Ketahanan Pangan Dan Gizi Bagi Keluarga Korban Gempa Dan Tsunami Di Kabupaten Pidie

(1)

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI BAGI KELUARGA

KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI

DI KABUPATEN PIDIE

A. RAKHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI BAGI KELUARGA

KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI

DI KABUPATEN PIDIE

A. RAKHMAN

Tugas akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Ketahanan Pangan Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(3)

Judul Tesis : Ketahanan Pangan dan Gizi bagi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami di Kabupaten Pidie

N a m a : A. Rakhman

NRP : A 552050085

Disetujui : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(4)

(5)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Ketahanan Pangan dan Gizi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami di Kabupaten Pidie adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepeda perguruan tinggi mana pun . Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2007

A. Rakhman A552050085


(6)

ABSTRACT

A.RAKHMAN. Food and Nutrition Security in Earthquake and Wave Tsunami Victims Household at Pidie District. Under direction of Yayuk Farida Baliwati and Dadang Sukandar

The earthquake and wave tsunami tragedy on December 26, 2004 in Pidie District NAD caused 85.860 people to be evacuated and live at refuge barracks. They were suffering deficiency of food and nutrition, and most of them lost their jobs and income, which indirectly impacted on the decrease of their household economics. The rate of food access in refuge household based on household income can be classified into “poor” category (24%), in which their food necessity is supported by Pidie District Government, while 76% is in the category of “not poor” and can support their consumption from food secure and their own income. If food consumption is used as an indicator for food secure household, a household is considered to have food insecure if their consumption is lower than 70% from sufficiency calories suggested: 2000 Kcal/people/day. The aim of this research was to analyze food secure and nutrition household in Pidie District.

The research design was cross-sectional study. This research was conducted from November 2006 to January 2007 at Pidie District (sub district Kota Sigli, Simpang Tiga, Kembang Tanjong, Pantee Raja and Trenggadeng). Sampling technique used was stratified random sampling with proportional allocation, in which of the total population of 2.158 households only 100 households were taken as samples. Data that were collected in this research consist of primary and secondary data, and they were analyzed by SPSS version 11 and SAS version 8 for Windows.

The results showed that most of the children samples were male (56.0%), whose ages ranged from 4 to 33 months (57.0%). The level of education of the head household and wife were mostly junior high school and senior high school. The monthly income per capita of respondents fell into the middle category, ranging between IDR 81,520 and IDR 441,480 (85.0%), the high category (with an income of > IDR 441,480) of about 10%, and the low category (with an income of < IDR 81,250) of about 5%. Proportion of food expenditure by household was 65.5% and non food was 34.5%, with the main food price especially rice was stable (from IDR 4,800 to IDR 5,000). The cut off food secure of household based on food consumption was 67.0% for food secure and 33.0% under food insecure category. The nutritional status of 51.0% samples was categorized as normal. There were positive correlations between household income and household food security and negative correlations between nutritional status of sample and household food security.

The average consumption of calorie, protein, vitamin A and iron of households was lower than the required nutrition sufficiency rate for a household. Most of the households were still in the normal level (51%). However, there were still a lot of babies with the underweight nutrition status (49%). There was a significant positive correlation (p<0.05) between income per capita per household per month and the level of food security of the household and there was a negative correlation of non r (p>0.05) between the sample nutrition status and the household food secure level.

The results of goal programming showed that the households of four members with the income of IDR 9,200/day could not fulfill the energy sufficient level (ESL) and protein sufficient level (PSL) of 70% or over. An ESL of 75% and a PSL of 110% can only be achieved if the income is IDR 20,000 per day. Key words: food and nutrition security, household.


(7)

RINGKASAN

A.RAKHMAN, Ketahanan Pangan dan Gizi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami di Kabupaten Pidie. Dibimbing oleh Yayuk Farida Baliwati dan Dadang Sukandar.

Tragedi musibah gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), menyebabkan terjadi pengungsian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebanyak 514.150 orang, 17.0% diantaranya terjadi di Kabupaten Pidie dan mereka tinggal di barak-barak pengungsian, dimana kondisinya banyak yang mengalami kekurangan pangan dan gizi, disamping itu pula banyak penduduk yang kehilangan pekerjaan serta sumber pendapatan yang secara tidak langsung berdampak pada menurunnya akses ekonomi rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ketahanan pangan dan gizi rumah tangga korban gempa dan tsunami di Kabupaten Pidie.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2006 sampai Januari 2007. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Sigli, Simpang Tiga, Kembang Tanjong, Pantee Raja dan Trenggadeng. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang wilayahnya terkena gempa dan tsunami dan berada pada lima kecamatan. Penentuan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah acak berlapis dengan alokasi proporsional. Jumlah populasi 2158 keluarga, dari jumlah populasi tersebut diambil contoh secara acak berlapis proporsional sebanyak 100 keluarga. Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer yaitu karakteristik dan konsumsi pangan keluarga, data sekunder meliputi data luas wilayah dan jumlah penduduk. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS versi 11.0 dan SAS versi 8 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita contoh berjenis kelamin laki-laki (56.0%) dan berada pada kisaran umur 4 -33 bulan (57.0%). Orang tua contoh sebanyak 60.0% (kepala keluarga) dan 53.0% (isteri) berusia antara 27-46 tahun. Pendidikan sebagian besar kepala keluarga lulusan SMA 29% dan SMP 28%. Pendidkan isteri sebagian besar lulusan SMA 28% dan SMP 27%. Contoh berasal dari keluarga kecil (53%), sedang (35%) dan besar (10%). Proporsi pengeluaran keluarga untuk pangan adalah 65.5% dan non pangan 34.5%. Status gizi balita contoh berdasarkan BB/U sebagian besar (51.0%) mempunyai status gizi yang normal. Balita yang mempunyai status gizi gizi kurang(49.0%)

Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin A dan zat besi keluarga dari hasil pengukuran rata-rata lebih rendah dibandingkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Terdapat hubungan positif sangat nyata (p<0.05) antara pendapatan perkapita keluarga per bulan dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga dan hubungan negatif tidak r (p>0.05) antara status gizi contoh dan tingkat ketahan pangan rumah tangga.


(8)

Saran : Diperlukan dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah Kabupaten Pidie dalam meningkatkan kualitas ketahanan pangan dan gizi rumah tangga, terutama wilayah terkena tsunami.

Rekomendasi :

Berdasarkan hasil goal programming, keluarga yang pendapatannya Rp 9.200/hari dengan anggota keluarga 4 orang tdak dapat memenuhi Tingkat kecukupan Energi (TKE) dan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) 70% atau lebih. Untuk mencapai TKE sebesar 75% dan TKP 110% diperlukan pendapatan minimal setara Rp 20.000/hari.


(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia. Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya atas semua keikhlasan bantuan yang telahdiberikan, kepada :

1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS, selaku Ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas

segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. Dr.Ir.Ikeu Ekayanti, MS, sebagai dosen penguji atas segala masukannya. 2. Dekan Sekolah Pascasarjana dan staf pengajar Pascasarjana khususnya

Magister Profesional Manajemen Ketahanan Pangan beserta staf administrasi atas bekal materi pelajaran yang diberikan dan pelayanan akademik selama penulis menempuh pendidikan S2 di IPB.

3. Pemerintah Kabupaten Pidie yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di IPB.

4. Seluruh responden dalam penelitian ini, bidan desa wilayah penelitian, khususnya Bidan Baiti, yang telah banyak membantu penulis pada saat pengumpulan data.

5. Kepada ayahanda (Ahmad Amin), ibunda (Alm.Maryam Ben), Keluarga besar di Banda Aceh (terutama Muhammad Nazar S.Ag sekeluarga) di Sigli Kakanda (terutama Drs. M.Yusuf Ishaq, Tihawa Ahmad) adik dan kakak ipar yang telah memberikan kasih sayang, dukungan moril maupun materil serta do'a yang tidak putus-putusnya diberikan untuk keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini.

6. Kepada isteri tercinta Syarbaini,SPd. dan ananda Edy.Maulana, Irfan Maulidin dan Mirza Alfisyahril atas doa dan kasih sayang serta pengorbanan yang mereka curahkan dengan ikhlas.

7. Teman-teman S2 MMKP 2005 (Pak Slamet Riayadi, Pak Sukari, Pak Nasrum dan Bu Erna) yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Bogor, 8 Mei 2007


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ulim, Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tanggal 5 Juni 1962, sebagai anak ke tiga dari 4 bersaudara keluarga Akhmad dan Maryam.

Pendidikan Sekolah Menengah Atas, diselesaikan pada tahun 1981 di SNakMa Negeri Saree Aceh. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di APP Bogor Jurusan Peternakan, dan pada tahun 2001 melanjutkan pendidikan penjenjangan S1 pada Jurusan Produksi Ternak Universitas Abulyatama Banda Aceh dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 1989 penulis menikah dengan Syarbaini, SPd, saat ini dikaruniai tiga orang putra; Edi Maulsana, Irfan Maulidin, dan Mirza Alfisyahril.

