Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)

(1)

KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK

PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:

MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT

Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

AMANDA MAWAN

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRAK

AMANDA MAWAN. Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator

Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA.

Cyrtorhinus lividipennis (Reuter) (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu predator penting dalam menekan populasi wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi. Pengetahuan ekologi perilaku termasuk perilaku kemahiran mendapatkan mangsa (foraging behaviour), variasi jumlah, jenis individu dan jenis instar yang dimangsa merupakan faktor penentu preferensi dalam proses seleksi penerimaan mangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku dan mengukur kemampuan pemangsaan serta tingkat konsumsi setiap stadia pertumbuhan kepik terhadap stadia pertumbuhan WBC. Nimfa dan imago wereng serta kepik predator dipelihara pada tanaman padi varietas Pelita 1-1. Pengamatan perilaku memangsa kepik digunakan nimfa dan imago kepik dengan mangsa nimfa instar tiga wereng. Perilaku memangsa kepik diamati dari pukul 06:00 sampai 18:00. Pada uji pemangsaan seekor nimfa atau imago kepik dilepaskan ke dalam cawan petri berisi seekor nimfa, imago atau sekelompok telur wereng. Lama penemuan, penanganan, dan penghisapan mangsa dihitung menggunakan stopwatch. Tingkat konsumsi kepik diuji dengan cara memasukkan nimfa atau imago kepik ke dalam tabung gelas yang berisi tanaman padi dan 10 ekor wereng (nimfa atau imago) atau sekelompok telur wereng. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah kepik dilepaskan kemudian jumlah mangsa yang dikonsumsi dihitung dan dicatat.

Kepik pertama kali menusukkan stiletnya ke abdomen diikuti toraks, kepala, dan tungkai wereng. Seekor wereng dapat dimangsa oleh beberapa ekor kepik. Waktu penemuan mangsa paling cepat 13 menit oleh nimfa instar IV kepik terhadap telur wereng. Nimfa instar III kepik membutuhkan waktu 19 detik untuk menaklukan mangsa berupa telur WBC. Pengisapan mangsa tercepat oleh nimfa instar III kepik terhadap nimfa instar V wereng yaitu 10 menit. Nimfa dan imago kepik memiliki tingkat konsumsi paling tinggi pada telur WBC dibandingkan nimfa dan imago. Konsumsi telur WBC tertinggi oleh kepik betina yaitu 20 telur/hari. Konsumsi kepik paling rendah pada imago WBC yaitu 0,1 ekor/hari.


(3)

KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK

PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:

MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT

Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

AMANDA MAWAN A44104050

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(4)

Judul Skripsi : Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator

Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)

Nama : Amanda Mawan NRP : A44104050

Menyetujui, Pembimbing

Dra. Endang Sri Ratna, PhD NIP. 131 124 820

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1987, di Göttingen, Jerman. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Men Parlin Mawan dan Trimurti Habazar.

Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Baiturrahmah, Padang. Pada tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Baiturrahmah Padang. Tahun 1998 penulis melanjutkan studi di SLTPN 2 Padang, kemudian pada tahun 2001 melanjutkan ke SMUN 2 Padang dan lulus pada tahun 2004. Di tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai anggota Departemen Ekonomi dan Usaha Kecil Menengah periode 2006/2007. Selain itu, penulis menjadi asisten mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan periode 2007/2008. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kalensari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (2007).


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemampuan Konsumsi dan Pemangsaan Kepik Predator

Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)”. Kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Ayah, Ibu, dan adik tercinta Dini Fajriah Mawan atas doa, dukungan serta motivasi yang diberikan kepada penulis; Dra. Endang Sri Ratna, PhD yang telah banyak membantu, membimbing dan memberi semangat dalam penyelesaian tugas akhir skripsi; Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah memberikan bantuan dalam proses pembimbingan akademis; Dr. Ir. Bonny Poernomo W. Soekarno, MS sebagai dosen penguji tamu di dalam ujian skripsi yang juga ikut memberikan saran dalam penulisan skripsi, dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi atas bantuan pembimbingan dalam fotografi serangga. Bpk Agus Sudrajat sebagai laboran Fisiologi dan Toksikologi Serangga, yang telah memberikan bantuan teknis selama penelitian. Teman-teman di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, teman HPT angkatan 41 yang telah membantu dan memberikan semangat belajar dan bekerja selama pendidikan di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita semua.

Akhirnya, dengan berbagai kekurangan yang ada dan kesadaran bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka segala kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2008


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Serangga Predator ... 3

Pemanfaatan Serangga Predator untuk Mengendalikan Hama ... 4

Bioekologi Cyrtorhinus lividipennis Reuter ... 5

Bioekologi Nilaparvata lugens Stål ... 7

Padi Varietas Pelita 1-1 sebagai Inang WBC ... 8

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Metode Penelitian ... 9

Perbanyakan Tanaman Padi Varietas Pelita 1-1 ... 9

Perbanyakan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål . 10 Perbanyakan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter .. 11

Perilaku Pemangsaan ... 11

Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 12

Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 13

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Perilaku Memangsa C. lividipennis terhadap N. lugens Stål ... 16

Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 21

Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 29


(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN ... 37


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Lama penemuan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 22 2. Lama penanganan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 25 3. Lama penghisapan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 28 4. Kemampuan kepik predator C. lividipennis mengkonsumsi wereng batang cokelat N. lugens ... 30


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Semaian benih dan bibit berumur dua minggu ... 9

2. Ember berisi tanaman padi tempat pemeliharaan WBC dan kepik C. lividipennis ... 10

3. Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis ... 12

4. Tabung tempat pemuasaan kepik uji C. lividipennis ... 12

5. Cawan petri tempat uji pemangsaan kepik C. lividipennis ... 13

6. Tabung gelas tempat uji konsumsi kepik C. Lividipennis ... 14

7. Jaringan batang padi yang telah diwarnai ... 14

8. Nimfa instar III kepik predator C. lividipennis saat memangsa nimfa instar III WBC ... 18

9. Tubuh nimfa instar III WBC setelah dimangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 18

10. Warna abdomen kepik setelah memangsa ... 18

11. Telur kepik dan wereng di dalam jaringan batang padi yang telah dibedah ... 20

12. Telur WBC yang habis dan tidak habis dimangsa kepik serta telur WBC yang masih utuh ... 20


(11)

KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK

PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:

MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT

Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

AMANDA MAWAN

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

ABSTRAK

AMANDA MAWAN. Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator

Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA.

Cyrtorhinus lividipennis (Reuter) (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu predator penting dalam menekan populasi wereng batang cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) pada pertanaman padi. Pengetahuan ekologi perilaku termasuk perilaku kemahiran mendapatkan mangsa (foraging behaviour), variasi jumlah, jenis individu dan jenis instar yang dimangsa merupakan faktor penentu preferensi dalam proses seleksi penerimaan mangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku dan mengukur kemampuan pemangsaan serta tingkat konsumsi setiap stadia pertumbuhan kepik terhadap stadia pertumbuhan WBC. Nimfa dan imago wereng serta kepik predator dipelihara pada tanaman padi varietas Pelita 1-1. Pengamatan perilaku memangsa kepik digunakan nimfa dan imago kepik dengan mangsa nimfa instar tiga wereng. Perilaku memangsa kepik diamati dari pukul 06:00 sampai 18:00. Pada uji pemangsaan seekor nimfa atau imago kepik dilepaskan ke dalam cawan petri berisi seekor nimfa, imago atau sekelompok telur wereng. Lama penemuan, penanganan, dan penghisapan mangsa dihitung menggunakan stopwatch. Tingkat konsumsi kepik diuji dengan cara memasukkan nimfa atau imago kepik ke dalam tabung gelas yang berisi tanaman padi dan 10 ekor wereng (nimfa atau imago) atau sekelompok telur wereng. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah kepik dilepaskan kemudian jumlah mangsa yang dikonsumsi dihitung dan dicatat.

Kepik pertama kali menusukkan stiletnya ke abdomen diikuti toraks, kepala, dan tungkai wereng. Seekor wereng dapat dimangsa oleh beberapa ekor kepik. Waktu penemuan mangsa paling cepat 13 menit oleh nimfa instar IV kepik terhadap telur wereng. Nimfa instar III kepik membutuhkan waktu 19 detik untuk menaklukan mangsa berupa telur WBC. Pengisapan mangsa tercepat oleh nimfa instar III kepik terhadap nimfa instar V wereng yaitu 10 menit. Nimfa dan imago kepik memiliki tingkat konsumsi paling tinggi pada telur WBC dibandingkan nimfa dan imago. Konsumsi telur WBC tertinggi oleh kepik betina yaitu 20 telur/hari. Konsumsi kepik paling rendah pada imago WBC yaitu 0,1 ekor/hari.


(13)

KEMAMPUAN PEMANGSAAN DAN KONSUMSI KEPIK

PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis Reuter (HEMIPTERA:

MIRIDAE) TERHADAP WERENG BATANG COKELAT

Nilaparvata lugens Stål (HEMIPTERA: DELPHACIDAE)

AMANDA MAWAN A44104050

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(14)

Judul Skripsi : Kemampuan Pemangsaan dan Konsumsi Kepik Predator

Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)

Nama : Amanda Mawan NRP : A44104050

Menyetujui, Pembimbing

Dra. Endang Sri Ratna, PhD NIP. 131 124 820

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 April 1987, di Göttingen, Jerman. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Men Parlin Mawan dan Trimurti Habazar.

Riwayat pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Baiturrahmah, Padang. Pada tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Baiturrahmah Padang. Tahun 1998 penulis melanjutkan studi di SLTPN 2 Padang, kemudian pada tahun 2001 melanjutkan ke SMUN 2 Padang dan lulus pada tahun 2004. Di tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai anggota Departemen Ekonomi dan Usaha Kecil Menengah periode 2006/2007. Selain itu, penulis menjadi asisten mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Tahunan periode 2007/2008. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kalensari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (2007).


(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kemampuan Konsumsi dan Pemangsaan Kepik Predator

Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae)”. Kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Ayah, Ibu, dan adik tercinta Dini Fajriah Mawan atas doa, dukungan serta motivasi yang diberikan kepada penulis; Dra. Endang Sri Ratna, PhD yang telah banyak membantu, membimbing dan memberi semangat dalam penyelesaian tugas akhir skripsi; Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah memberikan bantuan dalam proses pembimbingan akademis; Dr. Ir. Bonny Poernomo W. Soekarno, MS sebagai dosen penguji tamu di dalam ujian skripsi yang juga ikut memberikan saran dalam penulisan skripsi, dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi atas bantuan pembimbingan dalam fotografi serangga. Bpk Agus Sudrajat sebagai laboran Fisiologi dan Toksikologi Serangga, yang telah memberikan bantuan teknis selama penelitian. Teman-teman di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, teman HPT angkatan 41 yang telah membantu dan memberikan semangat belajar dan bekerja selama pendidikan di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita semua.

