MODEL MENTAL OPTIMISME WIRAUSAHAWAN INDONESIA: PSIKOLOGI INDIGENOUS

ABSTRAK
PENELITIAN FUNDAMENTAL

MODEL MENTAL OPTIMISME WIRAUSAHAWAN INDONESIA:
PSIKOLOGI INDIGENOUS

Oleh :
Dr. Moordiningsih, M.Si, Psi.
Setia Asyanti, M.Si, Psi.
Drs. Meddy Sulistyanto,M.M, Psi.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
DESEMBER 2011


 

ABSTRAK
Minat generasi muda untuk menjadi pelaku wirausaha sebenarnya cukup menunjukkan
kecenderungan yang menggembirakan di Indonesia, hanya saja fenomena ini masih memerlukan
perhatian yang serius dari kalangan pemerintah, dunia pendidikan maupun masyarakat Indonesia.

Fenomena menjadi wirausaha sebagai pilihan profesi dalam kehidupan karena kesadaran internal
dan optimisme yang tinggi menjadi fokus penelitian ini. Wirausaha bukan muncul dari
keterpaksaan, namun lebih pada kemampuan untuk mengambil peluang melakukan inovasiinovasi dalam kehidupan dan menjadi manusia yang mandiri serta sukses dalam kehidupan.
Tujuan penelitian ini adalah memahami mental para pelaku wirausaha, khususnya
optimisme dalam memulai, membesarkan dan menjalani usaha-usaha yang ditekuni. Optimisme
dalam menghadapi berbagai permasalahan yang

muncul, keberanian mengambil resiko,

kemauan belajar, kepemimpinan dan kemampuan mengambil keputusan. Penelitian

ini

dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan memberikan kuesioner terbuka
kepada 369 pelaku wirausaha di wilayah Surakarta dan Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimisme berangkat dari aspek mental berupa
motivasi atau niat yang kuat dalam memulai kegiatan wirausaha, didukung sikap kegigihan,
keuletan, ketekunan dalam menjalani proses wirausaha untuk mengatasi masalah-masalah
finansial, masalah barang yang diusahakan, masalah dengan konsumen ataupun masalah dengan
diri sendiri. Masalah dari dalam sendiri dapat diatasi dengan sikap pantang menyerah, percaya

diri dan memadukan antara keberanian serta kesabaran. Faktor keluarga sangat berperan dalam
memberikan motivasi untuk lebih optimis dalam menjalankan wirausaha. Hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa motivasi awal pelaku wirausaha dalam memulai usaha adalah karena
alasan finansial, alasan kemandirian dan harapan untuk menyalurkan hobi dan cita-cita yang
ditekuni menjadi sesuatu bentuk kegiatan yang menghasilkan.
Adapun aspek-aspek mental yang diperlukan ketika memulai usaha adalah adanya niat/
motivasi dan semangat yang kuat untuk memulai usaha, keberanian untuk memulai usaha dan
ketekunan, kesabaran serta ketelatenan dalam menjalani proses. Motivasi dimulai dengan asumsi
bahwa perilaku diorganisasikan untuk mencapai tujuan-tujuan. Motivasi menjadi hal yang
penting dalam memulai kegiatan wirausaha, karena motivasi ini akan menjadi bahan bakar yang

 

kuat dalam mencapai tujuan keberhasilan menjalankan wirausaha. Sumber-sumber munculnya
aspek mental ini sebagian besar adalah berasal dari diri sendiri, baru kemudian mendapatkan
keteladanan dari lingkungan sekitar seperti halnya keteladanan aspek mental dari keluarga,
teman, pengalaman dari kesusksesan orang lain.
Aspek-aspek mental yang diperlukan saat mengelola ataupun berproses menjalankan
wirausaha, terutama adalah sikap pantang menyerah, keberanian dan sikap sabar, ramah serta
ikhlas dalam menjalani proses. Sikap pantang menyerah dan sabar adalah bagian dari keyakinan