Pada tahun 1981 sampai sekarang penulis menjadi penyuluh pertanian pada Kantor Informasi dan Penyuluh Pertanian (KIPP) Kabupaten Pidie

Pada tahun 2005 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Manajemen Ketahanan Pangan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan biaya sendiri/ Bantuan Pemda Kabupaten Pidie, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ketahanan Pangan dan Gizi ... 5

Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga dan Gizi ... 5

Indikator Ketahanan Pangan Rumah Tangga dan Gizi ... 6

Pengukuran Ketahanan Pangan dan Gizi Rumah Tangga ... 8

Status Gizi ... 10

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ... 13

Besar Keluarga ... 13

Pendidikan Ibu ... 14

Sanitasi Lingkungan ... 14

Pendapatan Keluarga ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 17

Kerangka Pemikiran ... 17

Hipotesis ... 19

METODE PENELITIAN ... 20

Disain, Waktu dan Tempat ... 20

Tehnik Penarikan Contoh ... 20

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Goal Programming Untuk Rekomendasi Konsumsi Pangan ... 25

Definisi Operasional ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31


(13)

Gambaran Umum Contoh... 32

Karakteristik Conth ... 32

Karakteristik Keluarga Contoh... 32

Frekuensi Makan ... 34

Aset Keluarga yang Rusak/Hilang akibat Tsunami ... 35

Kesehatan Lingkungan ... 35

Sanitasi Lingkungan ... 35

Pelayanan Kesehatan ... 38

Ketahanan Pangan dan Gizi ... 38

Akses Pangan dan Pendapatan Keluarga ... 38

Pengeluaran Keluarga ... 39

Persepsi Keluarga Tentang Ketahanan Pangan ... 40

Konsumsi Pangan Keluarga ... 43

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi ... 44

Status Gizi Anak Balita ... 45

Hubungan Antar Variabel ... 46

Hubungan Pendapatan dengan Ketahanan Pangan Keluarga ... 46

Hubungan Status Gizi Contoh dengan Ketahanan Pangan Keluarga ... 46

Penyusunan Rekomendasi Konsumsi Keluarga ... 47

Rekomendasi Konsumsi Pangan untuk Keluarga Tidak Miskin ... 51

Rekomendasi Konsumsi Pangan untuk Keluarga Miskin ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN... 55

Kesimpulan... 55

Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kriteria status gizi menurut BB/U, TB/U, dan BB/TB sesuai

standar Baku NCHS/WHO ... 12

2. Kriteria status gizi berdasarkan perhitungan nilai z skor BB/U, TB/U, dan BB/TB Rujukan WHO-NCHS... 13

3. Jumlah populasi dan contoh ... 21

4. Jenis dan cara pengambilan data ... 23

5. Pengkategorian beberapa variabel penelitian ... 24

6. Sebaran keluarga berdasarkan jenis kelamin contoh ... 32

7. Sebaran keluarga berdasarkan umur contoh ... 32

8. Sebaran keluarga berdasarkan karakteristik kepala keluarga dan isteri ... 33

9. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan KK dan isteri...33

10.Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga……… 34

11. Sebaran keluarga menurut frekuensi mengkonsumsi pangan ... 34

12. Sebaran keluarga responden berdasarkan aset yang rusak/hilang akibat tsunami ... 35

13. Sebaran keluarga menurut keadaan ruangan rumah ... 36

14 Sebaran keluarga berdasarkan keadaan lantai dan dapur rumah ... 36

15. Sebaran keluarga menurut keadaan lingkungan rumah ... 37

16. Sebaran keluarga berdasarkan tempat buang hajat, tempat mandi dan tempat cuci ... 37

17. Sebaran keluarga berdasarkan sosial ekonomi keluarga ... 39

18. Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan dan pengeluaran pangan keluarga ... 40

19. Sebaran keluarga menurut klasifikasi ketahanan pangan ... 41

20. Sebaran keluarga menurut keadaan ketahanan pangan rumah tangga ... 42

21. Sebaran keluarga menurut keadaan ketahanan pangan rumah tangga ... 42

22. Cara keluarga mengatasi kekurangan pangan ... 43

23. Rata-rata dan simpangan baku konsumsi energi dan zat gizi keluarga ... 44

24. Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein ... 44


(15)

25. Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat

ketahanan pangan dari segi konsumsi energi ... 45 26. Sebaran keluarga menurut status gizi dengan indeks BB/U ... 45 27. Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga dengan

tingkat ketahanan pangan rumah tangga ... 46 28. Sebaran keluarga berdasarkan status gizi contoh dengan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Pengembangan kerangka pemikiran ketahanan pangan

(Chung, 1997) ... 7 2. Kerangka pemikiran ketahanan pangan rumah tangga dan


(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno, 1998). Hal ini lebih diperjelas dalam amanat Undang-undang No 7 tahun 1996, bahwa “ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Dengan demikian ketahanan pangan merupakan suatu yang sangat penting demi terjaminnya kelangsungan hidup manusia.

Ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga bahkan individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya (Braun et al.1992). Tingkat keamanan suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap tingkat penyediaan dan distribusi pangan hingga tingkat rumah tangga.

Tragedi musibah gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) telah mengakibatkan lebih dari 100 ribu nyawa manusia meninggal serta ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, harta benda dan pekerjaan. Dampak dari bencana alam tersebut adalah meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran, anak putus sekolah, menurunnya tingkat pendidikan, kesehatan, kesejahteraan hidup dan sebagainya. Jumlah penduduk yang mengungsi akibat terjadinya musibah gempa dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara keseluruhan berjumlah 514.150 orang. Menurut Tim Monitoring Gempa dan Tsunami Aceh Nias (2005), wilayah Aceh Besar dan Kotamadya Banda Aceh merupakan yang terparah yaitu mencapai 210.802 orang ( 41%), diikuti dengan Kabupaten Aceh Jaya yaitu 102.830 orang (20%), Aceh Barat mencapai 97.689 orang (19%)dan Kabupaten Pidie mencapai 85.860 orang (17%) dan mereka tinggal di barak-barak pengungsian, dimana kondisinya banyak yang mengalami kekurangan pangan dan gizi. Di samping itu pula banyak penduduk yang


(18)

kehilangan pekerjaan serta sumber pendapatan yang secara tidak langsung berdampak pada menurunya akses ekonomi rumah tangga.

Musibah bencana alam gempa bumi dan tsunami di Aceh memperburuk kondisi ekonomi sehingga harga-harga kebutuhan pokok meningkat tajam dan banyak keluarga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Hal tersebut berdampak pada pemenuhan gizi keluarga. Sehingga pada dua tahun terakhir ini kembali muncul masalah gizi kurang.

First Informal Consultation on Growth of Children menyepakati bahwa pertumbuhan anak merupakan indikator kunci dalam status gizi anak, sehingga dapat menggambarkan bagaimana suatu masyarakat akan melaksanakan pembangunan (UNICEF 1998). Jika status gizi anak menjadi indikator penting, maka perhatian harus lebih diarahkan pada bagaimana agar anak tetap berada pada garis pertumbuhan yang optimal sehingga sumber daya manusia yang berkualitas dapat tercapai.

Sumber daya manusia yang berkualitas sebagai salah satu modal dasar pembangunan karena dimensinya yang begitu kompleks dan salah satu yang paling mendasar adalah faktor gizi masyarakat yang tercermin oleh keadaan gizi individu (Syarif, 1997). Selain itu kualitas SDM dapat ditentukan oleh pembinaan kesehatan dan konsumsi pangan. Pembinaan pertama dan utama terhadap anak terjadi di dalam keluarga, seorang ibu mempunyai peran dan andil yang sangat besar dalam pembinaan anak. Untuk mempersiapkan anak tersebut menjadi manusia yang berguna maka harus dimulai sejak usia dini. Pertumbuhan otak seorang anak sangat ditentukan pada masa awal (balita). Apabila anak pada usia tersebut mengalami kurang gizi maka dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak yang mempengaruhi kualitas dan tingkat kecerdasannya.

Dari uraian tersebut perlu kiranya dilakukan penelitian terhadap keluarga korban gempa dan tsunami yaitu berkaitan dengan ketahanan pangan dan gizi. Hal ini karena belum adanya penelitian yang dilakukan di daerah Aceh khususnya Kabupaten Pidie setelah terkena bencana gempa dan tsunami. Masalah ini sangat penting bagi pemerintah daerah sebagai bahan dalam menyusun rancangan pembangunan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang.


(19)

Tujuan penelitian Tujuan Umum

Menganalisis ketahanan pangan dan gizi rumah tangga korban gempa dan tsunami di Kabupaten Pidie.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga 2. Menganalisis tingkat ketahanan pangan dan gizi keluarga

3. Menganalisis hubungan pendapatan dan status gizi terhadap ketahanan pangan keluarga.

4. Menyusun rekomendasi untuk pemenuhan konsumsi gizi keluarga yang optimal bagi rumah tangga dengan memperhatikan kandungan zat gizi masing-masing pangan yang kemudian dibagi dengan Angka Kebutuhan Energi/Protein (AKE/P) keluarga.


(20)

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah Kabupaten Pidie, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan ketahanan pangan dan gizi. Selain itu, sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian berikutnya yang lebih mengkaji tentang pengelolaan ketidaktahanan pangan keluarga yang akut maupun kronis.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Ketahanan Pangan dan Gizi Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga dan Gizi

Ketahanan Pangan Rumah Tangga sebagaimana hasil rumusan International

Congres of Nutrition (ICN) yang diselenggarakan di Roma tahun 1992

mendefenisikan bahwa: “Ketahanan pangan rumah tangga (Household food

security) adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan

kegiatan sehari-hari”. Dalam sidang Committee on World Food Security 1995

definisi tersebut diperluas dengan menambah persyaratan “Harus diterima oleh

budaya setempat (acceptable with given culture)”. Hal lain dinyatakan Hasan

(1995) bahwa ketahanan pangan sampai pada tingkat rumah tangga antara lain tercermin oleh tersedianya pangan yang cukup dan merata pada setiap waktu dan terjangkau oleh masyarakat baik fisik maupun ekonomi serta tercapainya konsumsi pangan yang beraneka ragam, yang memenuhi syarat-syarat gizi yang diterima budaya setempat. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dinyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau.

Sehubungan dengan itu untuk mewujudkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga diperlukan kelembagaan pangan karena ketahanan pangan mempunyai cakupan luas dan bersifat multisektoral meliputi aspek peraturan perundangan, organisasi sebagai pelaksana peraturan perundangan dan ketatalaksanaan (Soetrisno, 1996). Secara nasional di Departemen Pertanian terdapat Badan Urusan Ketahanan Pangan sebagai organisasi pelaksana ketahanan pangan.

