Tingkat Stress pada Ibu Pengasuhan Anak dengan Retardasi Mental (Studi Pada Ibu – ibu kandung Anak Retardasi Mental Malang)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Prof. Soeharso adalah pemrakarsa, perintis pembangunan dan pengembangan dari Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh dan lembaga-lembaga lain, termasuk Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) yang dulu namanya Yayasan Penderita Anak Tjatjat (YPAT). Almarhum Prof. Dr. Soeharso adalah seorang ahli tulang (Orthopaed) yang pertama kali merilis upaya rehabilitasi penyandang cacat (Penca). Beliau mendirikan pusat rehabilitasi = Rehabilitasi Centrum, yang disingkat R.C bagi korban revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia di Solo pada tahun 1952.

Selanjutnya beliau berkeliling ke berbagai kota untuk mengimbau perorangan maupun organisasi wanita agar mendirikan Yayasan Y.P.A.T guna memberikan pelayanan rehabilitasi pada anak cacat fisik (tuna daksa). Imbauan beliau mendapat tanggapan dari masyarakat dan Y.P.A.T berkembang (didirikan) dibeberapa tempat/ wilayah Indonesia dengan kantor pusat YPAC di Surakarta. Pada tahun 1977 pusat YPAC Indonesia dipindah ke Ibu Kota Jakarta dengan demikian Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta menjadi YPAC daerah Surakarta.

YPAC di Malang sendiri didirikan pada tahun 1956 lebih tepatnya pada tanggal 4 Maret 1956. Sampai saat ini YPAC Malang telah berkembang menjadi pusat yayasan yang menangani anak cacat yang memiliki pendidikan SLB-D yaitu pendidikan bagi penyandang cacat tubuh, SLB-D1 yaitu bagi penyandang cacat tubuh disertai cacat mental, dan inklusi. Tidak hanya pendidikan saja, YPAC juga memiliki fasilitas asrama.

Anak merupakan karunia terbesar yang diberikan sang pencipta kepada manusia. Dalam menciptakan manusia, Allah mempunyai rahasia tersendiri, ada yang dilahirkan normal dan adapula yang dilahirkan tidak normal. Anak-anak yang dilahirkan tidak normal dapat juga dikatakan sebagai anak cacat (Azwar, 1999).


(2)

Salah satu bentuk kecacatan yang sering dijumpai adalah Retardasi Mental. Menurut PBB, hingga tahun 2000 diperkirakan sekitar 500 juta orang di dunia mengalami kecacatan dan 80% dijumpai di Negara berkembang. Di Amerika Serikat, setiap tahun dilahirkan sekitar 3000-5000 anak penyandang Retardasi Mental. Di Indonesia, data statistik 2004 menunjukkan bahwa sekitar 1-3% penduduk menderita retardasi mental. Rasio retardasi mental pada laki-laki dan perempuan di Indonesia adalah 3:2. Hal ini berarti bahwa kemungkinan laki-laki menderita retardasi mental lebih besar daripada kemungkinan perempuan menderita retardasi mental (“Pahami Anak Down”, 2004).

Retardasi mental merupakan kecacatan yang sering terjadi pada anak. Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan dalam perilaku adaptif di bawah usianya sehingga anak yang mengalami retardasi mental kurang mampu mengembangkan ketrampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki anak usianya. Anak retardasi mental mengalami kesulitan dalam membina hidup sehari-hari (yang berkaitan dengan mengurus diri, menolong diri, dan merawat diri), masalah penyesuaian diri (meliputi kemampuan komunikasi dan sosialisasi yang berkaitan dengan masalah dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu di sekitarnya) (Depdiknas, 2003).

Kelainan ini dapat digolongkan menjadi : a. Penyebab Organik

1. Faktor prenatal :

- Penyakit kromosom, Trisomi 21 (Sindrom Down) - Sindrom Fragile X

- Gangguan Sindrom, distrofi otot Duchene, Neurofibromatosis (tipe 1) - Gangguan metabolisme sejak lahir (Fenilketonuria)

2. Faktor Perinatal : - Abrupsio plasenta - Diabetes maternal - Kelahiran prematur


(3)

3. Faktor Pasca natal : - Cedera kepala - Infeksi

- Gangguan degeneratif b. Penyebab non organik

1. Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis 2. Sosial cultural

3. Interaksi anak kurang 4. Penelantaran anak c. Penyebab lain :

Keturunan, pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain.

Retardasi mental dapat juga disebabkan oleh gangguan psikiatris berat dengan deviasi psikososial atau lingkungan ( Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta )

Keadaan retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan mampu dididik, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidup. Prevalensi retardasi mental di Indonesia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Sekitar 3% dari populasi umum mempunyai intelegensia (IQ) kurang dari simpang baku dibawah rata-rata. Diperkirakan bahwa 80-90% individu dalam populasi adalah retardasi mental dalam kisaran ringan, sementara hanya 5% populasi dengan retardasi mental yang gangguannya berat sampai sangat berat (Nelson, 2000). Sedangkan sisanya adalah retardasi mental dalam kisaran sedang. Orang tua selalu mempunyai pengaruh yang paling kuat pada anak.

