264 pemaparan. Sample selanjutnya diekstraksi dan dipekatkan dalam 10 ml

aceton p.a untuk selanjutnya diidentifikasi menggunakan GC.

Uji bioeliminasi dimulai setelah proses absorpsi dan akumulasi endosulfan ke dalam

tubuh ikan mas mencapai kondisi stabil

(steady state)

. Ikan yang telah terpapar dan

mengakumulasi endosulfan sebesar 3,58

±

0,1345 µg/kg selanjutnya dipindahkan ke dalam


(13)

air bersih tanpa bahan uji

(clean water)

. Pengambilan ikan uji dilakukan pada hari ke 0, 5,

10 dan 15 pemeliharaan untuk selanjutnya diekstraksi dan diidentifikasi menggunakan GC

dengan prosedur yang standar. Pada semua tahapan penelitian dilakukan pengukuran sifat

fisika-kimia air yang meliputi: suhu, pH, O

2

terlarut, CO

2

dan amonia, untuk mengetahui

kelayakannya sebagai media uji.

Data uji stabilitas dianalisis secara regresi dan deskriptif, data uji penentuan kisaran

konsentrasi letal dianalisis secara deskriptif, sedangkan data uji definitif dianalisis dengan

bantuan program “probit analysis”. Residu endosulfan dalam ikan dan air dianalisis

menurut petunjuk Komisi Pestisida (1977), laju penyerapan dan eliminasi ditentukan

menurut petunjuk Specie dan Hamelink (1995), biokonsentrasi faktor dihitung menurut

persamaan Montanes dan Hattum (1995). Untuk menghitung pertumbuhan digunakan

persamaan Ricker (1975), sedangkan penentuan efisiensi pakan dihitung berdasarkan

persamaan NRC (1983). Data yang diperoleh dari uji subletal dianalisis ragam dengan

bantuan program statistik RPSS 10.0 for Window.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju peluruhan endosulfan dalam air

adalah sebesar 0,81% per jam. Kisaran konsentrasi endosulfan terhadap ikan mas antara 1

µg/l (ambang bawah) dan 10 µg/l (ambang atas) dengan nilai LC

50

-96 jam sebesar 2,42

(2,206 – 2,652)

µg/l pada limit kepercayaan 95%. Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh

ikan mas yang dipaparkan pada konsentrasi 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l secara berurutan

sebesar 2,04; 3,58 dan 4,24 µg/kg dengan laju penyerapan sebesar 0,79; 0,71; dan 0,43 µg/l

per jam, serta nilai biokonsentrasi faktor (BCF) sebesar 8,56; 7,74 dan 4,69. Melalui

analisis statistik terhadap data tersebut diketahui bahwa bioakumulasi endosulfan secara

nyata berpengaruh terhadap laju penyerapan dan nilai BCF dalam tubuh ikan mas.

Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas sebesar 2,04 µg/kg secara nyata

menurunkan jumlah eritrosit; bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg mengurangi jumlah leukosit

dan mereduksi pertumbuhan; dan pada konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/kg secara nyata

meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas.

Kata kunci: bioakumulasi, biokonsentrasi faktor, eliminasi, endosulfan, hematologi,

ikan mas.


(14)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS

IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

Imam Taufik

C 051020101


(15)

PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA

ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS

(Cyprinus carpio)

IMAM TAUFIK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(16)

Judul Tesis : Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas

(Cyprinus carpio).

Nama : Imam Taufik NRP : C 051020101 Program Studi : Ilmu Perairan (AIR)

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Chairul Muluk, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juli 1967 sebagai putera ke lima dari pasanga n H. Ali Muchtar (Alm) dan Yuhana (Almh). Jenjang pendidikan sampai dengan tingkat menengah atas, berturut -turut diselesaikan pada SD Negeri 1 Kotabatu, SMP Negeri 2, dan SMA Negeri 1 di Bogor. Pendidikan Strata 1 (S1) ditempuh pada Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin – Ujung Pandang dan lulus pada tahun 1992.

Tahun 1994 sampai 1997 penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Loka Penelitian Perikanan Pantai, Pusat Penelitian Perikanan Budidaya, di Gondol – Bali dan tergabung dalam kelompok peneliti Penyakit Ikan. Tahun 1997 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Pusat Riset Perikanan Budidaya, di Bogor dan tergabung dalam kelompok peneliti Lingkungan Budidaya & Toksikologi. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2 pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(18)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis masih diberi kekuatan untuk melakukan segala aktivitas yang Insya Allah senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho-Nya.

Tesis dengan judul “Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)” merupakan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat yang dibebankan kepada penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi dan sumbangsih bagi kepentingan pengelolaan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan pencemaran pestisida pada sumberdaya perikanan.

Selama menjalani masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima kasih. Secara khusus ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada:

1. Istriku tercinta Fetty Fatimah serta kedua putri-permata hatiku Iffi Rizkiya dan Fitta Fairuz Rahmani, atas segenap cinta dan ketulusan hati nan ikhlas yang telah dengan setia mendampingi penulis selama melaksanakan kuliah hingga selesai dan Insya Allah untuk selamanya.

2. Yang mulia: Apih (alm), Bapak dan Ummi yang telah memberikan do’a tulus sehingga penulis mendapat kekuatan lahir dan keteguhan bathin selama menjalani proses perkuliahan.

3. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. dan Bapak Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran bahkan materi untuk membantu, mengarahkan dan membimbing penulis mulai dari perkuliahan, penelitian hingga pembuatan tesis ini.


(19)

4. Bapak Dr. Chairul Muluk, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perairan beserta seluruh Staf Dosen PPs-IPB yang telah memberikan arahan, materi kuliah serta bantuan administrasi selama penulis mengikuti perkuliahan. 5. Bapak Dr. S. Djokosetyanto, M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing

yang telah memberi pengarahan, masukan dan saran guna perbaikan tesis ini. 6. Bapak Drs. Sutrisno yang tak henti-hentinya memberi dukungan moril serta

bantuan materil yang sangat besar sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan kuliah.

7. Bapak Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si, Bapak Eman Sulaeman dan Bapak Aji M. Tohir yang telah membantu menganalisis sample penelitian di Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor.

8. Teman-teman Program Studi Ilmu Perairan PPs-IPB: Ahmad Jauhari, Amrulla, Wahidah, Desi, Esti, Ricky serta yang lainnya, atas kerjasama, spirit dan kekompakannya.

9. Berbagai pihak yang belum disebutkan di atas dan telah membantu.

Akhir kata, Wabillahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Bogor, Desember 2005


(20)

DAFTAR ISI

halaman.

HALAMAN PENGESAHAN ……… i.

RIWAYAT HIDUP ……… ii.

PRAKATA ……… iii.

DAFTAR ISI ……… v.

DAFTAR TABEL ………. vii.

DAFTAR GAMBAR ………. viii.

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix.

PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 1.

Pendekatan Masalah ……… 4.

Hipotesis ……… 5.

Tujuan Penelitian ……… 5.

Manfaat Penelitian ……… 5.

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida ……… 6.

Keberadaan Pestisida di Lingkungan Perairan ……… 7.

Insektisida Organoklorin ……… 12.

Endosulfan ……… 12.

Penyerapan dan Eliminasi ……… 15.

Pertumbuhan ……… 16.

Darah Ikan ……… 17.

Hematokrit ……… 17.

Hemoglobin ……… 18.

Sel darah merah (eritrosit) ……… 19.

Sel darah putih (leukosit) ……… 19.

Kualitas Air ……… 20.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ……… 22.

Bahan dan Alat ……… 22.

Persiapan Penelitian Wadah dan media …….……….. 23.

Ikan uji ……… 23.

Media uji ……… 24.

Pelaksanaan Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam a ir ……… 24.


(21)

halaman.

Uji toksisitas letal ……… 25.

Uji bioakumulasi ……… 26.

Uji bioeliminasi ……… 27.

Bioakumulasi terhadap pertumbuhan ……… 28.

Bioa kumulasi terhadap kondisi hematologis ……… 29.