Hal lain yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat dan penduduk setempat. Kerjasama tersebut dimaksudkan sebagai penguatan sistem pangan lokal sehingga tercapai ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan rumah tangga dapat dicapai melalui berbagai kegiatan seperti peningkatan jaminan ekonomi dan pekerjaan, bantuan pangan melalui jaringan


(22)

pengaman sosial, peningkatan produksi dan pemasaran pangan, pendidikan dan penyuluhan, penelitian, monitoring dan evaluasi untuk membantu masyarakat menilai dan memperkuat ketahanan pangannya.

Secara teoritis, dikenal dua bentuk ketidaktahanan pangan (food insecurity)

tingkat rumah tangga yaitu pertama, ketidaktahanan pangan kronis yaitu terjadi

dan berlangsung secara terus menerus yang biasa disebabkan oleh rendahnya daya beli dan rendahnya kualitas sumberdaya dan sering terjadi di daerah terisolir dan

gersang. Ketidaktahanan pangan jenis kedua, ketidaktahanan pangan akut

(transitori) terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh antara lain: bencana alam, kegagalan produksi dan kenaikan harga yang mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menjangkau pangan yang memadai (Atmojo, 1995).

Menurut Sutrisno (1996) kebijakan peningkatan ketahanan pangan memberikan perhatian secara khusus kepada mereka yang memiliki resiko tidak mempunyai akses untuk memperoleh pangan yang cukup.

Indikator Ketahanan Pangan Rumah Tangga dan Gizi

Dengan semakin disadari pentingnya untuk selalu memantau kondisi ketahanan pangan, maka upaya-upaya terus aktif dilakukan untuk mengembangkan berbagai metoda pengukuran dan peramalan agar sedapat mungkin menggambarkan keadaan yang sebenarnya sedang atau akan terjadi.

Maxwell dan Frankenberger (1992) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditujukan oleh ketersediaan dan akses pangan.

Ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional dari kerusuhan sosial. Sedang akses pangan meliputi strategi rumah tangga untuk memenuhi kekurangan pangan.

Indikator dampak digunakan sebagai cerminan konsumsi pangan yang meliputi dua kategori yaitu secara langsung yakni konsumsi dan frekuensi pangan


(23)

dan secara tak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi. Penelitian yang telah dilakukan oleh Khomsan (1999) bahwa indikator ketahanan pangan di Jawa di ukur dari indikator tingkat konsumsi energi atau protein yang ditentukan oleh konsumsi beras, tahu dan tempe.

Dari uraian diatas menggambarkan bahwa ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensi yaitu meliputi mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Oleh karena itu Chung (1997) merangkum berbagai indikator ketahanan pangan rumah tangga dalam sebuah kerangka konseptual seperti berikut ini:

Gambar 1 Pengembangan Kerangka Pemikiran Ketahanan Pangan (Chung 1997)

Ketersediaan Pangan

Akses pangan

Pemanfaatan pangan

Out put

Sumber daya : Fisik, Manusia, dan Sosial

Produksi pangan

Pendapatan : Pertanian Non pertanian

Konsumsi pangan

Status Gizi: Anak dan


(24)

Pengukuran Ketahanan Pangan dan Gizi Rumah Tangga

Salah satu pengkasifikasian ketahanan pangan rumah tangga kedalam food

secure (tahan Pangan) dan food insecure (rawan ketahanan pangan) dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran dari indikator out put yaitu konsumsi pangan (intik energi) atau status gizi individu (khususnya wanita hamil, ibu menyusui dan balita). Rumah tangga dikategorikan rawan ketahanan pangan jika tingkat konsumsi energi lebih rendah dari cut off point atau TKE < 70 % (Zeitlin & Brown, 1990).

Di Indonesia Sumarwan dan Sukandar (1998) juga telah menetapkan pengukuran ketahanan pangan rumah tangga dari tingkat konsumsi energi dan protein. Suatu rumah tangga dikatakan tahan pangan jika jumlah konsumsi energi dari proteinnya lebih besar dari kecukupan energi dan protein yang dibutuhkan (E & P > 100 %). Jika konsumsi energi atau proteinnya lebih kecil dari kecukupan, maka rumah tangga tersebut dikatakan rawan ketahanan pangan (E & P < 100 %). Menurut Hasan (1995) ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat diketahui melalui pengumpulan data konsumsi dan ketersediaan pangan dengan cara survei pangan secara langsung dan hasilnya dibandingkan dengan angka kecukupan yang telah ditetapkan. Selain pengukuran konsumsi dan ketersediaan pangan melalui survei tersebut dapat pula digunakan data mengenai sosial ekonomi dan demografi untuk mengetahui resiko ketahanan pangan seperti pendapatan, pendidikan, struktur keluarga, harga pangan, pengeluaran pangan dan sebagainya. Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator risiko terhadap ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga (Sukandar dkk, 2001).

Konsep pengukuran ketahanan pangan lain yang dikembangkan Hardinsyah (1996) adalah berdasarkan mutu konsumsi dengan menggunakan skor diversifikasi Pangan. Pada dasarnya konsep pengukuran ketahanan pangan yang dikembangkan Hardinsyah relatif sederhana dan mudah. Selain sudah memperhitungkan jumlah pangan yang dikonsumsi (aspek kuantitas) dan dikelompokkan pada lima kelompok pangan Empat Sehat Lima Sempurna (makanan pokok, lauk pauk, sayur buah dan susu) dan dihitung kuantitasnya menggunakan unit konsumen (UK) agar perbedaan komposisi umur dan jenis kelamin anggota rumah tangga dapat dipertimbangkan.


(25)

Menurut Soetrisno (1995) dua komponen penting dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan dan akses terhadap pangan. Maka tingkat ketahanan pangan suatu negara/wilayah dapat bersumber dari kemampuan produksi, kemampuan ekonomi untuk menyediakan pangan dan kondisi yang membedakan tingkat kesulitan dan hambatan untuk akses pangan. Hal yang sama dinyatakan Sawit dan Ariani (1997) bahwa penentu ketahanan pangan di tingkat rumah tangga adalah akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut. Menurut Aziz (1990) ketahanan pangan rumahtangga dapat dicapai dengan pendapatan (daya beli) dan produksi pangan yang cukup. Sementara menurut Hasan (1995) risiko ketidaktahanan pangan tingkat rumah tangga timbul karena faktor rendahnya pendapatan atau rendahnya produksi dan ketersediaan pangan maupun faktor geografis. Sedangkan menurut Susanto (1996) kondisi ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi tidak hanya oleh ketersediaan pangan (pada tingkat makro dan tingkat di dalam pasar) dan kemampuan daya beli, tetapi juga oleh beberapa hal yang berkaitan dengan

pengetahuan dan aspek sosio-budaya.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga tersebut diatas, dapat dirinci menjadi 3 faktor yaitu faktor ketersediaan pangan, daya beli dan pengetahuan pangan dan gizi.

Ketersediaan pangan. Menurut Suhardjo (1989) bila kebutuhan akan pangan dipenuhi dari produksi sendiri, maka penghasilan dalam bentuk uang tidak begitu menentukan. Kapasitas penyediaan bahan pangan dapat dipertinggi dengan meningkatkan produksi pangan sendiri. Menurut Djogo (1994) daerah yang memiliki perbedaan kondisi agroekologi, akan memiliki potensi produksi pangan yang berbeda. Namun sebaliknya jika kebutuhan pangan banyak tergantung pada apa yang dibelinya, maka penghasilan (daya beli) harus sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya (Suhardjo, 1989). Sedangkan Soemarwoto (1994) menyatakan keluarga yang lebih suka menjual bahan pangan yang dimilikinya disebabkan oleh pertimbangan ekonomi.

Daya beli. Kemampuan membeli atau “daya beli” merupakan indikator dari tingkat sosial ekonomi seseorang atau keluarga. Pembelian merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan kemauan membeli yang saling menjalin (Hardjana, 1994).


(26)

Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII (LIPI, 1998) kurangnya ketersediaan pangan keluarga mempunyai hubungan dengan pendapatan keluarga, ukuran keluarga dan potensi desa. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo, 1996). Keluarga dan masyarakat yang berpenghasilan rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan dan tentu jumlah uang yang dibelanjakan juga rendah (Suhardjo, 1989). Hal yang sama dinyatakan Soemarwoto (1994) bahwa faktor ekonomi menyebabkan manusia untuk mendapatkan makanan ditentukan oleh harga makanan.

Pengetahuan pangan dan gizi. Secara umum perilaku konsumsi makanan seseorang atau keluarga sangat erat dengan wawasan atau cara pandang yang dimiliki terhadap (sistem) nilai tindakan yang dilakukan. Jika ditelusuri lebih lanjut, sistem nilai tindakan itu dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu yang berkaitan dengan pelayanan gizi/kesehatan/KB, ciri-ciri sosial yang dimiliki (umur, jenis/golongan etnik, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya), dan informasi pangan, gizi dan kesehatan yang pernah diterimanya dari berbagai sumber (Susanto, 1994). Kebudayaan memberikan nilai sosial pada makanan karena ada makanan yang dianggap mempunyai nilai sosial tinggi dan ada pula nilai sosial yang rendah (Soemarwoto, 1994).