Peran wanita sebagai seorang ibu merupakan sumber stress tersendiri dan stress akan menjadi semakin besar jika ibu memiliki anak penyandang cacat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak cacat cenderung mengalami stress yang lebih besar daripada ibu yang memiliki anak normal (Adams, 1999). Stress pada ibu yang memiliki anak cacat, khususnya retardasi mental berhubungan dengan permasalahan perilaku anak tersebut. Hal ini diperkuat oleh Walker (1989) bahwa permasalahan perilaku anak penyandang


(4)

retardasi mental dapat menyebabkan ibu mengalami stress. Sebagian besar orang tua terutama ibu akan mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut, dan marah ketika pertama kali ibu mendengar diagnosis dokter sebelumnya, bahkan sampai beberapa kali berganti dokter. Hal ini sangat memukul perasaan ibu. Bagaimana tidak, anak yang sangat dicintainya harus menderita suatu gangguan yang menyebabkan tidak berkembang sebagaimana anak-anak semestinya.

Seorang ibu yang kurang bisa menerima keadaan anaknya dan memiliki kesulitan dalam mengasuh anak cacat maka ibu akan mengalami situasi stress. Situasi stress ini akan menimbulkan reaksi emosional tertentu pada individu. Reaksi tersebut dapat meliputi reaksi positif (jika stress dapat ditangani) dan reaksi negatif seperti kecemasan, kemarahan, dan depresi. Reaksi negatif timbul jika stress yang dialami individu tidak dapat ditangani (Atkinson, 2000). Reaksi-reaksi emosi yang mungkin muncul saat menghadapi situasi stres antara lain kecemasan, kemarahan, dan agresi, apati, dan depresi serta gangguan kognitif.

Stress yang dialami ibu tidak hanya disebabkan oleh permasalahan perilaku anak saja tetapi juga disebabkan oleh adanya perasaan pesimis ibu akan masa depan anaknya. Hal ini diperkuat oleh Little (2000) bahwa stress yang dialami oleh ibu dari anak penyandang cacat berhubungan dengan perasaan pesimis ibu akan masa depan anak. Seorang memiliki anak penyandang retardasi mental menganggap bahwa anak cacat memiliki masa depan yang tidak pasti (Liwag, dalam Daulay, 2004). Faktor penyebab lain yang dapat menyebabkan seorang ibu mengalami stress adalah harga diri. Kartono (1992) mengatakan bahwa rasa percaya diri dan harga diri akan muncul setelah wanita melahirkan anak yang sesuai dengan harapan pasangannya. Seorang ibu akan merasa lebih berharga jika telah melahirkan anak sesuai dengan harapan pasangan (anak yang normal) dan sebaliknya seorang ibu cenderung merasakan harga diri yang menurun jika melahirkan anak yang tidak sesuai dengan harapan pasangannya (anak cacat). Hal ini diperkuat oleh Telford & Sawrey (dalam Mangunsong, dkk, 1998) bahwa orangtua yang memiliki anak cacat cenderung merasakan harga diri yang


(5)

menurun sehingga akan menimbulkan stress pada orang tua yang memiliki anak cacat.

Menurut Lazarus dan Folkman (Lazarus dan Folkman), kondisi stress terjadi bila terdapat kesengajaan atau ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan. Tuntutan merupakan tekanan-tekanan yang tidak dapat diabaikan karena jika tidak terpenuhi, mengakibatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi individu. Tuntutan dapat diartikan sebagai gejala elemen fisik atau mental individu, sebagai upaya individu menyesuaikan diri. Jadi, reaksi stress terjadi pada individu yang menerima atau menilai situasi yang datang padanya sebagai situasi yang menegangkan.

Lain lagi dengan A. Baum (dalam Abbas, 2007) yang mendefinisikan stress sebagai pengalaman psikis (emosi) yang tidak menyenangkan yang diikuti perubahan fisik, kognisi, dan tingkah laku yang ditujukan untuk mengubah stres atau mengakomodasi akibatnya.

Kamus psikologi (Chaplin, J,P., 1968), mendefinisikan stress sebagai satu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikologis.

Stress pengasuhan menurut Abidin (Ahern, 2004) stress pengasuhan digambarkan sebagai kecemasan dan ketegangan yang melampaui batas dan secara langsung berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi antara orangtua dengan anak. Model stress pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) juga memberikan perumpamaan bahwa stress mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada pokoknya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menghadapi konflik dengan anak-anak mereka.

Menurut Petterson, DeBaryshe & Ramsey (Ahern, 2004) mengatakan stress pengasuhan yaitu stress memberikan peran dalam gangguan praktek pengasuhan dan tidak berfungsinya manajemen keluarga.

Satidarma (Gunarsa, 2006) menyebutkan stress pengasuhan memiliki kekhasan sendiri yaitu meliputi:

1.Kondisi anak termasuk perilaku anak yang menyimpang 2.Kondisi kehidupan meyeluruh yang menimbulkan stress 3.Dukungan sosial


(6)

4.Fungsi keluarga, dan 5.Sumber material

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stress pengasuhan yaitu tidak berfungsinya peran orangtua dalam pengasuhan dan interaksi dengan anak karena ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak.

