Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Tanoto Forestry Information Center Ipb Terhadap Faktor Gempa Dan Asesmen Terhadap Green Building

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR
GEDUNG TANOTO FORESTRY INFORMATION CENTER IPB
TERHADAP FAKTOR GEMPA DAN ASESMEN
TERHADAP GREEN BUILDING

SAHAT MAHARIS P GULTOM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Evaluasi Kekuatan
Struktur Gedung Tanoto Forestry Information Center IPB terhadap Faktor Gempa
dan Asesmen terhadap Green Building adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Sahat Maharis P Gultom
F451124021

RINGKASAN
SAHAT MAHARIS PARSAULIAN GULTOM. Evaluasi Kekuatan Struktur
Gedung Tanoto Forestry Information Center IPB terhadap Faktor Gempa dan
Asesmen terhadap Green Building. Dibimbing oleh ERIZAL dan YUDI
CHADIRIN.
Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa seperti yang tertulis dalam SNI
03-1726-2012.Oleh karena itu, bangunan-bangunan yang berada pada wilayah
dengan tingkat gempa tinggi harus memiliki perencanaan struktur beton yang baik,
untuk menghindari kerusakan saat terjadinya gempa. Gedung Tanoto Forestry
Information Center adalah salah satu bangunan baru yang dibangun di kawasan
IPB yang termasuk kedalam wilayah gempa 4 yang harusnya sudah memiliki
struktur yang kuat dan sudah menerapkan aspek green building. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengevaluasi ketahanan struktur gedung Tanoto Forestry
Information Center terhadap faktor gempa berdasarkan Peta Gempa Indonesia

2010 serta mengkaji penerapan aspek green building dari bangunan Tanoto
Forestry Information Center IPB berdasarkan penilaian GREENSHIP dari GBCI.
Pemodelan struktur gedung menggunakan SAP 2000. Analisa pembebanan
yang diberikan yaitu dengan metode spektrum respons ragam. Struktur yang
dianalisis adalah struktur atas gedung berupa balok, kolom dan pelat. Struktur
yang dievaluasi berupa jumlah tulangan yang dibandingkan dengan jumlah
tulangan struktur yang terpasang di lapangan. Metode kajian green building
dilakukan dengan metode penilaian aspek green building yang mengacu pada
GREENSHIP GBCI dengan sistem rating untuk gedung terbangun versi 1.0.
Hasil analisis dan evaluasi dengan adanya pengaruh gempa menunjukkan
bahwa terdapat beberapa komponen struktur yang terpasang memiliki jumlah
tulangan yang kurang dari jumlah tulangan hasil pemodelan, sehingga gedung
Tanoto Forestry Information Center IPB belum aman terhadap beban gempa
berdasarkan Peta Gempa 2010. Hasil asesmen terhadap enam aspek pada kriteria
GBCI yaitu Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency and
Conservation (EEC), Water Conservation (WAC), Material Resources and Cycle
(MRC), Indoor Health and Comfort (IHC) dan Building Environment
Management (BEM) yang mengacu pada GREENSHIP Existing Building Version
1.0, gedung “Tanoto Forestry Information Center” berhasil mendapatkan nilai 49
poin atau 41.88% dari maksimal 117 poin. Apabila seluruh prasyarat dari setiap

aspek telah terpenuh, maka sesuai dengan peringkat GREENSHIP GBCI, gedung
Tanoto Forestry Information Center mendapatkan peringkat minimum yaitu
Bronze seperti yang telah ditetapkan oleh GBCI.
Kata kunci: analisis struktur, green building, SAP 2000, GREENSHIP, gedung
Tanoto Forestry Information Center

SUMMARY
SAHAT MAHARIS PARSAULIAN GULTOM. Evaluation of Structural Strength
related to Earthquakes Factor and Assessment of Green Building of Tanoto
Forestry Information Center Building IPB. Supervised by ERIZAL and YUDI
CHADIRIN.
Indonesia is divided into six earthquake regions as written in SNI 031726-2012. Therefore, buildings that are in area with high seismic must have good
structure planning, to avoid damage when earthquake occured. Tanoto Forestry
Information Center Building is one of the new buildings, was built at the Bogor
Agricultural University area and included into the earthquake zone 4, which
should already have a strong structure. Furthermore, Tanoto building should
already implementing aspects of green building.
The purpose of this study was to evaluate the resistance of building
structure of Tanoto Forestry Information Center building to the earthquake factor
based on Indonesian Earthquake Hazard Map 2010 and to assess aspects of the

green building of the Tanoto Forestry Information Center building. The
assessment is conducted based on GREENSHIP existing Building version 1.0
from GBCI.
Modelling of building structure was analyzed using SAP 2000. The
loading analysis was using response spectrum analysis method of variance
procedure (Response Spectrum Modal Analysis). The analyzed structure was the
upper-structure building, which were beams, columns and slabs. The evaluated
structure was in the form of evaluated reinforcement compared to the amount of
installed reinforcement structure in the building. Green building assessment
method performed by the assessment method that refers to GREENSHIP existing
Building version 1.0 from GBCI.
The results of the analysis and evaluation showed there were some
structural components installed had the amount of reinforcement that was less
than the amount of the modelling reinforcement, therefore Tanoto Building was
not safe against earthquake based on Indonesian Earthquake Hazard Map 2010.
The results of assessment of six aspects of GBCI critera namely Appropriate Site
Development (ASD), Energy Efficiency and Conservation (EEC), Water
Conservation (WAC), Material Resources and Cycle (MRC), Indoor Health and
Comfort (IHC) and Building Environment Management (BEM) managed to get
the value of 49 points, or 41.88% of the maximum 117 points. Final assessment

shows that the Tanoto Forestry Information Center building is categorized as
Bronze level.
Keywords : structure analysis, green building, SAP 2000, GREENSHIP, Tanoto
Forestry Information Center building

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR
GEDUNG TANOTO FORESTRY INFORMATION CENTER IPB
TERHADAP FAKTOR GEMPA DAN ASESMEN
TERHADAP GREEN BUILDING


SAHAT MAHARIS P GULTOM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Meiske Widyarti, MEng

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus sehingga dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang telah
dilaksanakan berjudul Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Tanoto Forestry
Information Center IPB terhadap Faktor Gempa dan Asesmen terhadap Green

Building.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan
Bapak Dr Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr selaku pembimbing.Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, rekan-rekan
mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2013 dan rekan
seperjuangan di Perwira 77 .Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017
Sahat Maharis Parsaulian Gultom

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN


xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan struktur gedung
Beban Vertikal
Wilayah Gempa
Kombinasi Pembebanan
Analisa Struktur

Green Building

3
3
4
7
7
10
12

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Batasan Masalah

13
13
13
13

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan struktur gedung Tanoto
Green Building

