Efficacy of Ginger and Turmeric Rhizome Extracts As An Effort to Extend the Storage Period of Salak Pondoh Due to Fungal Infection. This research was conducted

KAJIAN EFIKASI EKSTRAK RIMPANG JAHE DAN KUNYIT
SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMPERPANJANG UMUR
SIMPAN BUAH SALAK PONDOH AKIBAT SERANGAN
CENDAWAN

RIWAN KUSMIADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Efikasi Ekstrak Rimpang
Jahe dan Kunyit sebagai Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak
Pondoh Akibat Serangan Cendawan adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

Riwan Kusmiadi
NRP F153090021

ABSTRACT
RIWAN KUSMIADI. Efficacy of Ginger and Turmeric Rhizome Extracts As An
Effort to Extend the Storage Period of Salak Pondoh Due to Fungal Infection.
This research was conducted under the supervision of ROKHANI HASBULLAH
and OKKY SETYAWATI DHARMAPUTRA.
Control of postharvest diseases of fruits using chemical fungicides so far
are quite effective, but its side effect on human health is not recommended.
Therefore, it is necessary to find another technique which is cheaper and safer
using botanical fungicide. Red ginger and turmeric extracts have strong
antifungal activities, consequently they were used in this study. This study aimed:
1) To determine the most often fungal species isolated and the most potential
fungal isolate which cause postharvest disease of salak Pondoh; 2) To asses the
effectiveness of red ginger and turmeric rhizome extracts in inhibiting the growth

of the most potential fungal isolate; 3) To find the most effective coating formula
i.e wax concentration in combination with extract concentration of botanical
fungicide to maintain the quality of salak Pondoh during storage.
Randomized block design was used to determine the efficacy of two
factors, i.e botanical fungicides (red ginger and turmeric rhizome extracts) and
three concentrations (20, 30 and 40 %) of each botanical fungicide extract. A
complete randomized block design with three treatments was used to examine the
effect of red ginger extract and wax on fungal infection of salak Pondoh during
storage. The three treatments were 1) waxing 10%; 2) red ginger rhizome extract
30%; 3) the combination of ginger rhizome extract 30% and waxing 10%. Salak
Pondoh not coated wax 10 % and red ginger extract 30 % was used as control.
Three replicates were used either on treatment or control. Water content of salak
Pondoh, fruit hardness, total dissolved solid, respiration rate, weight loss,
organoleptic test were determine using oven method, reometer, refractometer,
closed system, gravimetric, and panelist test, respectively.
Twelve fungal isolats were found in salak Pondoh collected from seven
traditional markets and supermarkets in Bogor. Nine isolates of them were
Thielaviopsis paradoxa, three other isolates were Mucor sp. Geotricum sp. and
Fusarium graminearum. Thielaviopsis. paradoxa was the most often isolated
fungal species and it caused the disease on salak Pondoh. The most virulent

isolate of T. paradoxa was PSYSI1 and its disease symptom was 2 010 mm2. The
result indicated that red ginger and turmeric extracts inhibited the growth of the
T. paradoxa PSYSI1 at the concentration of 30 % or more, but red ginger extract
was more potential to inhibit the fungal isolate (100 %) compared to turmeric
extract (34 %). The use of 30 % ginger extract in combination with 10% waxing
could maintain the quality of salak Pondoh at room temperature (28-29oC) and
65-75 % RH until 12 days of storage, while the control only up to 9 days of
storage.
Keywords: Red ginger, salak Pondoh, turmeric, Thielaviopsis paradoxa

RINGKASAN
RIWAN KUSMIADI. Kajian Efikasi Ekstrak Rimpang Jahe dan Kunyit sebagai
Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan
Buah Salak Pondoh Akibat
Serangan Cendawan. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan OKKY
SETYAWATI DHARMAPUTRA.
Buah salak (Salacca edulis Reinw) setelah dipanen masih melakukan
aktivitas fisiologis terutama respirasi yang menjadi penyebab kerusakan buah.
Selain itu kerusakan dapat terjadi karena serangan cendawan, yang dapat
menyebabkan perubahan pada aroma, rasa, tekstur dan penampilan menjadi tidak

menarik, sehingga akan berpengaruh terhadap nilai jual komoditas ini.
Penggunaan fungisida sintetik untuk mengendalikan penyakit pascapanen telah
banyak dilakukan dan cukup efektif, namun fungisida sintetik dapat menimbulkan
masalah kesehatan cukup besar. Beberapa jenis tanaman rempah seperti rimpang
jahe

dan kunyit memiliki aktivitas antimikroba, sehingga

dapat digunakan

sebagai fungisida botani untuk memperpanjang masa simpan buah salak.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menentukan spesies cendawan yang sering
terisolasi dan isolat yang paling berpotensi menyebabkan penyakit pascapanen
pada salak pondoh. 2) Mengkaji ekstrak rimpang jahe merah dan kunyit terhadap
pertumbuhan cendawan, dan 3) Mengkaji formula bahan pelapis (konsentrasi
pelilinan) dikombinasikan dengan konsentrasi ekstrak fungisida botani yang
terbaik dalam penyimpanan salak pondoh.
Penelitian terdiri dari 4 tahapan yaitu: 1) isolasi cendawan penyebab
kerusakan pada salak pondoh dari 12 pasar tradisional dan swalayan di Bogor, 2)
uji patogenisitas dari isolat cendawan pada salak pondoh, 3) uji efikasi ekstrak