Akhirnya, dengan berbagai kekurangan yang ada dan kesadaran bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka segala kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2008


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Serangga Predator ... 3

Pemanfaatan Serangga Predator untuk Mengendalikan Hama ... 4

Bioekologi Cyrtorhinus lividipennis Reuter ... 5

Bioekologi Nilaparvata lugens Stål ... 7

Padi Varietas Pelita 1-1 sebagai Inang WBC ... 8

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Metode Penelitian ... 9

Perbanyakan Tanaman Padi Varietas Pelita 1-1 ... 9

Perbanyakan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål . 10 Perbanyakan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter .. 11

Perilaku Pemangsaan ... 11

Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 12

Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens ... 13

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Perilaku Memangsa C. lividipennis terhadap N. lugens Stål ... 16

Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 21

Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Berbagai Stadia Perkembangan N. lugens ... 29


(18)

DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN ... 37


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Lama penemuan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 22 2. Lama penanganan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 25 3. Lama penghisapan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 28 4. Kemampuan kepik predator C. lividipennis mengkonsumsi wereng batang cokelat N. lugens ... 30


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Semaian benih dan bibit berumur dua minggu ... 9

2. Ember berisi tanaman padi tempat pemeliharaan WBC dan kepik C. lividipennis ... 10

3. Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis ... 12

4. Tabung tempat pemuasaan kepik uji C. lividipennis ... 12

5. Cawan petri tempat uji pemangsaan kepik C. lividipennis ... 13

6. Tabung gelas tempat uji konsumsi kepik C. Lividipennis ... 14

7. Jaringan batang padi yang telah diwarnai ... 14

8. Nimfa instar III kepik predator C. lividipennis saat memangsa nimfa instar III WBC ... 18

9. Tubuh nimfa instar III WBC setelah dimangsa oleh kepik predator C. lividipennis ... 18

10. Warna abdomen kepik setelah memangsa ... 18

11. Telur kepik dan wereng di dalam jaringan batang padi yang telah dibedah ... 20

12. Telur WBC yang habis dan tidak habis dimangsa kepik serta telur WBC yang masih utuh ... 20


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data suhu dan kelembaban nisbi ruangan pengamatan perilaku

pemangsaan ... 38 2. Data suhu dan kelembaban nisbi ruangan saat pengamatan

kemampuan pemangsaan ... 39 3. Hasil uji nilai tengah (t-test) total waktu penemuan WBC oleh kepik

predator C. lividipennis ... 40 4. Hasil uji nilai tengah (t-test) lama penemuan telur WBC oleh nimfa

dan imago kepik predator C. lividipennis ... 42 5. Hasil uji nilai tengah (t-test) lama penemuan nimfa instar II WBC

oleh kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV

C. lividipennis ... 43 6. Hasil uji nilai tengah (t-test) total waktu penanganan telur WBC

terhadap nimfa dan imago WBC oleh kepik predator

C. lividipennis ... 44 7. Hasil uji nilai tengah (t-test) lama penanganan nimfa instar V

terhadap nimfa instar I, II, III, dan IV WBC oleh kepik predator

C. lividipennis ... 46 8. Hasil uji nilai tengah (t-test) lama penanganan nimfa instar V

terhadap imago WBC oleh C. lividipennis ... 47 9. Hasil uji nilai tengah (t-test) lama penanganan telur WBC oleh

nimfa instar III terhadap kepik betina, jantan, dan nimfa instar IV

C. lividipennis ... 48 10. Hasil uji nilai tengah (t-test) total waktu pengisapan telur terhadap nimfa dan imago WBC oleh kepik predator C. lividipennis... 49 11. Hasil uji nilai tengah (t-test) waktu pengisapan nimfa instar IV

terhadap nimfa instar V WBC oleh kepik predator C. lividipennis ... 50 12. Hasil uji nilai tengah (t-test) lama pengisapan telur WBC oleh kepik

betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV

C. lividipennis ... 51 13. Data suhu dan kelembaban nisbi ruangan saat pengamatan tingkat

konsumsi ... 52 14. Jumlah telur WBC yang dikonsumsi kepik predator C. lividipennis


(22)

15. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi telur terhadap nimfa dan imago WBC oleh kepik predator C. lividipennis ... 55 16. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi telur WBC oleh

kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV

C. lividipennis ... 57 17. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi imago WBC oleh

nimfa instar III kepik terhadap kepik betina, jantan, dan nimfa instar IV C. lividipennis ... 58

18. Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi nimfa instar III WBC oleh kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama menimbang sebagian besar masyarakat Indonesia dan Asia sangat tergantung pada beras sebagai makanan pokok (Satoto 2007). Di Afrika dan Amerika Latin, sekitar 100 juta dari 1,2 miliar penduduknya dilaporkan masih mengkonsumsi beras.

Ketergantungan pemerintah Indonesia terhadap impor beras terus meningkat, yang diduga akibat peningkatan konsumsi beras perkapita (139,15 kg/tahun) dengan kondisi produksi padi yang relatif tetap (Nunun 2007). Laju peningkatan produksi padi Indonesia belum dapat mengimbangi laju kebutuhan padi, sehingga jumlah impor beras dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi padi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4,77% dari 54,5 juta ton pada tahun 2006 menjadi 57 juta ton pada tahun 2008 (BPS 2008). Luas pertanaman padi Indonesia tahun 2007 sekitar 12 juta hektar dengan total produksi 57 juta ton dan memberikan hasil rata-rata sekitar 47,05 kwintal/ha (BPS 2008).

Banyak usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan produktivitas padi, walaupun selalu mendapat hambatan. Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menyerang akar, batang daun atau bulir padi merupakan salah satu kendala rendahnya produktivitas padi (Semangun 1991). Pada tahun 2005, kehilangan hasil akibat serangan hama mencapai 208 ribu ton gabah kering giling (GKG) dari potensial produksi padi nasional. Serangan terbesar oleh hama wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) menyebabkan kehilangan hasil 65 ribu ton GKG (Anonim 2005).

WBC sebelumnya termasuk hama sekunder. Saat ini WBC telah menjadi hama utama yang mampu merusak tanaman pada skala yang luas dalam waktu singkat, sehingga dapat menyebabkan puso. Disamping itu WBC merupakan vektor penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput (BBPTP 2006). Untuk mengendalikan serangan WBC, petani pada umumnya menggunakan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida ini pada akhirnya dapat menimbulkan efek


(24)

samping seperti, terjadinya pencemaran lingkungan sekitar, timbulnya resurjensi dan resistensi terhadap insektisida, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan sebagai penyebab keracunan pada manusia dan ternak. Oleh karena itu, beberapa negara telah mencoba mengurangi penggunaan pestisida dan melibatkan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama (Habazar & Yaherwandi 2006).

Salah satu musuh alami penting yang berpotensi menekan populasi WBC adalah kepik predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) pemangsa telur (Wheeler 2001). Menurut Alphen & Jervis 1996,di dalam teknik aplikasi pengendalian hayati sangat dibutuhkan pengetahuan tentang biologi, ekologi, etologi, taksonomi, dan agroentomologi. Pengetahuan ekologi perilaku termasuk perilaku kemahiran mendapatkan mangsa (foraging behaviour), variasi jumlah, jenis individu dan jenis instar yang dimangsa merupakan faktor penentu preferensi dalam proses seleksi penerimaan mangsa. Di Indonesia penelitian lebih jauh mengenai perilaku pemangsaan C. lividipennis belum banyak dilakukan. Perilaku memangsa, tingkat predatisme dan uji konsumsi di laboratorium merupakan dasar untuk menentukan tingkat kebugaran predator (Cohen 2000). Pengetahuan ini diperlukan untuk mempertinggi efisiensi pemanfaatan musuh alami.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku dan mengukur kemampuan pemangsaan serta tingkat konsumsi beberapa stadia pertumbuhan kepik terhadap stadia pertumbuhan WBC.

Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini dapat diketahui tingkat efisiensi dan keefektifan beberapa stadia pertumbuhan kepik predator sebagai salah satu komponen pengendalian biologi hama wereng batang cokelat.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Serangga Predator

Agens pengendalian hayati merupakan organisme yang menggunakan spesies hama sebagai sumberdaya pakan dan seringkali disebut sebagai musuh alami, orgasnisme bermanfaat, atau agens biokontrol (Habazar & Yaherwandi 2006). Musuh alami serangga terdiri atas predator, parasitoid, dan entomopatogen. Di antara ketiga musuh alami tersebut serangga predator memiliki keunggulan, yaitu memiliki kemampuan memangsa dengan cepat, dapat membunuh berbagai stadium mangsa dan dapat mengkonsumsi beberapa jenis mangsa (Erawati 2005).

Serangga predator adalah serangga yang membunuh dan memakan serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Purnama 2006). Menurut Habazar & Yaherwandi (2006), ciri-ciri predator secara umum berukuran lebih besar dan lebih kuat dibandingkan mangsanya. Satu individu predator membutuhkan lebih dari satu mangsa selama hidupnya. Predator dapat mematikan mangsa dalam waktu singkat. Stadium pradewasa maupun dewasa serangga predator dapat bersifat kanibal. Predator pradewasa dan dewasa tidak selalu hidup pada habitat yang sama dengan mangsanya. Biasanya serangga predator memiliki daur hidup lebih lama dibandingkan mangsanya.

Pola makan serangga predator dapat polifag (memangsa berbagai spesies), oligofag (memangsa beberapa spesies), dan monofag (memangsa pada satu spesies) (Bugg & Pickett 1998). Sebagian besar serangga predator bersifat karnivora baik stadium pradewasa atau dewasa, walaupun beberapa di antaranya bersifat campuran, baik sebagai pemangsa atau sebagai pemakan nektar, embun madu atau tanaman untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Koul & Dhaliwal 2003). Dalam keadaan kekurangan mangsa atau pakan terbatas, beberapa predator akan memakan kelompoknya sendiri (kanibal). Biasanya, individu predator yang lemah akan dimangsa oleh individu predator yang kuat. Kumbang coccinellid dilaporkan mengkonsumsi telurnya sendiri apabila tidak menemukan mangsa (Heidari 1989 dalam Jervis & Copland 1996).


(26)

Predator menggunakan pendekatan visual dan kimia dalam menemukan mangsa dan tanaman inang dari mangsanya (Koul & Dhaliwal 2003). Imago betina predator biasanya meletakkan telur didekat mangsa. Hal ini untuk memudahkan individu baru predator dalam mendapatkan pakan. Menurut Hoy (1994 dalam Koul & Dhaliwal 2003), predator banyak terdapat di sekitar populasi mangsa yang cukup tinggi. Perilaku ini menjadikan predator kurang efektif dalam mengendalikan hama saat populasi rendah, walaupun dapat berperan menekan peledakan hama.