16
16
21

5 KESIMPULAN DAN SARAN

40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN


43

RIWAYAT HIDUP

76

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Berat sendiri bahan bangunan
Berat sendiri komponen gedung
Beban hidup pada lantai gedung berdasarkan PPURG 1987
Beban hidup pada atap gedung berdasarkan PPURG 1987
Faktor keutamaan gempa, Ie
Klasifikasi situs berdasarkan SNI 03-1726-2012
Beban mati pada struktur pelat lantai
Beban mati pada struktur balok
Beban hidup pada struktur pelat lantai
Nilai parameter-parameter respon spektra untuk kondisi tanah sedang
(D)
Hasil analisis penulangan pelat lantai
Perbandingan jumlah dan diameter tulangan lentur dan geser kolom
Perbandingan jumlah tulangan lentur dan geser pada balok
Hasil pengukuran ketersediaan fasilitas umum di Gedung Tanoto IPB
Hasil perhitungan luasan area tapak Gedung Tanoto
Data curah hujan rata-rata bulanan dari 2004-2014
Hasil perhitungan limpasan gedung Tanoto
Perkiraan konsumsi arus listrik per bulan di gedung Tanoto
Hasil perhitungan IKE listrik gedung Tanoto
Perkiraan total konsumsi air di gedung Tanoto
Gas pencemar untuk tempat kerja perkantoran
Hasil pengukuran kualitas udara di gedung Tanoto IPB
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di gedung Tanoto

4
5
6
6
9
10
17
17
17
18
19
20
22
23
25
27
28
29
30
32
36
36
37

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Mekanisme pembebanan portal akibat pelat
Mekanisme pembebanan portal akibat balok dan dinding
Lokasi Gedung Tanoto Forestry Information Center
Diagram alir pelaksanaan penelitian
Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center
pada SAP 2000 (tampak depan)
Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center
pada SAP 2000 (tampak samping)
Peta gempa wilayah Bogor untuk T=1.0 detik
Peta gempa wilayah Bogor untuk T=0.2 detik
Grafik desain spektrum gempa gedung pada lokasi objek penelitian
Pemeliharaan eksterior bangunan oleh pihak ketiga PT Gondola
Adiperkasa
Transportasi dalam kampus berupa bus dan mobil listrik
Parkir khusus sepeda di gedung Tanoto
Shelter sepeda di depan gedung Tanoto
Luasan area tapak gedung Tanoto

3
3
13
14
16
16
17
17
19
22
23
24
24
25

15
16
17
18
19

Vegetasi yang didominasi pohon Shoreaselanica
Bulan basah dan bulan kering
Orientasi menuju bangunan tetangga menurut mata angin
Tipe refrigerant gedung Tanoto
SOP penggunaan gedung Tanoto tercantum larangan merokok dan
stiker dilarang merokok

26
27
28
33
35

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Peta Gempa Indonesia 2010
Denah Tie Beam Lantai Dasar
Denah balok lantai 2
Denah balok lantai 3
Denah balok lantai dak
Denah kolom lantai 1
Denah kolom lantai 2
Denah kolom lantai 3
Contoh perhitungan penulangan pelat tipe S1
Contoh perhitungan penulangan lentur balok tipe B1
Contoh perhitungan tulangan geser balok B1
Contoh perhitungan tulangan geser kolom K1-2
Sebaran akses umum dari gedung Tanoto
Contoh surat manajemen puncak mengenai pembelanjaan material
ramah lingkungan
Contoh surat pernyataan manajemen puncak mengenai pengelolaan
sampah berdasarkan pemilahan
Contoh SOP pemilahan sampah
Contoh SOP pengelolaan limbah B3
GREENSHIP Existing Building Version 1.0

44
45
46
47
48
49
50
51
52
55
58
61
62
63
64
65
66
67

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia terletak diantara 3 lempeng tektonik besar yaitu IndoAustralia, Eurasia dan lempeng Pasifik, Indonesia berpotensi tinggi mendapatkan
bencana alam yang sangat besar. Pergerakan yang aktif dari ketiga lempeng
tersebut menyebabkan terjadinya tumbukan dan menghasilkan energi yang besar
yang dapat menimbulkan gempa bumi. Gempa bumi menimbulkan banyak efek
negatif bagi manusia seperti banyaknya korban jiwa dan menimbulkan kerusakan
pada bangunan serta lingkungan.
Menurut SNI 03-1726-2012, Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah
gempa.Wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan tingkat gempa paling rendah
sedangkan wilayah gempa 6 adalah wilayah dengan tingkat gempa paling tinggi.
Oleh karena itu, bangunan-bangunan yang berada pada wilayah dengan tingkat
gempa tinggi harus memiliki perencanaan struktur beton yang baik, untuk
menghindari kerusakan saat terjadinya gempa.
Menurut SNI 03-2847-2002, perencanaan struktur beton bertulang harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; “(1) Analisis struktur harus dilakukan
dengan cara-cara mekanika teknik baku, (2) Analisis dengan komputer harus
disertai dengan penjelasan mengenai prinsip cara kerja program, data masukan
serta penjelasan mengenai data keluaran, (3) Percobaan model diperbolehkan bila
diperlukan untuk menunjang analisis teoritis dan (4) Analisis struktur harus
dilakukan dengan mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat
dari segi sifat bahan dan kekakuan unsurnya”.
Gedung Tanoto Forestry Information Center adalah salah satu bangunan
baru yang dibangun dikawasan IPB yang berfungsi sebagai pusat informasi
kehutanan. IPB merupakan kawasan yang termasuk ke dalam wilayah gempa 4.
Sebagai bangunan yang berada pada wilayah gempa 4, gedung Tanoto Forestry
Information Center harus sudah memiliki struktur bangunan yang kuat dalam
menghadapi ancaman gempa bumi.
Diharapkan dalam pembangunan gedung Tanoto Forestry Information
Center sudah menerapkan aspek-aspek green building. Berdasarkan Green
Building Council Indonesia (GBCI), sebagai lembaga resmi yang melakukan
sertifikasi bangunan hijau di Indonesia, 6 aspek yang harus dimiliki oleh sebuah
bangunan sehingga bangunan tersebut layak mendapatkan sertifikat green
building dari GBCI adalah Tepat Guna Lahan (Appropriate Site
Development/ASD), Efisiensi Energi dan Refrigeran (Energy Efficiency and
Refrigerant/EER), Konservasi Air (Water Conservation/WAC), Sumber dan
Siklus Material (Material Resources and Cycle/MRC), Kualitas Udara dan
Kenyamanan Udara (Indoor Health and Comfort/IHC), dan Manajemen
Lingkungan Bangunan (Building and Enviroment Management/BEM).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketahanan struktur gedung
Tanoto Forestry Information Center terhadap faktor gempa berdasarkan Peta
Gempa Indonesia 2010 serta mengkaji penerapan aspek green building dari