Status Gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan ( absorbsi ), dan

penggunaan ( utilization ) zat gizi ( Riyadi, 1995 ). Status gizi seorang atau

sekelompok orang dapat menunjukkan apakah seseorang atau sekelompok orang gizinya baik. Masalah gizi khususnya pada balita memerlukan perhatian yang serius karena kecukupan gizinya akan mempengaruhi tumbuh kembangnya. Keadaan gizi balita selain menggambarkan kondisi balita itu sendiri , juga menggambarkan keadaan gizi masyarakat . Oleh karena itu penilaiannya didekati dengan menilai status gizi golongan anak balita, yaitu menghitung persentase


(27)

jumlah anak pada status gizi tertentu (misalnya jumlah gizi kurang dan buruk) terhadap jumlah seluruh anak yang diukur (Suhardjo & Riyadi, 1990).

Bayi sampai usia lima tahun atau lazimdisebut balita merupakan salah satu kelompok penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi makro terutama Kurang Energi Protein (KEP). Menurut Soekirman (1999), KEP pada anak balita

sangat berbeda sifatnya dengan KEP orang dewasa. Pertama, KEP anak balita

tidak mudah dikenali oleh pemerintah dan masyarakat, bahkan oleh keluarga . Artinya, andaikata di suatu desa terdapat sejumlah anak yang menderita gizi kurang karena KEP , tidak segera mendapat perhatian karena tidak tampak sakit.

Kedua, terjadinya gizi kurang pada balita tidak selalu didahului oleh bencana kurang pangan dan kelaparan seperti halnya pada gizi buruk orang dewasa. Artinya dalam keadaan pangan di pasar berlimpah, masih mungkin terjadi gizi buruk pada balita. Oleh karena itu KEP balita sering juga disebut “tersembunyi”

atau “hidden hunger”. Ketiga, oleh karena faktor penyebab timbulnya gizi kurang

anak balita lebih komplek, maka penanggulangannya memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi.

Penilaian status gizi bisa dilakukan secara lansung, yaitu dengan penilaian antropometri (ukuran tubuh). Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran demensi tubuh dankomposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi D.N.I. Supriana et al (2002).

Defenisi antropometrik menurut Jellife (1966) dalam Gibson (1990) adalah “pengukuran variasi dimensi fisik dan komposisi kasar dari tubuh manusia pada level umur dan tingkatan-tingkatan gizi yang berbeda”. Beberapa macam indikator yang dapat dipergunakan antara lain berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LLA) disesuaikan dengan usia (U), dan sebagainya. Dari berbagai pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan yang sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, pengukuran berat badan (BB) dan kadang-kadang tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal.


(28)

Pada tahun 1974, US National Academy of Science mengembangkan suatu standar antropometri yang baru untuk populasi di Amirika Serikat. Hasil survei beberapa tahun dinyatakan dalam tabel dan grafik dari kombinasi standar populasi, yang berasal dari tingkat ekonomi dan suku yang berbeda di Amirika Serikat. Tabel untuk anak umur 0 – 3 tahun, dikompilasi dari survei Fels Research Institute . Tabel untuk anak umur 3 -18 tahun digunakan data yang dikumpulkan

oleh Health Examination Survey dari National Center for Health Statistics. Tabel

dan kurve dalam persentil tersedia untuk BB, TB, lingkar lengan Atas (LLA), lapisan lemak bawah kulit (LLBK), dan lingkar kepala.

Terdapat dua cara penilaian yang dapat digunakan dengan standar NCHS/WHO, yaitu cara persen terhadap median dan z skor. Keuntungan menggunakan z skor adalah hasil hitung telah dibakukan menurut simpangan baku sehingga dapat dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri . Penentuan prevalensi dengan cara z skor lebih akurat dibandingkan cara persen terhadap median yang memberi hasil sangat bervariasi, baik menurut umur maupun masing-masing indeks. Oleh karena pertimbangan keunggulan kompetitif pengukuran z skor, maka dalam penelitian ini, untuk mengukur status gizi balita digunakan skor simpangan baku (z skor). Hasil interprestasi persen terhadap median dan z skor disajikan sebagai berikut. :

Tabel 1. Kriteria status gizi menurut BB/U, TB/U, dan BB/TB sesuai standar Baku NCHS/WHO

Katagori status gizi BB/U TB/U BB/TB

Baik > 80% > 95% > 90%

Sedang 70 – 80% 90 – 95% 80 – 90%

Kurang 60 – 70% 85 – 90% 70 – 80%

Buruk < 60% < 85% < 70%


(29)

Tabel 2. Kriteria Status Gizi Berdasarkan Perhitungan Nilai z skor BB/U, TB/U,

dan BB/TB Rujukan WHO-NCHS

Indeks Nilai z skor Status gizi

z skor < -2 Gizi kurang

-2≤ z skor ≤2 Normal

BB/U

z skor > 2 Gizi lebih

z skor < -2 Gizi kurang (Stunting)

-2 ≤ z skor ≤ 2 Normal

TB/U

z skor > 2 Gizi lebih

BB/TB z skor < -2 Gizi kurang (Wasting)

-2 ≤ z skor ≤ 2 Normal

z skor > 2 Gizi lebih

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga

Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989) mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg (1986) bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit.

Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1982) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga, akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Harper (1988), mencoba menghubungkan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa


(30)

keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang, anak balitanya lebih sering menderita gizi kurang.

Pendidikan Ibu

Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu di samping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga. Sanjur (1982) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif dengan perbaikan dalam pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian makanan pada bayi dan anak.

Tingkat pendidikan akan mempengaruhikonsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah (Moehdji, 1986). Tetapi hasil penelitian lain menyatakan bahwa tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk keluarga (Sediaoetama, 1996).

Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi permukiman. Kusnoputranto (1983) mendifinisikan sanitasi lingkungan sebagaiusaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Sedangkan menurut Entjang (1993) sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan selalu membicarakan tentang bagaimana mengelola berbagai faktor yang


(31)

mempengaruhi kesehatan manusia. Pengelolaan sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi faktor-faktor (1) penyediaan air rumah tangga yang baik, (2) pengaturan pembuangan kotoran manusia, (3) pengaturan pembuangan sampah, (4) pengaturan pembuangan air limbah, (5) pengaturan rumah sehat, (6) pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti lalat dan nyamuk, (7) pengawasan polusi udara dan (8) pengawasan radiasi dari sisa-sisa zat radio aktif. (Entjang, 1993). Sanitasi lingkungan erat kaitannya dengan status gizi seseorang. Syarief (1992) mengatakan status gizi selain ditentukan oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi secara langsung juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk sanitasi lingkungan permukiman.

Permukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik, seperti tidak tersedianya air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang dapat menderita kurang gizi. Penyakit infeksi tersebut antara lain diare dan cacingan. Sediaoetama (1996) menambahkan bahwa penyakit infeksi dari infestasi cacing dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit kurang energi-protein. Selain itu Suhardjo dan Riyadi (1990) juga mengatakan adanya hubungan timbal balik antara infeksi bakteri, virus dan parasit dengan gizi kurang.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Sajogjo (1994) menyatakan bahwa pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek di sini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat mempengaruhi status gizi. Adanya hubungan antara pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukakan para ahli.


(32)

Sanjur (1982) menyatakan bahwa pendapatan merupakan penentu utama yang berhubungan dengan kualitas makanan. Hal ini diperkuat oleh Suhardjo (1989) bahwa apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan meningkat pula mutunya.

Menurut Berg (1986), terdapat hubungan antara pendapatan dan keadaan status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas menu. Pernyataan itu nampak seperti logis, karena memang tidak mungkin orang makan makanan yang tidak sanggup dibelinya. Pendapatan yang rendah menyebabkan daya beli yang rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi bayi dan balita. Dalam kaitannya dengan status gizi, Sayogyo, Soehardjo, dan Khumaidi (1994) menyatakan bahwa pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan, tetapi pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin keadaan gizi yang baik. Menurut Berg (1986), pertambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran uang untuk pangan, mungkin akan makan lebih banyak, tetapi belum tentu kualitas pangan yang dibeli lebih baik.

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan. Berlaku hampir universal, peningkatan pendapatan akan berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi. Namun peningkatan pendapatan atau daya beli seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan terhadap perbaikan gizi yang efektif.


(33)

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan setiap rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan bagi anggota keluarganya. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan memenuhi kebutuhan gizi. Konsumsi pangan keluarga banyak dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Pada umumnya kebiasaan makan suatu keluarga yang satu akan berbeda dengan kebiasaan makan keluarga yang lain.

Konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah pengetahuan gizi khususnya ibu rumah tangga, frekuensi makan, pendapatan dan harga pangan, dapat mempengaruhi pada pemilihan jenis dan jumlah yang harus dikonsumsi oleh anggota keluarganya.

Semakin tingginya pengetahuan gizi ibu rumah tangga, akan semakin baik pula pengaturan konsumsi dalam keluarga, dan akan lebih tahu tentang manfaat makanan yang dikonsumsinya. Semakin tinggi pengetahuan gizi semakin baik pula pengaturan frekuensi makan sehingga turut pula menentukan jumlah konsumsi pangan. Selanjutnya pendapatan terkait erat dengan jumlah dan jenis bahan pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Selain itu konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh harga pangan, semakin tinggi harga pangan akan semakin sulit untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan keluarga. Selain itu dipengaruhi juga oleh beberapa hal diantaranya produksi pangan dan ketersediaan pangan.

Selanjutnya konsumsi pangan akan menentukan status gizi keluarga. Semakin baik konsumsi pangan,akan sebaik pula status gizi keluarga. Selain faktor tersebut diatas status status gizi keluarga dipengaruhi juga oleh tingkat pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan.


(34)

Keterangan : Tidak diteliti Diteliti

Gambar 2 Kerangka pemikiran ketahanan pangan rumah tangga dan status gizi keluarga korban gempa dan tsunami di Kabupaten Pidie.

Status Gizi Konsumsi

Pangan

Sanitasi Lingkungan

Frekuensi Makan Pengetahuan

Gizi

Pelayanan Kesehatan Ketersediaan

Pangan Produksi Pangan

Harga Pangan Pendapatan


(35)

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan ketahanan pangan rumah tangga.