rimpang jahe merah dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan, 4) Pengujian
konsentrasi ekstrak rimpang jahe/kunyit yang terbaik pada buah salak, pelilinan
10 % dan kombinasi antara ekstrak rimpang jahe/kunyit dan lilin 10% serta
kontrol yang disimpan pada suhu ruang.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
untuk uji efikasi dengan 2 faktor yaitu ekstrak bahan tanaman (rimpang jahe dan
kunyit) dan konsentrasi setiap ekstrak (20, 30 dan 40%), serta kontrol (tanpa
ekstrak jahe dan kunyit). Sedangkan untuk pengujian ekstrak jahe dan lilin pada

penyimpanan buah salak digunakan

rancangan acak lengkap dengan tiga

perlakuan, yaitu dengan perlakuan pelilinan 10 %, ekstrak rimpang jahe 30 %
dan kombinasi antara ekstrak rimpang jahe 30 % dan lilin 10 %. Sebagai kontrol
yaitu tanpa ektrak jahe 30 % dan tanpa pelilinan 10 %). Untuk setiap perlakuan
(termasuk kontrol) dibuat tiga ulangan. Kadar air, kekerasan, total padatan
terlarut, laju respirasi, susut bobot dan uji organoleptik, masing-masing ditentukan
dengan metode oven, rheometer, refraktometer, closed system, gravimetri dan uji
panelis.

Sebanyak 12 isolat cendawan diisolasi dari salak Pondoh. Dari keduabelas
isolat tersebut selanjutnya diidentifikasi dan terdapat 4 spesies cendawan yaitu
Thielaviopsis paradoxa, Fusarium graminearum, Mucor sp. dan Geotricum sp.
Hasil isolasi menunjukkan bahwa T. paradoxa adalah cendawan yang paling
sering dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak Pondoh super hijau.
Berdasarkan hasil uji patogenisitas, isolat T. paradoxa yang patogenisitasnya
paling tinggi (paling virulen) yaitu isolat PSYSI1. Hasil uji efikasi ekstrak jahe
merah dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan menunjukkan, bahwa baik
ekstrak jahe merah maupun ekstrak kunyit mampu menghambat pertumbuhan
cendawan. Pada konsentrasi 40 % ektrak jahe merah menunjukkan daya hambat
atau nilai hambatannya lebih tinggi yaitu sebesar 100 % bila dibandingkan dengan
ektrak kunyit yang hanya sebesar 34 %. Ekstrak jahe konsentrasi 20 % masih
menyebabkan pertumbuhan cendawan tiga hari setelah inkubasi pada media
Potato Dextrose Agar (PDA). Kombinasi ekstrak jahe 30 % dan pelilinan 10 %
mampu mempertahankan mutu buah salak Pondoh pada penyimpanan suhu ruang
(28-29oC) dan RH 65-75 % pada hari ke-12. Hasil uji organoleptik secara
keseluruhan menunjukkan bahwa ektrak jahe merah dan pelilinan dapat diterima
oleh panelis hingga hari ke 12, sedangkan kontrol hanya sampai hari ke-9.
Untuk meningkatkan daya simpan salak pondoh yang dilapisi ekstrak jahe
merah dan lilin, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk konsentrasi ekstrak

rimpang yang lebih tinggi dengan kombinasi suhu penyimpanan, serta perlakuan
panas (heat treatment).

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya Karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN EFIKASI ESTRAK RIMPANG JAHE DAN KUNYIT
SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMPERPANJANG UMUR
SIMPAN BUAH SALAK PONDOH AKIBAT SERANGAN
CENDAWAN

RIWAN KUSMIADI


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir.Y. Aris Purwanto, MSc

Judul Tesis

Nama
NRP

: Kajian Efikasi Ekstrak Rimpang Jahe dan Kunyit sebagai
Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak

Pondoh Akibat Serangan Cendawan
: Riwan Kusmiadi
: F153090021

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Rokhani Hasbullah, M.Si

Prof. Dr. Okky Setyawati Dharmaputra

Ketua

Anggota

Diketahui
Ketua Program Sudi

Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Pascapanen

Dr. Ir. Sutrisno, MAgr

Tanggal Ujian: 26 September 2011

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Kajian Efikasi Ekstrak Rimpang Jahe dan
Kunyit sebagai Upaya untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Salak Pondoh
Akibat Serangan Cendawan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Bustami Rahman selaku Rektor Universitas Bangka Belitung yang
telah memberikan kesempatan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi dan Prof. Dr. Okky Setyawati Dharmaputra

selaku pembimbing yang telah memberikan saran, arahan dan bimbingan
kepada penulis melalui penyusunan proposal sampai pada penulisan karya
ilmiah ini.
3. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc selaku penguji luar komisi dalam sidang tesis
yang telah memberikan masukan serta saran dalam rangka perbaikan akhir
karya ilmiah ini.
4. Koordinator Mayor Teknologi Pascapanen dan staf pada Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem.
5. Bapak dan ibu, Istri (Kurniawati) dan anak (Bagus Kemal Mudahharfi) atas
segala kesabaran, doa dan dukungan selama penulis melaksanakan studi.
6. Kepala laboratorium Mikrobiologi SEAMEO BIOTROP dan staf.
7. Kepala laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian serta
staf
8. Rekan-rekan seperjuangan dalam TPP „09
9. Serta masih banyak lagi ucapan terimakasih dan penghargaan penulis
sampaikan kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan
salak pondoh, serta buah tropika Indonesia pada umumnya.