2

bangunan Tanoto Forestry Information Center IPB berdasarkan penilaian
GREENSHIP dari GBCI.
Manfaat Penelitian
P'enelitian ini bermanfaat untuk mengetahui ketahanan struktur atas
gedung Tanoto Forestry Information Center terhadap beban gempa 2010 dan
peraturan-peraturan terbaru dengan menggunakan metode respon spektrum. Pada
aspek green building, melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan
produktivitas pengguna, sesuai dengan salah satu kriteria kesehatan dan
kenyamanan dalam ruang dan dapat dijadikan masukan dan saran untuk perbaikan
sistem green building di gedung Tanoto.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap struktur dan analisis green
building dari gedung Tanoto Forestry Information Center. Gedung Tanoto
Forestry Information Center merupakan gedung baru yang dibangun dari tahun
2012 dan berlokasi di kampus IPB Darmaga. Gedung ini berfungsi sebagai pusat
informasi kehutanan dalam menopang pembangunan kehutanan Indonesia.
Struktur dianalisis menggunakan program SAP 2000 dan analisa beban gempa
menggunakan analisa respon spektrum. Pengkajian aspek green building
dilakukan dengan mengikuti standar yang tertulis pada GREENSHIP existing
building versi 1.0 yang dikeluarkan oleh GBCI.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan struktur gedung
McCormac (2004) menyatakan bahwa terdapat dua jenis beban yang bekerja
pada struktur yaitu beban statis dan dinamis. Beban statis merupakan beban yang
terus menerus bekerja pada struktur. Beban ini terdiri atas beban mati dan beban
hidup. Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tidak terduga pada
struktur misalnya beban angin, beban gempa dan beban akibat ledakan. Ditinjau
dari arah beban yang bekerja pada struktur, beban terdiri atas beban vertikal dan
beban horizontal. Beban vertikal terdiri atas beban mati dan beban hidup,
sedangkan beban horizontal terdiri atas beban angin dan beban gempa. Bebanbeban ini dapat bekerja serentak dan bekerja sendiri-sendiri. Beban yang bekerja
serentak dapat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap struktur. Pada
analisa portal yang terdiri dari balok dan kolom, lantai merupakan beban mati
yang bekerja pada balok dan kolom tersebut. Seluruh beban yang ada akan
didistribusikan ke balok dan kolom berdasarkan metode amplop yang
diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Mekanisme pembebanan portal akibat pelat
Berat sendiri balok dan berat dinding yang bekerja pada balok dianggap
sebagai beban yang terdistribusi secara merata di sepanjang portal. Mekanisme
pembebanannya seperti pada Gambar 2

Gambar 2 Mekanisme pembebanan portal akibat balok dan dinding

4

Beban Vertikal
A. Beban mati
Beban mati suatu elemen dihitung berdasarkan berat satuan material dan
volume elemen tersebut. Beban mati pada struktur bangunan terdiri atas berat
sendiri bahan bangunan dan berat komponen gedung. Berat sendiri pada bahan
bangunan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan berat komponen gedung dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1 Berat sendiri bahan bangunan
No
Material
1
Baja
2
Batu alam
3
Batu belah, batu bulat, batu
gunung
4
Batu karang
5
Batu pecah
6
Besi tuang
7
Beton
8
Beton bertulang
9
Kayu
10 Kerikil, koral

Berat
7850 kg/m3
2600 kg/m3
1500 kg/m3
700 kg/m3
1450 kg/m3
7250 kg/m3
2200 kg/m3
2400 kg/m3
1000 kg/m3
1650 kg/m3

13
14
15

Pasangan bata merah
1700 kg/m3
Pasangan batu belah, batu bulat, 2200 kg/m3
batu gunung
Pasangan batu cetak
2200 kg/m3
Pasangan batu karang
1450 kg/m3
Pasir
1600 kg/m3

16
17

Pasir
Pasir kerikil, koral

1800 kg/m3
1850 kg/m3

18

Tanah, lempung dan lanau

1700 kg/m3

19
20

Tanah, lempung dan lanau
Timah hitam (timbel)

2000 kg/m3
11400 kg/m3

11
12

Keterangan

Berat tumpuk
Berat tumpuk

Kelas I
Kering udara sampai
lembab, tanpa diayak

Kering udara sampai
lembab
Jenuh air
Kering udara sampai
lembab
Kering udara sampai
lembab
basah

B. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
terpisahkan dari gedung (DPU 1987). Beban hidup pada lantai gedung
berdasarkan PPURG 1987 dapat dilihat ada Tabel 3.
Beban hidup pada atap yang dapat dibebani oleh orang harus diambil
sebesar 100 kg/m2 bidang datar. Beban hidup pada atap gedung dapat dilihat pada
Tabel 4.

5

Tabel 2 Berat sendiri komponen gedung
No
Material
1
Adukan, per cm tebal :
 dari semen
 dari kapur, semen merah/tras
2
Aspal, per cm tebal
3
Dinding pasangan bata merah :
 satu batu
 setengah batu
4
Dinding pasangan batako :
 berlubang :
tebal dinding 20 cm (HB 20)
tebal dinding 10 cm (HB 10)
 tanpa lubang :
tebal dinding 15 cm
tebal dinding 10 cm
5
Langit-langit dan dinding, terdiri :
 semen asbes (eternit),
tebal maks. 4 mm
 kaca, tebal 3-5 mm

Berat

Keterangan

21 kg/m2
17 kg/m2
14 kg/m2
450 kg/m2
250 kg/m2

200 kg/m2
120 kg/m2
300 kg/m2
200 kg/m2
11 kg/m

2

10 kg/m2

6

Lantai kayu sederhana dengan balok 40 kg/m2
kayu

7

Penggantung langit langit (kayu)

7 kg/m2

8

Penutup atap genteng

50 kg/m2

9

Penutup atap sirap

40 kg/m2

10
11

Penutup atap seng gelombang (BJLS- 10 kg/m2
250)
Penutup lantai ubin, /cm tebal
24 kg/m2

12

Semen asbes gelombang (5 mm)

Termasuk
rusukrusuk,
tanpa
pengantung
atau
pengaku
Tanpa langit-langit,
bentang maks. 5 m,
beban hidup maks.
200 kg/m2
Bentang maks. 5 m,
jarak s.k.s. min 0.80
m
Dengan reng dan
usuk/kaso per m2
bidang atap
Dengan reng dan
usuk/kaso per m2
bidang atap
Tanpa usuk
Ubin
semen
Portland, teraso dan
beton, tanpa adukan

11 kg/m2

Beban Gempa
Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada
kerak bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal tetapi sah
satufaktor utamanya adalah benturan/gesekan kerak bumi yang mempengaruhi
permukaan bumi. Lokasi gesekan ini disebut fault zone.