Spesies serangga predator banyak terdapat sebagai anggota dari berbagai ordo serangga. Kelompok predator paling dominan ditemukan pada ordo Coleoptera, Neuroptera, Hymenoptera, Diptera, Hemiptera, dan Odonata (Koul & Dhaliwal 2003). Kepik predator digolongkan ke dalam ordo Hemiptera yang memiliki alat mulut tipe menusuk-menghisap. Kepik memiliki tipe perkembangan paurometabola; terdiri atas telur, nimfa, dan imago. Pada tipe perkembangan ini umumnya nimfa dan imago memiliki habitat dan bentuk morfologi tubuh yang hampir sama, kecuali bentuk dan ukuran sayap serta alat genitalia nimfa biasanya belum berkembang sempurna seperti pada imago (Schaefer & Panizzi 2000).

Kepik predator umumnya memerlukan berbagai jenis mangsa untuk hidup dan berkembang biak. Tahap perilaku kepik predator saat memangsa dimulai dengan cara menggunakan tungkai depan untuk menangkap mangsa, lalu menusukkan alat mulut, diikuti dengan menginjeksikan toksin yang dapat melumpuhkan mangsa dengan sangat cepat (Koul & Dhaliwal 2003). Kepik predator juga bersifat kanibal jika kekurangan mangsa.

Pemanfaatan Serangga Predator untuk Mengendalikan Hama

Pemanfaatan musuh alami untuk mengendalikan serangga fitofag memiliki sejarah yang sangat panjang. Menurut Coulson et al. (1982 dalam Koul & Dhaliwal 2003) pemanfaatan serangga predator berdasarkan laporan paling awal dimulai pada tahun 324 SM. Di Cina, semut fir’aun (Monomorium pharaonis

(Linnaeus) digunakan untuk mengendalikan hama pada komoditas padi yang disimpan di gudang, dan semut rangrang Oecophylla smaragdina (Fabricius) telah 4


(27)

digunakan untuk mengendalikan ulat pemakan daun dan kumbang penggerek pada pohon jeruk.

Pada tahun 1887-1888 kutu Icerya purchasi Maskell yang aslinya berasal dari daerah Australia atau New Zealand menyerang sebagian besar pertanaman jeruk di California (Koul & Dhaliwal 2003). Pada saat itu, pengendalian secara kimia belum dikenal, sehingga para ahli serangga menyarankan untuk menyelidiki jenis musuh alami dari negara asal hama tersebut. Pada tahun 1888, kumbang predator Vedolia (= Rodolia) cardinalis Mulsant dari Australia diintroduksikan untuk mengendalikan I. purchasi pada pertanaman jeruk tersebut dan dalam waktu satu tahun kumbang Vedolia dapat mengendalikan kutu I. purchasi dengan cepat dengan biaya pengendalian yang dibutuhkan kurang dari US$ 200.

Sejak tahun 1988 telah diketahui bahwa musuh alami telah dintroduksi untuk mengendalikan 416 spesies hama di seluruh dunia. Pengendalian secara permanen berhasil dilakukan terhadap 164 spesies hama. Dari jumlah spesies tersebut, 15 spesies dikendalikan dengan baik, 74 spesies dikendalikan secara berkelanjutan, dan 15 spesies hanya dapat dikendalikan sebagian saja disebabkan adanya penggunaan pestisida yang menekan populasi hama hampir 50% (Koul & Dhaliwal 2003).

Bioekologi Cyrtorhinus lividipennis Reuter

Kepik predator C. lividipennis (Ordo: Hemiptera, Famili: Miridae) merupakan musuh alami penting dalam menekan populasi WBC (Nilaparvata lugens), wereng punggung putih (Sogatella furcifera), dan wereng hijau (Nephotettix virescens) di pertanaman padi (Wheeler 2001). Imago kepik predator berwarna hijau, pada bagian kepala dan ujung sayap berwarna hitam dengan panjang badan 3-4 mm (Westen 1979). Kepik predator betina biasanya berukuran lebih besar dibandingkan predator jantan. Pada bagian ujung abdomen kepik betina terdapat ovipositor berbentuk bulan sabit dan apabila dilihat dari arah ventral terlihat seperti garis tebal memanjang dan berwarna cokelat gelap. Nimfa

C. lividipennis berwarna hijau muda dan stadium perkembangan serangga ini melalui empat kali pergantian kulit. Pada bagian dorsal abdomen nimfa instar terakhir terdapat dua bintik cokelat yang terletak berdampingan. Lama perkembangan stadia telur berkisar antara 6-9 hari, stadia nimfa 10-17 hari (lama 5


(28)

perkembangan setiap instar antara 2-3 hari), lama hidup imago betina 5-21 hari dan lama hidup imago jantan 7-25 hari (CAB International 2005).

Nimfa dan imago C. lividipennis dapat memangsa semua stadium perkembangan WBC. Chiu (1979) menyatakan bahwa C. lividipennis lebih banyak memangsa telur daripada nimfa wereng. Jumlah telur yang dimangsa oleh seekor imago betina, jantan dan nimfa instar tiga C. lividipennis berturut-turut adalah 10-20 telur/hari, 3-18 telur/hari, dan 6 telur/hari (Manti & Shepard 1990; Pophaly et al. 1978, Sivapragasam et al. 1985, dan Chua & Mikil, 1989 dalam

CAB International 2005). Di Philipina, selain memangsa WBC, kepik C. lividipennis dapat memangsa wereng hijau N. virescens. Reyes & Gabriel (1974), melaporkan bahwa nimfa C. lividipennis mengkonsumsi wereng hijau sekitar 7,45 telur/hari dan 1,35 ekor nimfa/hari selama 14 hari. Imago jantan mengkonsumsi rata-rata 10,41 telur/hari; 4,69 nimfa/hari atau 2,45 imago/hari selama 10 hari, sedangkan imago betina kepik dapat mengkonsumsi 10 telur/hari; 4,75 nimfa/hari atau 1,25 imago/hari selama 10 hari.

Manti & Shepard (1990) melaporkan bahwa kemampuan konsumsi telur oleh imago jantan dan betina meningkat satu hari setelah ganti kulit menjadi imago. Menurut Westen (1979), 1-2 hari sebelum mati imago betina kepik tidak memangsa lagi. Imago dapat bertahan selama 2-3 hari dalam kondisi tanpa pakan (Reyes & Gabriel 1974).

Di samping keterbatasan efektivitas pemangsaan, kemampuan pemencaran dan berkembang biak C. lividipennis merupakan faktor yang dapat membantu penekanan populasi WBC pada pertanaman padi. Keberadaan kepik ditentukan oleh kemampuannya untuk bertahan hidup saat telur dan nimfa WBC tidak ada di lapangan (Wheeler 2001). Bentur & Kalode (1987 dalam Wheeler 2001) menyatakan bahwa sebagai predator obligat, C. lividipennis memerlukan mangsa untuk bertahan hidup dan ketiadaan mangsa dapat menyebabkan kanibalisme terhadap sesama individu predator.

Kepik predator C. lividipennis bersifat polifag dan aktif pada siang hari. Menrut Song & Heong (1997) melaporkan bahwa tingkat penyerangan dan

penanganan C. lividipennis terhadap WBC meningkat pada suhu 20 ˚C sampai 32 ˚C. Selain memangsa WBC, kepik ini dapat hidup dengan memangsa serangga


(29)

lain dan efektif digunakan sebagai pengendali hayati serangga hama. Shepard & Arida (1986 dalam Wheeler 2001) melaporkan bahwa telur ngengat dari famili Noctuidae dan Pyralidae dapat menjadi mangsa alternatif di pertanaman padi. Di

India saat populasi WBC rendah selama bulan November sampai Januari,

C. lividipennis memangsa telur wereng kelabu Nisia nervosa yang hidup pada rumput Cyperus spp. (Bentur & Kalode 1987 dalam Wheeler 2001). Di laboratorium, kepik C. lividipennis dapat memangsa telur hama penggerek batang padi merah jambu Chilo suppressalis. Selain itu, kepik dapat dibiakkan secara massal dengan menggunakan pakan telur lalat buah Mediteran (Ceratitis capitata). Perbanyakan ini digunakan untuk pelepasan augmentasi dalam menekan populasi WBC pada pertanaman padi di India.

Bioekologi Nilaparvata lugens Stål

Wereng batang cokelat (WBC) dikelompokkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Auchenorrhycha, famili Delphacidae. Imago WBC mempunyai dua bentuk morfologi tubuh yaitu bersayap normal (makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera). Menurut Miyake et al. (1951) & Johno (1963 dalam Mochida & Okada 1979), kepadatan populasi saat stadia nimfa mempengaruhi perkembangan bentuk sayap imago WBC. Peningkatan kepadatan populasi WBC berbanding lurus dengan kemunculan imago makroptera. Kisimoto dalam Mochida & Okada (1979), melaporkan bahwa lama stadia nimfa yang akan berkembang menjadi imago brakhiptera lebih pendek dibandingkan nimfa bakal imago makroptera. Apabila ditinjau dari perkembangan populasi WBC di lapangan, imago brakhiptera biasanya mendominasi populasi sebelum tanaman memasuki fase pembungaan dan imago makroptera banyak dijumpai pada saat tanaman tua (IRRI 1995).

WBC memiliki siklus hidup yang singkat dan tingkat keperidian yang tinggi. Siklus hidup WBC berkisar antara 21-24 hari, lama peneluran wereng sekitar 25 hari. Telur WBC berbentuk silinder berwarna putih bening. Bagian telur terdiri atas korion, membran vitellin, protoplasma, nukleus, kuning telur, dan misetosit. Imago biasanya menyisipkan telur secara berkelompok ke dalam jaringan tanaman inang. Imago betina WBC dapat memproduksi telur maksimal 902 butir dengan tingkat penetasan mencapai 83,47% (Mahrub & Sukirno 1976 7


(30)

dalam Manti 1981). Telur menetas dalam waktu 7-9 hari (IRRI 1995). WBC memiliki lima stadia nimfa yang dapat dibedakan melalui bentuk mesonotum dan metanotum serta ukuran tubuhnya (Mochida & Okada 1979). Stadium nimfa berlangsung selama 13-15 hari (IRRI 1995). Di daerah tropis hama ini dapat berkembang biak hingga 2 sampai 8 generasi dalam satu musim tanam (Chiu 1979).