Kadar hematokrit (Ht) ……… 29.

Kadar hemoglobin (Hb) ……… 30.

Jumlah sel darah merah (eritrosit) ……… 30.

Jumlah sel darah putih (leukosit) ……… 31.

Analisis Data ……… 31.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam air ………. 34.

Toksisitas letal: Nilai LC50 ………. 35.

Uji bioakumulasi endosulfan ………. 37.

Uji bioeliminas i endosulfan ………. 39.

Pertumbuhan ikan ………. 40.

Efisiensi pakan ………. 42.

Kondisi hematologis ………. 43.

Kualitas air ………. 45.

Pembahasan ………. 46.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……..……….. 59.

Saran ……..……….. 59.

DAFTAR PUSTAKA ………...……… 60.


(22)

DAFTAR TABEL

halaman.

Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan ………. 9. Tabel 2. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas

pada setiap waktu pemaparan ……… 36. Tabel 3. Model persamaan laju penyerapan insektisida endosulfan

ke dalam tubuh ikan mas pada masing-masing

konsentrasi perlakuan ……….. 38. Tabel 4. Nilai laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida

endosulfan terhadap ikan mas pada masing-masing perlakuan ……….. 39. Tabel 5. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi bioakumulasi

endosulfan setelah 12 minggu pemaparan ……… 41. Tabel 6. Rata-rata nilai efisiensi pakan (%) ikan mas pada masing-masing

perlakuan selama 12 minggu pemaparan ……… 43. Tabel 7. Rata-rata kadar hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit

ikan mas dengan bioakumulasi insektisida endosulfan

yang berbeda setelah 12 minggu pemaparan ……….. 43. Tabel 8. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal


(23)

DAFTAR GAMBAR

halaman.

Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan ……… 10. Gambar 2. Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan. …. 11. Gambar 3. Struktur kimia endosulfan ………. 14. Gamba r 4. Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air

pada setiap waktu pemaparan ……….. 34. Gambar 5. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas

untuk setiap waktu pemaparan ……….. 36. Gambar 6. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas

yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 10% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual

rata-rata dalam air sebesar 0,24 (± 0,013) µg/l ……… 37. Gambar 7. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas

yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual

rata-rata dalam air sebesar 0,46 (± 0,088) µg/l ……….. 37. Gambar 8. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas

yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 50% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual

rata-rata dalam air sebesar 0,91 (± 0,020) µg/l ………..……… 38. Gambar 9. Eliminasi endosulfan dari tubuh ikan mas yang telah

dipaparkan dalam larutan insektisida endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi rata-rata

bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg ………. 40. Gambar 10. Pertambahan bobot rata-rata individu ikan mas


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman.

Lampiran 1. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan

pada sample air ………... ……….. 66. Lampiran 2. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan

pada sample daging ikan ………. 67. Lampiran 3. Mortalitas ikan mas (ekor) pada uji pendahuluan

setelah waktu pemaparan (jam) ……… 68. Lampiran 4. Motalitas ikan mas (ekor) pada uji lanjutan (definitife test)

untuk setiap konsentrasi perlakuan (µg/l)

setelah waktu pemaparan (jam) ……….. 69. Lampiran 5. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-24 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 70.

Lampiran 6. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-48 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 70.

Lampiran 7. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-72 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 71.

Lampiran 8. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai

LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………….. 71.

Lampiran 9. Analisis statistik terhadap laju penyerapan (Ku) dan biokonsentrasi faktor (BCF) insektisida endosulfan

ke dalam tubuh ikan mas ………. 72. Lampiran 10. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan

berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu ………. 73. Lampiran 11. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan

berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) ……..……….. 74. Lampiran 12. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai

konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu ……….………… 75. Lampiran 13. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai

konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan


(25)

halaman.

Lampiran 14. Laju pertumbuhan individu harian (%) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan pada setiap

periode pemaparan (bulan) ………… ………... 77. Lampiran 15. Data efisiensi pakan harian (FE) ikan mas yang dipaparkan

dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida

endosulfan selama 12 minggu pemaparan ……….. 78. Lampiran 16. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu (SGR)

dan efisiensi pakan (FE) ikan mas setelah pemaparan

12 minggu ………. 79. Lampiran 17. Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit

ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan

selama 12 minggu pemaparan ……… 80. Lampiran 18. Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit,

hemoglobin, eritrosit, leukosit) ikan mas

setelah pemaparan 12 minggu ……… 81.


(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pestisida dewasa ini mempunyai peranan yang penting khususnya dalam bidang pertanian untuk memberantas jasad-jasad yang merusak tanaman dan hasil pertanian yang disimpan. Usaha meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun kualitatif, telah dipermudah dengan penggunaan pestisida (Soekardi et al., 1977). Walaupun konsep “pest management” atau “integrated pest control” dilakukan, dimana pestisida hendaknya digunakan sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja, namun pada umumnya usaha proteksi tanaman dilakukan dengan pertimbangan bahwa hama dan penyakit tanaman hanya dapat diberantas dengan mudah dan cepat dengan menggunakan pestisida yang efektif, sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk sementara. Oleh karena itu pemberantasan hama dan penyakit tanaman hampir senantiasa diartikan sebagai penggunaan pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida banyak digunakan yang juga menimbulkan berbagai dampak negatif (Mulyani, 1973). Meningkatnya penggunaan pestisida telah menimbulkan kekhawatiran karena terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Menurunnya kualitas lingkungan karena kontaminasi oleh pestisida telah mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru yang harus segera diatasi. Kematian ikan di sawah, kolam atau sungai, makin jarangnya dijumpai jenis burung-burung tertentu, terjadinya resistensi hama maupun timbulnya eksplosi hama sekunder antara lain diduga sebagai akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana (Mulyani, 1973).


(27)

Sifat penting yang dimilki suatu bahan aktif pestisida adalah daya racun atau toksisitas. Meskipun bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk hidup. Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai spektrum yang luas sebagai racun sehingga merupakan salah satu sumber pencemaran yang potensial khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan perikanan.

Pestisida yang paling ideal adalah yang bersifat khusus dan dapat digunakan secara selektif terhadap hama sasaran saja, namun di seluruh dunia belum dijumpai pestisida yang demikian. Kebanyakan pestisida yang ada sebetulnya tidak bersifat selektif karena pestisida digunakan pada suatu ekosistim yang rumit dan kompleks sehingga setiap pemakaian pestisida juga dapat membunuh organisme bukan sasaran atau paling tidak mengganggu kehidupannya (Kadarsan, 1977).

Endosulfan merupakan senyawa kimia dari golongan organoklorin yang banyak dipergunakan di Indonesia sebagai bahan aktif dalam berbagai formulasi insektisida yang diperdagangkan dengan beberapa nama dagang, antara lain: Thiodan, Fanodan, Akodan, dan Termisidan (Komisi Pestisida, 1990). Penggunaan endosulfan di Indonesia sebenarnya sudah dilarang sejak tahun 1996 melaui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP207/6/96, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak digunakan oleh petani karena insektisida endosulfan cukup efektif mengendalikan hama sasaran, harganya relatif murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).

Seperti pestisida organoklorin pada umumnya, endosulfan bersifat toksik terhadap organisme perairan termasuk ikan dan sangat persisten sehingga akan meninggalkan residu yang dapat mencemari lingkungan perairan. Hasil penelitian


(28)

Ekaputri (2001) membuktika n bahwa perairan sungai Ciliwung-Jawa Barat yang mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta mengandung residu insektisida endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7-4,0 µg/l. Sedangkan Taufik et al., (2003) melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran irigasi di Kabupaten Brebes-Jawa Tengah telah tercemar oleh endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan dengan konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 mg/l dan 3,2 µg/l.