Bogor, Oktober 2011

Riwan Kusmiadi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalpinang pada tanggal 1 Februari 1974 dari ayah
Samin Mulyorejo dan ibu Supriyah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga
bersaudara.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 1 Pangkalpinang dan pada tahun
yang sama masuk di Institut Pertanian STIPER Yogyakarta. Penulis memilih
program studi Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Penulis menyelesaikan program sarjananya pada bulan Desember tahun
1997. Pada awal tahun 1998 penulis bekerja di perusahaan kelapa sawit dan pada
tahun 1999 penulis bekerja sebagai Mantri Tani (honorer pelaksana harian kepala
Cabang Dinas Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka). Pada tahun yang sama
penulis bergabung dengan panitia pendirian STIPER Bangka yang merupakan
cikal bakal dari Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka
Belitung hingga saat ini. Pada tahun 2009, sebelum tugas belajar (S2) di Institut
Pertanian Bogor, penulis menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Perencanaan
dan Sistem Informasi Universitas Bangka Belitung. Kemudian penulis
mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi dengan pendanaan dari BPPS.
Program studi yang dipilih adalah Teknologi Pascapanen, Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...........................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................

xiii

DAFTA LAMPIRAN......................................................................................

xv

PENDAHULUAN...........................................................................................
Latar Belakang...........................................................................................
Tujuan Penelitian.......................................................................................

1
1
3

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
Salak Pondoh..............................................................................................
Standar Mutu Salak....................................................................................
Cendawan Penyebab Kerusakan Pascapanen pada Buah Salak Pondoh....
Berbagai Jenis Tanaman sebagai Fungisida Botani...................................
Pelapisan Lilin............................................................................................

4
4
5
6
7
11

BAHAN DAN METODE...............................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................
Bahan dan Alat...........................................................................................
Tahapan Penelitian....................................................................................
Rancangan percobaan.................................................................................
Pengaruh ekstrak jahe dan kunyit terhadap pertumbuhan cendawan.........
Pengaruh pelapisan lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe terhadap
busuk buah pada salak pondoh..................................................................

12
12
12
12
23
23

HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................
Isolasi dan identifikasi cendawan penyebab penyakit................................
Uji Patogenisitas.........................................................................................
Uji efikasi rimpang jahe merah dan rimpang kunyit.................................
Uji formula bahan pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe
merah pada penyimpanan buah salak.........................................................

25

KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................

53

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

54

LAMPIRAN....................................................................................................

59

24

25
28
31
34

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kode ukuran berdasarkan bobot..............................................................

6

2

Rancangan acak kelompok disusun 2 faktor dan 3 perlakuan.................

23

3

Luas gejala penyakit hasil uji patogenisitas 12 isolat cendawan
terhadap buah salak pondoh.....................................................................

30

Uji Duncan mutu kadar air, susut bobot, kekerasan, TPT dan uji
organoleptik buah salak hari ke-9...........................................................

35

4

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Diagram alir isolasi cendawan dan penentuan isolat cendawan yang
paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak
pondoh......................................................................................................

14

2

Diagram alir proses pembuatan ekstrak jahe dan kunyit.........................

16

3

Diagram alir pengaruh ekstrak jahe dan kunyit jernih terhadap
pertumbuhan cendawan......................................................................

17

1

4
5
6

7

8

Diagram alir mengkaji formula bahan pelapis lilin, ektrak fungisida
botani dan kombinasi lilin dengan ekstrak fungisida botani pada
penyimpanan salak pondoh.....................................................................
Salak pondoh yang terserang Thielaviopsis paradoxa.............................

19
26

A) Koloni Thielaviopsis paradoxa pada media PDA setelah 3 hari
inkubasi pada suhu 28oC, B) foto mikrograf Thielaviopsis paradoxa
(200×); (a) endokonidium (b) klamidospora..........................................

26

A) Koloni Fusarium graminearum pada media PDA setelah 3 hari
inkubasi pada suhu 28oC. B). Foto mikrograf Fusarium graminearum
(200x). (a) makrokonidium......................................................................

27

A) Koloni Mucor sp. pada media PDA setelah 3 hari inkubasi pada
suhu 28oC, B). foto mikrograf Mucor sp. (200×); (a) Sporangium (b)
Sporangiofor.............................................................................................

27

9

A) Koloni Geotrichum sp. pada media PDA setelah 3 hari inkubasi
pada suhu 28oC, B) foto mikrograf Geotrichum sp. (200×)
(a) Artrokonidium..................................................................................... 28

10

Uji patogenisitas 12 isolat cendawan terhadap salak pondoh setelah 7
hari inkubasi pada suhu ruang (± 28oC)...................................................

31

Salak pondoh yang diisolasikan dengan Thielaviopsis paradoxa isolat
PSYSI1 setelah 7 hari inkubasi pada suhu ruang (28oC) .......................

31

Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak jahe merah dan kontrol terhadap
pertumbuhan T.paradoxa pada media PDA...........................................

32

Pengaruh berbagai konsentrasi dan kontrol Ekstrak kunyit terhadap
pertumbuhan T.paradoxa pada media PDA.............................................

33

Perubahan kadar air daging buah salak pondoh selama penyimpanan
pada suhu ruang (±28oC) selama 15 hari.................................................

36

11
12
13
14

15

Perubahan susut bobot salak pondoh dengan berbagai perlakuan
pelapisan pada suhu ruang (±28oC) selama 15 hari..................................

38
16
17

18
19

20

21

22

23
24

25

26

Perubahan rata-rata kekerasan salak pondoh dengan berbagai jenis
pelapis pada penyimpanan suhu ruang (±28oC) selama 15 hari..............

40

Perubahan
total padatan terlarut buah salak pondoh pada
penyimpanan suhu ruang (±28oC) dengan berbagai perlakuan dan
kontrol pelapis selama 15 hari..................................................................

41

Perhitungan respirasi O2
buah salak pondoh dengan berbagai
perlakuan dari hari ke-0 sampai ke-15.....................................................

43

Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan
suhu ruang (28-29oC) RH 65-75% hari ke-3 dan ke-6 dengan berbagai
perlakuan pelapisan dan kontrol. KA= kontrol, KB= Pelapisan lilin 10
%, KC= Pelapisan ekstrak jahe 30 %, KD= Pelapisan ekstrak jahe 30
% dan lilin 10 %.......................................................................................