terhadap hasil, sehingga usaha-usaha akan terus dilakukan untuk mencapai tujuan berwirausaha.
Masalah-masalah yang sering dialami saat menjalani kegiatan wirausaha adalah masalah
finansial, masalah yang terkait dengan barang dagangan, masalah dengan konsumen maupun
masalah dengan diri sendiri, seperti malas, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang teliti
maupun kondisi fisik yang kurang menunjang dalam menjalani wirausaha. Optimisme dalam
pencapaian sebuah prestasi memegang peranan penting. Ketika seseorang maupun sekelompok
orang memiliki optimisme bahwa sesuatu hal yang baik akan terjadi maka prestasi sosial pun
akan terengkuh. Adapun ciri-ciri sikap optimisme adalah kesungguhan untuk mencari informasi
(information seeking), secara aktif beradaptasi dengan masalah dan mampu melakukan
perencanaan (active coping and planning), kerangka berfikir dan bertindak yang positif (positive
reframing), mencari peluang-peluang yang dapat memberikan keuntungan (seeking benefit),
kemampuan untuk menggunakan humor (use of humor), dan kesediaan untuk menerima, adaptif
terhadap perubahan-perubahan baru (Cantor & Norem, 1989). Sikap sabar dan tenang dalam
menghadapi masalah, kemauan berdiskusi dengan orang lain dan tetap mencari strategi-strategi
baru dalam menjalankan kegiatan wirausaha merupakan bentuk optimisme para pelaku
wirausaha. Sikap pantang menyerah, kegigihan, keuletan, keberanian, kesabaran dan
kepercayaan diri bahwa seseorang memiliki kemampuan-kemampuan untuk mengatasi masalah
adalah kunci penting yang dimiliki para pelaku wirausaha di wilayah Surakarta dan Yogyakarta.
Keluarga merupakan fihak pendorong terbesar dalam memberikan motivasi.



 

ABSTRACT
FUNDAMENTAL RESEARCH

INDONESIA ENTERPRENEURS OPTIMISM MENTAL MODEL:
INDIGENOUS PSYCHOLOGY

Dr. Moordiningsih, M.Si, Psi.
Setia Asyanti, M.Si, Psi.
Drs. Meddy Sulistyanto,M.M, Psi.

MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA
DESEMBER 2011


 

Young people interest to become an entrepreneur is actually quite, it’s an exciting show

trends in Indonesia. This phenomenon still needs serious attention from government, education
and society Indonesia. The phenomenon becomes self-employment as an option profession in
life, because of internal awareness and optimism became the focus of this research.
Entrepreneurial not arise from compulsion, but rather on the ability to take the opportunity to do
innovations in human life and become independent and successful in life.
The purpose of this study is to understand the mental entrepreneurial actors, in particular
optimism in initiating, encouraging and underwent efforts. Optimism when people face of
various problems that arise, the courage to take risks, willingness to learn, leadership, and
decision-making capabilities. The research was conducted using a qualitative approach, by
providing an open questionnaire to 369 entrepreneurs in the region of Surakarta and Yogyakarta.
The results showed that the optimism depart from the mental aspect of a strong motivation or
intention in starting entrepreneurial activities, supported the attitude of perseverance, tenacity,
perseverance in undergoing the process of entrepreneurship to solve financial problems,
problems of cultivated goods, problems with customers or problems with self its own. From
within its own problems can be overcome with unyielding attitude, confidence and combine the
courage and patience. Family factors was instrumental in providing the motivation to be more
optimistic in running entrepreneurial. The results of this study also showed that the initial
motivation of entrepreneurs in starting a business is because of financial reasons, reasons of
independence and hope for a hobby and ideals elaborated into something form-generating
activities.

Mental aspects required when starting a business is an intention or motivation and a strong spirit
to start a business, the courage to start a business and persistence, patience and diligence in
carrying out the process. Motivation starts with the assumption that behavior is organized to
achieve these goals. Motivation becomes important in initiating entrepreneurial activities,
because this motivation will be a powerful fuel that runs in achieving entrepreneurial success.
The sources of the emergence of the mental aspect is largely derived from yourself, then get the
example from the surrounding environment as well as the mental aspect of the exemplary family,
friends,
experiences
upon
the
success
of
others.
Mental aspects required when managing or running proceeds entrepreneurship, especially the
unyielding attitude, courage and being patient, friendly and sincere in carrying out the process.
Unyielding attitude and patience are part of the confidence in the outcome, so efforts will
continue
to
be

done
to
achieve
the
goal
entrepreneurship.
The problems often experienced when entrepreneurial activity is undergoing financial problems,
problems associated with the merchandise, the problem with consumers as well as problems with
self, such as lazy, less confident, less discipline, less rigorous or physical condition that limited
support in the lead entrepreneurial. Optimism in the attainment of an achievement plays an
important role. When a person or group of persons has the optimism that something good will
happen then it would be gain social achievements. The characteristic attitude of optimism is the
willingness to seek information (information seeking), actively adapt to the problem and capable

 

of planning (active coping and planning), a framework to think and act in a positive (positive
reframing), look for opportunities that can provide benefits (seeking benefit), the ability to use
humor (use of humor), and a willingness to accept, adaptive to new changes (Cantor & Norem,
1989). Being patient and calm in the face of problems, a willingness to discuss with other people

and keep looking for new strategies in carrying out entrepreneurial activity is a form of optimism
of entrepreneurs. Unyielding attitude, persistence, tenacity, courage, patience and confidence that
a person has the abilities to solve problems is an important key to that of the entrepreneurs in the
region of Surakarta and Yogyakarta. The family is the biggest driver in hand to provide
motivation.