Padi Varietas Pelita sebagai Inang WBC

Padi non-hibrida varietas Pelita 1-1 merupakan varietas unggul baru (VUB) yang dilepas pada tahun 1971 oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan (BALITPA 2004). Varietas ini merupakan hasil persilangan antara PB-5 dengan Shinta. Pelita 1-1 memiliki daya hasil yang tinggi dengan rasa nasi yang lebih enak dari induknya. Potensi hasil gabah kering giling (GKG) Pelita 1-1 sekitar 8 ton/ha (Diah & Syam 2007). Hal tersebut menyebabkan varietas ini sangat disukai oleh petani Indonesia dan mendominasi pertanaman padi di beberapa sentra produksi padi. Keadaan inilah yang memicu munculnya hama WBC (N. lugens) yang sangat merusak dan merugikan. Sebelum Pelita 1-1 dilepas, WBC termasuk hama sekunder di pertanaman padi dan varietas padi yang dirakit belum dirancang agar tahan terhadap hama ini.


(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Maret sampai Mei 2008.

Metode Penelitian Perbanyakan Tanaman Padi Varietas Pelita 1-1

Tanaman padi varietas Pelita 1-1 digunakan untuk membiakan stok WBC. Benih padi direndam dalam air selama 24 jam pada baki plastik untuk memisahkan benih yang tengggelam (benih bernas) dan hampa. Benih bernas disemai di atas baki berisi tanah yang digenangi air setinggi 0,5 cm (Gambar 1). Bibit berumur dua minggu dipindahkan ke dalam sebuah ember berisi tanah. Lima buah ember (diameter 25 cm, tinggi 25 cm) digunakan sebagai stok tanaman dan setiap ember berisi sembilan bibit tanaman yang terbagi menjadi tiga kelompok. Tanaman padi berumur 1,5 sampai 2 bulan digunakan untuk perbanyakan WBC dan kepik. Agar persediaan tanaman padi selalu tersedia untuk perbanyakan serangga tersebut maka pembaharuan benih dilakukan setiap bulan.


(32)

Perbanyakan Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål

WBC biotipe 3 yang digunakan dalam penelitian berasal dari koleksi perbanyakan WBC di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga. WBC tersebut merupakan perbanyakan populasi generasi pertama hasil koleksi nimfa dan imago dari daerah sentra pertanaman padi di Karawang, Jawa Barat. Imago WBC diambil dari kurungan perbanyakan dengan menggunakan aspirator plastik dan dipindahkan satu per satu pada tanaman padi varietas Pelita 1-1 yang telah disediakan. Sepuluh hingga lima belas pasang imago WBC dilepas ke dalam setiap ember tanaman. Imago betina yang dipilih bertubuh gemuk dan diperkirakan telah berkopulasi, dengan harapan lebih banyak telur dan keturunan yang dihasilkan untuk memenuhi stok pakan kepik. Tanaman yang telah berisi WBC dikurung dengan kurungan plastik mika berbentuk silinder (diameter 24 cm, tinggi 80 cm) dengan permukaan bagian atas dan samping diberi lubang ventilasi bertutupkan kain kasa (Gambar 2). Nimfa dan imago WBC hasil perbanyakan digunakan sebagai stok pakan kepik predator dan mangsa uji.

Gambar 2 Ember berisi tanaman padi tempat pemeliharaan WBC dan kepik

C. lividipennis


(33)

Perbanyakan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter

Kepik predator Cyrtorhinus lividipennis berasal dari koleksi perbanyakan kepik Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga yang dipelihara pada pakan WBC yang dibiakkan pada tanaman padi varietas Pelita 1-1. Kepik predator diperbanyak dengan cara mengumpulkan nimfa-nimfa kepik ke dalam kurungan berisi tanaman padi yang telah diinfestasi WBC seperti yang telah diuraikan di atas. Imago yang muncul dari hasil perbanyakan dipindahkan ke dalam stok pemeliharaan tanaman baru yang telah diinfestasi WBC agar stok perbanyakan kepik terbaharui dan populasi imago kepik pada kurungan lama berkurang untuk mencegah terjadinya kanibalisme antar kepik predator khususnya melindungi nimfa yang masih akan tumbuh dan berkembang. Kepik hasil perbanyakan digunakan sebagai kepik uji pada percobaan pengujian konsumsi dan pemangsaan.

Perilaku pemangsaan

Uji perilaku pemangsaan kepik C. lividipennis dilakukan melalui uji pendahuluan tentang aktivitas kepik yang akan digunakan sebagai dasar penentuan waktu yang paling sesuai untuk uji konsumsi dan kemampuan pemangsaan kepik. Nimfa instar III hingga IV, dan imago jantan serta betina kepik digunakan sebagai predator uji pada penelitian ini (Gambar 3). Setiap individu kepik uji dipuasakan terlebih dahulu dengan cara diisolasi dari kurungan perbanyakan dan dipindahkan ke dalam sebuah tabung reaksi gelas berdiameter 1 cm dengan ujung berventilasi kain kasa yang telah berisi 2 bibit tanaman umur 2 minggu tanpa diberi pakan WBC (Gambar 4). Setelah 24 jam pemuasaan, kepik uji dilepas di dalam kotak plastik berukuran 33 cm x 25 cm x 7 cm bertutupkan plastik mika untuk memudahkan pengamatan. Di dalam kotak plastik tersebut dilepas 30 ekor nimfa WBC instar II diinfestasi pada tiga bibit tanaman berumur sama dengan di atas yang pada bagian akarnya dibalut kapas basah. WBC dan tanaman tersebut diletakkan di tengah-tengah kotak uji. Selanjutnya, 10-15 ekor kepik uji untuk setiap kelompok stadia perkembangan kepik dimasukkan melalui bagian tepi kotak. Perilaku kepik saat mencari, menemukan, menangani, dan


(34)

Gambar 3 Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis

Gambar 4 Tabung tempat pemuasaan kepik uji C. lividipennis

menghisap mangsa diamati dan dicatat. Pengamatan dimulai pukul 06:00 hingga 18:00 WIB. Suhu serta kelembaban nisbi ruangan saat pengamatan diukur setiap interval 1 jam dan dicatat oleh alat data logger i-button DS 1923.

Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens

Kemampuan pemangsaan kepik diujikan pada nimfa instar III, IV, imago betina, dan imago jantan C. lividipennis. Setiap kepik yang akan diuji dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Mangsa yang digunakan untuk pengujian ini adalah telur, nimfa instar I, II, III, IV, V, dan imago WBC.

Kepik uji yang telah dipuasakan dilepas ke dalam cawan petri berdiameter 3,5 cm dan tinggi 1 cm pada pukul 09:00 hingga pukul 15:00 (Gambar 5). Waktu pelepasan ini ditentukan berdasarkan waktu aktif kepik yang diperoleh dari hasil uji perilaku pemangsaan. Di dalam cawan petri diletakkan satu ekor mangsa atau satu batang tanaman padi berumur 2 minggu yang telah disisipkan telur WBC.


(35)

Gambar 5 Cawan petri tempat uji pemangsaan kepik C. Lividipennis

Suhu serta kelembaban nisbi ruangan selama pengamatan dicatat setiap interval 1 jam menggunakan alat sama dengan di atas. Parameter yang diamati meliputi

waktu yang dibutuhkan predator untuk menemukan, menangani, dan menghisap cairan tubuh mangsa. Pengukuran setiap parameter pengamatan menggunakan

stopwatch. Pengamatan dilakukan selama 6 jam dengan ulangan masing-masing 10 kali. Saat pengukuran dilakukan pengamatan tambahan tentang perilaku predator selama periode-periode tersebut.

Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens

Pengujian konsumsi kepik digunakan setiap individu dari berbagai stadia perkembangan kepik uji yang terdiri atas nimfa instar III, IV, imago betina, dan imago jantan. Setiap kepik uji dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam dengan cara sama seperti di atas. Mangsa uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah telur, nimfa instar I, II, III, IV, IV, imago jantan dan betina WBC.

Pengujian konsumsi kepik dilakukan di dalam sebuah tabung gelas berdiameter 3 cm yang kedua ujungnya berlubang bertutupkan kain kasa (Gambar 6). Didalam tabung diletakkan 2 bibit tanaman padi umur 2 minggu yang pada bagian pangkalnya dibalut kapas basah. Setiap sepuluh ekor nimfa atau imago mangsa uji dan seekor kepik uji dilepas dalam waktu yang bersamaan di atas permukaan tanaman tersebut. Perlakuan pemangsaan kepik terhadap mangsa berupa telur WBC dilakukan dengan cara melepas dua ekor imago betina WBC di 13


(36)

dalam tabung tersebut terlebih dahulu dan dibiarkan selama dua hari. Imago WBC diharapkan dapat bertelur pada jaringan tanaman dan telur tersebut digunakan sebagai sediaan pakan uji. Pengujian pemangsaan telur dilakukan dengan melepas seekor kepik uji ke dalam tabung dengan mengambil terlebih dahulu imago WBC yang diinfestasikan sebelumnya. Pada uji konsumsi nimfa dan imago, jumlah mangsa yang dikonsumsi diamati setiap 24 jam dan pengamatan dihentikan 72 jam setelah pelepasan kepik, sedangkan pada uji konsumsi telur, pengamatan dilakukan setelah 24 jam pelepasan kepik. Suhu serta kelembaban nisbi ruangan selama pengamatan dicatat setiap interval 1 jam dengan menggunakan alat sama seperti di atas. Pengamatan nimfa dan imago WBC yang telah atau tidak dimangsa dilakukan langsung di bawah mikoroskop binokuler perbesaran 3 sampai 4 kali, sedangkan pengamatan telur WBC dilakukan melalui pewarnaan jaringan terlebih dahulu (Gambar 7). Tanaman padi yang mengandung telur WBC diwarnai dengan cara direndam di dalam larutan stok acid fuchsin

(tersusun atas campuran 250 ml air destilata, 25 ml larutan HCl 10%, dan 0,5 g

acid fuchsin) selama 30 menit. Tanaman tersebut diambil dan diletakkan di atas gelas objek, selanjutnya jaringan tanaman disobek dengan menggunakan sepasang pinset halus, maka telur akan lepas dari jaringan, kemudian diamati.

Gambar 6 Tabung gelas tempat uji konsumsi kepik C. lividipennis


(37)

Gambar 7 Jaringan batang padi yang telah diwarnai Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Pada percobaan ini, data dianalisis menggunakan komputer melalui program

aplikasi MINITAB 14 dan nilai rata-rata kelompok dibedakan berdasarkan uji

t-test pada taraf α = 0,05.