44

Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan
suhu ruang (28-29oC) RH 65-75% hari ke-9 dan ke-12 dengan berbagai
perlakuan pelapisan dan kontrol. KA = kontrol, KB = Pelapisan lilin 10
%, KC = Pelapisan ekstrak jahe 30 %, KD = Pelapisan ekstrak jahe 30
% dan lilin 10 %.......................................................................................

45

Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah salak pondoh
selama penyimpanan pada suhu ruang dengan berbagai perlakuan
pelapisan...................................................................................................

47

Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap kesukaan kekerasan buah
salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang dengan berbagai
perlakuan pelapisan..................................................................................

48

Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah salak pondoh
selama penyimpanan dengan berbagai perlakuan pelapisan...................

49

Perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma salak pondoh
selama penyimpanan pada suhu ruang dengan berbagai perlakuan
pelapisan...................................................................................................

50

Perubahan tingkat kesukaan terhadap penerimaan keseluruhan buah
salak pondoh selama penyimpanan dengan berbagai perlakuan
pelapisan...................................................................................................

51

Perubahan warna dan bentuk buah salak pondoh pada penyimpanan
suhu ruang (28-29oC) RH 65-75 % hari ke-15 dengan berbagai
perlakuan pelapisan dan kontrol. KA= kontrol, KB= Pelapisan lilin 10
%, KC= Pelapisan ekstrak jahe 30 %, KD= Pelapisan ekstrak jahe 30
% dan lilin 10 %..................................................................................

52

1

DAFTA LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7

8

9

10

Uji patogenisitas beberapa isolat cendawan terhadap buah salak
pondoh................................................................................................

60

Analisis sidik ragam pengaruh berbagai isolat terhadap luas gejala
penyakit terhadap buah salak pondoh..............................................

60

Uji lanjut Duncan pengaruh berbagai isolat terhadap luas gejala
penyakit terhadap buah salak pondoh..............................................

61

Hasil perhitungan uji efikasi rimpang jahe dan kunyit pada media
PDA....................................................................................................

62

Analisi sidik ragam pengaruh jenis rimpang dan konsentrasi
terhadap Diameter koloni cendawan pada media PDA......................

62

Uji lanjut Duncan pengaruh jenis rimpang dan konsentrasi terhadap
diameter koloni cendawan pada media PDA......................................

62

Data hasil perhitungan kadar air pada uji formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak....................................................................................................

63

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kadar air..............................................................................

63

Analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kadar air...............................................................................

64

Data hasil perhitungan susut bobot pada uji formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak....................................................................................................

65

11

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap susut bobot........................................................................... 66

12

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap susut bobot..................................................................

66

Data pengamatan uji kekerasan pada uji formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak....................................................................................................

67

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kekerasan.............................................................................

67

13

14

2

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap kekerasan....................................................................
Data pengamatan total padatan terlarut pada uji formula bahan
pelapis lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada
penyimpanan buah salak.....................................................................

68

69

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap total padatan terlarut............................................................

70

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap total padatan terlarut...................................................

70

Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap warna.........................................

71

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap warna.........................................

71

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap kesukaan panelis terhadap warna...............................

72

Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap aroma........................................

73

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap aroma........................................

74

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap kesukaan panelis terhadap aroma...............................

74

Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap kekerasan..................................

75

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap kekerasan..................................

75

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap kesukaan panelis terhadap kekerasan.........................

76

Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap rasa............................................

77

3

29

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis terhadap rasa............................................

77

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap kesukaan panelis terhadap rasa...................................

78

Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis secara keseluruhan...................................

79

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap kesukaan panelis secara keseluruhan...................................

79

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap kesukaan panelis secara keseluruhan..........................

80

Data perhitungan pengaruh uji formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap laju respirasi O2....................................................................

81

Analisi sidik ragam pengaruh formula bahan pelapis lilin
dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak
terhadap laju respirasi O2....................................................................

81

Hasil analisis uji lanjut Duncan pengaruh formula bahan pelapis
lilin dikombinasikan dengan ekstrak jahe pada penyimpanan buah
salak terhadap laju respirasi O2..........................................................

82

Data suhu dan kelembaban selama penyimpanan pengujian
pengaruh formula bahan pelapis lilin dikombinasikan dengan
ekstrak jahe pada penyimpanan buah salak........................................

82

38

Kadar air rimpang jahe dan kunyit.....................................................

83

39

Form uji organoleptik salak pondoh dengan berbagai variasi
pelapisan.............................................................................................

84

30

31

32

33

34

35

36

37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salak (Salacca edulis Reinw) merupakan salah satu komoditas buah
unggulan Indonesia selain manggis, mangga, jeruk, pisang dan durian. Selain
sebagai komoditas unggulan, salak juga merupakan jenis buah yang memberikan
kontribusi besar terhadap produksi buah-buahan nasional. Produksi salak terus
mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan luas areal dan penerapan
teknik budidaya yang mendukung terjadinya peningkatan tersebut. Menurut data
statistik dari BPS RI (2010), produksi salak Indonesia pada tahun 2010 sebesar
749 876 ton.
Prospek pemasaran buah salak terbuka lebar, baik bagi pasar domestik
maupun luar negeri, hal ini memungkinkan salak menjadi salah satu komoditas
unggulan yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Salak juga merupakan
salah satu buah tropik yang disenangi oleh berbagai kalangan masyarakat, selain
karena harganya terjangkau, salak juga dapat dikonsumsi langsung, baik sebagai
buah meja yang umum dimanfaatkan sebagai pencuci mulut, maupun sebagai
buah yang diolah untuk dibuat produk lain.
Buah salak memiliki prospek yang baik sebagai buah komoditas ekspor.
Namun prospek pemasaran komoditas buah salak yang cukup cerah ini harus
didukung dengan teknik budidaya dan pascapanen serta orientasi agribisnis yang
baik, sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap peluang pemasaran
buah salak itu sendiri, terutama bagi pasar luar negeri yang selama ini dikenal
menetapkan standar yang cukup tinggi bagi buah-buahan yang mereka impor.
Mutu buah-buahan sangat tergantung pada penanganan pascapanen buah
tersebut. Pada buah salak salah satu karakteristik yang penting adalah ketika
selesai dipanen buah masih melakukan aktivitas fisiologis terutama respirasi yang
menjadi faktor penyebab kerusakan buah.
Kerusakan lain yang sering terjadi pada buah salak yaitu serangan
cendawan yang dapat menyebabkan perubahan pada aroma, rasa dan tekstur.
Cita rasa yang tidak sedap, tekstur yang lunak, serta penampilan yang sangat
tidak menarik, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai jual komoditas ini.