Ikan yang terpapar dalam air yang tercemar oleh endosulfan dalam konsentrasi subletal akan menyerap bahan aktif tersebut melalui permukaan tubuh, membran insang dan difusi kutikular. Penyerapan akan berlangsung secara terus menerus sampai tercapai keadaan steady state yaitu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi bahan dalam air (Nagel dan Loskill, 1991). Residu endosulfan dalam air yang terserap oleh ikan akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh melalui proses bioakumulasi, hal ini dis ebabkan karena endosulfan termasuk insektisida golongan organoklorin yang memiliki sifat lipofilitas tinggi, yakni mudah terikat dalam jaringan lemak.

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditas perikanan air tawar yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat. Ikan ini berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida endosulfan karena pada umumnya dipelihara dalam kolam budidaya atau Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk, dimana sumber airnya berasal dari aliran sungai yang berhubungan langsung dengan berbagai aktivitas pertanian yang banyak menggunakan pestisida.. Selain itu, ikan mas juga mempunyai kandungan lemak cukup tinggi sehingga akan lebih mudah mengakumulasi residu pestisida organoklorin (Edward, 1976).


(29)

Pendekat an Masalah

Peningkatan penggunaan pestisida terutama dalam bidang pertanian telah menyebabkan pencemaran pada berbagai perairan. Hal ini terjadi karena pada umumnya aktivitas pertanian seperti tanaman padi di sawah akan menggunakan lingkungan perairan sebagai tempat pembuangan limbah cair (run off) yang masih mengandung residu pestisida. Akibat aktivitas tersebut maka lingkungan perairan tawar yang merupakan sumber air untuk berbagai kegiatan budidaya perikanan dapat tercemar oleh berbagai bahan aktif yang terkandung dalam formulasi pestisida.

Endosulfan merupakan senyawa organoklorin yang banyak digunakan sebagai bahan aktif dalam formulasi insektisida pertanian. Penggunaan senyawa ini akan meninggalkan residu dalam lingkungan biotik maupun abiotik karena degradasi endosulfan sangat lambat di alam. Lebih lanjut, residu endosulfan mempunyai sifat yang mudah larut dalam lemak (lipofilik) sehingga dapat terserap dan terakumulasi dalam tubuh organisme (bioakumulasi) sehingga merupakan masalah dalam budidaya perikanan air tawar.

Salah satu komoditi perikanan yang potensial tercemar oleh endosulfan adalah ikan mas karena pada umumnya ikan jenis ini dibudidayakan dalam kolam dan KJA dengan sumber air berasal dari sungai yang merupakan tempat pembuangan limbah cair pertanian. Oleh karena itu perlu diketahui bahaya yang dapat timbul pada ikan mas akibat terpapar dalam air yang tercemar endosulfan, baik pada konsentrasi letal maupun subletal.

Estimasi toksisitas dan potensi bioakumulasi endosulfan serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap ikan mas dapat diketahui melalui beberapa pengujian, seperti uji


(30)

hayati (bioassay), uji akumulasi, uji eliminasi dan uji subletal. Dalam kondisi subletal pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan dapat berdampak pada perubahan kondisi hematologis sehingga dalam jangka waktu tertentu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan mas.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a). Insektisida endosulfan mempunyai toksisitas yang tinggi dan dapat terakumulasi di dalam tubuh ikan mas.

b). Pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan pada konsentrasi tertentu dapat menghambat pertumbuhan ikan mas.

c). Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dapat menyebabkan perubahan pada kondisi hematologis ikan mas.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan yang masih dapat ditolerir oleh ikan mas. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi penetapan batas maksimum residu (BMR) pestisida dalam air yang ama n bagi ikan dan organisme perairan lainnya.


(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida

Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah dan sintetis berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama ditujukan kepada jenis -jenis hama tertentu (Kusno, 1995). Menurut Lodang (1994) penggunaan pestisida disamping dapat memberikan keuntungan juga dapat menimbulkan kerugian (efek negatif). Keuntungan yang didapat antara lain: 1) dapat meningkatkan produksi pertanian dan hasil penen yang cepat; 2) aplikasi di lapangan relatif mudah; 3) dapat digunakan pada areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat; 4) dapat diaplikasikan setiap waktu, dengan memperhatikan cuaca; 5) dapat diperoleh dengan mudah; 6) harga relatif murah dan memberikan keuntungan ekonomi. Efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah: 1) mempertinggi resistensi hama sehingga memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak dan lebih kuat; 2) membunuh mahluk lain yang bukan sasaran, termasuk predator ala mi yang berguna; 3) gangguan toksik pada manusia yang bertambah sehubungan dengan bertambahnya volume dan intensitas penggunaan insektisida; 4) produk pertanian akan mengandung residu pestisida yang dapat mengancam kesehatan para konsumen, terutama petani dan keluarganya; 4) kontaminasi global akibat mobilitas yang tinggi, terutama oleh pestisida persisten; 6) mengganggu keseimbangan dalam rantai makanan sehingga akan mengganggu ekosistem secara keseluruhan; 7) bertambahnya resiko efek sinergik interaksi antara bermacam-macam pestisida; 8) kemungkinan akan terjadi efek genetik jangka panjang akibat dosis subletal pestisida persisten.


(32)

Chau et al. (1982) menyatakan, pestisida dapat digolongkan menurut organisme sasarannya, bahan asal pestisida, cara kerja serta formulasi bahan aktifnya. Berdasarkan formulasi bahan aktifnya pestisida dapat dikelompokkan menjadi 6 golongan, yaitu:

organoklorin, organofosfat, karbamat, turunan asam fenoksi alkoloid, triazin dan substansi urea. Berdasarkan kegunaannya pestisida da pat dibedakan menjadi: insektisida, herbisida, fungisida, rodentisida, akarisida, bakterisida, ovisida, algasida, nematosida dan molusisida (Ekha, 1993). Menurut struktur dan golongan zat kimianya pestisida dibagi menjadi pestisida alamiah dan pestisida sintetik.

Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan erat dengan sifat dasar yang penting terhadap efektifitasnya sebagai pestisida. Pertama, pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk mahluk bukan sasaran, sampai batas tertentu tergantung pada faktor fisiologis dan ekologis. Kedua, banyak jenis pestisida yang dapat bertahan terhadap degradasi lingkungan akibatnya dapat bertahan dalam suatu daerah yang diberi perlakuan, sehingga keefektifannya dapat diperkuat. Sifat ini juga memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistim alamiah (Connel dan Miller, 1995).

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan

Perairan bertindak sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu pestisida yang persisten. Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan dari fase uap pada antar


(33)

fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Penyebaran pencemaran pestisida dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif, seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian da n pengaliran.

Aliran pembuangan pestisida beragam menurut laju arus air permukaan dan jenis tanah, sedangkan pencucian mula -mula tergantung pada adsorpsi/desorpsi antara konstituen tanah dan pergolakan air yang melaluinya (Robinson, 1973). Kelarutan suatu bahan aktif pestisida di dalam air merupakan faktor penting yang akan menentukan persistensinya di lingkungan perairan.

Residu pestisida tidak hanya terdifusi ke dalam tanah tetapi juga ke dalam air, udara dan akhirnya akan mengkontaminasi rantai makanan kehidupan. Masalah ini perlu mendapat perhatian serius karena residu pestisida (insektisida) ada yang bersifat karsinogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Ardiwinata et al., 1999).

Pestisida yang masuk ke dalam perairan, terutama dari golongan klor-organik akan diserap oleh sedimen dasar perairan, plankton, algae, invertebrata perairan, tumbuhan air dan ikan. Insektisida klor-organik tidak larut dalam air dan residunya di dalam perairan ditemukan dalam bentuk partikulat tersuspensi yang lebih ba nyak terdapat dalam lumpur dan sedimen dasar perairan. Karena tidak larut dalam air maka persistensinya di lingkungan perairan dapat berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Residu pestisida klor-organik yang diserap oleh hewan air dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh karena pestisida tersebut memiliki sifat lipofitas yang tinggi sehingga mudah terikat dalam jaringan lemak dan akumulasi residu pestisida klor-organik pada ikan dipengaruhi oleh kandungan lemak (Edward, 1976). Ikan yang memiliki kandungan lemak yang tinggi akan lebih mudah mengakumulasi insektisida tersebut.