1.Aspek-aspek stress pengasuhan

Model stress pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) memberikan perumpamaan bahwa stress mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada pokoknya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka. Model ini tentang pengasuhan orangtua yang dicerminkan dalam aspek-aspeknya meliputi :

1. The parent distress

Stress pengasuhan disini menunjukkan pengalaman perassaan stress orangtua sebagai sebuah fungsi dari faktor pribadi dalam memecahkan personal stress lain yang secara langsung dihubungkan dengan peran orangtua dalam pengasuhan anak. Tingkat stress pengasuhan ini berhubungan dengan karakteristik individu yang mengalami gangguan. Indikatornya meliputi :

a. Feelings of competence

Yaitu orangtua diliputi oleh tuntutan dari perannya dan kekurangan perasaan akan kemampuannya dalam merawat anak. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya pengetahuan orangtua dalam hal perkembangan anak dan ketrampilan managemen anak yang sesuai.

b. Social isolation

Yaitu orangtua merasa terisolasi secara sosial dan ketidakhadiran dukungan emosional dari teman sehingga meningkatkan kemungkinan tidak berfungsinya pengasuhan orangtua dalam bentuk mengabaikan anaknya.


(7)

c. Restriction imposed by parent role

Yaitu adanya pembatasan pada kebebasan pribadi, orangtua melihat dirinya sebagai hal yang dikendalikan dan yang dikuasai oleh kebutuhan dan permintaan anaknya. Berhubungan dengan hilangnya penghargaan terhadap identitas diri yang sering diekspresikan. Seringkali, adanya kekecewaan dan kemarahan yang kuat yang dihasilkan oleh frustasinya. d. Relationships with spouse

Yaitu adanya konflik antar hubungan orangtua yang mungkin menjadi sumber stress utama. Konflik utamanya mungkin melibatkan ketidakhadiran dukungan emosi dan material dari pasangan serta konflik mengenai pendekatan dan strategi managemen anak.

e. Health of parent

Yaitu sampai taraf tertentu, efektifitas proses pengasuhan orangtua terhadap anak dapat mempengaruhi kondisi kesehatan orangtua.

f. Parent depression

Yaitu orangtua mengalami beberapa gejala depresi ringan hingga menengah dan rasa bersalah (kecewa), yang mana pada suatu waktu dapat melemahkan kemampuannya untuk menangani tanggungjawabnya terhadap pengasuhan. Permasalahan ini secara khas dihubungkan dengan tingkatan depresi meliputi keluhan hilangnya energi.

2. The difficult child

Stress pengasuhan disini digambarkan dengan menghadirkan perilaku anak sering terlibat dalam mempermudah pengasuhan atau malah lebih mempersulit karena orangtua merasa anaknya memiliki banyak karakteristik tingkah laku mengganggu. Indikatornya meliputi:

a. Child adaptability

Yaitu anak menunjukkan karakteristik perilaku yang membuat anak sulit untuk diatur. Stress orangtua berhubungan dengan tugas pengasuhan orangtua yang lebih sulit dalam ketidakmampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan lingkungan.


(8)

b. Child demands

Yaitu anak lebih banyak permintaan terhadap orangtua berupa perhatian dan bantuan. Umumnya anak-anak sulit melakukan segala sesuatu secara mandiri dan mengalami hambatan dalam perkembangannya.

c. Child mood

Yaitu orangtua merasa anaknya kehilangan perasaan akan hal-hal positif yang biasanya merupakan ciri khas anak yang bisa dilihat dari ekspresinya sehari-hari.

d. Distractability

Yaitu orangtua merasa anaknya menunjukkan perilaku yang terlalu aktif dan sulit mengikuti perintah.

3. The parent-child dysfunctional interaction

Stress pengasuhan disini menunjukkan interaksi antara orangtua dan anak yang tidak berfungsi dengan baik yang berfokus pada tingkat penguatan dari anak terhadap orangtua serta tingkat harapan orangtua terhadap anak. Indikatornya meliputi:

a. Child reinforced parent

Yaitu orangtua merasa tidak ada penguatan yang positif dari anaknya. Interaksi antara orangtua dengan anak tidak menghasilkan perasaan yang nyaman terhadap anaknya.

b. Acceprability of child to parent

Yaitu stress pengasuhan orangtua karena karakteristik anak seperti intelektual, fisik, dan emosi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan orangtua sehingga lebih besar dapat menyebabkan penolakan orangtua. c. Attachment

Yaitu orangtua tidak memiliki kedekatan emosional dengan anaknya sehingga mempengaruhi perasaan orangtua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek stress pengasuhan khususnya pada ibu yang memiliki anak retardasi mental. Aspek-aspek stress yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah aspek-aspek yang dikemukakan oleh model teori


(9)

stress pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) yaitu the parent distress, the difficult child, the parent-child dysfunctional interaction.

Berbagai definisi stress telah dikemukakan oleh beberapa ahli dengan versinya masing-masing, walaupun pada dasarnya antara satu definisi dengan yang lainnya terdapat inti persamaannya. Selye (1976) mendefinisikan stress sebagai “the nonspesific response of the body to any demand”, sedangkan Lazarus (1976) mendefinisikan “stress accurs where there arehis adjustive resources” demands on the person wich tax or exceed his adjustive resources” (Golberger & Breznitz, 1982). Dari kedua definisi diatas tampak bahwa stress lebih dianggap respon individu terhadap tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Miyahara (2008) didapati bahwa sebagian keluarga dengan anak keterbelakangan mental terlihat memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding keluarga lain sedangkan di sisi lain beberapa orang tua terutama ibu merasa terpuruk, mengakibatkan ibu tidak mampu merawat anaknya dengan baik. Dalam penelitian itu didapatkan temuan bahwa ibu yang sanggup bangkit untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak mereka adalah ibu yang mampu mengatasi stress psikologis mereka.

Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Kumar (2008) bahwa dalam mengatasi stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak dengan keterbelakangan mental dipengaruhi oleh sumber daya/kualitas pribadi orang tua, dimana hal itu meliputi kesehatan fisik, moral yang baik, kepercayaan/religiusitas, pengalaman dalam menangani masalah, ketrampilan pengasuhan, kecerdasan, dan karakteristik kepribadian orang tua.

Pada observasi awal yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara melakukan interview awal pada ibu yang memiliki anak cacat, dijelaskan bahwa sebenarnya awalnya seorang ibu merasa kecewa dan ada sedikit perasaan terpukul karena anaknya cacat. Dan itu membuat hubungan awal antara ibu dan anak menjadi kurang dekat. Tetapi lama kelamaan ini ibu menjadi seorang yang bisa menerima dan menyayangi anak tersebut karena perasaan ibu yang cinta dan kasih.


(10)

Seorang ibu yang memiliki rasa sayang dan peduli akan mengusahakan segala cara agar anak dapat mendapatkan lingkungan yang baik serta pendidikan yang baik pula. Seorang ibu akan menyadari bahwa sekolah luar biasa sangat perlu dan dapat menunjang perkembangan anaknya menjadi lebih baik.

Dalam memberikan pengasuhan seorang ibu tidak hanya melihat dari apa yang diinginkan anak saja, tetapi juga apa yang seharusnya didapat dan dibutuhkan oleh anak terutama pada pengasuhan anak cacat. Seorang anak cacat seperti retardasi mental akan lebih membutuhkan perhatian khusus pada proses perkembangannya.

Bardasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Tingkat stress pada ibu pengasuhan anak dengan retardasi mental”. Yang didefinisikan sebagai,

1. Stress pengasuhan

Stress pengasuhan merupakan tidak berfungsinya peran orang tua dalam pengasuhan dan interaksi dengan anak karena ketidaksesuaian respon orang tua dalam menanggapi konflik dengan anak retardasi mental yang menghambat dalam kelangsungan hidupnya.

2. Retardasi mental

Adalah kelainan dengan kelemahan jiwa dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak masa lahir atau sejak masa anak). (www.wordpress.com/2010/03/30/retardasimental)

Sehingga definisi operasional judul ini adalah mengetahui tingkat upaya orang tua dalam mengasuh anak yang memiliki kelainan berupa retardasi mental, sehingga memicu psikis orang tua yang berpotensi menimbulkan stress pada orang tua dengan tingkat yang berbeda.

B.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat stress ibu dalam pengasuhan anak retardasi mental.


(11)

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan ibu yang memiliki anak penyandang cacat dan mengenali tingkat stress, karena dengan melihat realita yang ada secara langsung akan memudahkan untuk mengkaji permasalahan tersebut sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian. Dan juga untuk menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan khususnya di bidang ilmu psikologi Klinis dan Perkembangan.

b. Manfaat praktis

Bagi pembaca terutama pada ibu dapat dijadikan bahan acuan dan masukan serta kritik konstruktif terutama dalam mengetahui perasaan dan kondisi yang dialami seorang ibu jika memiliki anak retardasi mental serta dapat dijadikan pedoman untuk memberikan pengasuhan yang tepat pada anaknya yang retardasi mental.

C.Rencana Penelitian

1. Metode pengumpulan data

Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data yaitu, metode skala. Adapun jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert, dimana responden menanggapi setiap butir itu dengan mengungkapkan taraf kesetujuan atau ketidaksetujuan.

Pada penelitian ini skala tingkat stress akan dikembangkan dengan penskalaan yang menggunakan pendekatan respon dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings) atau yang lebih dikenal dengan dengan skala model Likert. Skala model Likert yang digunakan ini didasarkan pada dua asumsi (Azwar, 2007), yaitu pernyataan yang mendukung (favorable) pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable) serta jawaban positif yang diberikan oleh individu harus diberi bobot/nilai yang lebih tinggi daripada jawaban negatif yang diberikan oleh responden.


(12)

a. Metode skala

Menggunakan suatu obyek sikap yang isi pernyataannya berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukurannya atau pernyataan yang berupa pernyataan tidak langsung yang tampak kurang jelas ukurannya bagi responden.

Karakteristik skala menurut Azwar (1999) adalah stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku atribut yang bersangkutan. Atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku, maka skala psikologis memiliki banyak item. Respon subyek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah, tetapi semua jawaban dapat diterima sebagai jawaban dapat diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

Tabel I.