6

Tabel 3 Beban hidup pada lantai gedung berdasarkan PPURG 1987
No
Penggunaan
Berat
Keterangan
2
1 Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m
kecuali yang disebut no.2
2 - Lantai & tangga rumah tinggal 125 kg/m2
sederhana
- Gudang-gudang selain untuk
toko, pabrik, bengkel
3 - Sekolah, ruang kuliah
250 kg/m2
- Kantor
- Toko, toserba
- Restoran
- Hotel, asrama
- Rumah Sakit
4 Ruang olahraga
400 kg/m2
5 Ruang dansa
500 kg/m2
6 Lantai dan balkon dalam dari
400 kg/m2
masjid, gereja, ruang
ruang pertemuan
pagelaran/rapat, bioskop
dengan tempat duduk
tetap
7 Panggung penonton
500 kg/m2
tempat duduk tidak tetap
/
penonton yang berdiri
2
8 Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m
no.3
9 Tangga, bordes tangga dan gang Tangga,
no. 4, 5, 6, 7
bordes
tangga dan
gang
10 Ruang pelengkap
250 kg/m2
no. 3, 4, 5, 6, 7
11 - Pabrik, bengkel, gudang
400 kg/m2
minimum
- Perpustakaan,r.arsip,toko buku
- Ruang alat dan mesin
12 Gedung parkir bertingkat :
800 kg/m2
- Lantai bawah
400 kg/m2
- Lantai tingkat lainnya
13 Balkon menjorok bebas keluar
300 kg/m2
minimum
Tabel 4 Beban hidup pada atap gedung berdasarkan PPURG 1987
No
Bagian Atap
Berat
Keterangan
1
Atap / bagiannya dapat
100 kg/m2 atap dak
dicapai orang, termasuk
kanopi
2
Atap / bagiannya tidak dapat
(40-0,8.α) α = sudut atap, min. 20
dicapai orang (diambil min.) :
kg/m2
kg/m2,
- beban hujan
100 kg
tak perlu ditinjau bila
- beban terpusat
α> 50o
3
Balok/gording tepi kantilever
200 kg

7

Kejutan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini
menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Pada saat
bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya
kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.
Gaya yang timbul disebut gaya inersia, besar gaya tersebut bergantung pada
banyak faktor yaitu:
1. Massa bangunan
2. Pendistribusian massa bangunan
3. Kekakuan struktur
4. Jenis tanah
5. Mekanisme redaman dari struktur
6. Perilaku dan besar alami getaran itu sendiri
7. Wilayah kegempaan
8. Periode getar alami
Wilayah Gempa
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 wilayah gempa ditetapkan berdasarkan
parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek 0.2 detik) dan
S1(percepatan batuan dasar pada periode 1.0 detik). Hal ini dapat dilihat pada
Gambar Peta Gempa Indonesia 2010 pada lampiran 1.
Kombinasi Pembebanan
1. Kombinasi Pembebanan
Berikut ini detail kombinasi untuk beban mati nominal, beban hidup
nominal dan beban gempa nominal yang diinput pada SAP 2000 berdasarkan
SNI 03-1726-2012 Pasal 7.4.2. Pembebanan gempa untuk KDS-D harus
memenuhi SNI 03-1726-2012 pasal 7.5.3, untuk prosedur kombinasi ortogonal
ditetapkan 100% gaya untuk satu arah ditambah 30% gaya untuk arah tegak
lurus.
1) 1,4DL
2) 1,2DL + 1,6LL + 0,5Lr
3) 1,2DL + 1,6Lr + 1LL
4) 1,2DL + 1WL + 1LL + 0,5Lr
5) 0,9DL + 1WL
6) 1,2DL + 1,1LL + 0,3(ρQE + 0,2SDS.DL) + 1(ρQE + 0,2SDS .DL).
a) = 1,2DL +1,1LL + 0,3(1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 1(1,3Ey + 0,2.0,578DL)
= 1,2DL +1,1LL + 0.39Ex + 0,03468DL + 1,3Ey + 0,1156DL
= 1,35028DL + 1,1LL + 0.39Ex + 1,3Ey
b) = 1,2DL +1,1LL - 0,3 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) - 1(1,3Ey + 0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL - 0,39SX - 0,03468DL - 1,3SY- 0,1156DL
= 1,04972DL + 1,1LL - 0,39Ex - 1,3Ey
c) = 1,2DL +1,1LL + 0,3(1,3Ex + 0,2.0,578DL) - 1(1,3Ey + 0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL + 0,39Ex + 0,03468DL - 1,3Ey- 0,1156DL
= 1,11908DL + 1,1LL + 0,39Ex- 1,3Ey
d) = 1,2DL +1,1LL - 0,3 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 1(1,3.Ey + 0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL - 0,39Ex - 0,03468DL + 1,3Ey+ 0,1156DL
= 1,28092DL + 1,1LL - 0,39Ex + 1,3Ey

8

7) 1,2DL + 1,1LL + 1(ρQE + 0,2SDS.DL ) + 0,3(ρQE + 0,2SDS.DL).
a) = 1,2.DL +1,1LL + 1 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 0,3(1,3Ey+0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL + 1,3Ex + 0,1156DL + 0,39Ey+ 0,03468DL
= 1,35028DL + 1,1LL + 1,3Ex + 0,39Ey
b) = 1,2DL +1,1LL - 1(1,3Ex + 0,2.0,578DL) – 0,3(1,3Ey +0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL – 1,3Ex - 0,1156DL - 0,39Ey- 0,03468DL
= 1,04972DL + 1,1LL – 1,3Ex - 0,39Ey
c) = 1,2DL +1,1LL + 1 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) - 0,3(1,3Ey + 0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL + 1,3Ex + 0,1156DL - 0,39Ey- 0,03468DL
= 1,28092DL + 1,1LL + 1,3Ex - 0,39Ey
d) = 1,2.DL +1,1.LL - 1 (1,3Ex + 0,2.0,578DL) + 0,3(1,3Ey+0,2.0,578DL)
= 1,2DL + 1,1LL - 1,3Ex - 0,1156DL + 0,39Ey+ 0,03468DL
= 1,11908DL + 1,1LL - 1,3Ex + 0,39Ey
8) 0,9DL + 0,3 (ρQE - 0,2SDS .DL ) + 1 (ρQE- 0,2SDS.DL).
a) = 0,9DL + 0,3(1,3Ex - 0,2.0,578DL ) + 1(1,3Ey- 0,2.0,578DL).
= 0,9DL + 0,39Ey – 0,03468DL+ 1,3Ey – 0,1156.DL
= 0,74972DL + 0,39Ex+ 1,3Ey
b) = 0,9DL - 0,3(1,3Ex - 0,2.0,578DL ) - 1(1,3Ey- 0,2.0578DL).
= 0,9.DL - 0,39Ex + 0,03468DL - 1,3Ey + 0,1156DL
= 1,05028DL - 0,39Ex - 1,3Ey
c) = 0,9DL + 0,3(1,3Ex - 0,2.0,578DL ) - 1(1,3Ey- 0,2.0578DL).
= 0,9.DL + 0,39Ex – 0,03468DL- 1,3Ey + 0,1156DL
= 0,98092DL + 0,39Ex - 1,3Ey
d) = 0,9DL - 0,3 (1,3Ex - 0,2.0,578DL ) + 1(1,3Ey- 0,2.0578DL).
= 0,9DL - 0,39Ex + 0,03468DL + 1,3.Ey - 0,1156.DL
= 0,81908DL - 0,39Ex+ 1,3Ey
9) 0,9 DL + 1 (ρQE - 0,2.SDSDL ) + 0,3(ρQE- 0,2SDS.DL).
a) = 0,9DL + 1 (1,3Ex- 0,2.0,578DL) + 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL)
= 0,9DL + 1,3Ex - 0,1156DL + 0,39Ey – 0,03468DL
= 0,74972DL +1,3Ex + 0,39Ey
b) = 0,9DL - 1 (1,3Ex- 0,2.0,578DL) - 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL)
= 0,9DL - 1,3Ex + 0,1156DL - 0,39Ey + 0,03468DL
= 1,05028DL - 1,3Ex - 0,39Ey
c) = 0,9DL + 1 (1,3Ex- 0,2.0,578DL) - 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL)
= 0,9DL + 1,3Ex – 0,1156DL - 0,39Ey + 0,03468DL
= 0,81908DL + 1,3Ex – 0,39Ey
d) = 0,9DL - 1 (1,3Ex - 0,2.0,578DL)+ 0,3(1,3Ey - 0,2.0,578DL)
= 0,9DL - 1,3Ex+ 0,1156DL + 0,39Ey- 0,03468DL
= 0,98092DL - 1,3Ex+ 0,39Ey
Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.4.2, pada kombinasi yang terdapat
variabel beban gempa (E) harus didefinisikan sebagai E = Eh + Ev dan E = Eh Ev. Pengaruh beban gempa seismik Eh dan Ev harus ditentukan dengan rumus
berikut,
Eh = �. Q . E
(1)
Keterangan:
Q
= Pengaruh gaya seismik horizontal dari V atau Fp.
P
= Faktor redudansi, untuk desain seismik D sampai F nilainya 1,3.