2

Buah salak mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Iklim tropis yang
panas dan lembab seperti di Indonesia mudah memicu terjadinya percepatan
kerusakan. Sebagai buah hortikultura, salak segar mudah mengalami kerusakan
karena faktor mekanis, fisis, fisiologis dan mikrobiologis. Hal ini disebabkan
salak mempunyai kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 80.09% , vitamin C
62.4% dan total padatan terlarut oBrix 17.8 % (Amiarsi et al. 1996). Perubahan
lain yang cukup merugikan adalah terjadinya perubahan warna daging buah secara
enzimatis dan pertumbuhan cendawan bila kulit atau daging buah salak terluka.
Menurut Murtiningsih et al. (1996) buah salak yang disimpan pada suhu kamar
tanpa perlakuan dapat disimpan selama 6-8 hari. Kerusakan yang terjadi pada
buah salak pondoh dapat

diakibatkan oleh cendawan penyebab penyakit

pascapanen, antara lain Thielaviopsis sp.
Berbagai cara telah dilakukan untuk mengendalikan serangan cendawan
penyebab

penyakit pascapanen pada buah-buahan

menggunakan fungisida

antara lain dengan

sintetis. Penggunaan bahan kimia sebagai fungisida

untuk mengendalikan penyakit pascapanen telah banyak dilakukan dan cukup
efektif. Namun demikian efek samping dari bahan kimia terhadap kesehatan
cukup besar, oleh sebab itu perlu dicari cara ataupun teknik lain yang lebih
sederhana, murah dan aman. Menurut Winiarti et al. (2007) beberapa jenis
tanaman rempah yang memiliki aktivitas antimikroba cukup kuat adalah bawang
merah, bawang putih, cabe merah, jahe, kunyit, dan lengkuas. Rempah-rempah
tersebut mempunyai aktivitas penghambatan yang maksimum terhadap bakteri
patogen dan perusak makanan. Penggunaan rempah-rempah ini diharapkan juga
sekaligus dapat memperpanjang masa simpan buah salak.
Niamsa dan Sittiwet (2009) menyatakan bahwa ekstrak rimpang kunyit
pada konsentrasi rendah (4-16 gL-1) dapat mengendalikan bakteri. Sunilson et al.
(2009) juga melaporkan bahwa kunyit dan jahe memberikan pengaruh
antimikroba yang sangat baik jika dibandingkan dengan lengkuas.
Salah satu cara untuk menahan laju penurunan mutu dalam penanganan
pascapanen buah-buahan adalah dengan pelilinan. Pemberian lapisan lilin
diperlukan terutama bila terdapat luka pada buah serta goresan kecil pada
permukaan buah. Proses pelilinan biasanya dikombinasikan dengan bahan kimia

3

sintetis pembunuh bakteri dan cendawan. Menurut Sihombing (2010) manggis
yang diberi lapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu 8oC memiliki umur simpan
yang lebih lama. Wrasiati et al. (2001) melaporkan bahwa pelapisan lilin dengan
konsentrasi 10% pada permukaan kulit buah salak Bali memberikan hasil yang
terbaik dan dapat memperpanjang umur simpan buah salak yang semula 7 hari
menjadi 12 hari, serta dapat mempertahankan kualitas buah salak.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Menentukan spesies cendawan yang paling sering terisolasi dan isolat yang
paling berpotensi dalam menyebabkan penyakit pascapanen pada salak
Pondoh.
2. Mengkaji efektivitas ekstrak rimpang jahe dan kunyit terhadap pertumbuhan
cendawan.
3. Mengkaji formula bahan pelapis (konsentrasi pelilinan) yang dikombinasikan
dengan konsentrasi ekstrak fungisida botani yang terbaik dalam penyimpanan
salak Pondoh.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Salak Pondoh
Salak (Salaca edulis Reinw) tergolong dalam ordo Principes, famili
Palmae dan genus Salacca. Tanaman ini merupakan tanaman tropis asli dari
Indonesia dan dikenal dengan berbagai nama seperti salobi (Batak), saka (Bugis,
Makassar, Minangkabau), hakam (Kalimantan Tengah), sekoomo (Melayu), salak
(Sunda, Jawa, Bali, Madura), salak (Malaysia, Indonesia), snake fruit (bahasa
inggris) (Sastrapradja et al. 1980) . Menurut Murtiningsih et al. (1996) buah
salak mempunyai prospek yang baik karena cukup disukai, bernilai ekonomi
tinggi dan tanamannya berumur panjang, sehingga dapat memberikan hasil dalam
jangka waktu yang lama.
Menurut