(34)

Penyerapan residu pestisida yang terdapat dalam perairan oleh hewan air dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi, pengambilan dari air melalui membran insang, difusi kutikular serta penyerapan langsung dari sedimen (Livingstone, 1977). Kusno (1995) mengemukakan bahwa penyerapan residu pestisida tergantung dari besarnya residu, sifat fisika -kimia, sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, maka keracunan yang ditimbulkannyapun dapat bersifat akut maupun kronik. Menurut Edward (1976), rata -rata kenaikan residu pestisida dalam hewan akuatik mempunyai korelasi dengan aktivitas metabolisme, bobot badan, luas permukaan tubuh dan rantai makanannya.

Berkenaan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap ikan, para ahli telah mengklasifikasikan pestisida berdasarkan pada nilai LC5 0-96 jam :

Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan

Tingkat LC50 -96 jam (ppm) Evaluasi toksisitas

A B C D

< 1 1 – 10 10 – 100

> 100

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah


(35)

Tanah/sedimen: - Fotolisa - Degradasi

Depsorpsi Leaching Run off

Tanaman: - Toksik - Residu - Terurai

Herbivora

Omnivora

Karnivora

M A N U S I A

penguapan penguapan

Atmosfier: - Fotolisa - Reaksi Perairan :

- Hidrolisa - Fotolisa - Oksidasi - Degradasi

mikroba

deposiosi basah & kering

Mikroplankton

Zooplankton

Ikan kecil

Ikan besar

pengendapan

Hama Predator Organisme

Gambar 1. Dinamika pestisida dalam lingkungan.

(Mustamin dan Ma’ruf, 1990 dalam Kusno, 1995).

absorpsi


(36)

Pengaruh penggunaan pestisida (herbisida) terhadap ekologi perairan dapat digambarkan secara skematik seperti di bawah ini.

Penggunaan herbisida

Kematian tumbuhan

Peningkatan turbulensi

Peningkatan penetrasi cahaya Penguraian materi

tumbuhan

Peningkatan respirasi

Perubahan kesetimbangan O2/CO2

Penurunan penetrasi cahaya

Pelepasan nutrien

Terbentuknya detritus

Sumber makanan

Kesetimbangan restorasi O2/CO2

Perubahan komunitas biota Kehilangan substrat dan

tempat berlindung (shelter) bagi biota

Penurunan fotosintesis Kehilangan

sumber makanan biota Toksisitas

langsung

Perubahan komposisi mikro atau makroflora


(37)

Insektisida Organoklorin

Insektisida organoklorin adalah suatu senyawa insektisida yang mengandung atom karbon, klor, hidrogen dan kadang-kadang oksigen (Sastroutomo, 1992). Golongan organoklorin dibagi menjadi tiga sub golongan utama yaitu diklorodifenitrikloro etana (DDT), benzena heksaklorida (BHC) dan siklodiena.

Insektisida organoklorin merupakan kelompok pestisida paling persisten yang pada dasarnya tidak mengalami perubahan di lingkungan dalam jangka waktu yang lama (ADB, 1987). Insektisida organoklorin mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air dibanding dengan pelarut organik dengan ciri-ciri umum adalah:

- Mengandung atom-atom karbon, oksigen dan ikatan C-Cl - Mempunyai karbon rantai siklik, termasuk cincin benzena - Secara intermolekuler tidak memiliki tempat-tempat aktif - Bersifat nonpolar dan lipofilik.

Senyawa organoklorin berdampak negatif di alam karena kemampuannya untuk dapat bertahan lama di alam (persisten), bersifat racun karsinogen (dapat menyebabkan kangker), juga mengganggu saluran pernafasan bila terjadi kontak fisik langsung dengan kulit atau masuk melalui mulut dan berpengaruh terhadap sistim syaraf (Connel dan Miller, 1995). Organoklorin sangat sulit larut di dalam air (daya larut dibawah 1 mg/l), hanya lindane yang daya larutnya mencapai 7 mg/l (Edwards, 1976).

Endosulfan

Endosulfan merupakan salah satu insektisida organoklorin golongan siklodien. Senyawa ini pertama kali ditemukan pada tahun 1959 dan di Indonesia digunakan pada


(38)

kegiatan pertanian dan kehutanan, diantaranya pertanian cabai, jagung, kopi, lada, tebu, teh dan tembakau. Endosulfan diperdagangkan dengan beberapa nama dagang seperti: Thiodan, Fanodan, Akodan, Termisidan dan lain-lain (Komisi Pestisida, 1990). Endosulfan ini berbentuk pekatan berwarna coklat yang dapat diemulsikan dalam air. Endosulfan mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Endosulfan merupakan campuran dua isomer yaitu isomer alfa dan isomer beta. Waktu paruh endosulfan dalam air lebih kurang 4 hari, tetapi kondisi pH yang rendah akan memperpanjang waktu paruhnya. Dalam air endosulfan dapat didegradasi membentuk endosulfan alkohol yang dapat mematikan ikan. Di dalam tanah isomer alfa lebih cepat hilang dibanding isomer beta dan membentuk hasil degradasi berupa senyawa endosulfan sulfat (WHO, 1992 dalam Arianti, 2002).

Pada ikan endosulfan didapatka n dalam bentuk alfa dan beta isomer serta endosulfan sulfat (Toledo dan Johnson, 1992). Endosulfan sulfat terdeteksi pada otak, insang, usus, ginjal, hati dan gonad. Kebanyakan biotransformasi dari alfa dan beta endosulfan terjadi di hati, dimana residu te rtinggi didapatkan (Nowak dan Akhmad, 1989).

Struktur molekul senyawa endosulfan mempunyai bentuk heterosiklik yang secara sintesis dapat diperoleh melalui reaksi kondensasi Diels-Alder dari heksaklopentadiena dan cis-2-buten-1.4-diol yang dilanjutkan tahap kedua yaitu pengubahan dari senyawa sulfit melalui persamaan reaksi dengan tionil klorida. Tahapan kondensasi Diels -Alder berlangsung pada perbedaan temperatur lebih dari 75oC, yaitu antara 125-250oC. Reaksi berlangsung dengan baik pada temperatur refluks dalam toluena 110oC (Sittig, 1980).


(39)

Menurut Schoettger (1970) insektisida endosulfan termasuk senyawa kimia yang relatif persisten dalam lingkungan, seperti halnya insektisida toxaphene, aldrin, dieldrin dan endrin yang juga merupakan golongan klor-organik. Nama kimia endosulfan adalah 6,7,8,9,10,10-heksaklor-1,5,5a,6,9,9a -heksahidro-6,9,metano,2,4,3-benzo-dioksthiepin-3-oksida, dan mempunyai rumus empiris C9H6Cl6O3S dengan struktur kimia sebagai

berikut:

Cl Cl

Cl

S = O Cl

Cl

Cl

Gambar 3. Struktur kimia endosulfan (Schoettger, 1970)

Endosulfan dapat diserap melalui pencernaan, pernafasan dan kontak dengan kulit. Penambahan melalui oral atau parenteral akan cepat dikeluarkan melalui feces dan urine. Tanda-tanda hewan keracunan endosulfan dalan konsentrasi akut adalah neorogikal, hiperaktif dan kejang otot sampai akhirnya mati (UNEP, ILO, WHO, 1992). Keracunan endosulfan dapat menyebabkan terjadinya penghambatan (Na+ = K+) ATP -ase terutama pada mitokondria akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik retikulum. Penghambatan ATP -ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng, 1992). Selanjutnya ADB (1987) menyatakan bahwa endosulfan dapat menimbulkan rangsangan pada sistim syaraf pusat dan menyebabkan terjadinya kejang. Karena sangat berbahaya bagi ikan, penggunaan endosulfan dibatasi, bahkan dibeberapa negara dilarang. Di Indonesia


(40)

penggunaan insektisida endosulfan sudah dilarang sejak tahun 1996 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP270/6/96, tetapi pada kenyataannya masih banyak digunakan oleh petani karena insektisida ini efektif mengendalikan hama sasaran, harganya murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).