 


 

BAB I
PENDAHULUAN

I.

MASALAH PENELITIAN
Pada tahun 2006, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia terdapat
48,9 juta usaha kecil dan menengah (UKM), menyerap 80% tenaga kerja serta
menyumbang 62% dari PDB (di luar migas). Data tersebut sekilas memberikan gambaran

betapa besarnya aktivitas kewirausahaan di Indonesia dan dampaknya bagi kemajuan
ekonomi bangsa.
Terlebih lagi ditambahkan dengan data hasil penelitian dari Global Entrepreneurship
Monitor (GEM) yang menunjukkan bahwa pada tahun yang sama, di Indonesia terdapat
19,3 % penduduk berusia 18-64 tahun yang terlibat dalam pengembangkan bisnis baru
(usia bisnis kurang dari 42 bulan). Ini merupakan yang tertinggi kedua di Asia setelah
Philipina

(20,4%)

dan

di

atas

China

(16,2)


serta

Singapura

(4,9%).

Namun di sisi lain, data BPS pada tahun yang sama juga menunjukkan masih terdapat 11
juta penduduk Indonesia yang masih menganggur dari 106 juta angkatan kerja, serta 37
juta

penduduk

Indonesia

masih

hidup

di


bawah

garis

kemiskinan.

Fakta-fakta tersebut seakan-akan menunjukkan kewirausahaan di Indonesia tidak dapat
memberikan

sumbangan

yang

positif

bagi

kesejahteraan

bangsa.

Padahal seorang pakar kewirausahaan, David McClelland mengatakan bahwa jika 2%
saja penduduk sebuah negara terlibat aktif dalam kewirausahaan, maka dapat dipastikan
bahwa negara tersebut akan sejahtera. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Profesor
Edward Lazear dari Stanford University yang mengatakan bahwa wirausahawan adalah
pelaku

paling

penting

dari

kegiatan

ekonomi

modern

saat

ini.

Kegiatan kewirausahaan di Indonesia berkembang paling pesat saat krisis moneter
melanda pada tahun 1997. Dari hanya 7000 usaha kecil di tahun 1980 melesat menjadi 40
juta pada tahun 2001. Artinya banyak usaha kecil yang muncul di saat krisis tersebut

 

dikarenakan kebutuhan (necessity) dan kurang didorong oleh faktor inovasi (Margiman,
2009).
Hasil kajian pemerintah menunjukkan minat alumnus perguruan tinggi menjadi
wirausahawan minim, karena para sarjana fresh graduate (lulusan baru) tersebut
cenderung

memilih

profesi

menjadi

karyawan

atau

pegawai

kantor.

Neddy Rafilandi Halim, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia UMKM Kementerian
Negara Koperasi dan UKM. mengatakan dari puluhan ribu sarjana yang merupakan
lulusan

baru,

hanya

sekitar

17%

yang

berminat

menjadi

wirausaha.

Saal ini jumlah sarjana yang menganggur di Indonesia sedikitnya tercatat 626.000 orang.
Untuk mendorong keinginan pemerintah meningkalkan perekonomian nasional, jumlah
wirausahawan

ditargetkan

minimal

2%

dari

total

penduduk

Indonesia.

Jika jumlah wirausahawan mampu mencapai 2% dari sekitar 235 juta penduduk
Indonesia saat ini perekonomian nasional bisa mensejahterakan rakyat (Sahnan, 2010)
Berpijak dari data-data tentang pelaku wirausaha di Indonesia, menjadi fenomena
menarik tentang adanya permasalahan yang bersumber dari kesenjangan antara harapan
dan kenyataan. Pada kenyataannya, jumlah pengangguran di Indonesia cukup tinggi dan
keinginan penduduk pada usia produktif menjadi wirausaha masih rendah. Kalaupun ada
yang menjadi pelaku wirausaha, lebih banyak disebabkan karena faktor keterpaksaan
menjadi pelaku wirausaha dan bukan karena faktor kesadaran diri yang tinggi maupun
motivasi internal yang kuat untuk melakukan inovasi-inovasi dalam berkarya. Dari
tinjauan psikologis, hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji dari sisi aspek
mental manusia, khususnya mental optimisme menjadi pelaku wirausaha. Optimisme
untuk menjadi pelaku wirausaha yang sukses dan mandiri.