Steenis (1981) pohon salak memiliki tangkai daun dengan

panjang 2.5-3 m, di bagian bawah dan tepinya berduri tempel yang banyak. Buah
salak pondoh berbentuk segitiga, bulat telur terbalik, kulit bersisik dengan warna
coklat kehitaman, coklat kemerahan, coklat kekuningan. Berat

buah yang

berukuran sedang berkisar antara 49-70 g, dengan panjang 5-6 cm. Daging buah
berwarna putih kapur dengan biji bulat hitam.
Di Indonesia salak pondoh merupakan

jenis salak yang terkenal dan

merupakan komoditas andalan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama salak
pondoh berasal dari daging buahnya yang berwarna putih dan rasanya manis
seperti “pondoh” (pucuk pohon kelapa sebelah dalam) dibandingkan

dengan

salak biasa, buah salak pondoh ukurannya relatif lebih kecil namun teksturnya
lebih keras, warna daging buah relatif putih, tetapi warna kulitnya lebih hitam
(Sabari 1983).
Menurut Wrasiati et al. (2001) penampakan secara fisik, bentuk dan
tekstur buah serta komposisi kimianya dapat menentukan kualitas buah-buahan
segar. Terjadinya penurunan kualitas dikarenakan penanganan pada saat panen
dan pascapanen yang kurang baik. Perlakuan yang kurang baik ini menimbulkan
kerusakan mekanis, fisiologis, biologis, mikrobiologis dan penundaan panen.
Direktorat Gizi DEPKES RI (2000) melaporkan bahwa setiap 100 g buah
salak

mengandung 77.0 kalori, 0.4 g protein, 20.9 g karbohidrat, 28.0 mg

5

kalsium, 18.0 mg fosfor, 4.2 mg zat besi, 0.04 mg vitamin B1, 2.0 mg vitamin C,
78.0 g air dan 50% bagian yang dapat dimakan.
Standar Mutu Salak
Standar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI 3167:2009 (Standar
Nasional Indonesia 2009), dengan ketentuan minimum untuk semua kelas buah
yang harus dipenuhi antara lain adalah utuh, padat (firm), penampilan segar, layak
dikonsumsi, bersih, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kerusakan akibat
temperatur rendah dan tinggi, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal,
kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin,
bebas dari aroma dan rasa asing. Bila disajikan dalam bentuk tandan, panjang
tandan maksimum 5 cm, memiliki tingkat kematangan yang cukup.
Buah salak harus dipanen dengan hati-hati dan telah mencapai tingkat
kematangan yang tepat sesuai dengan kriteria ciri varietas dan atau jenis komersial
dan lingkungan tumbuhnya. Perkembangan dan kondisi buah salak pada saat
panen harus dapat mendukung penanganan dan pengangkutan, sampai tujuan
dalam kondisi yang diinginkan.
Salak digolongkan dalam 3 (tiga) kelas mutu, yaitu kelas super, kelas A
dan kelas B. Salak kelas super adalah salak berkualitas paling baik (super) yaitu
bebas dari cacat, kecuali cacat sangat kecil. Salak kelas A adalah salak berkualitas
baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut: 1) Cacat sedikit pada kulit
seperti lecet, tergores atau kerusakan mekanis lainnya. 2) Total area yang cacat
tidak lebih dari 2 % luas total seluruh permukaan buah. 3) Cacat tersebut tidak
mempengaruhi isi buah. Salak kelas B adalah salak berkualitas baik, dengan cacat
yang diperbolehkan sebagai berikut: 1) Cacat sedikit pada kulit seperti lecet,
tergores atau kerusakan mekanis lainnya. 2) Total area yang cacat tidak lebih dari
5 % luas total seluruh permukaan buah. 3) Cacat tersebut tidak mempengaruhi isi
buah. Ketentuan mengenai ukuran dengan kode ukuran yang ditentukan
berdasarkan bobot disajikan pada Tabel 1.

6

Tabel 1 Kode ukuran berdasarkan bobot

Kode ukuran bobot

(gram)

1

> 120

2

101 – 120

3

81 – 100

Sumber : SNI (2009)

Ketentuan mengenai toleransi buah salak adalah sebagai berikut (a) Batas
toleransi mutu kelas super yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu
maksimum 5 % dari jumlah atau bobot salak, tetapi masih termasuk dalam
kelas A. (b) Batas toleransi mutu kelas A yang diperkenankan tidak memenuhi
ketentuan mutu, maksimum 10 % dari jumlah atau bobot salak, tetapi masih
termasuk dalam kelas B. (c) Batas toleransi mutu kelas B yang diperkenankan
tidak memenuhi ketentuan mutu maksimum 10 % dari jumlah atau bobot salak
tetapi masih memenuhi ketentuan minimum. (d) Untuk semua kelas, batas
toleransi yang diperbolehkan adalah 10 % di atas atau di bawah kisaran ukuran
yang ditentukan.
Cendawan Penyebab Kerusakan Pascapanen pada Buah Salak Pondoh
Pada kondisi yang baik buah salak memiliki beberapa faktor mutu antara
lain penampilan,

kondisi, tekstur, cita rasa dan nilai nutrisi. Seiring dengan

lamanya usia penyimpanan setelah dipanen, maka buah salak pun akan
mengalami penurunan kualitas. Pada umumnya terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas antara lain adalah cendawan, inang
dan lingkungan. Cendawan patogen sangat banyak dijumpai pada saat buah
masih berada pada tanaman atau di dalam ruang simpan. Meskipun demikian
hanya beberapa jenis

patogen yang mampu tumbuh dan berkembang dan

menimbulkan kerusakan pada produk pascapanen.
Buah salak yang terserang cendawan memiliki aroma dan cita rasa yang
tidak sedap serta tekstur yang lunak. Suharjo dan Wijadi (1991) melaporkan
bahwa

busuk buah salak pondoh disebabkan

Aspergillus

sp.,

Fusarium

sp.