Penyerapan dan Eliminasi

Masalah kompleks dari toksisitas pestisida adalah akumulasi dalam berbagai organisme akuatik karena ketika pestisida masuk ke dalam air maka secara cepat diabsorpsi oleh sedimen, plankton, alga, avertebra ta, vegetasi dan ikan. Laju penyerapan oleh invertebrata air dapat dihubungkan dengan aktivitas metabolisme, bobot tubuh, luas permukaan atau melalui tingkat trofik dalam rantai makanan (Edwards, 1976).

Bioakumulasi adalah proses pengambilan bahan kimia dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (melalui respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspensi, koloid atau partikulat organik karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut berada. Sedangkan eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik (Specie et al., 1997 dalam Pong-Masak, 2003).

Respon farmakodinamik oleh organisme dapat menyerap suatu zat asing merupakan suatu fungsi konsentrasi steady-state dari bahan aktif secara biologi pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relatif dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilan (Wallace, 1992).


(41)

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu mineral dari air ke dalam ikan (Manahan, 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF) yang merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam satu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar dibagi dengan rata -rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian (Rand dan Petrocelli, 1985). Sedangkan keadaan staedy state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi persatuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi bahan yang diberikan dalam air (Negel dan Loskill, 1991).

Pertumbuhan

Pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan banyak faktor yang berbeda (Aziz, 1989). Proses pertumbuhan ikan pada mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat dan akhirnya lambat kembali. Pertumbuhan yang demikian disebut pertumbuhan autocatalytic. Dengan demikian ikan muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding dengan ikan tua. Ikan tua tetap mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhannya berlangsung secara lambat (Effendi, 1978).


(42)

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang sukar dikontrol, antara lain meliputi: faktor keturunan (genetik), seks, umur, serta daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal adalah faktor luar yang meliputi: kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi matahari, dan keadaan fisika kimia lingkungan (Effendi, 1979). Tekanan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan (Schmittou, 1991).

Darah Ikan

Darah ikan terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Darah pada ikan berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan O2 ke sel-sel

tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya (Lagler et al., 1977). Menurut Bond (1979), darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik (Na+, Mg2+, Cl-) dan senyawa organik seperti hormon, vitamin dan beberapa protein plasma.

Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah putih (leukosit) dan jumlah sel darah merah (eritrosit) (Lagler et al., 1977)

Hematokrit (Ht)

Parameter yang berpengaruh terhadap pengukuran volume eritrosit adalah hematokrit, yaitu persentase volume eritrosit di dalam darah atau merupakan


(43)

perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond, 1979). Kadar hematokrit dalam darah ikan dapat digunakan untuk me ndeteksi terjadinya anemia pada ikan. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab yang tidak jelas, kadar hematokrit akan menurun (Snieszko et al., 1974).

Kadar hematokrit tidak selalu tetap nilainya (Randall, 1970). Pada ikan kadar hematokrit berkisar antara 5-60% (Snieszko et al., 1960) dan bila berada di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit (Bond, 1979). Sedangkan menurut Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar hematokrit dalam darah ikan mas pada kondisi normal adalah sebanyak 27,1%.

Hemoglobin (Hb)

Sel darah merah mengandung hemoglobin. Molekul hemoglobin merupakan suatu protein dalam eritrosit yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi (Fe) bervalensi dua. Menurut Lagler et.al. (1977) , hemoglobin berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan dengan jumlah eritrosit.

Menurut Lucky (1977) kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 37% hingga 70% dan 100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah. Dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27%. Angka (1990) memperoleh kadar hemoglobin (gram) per 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa adalah 8,61/0,43 sampai 10,86/0,43 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan Peter dan Cech (1990) dalamAffandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa kadar Hb dalam darah ikan mas adalah 6,40.


(44)

Sel darah merah (Eritrosit)

Sel darah merah ikan mempunyai inti, berfungsi untuk mengikat oksigen. Eritrosit berwarna merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan berukuran sekitar 7-36 mikron (Lagler et al., 1977). Eritrosit yang matang berbentuk oval hingga bundar, inti yang kecil dengan sitoplasma dalam jumlah yang besar (Chinabut et al., 1991). Darah ikan sebagian besar terdiri dari sel-sel darah merah yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta sel/mm3. Sel darah merah ikan memiliki inti sel yang ukurannya bervariasi antar spesies. Sel darah merah tersebut banyak mengandung hemoglobin dan berfungsi membawa oksigen dari insang ke berbagai jaringan (Moyle dan Cech, 1988).

Eritrosit yang sudah matang adalah sel berbentuk ellips berukuran panjang 13-16 mikron dan lebar 7 – 10 mikron. Pada ulasan pewarnaan Leischman-Giemsa, eritrosit ini mempunyai sitoplasma yang homogen. Inti terletak di tengah-tengah, juga membentuk ellips, berwarna merah keunguan dan mempunyai kromatin yang kompak (Affandi dan Tang, 2002).

Volume sel darah merah dalam 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa berkisar antara 30,92 K 0,43% dan 37,4 K 1,67 % dan jumlah sel darah merah per 1 cc darah ikan mas (1,61 K 0,06) x 106 sel sampai (2,04 K 0,09) x 106 sel (Angka, 1990). Menurut Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002), eritrosit yang terdapat dalam darah ikan mas dalam kondisi normal jumlahnya adalah 1,43 sel x 106/mm3

Sel darah putih (Leukosit)

Sel darah putih pada ikan tidak berwarna dengan jumlah berkisar antara 20.000 – 150.000 butir, dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu agranulosit dan granulosit.


(45)

Agranulosit digolongkan menjadi limfosit, monosit dan trombosit, sedangkan granulosit dibagi menjadi basofil, eoseonofil dan neutrofil (Affandi dan Tang, 2002).

Limfosit banyak terlihat apabila ada reaksi immunitas dengan perantaraan sel, monosit bersama -sama dengan makrofage jaringan setempat menghancurkan sisa-sisa jaringan yang mati dan penyebab penyakit sedangkan trombosit dapat menghasilkan tromboplastin yaitu sejenis enzim yang membuat polimer dan fibrinogen yang berperan dalam pembekuan darah. Neutrofil dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung vakuola yang berisi enzim yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan organisme yang dimakannya (Robert, 1978). Sel-sel neutrofil nampaknya mempunyai fungsi fagositik atau sebagai sel fagosit, namun beberapa laporan menunjukkan bahwa fagositosis mungkin bukan merupakan fungsi utama (Affandi dan Tang, 2002).

Kualitas air

Suhu sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar) tetapi juga dapat mengubah keadaan fisik dan kimia dari polutan. Secara umum toksisitas dari polutan akan meningkat dengan peningkatan suhu (Mason, 1992). Suhu berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap faktor -faktor seperti aktivitas enzim, tingkat metabolisme maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tinggi dengan adanya kenaikan suhu (Macek et al., 1969 dalam Arianti, 2002).

Bahan polutan cenderung lebih beracun pada air dengan tingkat kesadahan rendah (soft) dengan nilai pH yang stabil, sedangkan kesadahan yang tinggi cenderung menurunkan toksisitas dari polutan dalam tiap nilai pH (Mason, 1992).


(46)

Toksisitas pestisida dalam air terhadap ikan akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tingkat respirasi sehingga racun yang terekspos terhadap tubuh ikan akan semakin besar (Mason, 1992). Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi CO2 dapat menyebabkan

stress pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap insektisida akan turun, dengan demikian akan mempengaruhi toksisitas insektisida terhadap ikan (Arianti, 2002).

Keberadaan amonia akan dapat mereduksi masukan oksigen ke dalam tubuh ikan yang disebabkan oleh rusaknya insang (Boyd, 1990). Selanjutnya menurut Arianti (2002), rendahnya oksigen terlarut dalam tubuh ikan akan meningkatkan toksisitas insektisida terhadap ikan.