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perilaku Memangsa C. lividipennis terhadap N. lugens

Perilaku kepik predator C. lividipennis dalam memangsa WBC melalui tahap pencarian, penemuan, dan pengisapan cairan tubuh mangsa. Aktivitas pemangsaan terjadi pada pukul 09:00 sampai 14:00 dari kisaran waktu pengamatan 06:00 sampai 18:00 WIB, pada rata-rata suhu ruangan 27,7 ˚C dan kelembaban nisbi 66,6% (Tabel Lampiran 1). Kepik yang baru dilepaskan ke dalam kotak pengujian biasanya tidak langsung menuju mangsa melainkan akan bergerak berkeliling di sekitar arena pelepasan mangsa atau di bagian atap kotak plastik. Waktu yang dibutuhkan mulai kepik dilepas hingga menemukan mangsa sangat beragam. Saat mengitari arena kadangkala kepik berhenti sejenak untuk mengusap bagian antena, tungkai, dan sayapnya. Biasanya kepik mengusap-usapkan kedua tungkai depan ke ujung stiletnya seperti memberi cairan. Kemudian usapan dilakukan ke bagian lain yang biasanya diawali dengan tungkai depan mengusap tungkai tengah, kemudian tungkai tengah mengusap tungkai belakang. Saat mengusap bagian sayap, kepik biasanya menggunakan tungkai belakang. Kegiatan ini dilakukan berulang-ulang selama kepik mengitari arena pelepasan mangsa. Perilaku tersebut diduga sebagai kegiatan membersihkan bagian yang diusap.

Saat pencarian mangsa kepik terbang mengelilingi arena pengujian secara acak. Kepik beberapa kali melewatkan mangsa yang potensial untuk dikonsumsi. Hal yang sama juga terjadi pada kepik Blepharidopterus provancheri yang bergerak dengan cepat dan mencari mangsanya secara acak kemudian berhenti di tempat yang sama beberapa kali (Collyer 1952 dalam Wheeler 2001). Predator dapat menemukan mangsanya melalui stimuli atraktan yang menunjukkan keberadaan inang dan stimuli arestan yang menyebabkan pengurangan jarak atau lokalisasi pergerakan dalam areal yang sempit di sekitar mangsa (Fellowes et al. 2005).

Proses penanganan mangsa dimulai saat kepik mulai mendekati mangsa. Kepik mendekati mangsa secara perlahan setelah mangsa berada dalam jarak jangkauan tungkainya, kepik mulai memukul-mukulkan antenanya ke tubuh


(39)

mangsa. Perilaku yang sama juga terjadi pada kepik B. anguatus yang melakukan perabaan pada tubuh mangsa dengan menggunakan antenanya atau bagian ujung rostral (Glen 1975 dalam Wheeler 2001) sebelum memegang mangsa. Penepukan antena ke tubuh mangsa diduga sebagai respon komunikasi kimia yang terjadi antara predator dan mangsa (Fellowes et al. 2005). Bahan kimia yang dihasilkan oleh mangsa akan ditangkap oleh indera kemoreseptor yang terletak pada antena kepik, oleh karena itu kepik melakukan pergerakan menepuk-nepukkan antenanya pada tubuh mangsa. Indera mekanoreseptor kepik juga memiliki kemampuan untuk melakukan rabaan/sentuhan dan melakukan pencicipan terhadap mangsa (Shinta 2005). Saat kepik mulai menepukkan antena sebagian besar mangsa menghindar atau meloncat menjauhi kepik. Pada beberapa pengamatan saat kepik menepukkan antenanya, mangsa hanya diam dan ini merupakan tanda untuk lanjut ke tahap penangkapan. Saat mangsa mencoba menghindar dengan lari dan menjauh dari kepik, maka kepik akan mengikuti mangsa sampai kepik merasa bosan, atau kemudian kepik akan mencari mangsa baru.

Penangkapan mangsa dimulai pada saat kepik memegang tubuh mangsa dengan menggunakan tungkai depan. Setelah tidak ada penolakan dari mangsa, kepik dengan cepat menusukkan stiletnya ke tubuh mangsa. Proses ini disebut juga sebagai tahap pengisapan cairan tubuh mangsa. Kepik C. lividipennis baik nimfa maupun imago biasanya menyerang abdomen terlebih dahulu (Gambar 8) karena di bagian inilah banyak cairan tubuh yang dibutuhkan kepik. Selanjutnya, jika cairan tubuh pada abdomen mangsa telah habis dicirikan dengan mengempisnya abdomen WBC (Gambar 9) maka kepik akan menusukkan stiletnya pada bagian tubuh lainnya seperti toraks, kepala, dan tungkai. Perilaku seperti ini terjadi saat kepik memangsa WBC nimfa instar III atau IV, diduga karena kepik masih merasa lapar tetapi tidak ingin mencari mangsa yang lain. Biasanya setelah memangsa, abdomen kepik akan terlihat kemerahan seperti pada Gambar 10.


(40)

Gambar 8 Nimfa instar III kepik predator C. lividipennis saat memangsa nimfa instar III WBC

Gambar 9 Tubuh nimfa instar III WBC setelah dimangsa oleh kepik predator

C. lividipennis

Gambar 10 Warna abdomen kepik setelah memangsa.


(41)

Kepik C. lividipennis memangsa secara berkelompok (gregarius) atau individual (soliter) tergantung pada jumlah mangsa yang tersedia. Jumlah mangsa yang terbatas membuat kepik mengoptimalkan pakan yang tersedia. Pada pengamatan ini ditemukan sejumlah nimfa dan imago kepik mengeroyok mangsa dalam waktu yang bersamaan. Berulang kali ditemukan 2-4 ekor nimfa atau imago kepik memangsa seekor WBC. Pemangsaan secara berkelompok ini dimulai oleh satu ekor kepik yang dapat menaklukkan mangsanya, kemudian kepik lain yang berada di sekitarnya berdatangan mendekati mangsa tersebut dan mulai mengisap bersama-sama. Kadangkala sesama kepik pemangsa saling berebut untuk mendapatkan mangsa tersebut. Biasanya pada saat mengisap mangsa kepik sangat jarang melepaskan stiletnya walaupun ada gangguan dari kepik lainnya kecuali jika kepik telah merasa kenyang atau merasa sangat terganggu. Kepik akan berusaha untuk mengusir kepik lain dengan menggunakan tungkai belakangnya. Perilaku lain yang dapat diamati adalah saat memangsa seekor WBC, kadangkala kepik melepaskan mangsa kemudian melakukan aktivitas lain seperti berjalan atau terbang ke tempat lain dan setelah beberapa waktu kepik memulai kembali mengisap mangsanya.

Perilaku pemangsaan kepik terhadap telur WBC berbeda dengan pemangsaan terhadap nimfa dan imago. Perbedaan tersebut terletak pada cara kepik menemukan telur. Untuk menemukan telur WBC yang berada dalam jaringan (Gambar 11) biasanya kepik mendeteksi keberadaan telur pada permukaan batang padi terlebih dahulu sebelum mengisapnya. Kepik mencari keberadaan telur WBC dengan cara menusuk-nusukkan stiletnya ke jaringan tanaman. Setelah menemukan lokasi atau letak telur yang disisipkan, kepik akan segera mengisap telur-telur tersebut satu per satu hingga kepik merasa kenyang atau setelah semua telur habis dihisap. Hasil pembedahan jaringan batang padi menunjukkan adanya telur WBC yang dihisap oleh kepik di sekitar daerah

tusukan. Telur yang habis dihisap isinya menjadi keriput dan transparan (Gambar 12). Saat pengamatan berlangsung selain aktivitas pemangsaan juga

ditemukan aktivitas kepik imago meletakkan telur dalam jaringan. Bentuk telur kepik ditunjukkan pada Gambar 11. Biasanya imago kepik meletakkan telur di sekitar kelompok telur WBC. Selama pengamatan, baik telur kepik dan telur 19


(42)

WBC selalu ditemukan di bagian pangkal sampai bagian tengah batang (± 5 cm dari pangkal batang). Imago betina kepik dan WBC meletakkan telur hanya pada jaringan batang berdiameter tertentu yang diduga berkaitan dengan ruang yang dibutuhkan untuk menampung seluruh telur yang akan diletakkan. Keberadaan telur kepik di dalam jaringan tanaman dapat diamati dengan adanya tonjolan pangkal telur yang tampak di permukaan batang (Gambar 11). Telur WBC disisipkan ke jaringan tanaman secara berkelompok sedangkan telur kepik terpisah satu per satu.

Gambar 11 Telur kepik dan WBC di dalam jaringan batang padi yang telah dibedah


(43)

Gambar 12 Telur WBC yang habis dan tidak habis dimangsa kepik serta telur WBC yang masih utuh.

Kemampuan Pemangsaan C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens

Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis memiliki periode kemampuan memangsa terhadap telur, nimfa instar I, II, III, IV, V, dan imago WBC yang bervariasi. Pemangsaan kepik predator terdiri dari tiga tahap yaitu penemuan, penanganan, dan pengisapan mangsa. Secara umum kepik paling aktif mencari dan menemukan telur WBC (Tabel 1). Aktivitas pemangsaan terjadi pada pukul 09:00 sampai 14:00 dengan rata-rata suhu ruangan 27,9 ˚C dan kelembaban nisbi 64,7% (Tabel Lampiran 2). Aktivitas penemuan mangsa cenderung menurun dengan makin berkembangnya instar WBC. Keadaan ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah penemuan mangsa dari 40 kali pemaparan

terpisah, yaitu paling banyak 26 kepik menemukan telur; berturut-turut diikuti 22 kepik, 19 kepik, dan 17 kepik menemukan WBC instar I, II, dan III serta yang

paling tidak aktif hanya berkisar antara 5-7 kepik memangsa nimfa instar lanjut hingga imago. Pada pengujian ini kepik betina dan nimfa instar IV tidak ditemukan memangsa imago WBC dan kepik nimfa instar III juga tidak memangsa nimfa instar IV WBC. Hanya satu pemangsaan dilakukan oleh kepik betina, kepik jantan, dan nimfa instar III berturut-turut terhadap WBC nimfa instar IV, nimfa instar IV dan V, dan nimfa instar V.