9

Pengaruh beban seismik Ev harus ditentukan dengan rumus berikut ini,
Ev = 0,2 . SDS. DL

(2)

Keterangan:
Eh
= Pengaruh beban seismik horizontal.
Ev
= Pengaruh beban seismik vertikal.
Q
= Pengaruh gaya seismik horizontal dari V atau Fp.
Ρ
= Faktor redudansi, untuk desain seismik D sampai F nilainya 1,3.
SDS
= Parameter percepatan s spektral pada perioda pendek, redaman 5.
DL
= Beban mati.
LL
= Beban hidup, dimana Lr = Beban hidup khusus pada atap
RL
= Beban hidup air hujan
WL
= Beban angin
Gaya Geser Dasar Seismik
Besarnya gaya geser dasar seismik (V), dalam arah yang ditetapkan harus
ditentukan sesuai SNI-1726-2012 dengan persamaan berikut:
= ��

(3)

Keterangan:
Cs
= koefisien respons seismik
W
= berat seismik efektif
Koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai SNI-1726-2012 dengan
persamaan:
(4)


Keterangan:
SDS
= parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
periode pendek
R
= faktor modifikasi respons
Ie
= faktor keutamaan gempa

Faktor keutamaan gempa dibagi menjadi empat kategori. Pembagian nilai
faktor keutamaan gempa pada keempat kategori dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Faktor keutamaan gempa, Ie
Kategori Risiko
Faktor Keutamaan Gempa, Ie
I atau II
1,0
III
1,25
IV
1,50
Sumber: SNI 1726-2012.

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan Persamaan 3 tidak perlu melebihi
berikut ini:



(5)

10

2. Penentuan kelas situs tanah
Cara menentukan klasifikasi situs tanah, dengan cara melihat parameter
karakteristik tanah melalui besaran nilai Vs (Kecepatan rata-rata gelombang
geser), N (Tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata), Nch (Tahanan penetrasi
standar rata-rata untuk lapisan tanah non-kohesif),dan Su (Kuat geser niralir ratarata) (Lihat tabel 1). Klasifikasi situs berdasarkan SNI 03-1726-2012 dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Klasifikasi situs berdasarkan SNI 03-1726-2012
Kelas Situs
Vs (m/s)
N atau Nch
Su
SA (Batuan keras)
>1500
N/A
N/A
SB (Batuan)
750 sampai 1500
N/A
N/A
SC
(Tanah
keras,
Sangat
padat
dan 350 sampai 750
> 50
> 100
batuan lunak)
SD (Tanah sedang)
175 sampai 350
15 sampai 50
50 sampai 100
SE (Tanah Lunak)
< 175
< 15
< 50
atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3
m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :
1.Indeks Plastisitas, PI > 20
2.Kadar air, w > 40 % dan
Kuat geser niralir, Su< 25 Kpa
SF (Tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
yang
membutuhkan atau lebih dari karakteristik berikut:
investigasi geoteknik  Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
spesifik dan analisis beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat
respons spesifik-situs sensitif, tanah tersementasi lemah.
yang mengikuti Pasal  Lempung sangat organik dan atau gambut
6.9.1)
(ketebalan H > 3 m).
 Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >
7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75
 Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan
ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 Kpa.
Catatan: N/A tidak dapat dipakai

Analisa Struktur
Struktur Pelat
Pelat lantai selain berfungsi sebagai struktur sekunder juga berfungsi sebagai
diafragma yang membantu menyalurkan gaya-gaya lateral akibat gempa ke rangka
struktur utama (Budiono dan Supriyatna 2011).
Analisa pelat sama seperti analisis balok. Pembebanan disesuaikan dengan
beban persatuan panjang dari lajur pelat sehingga gaya momen tipikal dengan
sistem balok. Pemasangan tulangan lentur akan membentang dari kedua
tumpuannya. Sedangkan pemasangan tulangan yang tegak lurus terhadap tulangan
lentur diperuntukkan guna mencakup efek struktur beton.
Beban-beban yang umum terjadi biasanya tidak menyebabkan pelat
membutuhkan penulangan geser. Penulangan melintang atau tulangan sekunder
(tulangan yang berarah tegak lurus terhadap arah lentur atau tegak lurus tulangan

11

utama) harus diberikan untuk menahan tegangan susut (shrinkage stress) dan
tegangan-tegangan akibat perubahan temperatur (Fauzan dan Riswan 2002).
Struktur Balok
Balok merupakan komponen pemikul momen yang akan menyalurkan
beban ke kolom. Balok dimodelkan sebagai frame yang memiliki joint yang kaku
sehingga momen-momen maksimum terjadi di ujung balok.
Struktur balok yang diberi beban lentur akan mengakibatkan terjadinya
momen lentur pada balok tersebut, sehingga akan terjadi deformasi (regangan)
lentur dalam balok tersebut. Regangan-regangan yang terjadi tersebut akan
menimbulkan tegangan pada balok.
Sifat utama beton yang kurang mampu menahan tarik, mengakibatkan
perlunya penahan tegangan tarik pada beton dengan cara memasang baja tulangan
pada daerah tarik sehingga terbentuk struktur beton bertulang yang dapat menahan
lenturan. Apabila gaya geser yang bekerja sangat besar maka perlu dipasang baja
tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut.
Jenis tulangan geser yang umum digunakan adalah sengkang vertikal
(vertical stirrup), yang dapat berupa baja berdiameter kecil ataupun kawat baja las
yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial penampang, dan sengkang
miring. Sengkang miring dapat juga berasal dari tulangan longitudinal yang
dibengkokkan.
Struktur Kolom
Perencanaan kolom harus memperhitungkan semua beban vertikal yang
bekerja pada kolom. Pada suatu struktur, kolom menyalurkan beban yang berasal
dari berat struktur sendiri, beban hidup, dan beban yang berasal dari gedung baik
itu yang berada di atas pelat lantai maupun pada balok dan kolom ke kolom di
bawahnya, kemudian ke pondasi sehingga beban total yang diterima oleh suatu
kolom merupakan beban kumulatif dari beban kolom diatasnya. Pengaruh retak
beton akibat beban gempa dapat diperhitungkan dengan mereduksi momen inersia
penampang kolom sehingga momen inersia efektif yang digunakan hanya 75%
dari momen inersia penampang utuh.
SNI 03-2847-2002 menyatakan bahwa suatu kolom dapat dievaluasi
berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1. Kekuatan unsur-unsur harus didasarkan pada perhitungan yang
memenuhi syarat keseimbangan dan kompatibilitas regangan.
2. Regangan di dalam beton dan baja tulangan dimisalkan berbanding
lurus dengan jarak terhadap garis netral.
3. Regangan maksimum yang dapat dipakai pada serat tekan ekstrim
beton adalah 0.003.
4. Kekuatan tarik beton diabaikan dalam perhitungan.
Tulangan geser suatu kolom yang ditentukan dalam SNI 03-2847-2002 adalah
sebagai berikut:
1. Untuk tulangan longitudinal yang lebih kecil dari D-32, maka diikat
dengan sengkang paling sedikit dengan ukuran D-10.
2. Spasi vertikal sengkang harus 16 kali diameter tulangan longitudinal
(Wulandari 2013).

