Perumusan Masalah Analysis of River Discharge by MWSWAT Model on Several Landuse at Upper Citarum Watershed, West Java.

2 Pengelolaan DAS yang baik adalah pengelolaan yang memperhatikan berbagai aspek yang terkait di dalamnya baik aspek sosial, ekonomi maupun fisik. Dari aspek fisik, perlu adanya pengawasan terhadap perubahan penggunaan lahan sehingga dapat mengontrol perubahan aliran air dan meminimalkan kerusakan tanah Pawitan, 2006. Model hidrologi dapat digunakan untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model SWAT Soil and Water Assesment Tools. SWAT merupakan dasar kelanjutan dari model hidrologi dikembangkan untuk memprediksi pengaruh manajemen lahan pada air, sedimen, dan lahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya bermacam- macam sepanjang waktu yang lama Neitsch et al. 2005.

1.2 Perumusan Masalah

Daerah aliran Sungai Citarum wilayah Jawa Barat membentang dari wilayah hulu Gunung Wayan, Kabupaten Bandung hingga Laut Jawa di Kabupaten Karawang. DAS Citarum terbagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah, dan hilir. Di DAS ini terdapat tiga waduk besar yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Tiga waduk ini mempunyai peran vital yaitu menyuplai air untuk kebutuhan air minum, perikanan, pertanian dan pembangkit listrik dimana kualitas air yang disuplai tergantung dari bagian hulu dan tengah DAS. Kondisi DAS Citarum secara umum mengalami kerusakan cukup parah. Selain pencemaran yang diakibatkan aktivitas warga dan pabrik-pabrik di sekitar DAS, kerusakan juga disebabkan rusaknya hutan di sekitar DAS yang menjadi tangkapan air sehingga menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau yang pada akhirnya akan mempengaruhi kelestarian sungai citarum. Adanya perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi daerah pertanian, atau daerah resapan air bersih beralih fungsi menjadi pemukiman, akan mempengaruhi aliran pemukaan, sedimentasi dan hara yang terbawa bersama aliran permukaan. Limpasan permukaan di wilayah DAS Citarum bagian Hulu ini tergolong tinggi yaitu sekitar 58.3 dari nilai curah hujan yang terjadi. Selain itu, terdapat sekitar 61.7 wilayah yang mepunyai limpasan permukaan hampir sama dengan nilai curah hujannya. Hal ini berarti, dengan nilai evapotraspirasi sebesar 30.4 dari curah hujan, maka wilayah ini 3 hanya mampu menginfiltrasikan air hujan sebesar 11.3. Limpasan permukaan yang tinggi tersebut lebih banyak disebabkan oleh pemanfaatan lahan sebagai lahan terbangun, sawah dan tegal sayur. Pengurangan daerah resapan air sebagai dampak perubahan fungsi lahan yang pada daerah hulu DAS Citarum dapat menimbulkan dampak pada bagian DAS Citarum lainnya baik bagian tengah maupun bagian hilir. Semakin berkurangnya lahan hijau sebagai daerah resapan air maka akan meningkatkan jumlah air yang tidak terserap tanah dan mengalir dipermukaan. Dampak pengurangan jumlah air yang terserap tanah ini salah satunya dapat terlihat dengan jelas adanya perubahan debit aliran sungai runoff. Berkaitan dengan masalah-masalah diatas, maka diharapkan pendugaan debit sungai dengan menggunakan model MWSWT ini dapat dijadikan dasar dalam perencanaan pengelolaan DAS Citarum Hulu.

1.3 Tujuan