Pada pengamatan ini nimfa instar I dan II kepik predator C. lividipennis

tidak diikutsertakan dalam uji kemampuan pemangsaan dan kemampuan konsumsi. Pada stadia ini tubuh kepik masih rapuh sehingga kepik menjadi 21


(44)

Tabel 1 Lama penemuan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis

Jenis mangsa

Waktu yang dibutuhkan kepik untuk menemukan mangsa (menit)a)

Betina Jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III

Telur

Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Nimfa instar V Imago

1814 ± 2308 (8) 10727 ± 8508 (5) 15239 ± 12614 (3) 8711 ± 4817 (4) 21553 ± 00 00 (1) 10939 ± 5433 (2)

*

2930 ± 2108 (4) 8308 ± 52 03 (6) 11750 ± 6322 (7) 11215 ± 6030 (6) 10034 ± 00 00 (1) 8729 ± 00 00 (1) 17508 ± 531 (2)

12 52 ± 06 38 (5) 6445 ± 5116 (7) 6512 ± 6639 (6) 110 34 ± 0821 (3) 6013 ± 56 20 (5) 22418 ± 8026 (3)

*

4516 ± 7224 (9) 59 50 ± 9029” (4) 7915 ± 3530 (3) 5017 ± 41 33 (4)

*

7402 ± 00 00 (1) 24 28 ± 31 10 (3)

2834 ± 45 20 (26) 7836 ± 65 20 (22) 10028 ± 74 34 (19) 91 12 ± 50 45 (17) 8819 ± 74 21 (7) 15018 ± 8731 (7) 104 49 ± 85 00 (5) a

Angka di belakang rataan ± galat baku menunjukkan jumlah ulangan penemuan mangsa * Kepik tidak melakukan pemangsaan ditinjau dari sepuluh ulangan pengamatan.


(45)

rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta sentuhan pada saat akan perlakuan. Dari uji pendahuluan diketahui bahwa nimfa instar I dan II kepik tidak dapat bertahan pada saat pemuasaan. Menurut Wheeler (2001), nimfa instar I dan II kepik predator C. lividipennis mati lebih cepat saat mengkonsumsi nimfa daripada telur WBC. Chua & Mikil (1986, 1989 dalam Wheeler 2001) melaporkan bahwa hanya 80% dari nimfa instar tiga yang berhasil menjadi imago. Selain itu, ada kemungkinan nimfa instar I kepik tidak memangsa seperti nimfa instar I kepik predator dari famili Pentatomidae (Asopinae) (Simmons & Yeargan 1988 dalam Wheeler 2001).

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa semakin besar ukuran tubuh mangsa semakin menurun tingkat pemangsaan kepik C. lividipennis. Kepik relatif lebih banyak memangsa telur dan nimfa instar awal dibandingkan nimfa instar akhir atau imago WBC. Menurut Wheeler (2001) kepik C. lividipennis

merupakan predator telur WBC. Selain itu, telur WBC merupakan mangsa yang tidak bergerak sehingga kepik tidak mengalami kesulitan untuk memangsa telur. Chiu (1979) melaporkan bahwa kepik lebih menyukai nimfa instar awal daripada nimfa instar akhir dan imago. Nimfa instar awal WBC memiliki ukuran tubuh relatif lebih kecil daripada nimfa instar akhir dan imago WBC sehingga memudahkan kepik saat menangani mangsa.

Total waktu rata-rata yang dibutuhkan kepik C. lividipennis untuk menemukan telur WBC adalah 28 menit nyata lebih cepat dibandingkan saat menemukan nimfa instar I, instar III, dan instar II, yaitu berturut turut 78 menit, 91 menit, dan 100 menit (t = -3,06, P = 0,004; t = -4,18, P = 0,000; dan t = -3,76,

P = 0,001), walaupun tidak ada perbedaan waktu penemuan yang nyata antar masing-masing instar (t = -0,69, P = 0,495 dan t = -1,00, P = 0,326) (Tabel 1 dan Lampiran 3). Kepik betina dan nimfa instar IV memerlukan waktu yang hampir sama dalam menemukan telur WBC yaitu 18 menit dan 13 menit, diikuti kepik

jantan (29 menit) dan paling lama yaitu kepik nimfa instar III (45 menit), (t = 0,61, P = 0,557; t = 0.84, P = 0,432; dan t = -1,09, P = 0,306) (Tabel 1 dan

Lampiran 4). Waktu penemuan mangsa paling lama dilakukan oleh kepik betina terhadap nimfa instar II, yaitu 152 menit, walaupun tidak berbeda nyata terhadap kemampuan pemangsaan kepik jantan, nimfa instar III dan IV yang memerlukan 23


(46)

waktu berturut-turut 118 menit (t = -0,46, P = 0,693), 79 menit (t = 0,97,

P = 0,435) dan 65 menit (t = 1,13, P = 0,376) dalam memangsa instar yang sama (Tabel 1 dan Lampiran 5).

Penemuan mangsa oleh kepik predator dibantu oleh stimuli atraktan yang menunjukkan keberadaan mangsa dan stimuli arestan yang menyebabkan pengurangan jarak atau lokalisasi pergerakan dalam areal yang sempit di sekitar mangsa yang dihasilkan oleh mangsa (Fellowes et al. 2005). Pada pengujian ini betina C. lividipennis membutuhkan waktu lebih lama untuk menemukan nimfa instar II WBC. Sivapragasam & Asma (1985) menyatakan bahwa tingkat pencarian seketika dan waktu penanganan berubah tergantung jenis instar dan umur kepik. Kondisi ini diduga dapat disebabkan oleh kepik belum merasakan lapar pada saat dilepaskan sehingga ia membuang energinya terlebih dahulu dengan melakukan aktivitas seperti mengelilingi arena pengujian baik terbang ataupun berjalan. Menurut Dixon (2000) rasa lapar tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dimakan tetapi juga pada waktu terakhir kali predator memangsa. Aktivitas kepik untuk menghabiskan energinya itulah yang diduga menyebabkan kontak antara betina terhadap nimfa instar II WBC membutuhkan waktu lebih lama daripada nimfa instar IV C. lividipennis. Menurut Dixon (2000) tingkat pencarian mangsa yang rendah dipengaruhi oleh tingkat kebugaran predator.

Proses penanganan mangsa oleh kepik terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat dibandingkan penemuan mangsa. Total waktu rata-rata tercepat yang dibutuhkan kepik C. lividipennis untuk menangani telur WBC yaitu 1 menit

20 detik tidak berbeda nyata dibandingkan saat menangani nimfa instar I yaitu 1 menit 24 detik (t = -1,64, P = 0,109). Waktu penanganan jenis mangsa di atas

perlahan-lahan nyata meningkat menjadi 1 menit 44 detik, 2 menit, 2 menit 37 detik, dan 5 menit 27 detik berturut-turut saat memangsa nimfa WBC instar II,

III, IV, dan V (t = -2,45, P = 0,019; t = -2,30, P = 0,028; t = -2,16, P = 0,063; dan t = -2,42, P = 0,052) (Tabel 2 dan Lampiran 6). Waktu penanganan paling lama yaitu pada nimfa instar V tidak berbeda nyata dengan waktu penanganan

nimfa sebelumnya yaitu instar I, II, III, dan IV (t = -2,16, P = 0,074; t = -2,04, P = 0,087; t = 1,93, P = 0,101, dan t = -1,67, P = 0,140) (Tabel 2 dan


(47)

25

Tabel 2 Lama penanganan mangsa oleh kepik predator C. Lividipennis

Jenis mangsa

Waktu yang dibutuhkan kepik untuk menangani mangsa (menit)a)

Betina Jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III Total

Telur

Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Nimfa instar V Imago

0115 ± 0210 (8) 0112 ± 0033 (5) 0127 ± 0122 (3) 0329 ± 0130 (4) 0149 ± 00 00 (1) 1042 ± 0423 (2)

*

0128 ± 0101 (4) 0142 ± 0150 (6) 0151 ± 0124 (7) 0151 ± 00 59 (6) 0440 ± 00 00 (1) 0509 ± 00 00 (1) 0229 ± 01 31 (2)

0136 ± 00 48 (5) 0128 ± 00 14 (7) 0123 ± 00 35 (6) 0129 ± 01 03 (3) 0157 ± 01 32 (5) 0137 ± 00 13 (3)

*

0019 ± 00 18 (9) 0106 ± 00 41 (4) 0226 ± 01 02 (3) 0067 ± 00 47 (4)

*

0402 ± 00 00 (1) 0124 ± 01 10 (3)

0120 ± 01 09 (26) 0124 ± 01 18 (22) 0144 ± 01 06 (19) 0200 ± 01 12 (17) 0237 ± 01 31 (7) 0527 ± 04 42 (7) 0126 ± 01 07 (5) a Angka di belakang rataan ± galat baku menunjukkan jumlah ulangan penemuan mangsa


(48)

Lampiran 7). Penanganan imago WBC memerlukan waktu lebih singkat dibandingkan penanganan terlama pada nimfa instar V walaupun keduanya tidak berbeda nyata (t = -2,08, P = 0,083) (Tabel 2 dan Lampiran 8).

Waktu yang dibutuhkan nimfa dan imago kepik dalam menangani mangsa beragam. Waktu penanganan telur WBC nyata paling cepat dilakukan oleh nimfa instar III yaitu hanya 19 detik dibandingkan instar IV yaitu 1 menit 36 detik (t = 3,42, P = 0,027). Penanganan telur oleh nimfa instar IV tidak berbeda nyata dengan penanganan oleh kepik betina (1 menit 15 detik) maupun jantan (1 menit 28 detik) (t = 0,29, P = 0,777; t = 0,56, P = 0,591), begitu pula waktu penanganan yang sama dilakukan oleh kedua kepik betina dan jantan (t = 0,17, P = 0,869) (Tabel 2 dan Lampiran 9).

Proses penanganan mangsa dimulai saat kepik menangkap mangsa hingga saat kepik menusukkan stiletnya ke tubuh mangsa. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa total waktu penanganan mangsa oleh kepik dipengaruhi oleh ukuran tubuh mangsa. Semakin besar ukuran tubuh mangsa semakin panjang waktu yang dibutuhkan kepik untuk menangani mangsa. Pada beberapa perlakuan nimfa kepik dapat menaklukkan mangsa berukuran besar lebih cepat daripada imago. Waktu yang dibutuhkan untuk penanganan mangsa tergantung ada tidaknya penolakan dari mangsa dan kekuatan tungkai kepik dalam mencengkeram tubuh WBC. Tungkai imago yang lebih kokoh dan kuat dibandingkan nimfa merupakan salah satu faktor penting dalam menaklukan mangsa yang akan dikonsumsi (Wheeler 2001). Carter & Dixon (1984 dalam

Alphen & Jervis 1996) melaporkan bahwa mangsa melakukan perlawanan terhadap predator saat akan dimangsa. Hal ini merupakan respon penolakan gangguan fisik yang disebabkan predator. Menurut Dixon (2000) ukuran tubuh dan kebugaran predator serta mangsa juga dapat mempengaruhi lama proses penanganan. Nimfa instar akhir dan imago WBC memiliki ukuran tubuh relatif lebih besar dari kepik, apabila cengkeraman tungkai kepik kurang kuat, maka mangsa dapat dengan mudah melepaskan diri dari kepik.