Blue print skala tingkat stress

ASPEK INDIKATOR

Nomor item

Favorable Unfavorable 1. The parent

distress

Feelings of competence Social isolation Restriction imposed by parent role Relationships with spouse

Health of parent Parent depression

1, 2, 6, 14, 15, 23, 24, 32, 33, 34, 43, 47, 48, 49, 50

3, 9, 10, 19, 27, 28, 37, 38, 41, 42


(13)

2. The difficult child

Child adaptability Child demands Child mood Distractability

4, 8, 11, 20, 21, 29, 30, 39, 40

5, 16, 25, 44 13

3. The parent-child dysfunction al

interaction

Child reinforced parent

Acceptability of child to parent

Attachment

7, 17, 18, 26, 35, 36, 45, 46

12, 13, 22, 31

12

Skala tingkat stress dikembangkan dengan penskalaan yang menggunakan pendekatan respon dengan menggunakan skala Likert. Pertanyaan dan pernyataan yang disajikan telah disertai dengan jawaban yang ditentukan dan memiliki dua kelompok item, yaitu favorable dan unfavorable.

Pada masing-masing pernyataan dalam skala pengukuran ini mempunyai empat kemungkinan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) sesuai dengan skala Likert (Azwar, 1994).

Subyek hanya memilih satu jawaban yang paling sesuai dengan dirinya. Nilai yang diperoleh tergantung pada jawaban yang dipilih oleh subyek, dan disediakan empat alternatif nilai (skor) untuk empat alternatif jawaban, yaitu:


(14)

Tabel II. Skala pengukuran

JAWABAN

SKOR ITEM

FAVORABLE UNFAVORABLE

Sangat Setuju (SS) Setuju (S)

Tidak Setuju (TS)

Sangat Tidak Setuju (STS)

4 3 2 1 1 2 3 4

2.Validitas dan reliabilitas alat tes a. Uji validitas

Validitas menunjukkan bagaimana alat pengukur mampu mengukur apa yang hendak diukur. Suatu alat tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurannya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2006).

Apabila hubungan dari hasil hitungan dari koefisien korelasi mempunyai nilai lebih besar dari nilai kritisnya pada taraf nyata 5% maka dikatakan pertanyaan yang ada disebut valid.

Untuk menguji validitas, digunakan teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson yaitu dengan cara mengkorelasikan tiap butir dengan skor totalnya. Rumus yang digunakan (Winarsunu, 2006:74) yaitu :

rxy =

] ) ( ) . ][( ) ( ) . [( . . 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Keterangan :

rxy = koefisien product moment (korelasi antara item dan total)

N = jumlah subyek

ΣX = jumlah butir nilai (skor item) ΣX² = jumlah kuadrat skor item


(15)

ΣY = jumlah nilai (skor total) ΣY² = jumlah kuadrat skor total

ΣXY = jumlah perkalian antara skor item dan skor total

Berdasarkan hasil analisis uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel III.

Uji validitas skala tingkat stress ibu pada pengasuhan anak retardasi mental

NO ASPEK Item valid

∑ Indeks Item Gugur

1. The parent distress

1, 2, 3, 6, 9, 10, 14, 15, 19, 23, 24, 27, 28, 32, 33, 34, 37, 38, 41, 42, 43, 47, 48, 49, 50

25 0.401-0.765

3 3

2. The difficult child

4, 5, 8, 11, 16, 20, 21, 25, 29, 30, 39, 40, 44

13 0.401-0.765


(16)

3. The parent-child

dysfunctional interaction

7, 12, 13, 17, 18, 22, 26, 31, 35, 36, 45, 46

12 0.401-0.765

1 1

∑ 46 ∑ 4

Tabel hasil perhitungan validitas di atas menunjukkan bahwa skala tingkat stress ibu pada pengasuhan anak retardasi mental yang berjumlah 50 item diperoleh 46 item valid dan 4 item tidak valid. (berdasarkan hasil olahan SPSS) r= 0.349. Berdasarkan hasil perhitungan item yang tidak valid yaitu pada item nomer 46, 47, 48, dan 50.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, sehingga nantinya hasil pengukurannya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, maka akan didapatkan hasil yang relatif sama, selama aspek dalam diri subyek yang di ukur memang belum berubah (Azwar, 2006) Reliabilitas instrumen menunjukkan bagaimana alat pengukur dapat

diandalkan atau menunjukkan konsistensi alat pengukur dalam pengukuran. Sebuah alat ukur dikatakan reliabel, andaikan pengulangan pengukuran untuk subyek penelitian yang sama menunjukkan hasil yang konsisten. Tingkat reliabilitas suatu alat ukur dapat diketahui dengan menggunakan metode internal consistency. Metode ini hanya memerlukan satu kali pengujian tes saja. Karena tes ini diterapkan untuk mengetahui apakah responden telah menjawab pertanyaan-pertanyaan secara konsisten, sehingga kesungguhan jawaban dapat dipercaya. Dari hasil analisis


(17)

diketahui bahwa nilai r= 0,7048 > 0,6 artinya pertanyaan yang disebar reliabel.