dan

oleh serangan

Ceratocystis

paradoxa.

cendawan
Menurut

7

Kusuma et al. (1995) gejala buah yang busuk akibat serangan

Ceratocystis

paradoxa yaitu ujung buah mulai melunak, jika dikupas akan tampak daging
yang berwarna coklat hitam, lunak dan basah. Permukaan kulit buah yang
terserang

Fusarium sp. tertutup oleh miselium berwarna putih, daging buah

busuk. Sedangkan buah busuk yang disebabkan oleh Aspergillus sp. dimulai dari
pangkal buah dengan ditandai adanya konidiofor dan kepala berkonidium
berwarna kuning.
Murtiningsih et al. (1996) melaporkan bahwa penyebab penyakit
pascapanen pada buah salak adalah busuk buah yang disebabkan oleh Thielaviosis
sp. Gejala awal serangan pascapanen ini ditandai dengan pangkal buah mulai
lunak. Jika buah dikupas akan terlihat daging buah yang lunak sudah berwarna
coklat dan basah.
Berbagai Jenis Tanaman sebagai Fungisida Botani
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroba. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroba atau
menghambat pertumbuhan mikroba. Beberapa jenis tanaman yang

memiliki

aktivitas antimikroba cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih, cabe
merah, jahe, kunyit, dan lengkuas. Rempah-rempah tersebut mempunyai aktivitas
penghambatan yang maksimum terhadap bakteri patogen dan perusak makanan
(Winiarti et al. 2007).
Menurut Niamsa dan Sittiwet (2009) ekstrak rimpang kunyit (Curcuma
longa) mempunyai

aktivitas antimikroba yang baik terdapat bakteri dengan

konsentrasi rendah (4-16 gL-1). Sunilson et al. (2009), juga melaporkan bahwa
kunyit dan jahe memberikan pengaruh aktivitas antimikroba yang sangat baik
jika dibandingkan dengan lengkuas.
Jahe merah
Tanaman jahe merah dapat dikelompokkan ke dalam Kingdom: Plantae
(Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Divisi:
Spermatophyta

(Menghasilkan

biji),

Kelas:

Monocotyledoneae,

Bangsa:

Zingiberales, Suku: Zingiberaceae, Spesies: Zingiber officinale Linn var Rubrum
(Baker dan Bakhuizen 1968 )

8

Tanaman jahe merah Z. officinale Linn Var Rubrum (jahe sunti) merupakan
salah satu tanaman penting dari jenis temu-temuan yang termasuk dalam genus
Zingiber. Di Indonesia dikenal ada tiga tipe jahe yaitu jahe merah, jahe besar dan
jahe kecil. Ketiga tipe jahe tersebut memiliki bentuk, warna, aroma dan komposisi
warna yang berbeda. Dendogram berdasarkan unweighted pair group methods of
aritmetic avarage (UPGMA) dari semua nomor aksesi yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama. Jahe merah secara genetik
mempunyai kekerabatan yang jauh dari jahe besar, tetapi mempunyai kekerabatan
yang dekat dengan beberapa aksesi jahe kecil, keragaman genetik dari jahe kecil
(Ht = 0.25) lebih tinggi dari jahe besar (Ht = 0.08) (Wahyuni et al. 2003).
Kandungan utama Zingiber

adalah minyak atsiri yang merupakan

metabolit atau senyawa sekunder. Kadar minyak atsirinya cenderung bervariasi
yang dipengaruhi oleh umur panen, bagian organ, tanah, iklim, spesies dan
varietas. Penelitian kadar minyak atsiri yang dilakukan terhadap tujuh spesies
menunjukkan bahwa kadar tertinggi dihasilkan oleh Z. officinale yaitu 6.67%
(mL/100g), diikuti Z. cassumunar 6.33%, Z. zerumbet 6.00%, Z. aromaticum
5.00%, Z. amaricans 4.67%, Z. ottensii 4.29% dan yang paling rendah adalah
Z. gramineum 0.20% (Marsusi et al. 2001).
Menurut Etikawati dan Setyawan (2000) pembentukan minyak atsiri
pada genus Zingiber terjadi selama proses metabolisme. Minyak atsiri telah
dibentuk bahkan oleh sel-sel ujung akar yang masih bersifat meristematis. Pada
dasarnya

minyak atsiri sebagaimana umumnya lipida dapat dilarutkan oleh

pelarut organik seperti benzena, petroleum eter, kloroform dan lain lain.
Ficker et al. (2003) melaporkan bahwa ekstrak jahe memiliki efek anticendawan
walaupun belum ada penelitian tentang bagaimana mekanismenya. Gingerol,
gingerdiol dan zingerona yang terkandung dalam jahe telah diteliti oleh peneliti
sebelumnya dan memiliki efek anticendawan. Ekstrak jahe memiliki aktivitas
anticendawan spektrum luas, bahkan terhadap cendawan yang resisten terhadap
amfoterisis B dan ketokonazol.
Hasil isolasi dari rimpang jahe, dan strukturnya dengan metode spektral
dan beberapa transformasi kimia menunjukkan, bahwa terdapat kesamaan
metabolik

dari

konstituen

kurkuminoid

dengan

arilalkanoid

(dehidrogingerdiona→ gingerol → shogaol) Zingibeaceae Gingerenone A
menunjukkan aktivitas anticoccidium moderat in vitro dan efek anticendawan
yang kuat untuk Pyricularia oryzae (Endo et al. 1990).