Pengisapan mangsa merupakan tahap akhir aktivitas pemangsaan. Pengisapan telur diamati mulai kepik menusukkan stiletnya ke dalam jaringan batang padi kemudian dievaluasi untuk memastikan terjadi pengisapan isi telur 26


(49)

dengan cara membedah jaringan setelah pengisapan berakhir. Telur yang telah dihisap diindikasikan dengan kulit telur mengempis dan mengkerut (Gambar 12). Kepik pada umumnya mengisap cairan tubuh nimfa hingga bagian abdomen terlihat kempis (Gambar 9), kecuali saat mengisap nimfa instar V dan imago WBC, kepik melakukan pengisapan dengan waktu yang relatif singkat dan tidak mengisap habis seluruh isi abdomen. Total rata-rata waktu yang digunakan untuk mengisap cairan tubuh imago relatif cepat yaitu 25 menit. Total waktu rata-rata yang dibutuhkan kepik C. lividipennis untuk mengisap telur, yaitu 46 menit tidak berbeda nyata dengan waktu yang digunakan untuk mengisap nimfa instar II

maupun III berturut turut 38 menit dan 45 menit (t = 1,02, P = 0,315; t = 0,08, P = 0,936), kecuali bila dibandingkan dengan waktu mengisap nimfa instar I (t = 2,28, P = 0,030) (Tabel 3 dan Lampiran 10). Waktu pengisapan mangsa

paling lama terjadi pada dua instar lanjut yaitu 72 menit pada instar IV dan 50 menit pada instar V, walaupun keduanya tidak berbeda nyata (t = 1,24,

P = 0,251) (Tabel 3 dan Lampiran 11).

Lama pengisapan telur nyata paling cepat dilakukan oleh nimfa instar III kepik terhadap nimfa instar V WBC yaitu 9 menit 57 detik. Waktu yang dibutuhkan kepik betina C. lividipennis untuk mengisap telur WBC yaitu 31 menit tidak berbeda nyata dengan waktu yang dibutuhkan kepik jantan, nimfa instar III,

dan nimfa instar IV kepik berturut-turut 44 menit, 49 menit, dan 65 menit (t = 1,04, P = 0,333; t = -1,25, P = 0,232; dan t = -1,66, P = 0,159) (Tabel 3 dan

Lampiran 12). Kepik betina membutuhkan waktu 134 menit untuk mengisap seluruh bagian tubuh nimfa instar IV WBC yang diikuti oleh kepik jantan dan nimfa instar IV yaitu 64 menit dan 61 menit.

Proses pengisapan diawali dengan penusukkan stilet ke tubuh mangsa oleh kepik hingga kepik meninggalkan mangsa. Pada saat pengamatan terlihat bahwa beberapa saat setelah kepik menusukkan stiletnya ke tubuh mangsa pergerakan mangsa mulai berkurang dan akhirnya tidak bergerak sama sekali. Koul & Dhaliwal (2003) menyatakan bahwa kepik dapat melumpuhkan mangsa dengan memasukkan racun yang sangat kuat melalui alat mulut kepik.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap cairan tubuh nimfa instar IV atau imago WBC relatif lebih cepat


(50)

28

Tabel 3 Lama penghisapan mangsa oleh kepik predator C. lividipennis

Stadia perkembangan WBC batang cokelat

Waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap mangsa (menit)a) Stadia perkembangan kepik predator C. lividipennis

Imago betina Imago jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III Total Telur

Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Nimfa instar V Imago

3102 ± 2359 (8) 1925 ± 0803 (5) 3218 ± 1337 (3) 4116 ± 2424 (4) 13452 ± 00 00 (1)

4733 ± 2045 (2) *

4425 ± 1924 (4) 3409 ± 1425 (6) 4326 ± 2532 (7) 3248 ± 1330 (6) 6419 ± 00 00 (1) 4850 ± 00 00 (1) 2403 ± 0531 (2)

6540 ± 4324 (5) 3156 ± 1012 (7) 3856 ± 0919 (6) 5751 ± 0515 (3) 6136 ± 39 23 (5) 6553 ± 04 23 (3)

*

4925 ± 3732 (9) 3459 ± 0905 (4) 3309 ± 0235 (3) 5931 ± 2342 (4)

*

0957 ± 00 00 (1) 2619 ± 14 08 (3)

4621 ± 3304 (26) 3000 ± 1157 (22) 3815 ± 1708 (19) 4516 ± 2012 (17) 7233 ± 42 05 (7) 5019 ± 22 13 (7) 2516 ± 10 35 (5) a

Angka di belakang rataan ± galat baku menunjukkan jumlah ulangan penemuan mangsa * Kepik tidak melakukan pemangsaan ditinjau dari sepuluh ulangan pengamatan.


(51)

29

daripada instar lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh kapasitas usus relatif kepik tidak dapat menampung semua cairan tubuh imago WBC yang tersedia sehingga abdomen nimfa instar V dan imago WBC terlihat tidak terlalu kempis seperti abdomen instar awal.

Waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap seekor mangsa dipengaruhi oleh rasa lapar dan ukuran tubuh kepik dan mangsa. Dixon (2000) melaporkan bahwa larva kumbang Coccinella septempunctata yang lapar membutuhkan waktu yang lebih lama daripada larva yang tidak lapar. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa total waktu yang dibutuhkan kepik untuk mengisap cairan tubuh nimfa instar IV daripada instar lainnya diduga karena kepik masih merasa lapar kemudian mencari bagian tubuh mangsa yang masih mengandung cairan tubuh. Menurut Dixon (2000) waktu penanganan yang lambat diduga karena predator membutuhkan waktu yang lebih lama mencari substrat dengan menggunakan alat mulutnya untuk memastikan setiap bagian tubuh mangsanya telah habis dikonsumsi.

Kemampuan Konsumsi C. lividipennis terhadap Setiap Stadia Perkembangan N. lugens

Nimfa dan imago C. lividipennis memiliki tingkat konsumsi terhadap telur, nimfa instar I, II, III, IV, V, dan imago WBC yang beragam. Secara umum kepik paling banyak mengkonsumsi telur WBC dibandingkan nimfa dan imago WBC (Tabel 4). Aktivitas konsumsi terjadi pada rata-rata suhu ruangan 27,5 ˚C dan kelembaban nisbi 69,5% (Tabel Lampiran 13). Jumlah maksimum telur WBC yang dikonsumsi kepik betina, jantan, nimfa instar IV, dan III dalam sehari adalah 38, 28, 20, dan 29 telur WBC (Tabel Lampiran 14). Tingkat konsumsi kepik terhadap telur WBC nyata berbeda dengan nimfa instar I, II, III, dan IV yaitu rata-rata 2 ekor/3 hari (t = 8,24, P = 0,000; t = 8,39, P = 0,000; t = 8,21, P =

0,000; dan t = 8,53, P = 0,000) serta nimfa instar V dan imago WBC tingkat konsumsi kepik hanya 1 ekor/ 3 hari (t = 9,10, P = 0,000; t = 9,19, P = 0,000) (Tabel 4 dan Lampiran 15). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa konsumsi kepik yang utama adalah telur WBC.

Kepik betina memiliki tingkat konsumsi telur WBC nyata paling tinggi yaitu 20 telur/hari dibandingkan nimfa instar IV dengan tingkat konsumsi 9 telur/hari


(52)

30

Tabel 4 Kemampuan kepik predator C. lividipennis mengkonsumsi wereng batang cokelat N. lugens

a

Jumlah telur yang dikonsumsi dalam 24 jam pengamatan

Jenis mangsa

Jumlah mangsa yang dikonsumsi dalam total 3 hari periode pengamatan (Nilai rataan individu ± galat baku) Imago betina Imago jantan Nimfa instar IV Nimfa instar III Total Telura

Nimfa instar I Nimfa instar II Nimfa instar III Nimfa instar IV Nimfa instar V Imago

20,30 ± 10,66 3,00 ± 1,89 2,30 ± 1,57 3,20 ± 1,14 2,30 ± 1,77 1,20 ± 0,79 1,00 ± 0,67

17,40 ± 6,75 1,70 ± 0,68 3,30 ± 1,49 1,80 ± 0,92 1,70 ± 1,34 0,70 ± 0,48 1,40 ± 0,97

9,40 ± 6,26 2,40 ± 1,43 1,40 ± 1,07 2,30 ± 1,34 2,00 ± 1,33 1,60 ± 0,97 1,30 ± 0,82

11,20 ± 9,45 2,10 ± 1,45 1,30 ± 0,68 2,30 ± 0,67 1,60 ± 0,70 1,00 ± 0,94 0,30 ± 0,48

14,58 ± 9,31 2,30 ± 1,45 2,08 ± 1,46 2,40 ± 1,13 1,90 ± 1,32 1,13 ± 0,85 1,00 ± 0,85


(53)

(t = 2,79, P = 0,19). Kepik jantan dan nimfa instar III memiliki tingkat konsumsi yang hampir sama dengan betina yaitu 17 telur/hari dan 11 telur/hari (t = -0,73,

P = 0,478 dan t = 2,02, P = 0,059) (Tabel 4 dan Lampiran 16). Konsumsi kepik

paling rendah adalah pada saat memangsa imago WBC. Nimfa instar III

C. lividipennis memiliki tingkat konsumsi nyata terendah adalah 0,30 ekor/3 hari dibandingkan dengan betina, nimfa instar IV dan jantan kepik, yaitu berturut-turut 1 ekor/3 hari, 1,30 ekor/3 hari, dan 1,40 ekor/3 hari (t = 2,69, P = 0,016; t = 3,31,

P = 0,005; dan t = 3,22, P = 0,007) (Tabel 4 dan Lampiran 17).Tingkat konsumsi kepik terhadap nimfa instar III WBC nyata paling tinggi oleh imago kepik betina (4 ekor/3 hari) jika dibandingkan dengan konsumsi nimfa instar III (3 ekor/ 3 hari) dan imago jantan (2 ekor/3 hari) (t = 2,15, P = 0,049 dan t = -3,03, P = 0,008). Nimfa instar IV kepik C. lividipennis dapat mengkonsumsi 3 ekor/3 hari nimfa

instar III WBC tidak berbeda nyata dengan kemampuan konsumsi kepik betina (t = 1,62, P = 0,123) (Tabel 4 dan Lampiran 18).

Pemangsaan terhadap WBC didominasi oleh kepik betina dan jantan

C. lividipennis. Menurut Heong et al. (1990) kepik betina memiliki tingkat pemangsaan lebih tinggi dibandingkan dengan kepik jantan. Kondisi ini diduga disebabkan oleh perbedaan kebutuhan nutrisi antara nimfa dan imago kepik berbeda, selain itu imago mampu menaklukan lebih banyak mangsa dibandingkan nimfa. Jumlah mangsa yang dikonsumsi paling tinggi adalah telur diikuti oleh nimfa instar awal WBC. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diuraikan oleh Sivapragasam & Asma (1985), bahwa jumlah maksimum telur WBC yang dapat dikonsumsi imago betina, jantan, dan nimfa instar III kepik berturut-turut adalah 22, 18, dan 6 telur/hari. Nimfa dan imago kepik predator C. lividipennis lebih menyukai memangsa telur dibandingkan nimfa dan imago WBC (Bae & Pathak 1966 dalam Wheeler 2001, Chiu 1979 Sivapragasam & Asma 1985 dalam CAB

International 2005).