2. Terdapat hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dan status gizi anak


(36)

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat

Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study yaitu

mengumpulkan informasi dengan satu kali survei yang dilakukan di Kecamatan Kota Sigli, Simpang Tiga, Kembang Tanjong, Pantee Raja dan Trenggadeng. Kelima kecamatan tersebut terkena musibah gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 sampai Januari 2007.

Tehnik Penarikan Contoh

Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposif). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga di wilayah yang terkena gempa dan tsunami.

Penentuan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah acak berlapis

dengan alokasi proporsional. Populasi dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan pencatatan yang terdapat pada BPS. Populasi berjumlah 2158 keluarga dan merupakan binaan dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat selama dua tahun. Dari jumlah populasi diambil contoh secara acakberlapis proposional sebanyak 100 keluarga korban tsunami dengan kriteria adalah setiap keluarga mempunyai anak balita (Tabel 3). Responden adalah ibu rumah tangga. Penentuan jumlah contoh dalam penelitian ini menurut Cochran (1982) dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

2 2

2 2

δ

α

Z

CV

no

=

Keterangan : n = ukuran contoh z = nilai z tabel

cv = koefesien keragaman tingkat kecukupan konsumsi energi. akurasi


(37)

2 2

2

/

2

δ

α

z

cv

no

=

2

0478512

,

0

2

)

96

,

1

(

2

)

25

,

0

(

=

N

no

no

n

1

1

+

=

Dalam penelitian ini digunakan nilai ∝ = 0.05 p (tingkat kecukupan konsumsi

energi) dan akurasi ,maka jumlah contoh minimal yang dibutuhkan sebesar :

= 104.8591

=

2158

8591

.

104

1

8591

.

104

+

Dengan demikian, jumlah contoh yang diambil adalah 100 keluarga. Adapun umlah contoh yang diambil ditentukan dengan rumus berikut :

Ni

ni = x 100

N Keterangan :

ni = Ukuran contoh

Ni = Ukuran populasi pada tiap kelompok contoh

N = Ukuran populasi keseluruhan n = 100

Tabel 3. Jumlah populasi dan contoh

Puskesmas Populasi Keluarga Sampel

Ke.Kota Sigli Kec. Sp.Tiga Kec.Kb.Tanjung Kec.Pantee Raja Kec.Trenggadeng 636 395 532 367 228 29 18 25 17 11

Jumlah 2158 100

Sumber : BPS Kabupaten Pidie,2005

0.1 δ=

100

=

n


(38)

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data Primer meliputi: (1) karakteristik keluarga yang meliputi umur isteri dan kepala keluarga, aset keluarga yang hilang/rusak akibat musibah tsunami (2) karakteristik sosial dan kesehatan lingkungan yang mencakup besar keluarga, pendidikan isteri dan kepala keluarga, frekuensi makan, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan (3) ketahanan pangan dan gizi yang mencakup akses pangan keluarga yaitu pendapatan, pengeluaran, harga dan konsumsi pangan keluarga serta status gizi anak balita.

Data mengenai keadaan sosial dan kesehatan lingkungan serta akses pangan keluarga, dikumpulkan melalui wawancara dengan responden. Data status gizi anak balita yang di ukur dengan BB/U dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner dan penimbangan. Berat badan anak balita diukur dengan

timbangan injak merk Camry dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan pengukuran

tinggi badan dengan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data konsumsi pangan rumah tangga dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner dengan

metode recall 1x24 jam. Kuesioner terdapat pada Lampiran 1.

Data sekunder meliputi profil di Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan data keluarga yang memiliki anak balita. Data tersebut diperoleh dari Kantor Kecamatan, Puskesmas setempat. Jenis dan cara pengumpulan data data dapat dilihat secara rinci pada (Tabel 4).


(39)

Tabel 4 Jenis dan cara pengambilan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan Keterangan

1. Karakteristik sosial dan

kesehatan lingkungan yang mencakup besar keluarga, pendidikan orang tua, frekuensi makan, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan

Wawancara menggunakan

kuesioner 1 kali

2. Ketahanan pangan dan gizi a)Akses pangan keluarga

(pendapatan, pengeluaran, harga pangan ).

b)Konsumsi pangan keluarga.

c) Status gizi anak balita.

a) Wawancara

menggunakan kuesioner b) Metode Recall 1X 24

jam

c) Melalui pengukuran berat badan dan umur BB/U

1 kali

3. Persepsi ketahanan pangan Wawancara menggunakan

kuesioner 1 kali

4. Data penyususun model

rekomendasi konsumsi pangan keluarga (untuk 2 keluarga, miskin dan tidak miskin) a)Pendapatan keluarga, harga

pangan dan kebiasaan makan.

b)Konsumsi pangan keluarga

a) Wawancara menggunakan kuesioner

b) Metode Recall 1X 24 jam

1 kali

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan program

komputer Microsoft Excel, SPSS 11.0 for windows dan program SAS. Proses

pengolahan meliputi editing, coding, entry dan analisis. Pengkategorian beberapa


(40)

Tabel 5 Pengkategorian beberapa variabel penelitian

No Variabel Kategori

1. Besar Keluarga (BPS, 2001) • Kecil (< 4 orang)

• Sedang (5 – 7 orang)

• Besar (> 7 orang)

2. Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dan Isteri

• Tidak sekolah

• Tidak tamat SD

• SD

• SMP

• SMA

• PT

3. Pendapatan Keluarga

(Rp/Kap/Bulan) • Rendah : x < Sedang : x - 1 SD

x - 1 SD ≤ x < x + 1 SD

• Tinggi : x ≥ x + 1 SD

4. Kategori Kemiskinan (BPS, 2005)

• Miskin (< Rp. 150.000 kap/bulan)

• Tidak miskin (> Rp. 150.000 kap/bulan)

5. Pengeluaran Pangan Rendah : x < x - 1 SD

• Sedang : x - 1 SD ≤ x < x + 1 SD

• Tinggi : x ≥ x + 1 SD

6. Pengeluran Non Pangan Rendah : x < x - 1 SD

• Sedang : x - 1 SD ≤ x < x + 1 SD

• Tinggi : x ≥ x + 1 SD

7. Pengeluaran Total Rendah : x < x - 1 SD

• Sedang : x - 1 SD ≤ x < x + 1 SD

• Tinggi : x ≥ x + 1 SD

8. Konsumsi Energi dan Protein (DepKes RI, 1996)

• Difisit berat (< 70%AKG)

• Difisit sedang (70 – 79%AKG)

• Difisit ringan (80 – 89%AKG)

• Normal (90 – 119%AKG)

• Lebih (> 119%AKG)

9. Ketahanan Pangan Rumah

Tangga (Chung, et.all.,

1997:FAO, 2001)

• Tidak tahan pangan (< 70% TKE)

• Tahan pangan (> 70% TKE)

10. Status Gizi Balita (BB/U) (Gibbson, 1990; NCHS/WHO, 1993)

● Gizi kurang

● Normal

● Gizi lebih

Data konsumsi pangan rumah tangga dikonversikan ke dalam bentuk energi dan zat gizi, dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan atau DKBM (Depkes RI, 1995), dengan cara perhitungan sebagai berikut (Hardinsyah, 1989) :


(41)

ij j j

ij xKG

100 BDD x 100 BP

G =

dimana:

Gij = Kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan – j per 100 gram yang dapat dimakan.

BPj = Berat pangan – j (gram)

BDDj = Bagian yang dapat dimakan dari 100 gram pangan – j. KGij = Zat gizi – i yang dikandung atau dikonsumsi dari pangan –j Tingkat kecukupan gizi dihitung dengan membandingkan konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan per orang per hari (Muhilal,

et al.. 1998) dengan cara perhitungan sebagai berikut :

TKG =

AKG KG

x 100% dimana:

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi KG = Konsumsi zat gizi

AKG = Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan

Status gizi anak balita, ditentukan dengan menghitung nilai z-skor berat badan anak menurut umur, dengan cara perhitungan sebagai berikut WHO, 1993; Gibson, 1990):

Z-Skor =

Rferens Populasi

StDev Nilai

Rferens Populasi

BB Median Aktual

BB

Goal Programming untuk Rekomendasi Konsumsi Pangan.

Model rekomendasi konsumsi pangan keluarga dilakukan dengan cara membuat bentuk model 2 contoh keluarga yang terdiri dari keluarga miskin dan tidak miskin. Masing-masing keluarga tersebut dihitung jumlah jenis konsumsi yang dimakan dalam per hari per 100 gram bagian makanan yang dapat dimakan (BDD) dengan memperhatikan kandungan zat gizi masing-masing, kemudian dibagi dengan Angka Kebutuhan Energi (AKE/P) keluarga. Data diolah menggunakan program SPSS dan SAS, dengan mempertimbangkan konsumsi zat


(42)

Goal Programming :

a. Fungsi

Min z =

= 5 1 d i i b. Constrain/kendala 1. Energi

TKE min ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + + ≤ keluarga AKE ... 1 2 12 1

11x a x aixi

a

TKE mak

xi : Konsumsi bahan makanan p (per 100 gram)

a1i : Kandungan energi (kkal) per 100 gram bahan makanan p

AKE keluarga : Penjumlahan AKE setiap anggota keluarga

i : 1, 2, ...p

2. Protein

TKP min ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + + ≤ keluarga AKP ... 2 2 22 1

21x a x a ixi

a

TKP mak

xi : Konsumsi bahan makanan p (per 100 gram)

a2i : Kandungan protein (gram) per 100 gram bahan makanan p

AKP keluarga : Penjumlahan AKP setiap anggota keluarga

i : 1, 2, ...p

3. Pendapatan

a31x1 + a32x2 + ...+ a3ixi≤ pendapatan

xi : Konsumsi bahan makanan p (per 100 gram)

a3i : Harga per 100 gram bahan makanan p

Pendapatan : Pendapatan keluarga per hari

i : 1, 2, ...p

4. Restriksi xi min ≤ xi≤ xi mak

xi : Konsumsi bahan makanan p (per 100 gram)

i : 1, 2, ...p


(43)