 

DAFTAR PUSTAKA
Cantor, N., & Norem, J.K. (1989). Defensive pessimism and stress and coping. Social Cognition,
7, 92-112.
Carver, C. S., & Scheier, M.F. (2002). Optimism, pessimism, and self-regulation. In Chang, E.
(Ed). Optimism & pessimism: Implications for theory, research, and practice.
Washington: American psychological Association, 31-52.
Enriquez, V. G. (1993). Developing a Filipino Psychology. In U.Kim & J.W.Berry (Eds)
Indigenous psychologies: research and experience in cultural (pp. 152-169)
NewburyPark, CA: Sage.
Gibson, C. B. (1999). Do they do what they believe they can? Group efficacy and group
effectiveness across tasks and cultures. Academy of Management Journal, 42, 138-152.
Hendro. (2011). Dasar-dasar kewirausahaan: Panduan bagi mahasiswa untuk mengenal,
memahami dan memasuki dunia bisnis. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Keller, R. R (2000). Religious diversity in North America. In P. S. Richards & A. E. Bergin
(Eds.), Handbook of psychotherapy and religious diversity (pp.27-55). Washington, DC:
American Psychologist Association.
Kim, U. (1999) After the “crisis” in social psychology: The development of the transactional
model of science. Asian Journal of Social Psychology, 2, 1-19.
Kim, U. & Berry, J. W. (1993). Indigenous psychologies: Research and experience in cultural
context. Newbury Park: Sage Publications.
Kim, U., Park, Y.S., & Park, D.H. (1999). The Korean indigenous psychology approach:
Theoretical considerations and empirical applications. Applied Psychology: An
International Review, 48, 55-73.
Kim, U., Park, Y.S., & Park, D.H. (2000). The challenge of cross-cultural psychology: The role
of the indigenous psychologies. Journal of Cross-Cultural Psychology, 31, 63-75.
Margiman, (2009). http://www.ciputra.org/node/95/quo-vadis-kewirausahaan-di-indonesia.htm.
diakses 30 April 2010.
Miller, L., & Lovinger, R.J. (2000). Psychotherapy eith conservative and reform Jews. In P.S.
Richards & A. E. Bergin (Eds.), Handbook of psychotherapy and religious diversity
(pp.259-286). Washington, DC: American Psychological Association.
Norem, J.K., & Cantor, N., (1986). Antisipatory and post hoc cushioning stratregies: Optimism
and defensive pessimismin risky situations. Cognitive Therapy and Research, 10-347363.
34 
 

Richards, P. S., & Bergin, A. E. (1997). A spiritual strategy for counseling and psychotherapy.
Washington, DC: American Psychological Association.
Sahnan, (2010). Bisnis Indonesia. www.depkop.go.id/780‐minat‐sarjana‐baru‐jadi‐wirausaha‐
minim.html. diakses 30 April 2010.

Sartini (2009). Mutiara kearifan lokal nusantara. Yogyakarta: Kepel Press.
Snyder, C. R., Harris, C., Anderson, J.R., Holleran S. A.,Irving, L.M., Sigmon, S. T.,
Yoshinobu, L., Gibb, J., Langelle, C., & Harney, P. (1991). The will and the ways:
Development and validation of an individual-differences measure of hope. Journal of
Personality and Social Psychology, 60, 570-585.
Snyder, C. R., Irving, L., & Anderson, J.R (1991). Hope and health: Measuring the will and the
ways. In C. R. Snyder & D. R. Forsyth (Eds.), Handbook of social and clinical
psychology: The health perspective (pp. 285-305), Elmsord, NY: Pergamon Press.
Susanto, A.B. (2009). Leadpreneurship: Pendekatan strategic management dalam kewirausahaan.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

35 
 

LAPORAN
PENELITIAN FUNDAMENTAL

MODEL MENTAL OPTIMISME WIRAUSAHAWAN INDONESIA:
PSIKOLOGI INDIGENOUS

Oleh :
Dr. Moordiningsih, M.Si, Psi.
Setia Asyanti, M.Si, Psi.
Drs. Meddy Sulistyanto,M.M, Psi.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
DESEMBER 2011


 

I. Identitas dan Uraian Umum
1. Judul Usulan
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap
b. Bidang Keahlian
c. Jabatan Fungsional
d. Unit Kerja
e. Alamat Surat
f. Telp/Fax
g. E-mail

: Model
Psikologi

Mental Optimisme
Indigenous.