12

Green Building
Green building adalah bangunan ramah lingkungan yang dicapai baik dari
tahap perencanaan, pembangunan maupun pengoperasian dan pemeliharaan
sehari-hari (GBCI 2013). Sebuah bangunan ramah lingkungan harus
menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber
daya yang efisien. Green building adalah konsep untuk bangunan berkelanjutan
dan merupakan salah satu upaya untuk penghematan energi yang dapat
diterapkan pada suatu gedung (Putri et al. 2012). Bangunan berkelanjutan
mempunyai
prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
kebutuhan generasi kedepan, hal ini tentu sangat selaras dengan konsep green
building yang salah satunya menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan.
Sertifikasi bangunan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana bangunan
tersebut telah menerapkan aspek-aspek green building. Pihak yang melakukan
sertifikasi diantaranya adalah Amerika Serikat – LEED, Singapura - Green Mark,
dan untuk di Indonesia adalah GBCI. Green Building Council Indonesia atau
Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah asosiasi bangunan green
building untuk Negara Indonesia. Salah satu program GBC Indonesia adalah
menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan
perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP dengan sistem
rating. Kategori GREENSHIP dibagi menjadi dua yaitu untuk kategori bangunan
baru (new building) dan kategori bangunan terbangun (existing building).
GBCI (2013) menjelaskan bahawa sistem rating GREENSHIP merupakan
alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik pengusaha, engineer, maupun
pelaku lainnya dalam menerapkan best practices dan mencapai standar terukur
yang dapat dipahami oleh masyarakat umum, terutama tenant dan pengguna
bangunan. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah
terjadinya suatu bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan sejak
tahap perencanaan, pembangunan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan seharihari. Kriteria penilaiannya dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu:
1. Appropriate site development/ASD (tepat guna lahan)
2. Energy efficiency and conservation/EEC (efisiensi dan konservasi energi)
3. Water conservation/WAC (konservasi air)
4. Material resources and cycle/MRC (sumber dan siklus material)
5. Indoor air health and comfort/IHC (kualitas udara dan kenyamanan
ruangan)
6. Building and environment management/BEM (manajemen lingkungan
bangunan)
Peringkat pada GREENSHIP tahap final assessment terdiri dari:
Platinum
: Minimum persentase 73% dengan 86 poin
Gold
: Minimum persentase 57% dengan 67 poin
Silver
: Minimum persentase 46% dengan 54 poin
Bronze
: Minimum persentase 35% dengan 41 poin

13

3 METODE
Waktu dan Tempat
Pengumpulan data penelitian dilakukan dari bulan Juni 2014 dan
penelitian dilaksanakan dari bulan Juli – September 2014 di gedung Tanoto
Forestry Information Center, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. Peta
lokasi gedung dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Lokasi Gedung Tanoto Forestry Information Center
Bahan
Bahan penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari perencana dan
peraturan SNI. Data tersebut meliputi Gambar As Built Drawing, SK SNI 032847-2002 “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan
Gedung”, SK SNI 03-1726-2012 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung “, Peraturan Pembebanan
Indonesia untuk Gedung 1983, Peta Gempa Indonesia 2010,
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer, Microsoft
Office Excel, Program Structure Analysis Program 2000 (SAP 2000), Autocad
2010, Sound level meter, Termometer, Air sampler, GPS (Global Positioning
System) dan perangkat analisis green building GBCI GREENSHIP rating tools
untuk gedung terbangun versi 1.0.
Batasan Masalah
Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Struktur gedung dibagi atas dua bagian :
 Struktur atas berupa bangunan utama
 Struktur bawah berupa pondasi dan tiang pancang
2. Analisis dan perhitungan struktur dilakukan dalam tiga dimensi dengan
menggunakan beban-beban sebagai berikut :
 Beban mati (dead load)
 Beban hidup (live load)

14

 Beban gempa (earthquake load)
3. Gaya dalam dianalisis dengan menggunakan program komputer SAP 2000
4. Analisa beban gempa dilakukan dengan menggunakan analisa gempa respon
spektrum
5. Dimensi struktur dan jenis penulangan disesuaikan dengan As Built Drawing.
6. Desain penulangan terfokus pada struktur balok, kolom, dan pelat
7. Hasil desain yang dibandingkan adalah banyaknya tulangan yang didesain
tulangan yang dipakai di lapangan.
8. Perencanaan beban gempa memakai Peta Gempa Indonesia 2010 dengan
berpedoman pada perencanaan gempa pada SK SNI 1726-2012.
9. Kajian aspek green building berdasarkan pada parameter-parameter
GREENSHIP GBCI (Green Building Council Indonesia).
Data dari Kontraktor

MULAI

Peraturan SNI

Pengumpulan data

Pemodelan struktur
Pembuatan
gempa

spektrum

Kajian green building

Analisa Pembebanan
 Beban hidup (liveload)
 Beban mati(deadload)
 Beban gempa (earthquakeload)
 Respon Spektrum
Analisa Struktur

Evaluasi Struktur

Penyusunan laporan akhir

SELESAI

Gambar 4 Diagram alir pelaksanaan penelitian
Keterangan Diagram Alir :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data terdiri atas dua sumber yaitu data dari kontraktor
perencana dan data dari peraturan. Data dari kontraktor perencana meliputi
gambar As Built Drawing dan data kekuatan tanah untuk perencanaan daya
dukung pondasi tiang pancang, sedangkan data dari peraturan berupa SK SNI