(47)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan April hingga September 2004, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya & Toksikologi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar – Bogor; Laboratorium Kesehatan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB (analisis darah); dan Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (analisis residu pestisida)

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan selama penelitian adalah sebagai berikut:

a. Benih ikan mas yang berasal dari hasil pemijahan secara terkontrol dengan ukuran panjang total 3,65 ± 0,247 cm dengan bobot tubuh 0,81 ± 0,098 g/ekor.

b. Insektisida Akodan 35 EC dengan kandungan bahan aktif endosulfan 350 g/liter. c. Pakan ikan, berupa pellet komersil dengan kandungan protein 43,96%.

d. Aceton p.a sebagai pelarut dan KMnO4 (PK) 20 mg/l sebagai desinfektan pada

wadah pengujian sebelum penelitian dilaksanakan.

e. Bahan kimia untuk analisis residu pestisida, darah dan kualitas air. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

a. Wadah pengujian berupa akuarium kaca yang terdiri dari: 28 unit berukuran 40 x 20 x 20 cm dan 16 unit berukuran 70 x 50 x 60 cm yang masing-masing dilengkapi dengan wadah/tandon pergantian air.


(48)

c. Peralatan untuk pembuatan berbagai konsentrasi perlakuan: gelas ukur, pipet, labu takar dan bulp.

d. Peralatan untuk perhitungan dan pengamatan parameter darah: jarum suntik, tabung dan sentrifius mikrohematokrit, skala hematokrit, hemometer, hemositometer, pipet, gelas objek dan penutup, mikroskop.

f. Timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.

g. Peralatan pengukur parameter kualitas air: termometer, pH meter, DO meter.

Persiapan Penelitian Wadah dan media

Sebelum penelitian berlangsung, wadah uji didesinfeksi dengan cara direndam dalam larutan PK pada konsentrasi 20 mg/l selama 24 jam (Angka, 1990). Wadah uji disusun secara paralel dalam rak-rak dan dilengkapi dengan penampungan air.

Selama penelitian berlangsung media uji diberi airasi sehingga kadar oksigen terlarut tidak pernah di bawah nilai 60-70 persen saturasi. Karakteristik fisika -kimia media uji selama penelitian harus berada pada ambang kondisi yang baik bagi ikan uji dengan beberapa ketentuan sebagai berikut: fluktuasi suhu air tidak lebih dari 2oC, kadar CO2 bebas ≤ 10 mg/l, ammonia ≤ 1 mg/l, kesadahan total ≥ 15 mg/l (CaCO3) dan

alkalinitas berkisar antara 50-200 mg/l.

Ikan uji.

Ikan uji berasal dari induk yang sama atau satu pendederan, berukuran seragam dengan ketentuan ukuran individu ikan terbesar maksimal ≤ 1,5 kali ukuran individu


(49)

terkecil. Sebelum digunakan dalam penelitian, ikan uji terlebih dahulu diaklimatisasi selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan mortalitas ikan uji selama aklimatisasi harus ≤ 10% dari jumlah populasi.

Media uji

Media uji yang digunakan adalah formulasi insektisida endosulfan, yaitu Akodan 35 EC, dengan konsentrasi tertentu di dalam air. Untuk mencapai konsentrasi perlakuan dilakukan pengenceran secara bertahap.

Pelaksanaan Penelitian

Uji stabilitas endosulfan dalam air

Pengujian bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan konsentrasi insektisida endosulfan dalam air. Pe nurunan tingkat konsentrasi endosulfan akan dijadikan acuan untuk menentukan presentase dan interval waktu pergantian air bagi kestabilan konsentrasi perlakuan pada tahap pengujian selanjutnya. Insektisida endosulfan dianggap stabil sampai laju penurunan tingkat konsentrasi bahan kimia tersebut mencapai ≤ 20% dari konsentrasi awal (Koesoemadinata, 2003).

Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan tingkat konsentrasi sebesar nilai LC50-96 jam dengan dua kali ulangan. Penentuan konsentrasi larutan uji dite ntukan

dengan mengacu pada rumus pengenceran sebagai berikut:

V1. N1 = V2.N2 ……… (1)

keterangan :

N1 = konsentrasi endosulfan dalam larutan stok


(50)

V1 = volume larutan stok yang akan diambil

V2 = volume media air penelitian yang diinginkan

Larutan endosulfan disebar merata pada permukaan air kemudian diaduk merata menggunakan pengaduk kaca. Selama uji stabilitas tidak dilakukan pergantian air dan pengambilan sampel (150 ml) dilakukan pada jam ke: 0 (sesaat setelah aplikasi), 24, 48, 72 dan 96 setelah aplikasi. Sampel dibawa ke laboratorium dalam kondisi dingin menggunakan cool box untuk kemudian diekstraksi sesuai dengan prosedur (Lampiran 1). Hasil akstraksi dipekatkan da lam 10 ml aceton p.a. dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan gas kromatografi (GC) dan perhitungan konsentrasi (persamaan 4).

Bioakumulasi endosulfan

Untuk mengetahui potensi akumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan mas ditentukan melalui be berapa tahap pengujian sebagai berikut:

Uji toksisitas letal

Penelitian toksisitas letal meliputi percobaan untuk mencari nilai LC50 dari

insektisida endosulfan terhadap ikan mas yang ditentukan dengan metode uji hayati

(bioassay) melalui dua tahap (Busvine, 1971): Pertama, uji pendahuluan untuk menentukan ambang daya racun letal insektisida terhadap ikan mas dengan cara “Critical Range” yaitu menentukan konsentrasi ambang atas (LC100-24 jam) dan

ambang bawah (LC0-48 jam); Kedua: uji lanjutan yaitu untuk menentukan Median Lethal Concentration (LC50) yang besarnya berada antara nilai ambang atas dan ambang


(51)

log (N/n) = k log (a/n) ……… (2)

a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = f/e = g/f = N/g ………… (3) keterangan :

N = konsentrasi ambang atas n = konsentrasi ambang bawah K = jumlah konsentrasi yang diuji (7)

a, b, c, d, e, f, dan g adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil

Konsentrasi-konsentrasi bahan uji tidak diverifikasi secara analisis kimia dan nilai-nilai LC5 0 ditentukan berdasarkan konsentrasi nominal insektisida endosulfan

dalam wadah-wadah penelitian.

Wadah yang digunakan dalam uji toksisitas letal berupa 28 unit akuarium kaca yang berukura n 40 x 20 x 20 cm. Masing-masing akuarium dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran serta penampungan air pengganti. Banyaknya ikan uji pada setiap wadah penelitian berjumlah 10 ekor dengan waktu pemaparan selama 24, 48, 72 dan 96 jam dengan fariabel ya ng diukur adalah mortalitas ikan. Pada setiap konsentrasi pengujian dilakukan pengukuran terhadap sifat fisika-kimia media uji, yaitu pada awal pengujian (0 jam), pertengahan (48 jam) dan akhir pengujian (96 jam). Pengujian diulang apabila tingkat mortalitas ikan uji dalam kontrol > 10% (Komisi Pestisida, 1983)

Uji bioakumulasi

Pengujian menggunakan wadah berupa 16 unit akuarium kaca berukuran 70 x 50 x 60 cm (p x l x t) yang masing-masing dilengkapi airasi dan diisi media uji sebanyak 40 liter. Setiap 3 akuarium dengan konsentrasi perlakuan yang sama dilengkapi dengan


(52)

wadah/tandon untuk membuat larutan uji sehingga lebih menjamin homogenitas larutan dan mempermudah saat pergantian air. Ikan uji ditebar sebanyak 20 ekor untuk setiap wadah (kepadatan: 1 ekor/2 liter) dan diberi pakan sampai kenyang (at-satiation). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan cara mengaplikasikan 4 deret konsentrasi insektisida endosulfan dalam media uji sebagai perlakuan, yaitu 0% (kontrol), 10, 30, da n 50% dari nilai LC5 0-96 jam yang

masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

Pengambilan sample ikan sebanyak 30 g dan air (100 ml) untuk keperluan analisis residu dilakukan pada jam ke: 0 (awal), 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192 dan 264 setelah pemaparan. Sample ikan ditempatkan dalam kantung plastik sedangkan sample air dimasukkan dalam botol, kemudian diekstraksi dan diidentifikasi di laboratorium dengan menggunakan GC. Kandungan residu endosulfan dalam sample ikan dan air yang teridentifikasi kemudian dihitung menggunakan persamaan 4. Setelah konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan mencapai kondisi stabil (steady state) untuk setiap perlakuan, maka konsentrasi tersebut digunakan sebagai dasar perlakuan berikutnya, dan pada saat itu pula dihitung nilai biokonse ntrasi faktor (persamaan 5 sampai 7).