3. Metode analisa data

Analisa data dan proses mengatur, mengkonstruksi dan mengartikan sejumlah data yang terkumpul. Adapun untuk mengetahui tingkat stress ibu pada pengasuhan anak cacat (retardasi mental) maka untuk menentukan dan mempermudah pengukuran tingkat stress yaitu dengan menggunakan rumus T-score (Azwar, 2000), yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

S X X 10 + 50 = T Keterangan:

T = T Skor

X = Skor responden pada skala yang hendak diubah menjadi skor T X = Mean skor kelompok


(18)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Akademik Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Psikologi

Disusun Oleh: Widiana Puspitasari

05810257

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(19)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Akademik Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Psikologi

Disusun Oleh: Widiana Puspitasari

05810257

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(20)

Judul Skripsi : Tingkat Stress pada Ibu Pengasuhan Anak dengan Retardasi Mental

Nama Peneliti : Widiana Pupitasari No. Induk Mahasiswa : 05810223

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Malang, Agustus 2012 Pembimbing


(21)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Widiana Pupitasari Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 29 April 1987

NIM : 05810257

Fakultas : Psikologi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

TINGKAT STRES PADA IBU PENGASUHAN ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL

1. Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. 2. Hasil tulisan karya ilmiah/ skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan

Hak bebas Royalti non ekslusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mengetahui. Ketua Program Studi

M. Salis Yuniardi, S.Psi, M.Psi

Malang, Agustus 2012 Yang Menyatakan


(22)

Dipertahankan di depan penguji skripsi Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang dan diterima untuk memenuhi syarat guna memperoleh derajat (S-1) Psikologi

pada tanggal

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Tri Dayakisni, Dra. M.Si __________________

Anggota Penguji : 1. Diantini Ida Viatrie, S.Psi. M.Si __________________

2. Adhyatman Prabowo S.Psi M.Psi __________________

Mengesahkan Dekan Fakultas Psikologi


(23)

Segala puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis dan berkat bimbingan bapak dan ibu dosen, penulis dapat menyusun skripsi dengan judul “Tingkat Stress pada Ibu Pengasuhan Anak dengan Retardasi Mental

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi Cahyaning Suryaningrum, Dra. M.Si, Psi yang telah memberikan kemudahan administrasi.

2. Pembimbing I, Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak ya bu, maaf selalu salah dan membutuhkan ekstra kesabaran.

3. Dosen Penguji Ibu Diantini Ida Viatrie, S.Psi. M.Si dan Bapak Adhyatman Prabowo S.Psi M.Psi. Terima kasih untuk saran dan masukan yang sangat berarti untuk perbaikan penulis.

4. Bapak Ari Firmanto, S.Psi selaku dosen wali Fakultas Psikologi kelas E angkatan 2005. Terima kasih atas bimbingan akademiknya selama ini.

5. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Psikologi UMM.

6. Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Malang yang telah memudahkan peneliti dalam rangka pengambilan data.

7. Mama Wahyu Widowati , Papa Ahmad Subandi, Rahmad Makhyudin tersayang dan satu-satunya, terimakasih yaa untuk segala pengorbanannya. Terimakasih untuk kesabaran, doa, dan kalian merupakan penyemangat terbesarku. Love ya Always x.o.x.o


(24)

Edo, Koko, Rifki, Eko, Rahma Amalia, Ayic, Anggun, Bayu, Nevita umpil, Aris remiyandelan, Okky, Putra, Rezki, Aris Ngawi, makasih smangatnya. Mba Qory untuk skalanya terimakasih ya.

9. Ardi Mahendra. Temen seperjuangan. Terimakasih supportnya. ☺ 10.Mbak Nur buat bimbingannya, yang selalu sabar.

11.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, jika terdapat kelebihan dalam skripsi ini, maka semua datangnya dari Allah SWT, dan jika terdapat kekurangan, itu tidak terlepas dari penulis sebagai makhluk ciptaan-Nya. Kiranya semua pihak yang telah memberikan bantuannnya mendapatkan rahmat dan hidayah yang melimpah dari Allah SWT. Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Malang, Agustus 2012 Penulis,


(25)

v

Kata Pengantar ... i

Intisari ... . iii

Abstract ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Lampiran ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

C.Rencana Penelitian ... 11

1. Metode Pengumpulan Data ... 11

2. Validitas dan reliabilitas alat tes ... 14

3. Metode Analisa Data ... 17

BAB II PENGUMPULAN DATA A.Prosedur Pengumpulan Data ... 18

B.Deskripsi Data ... 19

1. Subyek Penelitian ... 19

2. Data Penelitian ... 19

3. Permasalahan ... 20

C.Analisa Data ... 21

D.Pembahasan ... 22

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 27

B. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(26)

vi

Halaman Tabel I Blue print skala tingkat stress ... 12 Tabel II Skala pengukuran ... 14 Tabel III Uji validitas skala tingkat stress ibu pada pengasuhan

anak retardasi mental ... 15 Tabel IV Hasil perhitungan T-Score tingkat stres ... 22 Tabel V Rata-rata tingkat stress ... 23


(27)

vii

Halaman

Tabel I Blue print skala tingkat stress ...13

Tabel II Skala pengukuran ……….14

Tabel III Uji validitas skala tingkat stress ibu pada pengasuhan anak retardasi mental...15

Tabel IV Hasil perhitungan T-Score tingkat stres...22


(28)

iii

Puspitasari, Widiana. (2012). Tingkat Stress Ibu pada Pengasuhan Anak Retardasi Mental. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Pembimbing : Tri Dayakisni, Dra. M.Si,

Kata Kunci: Stress pengasuhan.