Berdasarkan hasil pengamatan tingkat konsumsi kepik secara menyeluruh diketahui bahwa kepik betina memangsa telur WBC paling banyak di antara kepik jantan maupun nimfa. Perbedaan tingkat konsumsi ini diduga bahwa imago betina membutuhkan banyak pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam 31


(54)

memproduksi telur (Bartlett 1964 dan Jervis & Kidd 1986 dalam Alphen & Jervis 1996; Dixon 2000).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa nimfa dan imago kepik kurang menyukai nimfa instar akhir dan imago WBC. Menurut Chiu (1979) secara umum kepik lebih menyukai nimfa instar awal WBC daripada imago. Chiu (1979) menyatakan bahwa konsumsi kepik predator terhadap nimfa dan imago WBC sekitar 0,6 ekor per hari. Rendahnya tingkat konsumsi kepik terhadap nimfa instar V dan imago WBC diduga disebabkan oleh ukuran tubuh mangsa yang relatif besar sehingga menyulitkan proses pemangsaan. Selain itu, cairan tubuh yang terdapat pada nimfa instar V dan imago WBC diduga cukup untuk memenuhi kapasitas perut nimfa dan imago kepik.

Menurut Chiu (1979) stadia perkembangan WBC yang paling merusak adalah nimfa instar awal WBC. Tingginya tingkat konsumsi kepik terhadap telur dan nimfa instar awal WBC merupakan salah satu potensi C. lividipennis untuk menekan populasi WBC di lapangan saat stadia perkembangan WBC masih dini.


(1)

Lampiran 14 Jumlah telur WBC yang dikonsumsi kepik predator C. lividipennis saat uji konsumsi

Jenis Perlakuan Pemangsaan

Jumlah telur yang diletakkan oleh imago WBC

(butir/hari)

Jumlah telur WBC yang dikonsumsi kepik

(butir/hari)

Imago betina 18

34 53 124 60 90 62 61 69 16 10 23 38 24 35 22 8 19 18 6

Imago jantan 67

8 125 101 102 132 13 25 30 53 15 4 20 21 19 17 9 20 21 28

Nimfa instar IV 12

34 11 7 20 19 16 40 5 12 12 15 9 6 20 8 2 16 5 1

Nimfa instar III 85

8 4 48 52 67 28 63 18 13 22 0 4 9 29 15 1 15 13 4


(2)

Lampiran 15 Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi telur terhadap nimfa dan imago WBC oleh kepik predator C. lividipennis

Two-Sample T-Test and CI: Telur, Instar 1 Two-sample T for Telur vs Instar 1

N Mean StDev SE Mean Telur 40 14,58 9,31 1,5 Instar 1 40 2,30 1,45 0,23 Difference = mu (Telur) - mu (Instar 1) Estimate for difference: 12,2750

95% CI for difference: (9,2650; 15,2850)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 8,24 P-Value = 0,000 DF = 40 Two-Sample T-Test and CI: Telur, Instar 2

Two-sample T for Telur vs Instar 2

N Mean StDev SE Mean Telur 40 14,58 9,31 1,5 Instar 2 40 2,08 1,46 0,23 Difference = mu (Telur) - mu (Instar 2) Estimate for difference: 12,5000

95% CI for difference: (9,4898; 15,5102)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 8,39 P-Value = 0,000 DF = 40 Two-Sample T-Test and CI: Telur, Instar 3

Two-sample T for Telur vs Instar 3

N Mean StDev SE Mean Telur 40 14,58 9,31 1,5 Instar 3 40 2,40 1,13 0,18 Difference = mu (Telur) - mu (Instar 3) Estimate for difference: 12,1750

95% CI for difference: (9,1793; 15,1707)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 8,21 P-Value = 0,000 DF = 40 Two-Sample T-Test and CI: Telur, Instar 4

Two-sample T for Telur vs Instar 4

N Mean StDev SE Mean Telur 40 14,58 9,31 1,5 Instar 4 40 1,90 1,32 0,21 Difference = mu (Telur) - mu (Instar 4) Estimate for difference: 12,6750

95% CI for difference: (9,6714; 15,6786)


(3)

Two-Sample T-Test and CI: Telur, Instar 5 Two-sample T for Telur vs Instar 5

N Mean StDev SE Mean Telur 40 14,58 9,31 1,5 Instar 5 40 1,125 0,853 0,13 Difference = mu (Telur) - mu (Instar 5) Estimate for difference: 13,4500

95% CI for difference: (10,4612; 16,4388)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 9,10 P-Value = 0,000 DF = 39 Two-Sample T-Test and CI: Telur, Imago

Two-sample T for Telur vs Imago

N Mean StDev SE Mean Telur 40 14,58 9,31 1,5 Imago 40 1,000 0,847 0,13 Difference = mu (Telur) - mu (Imago)

Estimate for difference: 13,5750

95% CI for difference: (10,5863; 16,5637)


(4)

Lampiran 16 Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi telur WBC oleh kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV C. lividipennis

Two-Sample T-Test and CI: BR, ER Two-sample T for BR vs ER

N Mean StDev SE Mean BR 10 20,3 10,7 3,4 ER 10 9,40 6,26 2,0 Difference = mu (BR) - mu (ER)

Estimate for difference: 10,9000

95% CI for difference: (2,5182; 19,2818)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2,79 P-Value = 0,014 DF = 14 Two-Sample T-Test and CI: JR, BR

Two-sample T for JR vs BR

N Mean StDev SE Mean JR 10 17,40 6,75 2,1 BR 10 20,3 10,7 3,4 Difference = mu (JR) - mu (BR)

Estimate for difference: -2,90000

95% CI for difference: (-11,40357; 5,60357)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,73 P-Value = 0,478 DF = 15 Two-Sample T-Test and CI: BR, TR

Two-sample T for BR vs TR

N Mean StDev SE Mean BR 10 20,3 10,7 3,4 TR 10 11,20 9,45 3,0 Difference = mu (BR) - mu (TR)

Estimate for difference: 9,10000

95% CI for difference: (-0,40250, 18,60250)


(5)

Lampiran 17 Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi imago WBC oleh nimfa instar III terhadap kepik betina, jantan, dan nimfa instar IV C. lividipennis

Two-Sample T-Test and CI: BIM, TIM Two-sample T for BIM vs TIM

N Mean StDev SE Mean BIM 10 1,000 0,667 0,21 TIM 10 0,300 0,483 0,15 Difference = mu (BIM) - mu (TIM) Estimate for difference: 0,700000

95% CI for difference: (0,148100; 1,251900)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2,69 P-Value = 0,016 DF = 16 Two-Sample T-Test and CI: EIM, TIM

Two-sample T for EIM vs TIM

N Mean StDev SE Mean EIM 10 1,300 0,823 0,26 TIM 10 0,300 0,483 0,15 Difference = mu (EIM) - mu (TIM) Estimate for difference: 1,000000

95% CI for difference: (0,352604; 1,647396)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3,31 P-Value = 0,005 DF = 14 Two-Sample T-Test and CI: JIM, TIM

Two-sample T for JIM vs TIM

N Mean StDev SE Mean JIM 10 1,400 0,966 0,31 TIM 10 0,300 0,483 0,15 Difference = mu (JIM) - mu (TIM) Estimate for difference: 1,10000

95% CI for difference: (0,36209; 1,83791)


(6)

Lampiran 18 Hasil uji nilai tengah (t-test) tingkat konsumsi nimfa instar III WBC oleh kepik betina terhadap kepik jantan, nimfa instar III, dan IV C. lividipennis

Two-Sample T-Test and CI: BT, TT Two-sample T for BT vs TT

N Mean StDev SE Mean BT 10 3,20 1,14 0,36 TT 10 2,300 0,675 0,21 Difference = mu (BT) - mu (TT) Estimate for difference: 0,900000

95% CI for difference: (0,004197; 1,795803)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2,15 P-Value = 0,049 DF = 14 Two-Sample T-Test and CI: JT, BT

Two-sample T for JT vs BT

N Mean StDev SE Mean JT 10 1,800 0,919 0,29 BT 10 3,20 1,14 0,36 Difference = mu (JT) - mu (BT) Estimate for difference: -1,40000

95% CI for difference: (-2,37448; -0,42552)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -3,03 P-Value = 0,008 DF = 17 Two-Sample T-Test and CI: BT, ET

Two-sample T for BT vs ET

N Mean StDev SE Mean BT 10 3,20 1,14 0,36 ET 10 2,30 1,34 0,42 Difference = mu (BT) - mu (ET) Estimate for difference: 0,900000

95% CI for difference: (-0,270478; 2,070478)


Dokumen yang terkait

Respon biologi wereng batang cokelat nilaparvata lugens stål terhadap tujuh varietas tanaman padi

3 20 74

Interaksi Populasi Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål. (Hemiptera: Delphacidae) dengan Kepik Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter. (Hemiptera: Miridae) pada Padi Varietas Ciherang

1 8 10

Tanggap fungsional predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) terhadap hama wereng batang cokelat nilaparvata lugens Stål. (Hemiptera: Delphacidae)

1 14 60

Kerentanan Wereng Batang Cokelat, Nilaparvata lugens Stål dari Enam Lokasi di Pulau Jawa terhadap Tiga Jenis Insektisida

0 6 61

Selektivitas Infeksi Cendawan Metarhizium sp. terhadap Hama Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae) dan Predator Paederus fuscipes Curtis (Coleoptera: Staphylinidae)

0 5 99

Perkembangan Populasi dan Pembentukan Makroptera Tiga Biotipe Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Stål pada Sembilan Varietas Padi

1 9 121

Respon biologi wereng batang cokelat nilaparvata lugens stål (hemiptera: delphacidae) terhadap tujuh varietas tanaman padi

2 7 136

Kerentanan Wereng Batang Cokelat, Nilaparvata Lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae), Dari Enam Lokasi Di Pulau Jawa Terhadap Tiga Jenis Insektisida

1 8 60

POPULASI WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STALL.) DAN PREDATOR PADA BEBERAPA VARIETAS PADI LOKAL NON AROMATIK.

0 0 14

Ketahanan Lima Kultivar Padi Lokal ( Oryza sativa L.) terhadap Wereng Batang Cokelat ( Nilaparvata lugens Stål, Hemiptera) | Noviany | Vegetalika 25349 51484 1 PB

0 0 12