• Keluarga tidak miskin.

a. Fungsi

Min z =

= 5 1 d i i b. Constrain/kendala

1. Energi

0.8 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + + + + ≤ 1550 2050 1800 2355 362 251 103 86 226 337 364

360x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8

1.1

= 0.8 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + ≤ 7750 362 251 103 86 226 337 364

360x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8

1.1

2 Protein

0.8 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + + + + ≤ 39 50 50 60 35 3 , 16 22 6 , 0 3 9 , 7 0 8 ,

6 x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8

1.3

= 0.8 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + ≤ 199 35 3 , 16 22 6 , 0 3 9 , 7 0 8 ,

6 x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8

1.3 3. Pendapatan

480x1 + 630x2 + 1500x3 + 2000x4 + 1500x5 + 1420x6 + 950x7 + 6000x8≤ 40000

c. Restriksi: 8 ≤ x1≤ 16

0,2 ≤ x2≤ 0,6

1,6 ≤ x3≤ 3,2

0 ≤ x4≤ 2

0,8 ≤ x5≤ 1,6

6 ≤ x6≤ 24

1,2 ≤ x7≤ 4,8

0,2 ≤ x8≤ 0,6


(44)

• Keluarga miskin.

a. Fungsi

Min z =

= 5 1 d i i b. Constrain/kendala 1. Energi

0.75 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + + ≤ 1000 1550 1900 2550 162 109 86 367 364

360x1 x2 x3 x4 x5 x6

1.1

0.75 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + ≤ 7000 162 109 86 367 364

360x1 x2 x3 x4 x5 x6

1.1

2. Protein

0.75 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + + + + ≤ 25 39 50 60 8 , 12 6 , 0 3 , 4 22 0 8 ,

6 x1 x2 x3 x4 x5 x6

1.1

0.75 ⎟≤

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + + ≤ 174 8 , 12 6 , 0 3 , 4 22 0 8 ,

6 x1 x2 x3 x4 x5 x6

1.1

3. Pendapatan :

480x1 + 630x2 + 2000x3 + 1500x4 + 1420x5 + 950x6≤ 20000

c. Restriksi :

8 ≤ x1≤ 16

0,2 ≤ x2≤ 0,6

0 ≤ x3≤ 2

0,8 ≤ x4 ≤ 1,6

6 ≤ x5≤ 24

1,2 ≤ x6 ≤ 4,8


(45)

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Pidie merupakan salah satu dari 21 kabupaten atau kota yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Luas wilayah ± 4.107,81 km². Seecara geografis berada antara Garis Lintas Utara 4,3° dan 4,60° dengan Garis Bujur Timur 95,75° dan 96,20°. Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Aceh Jeumpa, sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Besar, sebelah Utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Barat.

Kabupaten Pidie memiliki 30 kecamatan yang meliputi daerah dataran rendah pantai, dataran tinggi lembah Tangse, Mane dan Geumpang, diantaranya terdapat beberapa kecamatan yang mengalami musibah gempa dan tsunami. Kecamatan yang terparah yaitu Kecamatan Trenggadeng, Pantee Raja, Keumbang Tanjong, Simpang Tiga dan Kecamatan Kota Sigli.

Menurut BPS (2005) hasil sensus penduduk N.A.D. pasca gempa dan tsunami, jumlah penduduk Kabupaten Pidie adalah 474.399 jiwa yang terdiri dari 228.404 jiwa laki-laki dan 245.955 jiwa perempuan. Di lima kecamatan terparah musibah tsunami di Kabupaten Pidie mempunyai jumlah penduduk adalah 94.229 jiwa yang terdiri 43.926 jiwa laki-laki dan 50.303 jiwa perempuan yang tergabung dalam 26.394 kepala keluarga. Rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4,6 orang.

Di Kabupaten Pidie (pasca 2 tahun bencana Tsunami) terdapat beberapa sarana dan prasarana perhubungan, perekonomian dan pengairan. Sarana dan prasarana sosial dilima kecamatan yang terkena tsunami meliputi Kantor Kepala Desa (5 buah), gedung sekolah 7 buah terdiri dari SD (5 buah), SLTP (1 buah) dan SMU (1 buah) tempat ibadah 14 buah (4 mesjid, langgar 10) dan tempat pelayanan kesehatan ( puskesmas Pembantu 4, posyandu 4, praktek dokter 3, bidan 5 orang). Pelayanan kesehatan yang terdapat di lima Kecamatan ditangani oleh masing-masing 1 orang dokter, 5 orang bidan,10 orang Medis dan Para Medis dan 10 kader pelayanan posyandu. Di tingkat kecamatan sedikitnya terdapat sebuah Puskesmas untuk malayani kesehatan masyarakat dan di tingkat desa, terdapat sebuah Poslindes dan sebuah Posyandu (BPS Kabupaten Pidie, 2005).


(47)

Gambaran Umum Contoh Karakteristik Contoh

Jenis Kelamin Contoh. Berdasarkan sebaran jenis kelamin, sebagian terbesar balita contoh berjenis kelamin laki-laki yaitu 56.0%. Contoh yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 43.0% (Tabel 6).

Umur Contoh. Umur anak balita contoh antara 4 – 56 bulan. Paling banyak balita contoh berada pada selang umur yaitu 27.0% dan 22.0% pada umur 14 – 33 bulan. Rata-rata umur anak balita contoh adalah 27 bulan (Tabel 7).

Tabel 6. Sebaran keluarga berdasarkan jenis kelamin contoh

Karakteristik Contoh n %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

56 43

56.0 43.0

Total 100 100.00

Tabel 7. Sebaran keluarga berdasarkan umur contoh.

Umur Balita (Bulan) n % 4 – 13

14 – 23 14 – 33 34 – 43 44 – 53 > 53

27 18 22 10 18 5

27.0 18.0 22.0 10.0 18.0 5.0

Total 100 100.00

Karakteristik Keluarga Contoh

Umur Kepala Keluarga dan Isteri. Umur kepala keluarga dan istei berkisar antara 17 – 59 tahun. Sebagian besar kepala keluarga dan isteri berada pada kisaran umur antara 27 – 36 tahun (60.0% dan 53.0%). Rata-rata umur kepala keluarga adalah 35.3 tahun sedangkan isteri 26.9 tahun. Ada kecenderungan umur isteri lebih muda dibanding dengan umur kepala keluarga (Tabel 8).

Pendidikan Kepala Keluarga dan Isteri. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas hidup manusia. Tingginya tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada jenis pekerjaan yang kemudian


(48)

turut mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga. Pada akhirnya hal ini juga akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan dalam keluarga. Baik kepala keluarga maupun isteri memiliki tingkat pendidikan yang hampir sama. Sebagian besar kepala keluarga merupakan lulusan SMA dan SMP ( 29.0% dan 28.0%), begitu pula dengan isteri yang juga sebagian besar merupakan lulusan SMA dan SMP (28.0% dan 27.0%). Ada sekitar 6.0 – 7.0% kepala keluarga dan isteri yang lulus Perguruan Tinggi. Namun demikian, ada pula kepala keluarga maupun isteri yang tidak pernah sekolah yaitu sekitar 3.0 – 6.0% (Tabel 9). Tingkat pendidikan yang rendah ini, menyebabkan ada sebagian orang tua contoh yang tidak dapat membaca dan menulis. Oleh karena itu, di wilayah penelitian ini masih membutuhkan perhatian dari pemerintah daerah khususnya di bidang pendidikan.

Tabel 8. Sebaran keluarga berdasarkan karakteristik kepala keluarga dan isteri

Kepala Keluarga (KK) Isteri

Karakteristik Keluarga

n % n %

Umur (Tahun) 17 – 26 27 – 36 37 – 46 47 – 56 > 56 4 60 28 3 1 4.0 60.0 28.0 3.0 1.0 33 53 13 1 0 33.0 53.0 13.0 1.0 0.0

Total 96 *) 96.0 100 100.0

Keterangan : *) = Ada 4 rumah tangga yang tidak memiliki kepala keluarga

Tabel 9. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan KK dan istri Tingkat Pendidikan KK Kepala Keluarga (KK) Isteri dan Isteri n % n % Tidak Sekolah

Tidak Tamant SD SD SMP SMA PT 6 14 16 28 29 7 6.0 14.0 16.0 28.0 29.0 7.0 3 12 24 27 28 6 3.0 12.0 24.0 27.0 28.0 6.0

Total 100 100.0 100 100.0

Besar Keluarga. Besar keluarga dilihat dari jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu pengelolaan sumberdaya keluarga. Besar keluarga contoh berkisar dari 3 orang sampai 10 orang dengan rata-rata 4 ± 1 orang. Apabila besar


(49)

keluarga ini dikelompokkan berdasarkan kriteria Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (BPS, 2001) yaitu terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak, sebanyak 53.0% tergolong dalam kelompok keluarga kecil, sedangkan lainnya tergolong keluarga sedang (37.0%) dan keluarga besar (10.0%) (Tabel 10).

Besarnya jumlah anggota rumah tangga (extended family) di daerah penelitian

disebabkan oleh adanya tambahan anggota keluarga lain selain keluarga inti. Anggota keluarga lain tersebut seperti : kakek, nenek, keponakan atau sepupu.