Memiliki anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, sehingga kecatatan fisik maupun mental dianggap sebagai sebuah kelemahan tersendiri, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal, dalam hal ini mengalami retardasi mental. Salah satu beban fisik penyebab stres pada orang tua dari anak retardasi mental berkaitan dengan ketidakmampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari membuat orang tua khususnya ibu harus selalu membantu dan mendampingi anaknya. Hal itu tentu saja menyebabkan kelelahan fisik. Sedangkan beban psikis yang dirasakan orang tua berkaitan dengan proses penerimaan mulai dari rasa kaget, kecewa, rasa bersalah atas kondisi anak, serta ada tidaknya dukungan dari keluarga. Ditambah lagi dengan beban sosial di mana respon yang negatif dari masyarakat membuat orang tua menjadi malu dan menarik diri dari kehidupan social. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di kota Malang. Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif Deskriptif dengan menggunakan T-Score untuk mengetahui tingkat stress ibu pada pengasuhan anak cacat (retardasi mental). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah ibu kandung yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di kota Malang berjumlah 30orang.

Hasil penelitian dari 30 subyek penelitian diperoleh 14 subjek (47%) mempunyai tingkat stress pada pengasuhan anak retardasi mental yang tinggi. Sedangkan 16 subjek (53%) penelitian memiliki skala tingkat stress pada pengasuhan anak retardasi mental yang rendah. Pada tingkat stress tertinggi pada pengasuhan anak retardasi mental adalah aspek The difficult child dengan nilai rata-rata 2, 52 yaitu anak mempunyai karakter yang mudah diasuh atau malah mempersulit pengasuhan. Rata-rata tingkat stress rendah pada pengasuhan anak retardasi mental adalah aspek The parent-child dysfunctional interaction dengan nilai rata-rata 2, 09 yaitu tidak berfungsinya interaksi dengan fokus penguatan antara anak dengan orangtua.


(29)

iv

Mental Retardation. Thesis, Faculty of Psychology, University of Muhammadiyah Malang, Advisor: Tri Dayakisni, Dra. M.Si,

Keywords: Parenting Stress.

Having normal children physically and mentally is the hope for all parents, so physically and mentally retarded considered as a weakness, but in reality, not all couples are given normal children, in this case mentally retarded. One of the causes of the physical burden on parents with mentally retarded children associated with the children inability to perform daily activities have made parents, especially mothers, should always help and assist the children. This led to physical exhaustion. While the psychological burdens related to the initial stage starting from shocked, disappointment, guilt over the children condition, and the presence or absence of family support. Social burden over negative response from the society have made parents ashamed and withdrew themselves from social life. The purpose of this study was to determine the mothers’ parenting stress on children with mental retardation at the Foundation for Development of Disabled Children (YPAC) in Malang. This is quantitative descriptive research using T-Score to determine the level of mothers parenting stress on children with disabilities (mental retardation). Thirty biological mothers with retarded children were used as samples at the Foundation for Development of Disabled Children (YPAC) Malang.

The results obtained from 30 subjects, it was found that 14 subjects (47%) had higher levels of parenting stress. While 16 subjects (53%) had lower parenting stress toward mentally retarded children. At the highest levels of parenting stress on mental retardation was the difficult child aspect with the average value 2, 52, indicated children were easily taken care of or even complicated the parenting. Lower average stress levels on mentally retarded children care was parents-children dysfunctional interaction aspect with the average value 2, 09, implied that lessening focus of interaction intensity between children and parents.


(30)

29

Abbas, Abdullah bin. 2007. Kiat Mengatasi Stres Anak Melalui Sikap Kasih Sayang Orang tua. Jakarta: Restu Agung.

Atkinson, R.L, dkk (2000). Hilgards Introduction to Psycology. (13th ed). Editor: Smith, Carolyn D. Harcourt Collage Publishers.

Azwar, S. (1994). Reliabilitas dan validitas (cetakan pertama). Yogyakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

. (1999). Reliabilitas dan validitas: Seri pengukuran Psikologi. Yogyakarta: Sigma Alpha.

. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. . (2006). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar. . (2007). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Chaplin, JP. 1968. Digtionary of Psycology (Kamus Lengkap Psikologi). (terjemahan). Jakarta: Rajawali.

Gunarsa, D.S. 2006. Dari Anak Sampai Usia Lanjut : Bunga Rampai Psikologi. Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. Ke-1.

Kartono, K. (1992). Psikologi wanita: Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek. Jilid 2. Bandung: Mandar Maju.

Kerlinger. F. (2004). Asas-asas penelitian behavioral. Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lazarus, R.S. (1976). Pattern of Adjustment (3rd edition). Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd


(31)

30

Nelson (2000). Ilmu Kesehatan Anak vol. 2. Jakarta: EGC

Prabowo, H& Dwi, R. (1998). Psikologi Umum 2: Seri diktat kuliah. Jakarta: Gunadarma.

Selye, Hans. 1976. The Stres of Life. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Winarsunu, T. (2006). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press.


(1)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I Blue print skala tingkat stress ... 12 Tabel II Skala pengukuran ... 14 Tabel III Uji validitas skala tingkat stress ibu pada pengasuhan

anak retardasi mental ... 15 Tabel IV Hasil perhitungan T-Score tingkat stres ... 22 Tabel V Rata-rata tingkat stress ... 23


(2)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Blue print skala tingkat stress ...13

Tabel II Skala pengukuran ……….14

Tabel III Uji validitas skala tingkat stress ibu pada pengasuhan anak retardasi mental...15

Tabel IV Hasil perhitungan T-Score tingkat stres...22


(3)

iii INTISARI

Puspitasari, Widiana. (2012). Tingkat Stress Ibu pada Pengasuhan Anak Retardasi Mental. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Pembimbing : Tri Dayakisni, Dra. M.Si,

Kata Kunci: Stress pengasuhan.