9

Singh et al. (2008) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri
dalam oleoresin etanol adalah geranial 25.9%, eugenol 49.8%, sedangkan
komponen utama pada tiga oleoresin lain zingerone yaitu metanol, CCl4 dan
isooktana oleoresin masing-masing adalah 33.6%, 33.3% dan 30.5%. Aktivitas
antioksidan minyak atsiri dan oleoresin dievaluasi terhadap minyak mustard oleh
peroksida, anisidin, asam tiobarbiturat (thiobarbituric acid, TBA), feri tiosianat
(ferric thiosyanate, FTC) dan 2,2-difenil pikrilhidrazil

dengan menggunakan

metode scavenging radikal. Ditemukan antioksidan yang lebih baik dari pada butil
hidroksianisola. Sifat antimikroba juga dipelajari dengan menggunakan berbagai
spesies cendawan dan bakteri patogen. Minyak esensial dan oleoresin CCl4 100%
menunjukkan zona hambatan terhadap Fusarium moniliforme. Untuk uji terhadap
cendawan dan bakteri lainnya, minyak esensial dan semua oleoresins
menunjukkan efek hambat moderat yang baik. Minyak atsiri dan oleoresin sangat
efektif, selain itu dalam menghambat

pertumbuhan cendawan

dan bakteri

patogen minyak atsiri terbukti lebih baik daripada oleoresin
Sivasothy et al. (2011) menyatakan bahwa pada minyak esensial yang
diperoleh melalui proses hidrodistilasi daun dan rimpang jahe terdapat

46

konstituen yang diidentifikasi dari minyak daunnya, sedangkan 54 konstituen
yang diidentifikasi dari minyak rimpangnya. Minyak dari daun didominasi oleh
β-kariofilin 31.7%, sedangkan minyak dari rimpang terutama terdiri dari
monoterpenoid, dengan kamfena 14.5%, geraniol 14.3%, dan geranil asetat
13.7%.

Evaluasi

kegiatan

antibakteri

menggunakan

menunjukkan bahwa baik minyak daun maupun

teknik

mikro-dilusi

minyak rimpang agak aktif

terhadap bakteri Bacillus licheniformis, Gram-positif Spizizenii bacillus dan
Staphylococcus aureus, Escherichia coli bakteri Gram-negatif, Klebsiella
pneumoniae dan Pseudomonas stutzeri.
Habsah et al. (2000) melaporkan bahwa ekstrak diklorometana dan
metanol dari 13 genus yang tergolong famili Zingiberaceae di antaranya Alpinia,
Costus dan Zingiber diteliti untuk melihat aktivitas antimikroba dan antioksidan.
Sebagian besar aktivitas antimikroba ekstrak tersebut adalah antibakteri, hanya
ekstrak metanol Costus discolor yang menunjukkan aktivitas antifungi, sangat

10

ampuh terhadap Aspergillus ochraceous. Semua ekstrak menunjukkan aktivitas
antioksidan yang kuat, sebanding dengan atau lebih tinggi dari α-tokoferol.
Kunyit
Tanaman kunyit dapat dikelompokkan

ke dalam Kingdom: Plantae

(Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh),
Spermatophyta

(Menghasilkan

biji),

Kelas:

Divisi:

Monocotyledoneae, Bangsa:

Zingiberales, Suku: Zingiberaceae (suku jahe-jahean), Marga: Curcuma, Spesies:
Curcuma domestica (Baker dan Bakhuizen 1968)
Genus Curcuma terdiri lebih dari 80 spesies, memiliki kemampuan
beradaptasi pada tanah dataran rendah hingga dataran tinggi sampai ketinggian
2000 m dari permukaan laut seperti di daerah Ghats Barat dan Himalaya. Setelah
keluar dari daerah asalnya di wilayah Indo-Malaya, genus ini kemudian tersebar
luas ke daerah tropis Asia ke Afrika dan Australia. Di dunia Curcuma merupakan
komoditas penting karena merupakan bahan obat yang sangat potensial dalam
memerangi

berbagai

hypocholestraemic,

penyakit,

choleratic,

mengandung
antimikroba,

molekul
obat

nyamuk,

anti-inflamasi,
antirematik,

antifibrotic, antivenomous, antivirus, antidiabetes, antihepatotoksik,

serta

berperan sebagai antikanker (Sasikumar 2005).
Apisariyakul et al. (1995) mengkaji minyak kunyit dan kurkumin yang
diisolasi dari Curcuma longa L terhadap 15 isolat dermatofit, empat isolat jamur
patogen dan enam isolat khamir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 15 isolat
dermatofit dapat dihambat oleh minyak kunyit pada pengenceran 1:40-1:320,
tetapi tidak satu pun dari isolat dermatofit dihambat oleh kurkumin. Empat isolat
jamur patogen lainnya dihambat oleh minyak kunyit pada pengenceran 1:40-1:80
tetapi tidak ada yang dihambat oleh kurkumin.
Singh et al. (2010) melaporkan bahwa pada minyak esensial dari rimpang
kunyit segar terdapat unsur utama yang terdiri dari aromatik-turmeron 24.4%,
alpha-turmeron 20.5% dan beta-turmeron 11.1%. Di dalam oleoresins dari
rimpang kunyit segar, komponen utamanya adalah alpha-turmeron (53.4%), betaturmeron (18.1%) dan aromatik-turmeron (6.2%) .

11

Pelapisan Lilin
Pelapisan lilin merupakan salah satu cara

untuk memperpanjang umur

simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh lingkungan
yang tidak menguntungkan seperti mikroba. Selain itu pelilinan juga bertujuan
untuk menutupi luka atau goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran. Lilin
adalah pelapis yang digunakan untuk menggantikan lilin alami pada kulit buah
yang hilang akibat pencucian. Pelilinan dapat digunakan untuk

mengurangi

kehilangan air dan menutup luka (Kader 1992). Wrasiati et al. (2001) melaporkan
bahwa pelapisan lilin dengan konsentrasi 10%
salak