Tabel 10. Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga n %

Kecil ( < 4 orang ) Sedang ( 5 – 7 orang ) Besar ( > 7 orang )

53 37 10 53.0 37.0 10.0

Total 100 100.0

Frekuensi Makan

Seluruh contoh (100.0%) mempunyai frekuensi makan terutama pada makanan pokok 3 kali sehari. Frekuensi makan lauk pauk (ikan) persentase terbanyak (38.0%) dengan 3 kali konsumsi sehari. Untuk sayur (18.0%) mengkonsumsi 2 kali sehari sedang buah yaitu 16.0% contoh mengkonsumsi 2 kali sehari, sementara untuk gula dijumpai (63.0%) contoh mengkonsumsi 1 kali sehari. Bahan pangan lainnya secara lebih rinci dapat dilihat pada sajian (Tabel. 11).

Tabel 11. Sebaran keluarga menurut frekuensi konsumsi pangan.

Frekuensi konsumsi

3 2 1 0 TOTAL

Jenis/Kelompok Pangan

n % n % n % n % n % Pangan Pokok 100 100 0 0 0 0 0 0 100 100 Lauk Pauk - Ikan - Daging - Telur 38 0 2 38 0 2 21 0 3 21 0 3 6 1 17 6 1 17 35 99 78 35 99 78 100 100 100 100 100 100 Sayur dan Buah

- Sayur - Buah 3 0 3 0 18 16 18 16 13 17 13 17 66 67 66 67 100 100 100 100

Gula 0 0 11 11 63 63 26 26 100 100

Susu 8 8 6 6 4 4 82 82 100 100

Jajan 17 17 19 19 26 26 38 38 100 100


(50)

Aset Keluarga yang Rusak/Hilang Akibat Tsunami

Aset keluarga korban gempa dan tsunami ada yang hilang/rusak semua, hilang /rusak sebagian dan ada yang tidak hilang/rusak sama sekali. Proporsi terbanyak jenis aset keluarga yang rusak/hilang semua pada ke lima lokasi penelitian adalah rumah (52.0%), perahu (15.0%), binatang ternak (11.0%), sepeda motor yaitu 9.0% dan kepemilikan kebun/pekarangan 6.0%.

Proporsi aset yang hilang/rusak sebagian adalah kebun/pekarangan, yaitu sebanyak 50.0%, binatang ternak (47.0%). Aset yang tidak hilang/rusak hanya sebagian kecil dimiliki oleh responden. Data mengenai aset yang hilang/rusak secara lebih rinci disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Sebaran keluarga berdasarkan aset yang rusak/hilang akibat tsunami

Ya, Semua Ya, Sebagian Tidak Rusak Tidak memiliki Total Jenis Aset

n % n % n % n % n %

Rumah Sawah Ternak Tambak Kebun/Pkrngn Perabotan Mesin Jahit Perahu Sepeda Motor 52 0 11 3 6 15 5 15 9 52.0 0.0 11.0 3.0 6.0 15.0 5.0 15.0 9.0 38 4 47 7 50 3 0 3 1 38.0 4.0 47.0 7.0 50.0 3.0 0.0 3.0 1.0 10 0 2 3 39 0 0 0 0 10.0 0.0 2.0 3.0 39.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0 96 40 87 5 82 95 82 90 0.0 96.0 40.0 87.0 5.0 82.0 95.0 82.0 90.0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Sumber : Data Primer,Januari 2007

Kesehatan Lingkungan Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan tempat tinggal contoh dilihat berdasarkan keadaan ruangan rumah, keadaan dapur dan lantai rumah, keadaan lingkungan rumah, tempat buang hajat, mandi dan tempat cuci.

Berdasarkan keadaan ruangan rumah, sebagian besar (53.0%) rumah contoh mempunyai ventilasi dan hanya sebagian kecil yang tidak memiliki ventilasi (6.0%). Jumlah ventilasi yang ada sangat berpengaruh terhadap jumlah sinar matahari yang masuk dalam rumah. Sebanyak 59.0% rumah contoh mendapat banyak sinar matahari yang masuk rumah dan hanya sekitar 12.0%


(51)

rumah contoh yang tidak ada sinar matahari (Tabel 13). Jumlah sinar matahari yang masuk rumah bisa menciptakan rumah yang sehat.

Tabel 13. Sebaran keluarga menurut keadaan ruangan rumah

Keadaan Ruangan Rumah n %

Keberadaan Ventilasi Punya Kurang Tidak ada 53 41 6 53.0 41.0 6.0

Total 100 100.0

Mendapatkan penyinaran Sinar Matahari Tidak Sedikit Banyak 12 29 59 12.0 29.0 59.0

Total 100 100.0

Pada Tabel 14 terlihat bahwa sebagian lantai rumah contoh masih terbuat dari tegel/plaster dan bambu/kayu yaitu sekitar (37.0% dan 41.0%) dan 22.0% masih berupa bata/tanah. Namun demikian, keadaan dapur rumah contoh memiliki kebersihan tingkat sedang (42.0%) sampai tidak ada kecoa, lalat dan tikus (38.0%). Ada sekitar 20.0% dapur contoh yang masih banyak kecoa, lalat dan tikus. Dapur yang kotor inilah yang dapat memberikan kontribusi penyebaran penyakit melalui makanan.

Tabel 14. Sebaran keluarga berdasarkan keadaan lantai dan dapur rumah

Keadaan Lantai dan Dapur n %

Lantai Bambu/kayu Bata/tanah Tegel/Plaster 41 22 37 41.0 22.0 37.0

Total 100 100.0

Keberadaan kecoak,lalat dan tikus didapur Banyak Sedang Tidak ada 20 42 38 20.0 42.0 38.0

Total 100 100.0

Saluran air kotor sangat dibutuhkan dalam lingkungan keluarga, supaya tidak terjadi genangan air sebagai sarang nyamuk yang bisa menyebabkan penyakit malaria. Hasil penelitian (56.0%) keluarga contoh mempunyai saluran air dan mengalir, masih ada (17.0%) saluran air ada tetapi tidak mengalir dan (27.0%) tidak mempunyai saluran air sama sekali. Begitu pula halnya dengan kebersihan


(52)

lingkungan pekarangan persentase paling tinggi (60.0%) bersih dan sebagian lagi keluarga contoh kurang bersih dan kotor. Sebanyak (58.0%) keluarga contoh membuang sampah dengan cara membakar dan (33.0%) sudah melakukan pembuangan sampah ke lubang sampah yang sudah disediakan, terdapat (9.0%) yang sudah mengerti sampah dijadikan kompos. Sebaran ini disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran keluarga menurut keadaan lingkungan rumah

Keadaan Lingkungan Keluarga n %

Keberadaan Saluran Air Kotor Tidak ada

Ada, tidak mengalir Ada dan mengalir

27 17 56 27.0 17.0 56.0

Total 100 100.0

Pekarangan Kotor Kurang bersih Bersih 4 36 60 4.0 36.0 60.0

Total 100 100.0

Perlakuan keluarga terhadap Sampah Dibakar

Dibuang ke lubang sampah Dibuat kompos 58 33 9 58.0 33.0 9.0

Total 100 100.0

Tabel 16. Sebaran keluarga berdasar tempat buang hajat, tempat mandi dan tempat cuci

Tempat Hajat, Mandi dan Cuci n %

Tempat Buang Hajat cendrung menurut kebiasaan Di kebun Di sungai Di WC 17 10 73 17.0 10.0 73.0

Total 100 100.0

Tempat Mandi cendrung menurut kebiasaa Kamar mandi Sungai Pancoran 78 3 19 78.0 3.0 19.0

Total 100 100.0

Tempat Cuci cendrung menurut kebiasaa Kolam Sungai Pancoran 23 1 76 23.0 1.0 76.0

Total 100 100.0


(53)

Umumnya (78.0%) tempat mandi keluarga contoh adalah di kamar mandi sendiri, tempat keluarga buang hajat adalah di WC milik sendiri (73.0%), dan 76.0% pancoran sebagai tempat cuci. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.

Pelayanan Kesehatan

Kesehatan adalah merupakan suatu anugrah yang Maha kuasa dan yang

perlu selalu dijaga oleh setiap kehidupan manusia. Pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang menjadi korban gempa dan tsunami di Kabupaten Pidie khususnya di 5 kecamatan wilayah penelitian ini sudah memadai. Hal ini ditunjukkan sudah adanya Puskesmas Pembantu, Poslindes dan Postu yang masing-masingnya sebanyak 1 buah. Semua ini dikoordinasikan oleh seorang dokter kecamatan yang tujuannya untuk mendukung tingkat pelayanan kesehatan masyarakat.

Ketahanan Pangan dan Gizi Akses Pangan Keluarga

Tingkat kesulitan atau kemudahan keluarga contoh dalam mengakses pangan dapat dilihat dari pendapatan keluarga. Keluarga miskin cenderung mengalami kesulitan dalam mengakses pangan dan sebaliknya.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diperoleh dari penghasilan kepala keluarga (suami), isteri, hasil usaha sampingan, hasil pemberian, dan dari berbagai sumber lainnya. Sebagian besar pendapatan per kapita perbulan keluarga tergolong pada kategori sedang (Rp. 81.520,- s/d Rp 441.480,-) yaitu sebanyak 85.0%, 10.0% berada pada kategori tinggi, dan hanya 5.0% keluarga contoh yang mempunyai pendapatan rendah (Tabel 17).

Pendapatan rata-rata per kapita perbulan keluarga contoh sebesar Rp. 261.500,-. Menurut batasan garis kemiskinan secara nasional bahwa rata-rata pendapatan perkapita perbulan adalah Rp 150.000,- (BPS, 2005). Berdasarkan batasan tersebut, terdapat sebanyak 24.0% keluarga contoh tergolong miskin dengan pendapatan antara Rp. 63.392,- s/d Rp. 143.736,-/kap/bulan dan 76.0%


(54)

Menurut Sajogyo (1994), pendapatan seseorang sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin beragam pula. Berg (1986) menyatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi.

Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan katagori keluarga Kategori Keluarga (BPS,2005)

Miskin (< Rp 150.000 kap/bln) Tidak Miskin (> 150.000 kap/bln)

24 74

24.0 76.0

Total 100 100.0

Pengeluaran Keluarga

Pengeluaran keluarga terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan. Pengeluaran pangan mencakup pangan pokok, lauk pauk, sayur, buah, susu, minyak goreng, bumbu, rokok dan jajanan keluarga (termasuk jajanan anak sekolah). Pengeluaran non pangan mencakup transportasi, kebersihan diri/kesehatan, pakaian, pendidikan, sosial, tabungan, bahan bakar, pajak, perumahan dan membayar hutang.

Pengeluaran pangan keluarga per kapita per bulan berkisar antara Rp. 64.000,- s/d Rp. 903.333,- dengan rata-rata Rp. 209.657,-. Sebanyak 91.0% keluarga contoh mempunyai pengeluaran pangan dengan kategori sedang, dan hanya 2.0% keluarga contoh yang pengeluaran pangannya rendah (Tabel 17).

Pengeluaran non pangan keluarga per kapita per bulan berkisar antara Rp. 0,- s/d Rp. 517.000,- dengan rata-rata Rp. 110.222,-. Umumnya keluarga contoh mempunyai pengeluaran non pangan dalam kategori sedang (52.0%) dan pengeluaran non pangan tinggi sebanyak 48.0% (Tabel 17).

Pengeluaran total per kapita per bulan keluarga contoh adalah berkisar antara Rp. 64.000,- s/d Rp. 1.420.000,- dengan rata-rata sebesar Rp. 319.879,-. Sebanyak 85.0% keluarga contoh mempunyai pengeluaran total dalam kategori sedang dan hanya sekitar 7.0% dan 8.0% keluarga contoh mempunyai pengeluaran total dalam kategori rendah dan tinggi (Tabel 17).

Pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga (besar keluarga). Hal ini berarti bahwa apabila semakin besar keluarga maka


(1)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Ketahanan Pangan dan Gizi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami di Kabupaten Pidie adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepeda perguruan tinggi mana pun . Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2007

A. Rakhman A552050085


(2)

ABSTRACT

A.RAKHMAN. Food and Nutrition Security in Earthquake and Wave Tsunami Victims Household at Pidie District. Under direction of Yayuk Farida Baliwati and Dadang Sukandar

The earthquake and wave tsunami tragedy on December 26, 2004 in Pidie District NAD caused 85.860 people to be evacuated and live at refuge barracks. They were suffering deficiency of food and nutrition, and most of them lost their jobs and income, which indirectly impacted on the decrease of their household economics. The rate of food access in refuge household based on household income can be classified into “poor” category (24%), in which their food necessity is supported by Pidie District Government, while 76% is in the category of “not poor” and can support their consumption from food secure and their own income. If food consumption is used as an indicator for food secure household, a household is considered to have food insecure if their consumption is lower than 70% from sufficiency calories suggested: 2000 Kcal/people/day. The aim of this research was to analyze food secure and nutrition household in Pidie District.

The research design was cross-sectional study. This research was conducted from November 2006 to January 2007 at Pidie District (sub district Kota Sigli, Simpang Tiga, Kembang Tanjong, Pantee Raja and Trenggadeng). Sampling technique used was stratified random sampling with proportional allocation, in which of the total population of 2.158 households only 100 households were taken as samples. Data that were collected in this research consist of primary and secondary data, and they were analyzed by SPSS version 11 and SAS version 8 for Windows.

The results showed that most of the children samples were male (56.0%), whose ages ranged from 4 to 33 months (57.0%). The level of education of the head household and wife were mostly junior high school and senior high school. The monthly income per capita of respondents fell into the middle category, ranging between IDR 81,520 and IDR 441,480 (85.0%), the high category (with an income of > IDR 441,480) of about 10%, and the low category (with an income of < IDR 81,250) of about 5%. Proportion of food expenditure by household was 65.5% and non food was 34.5%, with the main food price especially rice was stable (from IDR 4,800 to IDR 5,000). The cut off food secure of household based on food consumption was 67.0% for food secure and 33.0% under food insecure category. The nutritional status of 51.0% samples was categorized as normal. There were positive correlations between household income and household food security and negative correlations between nutritional status of sample and household food security.

The average consumption of calorie, protein, vitamin A and iron of households was lower than the required nutrition sufficiency rate for a household. Most of the households were still in the normal level (51%). However, there were still a lot of babies with the underweight nutrition status (49%). There was a significant positive correlation (p<0.05) between income per capita per household per month and the level of food security of the household and there was a negative correlation of non r (p>0.05) between the sample nutrition status and the household food secure level.

The results of goal programming showed that the households of four members with the income of IDR 9,200/day could not fulfill the energy sufficient level (ESL) and protein sufficient level (PSL) of 70% or over. An ESL of 75% and a PSL of 110% can only be achieved if the income is IDR 20,000 per day.


(3)

RINGKASAN

A.RAKHMAN, Ketahanan Pangan dan Gizi Keluarga Korban Gempa dan Tsunami di Kabupaten Pidie. Dibimbing oleh Yayuk Farida Baliwati dan Dadang Sukandar.

Tragedi musibah gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), menyebabkan terjadi pengungsian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebanyak 514.150 orang, 17.0% diantaranya terjadi di Kabupaten Pidie dan mereka tinggal di barak-barak pengungsian, dimana kondisinya banyak yang mengalami kekurangan pangan dan gizi, disamping itu pula banyak penduduk yang kehilangan pekerjaan serta sumber pendapatan yang secara tidak langsung berdampak pada menurunnya akses ekonomi rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ketahanan pangan dan gizi rumah tangga korban gempa dan tsunami di Kabupaten Pidie.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2006 sampai Januari 2007. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Sigli, Simpang Tiga, Kembang Tanjong, Pantee Raja dan Trenggadeng. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang wilayahnya terkena gempa dan tsunami dan berada pada lima kecamatan. Penentuan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah acak berlapis dengan alokasi proporsional. Jumlah populasi 2158 keluarga, dari jumlah populasi tersebut diambil contoh secara acak berlapis proporsional sebanyak 100 keluarga. Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer yaitu karakteristik dan konsumsi pangan keluarga, data sekunder meliputi data luas wilayah dan jumlah penduduk. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS versi 11.0 dan SAS versi 8 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita contoh berjenis kelamin laki-laki (56.0%) dan berada pada kisaran umur 4 -33 bulan (57.0%). Orang tua contoh sebanyak 60.0% (kepala keluarga) dan 53.0% (isteri) berusia antara 27-46 tahun. Pendidikan sebagian besar kepala keluarga lulusan SMA 29% dan SMP 28%. Pendidkan isteri sebagian besar lulusan SMA 28% dan SMP 27%. Contoh berasal dari keluarga kecil (53%), sedang (35%) dan besar (10%). Proporsi pengeluaran keluarga untuk pangan adalah 65.5% dan non pangan 34.5%. Status gizi balita contoh berdasarkan BB/U sebagian besar (51.0%) mempunyai status gizi yang normal. Balita yang mempunyai status gizi gizi kurang(49.0%)

Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin A dan zat besi keluarga dari hasil pengukuran rata-rata lebih rendah dibandingkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Terdapat hubungan positif sangat nyata (p<0.05) antara pendapatan perkapita keluarga per bulan dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga dan hubungan negatif tidak r (p>0.05) antara status gizi contoh dan tingkat ketahan pangan rumah tangga.


(4)

Saran : Diperlukan dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah Kabupaten Pidie dalam meningkatkan kualitas ketahanan pangan dan gizi rumah tangga, terutama wilayah terkena tsunami.

Rekomendasi :

Berdasarkan hasil goal programming, keluarga yang pendapatannya Rp 9.200/hari dengan anggota keluarga 4 orang tdak dapat memenuhi Tingkat kecukupan Energi (TKE) dan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) 70% atau lebih. Untuk mencapai TKE sebesar 75% dan TKP 110% diperlukan pendapatan minimal setara Rp 20.000/hari.


(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(6)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia. Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya atas semua keikhlasan bantuan yang telahdiberikan, kepada :

1. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS, selaku Ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas

segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. Dr.Ir.Ikeu Ekayanti, MS, sebagai dosen penguji atas segala masukannya. 2. Dekan Sekolah Pascasarjana dan staf pengajar Pascasarjana khususnya

Magister Profesional Manajemen Ketahanan Pangan beserta staf administrasi atas bekal materi pelajaran yang diberikan dan pelayanan akademik selama penulis menempuh pendidikan S2 di IPB.

3. Pemerintah Kabupaten Pidie yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di IPB.

4. Seluruh responden dalam penelitian ini, bidan desa wilayah penelitian, khususnya Bidan Baiti, yang telah banyak membantu penulis pada saat pengumpulan data.

5. Kepada ayahanda (Ahmad Amin), ibunda (Alm.Maryam Ben), Keluarga besar di Banda Aceh (terutama Muhammad Nazar S.Ag sekeluarga) di Sigli Kakanda (terutama Drs. M.Yusuf Ishaq, Tihawa Ahmad) adik dan kakak ipar yang telah memberikan kasih sayang, dukungan moril maupun materil serta do'a yang tidak putus-putusnya diberikan untuk keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini.

6. Kepada isteri tercinta Syarbaini,SPd. dan ananda Edy.Maulana, Irfan Maulidin dan Mirza Alfisyahril atas doa dan kasih sayang serta pengorbanan yang mereka curahkan dengan ikhlas.

7. Teman-teman S2 MMKP 2005 (Pak Slamet Riayadi, Pak Sukari, Pak Nasrum dan Bu Erna) yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Bogor, 8 Mei 2007