Memiliki anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, sehingga kecatatan fisik maupun mental dianggap sebagai sebuah kelemahan tersendiri, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikaruniai anak yang normal, dalam hal ini mengalami retardasi mental. Salah satu beban fisik penyebab stres pada orang tua dari anak retardasi mental berkaitan dengan ketidakmampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari membuat orang tua khususnya ibu harus selalu membantu dan mendampingi anaknya. Hal itu tentu saja menyebabkan kelelahan fisik. Sedangkan beban psikis yang dirasakan orang tua berkaitan dengan proses penerimaan mulai dari rasa kaget, kecewa, rasa bersalah atas kondisi anak, serta ada tidaknya dukungan dari keluarga. Ditambah lagi dengan beban sosial di mana respon yang negatif dari masyarakat membuat orang tua menjadi malu dan menarik diri dari kehidupan social. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di kota Malang. Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif Deskriptif dengan menggunakan T-Score untuk mengetahui tingkat stress ibu pada pengasuhan anak cacat (retardasi mental). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah ibu kandung yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di kota Malang berjumlah 30orang.

Hasil penelitian dari 30 subyek penelitian diperoleh 14 subjek (47%) mempunyai tingkat stress pada pengasuhan anak retardasi mental yang tinggi. Sedangkan 16 subjek (53%) penelitian memiliki skala tingkat stress pada pengasuhan anak retardasi mental yang rendah. Pada tingkat stress tertinggi pada pengasuhan anak retardasi mental adalah aspek The difficult child dengan nilai rata-rata 2, 52 yaitu anak mempunyai karakter yang mudah diasuh atau malah mempersulit pengasuhan. Rata-rata tingkat stress rendah pada pengasuhan anak retardasi mental adalah aspek The parent-child dysfunctional interaction dengan nilai rata-rata 2, 09 yaitu tidak berfungsinya interaksi dengan fokus penguatan antara anak dengan orangtua.


(4)

iv ABSTRACT

Puspitasari, Widiana. (2012). Mother's Stress Level on Parenting Children with Mental Retardation. Thesis, Faculty of Psychology, University of Muhammadiyah Malang, Advisor: Tri Dayakisni, Dra. M.Si,

Keywords: Parenting Stress.

Having normal children physically and mentally is the hope for all parents, so physically and mentally retarded considered as a weakness, but in reality, not all couples are given normal children, in this case mentally retarded. One of the causes of the physical burden on parents with mentally retarded children associated with the children inability to perform daily activities have made parents, especially mothers, should always help and assist the children. This led to physical exhaustion. While the psychological burdens related to the initial stage starting from shocked, disappointment, guilt over the children condition, and the presence or absence of family support. Social burden over negative response from the society have made parents ashamed and withdrew themselves from social life. The purpose of this study was to determine the mothers’ parenting stress on children with mental retardation at the Foundation for Development of Disabled Children (YPAC) in Malang. This is quantitative descriptive research using T-Score to determine the level of mothers parenting stress on children with disabilities (mental retardation). Thirty biological mothers with retarded children were used as samples at the Foundation for Development of Disabled Children (YPAC) Malang.

The results obtained from 30 subjects, it was found that 14 subjects (47%) had higher levels of parenting stress. While 16 subjects (53%) had lower parenting stress toward mentally retarded children. At the highest levels of parenting stress on mental retardation was the difficult child aspect with the average value 2, 52, indicated children were easily taken care of or even complicated the parenting. Lower average stress levels on mentally retarded children care was parents-children dysfunctional interaction aspect with the average value 2, 09, implied that lessening focus of interaction intensity between children and parents.


(5)

29

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Abdullah bin. 2007. Kiat Mengatasi Stres Anak Melalui Sikap Kasih Sayang Orang tua. Jakarta: Restu Agung.

Atkinson, R.L, dkk (2000). Hilgards Introduction to Psycology. (13th ed). Editor: Smith, Carolyn D. Harcourt Collage Publishers.

Azwar, S. (1994). Reliabilitas dan validitas (cetakan pertama). Yogyakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

. (1999). Reliabilitas dan validitas: Seri pengukuran Psikologi. Yogyakarta: Sigma Alpha.

. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. . (2006). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar. . (2007). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Chaplin, JP. 1968. Digtionary of Psycology (Kamus Lengkap Psikologi). (terjemahan). Jakarta: Rajawali.

Gunarsa, D.S. 2006. Dari Anak Sampai Usia Lanjut : Bunga Rampai Psikologi. Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. Ke-1.

Kartono, K. (1992). Psikologi wanita: Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek. Jilid 2. Bandung: Mandar Maju.

Kerlinger. F. (2004). Asas-asas penelitian behavioral. Edisi III. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lazarus, R.S. (1976). Pattern of Adjustment (3rd edition). Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd


(6)

30

Mangunsong, Frida, dkk. (1998). Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3 UI

Nelson (2000). Ilmu Kesehatan Anak vol. 2. Jakarta: EGC

Prabowo, H& Dwi, R. (1998). Psikologi Umum 2: Seri diktat kuliah. Jakarta: Gunadarma.

Selye, Hans. 1976. The Stres of Life. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Winarsunu, T. (2006). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press.