Uji bioeliminasi

Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan endosulfan dalam tubuh ikan uji mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari hasil uji bioakumulasi. Sebanyak 20 ekor ikan uji dipindahkan ke dalam akuarium berisi 40 liter air tanpa bahan uji (clean water). Selanjutnya, pengambilan sample ikan dilakukan pada hari ke-5, 10 dan 15


(53)

setelah pemeliharaan sebanyak 30 gr dan dianalisis seperti prosedur pada uji bioakumulasi sampai identifikasi (persamaan 4).

Selama pemaparan ikan uji diberi makan secara at-satiation dan dilakukan pergantian air sebanyak 100% setiap 24 jam. Pengamatan sifat fisika -kimia air (suhu, pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia) dilakuan setiap kali pengambilan sample.

Bioakumulasi terhadap pertumbuhan

Pengujian dilakukan dengan metode uji hayati penggantian media uji (renewal test) yaitu melakukan pergantian air pemeliharaan setiap 24 jam dengan konsentrasi endosulfan yang sama untuk masing-masing perlakuan. Cara seperti ini menurut Yudha (1999) dan Koesoemadinata (2000) dapat dilakukan agar konsentrasi insektisida endosulfan dalam wadah pengujian relatif konstan.

Sebagai perlakuan digunakan 4 konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan mas yang besarnya diketa hui berdasarkan hasil uji bioakumulasi, yaitu sebesar 0,00 (kontrol); 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing perlakuan mempunyai satu wadah cadangan. Jumlah ikan uji ditebar dengan kepadatan 20 ekor setiap wadah (40 liter air) dengan waktu pemaparan selama 84 hari (12 minggu). Parameter pertumbuhan yang diukur adalah bobot biomas ikan uji yang dilakukan seminggu sekali. Pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan terhadap pertumbuhan ikan mas diukur melalui pende katan laju pertumbuhan individu harian selama 84 hari (persamaan 8). Parameter lain yang diukur adalah efisiensi pakan dari ikan uji pada setiap perlakuan dan dinyatakan dalam persen (%).


(54)

Selama penelitian hewan uji diberi makanan secara at satiation menggunakan pakan berupa pelet dengan kadar protein 43,96%. Pengukuran parameter fisika -kimia air dilakukan setiap minggu sebelum pengukuran bobot dilakukan yang meliputi: suhu air, pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia.

Bioakumulasi terhadap kondisi hematologis.

Ikan mas yang telah dipaparkan dalam setiap perlakuan pada uji bioakumulasi terhadap pertumbuhan, masing-masing diambil darahnya untuk dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap parameter hematologis.

Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril pada bagian vena caudalis. Sebelum digunakan, jarum suntik dibasahi dengan Na -sitrat 3,8% yang berfungsi sebagai anti koagulan. Terhadap darah ikan yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dilakukan pengukuran parameter hematologis, meliputi kadar hematokrit, hemoglobin, serta jumlah sel darah merah dan sel darah putih.

Kadar hematokrit (Ht)

Darah ikan dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit yang berlapis heparin yang dapat mencegah pembekuan darah dalam tabung, sampa i volume darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critosea

untuk selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhada p volume seluruh darah dengan menggunakan skala hematokrit dan dinyatakan dalam persentase hematokrit (% Ht).


(55)

Kadar hemoglobin (Hb)

Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mula-mula darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai skala 20 mm3, kemudian dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (kuning). Didiamkan selama 3-5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin, kemudian diaduk dan ditambah akuades (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb) (Hesser, 1960 dalam Yudha, 1999).

Jumlah sel darah merah (eritrosit)

Sample darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan pipet pencampur berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk.

Darah dihisap dengan pipet hingga skala 1, kemudian dihisap larutan Hayem hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pipet digoyang selama 15 menit agar darah tercampur secara merata, sedangkan larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur segera dibuang. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemositometer yang dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala, selanjutnya dilakukan penghitungan dibawah mikroskop.


(1)

Data efisiensi pakan (FE) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi

bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan

Bioakumulasi Ulangan Wo Wt Pakan Efisiensi Pakan

(µg/kg) (g) (g) (g) (%)

0.00 1 18.8 77.6 117.01 50.25

2 18.2 72.7 92.3 59.05

3 18.2 70.1 104.95 49.45

Rataan 18.40 73.47 104.75 52.92

Std. dev. 0.35 3.81 12.36 5.33

2.04 1 18.6 72.3 100.03 53.68

2 18.5 68.3 100.25 49.68

3 18.2 67.7 81.17 60.10

Rataan 18.43 69.43 93.82 54.49

Std. dev. 0.21 2.50 10.95 5.26

3.58 1 18.5 58.4 97.54 40.91

2 18.2 60.6 92.34 45.92

3 18.5 51.5 67.90 48.60

Ra taan 18.40 56.83 85.93 45.14

Std. dev. 0.17 4.75 15.83 3.90

4.24 1 18.7 58.4 87.76 45.24

2 18.4 53.7 79.34 44.49

3 18.2 51.5 71.43 46.62

Rataan 18.43 54.53 79.51 45.45


(2)

Lampiran 16.

Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu harian (SGR) dan efisiensi pakan

(FE) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu.

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kwadrat db Kwadrat tengah F P

SGR Perlakuan .275 3 9.179E-02 19.882 .000

Acak 3.693E-02 8 4.617E-03

Total .312 11

FE Perlakuan 215.509 3 71.836 3.967 .053

Acak 144.866 8 18.108

Total 360.375 11

Uji Tukey

Selang kepercayaan 95% Variabel (I)

Bio -akumulasi

(J) Bio - akumulasi

Selisih rata-rata (I-J)

Standar kesalahan

P

Batas bawah Batas atas

SGR .00 2.04 7.333E-02 5.548E-02 .576 -.1043 .2510

3.58 .3100* 5.548E-02 .002 .1323 .4877

4.24 .3567* 5.548E-02 .001 .1790 .5343

2.04 .00 -7.3333E-02 5.548E-02 .576 -.2510 .1043

3.58 .2367* 5.548E-02 .012 5.900E-02 .4143

4.24 .2833* 5.548E-02 .004 .1057 .4610

3.58 .00 -.3100* 5.548E-02 .002 -.4877 -.1323

2.04 -.2367* 5.548E-02 .012 -.4143 -5.9005E-02

4.24 4.667E-02 5.548E-02 .834 -.1310 .2243

4.24 .00 -.3567* 5.548E-02 .001 -.5343 -.1790

2.04 -.2833* 5.548E-02 .004 -.4610 -.1057

3.58 -4.6667E-02 5.548E-02 .834 -.2243 .1310

FE .00 2.04 -1.5700 3.4745 .967 -12.6967 9.5567

3.58 7.7633 3.4745 .194 -3.3634 18.8901

4.24 7.4667 3.4745 .217 -3.6601 18.5934

2.04 .00 1.5700 3.4745 .967 -9.5567 12.6967

3.58 9.3333 3.4745 .104 -1.7934 20.4601

4.24 9.0367 3.4745 .117 -2.0901 20.1634

3.58 .00 -7.7633 3.4745 .194 -18.8901 3.3634

2.04 -9.3333 3.4745 .104 -20.4601 1.7934

4.24 -.2967 3.4745 1.000 -11.4234 10.8301

4.24 .00 -7.4667 3.4745 .217 -18.5934 3.6601

2.04 -9.0367 3.4745 .117 -20.1634 2.0901

3.58 .2967 3.4745 1.000 -10.8301 11.4234

* Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05

SGR

Nilai SGR rata-rata* Bioakumulasi

(µµg/kg)

N

1 2

4.24 3 1.2933

3.58 3 1.3400

2.04 3 1.5767

.00 3 1.6500

Sig. .834 .576


(3)

FE

Nilai FE rata- rata* Bioakumulasi

(µµg/kg)

N

1

3.58 3 45.1533

4.24 3 45.4500

.00 3 52.9167

2.04 3 54.4867

Sig. .104

* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)

Lampiran 17.

Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit ikan mas yang

dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12

minggu.

Hematokrit (%) Hemoglobin (g/100ml) Eritrosit (103 sel/mm3) Leukosit (sel/mm3)

No.

A B C D A B C D A B C D A B C D

1 20.58 12.31 17.50 21.53 3.2 3.2 3.0 8.2 2,910 630 380 550 13,900 21,450 6,500 3,350

2 9.3 21.54 19.19 24.46 3.1 2.3 4.1 8.0 1,180 820 410 590 8,650 12,300 11,150 6,550

3 11.21 26.15 24.26 24.62 7.1 3.0 7.8 6.0 890 670 560 310 10,300 11,350 5,650 5,250

4 18.31 18.50 20.65 22.72 5.6 3.8 7.5 8.4 1,800 720 320 800 12,350 18,550 9,300 8,450

5 12.25 19.32 18.46 21.96 4.7 2.2 4.5 8.0 2,270 690 310 420 11,300 12,450 6,200 7,100

6 15.45 22.46 19.93 19.86 5.2 2.5 6.3 7.6 1,430 710 440 330 9,150 14,150 7,750 3,250

Rataan 14.52 20.05 20.00 22.53 4.82 2.83 5.53 7.70 1,746.7 706.7 403.3 500.0 10,942 15,042 7,758 5,658

St.dev 4.37 4.65 2.36 1.82 1.52 0.62 1.96 0.87 746.37 64.1 91.8 185.5 1987 4050 2114 2096

Keterangan:

A : Kontrol

B :

Konsentrasi bioakumulasi 2,04 µg/kg

C :

Konsentrasi bioakumulasi 3,58 µg/kg

D :

Konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/lkg


(4)

Lampiran 18.

Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit)

ikan mas setelah pemaparan 12 minggu.

ANOVA

Sumber keragaman Jumlah kwadrat db Kwadrat tengah F P

Hematokrit Perlakuan 205.937 3 68.646 5.540 .006

Acak 247.826 20 12.391

Total 453.764 23

Hemoglobin Perlauan 72.645 3 24.215 13.307 .000

Acak 36.395 20 1.820

Total 109.040 23

Eritrosit Perlakuan 6876583.333 3 2292194.444 15.180 .000

Acak 3020000.000 20 151000.000

Total 9896583.333 23

Leukosit Perlakuan 300541666.667 3 100180555.556 13.717 .000

Acak 146068333.333 20 7303416.667


(5)

Uji Tukey

Selang kepercayaan 95% Variabel

(I) Bioakumulasi

(J) Bioakumulasi

Selisih rata-rata (I-J)

Standar kesalahan

P

Batas bawah Batas atas

Ht .00 2.04 -5.5300 2.0323 .059 -11.2185 .1585

3.58 -5.4817 2.0323 .061 -11.1702 .2068

4.24 -8.0083 2.0323 .004 -13.6968 -2.3198

2.04 .00 5.5300 2.0323 .059 -.1585 11.2185

3.58 4.833E-02 2.0323 1.000 -5.6402 5.7368

4.24 -2.4783 2.0323 .622 -8.1668 3.2102

3.58 .00 5.4817 2.0323 .061 -.2068 11.1702

2.04 -4.8333E-02 2.0323 1.000 -5.7368 5.6402

4.24 -2.5267 2.0323 .608 -8.2152 3.1618

4.24 .00 8.0083 2.0323 .004 2.3198 13.6968

2.04 2.4783 2.0323 .622 -3.2102 8.1668

3.58 2.5267 2.0323 .608 -3.1618 8.2152

Hb .00 2.04 1.9833 .7788 .083 -.1966 4.1633

3.58 -.7167 .7788 .794 -2.8966 1.4633

4.24 -2.8833 .7788 .007 -5.0633 -.7034

2.04 .00 -1.9833 .7788 .083 -4.1633 .1966

3.58 -2.7000 .7788 .012 -4.8799 -.5201

4.24 -4.8667 .7788 .000 -7.0466 -2.6867

3.58 .00 .7167 .7788 .794 -1.4633 2.8966

2.04 2.7000 .7788 .012 .5201 4.8799

4.24 -2.1667 .7788 .052 -4.3466 1.327E-02

4.24 .00 2.8833 .7788 .007 .7034 5.0633

2.04 4.8667 .7788 .000 2.6867 7.0466

3.58 2.1667 .7788 .052 -1.3269E-02 4.3466

Eritrosit .00 2.04 1040.0000 224.3509 .001 412.0483 1667.9517

3.58 1343.3333 224.3509 .000 715.3817 1971.2850 4.24 1246.6667 224.3509 .000 618.7150 1874.6183 2.04 .00 -1040.0000 224.3509 .001 -1667.9517 -412.0483

3.58 303.3333 224.3509 .542 -324.6183 931.2850 4.24 206.6667 224.3509 .794 -421.2850 834.6183 3.58 .00 -1343.3333 224.3509 .000 -1971.2850 -715.3817 2.04 -303.3333 224.3509 .542 -931.2850 324.6183 4.24 -96.6667 224.3509 .972 -724.6183 531.2850 4.24 .00 -1246.6667 224.3509 .000 -1874.6183 -618.7150 2.04 -206.6667 224.3509 .794 -834.6183 421.2850 3.58 96.6667 224.3509 .972 -531.2850 724.6183

Leukosit .00 2.04 -4100.0000 1560.2795 .071 -8467.1769 267.1769

3.58 3183.3333 1560.2795 .207 -1183.8436 7550.5102 4.24 5283.3333 1560.2795 .014 916.1564 9650.5102 2.04 .00 4100.0000 1560.2795 .071 -267.1769 8467.1769 3.58 7283.3333 1560.2795 .001 2916.1564 11650.5102 4.24 9383.3333 1560.2795 .000 5016.1564 13750.5102 3.58 .00 -3183.3333 1560.2795 .207 -7550.5102 1183.8436

2.04 -7283.3333 1560.2795 .001 -11650.5102 -2916.1564 4.24 2100.0000 1560.2795 .546 -2267.1769 6467.1769 4.24 .00 -5283.3333 1560.2795 .014 -9650.5102 -916.1564

2.04 -9383.3333 1560.2795 .000 -13750.5102 -5016.1564 3.58 -2100.0000 1560.2795 .546 -6467.1769 2267.1769 * Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05.


(6)

Lanjutan

Hematokrit (Ht)

Jumlah Ht rata -rata * Bioakumulasi

(µµg/kg)

N

1 2

.00 6 14.5167

3.58 6 19.9983 19.9983

2.04 6 20.0467 20.0467

4.24 6 22.5250

Sig. .059 .608

* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)

Hemoglobin (Hb)

Jumlah Hb rata -rata* Bioakumulasi

(µµg/kg)

N

1 2 3

2.04 6 2.8333

.00 6 4.8167 4.8167

3.58 6 5.5333 5.5333

4.24 6 7.7000

Sig. .083 .794 .052

* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)

Eritrosit

Jumlah Eritrosit rata-rata* Bioakumulasi

(µµg/kg)

N

1 2

3.58 6 403.3333

4.24 6 500.0000

2.04 6 706.6667

.00 6 1746.6667

Sig. .542 1.000

* Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)

Leukosit

Jumlah Leukosit rata -rata* Bioakumulasi

(µµg/kg)

N

1 2 3

4.24 6 5658.3333

3.58 6 7758.3333 7758.3333

.00 6 10941.6667 10941.6667

2.04 6 15041.6667

Sig. .546 .207 .071