15

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

03-2847-2002, SK SNI 1726-2012, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk
Gedung 1983 dan Peta Gempa Indonesia 2010.
Pemodelan struktur
Gambar As Built Drawing dimodelkan secara tiga dimensi dengan
memakai aplikasi program SAP 2000. Pemodelan struktur dikondisikan
dengan keadaan struktur sebenarnya.
Pembuatan spektrum gempa
Pembuatan spektrum gempa bertujuan untuk mencari besarnya koefisien
dasar gempa (Sa) sebagai langkah awal dalam menganalisis beban gempa.
Analisa pembebanan
Pembebanan dianalisa dengan menggunakan aplikasi program SAP
2000 untuk menentukan gaya-gaya dalam struktur yang nantinya akan
digunakan dalam perencanaan tulang struktur. Beban yang dianalisa adalah
beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Beban mati dan hidup dirujuk dari
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.
Analisis struktur
Hasil dari pemodelan struktur SAP 2000 yang berupa gaya-gaya dalam
dianalisis untuk merencanakan tulangan struktur pada balok, kolom dan pelat.
Evaluasi struktur
Hasil dari perhitungan struktur yang berupa jumlah tulangan
dibandingkan dengan jumlah tulangan struktur yang terpasang di lapangan
(kondisi eksisting), kemudian dievaluasi.
Kajian green building
Pengumpulan data-data teknis bangunan untuk bangunan yang sudah
jadi dan termasuk ke dalam aspek-aspek green building GBCI.
Penyusunan laporan akhir
Penyusunan laporan akhir atau tesis yang berisi keseluruhan proses yang
sudah dikerjakan dan desain gambar yang sudah dibuat.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan struktur gedung Tanoto
Komponen struktur seperti balok, kolom, pelat lantai, pada gambar as built
drawing dimodelkan dengan menggunakan software SAP 2000. Material yang
digunakan diinput pada software yaitu beton dengan mutu K-300 untuk setiap
komponen struktur. Tulangan beton menggunakan baja dengan mutu BJTD-39
untuk tulangan dengan diameter lebih besar dari D12, dan mutu BJTP-24 untuk
tulangan dengan diameter lebih kecil dari D12. Hasil pemodelan berupa tiga
dimensi yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Beban mati pada
struktur pelat lantai dapat dilihat pada Tabel 7, beban mati pada struktur balok
pada Tabel 8 dan beban hidup pada struktur lantai pada Tabel 8.

Gambar 5 Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information
Center pada SAP 2000 (Tampak Depan)

Gambar 6 Pemodelan 3D struktur gedung Tanoto Forestry Information Center
pada SAP 2000 (Tampak Samping)

17

Tabel 7 Beban mati pada struktur pelat lantai
Jenis Bahan
Berat (kg/m2)
Instalasi ME
25
Sanitasi dan Plumbing
30
Plafond dan penggantung
18
Spesi dan keramik
66
Total
139
Tabel 8 Beban mati pada struktur balok
Jenis bahan
Berat (kg/m2)
Bata merah (tinggi 4.5m)
1125
Kaca (tebal 12 mm)
140.4
Tabel 9 Beban hidup pada struktur pelat lantai
Jenis beban hidup
Berat (kg/m2)
Lantai sekolah, ruang
250
kuliah, kantor dan asrama
Desain Spektrum Gempa
Respon Spektrum adalah sebuah grafik hubungan nilai puncak respons
struktur akibat eksitasi gempa sebagai fungsi dari periode natural sistem struktur.
Spektrum gempa dibuat berdasarkan peta gempa Indonesia 2010. Pembuatan
spektrum gempa disesuaikan dengan letak geografis dan kelas tanah
bangunan.Berdasarkan SNI 03-1726-2012, terdapat dua jenis percepatan batuan
dasar, yaitu percepatan dasar 1 detik (S1) dan percepatan batuan dasar 0.2 detik
(Ss). Penentuan nilai masing-masing percepatan batuan dasar untuk wilayah
Bogor dapat dilihat pada gambar peta zonasi dibawah ini.

Gambar 7 Peta gempa wilayah Bogor untuk T=1.0 detik

Gambar 8 Peta gempa wilayah Bogor untuk T=0.2 detik

18

Berdasarkan peta gempa wilayah dapat diketahui bahwa nilai S1 untuk
wilayah kota Bogor berkisar 0.3 – 0.4 dan nilai Ss untuk wilayah Bogor berkisar
0.8 – 0.9 g. Penentuan nilai S1 dan Ss dapat juga diperoleh dengan mengakses
website resmi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman (PUSKIM)
milik Kementerian Pekerjaan Umum dengan memasukkan koordinat dari objek
penelitian. Gedung Tanoto Forestry Information Center terletak pada koordinat
6°33‟21.2832„„LS dan 106°43‟52.6188 BT, sehingga dapat diketahui nilai
percepatan batuan dasar di lokasi penelitian. Hasil analisa dari website PUSKIM
diketahui bahwa wilayah objek penelitian masuk dalam kelas situs sedang (D),
nilai percepatan batuan dasar 1 detik (S1) diperoleh sebesar 0.353 dan nilai
percepatan batuan dasar 0.2 detik (Ss) diperoleh sebesar 0.867.
Nilai S1 dan Ss dijadikan acuan untuk menentukan nilai faktor amplifikasi
terkait spektra percepatan. Pada jenis tanah yang sama, semakin tinggi nilai S1 dan
Ss, nilai faktor amplifikasi terkait spektra percepatan semakin kecil. Nilai S1
dijadikan acuan dalam menentukan nilai faktor amlifikasi terkait percepatan yang
mewakili getaran perioda 1 detik (Fv) dan nilai Ss dijadikan acuan untuk
menentukan nilai faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran
perioda pendek 0.2 detik (Fa). Dalam pembuatan grafik spektrum gempa
dibutuhkan juga nilai parameter-parameter lainnya yang dihitung berdasarkan SNI
03-1726-2012, yaitu spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS),
spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik (SM1), percepatan spektral
desain untuk perioda pendek (SDS) dan perioda 1 detik (SD1), percepatan respon
spektra (Sa) dan periode (T). Tabel 10 menunjukkan nilai hasil perhitungan
parameter-parameter tersebut :

Tabel 10 Nilai parameter-parameter respon spektra untuk kondisi tanah sedang (D)
Parameter
Nilai
Ss
0.867 g
S1
0.353 g
Fa
1.1532
Fv
1.694
SMS
0.999 g
SM1
0.353 g
SDS
0.667 g
SD1
0.3987 g
T0
0.081 detik
Ts
0.407detik
Pada T < T0 didapat:

Pada T > Ts didapat:
Pada T0≤ T ≤ Ts didapat:

19

Hasil dari pembuatan grafik spektrum gempa pada lokasi gedung Tanoto
Forestry Information Center IPB dengan kelas situs tanah sedang (D) dapat
dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik desain spektrum gempa gedung pada lokasi objek penelitian
Evaluasi Pelat
Perencanaan pelat direncanakan dengan metode koefisien momen dengan
analisis dua arah yaitu arah sumbu x dan arah sumbu y. Gedung Tanoto memakai
dua jenis pelat yang berbeda ketebalannya. Perbedaan pelat ini disesuaikan
berdasarkan fungsi dari lantai tersebut. Pada pelat tipe S1, tebal pelat adalah 120
mm dan pelat tipe S2 memiliki tebal 100 mm. Hasil dari perencanaan penulangan
pelat dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil analisis penulangan pelat lantai
Pelat

Tebal
(mm)

S1

120

S

100

Kondisi

Arah X

Arah Y

Eksisting

D8-150

D8-150

Evaluasi

D8-150

D8-150

Eksisting

D6-150

D6-150

Evaluasi

D6-150

D6-150

Keterangan

Aman
Aman

Dari hasil perhitungan ulang menggunakan metode koefisien momen, hasil
penulangan pelat menunjukkan hasil yang sama dengan tulangan yang terdapat
pada kondisi eksisting yaitu dengan menggunakan tulangan diameter 8 dengan
jarak 150 mm pada pelat tipe S1 dan tulangan diameter 6 dengan jarak 150 mm
pada pelat tipe S2, sehingga dapat dikatakan pelat aman dalam menerima beban.