Wirausahawan

Indonesia:

: Dr. Moordiningsih, M.Si, Psi.
: Psikologi Sosial-Industri Organisasi
: Lektor
: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
: Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura
: (0271) 717417 ext, 403, Fax (0271) 715448
: nining@gmx.net

3. Tim Peneliti
:
No Nama
Bidang Keahlian
1. Dr. Moordiningsih, Psikologi Sosial
M.Si.Psi
dan Pengambilan
Keputusan
2.
Setia Asyanti, M.Si., Psikologi Klinis
Psi
dan Kesehatan
3.
Drs.
Meddy Psikologi
Sulistyanto,
M.M, IndustriPsi.
Organisasi

Instansi
UMS

Alokasi Waktu
36 jam/minggu

UMS

30 jam/minggu

UMS

30 jam/minggu

4. Objek Penelitian
:
Para Wirausahawan Sukses dan Mandiri
5. Masa Pelaksanaan Penelitian
Tahun I
Tahun II

: bulan Juni tahun 2011- Mei 2012
: bulan Juni tahun 2012- Mei 2013

6. Anggaran yang diusulkan:
Tahun pertama
Tahun kedua
Anggaran Keseluruhan

: Rp. 40.000.000,00
: Rp. 40.000.000,00
: Rp. 80.000.000,00

7. Lokasi Penelitian

: Surakarta dan Yogyakarta.

8. Hasil yang ditargetkan

:

Tahun I : Pola-pola optimisme wirausaha dalam menjalankan usaha dan menghadapi
permasalahan berdasar psikologi indigenous (pendekatan kualitatif)
Tahun II : Model profil mental optimisme wirausaha (pendekatan kualitatif dan kuantitatif).

 

9. Jurnal Ilmiah yang menjadi Sasaran:
Journal of Applied Psychology, Psychological Studies, Jurnal Psikologi Indonesia, ANIMA
Indonesian Journal of Psychology, Indigenous.
10. Institusi lain yang terlibat

: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta

11. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mendasar di bidang ilmu Psikologi,
khususnya dengan pendekatan Psikologi Indigenous. Model mental Optimisme wirausahawan
di Indonesia dikaji agar mendapatkan model konkret dari aspek kompetensi dan mental pelaku
wirausaha di Indonesia, baik dari sisi pemecahan masalah, pengambilan keputusan,
kepemimpinan maupun kemampuan menghadapi resiko. Model mental ini dibangun
berdasarkan pemahaman terhadap manusia pada konteks lokal (Indigenous) sehingga hasil
penelitian yang didapatkan benar-benar murni pemahaman terhadap manusia Indonesia dan
dapat diaplikasikan sesuai konteks budaya Indonesia, bukan semata-mata adopsi dari teori-teori
yang berkembang di negara lain.


 

ABSTRAK
Minat generasi muda untuk menjadi pelaku wirausaha sebenarnya cukup menunjukkan
kecenderungan yang menggembirakan di Indonesia, hanya saja fenomena ini masih memerlukan
perhatian yang serius dari kalangan pemerintah, dunia pendidikan maupun masyarakat Indonesia.
Fenomena menjadi wirausaha sebagai pilihan profesi dalam kehidupan karena kesadaran internal
dan optimisme yang tinggi menjadi fokus penelitian ini. Wirausaha bukan muncul dari
keterpaksaan, namun lebih pada kemampuan untuk mengambil peluang melakukan inovasiinovasi dalam kehidupan dan menjadi manusia yang mandiri serta sukses dalam kehidupan.
Tujuan penelitian ini adalah memahami mental para pelaku wirausaha, khususnya
optimisme dalam memulai, membesarkan dan menjalani usaha-usaha yang ditekuni. Optimisme
dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul, keberanian mengambil resiko,
kemauan belajar, kepemimpinan dan kemampuan mengambil keputusan. Penelitian
ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan memberikan kuesioner terbuka
kepada 369 pelaku wirausaha di wilayah Surakarta dan Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimisme berangkat dari aspek mental berupa
motivasi atau niat yang kuat dalam memulai kegiatan wirausaha, didukung sikap kegigihan,
keuletan, ketekunan dalam menjalani proses wirausaha untuk mengatasi masalah-masalah
finansial, masalah barang yang diusahakan, masalah dengan konsumen ataupun masalah dengan
diri sendiri. Masalah dari dalam sendiri dapat diatasi dengan sikap pantang menyerah, percaya
diri dan memadukan antara keberanian serta kesabaran. Faktor keluarga sangat berperan dalam
memberikan motivasi untuk lebih optimis dalam menjalankan wirausaha.