20

Evaluasi Kolom
Dari hasil analisis struktur dapat diketahui bahwa, untuk analisis tulangan
lentur beberapa tipe kolom memiliki jumlah tulangan eksisting yang kurang dari
analisis respon spektrum. Kolom tersebut merupakan tulangan dengan diameter
19 mm yaitu kolom K1-1 yang memiliki perbedaan sebanyak 6 tulangan, K1-2
sebanyak 8 tulangan, K2-2 sebanyak 3 tulangan, K2-3 sebanyak 1 tulangan, K2-4
sebanyak 2 tulangan dan K31 sebanyak 2 tulangan. Untuk tipe kolom K1-3 dan
K2-1, nilai eksisting jumlah tulangan lebih besar daripada nilai analisis, yaitu K13 memiliki perbedaan sebanyak 1 tulangan dan K2-1 sebanyak 4 tulangan. Pada
tulangan geser kolom, hasil analisis pada SAP 2000 menunjukkan perbedaan yang
sangat kecil ataupun hampir tidak terjadi perbedaan pada setiap kolom. Hasil
perbandingan jumlah dan diameter dan tulangan lentur dan geser kolom dapat
dilihat pada Tabel 12.
Evaluasi Balok
Pada analisis struktur dengan adanya pengaruh gempa, masih terdapat tipe
balok yang dapat dikatakan tidak aman terhadap dalam menahan beban gempa.
Tipe balok tersebut dikatakan tidak aman terhadap beban gempa dikarenakan
jumlah tulangan eksisting kurang dari jumlah tulangan hasil evaluasi.
Adapun tipe balok yang memiliki perbedaan tulangan lentur tersebut
adalah balok B1A di bagian tumpuan atas 3D19 lebih kecil dari hasil analisis
yaitu 6D19, untuk tumpuan bawah eksisting (2D19) juga lebih kecil dari analisis
(3D19). Balok B2 di bagian tumpuan atas (5D19) jauh lebih kecil dari hasil
analisis (11D19), tumpuan bawah (3D19) juga lebih kecil dari hasil analisis
(5D19). Selanjutunya adalah balok B3 yang memiliki perbedaan pada bagian
tumpuan atas (6D19) yang lebih kecil daripada hasil analisis (8D19).
Tabel 12 Perbandingan jumlah dan diameter tulangan lentur dan geser kolom
Kolom
K1-1
K1-2
K1-3
K2-1
K2-2
K2-3

Kondisi
Eksisting
Respon spektrum
Eksisting
Respon spektrum
Eksisting
Respon spektrum
Eksisting
Respon spektrum
Eksisting
Respon spektrum
Eksisting
Respon spektrum

Dimensi
40x40
40x40
40x40
40x40
40x40
40x40

Lentur

Geser

12D19

3D10-150

18D19

3D10-150

10D19

3D10-150

18D19

3D10-150

8D19

D10-150

7D19

D10-150

10D19

D10-150

6D19

D10-150

8D19

D10-150

11D19

D10-150

6D19

D10-150

7D19

D10-150

21

K2-4
K3-1

Eksisting

40x40

Respon spektrum
Eksisting

30x40

Respon spektrum

6D19

D10-150

8D19

D10-150

6D19

D10-150

8D19

D10-150

Tabel 13 Perbandingan jumlah tulangan lentur dan geser pada balok
Lentur
Balok

B1

Dimensi

250x350

B1A

250x350

B2

300x450

B2A

300x450

B3

400x700

B3A

400x700

Kondisi

Tumpuan

Geser
Lapangan

Tumpuan

Lapangan

3D19

D10-100

D10-100

1D19

1D19

D10-100

D10-100

2D19

2D19

3D19

D10-100

D10-100

6D19

3D19

2D19

4D19

D10-100

D10-100

Eksisting

5D19

3D19

3D19

3D19

D10-100

D10-100

Respon
spektrum

11D1
9

5D19

3D19

3D19

D10-100

D10-100

Eksisting

4D19

2D19

2D19

4D19

D10-100

D10-100

Respon
spektrum

2D19

2D19

1D19

1D19

D10-100

D10-100

Eksisting

6D19

4D19

3D19

8D19

D10-100

D10-150

Respon
spektrum

8D19

4D19

3D19

6D19

D10-100

D10-150

Eksisting

4D19

3D19

3D19

4D19

D10-100

D10-200

Respon
spektrum

4D19

2D19

1D19

4D19

D10-100

D10-200

Atas

Bawah

Atas

Bawah

Eksisting

5D19

3D19

3D19

Respon
spektrum

4D19

3D19

Eksisting

3D19

Respon
spektrum

Hasil perencanaan tulangan geser pada struktur balok gedung Tanoto ini
menunjukkan bahwa kondisi eksisting telah memenuhi kebutuhan jumlah
tulangan hasil perencanaan dengan menggunakan gempa.
Green Building
1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development – ASD)
Aspek ASD membahas tentang kebijakan perusahaan terhadap
pengelolaan tata guna lahan. Tata guna laham yang dimaksud ialah semua lahan
yang terbangun ataupun tidak terbangun yang dapat dimanfaatkan sesuai
kebutuhan perusahaan. Hal ini tercakup dalam pembangunan infrastruktur,
tersedianya ruang terbuka hijau (RTH), dan fasilitas pelengkap lainnya, seperti
jaringan dan moda transportasi, utilitas, komunikasi, serta berbagai fasilitas umum
lainnya. Keterhubungan dengan semua fasilitas dan infrastruktur ini dapat
memberikan kemudahan sehingga efisiensi energi dan biaya tercapai.

22

Aspek tepat guna lahan diharapkan mampu mengurangi pengaruh negatif
dari perubahan guna lahan oleh pembanguna terhadap lingkungan. Rating dan
penilaian dalam aspek ASD terdiri dari 2 rating prasyarat dan 8 rating biasa
dengan total maksimal adalah 16 poin. Hasil penilaian terhadap rating aspek ASD
berdasarkan GBCI adalah sebagai berikut :
Site Management Policy
Peraturan pemeliharaan tapak merupakan kriteria prasyarat yang berisi
adanya komitmen atau kebijakan mengenai pemeliharaan eksterior bangunan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak manajemen, terdapat komitmen
dalam usaha pemeliharaan eksterior bangunan seperti dinding bangunan. Usaha
pemeliharaan diberikan pada pihak ketiga yaitu PT Pola Gondola Adiperkasa
(Gambar 10). PT Pol